Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
Oleh
Nama
Nim
LEMBAR PENGESAHAN
JUDUL
Mengetahui,
Dosen Pembimbing
Direktur Kemahasiswaan
KATA PENGANTAR
Puji syukur patut Penulis hanturkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
berkat dan rahmat-Nya sehingga Penulis dapat menyelesaikan karya tulis ini
dengan baik. Penulis juga banyak terima kasih kepada Dosen pembimbing yang
telah membimbing dan juga kepada teman - teman yang telah membantu dalam
menyelesaikan karya tulis ini.
Karya tulis ini menjelaskan sedikit tentang Diversifikasi Konsumsi
Pangan Lokal Maluku Utara Demi Terwujudnya Kedaulatan Pangan yang
ditulis berdasarkan gagasan kreatif Penulis dan didukung oleh data dan atau
informasi dari referensi ilmiah.
Penulis berharap karya tulis ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan dapat
membuka sedikit wawasan pembaca mengenai pentingnya diversifikasi konsumsi
pangan lokal Maluku Utara demi terwujdnya kedaulatan pangan.
ii
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN.........................................................................
KATA PENGANTAR ...............................................................................
DAFTAR ISI .............................................................................................
RINGKASAN.............................................................................................
i
ii
iii
iv
1
1
2
2
12
12
13
14
iii
RINGKASAN
iv
BAB I
PENDAHULAN
1.1
Latar Belakang
Tujuan
1.
2.
1.3
Manfaat
1.
2.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
diversifikasi pangan terkadang salah diartikan karena adanya asumsi bahwa beras
merupakan bahan pangan pokok di Indonesia, meski nyatanya penduduk di
beberapa daerah di Indonesia mengonsumsi jagung, sagu, ubi kayu, dan ubi jalar
sebagai bahan pokok. Oleh karenanya, masalah pangan selalu terpaku pada beras.
Permasalahan rumit lainnya adalah bergesernya pola pangan masyarakat nonberas
menjadi beras seperti yang terjadi di Madura, Maluku, NTT, Ambon dan kawasan
Indonesia Timur lainnya. Bahkan di Maluku yang semula mengonsumsi sagu
sebagai bahan pangan pokok, misalnya telah beralih (90%-100%) menjadi beras
menyamai daerah di Indonesia Barat (Roosganda 2011).
Swasembada pangan sendiri merupakan perubahan kembali dari
swasembada beras sebagai konsep awalnya, karena terjadinya kecenderungan
penurunan dan ketidakstabilan laju pertumbuhan produksi beras sejak diraihnya
swasembada beras pada tahun 1984-1985. Sejak tahun 1994 Indonesia tidak lagi
berswasembada (Sapuan, 1999 dalam Roosganda 2011). Secara umum Indonesia
masih merupakan negara importir pangan karena program diversifikasi pangan
belum sepenuhnya berhasil, yang tercermin dari masih tingginya tingkat konsumsi
beras sebagai bahan pangan utama masyarakat. Berbagai masalah internal seperti
tingginya tingkat konversi (alih fungsi) lahan, keterbatasan penyediaan input
pertanian, ilmu pengetahuan dan teknologi, pemasaran dan permodalan, serta
infrastruktur dan distribusi masih dihadapi dalam implementasi program
peningkatan produksi pangan.
Program diversifikasi konsumsi pangan sebetulnya sudah dirintis sejak
awal dasawarsa 60-an, dimana pemerintah telah menyadari pentingnya dilakukan
diversifikasi pangan. Pemerintah mulai menganjurkan masyarakat untuk
mengonsumsi bahan pangan pokok selain beras seperti anjuran untuk
mengkombinasikan beras dengan jagung, sehingga pernah popular istilah berasjagung. Ada dua arti dari istilah tersebut, yaitu : (1) campuran beras dengan
jagung, dan (2) penggantian konsumsi beras pada waktu - waktu tertentu dengan
jagung. Kebijakan ini ditempuh sebagai reaksi terhadap krisis pangan yang terjadi
saat itu (Rahardjo, 1993 dalam Mewa Ariani 2010). Pada tahun 1974, secara
eksplisit pemerintah mencanangkan kebijakan diversifikasi pangan melalui
Instruksi Presiden (INPRES) No. 14 tahun 1974 tentang perbaikan Menu
Makanan Rakyat (UPMMR). Maksud dari instruksi tersebut adalah untuk lebih
menganekaragamkan jenis pangan dan meningkatkan mutu gizi makanan rakyat
baik secara kualitas maupun kuantitas sebagai usaha untuk meningkatkan kualitas
sumber daya manusia.
Kemudian INPRES No. 14 disempurnakan melalui INPRES No. 20 tahun
1979. Dalam INPRES ini, Presiden mengintruksikan kepada 15 lembaga
(Kementrian, Bulog, BKKBN) dengan enam instruksi antara lain melanjutkan dan
meningkatkan usaha perbaikan menu makanan rakyat secara terus menerus,
menyeluruh dan terkoordinasi dalam bidang masing - masing maupun dalam
rangka kerja sama antar Departemen/Instansi Pemerintah, antara Instansi
Pemerintah dan Instansi non Pemerintah. Kemudian pada tahun 1980 keluar
INPRES No. 11 tentang Perubahan dan Penambahan atas INPRES No. 20, 1979
yang berisi instruksi kepada Ketua LIPI untuk ikut serta dalam UPMMR terutama
dibidang riset dan teknologi untuk pengembangan berbagai program perbaikan
menu makanan rakyat. Pada tahun 1989 melalui keputusan Menteri Koordinator
Bidang
Kesejahteraan
Rakyat
No.
06/KEP/MENKO/KESRA/VIII/1989,
Produksi
30.283.326
30.586.159
30.892.021
31.200.941
31.669.630
34.306.610
35.940.591
38.306.962
40.360.221
40.716.871
Konsumsi
32.771.264
33.073.152
33.372.463
33.669.384
34.297.000
35.438.000
36.350.000
37.100.000
38.000.000
38.550.000
Tabel 2. Selisih Produksi dan Konsumsi, Serta Impor Beras (dalam Kg) di
Indonesia Periode 2001-2010.
Tahun
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
Sumber BPS 2012
Produksi - Konsumsi
-2.487.983
-2.486.993
-2.480.442
-2.468.443
16.294
3.206.610
-409.409
1.206.962
2.360221
2.166.817
Impor
649.488
1.811.988
1.437.472
246.256
189.617
438.108
1.300.000
289.000
250.473
687.581
BAB III
ANALISIS DAN SINTESIS
Air
Energi
Protein
Lemak
Karbohidr
(gr)
(kal)
(gr)
(gr)
at
(gr)
Beras
13,0
360
6,8
0,7
78,9
Tepung terigu
12,0
365
8,9
1,3
36,5
65-85
108
1,2-1,4
21,5-31,7
28,2
Jagung giling
13,1
361
8,7
4,5
72,4
Gaplek
14,5
338
1,5
0,7
81,3
Tepung sagu
14,0
353
0,7
0,2
84,7
Singkong
62,5
146
1,2
0,3
34,7
68,5
23
1,8
0,7
27,9
Kentang
77,8
83
2,0
0,1
19,1
Gambili segar
75
95
1,5
0,1
22,4
Gadung segar
85
101
2,0
0,2
23,2
Sesuai tabel diatas, beras bukan penghasil karbohidrat tertinggi akan tetapi
beras penghasil energi tertinggi diantara bahan pangan yang terdapat pada tabel .
Dan itulah alasan yang sering dikemukakan sehingga beras menjadi pilihan utama
dalam makanan sehari - hari. Kemudian seringkali diidentikkan, bila suatu
keluarga tidak makan beras dan hanya makan makanan pengganti lainnya seperti
jagung, gaplek, maka keluarga itu dianggap miskin. Paradigma ini yang
menimbulkan gagasan untuk pentingnya pendisversifikasian konsumsi pangan
berbasis bahan pangan pokok lokal, misalnya jagung, gaplek, sagu, ubi untuk
kembali menjadi bahan pangan pokok masyarakat di daerah Maluku Utara.
Beras sudah menjadi panganan pokok yang sepertinya susah terganti dan
memiliki citra tersendiri, padahal masih banyak pangan lain yang asupan gizinya
setara atau lebih baik dari beras, didukung oleh lingkungan kita yang kaya akan
potensi lokal yang dapat dijadikan bahan panganan alternatif untuk menjaga
ketersediaan pangan terutama untuk keluarga atau individu kita sendiri. Marilah
kita ragamkan panganan kita dengan memanfaatkan potensi lokal yang ada
9
disekitar kita dengan memperhatikan nilai asupan gizinya sebagai alternatif dalam
mencegah terjadinya kerawanan ketahanan pangan (Tian 2010).
Dengan diversifikasi konsumsi pangan berbasis pangan lokal Maluku
Utara, maka akan tercipta suatu stabilitas pangan. Sehingga pemerintah tidak
perlu lagi mengimpor beras dalam jumlah besar untuk menyediakan pangan
masyarakat. Kemudian dana untuk impor beras dapat dimanfaatkan untuk
pengembangan pembangunan.
One Day No Rice itulah salah satu gerakan yang diusung oleh
Kementerian Pertanian dalam penganekaragaman konsumsi pangan yang perlu
direalisasikan oleh masyarakat secara luas. Gerakan tersebut mengajak
masyarakat kita untuk mencoba tidak mengonsumsi makanan yang berasal dari
beras pada hari tertentu diganti dengan panganan lain yang memiliki nilai asupan
gizi yang cukup. Bermula dari diri kita sendiri dengan sesuatu hal yang kecil
seperti melaksanakan gerakan tadi, tentunya akan dapat membawa perubahan
yang berarti bagi ketersediaan pangan kita terutama beras.
Alasan perlunya diversifikasi konsumsi pangan di daerah Maluku Utara
antara lain adalah: (i) mengkonsumsi pangan yang beragam merupakan alternatif
terbaik untuk pengembangan sumber daya manusia yang berkualitas; (ii) untuk
mengatasi
permasalahan
ketahanan
pangan
yang semakin
rawan;
(iii)
1.
2.
10
2.
Perlu adanya peran pemerintah dan atau lembaga - lembaga yang terkait,
seperti penelitian, penyuluhan untuk menambah wawasan masyarakat
tentang diversifikasi konsumsi pangan berbasis pangan lokal.
3.
11
BAB IV
PENUTUP
4.1
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil analisis dan sintesis di atas dapat di simpulkan sebagai
berikut :
1. Daerah Maluku Utara merupakan salah satu wilayah di Indonesia yang
kaya akan keragaman pangan lokalnya, seperti sagu di Maluku Utara
merupakan way of life yang dimanfaatkan sebagai sumber
kehidupan, pemasok pangan (sumber karbohidrat tradisional) utama
dan telah terbukti mampu menjadi salah satu bahan dalam mengatasi
masalah pangan lokal di wilayah ini tempo dulu.
2. Alasan diversifikasi konsumsi pangan di daerah Maluku Utara antara
lain adalah: mengkonsumsi pangan yang beragam merupakan alternatif
terbaik untuk pengembangan sumber daya manusia yang berkualitas,
untuk mengatasi permasalahan ketahanan pangan yang semakin rawan,
memproduksi pangan yang beragam mengurangi ketergantungan
kepada pangan impor,
mewujudkan kedaulatan pangan yang
merupakan kewajiban bersama pemerintah dan masyarakat
Untuk lebih mempercepat pencapaian dan pengembangan diversifikasi
pangan di Maluku, diperlukan strategi yang dapat Penulis sampaikan yaitu :
1. Dengan cara mengadakan program membuka lahan untuk tanaman
khas daerah Maluku Utara seperti sagu, jagung, umbi, dll. dan
mengembalikan fungsi lahan yang dipakai untuk padi kembali menjadi
lahan untuk tanaman khas daerah Maluku. Serta mengembangkan
potensi tanam tanaman khas daerah Maluku. dan program tersebut
tidak dapat berjalan dengan baik tanpa ada komitmen dari pemerintah.
Untuk itu diperlukan komitmen dari pemerintah pusat dan pemerintah
daerah beserta masyarakat. Dengan kerjasama berbagai pihak maka
program ini dapat berjalan dengan baik.
2. Perlu adanya peran pemerintah dan atau lembaga - lembaga yang
terkait, seperti penelitian, penyuluhan untuk menambah wawasan
masyarakat tentang diversifikasi konsumsi pangan berbasis pangan
lokal.
3. Selain penyuluhan hal yang dapat dilakukan adalah mengadakan iklan
masyarakat dengan tujuan sosialisasi diversifikasi pangan berbasis
pangan lokal. Terlebih jika dari unsur figur masyarakat dari artis
hingga pejabat mengkampanyekan program penggantian pola makan
tersebut. Maka diharapkan paradigma bahwa beras merupakan bahan
makanan wajib dapat dihapuskan.
12
4.2
REKOMENDASI
Berdasarkan hasil dari analisis dan sintesis, beberapa rekomendasi dapat
disampaikan sebagai berikut :
1.
Kepada semua instansi pemerintah dan swasta agar bekerja keras untuk
mengatasi masalah kerawanan ketahanan pangan khususnya di daerah
Maluku Utara, dengan melaksanakan strategi yang telah penulis
sampaikan dalam karya tulis ini sehingga pendisversifikasian (penganekaragaman) konsumsi pangan berbasis pangan lokal selain beras, misalnya
sagu, jagung, umbi - umbian, pisang, dll. bisa diterima oleh masyarakat.
2.
Kepada masyarakat di Maluku Utara tidak boleh malu dan gengsi terhadap
budaya yang telah diturunkan oleh nenek moyang kita dengan
mengkonsumsi pangan lokal tempo dulu.
13
DAFTAR PUSTAKA
14