Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
ADENOKARSINOMA REKTI
Kelompok IV
Adila Rossa
Adrian Ramdhany
Albertus Marcelino
Anastasia Yoveline
Andi J.N.
Angling Yunanto
Arasy Fitri A.
Ayu Diah P.
Cemara Astri M.
Daniel Atmaja
Narasumber:
BAB I
ILUSTRASI KASUS
I.1 Data Pasien
IDENTITAS
Nama
: Tn. A
: 63 tahun
Alamat
Pekerjaan
: Tidak bekerja
Agama
: Islam
Status
: Menikah
Akibat dari kesulitan mengeluarkan feses, seringkali pasien mengedan ketika BAB.
Pasien juga mengeluhkan adanya penurunan kantong skrotum satu sisi.
Pada bulan Mei 2007, pasien berobat ke RS Persahabatan dan didiagnosa tumor.
Pasien dirujuk ke RSCM karena keterbatasan fasilitas.
Riwayat Penyakit Dahulu :
Keluhan serupa sebelumnya, riwayat ambeien, DM, hipertensi, dan alergi disangkal.
Riwayat Penyakit Keluarga :
Tidak ditemukan adanya riwayat keganasan dalam keluarga. DM dan hipertensi
disangkal.
Riwayat Sosial Ekonomi dan Kebiasaan :
Pasien tidak bekerja. Sehari-hari, diet pasien didominasi makan tinggi serat (sayuran
hijau minimal dua kali sehari). Daging jarang sekali dikonsumsi. Konsumsi alkohol
disangkal. Merokok selama 35 tahun, 1 bungkus/hari, berhenti 15 tahun yang lalu.
Pasien berobat dengan GAKIN.
I.3. Pemeriksaan Fisik 25 juni 2007
Keadaan umum
: sedang
Kesadaran
: kompos mentis
Tekanan darah
: 110/80 mmHg
Nadi
: 84 x/menit, reguler
Suhu
: 36,6oC
Pernapasan
: 16 x/menit
Berat badan
: 50 kg
Kepala
Mata
Telinga
Mulut
Leher
Paru
Jantung
Abdomen
: simetris, datar, lemas, bising usus (+) , nyeri tekan (-), nyeri ketok
(-), massa (-)
Genitalia
: tidak diperiksa
Anus
: tonus sfingter ani baik, ampula tidak kolaps, teraba massa keras,
berbenjol-benjol, mobile, 5 cm dari anus, terfiksir pada jam 6, nyeri
tekan (-), darah (+), lender (-), feses (-)
Ekstrimitas
KGB
: 35 mm ()
(N=0 10)
: 10,9 g/dL () (N=13 16)
: 35.2 % ()
(N=40 48)
: 4.97 juta/l
(N=4.5 5.5)
: 70.8 fl ()
(N=82 92)
: 21.9 pg ()
(N=27 31)
: 31 g/dL ()
(N=32 36)
: 7400/L
(N=5000 10000)
: 449.000/L ()(N=150.000 400.000)
: 0.1%
: 8.4% ()
: 65%
: 16.8% ()
: 9.3% ()
: 12.8 detik
: 12.5 detik
: 30.4 detik
: 29.7 detik
(N=0 1)
(N=1 3)
(N=52 76)
(N=20 40)
(N=2 8)
(N=11 14)
(N=27.3 37.6)
URINALISIS
Warna
Kejernihan
Sedimen
Sel epitel
Leukosit
Eritrosit
Silinder
Kristal
Bakteri
Berat jenis
pH
Protein
Glukosa
Keton
Darah/Hb
Bilirubin
Nitrit
Esterase Leukosit
: kuning
: jernih
: ++
: 3-4 / LPB
: 1-2 /LPB
: + /LPK
::: 1.025
: 5.5
: trace
: negative
: negative
: negative
: negative
: negative
: negative
(N=1.005 1.030)
KIMIA
SGOT/AST
SGPT/ALT
Cholinesterase
Protein total
Albumin
Globulin
Natrium darah
Klorida darah
Ureum darah
Kreatinin darah
GDS
: 13 U/L
: 10 U/L
: 6646.1 U/L
: 6.9 g/dL
: 3.8 g/dL
: 3.1 g/dL
: 133 mEq/L ()
: 101 mEq/L
: 25 mg/dL
: 0.9 mg/dL
: 116 mg/dL
(N=10 35)
(N=10 36)
(N=5200 12900)
(N=6.6 8.7)
(N=3.4 4.8)
(N=1.8 3.9)
(N=135 147)
(N=100 106)
(N=10 50)
(N=0.5 1.5)
(N=70 200)
IMUNOLOGI
CEA
: 1.4 ng/mL
(N=0 4.6)
mengeluhkan adanya penurunan kantong skrotum satu sisi. Pada bulan Mei 2007,
pasien berobat ke RS Persahabatan dan didiagnosa tumor. Pasien dirujuk ke RSCM
karena keterbatasan fasilitas.
Pada pemeriksaan anus tonus sfingter ani baik, ampula tidak kolaps, teraba massa
keras, berbenjol-benjol, mobile, 5 cm dari anus, terfiksir pada jam 6, tidak ada nyeri
tekan, terdapat darah, tidak ada lender, tidak ada feses.
Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan LED 35 mm (), Hb 10,9 g/dL (), Ht
35.2 % (), MCV 70.8 fl (), MCH 21.9 pg (), MCHC 31 g/dL (), trombosit
449.000/L (), eosinofil 8.4% (), limfosit 16.8% (), monosit 9.3% (). Pada
pemeriksaan foto toraks didapatkan kesan metastasis (-), emfisematous lung. Pada
kolonoskopi didapatkan kesan massa rektosigmoid sesuai dengan keganasan (20-23
cm dari anus). Pada pemeriksaan PA didapatkan kesan adenokarsinoma musinosum
differensiasi buruk. Hasil pemeriksaan echo sesuai dengan gangguan diastolic ringan.
Hasil USG Abdomen didapatkan kesan massa heterogen dengan kalsifikasi pada
posterior vesika urinaria; tidak tampak metastasis pada organ intraabdomen. Hasil CTScan didapatkan tumor rectum yang terbatas pada rectum.
I.7 Daftar Masalah
Adenokarsinoma rektum tipe musinosum
I.8 Rencana Terapi
PROGNOSIS
Quo ad vitam
Quo ad functionam
Quo ad sanationam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1. KARSINOMA KOLOREKTAL
II.1.1. Insidens
Karsinoma kolorektal merupakan keganasan yang paling sering terjadi di saluran
cerna dan merupakan keganasan penyebab kematian kedua di USA. Insiden terjadinya
sama antara pria dan wanita. Karsinoma kolorektal hampir semuanya merupakan tipe
adenokarsinoma dan cenderung membentuk massa padat eksofitik atau lesi anular
yang bersifat konstriktif.
Kurang dari 50% kanker ini berlokasi di bagian distal dari fleksura lienalis (pada
regio kolon desenden atau rektosigmoid), sehingga mudah dideteksi dengan flexible
sigmoidoscopy. Sekarang dipercaya bahwa mayoritas kanker kolorektal berkembang
dari polip adenomatosa yang bertransformasi menjadi ganas.
II.1.2. Faktor Resiko
a. Usia lebih dari 50 tahun
Insiden kanker ini meningkat tajam setelah usia 45 tahun dan 90% kasus
terjadi pada orang-orang dengan usia > 50 tahun.
b. Riwayat keluarga dengan kanker kolorektal
riwayat kanker kolorektal pada keluarga hanya ditemukan pada 20% kasus,
sisanya terjadi secara sporadis. Namun demikian, pada sebuah penelitian
adanya hubungan antara keluarga dengan pasien karsinoma kolorektal akan
memberikan pengaruh cukup besar terhadap terjadinya penyakit ini
dibandingkan dengan kelompok kontrol. Hal ini telah dibuktikan dengan
didapatkannya persentase yang signifikan dari pasien yang juga memiliki
keluarga dengan karsinoma kolorektal dibandingkan dengan populasi secara
umum. Kemungkinan terjadinya penyakit ini meningkat pada pasien yang
10
11
besar dan menunjukkan penyakit yang telah lanjut. Akibat kaliber usus dan
konsistensi feses, tumor di sisi kiri lebih mungkin menimbulkan obstruksi
dibandingkan dengan tumor di sisi kanan. Tumor rektum dapat menyebabkan
perdarahan, tenesmus, dan nyeri.
Secara umumnya pada pemeriksaan fisik didapati pasien dalam keadaan normal
kecuali stadium yang sudah lanjut. Penurunan berat badan jarang terjadi. Sebuah
massa mungkin diraba pada perut. Untuk kanker yang berlokasi di distal rektum,
pemeriksaan colok dubur penting untuk dilakukan dalam menentukan apakah ada
perluasan ke sfingter ani atau fiksasi yang menunjukkan adanya perluasan ke dinding
pelvis. Hati harus diperiksa untuk mengetahui apakah ada hepatomegali yang
menunjukkan adanya metastasis. Pemeriksaan DPL dilakukan untuk mengevaluasi
apakah ada anemia atau tidak. Peningkatan enzim pada tes fungsi hati menunjukkan
adanya metastasis.
Carcinoembryonic antigen (CEA) harus diukur pada seluruh pasien yang telah
terdiagnosis kanker kolorektal. Kadar preoperasi >5ng/mL merupakan indikator yang
buruk. Setelah reseksi bedah komplit, CEA harusnya kembali normal.
II.1.6 Pencegahan
a. Tes Darah Samar Faeses (TDSF)
Kebanyakan kanker kolorektal dan beberapa adenoma besar menghasilkan gejala
kehilangana darah yang kronik yang dapat dideteksi. TDSF dilakukan dengan
guaiac, yaitu hemoccult II atau hemoccult sensa (disarankan WHO). Untuk
menghindari hasil positif palsu, pasien dilarang mengkonsumsi aspirin, NSAID,
daging merah, unggas, ikan, dan sayuran dengan aktivitas peroksida selama 72
jam. Vitamin C dapat memberikan hasil negatif. Pasien dengan hasil tes positif
dilanjutkan dengan pemeriksaan kolonoskopi. Tes ini relatif tidak sensitif.
Spesifisitasnya juga rendah karena 90% pasien dengan hasil tes positif ternyata
tidak memiliki kanker kolorektal. Namun, skrining TDSF sangan efektif dalam
menurunkan insidens dan mortalitas kanker kolorektal sehingga tes ini dianjurkan.
12
b. Proktoskopi Rigid
Karena keterbatasan daerah jangkauannya, proktoskopi jarang digunakan pada
program skrining modern. Pemeriksaan ini dapat mencapai 25 cm pada
pemeriksaan kolon.
c. Sigmoidoskopi Fleksibel
Pasien yang ditemukan memiliki polip, kanker, atau lesi lain pada sigmoidoskopi
fleksibel harus melanjutkan pemeriksaan kolonoskopi. Pemeriksaan ini dapat
memvisualisasikan kolon hingga 40-60 cm. Akibatnya, lapangan diagnosis
meningkat dan kenyamanan pasien lebih terpenuhi. Penggunaan sigmoidoskopi
akan memperlihatkan gambaran rektosigmoid dan kolon desenden. Tidak
diperlukan sedatif dan pada banyak pusat kesehatan, operator adalah perawat
spesialis. Polip adenomatosa diidentifikasi 10-20% dan kanker kolorektal pada 1%
pasien. Risiko komplikasi pada tes ini, yaitu perforasi pada 1:10000 pasien.
d. Kolonoskopi
Kolonoskopi merupakan metode pemeriksaan usus besar yang paling akurat dan
paling lengkap. Prosedur tersebut sangat sensitif untuk mendeteksi polip yang
kecil (<1cm) dan dapat dilakukan biopsi, polipektomi, kontrol perdarahan, dan
dilatasi striae. Kolonoskopi memperlihatkan seluruh kolon. Kira-kira 50% dari
neoplasma terletak proksimal dari fleksura lienalis. Sekitar 50-60% pasien tidak
memiliki adenomatosa di distal fleksura lienalis pada sigmoidoskopi. Untuk
mengurangi ketidaknyamanan pasien, sedatif intravena diperlukan.
e. Air contrast Barium Enema
Pemeriksaan ini sangat sensitif untuk mendeteksi polip dengan diameter >1cm.
Jika ditemukan lesi, maka diperlukan pemeriksaan lebih lanjut dengan
kolonoskopi. Jika barium enema digunakan sebagai metode diagnosis primer
maka untuk daerah rektum distal dan anus harus tetap menggunakan endoskopi
karena gambaran yang dihasilkan oleh barium enema pada daerah ini tidak
memuaskan. Pemeriksaan ini lebih disukai karena murah, aman, dapat digunakan
secara luas. Namun, sensitivitas dan spesifisitas pemeriksaan rendah.
13
f. CT kolonografi
Kekurangan pemeriksaan ini adalah hasil positif palsu dari sisa faeses, penyakit
divertikulosis lipatan haustral, dan tidak mampu mendeteksi adenoma. Jika
ditemukan lesi pada pemeriksaan ini, diperlukan pemeriksaan lebih lanjut dengan
kolonoskopi.
II.1.7 Rute Penyebaran dan Perjalanan Penyakit
Karsinoma kolon dan rectum muncul di mukosa. Tumor kemudian menginvasi
dinding lalu jaringan sekitar dan viscera lain. Tumor dapat sangat membesar
menyebabkan obstruksi kolon. Pelruasan local (terutama pada rectum) kadang dapat
menyebabkan obtruksi di tempat lain seperti ureter.
Keterlibatan kelenjar getah bening regional merupakan bentuk penyebaran kanker
kolon yang paling sering dan biasanya mendahului metastasis jauh atau
perkembangan karsinomatosis. Kemungkinan metastasis ke kelenjar getah bening
meningkat sesuai dengan ukuran tumor, histologi berdiferensiasi buruk, invasi
limfovaskuler, dan kedalaman invasi. Tingkatan T (kedalaman invasi) adalah
prediktor paling penting penyebaran ke kelenjar getah bening. Karsinoma insitu (Tis),
dimana tiak ada pentrasi ke muskularis mukosa (membran basal), juga disebut
displasia derjat tinggi dan tidak ada risiko penyebaran ke kelenjar getah bening. Lesi
kecil yang terbatas pada dinding usus (T1 dan T2) dihubungkan dengan metastasis
pada 5-20% kasus, sementara tumor yang lebih besar yang menginvasi ketebalan
dinding usus atau organ di dekatnya (T3 dan T4) mungkin bermetastais ke kelenjar
getah bening pada lebih dari 50% kasus. Jumlah kelenjar getah bening dengan
metastasis berhubungan dengan adanya penyakit pada organ yang jauh dan
berbanding terbalik dengan kelangsungan hidup. Jika terdapat empat atau lebih
kelenjar getah bening yang terlibat, maka kemungkinan prognosis lebih buruk. Pada
kanker kolon, penyebab limfatik bisanya mengikuti aliran vena besar dari segmen
kolon yang terlibat. Penyebab limfatik dari rektum mengikuti dua rute. Pada rektum
yang lebih atas, drainase sepanjang pembuluh rektus superior ke kelenjar getah bening
mesenterika inferior. Pada rektum yang lebih di bawah, drainase limfatik dapat
14
15
Lesi
Lesi terbatas pada mukosa
Lesi melaus sampai muskularis propria tetapi tidak sampai
melewatinya
Stage B2
Nodus Limfe(-)
Lesi berpenetrasi sampai lapisan muskularis dan meluas sampai serosa
Stage C1
Nodus Limfe(-)
Lesi meliputi beberapa lapis dinding kolon kecuali serosa
Stage C2
Nodus Limfe(+)
Lesi meliputi seluruh lapisan termasuk serosa
Nodus Limfe(+)
16
Metastasis
Mx
M0
M1
TNM
T1-2, N0, M0
T3-4, N0, M0
T1-4, N1-3, M0
T1-4, N1-3, M1
II.1.8 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan karsinoma rektum ditentukan stadium yang ditemukan
Pada stadium 0, karsinoma rektum ditatalaksana dengan eksisi lokal batas 1 cm.
Reseksi radikal mungkin dapat diperlukan jika eksisi transanal tidak dimungkinkan
secara sirkumferential yang besar.
Pada stadium I, reseksi radikal sangat dianjurkan pada semua pasien berisiko.
Khususnya dilakukan pada lesi dengan histologis tidak baik dan yang terletak 1/3
distal rektum yang cenderung rekurens. Pada pasien berisiko tinggi dan pasien yang
17
18
BAB III
PEMBAHASAN KHUSUS
Diagnosis adenokarsinoma rektum ditegakkan atas dasar anamnesis, pemeriksaan
fisik, dan pemeriksaan penunjang.
Pada anamnesis, didapatkan adanya massa semakin membesar dari lubang anus sejak
1 tahun yang lalu. BAB pasien menjadi berukuran kecil-kecil (seperti feses kambing),
berlendir, dan disertai darah berwarna merah segar. Darah tersebut menetes keluar
baik ketika sedang BAB ataupun merembes ketika sedang duduk dan tidur.
Perdarahan ini merupakan akibat dari invasi tumor pada jaringan. Selain itu, terdapat
hal yang menarik, yaitu pada pasien tidak ditemukan adanya gejala-gejala klasik dari
keganasan seperti nafsu makan yang menurun, lemas, dan penurunan berat badan
yang signifikan. Pada pasien juga tidak ditemukan gejala-gejala yang pada umumnya
menyertai karsinoma rectum seperti demam, nyeri pada anus, sakit perut, lemas, mual,
dan muntah.
Berdasarkan identitas dan anamnesis, pada pasien ditemukan adanya faktor risiko
yang berkaitan dengan munculnya keganasan kolorektal yaitu: usia pasien yang diatas
50 tahun dan riwayat merokok lama. Faktor risiko lain yang dapat memicu keganasan
kolorektal tidak ditemukan pada pasien. Pada pasien ditemukan konsumsi diet pasien
yang tinggi serat, tidak obesitas, tidak ditemukan riwayat konsumsi alkohol, dan tidak
ada riwayat keganasan pada keluarga pasien.
Akibat dari kesulitan mengeluarkan feses, seringkali pasien mengedan ketika BAB.
Pasien juga mengeluhkan adanya penurunan kantong skrotum satu sisi. Oleh karena
itu, dugaan masalah pada pasien ini bertambah yaitu adanya hernia skrotalis.
Pada pemeriksan fisik tidak ditemukan adanya pembesaran KGB inguinal,
supraclavicula, infraclavicula, dan KGB regio colli. Pada pemeriksaan rectal touch
ditemukan adanya massa keras, berbenjol-benjol, mobile, 5cm dari anus, terfiksir
pada jam 6, nyeri tekan (-), darah (+), lender (-), feses (-).
19
20
feses yang tidak dikeluarkan pasien akibat adanya massa. Selain itu, direncakan
operasi reseksi radikal mengingat kemungkinan rekurensi yang tinggi pada karsinoma
rectum yang berdiferensiasi buruk. Tindakan bedah juga dilakukan untuk mengatasi
hernia skrotalis pada pasien. Tindakan non-bedah untuk sementara tidak diperlukan.
Prognosis pada pasien ini, secara quo ad vitam adalah bonam. Hal ini dikarenakan
tumor ini belum mengancam jiwa pasien. Prognosis quo ad sanactionam adalah dubia
ad malam, dikarenakan rekurensi yang tinggi pada karsinoma rektum. Prognosis quo
ad fungsionam pada pasien ini dubia ad malam dikarenakan fungsi defekasi pada
pasien ini terganggu.
21
Daftar Pustaka
1. Brunicardi FC, Andersen DK, Biliar TR, Dunn DL, Hunter JG, Pollock RE,
editors. Schwartzs principles of surgery. 8th.ed. New York: McGraw Hill. p.
1084-95.
2. Sabiston DC, editor. Davis Christopher Textbook of surgery: the biological
basis of modern surgical practice. 10th.ed. Philadelphia: WB Saunders. p. 96572.
3. Hassan I. Rectal carcinoma; 2007. Available at: URL:
http://www.emedicine.com
4. Cirincione E. Rectal cancer; 2007. Available at: URL:
http://www.emedicine.com
22