Вы находитесь на странице: 1из 19

DIVERSIFIKASI KONSUMSI PANGAN LOKAL MALUKU UTARA

DEMI TERWUJUDNYA KEDAULATAN PANGAN

Oleh

Nama
Nim

: Jontry Lisman Damanik


: 23130068

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI


FAKULTAS ILMU ALAM DAN TEKNOLOGI REKAYASA
UNIVERSITAS HALMAHERA
2016

LEMBAR PENGESAHAN

JUDUL

: DIVERSIFIKASI KONSUMSI PANGAN LOKAL MALUKU


UTARA DEMI TERWUJUDNYA KEDAULATAN PANGAN
PENULIS : JONTRY LISMAN DAMANIK
NIM
: 23130068
PRODI
: AGROTEKNOLOGI

Selasa, 12 April 2016

Mengetahui,
Dosen Pembimbing

Direktur Kemahasiswaan

Sunarno, S.P., M.Sc

Yulinda Uang, S.IP., M.Si

KATA PENGANTAR
Puji syukur patut Penulis hanturkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
berkat dan rahmat-Nya sehingga Penulis dapat menyelesaikan karya tulis ini
dengan baik. Penulis juga banyak terima kasih kepada Dosen pembimbing yang
telah membimbing dan juga kepada teman - teman yang telah membantu dalam
menyelesaikan karya tulis ini.
Karya tulis ini menjelaskan sedikit tentang Diversifikasi Konsumsi
Pangan Lokal Maluku Utara Demi Terwujudnya Kedaulatan Pangan yang
ditulis berdasarkan gagasan kreatif Penulis dan didukung oleh data dan atau
informasi dari referensi ilmiah.
Penulis berharap karya tulis ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan dapat
membuka sedikit wawasan pembaca mengenai pentingnya diversifikasi konsumsi
pangan lokal Maluku Utara demi terwujdnya kedaulatan pangan.

Selasa, 12 April 2016


Penulis

Jontry Lisman Damanik

ii

DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN.........................................................................
KATA PENGANTAR ...............................................................................
DAFTAR ISI .............................................................................................
RINGKASAN.............................................................................................

i
ii
iii
iv

BAB I PENDAHULUAN ...........................................................................


1.1 Latar Belakang .....................................................................................
1.2 Tujuan ..................................................................................................
1.3 Manfaat ................................................................................................

1
1
2
2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...............................................................

BAB III ANALISIS DAN SINTESIS ........................................................

BAB IV PENUTUP ....................................................................................


4.1 Kesimpulan ..........................................................................................
4.2 Rekomendasi .......................................................................................

12
12
13

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................

14

iii

RINGKASAN

Diversifikasi pangan mencakup tiga lingkup yang saling berhubungan yaitu


diversifikasi konsumsi pangan, diversifikasi produksi pangan dan diversifikasi
ketersediaan pangan namun yang menjadi fokus dalam karya tulis ilmiah ini yaitu
sekitar lingkup diversifikasi konsumsi pangan. Aspek konsumsi mencakup
perilaku yang didasari tindakan ekonomis maupun non ekonomis, seperti selera,
kebiasaan dan pengetahuan. Maluku merupakan daerah yang memiliki berbagai
macam jenis tanaman pangan yang memiliki kandungan gizi yang hampir sama
dengan beras. Sepertii di wilayah Pulau Halmahera, Ternate, Tidore, Ambon dan
daerah-daerah lain di lingkup Maluku, memiliki bahan pangan khas lokal antara
lain sagu, jagung, ubi jalar, ubi kayu, pisang, dll. Namun akibat perkembangan
zaman, masyarakat Indonesia Timur sudah perlahan - lahan meninggalkan bahan
pangan lokal dan beralih sepenuhnya ke bahan pangan beras, beras dan beras,
maka penulis tertarik untuk mengambil judul Karya Tulis Ilmiah (KTI) dengan
judul Diversifikasi Konsumsi Pangan
Lokal Maluku Utara
Demi
Terwujudnya Kedaulatan Pangan. Penulisan Karya Tulis Ilmiah ini bertujuan :
Untuk mengetahui strategi apa saja yang dilakukan demi terwujudnya Kedaulatan
Pangan di Maluku dan Untuk mengubah pemahaman pola konsumsi pangan
masyarakat Maluku Utara yang beragam jenisnya dalam menunjang Kedaulatan
Pangan. Dari Karya Tulis Ilmiah Ini dapat di simpulkan, Daerah Maluku
merupakan salah satu wilayah di Indonesia yang kaya akan keragaman pangan
lokalnya, seperti sagu di Maluku merupakan way of life yang dimanfaatkan
sebagai sumber kehidupan, pemasok pangan (sumber karbohidrat tradisional)
utama dan telah terbukti mampu menjadi salah satu bahan dalam mengatasi
masalah pangan lokal di wilayah ini tempo dulu, Diversifikasi konsumsi pangan
di daerah Maluku antara lain adalah: mengkonsumsi pangan yang beragam
merupakan alternatif terbaik untuk pengembangan sumber daya manusia yang
berkualitas, untuk mengatasi permasalahan ketahanan pangan yang semakin
rawan, memproduksi pangan yang beragam mengurangi ketergantungan kepada
pangan impor, mewujudkan kedaulatan pangan yang merupakan kewajiban
bersama pemerintah dan masyarakat.

iv

BAB I
PENDAHULAN

1.1

Latar Belakang

Tak dapat disangkal bahwa upaya penganekaragaman pangan


(diversifikasi pangan) telah dilakukan namun perkembangannya sangat lambat
dan sangat jauh dari harapan. Dalam konteks penyediaan pasokan pangan,
diversifikasi adalah salah satu cara adaptasi yang efektif untuk mengurangi resiko
kerawanan ketahanan pangan yang bersumber dari beras untuk mendukung
terwujudnya kedaulatan pangan berbasis sumberdaya lokal. Pada sisi konsumsi,
diversifikasi pangan memperluas spektrum pilihan pangan dan kondusif untuk
mendukung terwujudanya Pola Pangan Harapan (PPH). Pendek kata, diversifikasi
pangan dapat mendukung stabilitas ketahanan pangan sehingga dapat dipandang
sebagai salah satu pilar pemantapan ketahanan pangan. Oleh karena itu akselerasi
diversifikasi pangan sebagaimana diamanatkan dalam Perpres No. 22 Tahun 2009
harus dapat diwujudkan. (Sumaryanto,2009;3 dalam Yusran Kapludin, 2011).
Diversifikasi pangan mencakup tiga lingkup yang saling berhubungan
yaitu diversifikasi konsumsi pangan, diversifikasi produksi pangan dan
diversifikasi ketersediaan pangan (Suhardjo dalam Hanani, 2009), namun yang
menjadi fokus dalam karya tulis ilmiah ini yaitu sekitar lingkup diversifikasi
konsumsi pangan. Aspek konsumsi mencakup perilaku yang didasari tindakan
ekonomis maupun non ekonomis, seperti selera, kebiasaan dan pengetahuan.
Maluku Utara merupakan daerah yang memiliki berbagai macam jenis
tanaman pangan yang memiliki kandungan gizi yang hampir sama dengan beras.
Seperti yang kita ketahui bahwa daerah - daerah di Maluku Utara memiliki
berbagai macam bahan pangan lokal yang berbeda - beda, seperti di wilayah Pulau
Halmahera, Ternate, Tidore, Ambon dan daerah-daerah lain di lingkup Maluku,
memiliki bahan pangan khas lokal antara lain sagu, jagung, ubi jalar, ubi kayu,
pisang, dll. Namun akibat perkembangan zaman, masyarakat khususnya yang
berada di bagian Indonesia Timur sudah perlahan - lahan meninggalkan bahan
pangan lokal dan beralih sepenuhnya ke bahan pangan beras, beras dan beras.
Perubahan pola konsumsi masyarakat Maluku Utara dari yang tadinya
mengkonsumsi pangan lokal beralih ke beras juga merupakan salah satu dampak
dari program pemerintah yang berprioritas bagi ketersediaan komoditas beras bagi
masyarakat miskin (raskin). Walaupun itu bukanlah tujuan dari program tersebut
namun itulah kenyataan yang terjadi saat ini.
Kondisi yang sama juga terjadi di Kota Ambon, dimana pola konsumsi
masyarakat telah berubah dari yang tadinya pangan pokoknya adalah pangan lokal
sekarang menjadi pangan beras. Salah satu contohnya terjadi di Desa Latuhalat.
Berdasarkan hasil penelitian Ayhuwan (2010) dalam Agrilan (2013),

dikemukakan bahwa pangan lokal bagi masyarakat Latuhalat sudah bukan


merupakan pangan pokok yang berfungsi sebagai penyuplai karbohidrat. Pangan
lokal hanya dijadikan pangan selingan atau hanya sekedar untuk cemilan dan tidak
untuk memenuhi kebutuhan karbohidrat bagi masyarakat di Desa Latuhalat.
Dari uraian diatas penulis tertarik untuk mengambil judul Karya Tulis
Ilmiah (KTI) dengan judul Diversifikasi Konsumsi Pangan Lokal Maluku Utara
Demi Terwujudnya Kedaulatan Pangan.
1.2

Tujuan
1.
2.

1.3

Untuk mengetahui strategi apa saja yang dilakukan demi terwujudnya


Kedaulatan Pangan di Maluku Utara.
Untuk mengubah pemahaman pola konsumsi pangan masyarakat
Maluku Utara yang beragam jenisnya dalam menunjang Kedaulatan
Pangan.

Manfaat
1.
2.

Dapat mengetahui strategi yang tepat untuk di terapkan di daerah


Maluku Utara dalam menunjang kedaulatan pangan dari pangan lokal.
Dapat mengubah pemahaman atau paradigma masyarakat Maluku
Utara untuk kembali mengkonsumsi pangan lokal khas Maluku Utara.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Salah satu pilar dalam pembangunan ketahanan pangan nasional adalah


program penganeka-ragaman pangan atau disebut sebagai diversifikasi pangan.
Seperti salah satu kutipan dari pidato Bung Karno, bahwa Hidup matinya suatu
bangsa ditentukan oleh ketahanan pangan negara. Namun, saat ini negara kita
sedang mengalami permasalahan dalam meningkatkan ketahanan pangan terutama
dampak krisis finansial bahkan perubahan iklim yang terjadi, harga pangan lokal
seperti tidak terkendali dan membanjirnya pangan impor dipasar lokal, sehingga
menyebabkan Indonesia yang tadinya kaya akan sumber daya pangan lokal
menjadi miskin akan kultur budaya mereka sendiri. Fokus masyarakat beralih ke
pangan tunggal (beras) tanpa menghiraukan sumber daya lokal yang ada di daerah
setempat. Kearifan lokal yang dimiliki setiap daerah seakan hanya menjadi simbol
semata. Berbagai faktor yang dapat mempengaruhi lunturnya kegemaran sebagian
masyarakat terhadap makanan tradisional Indonseia antara lain disebabkan karena
adanya perubahan gaya hidup, perubahan sosial budaya, perkembangan ekonomi
dalam kehidupan masyarakat, di samping itu kebiasaan masyarakat terhadap
makan di luar, gencarnya promosi dan tersedianya makanan asing di berbagai kota
besar juga sebagai salah satu faktor mengapa masyarakat lebih menyukai
makanan asing dari pada makanan kita sendiri (Umy 2015).
Ketahanan Pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga
yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik dalam jumlah maupun
mutunya, aman, merata dan terjangkau. Ketahanan pangan berkaitan dengan
ketersediaan pangan, yaitu tersedianya pangan dari hasil produksi dalam negeri
atau sumber lainnya (Dian Histifarina. 2008).
Menurut PERMENTAN No.15 Tahun 2013, diversifikasi pangan atau
penganekaragaman pangan adalah upaya peningkatan ketersediaan dan konsumsi
pangan yang beragam, bergizi seimbang, dan berbasis pada potensi sumber daya
lokal. Diversifikasi pangan yang dimaksudkan bukan untuk menggantikan beras
sepenuhnya, namun mengubah dan memperbaiki pola konsumsi masyarakat
supaya lebih beragam jenis pangan dengan mutu gizi yang lebih baik. Namun,
3

diversifikasi pangan terkadang salah diartikan karena adanya asumsi bahwa beras
merupakan bahan pangan pokok di Indonesia, meski nyatanya penduduk di
beberapa daerah di Indonesia mengonsumsi jagung, sagu, ubi kayu, dan ubi jalar
sebagai bahan pokok. Oleh karenanya, masalah pangan selalu terpaku pada beras.
Permasalahan rumit lainnya adalah bergesernya pola pangan masyarakat nonberas
menjadi beras seperti yang terjadi di Madura, Maluku, NTT, Ambon dan kawasan
Indonesia Timur lainnya. Bahkan di Maluku yang semula mengonsumsi sagu
sebagai bahan pangan pokok, misalnya telah beralih (90%-100%) menjadi beras
menyamai daerah di Indonesia Barat (Roosganda 2011).
Swasembada pangan sendiri merupakan perubahan kembali dari
swasembada beras sebagai konsep awalnya, karena terjadinya kecenderungan
penurunan dan ketidakstabilan laju pertumbuhan produksi beras sejak diraihnya
swasembada beras pada tahun 1984-1985. Sejak tahun 1994 Indonesia tidak lagi
berswasembada (Sapuan, 1999 dalam Roosganda 2011). Secara umum Indonesia
masih merupakan negara importir pangan karena program diversifikasi pangan
belum sepenuhnya berhasil, yang tercermin dari masih tingginya tingkat konsumsi
beras sebagai bahan pangan utama masyarakat. Berbagai masalah internal seperti
tingginya tingkat konversi (alih fungsi) lahan, keterbatasan penyediaan input
pertanian, ilmu pengetahuan dan teknologi, pemasaran dan permodalan, serta
infrastruktur dan distribusi masih dihadapi dalam implementasi program
peningkatan produksi pangan.
Program diversifikasi konsumsi pangan sebetulnya sudah dirintis sejak
awal dasawarsa 60-an, dimana pemerintah telah menyadari pentingnya dilakukan
diversifikasi pangan. Pemerintah mulai menganjurkan masyarakat untuk
mengonsumsi bahan pangan pokok selain beras seperti anjuran untuk
mengkombinasikan beras dengan jagung, sehingga pernah popular istilah berasjagung. Ada dua arti dari istilah tersebut, yaitu : (1) campuran beras dengan
jagung, dan (2) penggantian konsumsi beras pada waktu - waktu tertentu dengan
jagung. Kebijakan ini ditempuh sebagai reaksi terhadap krisis pangan yang terjadi
saat itu (Rahardjo, 1993 dalam Mewa Ariani 2010). Pada tahun 1974, secara
eksplisit pemerintah mencanangkan kebijakan diversifikasi pangan melalui
Instruksi Presiden (INPRES) No. 14 tahun 1974 tentang perbaikan Menu

Makanan Rakyat (UPMMR). Maksud dari instruksi tersebut adalah untuk lebih
menganekaragamkan jenis pangan dan meningkatkan mutu gizi makanan rakyat
baik secara kualitas maupun kuantitas sebagai usaha untuk meningkatkan kualitas
sumber daya manusia.
Kemudian INPRES No. 14 disempurnakan melalui INPRES No. 20 tahun
1979. Dalam INPRES ini, Presiden mengintruksikan kepada 15 lembaga
(Kementrian, Bulog, BKKBN) dengan enam instruksi antara lain melanjutkan dan
meningkatkan usaha perbaikan menu makanan rakyat secara terus menerus,
menyeluruh dan terkoordinasi dalam bidang masing - masing maupun dalam
rangka kerja sama antar Departemen/Instansi Pemerintah, antara Instansi
Pemerintah dan Instansi non Pemerintah. Kemudian pada tahun 1980 keluar
INPRES No. 11 tentang Perubahan dan Penambahan atas INPRES No. 20, 1979
yang berisi instruksi kepada Ketua LIPI untuk ikut serta dalam UPMMR terutama
dibidang riset dan teknologi untuk pengembangan berbagai program perbaikan
menu makanan rakyat. Pada tahun 1989 melalui keputusan Menteri Koordinator
Bidang

Kesejahteraan

Rakyat

No.

06/KEP/MENKO/KESRA/VIII/1989,

mengeluarkan pedoman Pola Umum Gerakan Perbaikan Menu Makanan Rakyat


untuk menyatukan wawasan/pandangan langkah bagi pengambil kebijakan,
penyelenggara, pelaksana baik pemerintah maupun masyarakat untuk dapat
memperbaiki pola konsumsi pangan secara kualitas dan kuantitas sebagai usaha
penting bagi pembangunan nasional (Kantor Menko Kesra, 1989 dalam Mewa
Ariani, 2010).
Pada awal kemerdekaan, Indonesia pernah mengalami masa sulit akibat
pasokan dan distribusi pangan yang tidak lancar. Untungnya Indonesia dikaruniai
tanah yang relatif subur dan air yang begitu luas sehingga banyak jenis tanaman
yang bisa dimakan untuk sekedar bertahan hidup. Hingga akhir masa
pemerintahan Soekarno dan awal masa pemerintahan Soeharto, Indonesia masih
disibukkan persoalan bagaimana mencukupi kebutuhan pangan dalam jumlah
cukup, harga terjangkau, mudah mengaksesnya dan kualitas yang baik. Untuk
menjaga stabilitas pasokan harga dan kualitas pangan yang dibutuhkan
masyarakat Indonesia yang terus bertumbuh, maka pemerintahan Soeharto
meluncurkan serangkaian kebijakan antara lain dengan membentuk Bulog dan

memperkuat sistem dan kelembagaan Departemen yang terkait dengan pertanian


dan pangan. Anggaran yang dikeluarkan relatif besar dibandingkan sektor lain
yang dipandang kurang strategis dan mendesak. Prestasi swasembada beras tahun
1984 sering disebut sebagai keberhasilan monumental bagi Indonesia karena beras
adalah makanan pokok ratusan juta penduduk Indonesia, sedangkan tingkat
konsumsi pangan lain masih sedikit. Sejak 2007 sampai 2008, Indonesia terpaksa
mengimpor produk pangan, terutama beras dalam jumlah besar sehingga banyak
kalangan khawatir akan terjadinya krisis pangan yang lebih dalam. Idealnya harus
terjadi diversifikasi pangan sehingga bukan hanya beras yang menjadi makanan
pokok (Anonim 2012).
Konsumsi beras di Indonesia yang tinggi ternyata tidak diimbangi dengan
produksi beras yang bagus. Sehingga pemerintah melakukan langkah impor beras
karena dianggap lebih mudah dan cepat daripada menunggu hasil panen beras
yang lama (Djunaedi, 2012)

Tabel 1. Roduksi, Konsumsi, Selisih Beras (dalam Kg) di Indonesia Periode


2001-2010.
Tahun
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
Sumber: BPS 2012

Produksi
30.283.326
30.586.159
30.892.021
31.200.941
31.669.630
34.306.610
35.940.591
38.306.962
40.360.221
40.716.871

Konsumsi
32.771.264
33.073.152
33.372.463
33.669.384
34.297.000
35.438.000
36.350.000
37.100.000
38.000.000
38.550.000

Tabel 2. Selisih Produksi dan Konsumsi, Serta Impor Beras (dalam Kg) di
Indonesia Periode 2001-2010.
Tahun
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
Sumber BPS 2012

Produksi - Konsumsi
-2.487.983
-2.486.993
-2.480.442
-2.468.443
16.294
3.206.610
-409.409
1.206.962
2.360221
2.166.817

Impor
649.488
1.811.988
1.437.472
246.256
189.617
438.108
1.300.000
289.000
250.473
687.581

Tingkat konsumsi beras per kapita per tahun masyarakat Indonesia


meningkat tiap tahunnya, sedangkan produksi yang dihasilkan kurang mencukupi
tingkat konsumsi masyarakat Indonesia sehingga untuk menutupi kekurangan
tersebut pemerintah melakukan impor beras dari negara lain. Sehingga volume
impor beras tiap tahun yang dilakukan oleh pemerintah disesuaikan dengan
tingkat konsumsi masyarakat Indonesia per kapita per tahun.

BAB III
ANALISIS DAN SINTESIS

Mengingat semakin tingginya ancaman masalah pangan, maka sumber


pangan alternatif, dalam hal ini sumber pangan lokal tampaknya menjadi salah
satu solusinya. Maluku sebenarnya daerah yang kaya akan sumber karbohidrat
selain beras, seperti jagung, sagu, ubi jalar, pisang, ubi kayu yang sekian lama
sudah menjadi sumber pangan pokok, namun belakangan ini semakin
terpinggirkan oleh beras.
Daerah Maluku Utara merupakan salah satu wilayah di Indonesia yang
kaya akan keragaman pangan lokalnya. Menurut Bustaman, S. dan Susanto, N,
(2007) dalam Fitria, P (2012) menyebutkan bahwa pertanian sagu di Maluku
merupakan way of life dan dimanfaatkan sebagai sumber kehidupan, pemasok
pangan (sumber karbohidrat tradisional) utama dan telah terbukti mampu menjadi
salah satu bahan dalam mengatasi masalah pangan lokal di wilayah ini tempo
dulu.
Perlu diketahui diversifikasi konsumsi pangan berbasis tanaman lokal
sebagai pangan pokok tidaklah buruk, walau dalam segi pemenuhan nutrisi beras
dianggap sebagai pemberi nutrisi yang baik, namun sebenarnya tanaman lain juga
memiliki potensi yang hampir sama dengan beras, sesuai dengan tabel berikut.

Tabel 3. Kandungan Gizi Beberapa Bahan Makanan (Per 100 Gr)


Bahan makanan

Air

Energi

Protein

Lemak

Karbohidr

(gr)

(kal)

(gr)

(gr)

at
(gr)

Beras

13,0

360

6,8

0,7

78,9

Tepung terigu

12,0

365

8,9

1,3

36,5

Buah sukun muda

65-85

108

1,2-1,4

21,5-31,7

28,2

Jagung giling

13,1

361

8,7

4,5

72,4

Gaplek

14,5

338

1,5

0,7

81,3

Tepung sagu

14,0

353

0,7

0,2

84,7

Singkong

62,5

146

1,2

0,3

34,7

Ubi jalar merah

68,5

23

1,8

0,7

27,9

Kentang

77,8

83

2,0

0,1

19,1

Gambili segar

75

95

1,5

0,1

22,4

Gadung segar

85

101

2,0

0,2

23,2

Sumber: Direktorat Gizi, Departemen Kesehatan

Sesuai tabel diatas, beras bukan penghasil karbohidrat tertinggi akan tetapi
beras penghasil energi tertinggi diantara bahan pangan yang terdapat pada tabel .
Dan itulah alasan yang sering dikemukakan sehingga beras menjadi pilihan utama
dalam makanan sehari - hari. Kemudian seringkali diidentikkan, bila suatu
keluarga tidak makan beras dan hanya makan makanan pengganti lainnya seperti
jagung, gaplek, maka keluarga itu dianggap miskin. Paradigma ini yang
menimbulkan gagasan untuk pentingnya pendisversifikasian konsumsi pangan
berbasis bahan pangan pokok lokal, misalnya jagung, gaplek, sagu, ubi untuk
kembali menjadi bahan pangan pokok masyarakat di daerah Maluku Utara.
Beras sudah menjadi panganan pokok yang sepertinya susah terganti dan
memiliki citra tersendiri, padahal masih banyak pangan lain yang asupan gizinya
setara atau lebih baik dari beras, didukung oleh lingkungan kita yang kaya akan
potensi lokal yang dapat dijadikan bahan panganan alternatif untuk menjaga
ketersediaan pangan terutama untuk keluarga atau individu kita sendiri. Marilah
kita ragamkan panganan kita dengan memanfaatkan potensi lokal yang ada
9

disekitar kita dengan memperhatikan nilai asupan gizinya sebagai alternatif dalam
mencegah terjadinya kerawanan ketahanan pangan (Tian 2010).
Dengan diversifikasi konsumsi pangan berbasis pangan lokal Maluku
Utara, maka akan tercipta suatu stabilitas pangan. Sehingga pemerintah tidak
perlu lagi mengimpor beras dalam jumlah besar untuk menyediakan pangan
masyarakat. Kemudian dana untuk impor beras dapat dimanfaatkan untuk
pengembangan pembangunan.
One Day No Rice itulah salah satu gerakan yang diusung oleh
Kementerian Pertanian dalam penganekaragaman konsumsi pangan yang perlu
direalisasikan oleh masyarakat secara luas. Gerakan tersebut mengajak
masyarakat kita untuk mencoba tidak mengonsumsi makanan yang berasal dari
beras pada hari tertentu diganti dengan panganan lain yang memiliki nilai asupan
gizi yang cukup. Bermula dari diri kita sendiri dengan sesuatu hal yang kecil
seperti melaksanakan gerakan tadi, tentunya akan dapat membawa perubahan
yang berarti bagi ketersediaan pangan kita terutama beras.
Alasan perlunya diversifikasi konsumsi pangan di daerah Maluku Utara
antara lain adalah: (i) mengkonsumsi pangan yang beragam merupakan alternatif
terbaik untuk pengembangan sumber daya manusia yang berkualitas; (ii) untuk
mengatasi

permasalahan

ketahanan

pangan

yang semakin

rawan;

(iii)

memproduksi pangan yang beragam mengurangi ketergantungan kepada pangan


impor; dan (iv) mewujudkan kedaulatan pangan yang merupakan kewajiban
bersama pemerintah dan masyarakat (Widowati dan Damardjati 2001 dalam
Roosganda 2011). Untuk mengembangkan diversifikasi pangan perlu dilakukan
beberapa upaya, diantaranya melalui:

1.

Pembangunan dan pengembangan agroindustri bahan pangan non beras,


agar konsumen dapat mengkonsumsi secara langsung.

2.

Soslialisasi yang intensif tentang diversifikasi pangan disertai oleh


penyediaan dan kemudahan mendapatkan bahan pangan nonberas yang
siap dikonsumsi dengan harga terjangkau dan dapat bersaing dengan harga
beras.

10

Menurut Elizabeth (2007a dalam Roosganda 2011) dalam pencapaian


diversifikasi, diperlukan pula perangkat kebijakan yang memadai, teknologi dan
informasi yang dibutuhkan, dan difungsikannya lembaga pendukung lainnya
seperti penyuluhan dan pemasaran.
Untuk lebih mempercepat pencapaian dan pengembangan diversifikasi
pangan di Maluku Utara, diperlukan strategi yang dapat Penulis sampaikan yaitu:
1.

Dengan cara mengadakan program membuka lahan untuk tanaman khas


daerah Maluku Utara seperti sagu, jagung, umbi, dll. Dan mengembalikan
fungsi lahan yang dipakai untuk padi kembali menjadi lahan untuk
tanaman khas daerah Maluku Utara. Serta mengembangkan potensi tanam
tanaman khas daerah Maluku Utara. dan program tersebut tidak dapat
berjalan dengan baik tanpa ada komitmen dari pemerintah. Untuk itu
diperlukan komitmen dari pemerintah pusat dan pemerintah daerah beserta
masyarakat. Dengan kerjasama berbagai pihak maka program ini dapat
berjalan dengan baik.

2.

Perlu adanya peran pemerintah dan atau lembaga - lembaga yang terkait,
seperti penelitian, penyuluhan untuk menambah wawasan masyarakat
tentang diversifikasi konsumsi pangan berbasis pangan lokal.

3.

Selain penyuluhan hal yang dapat dilakukan adalah mengadakan iklan


masyarakat dengan tujuan sosialisasi diversifikasi pangan berbasis pangan
lokal. Terlebih jika dari unsur figur masyarakat dari artis hingga pejabat
mengkampanyekan program penggantian pola makan tersebut. Maka
diharapkan paradigma bahwa beras merupakan bahan makanan wajib
dapat dihapuskan.

11

BAB IV
PENUTUP

4.1

KESIMPULAN
Berdasarkan hasil analisis dan sintesis di atas dapat di simpulkan sebagai
berikut :
1. Daerah Maluku Utara merupakan salah satu wilayah di Indonesia yang
kaya akan keragaman pangan lokalnya, seperti sagu di Maluku Utara
merupakan way of life yang dimanfaatkan sebagai sumber
kehidupan, pemasok pangan (sumber karbohidrat tradisional) utama
dan telah terbukti mampu menjadi salah satu bahan dalam mengatasi
masalah pangan lokal di wilayah ini tempo dulu.
2. Alasan diversifikasi konsumsi pangan di daerah Maluku Utara antara
lain adalah: mengkonsumsi pangan yang beragam merupakan alternatif
terbaik untuk pengembangan sumber daya manusia yang berkualitas,
untuk mengatasi permasalahan ketahanan pangan yang semakin rawan,
memproduksi pangan yang beragam mengurangi ketergantungan
kepada pangan impor,
mewujudkan kedaulatan pangan yang
merupakan kewajiban bersama pemerintah dan masyarakat
Untuk lebih mempercepat pencapaian dan pengembangan diversifikasi
pangan di Maluku, diperlukan strategi yang dapat Penulis sampaikan yaitu :
1. Dengan cara mengadakan program membuka lahan untuk tanaman
khas daerah Maluku Utara seperti sagu, jagung, umbi, dll. dan
mengembalikan fungsi lahan yang dipakai untuk padi kembali menjadi
lahan untuk tanaman khas daerah Maluku. Serta mengembangkan
potensi tanam tanaman khas daerah Maluku. dan program tersebut
tidak dapat berjalan dengan baik tanpa ada komitmen dari pemerintah.
Untuk itu diperlukan komitmen dari pemerintah pusat dan pemerintah
daerah beserta masyarakat. Dengan kerjasama berbagai pihak maka
program ini dapat berjalan dengan baik.
2. Perlu adanya peran pemerintah dan atau lembaga - lembaga yang
terkait, seperti penelitian, penyuluhan untuk menambah wawasan
masyarakat tentang diversifikasi konsumsi pangan berbasis pangan
lokal.
3. Selain penyuluhan hal yang dapat dilakukan adalah mengadakan iklan
masyarakat dengan tujuan sosialisasi diversifikasi pangan berbasis
pangan lokal. Terlebih jika dari unsur figur masyarakat dari artis
hingga pejabat mengkampanyekan program penggantian pola makan
tersebut. Maka diharapkan paradigma bahwa beras merupakan bahan
makanan wajib dapat dihapuskan.

12

4.2

REKOMENDASI
Berdasarkan hasil dari analisis dan sintesis, beberapa rekomendasi dapat
disampaikan sebagai berikut :
1.
Kepada semua instansi pemerintah dan swasta agar bekerja keras untuk
mengatasi masalah kerawanan ketahanan pangan khususnya di daerah
Maluku Utara, dengan melaksanakan strategi yang telah penulis
sampaikan dalam karya tulis ini sehingga pendisversifikasian (penganekaragaman) konsumsi pangan berbasis pangan lokal selain beras, misalnya
sagu, jagung, umbi - umbian, pisang, dll. bisa diterima oleh masyarakat.
2.
Kepada masyarakat di Maluku Utara tidak boleh malu dan gengsi terhadap
budaya yang telah diturunkan oleh nenek moyang kita dengan
mengkonsumsi pangan lokal tempo dulu.

13

DAFTAR PUSTAKA

Yusran K.2011.Pengelolaan Hutan Sagu Sebagai Sumber Ketahanan Pangan


Lokal. (https://titalama.wordpress.com/2011/04/23/sumberdaya-lokal/)
Anonim, 2012. Kebijakan Pemerintah Dalam Pencapaian Swasembada Beras
Pada
Program
Peningkatan
Ketahanan
Pangan.
(http://jdih.bpk.go.id/?p=17177)
Umy. 2015. Diversifikasi Pangan Lokal Sebagai Sumber Pangan Alternatif Dalam
Meningkatkan
Ketahanan
Pangan.
(file:///C:/Users/user/Downloads/My%20Mine%20%20Diversifikasi%
20Pangan%20Lokal%20Sebagai%20Sumber%20Pangan%20Alternatif
%20Dalam%20Meningkatkan%20KetahanaK%20Pangan.htm)
Tian.2010. Tercapainya Ketersedian dan Diversifikasi Pangan Tanggung Jawab
Semua
(file:///C:/Users/user/Downloads/Tercapainya%20Ketersedian%20dan%20D
iversifikasi%20Pangan%20Tanggung%20Jawab%20Semua.htm)
Roosganda.2011.Strategi Pencapaian Diversifikasi dan Kemandirian Pangan:
Antara Harapan dan Kenyataan.IPTEK Tanaman Pangan, Vol.6 No.22011
Dian Histifarina.2008. Membentuk Masyarakat Sadar Bahan Pangan Pokok Lokal
Selain Beras. (http://blogs.unpad.ac.id/giginkb/2008/12/22/modelpengorganisasian-masyarakat-dalam-membentuk-masyarakat-sadarbahan-pangan-pokok-lokal-selain-beras/)
Mewa Ariani.2010.Rekonstruksi Pola Makan Masyarakat Dalam Upaya
Percepatan
Diversifikasi
Pangan.
(http://www.litbang.pertanian.go.id/buku/kemandirian-panganindonesia/BAB-V-2.pdf)
Agrilan.2013.Perubahan Pola Konsumsi Pangan Rumah Tangga Dari Pangan
Lokal ke Pangan Beras. Vol. 1 No.4 Oktober 2013

14

Вам также может понравиться