Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
LAPORAN KASUS
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS
Nama pasien
: Tn. YM
Usia
: 59 tahun
Jenis kelamin
: Perempuan
Status perkawinan
: Menikah
Alamat
Suku
: Sunda
Agama
: Islam
Pekerjaan
Pendidikan
: SD
: 20 Desember 2015
II. ANAMNESIS
Dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 20 Desember 2015 di ruang
Rengasdengklok kamar 140 RSUD Karawang.
A. Keluhan Utama
Sesak napas sejak 3 hari SMRS
B. Keluhan Tambahan
F.
Riwayat Pengobatan
Os rutin kontrol ke poli jantung RSUD Karawang. Selain itu os
menggunakan inhaler 1-2x dalam seminggu atau saat sesaknya kambuh.
PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan Fisik dilakukan pada tanggal 20 Desember 2015
1. Keadaan Umum
Kesan sakit
Sikap
: Kooperatif
Status Gizi
BB
: 45 kg
TB
: 156 cm
BMI
2. Tanda Vital
Tekanan Darah
: 140/100 mmHg
Nadi
: 96 kali/menit
Pernapasan
: 36 x/menit
Suhu
: 37,60C
3. Status Generalis
a. Kesadaran
GCS : E4M6V5 = 15 (Compos Mentis)
b. Kulit : Warna sawo matang, tidak ikterik maupun sianosis
c. Kepala : Bentuk normal, normocephali, rambut hitam terdapat uban
distribusi merata.
d. Mata : Konjungtiva anemis (-)/(-), sclera ikterik (-)/(-), pupil bulat
isokhor, reflex cahaya langsung (+)/(+), reflex cahaya tak langsung
(+)/(+), oedema palpebra (-)/(-)
e. Telinga : Normotia, sekret (-)/(-), darah (-)/(-), nyeri tekan dan nyeri
tarik (-)/(-), serumen (+)/(+),
f. Hidung : Bentuk normal, tidak ada deviasi septum, sekret (-)/(-), darah
(-)/(-), pernapasan cuping hidung (-), nyeri tekan (-)/(-)
g. Mulut : tidak pucat, tidak sianosis, lidah tidak kotor, arcus faring
simetris, uvula di tengah, faring tidak hiperemis, tonsil T1 / T1 tenang
h. Leher : Pembesaran KGB (-), JVP 5 3 cmH20, trakea di tengah,
kelenjar tiroid tidak teraba
i. Paru
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Inspeksi
Palpasi
sinistra
Perkusi
Auskultasi
gallop (-)/(-)
k. Abdomen
Inspeksi
Auskultasi
Palpasi
nyeri tekan (-), ballottement (-)/(-), hepar dan lien tidak teraba
membesar
Perkusi
Atas
Bawah
IV.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Pemeriksaan Laboratorium
19 Desember 2015
Pemeriksaan
HEMATOLOGI
Darah lengkap
Hemoglobin
Leukosit
Trombosit
Hematokrit
MCV
MCH
MCHC
KIMIA
Ureum
Kreatinin
Gula darah sewaktu
Hasil
Unit
Nilai rujukan
13.2
20.36
403
40.7
93
30
32
g/dL
ribu/uL
ribu/uL
%
fL
g/dL
%
12.0~16.0
3.80~10.60
150~440
35.0~47.0
80~100
26~34
35~36
20.1
0.68
153
mg/dL
mg/dL
mg/dL
15.0~50.0
0.50~0.90
<140
Pemeriksaan GDS
20 12 15
348 mg/dL
21 12 15
142 mg/dL
22 12 15
119 mg/dL
23 12 15
103 mg/dL
b. Elektrokardiografi (EKG)
c. Foto Thoraks
Deskripsi :
Kesan: bronkopneumonia
V.
RESUME
Os datang ke IGD RSUD dengan keluhan sesak nafas sejak 3 hari
SMRS, sesak dirasakan semakin memberat terutama saat batuk, os mengaku
sesak tidak disertai dengan bunyi ngik. Os lebih nyaman tidur dengan
menggunakan 2 3 bantal, dan sering terbangun karena sesak. Selain itu
sesak dan batuk juga memberat jika os terpapar debu saat menyapu dan cuaca
dingin saat malam dan pagi hari
Selain itu os juga batuk berdahak dengan dahak hijau kental yang sulit
dikeluarkan sejak 3 hari SMRS, darah disangkal. Os juga demam sejak 3 hari
SMRS yang dirasakan tidak terlalu tinggi, mual namun tidak muntah, pusing
serta nafsu makan menurun.
4 bulan yang lalu os mengalami sesak dan nyeri dada hingga
menembus kebelakang serta berdebar-debar dan didiagnosis mempunyai
penyakit jantung. Hipertensi (+), riwayat asma diakui sejak kecil. Os rutin
kontrol ke poli jantung RSUD Karawang. Selain itu os menggunakan inhaler
1-2x dalam seminggu atau saat sesaknya kambuh. Os tidak pernah
berolahraga, selalu menggunakan kipas angin saat tidur dn disekitar rumah os
berpasir dan berdebu
Pada pemeriksaan fisik diapatkan: Keadaan umum tampak sakit
sedang; Kesadaran Compos mentis; Tekanan Darah 140/100; Nadi 96 x/menit;
Pernapasan 36 x/menit; Suhu 37,60C. Status generalis didapatkan pada
pemeriksaan toraks terdapat retraksi sela iga, pola pernafasan cepat, dan
terdengar ronki pada kedua basal paru.
Pemeriksaan penunjang laboratorium didapatkan leukosistosis dan
gula darah sewaktu tinggi/hiperglikemi. Pada pemeriksaan rontgen toraks
didapatkan kesan gambaran bronkopneumonia
VI.
DIAGNOSA KERJA
VII.
Bronkopneumonia
DIAGNOSA BANDING
Asma bronkial
Bronkitis akut
PPOK
XI.
PENATALAKSANAAN
A. Non Medika Mentosa
Tirah baring
IVFD D5 16tpm
B. Medika Mentosa
Lasix 2 x 1 amp
Captopril 3 x 6,25
Alprazolam 1 x 0,5
10
X.
PROGNOSIS
Ad Vitam
: ad Bonam
Ad functionam
: Dubia ad Bonam
Ad sanationam
: ad Bonam
Follow Up
21 Desember 2015
SUBJECTIVE
OBJECTIVE
sesak nafas KU : CM, TSS
os lebih enak TD : 130/90 mmHg
setengah
duduk
N : 92 x/m
batuk berdahak
hijau kental,
sulit
dikeluarkan
RR : 32 x/m
S : 37,2 C
ASSESMENT
Bronkopneumonia
PLANNING
IFVD D5 16 tpm
Lasix 2 x 1 amp
Inj levofloxacin 1 x
500 mg
Clopidogrel 1 x 1
Trombo aspilet 1 x 1
Inj pantoprazol 1 x 1
SUBJECTIVE
sesak nafas
berkurang
batuk berdahak
hijau kental,
sulit
dikeluarkan
nyeri uluhati
(+)
mual
kurang nafsu
makan
OBJECTIVE
KU : CM, TSS
ASSESMENT
Bronkopneumonia
TD : 110/70 mmHg
PLANNING
IFVD D5 8 tpm
Lasix 2 x 1 amp
Inj levofloxacin 1 x
N : 72 x/m
RR : 26 x/m
S : 36,9 C
Mata : CA-/-, SI-/Paru : suara nafas
vesikuler +/+, ronkhi
500 mg
Clopidogrel 1 x 1
Trombo aspilet 1 x 1
Inj pantoprazol 1 x 1
Neurobion 1 x 1
Ambroxol syrup 3 x
CII
23 Desember 2015
SUBJECTIVE
OBJECTIVE
ASSESMENT
sesak nafas KU : CM, TSS
Bronkopneumonia
berkurang,
hanya kadang TD : 130/90 mmHg
PLANNING
IFVD D5 8 tpm
Lasix 1 x 1 amp
Inj levofloxacin 1 x
12
dirasa
batuk berdahak
hijau kental,
masih sulit
dikeluarkan
namun tidak
seperti hari
sebelumnya
mual
N : 72 x/m
RR : 20 x/m
S : 36,5 C
Mata : CA-/-, SI-/Paru : suara nafas
500 mg
Clopidogrel 1 x 1
Trombo aspilet 1 x 1
Inj pantoprazol 1 x 1
Neurobion 1 x 1
Ambroxol syrup 3 x
CII
Jantung : BJ 1-2
reguler, murmur(-),
gallop (-)
Abdomen : Supel,
BU 3x/m, nyeri
tekan(-),
hepatomegali (-)
Ekstremitas : pitting
oedem (-)/(-)
13
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Anatomi dan fisiologi paru
Paru-paru merupakan salah satu organ vital yang memiliki fungsi utama
sebagai alat respirasi dalam tubuh manusia, paru secara spesifik memiliki peran
untuk terjadinya pertukaran oksigen (O2) dengan karbon dioksida (CO2).
Pertukaran ini terjadi pada alveolus alveolus di paru melalui sistem kapiler.
Paru terdiri atas 3 lobus pada paru sebelah kanan, dan 2 lobus pada paru sebelah
kiri. Pada paru kanan terdapat lobus superior, lobus medius dan lobus inferior.
Sementara pada paru kiri hanya terdapat lobus superior dan lobus inferior.
Namun pada paru kiri terdapat satu bagian di lobus superior paru kiri yang
analog dengan lobus medius paru kanan, yakni disebut sebagai lingula pulmonis.
Di antara lobus lobus paru kanan terdapat dua fissura, yakni fissura horizontalis
dan fissura obliqua, sementara di antara lobus superior dan lobus inferior paru
kiri terdapat fissura obliqua.(1)
14
akibat
kontraksi
beberapa
otot
yaitu
sternokleidomastoideus
mengangkat sternum ke atas dan otot seratus, skalenus dan interkostalis eksternus
mengangkat iga-iga. Selama pernapasan tenang, ekspirasi merupakan gerakan
pasif akibat elastisitas dinding dada dan paru-paru. Respirasi meliputi:(2)
a
Ventilasi, yaitu udara secara bergantian bergerak masuk keluar paru sehingga
dapat terjadi pertukaran antara atmosfer dan alveolus.
Difusi, yaitu O2 dan CO2 dipertukarkan antara udara di alveolus dan darah di
dalam kapiler pulmonalis.
Pertukaran O2 dan CO2 terjadi antara jaringan dan darah melalui proses difusi
melintasi kapiler sistemik (jaringan).
lainnya
(sakit
kepala,
gelisah
dan
nafsu
makan
berkurang).
15
3.3. Epidemiologi
Menurut Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) pneumonia komuniti
atau pneumonia yang didapatkan diluar rumah sakit, menduduki peringkat keempat
dan sepuluh penyakit terbanyak yang dirawat per tahun. Sekitar 80% dari seluruh
kasus baru praktek umum berhubungan dengan pneumonia komunitas atau infeksi
saluran napas yang terjadi di masyarakat. Insidensi pneumonia komuniti di Amerika
adalah 12 kasus per 1000 orang per tahun dan merupakan penyebab kematian utama
akibat infeksi pada orang dewasa di negara itu. Angka kematian akibat pneumonia di
Amerika adalah 10 %. Penyebab pneumonia sulit ditemukan dan memerlukan waktu
beberapa
hari
untuk
mendapatkan
hasilnya,
sedangkan
pneumonia
dapat
menyebabkan kematian bila tidak segera diobati, maka untuk pengobatan awal
pneumonia diberikan antibiotika secara empiris(4)
3.4. Etiologi
Jenis kuman berkaitan dengan cara terjadinya penularan seperti infeksi melalui
droplet sering disebabkan Streptococcus pneumoniae, H.influenza. Melalui selang
infus oleh Staphylococcus aureus sedangkan infeksi pada pemakaian ventilator oleh
P, aeruginosa dan Enterobacter.
16
Pneumonia atipikal
Tabel 1. Klasifikasi Berdasarkan Lingkungan dan Penjamu
3.7 Patogenesis
Dalam keadaan sehat, tidak terjadi pertumbuhan mikroornagisme di paru.
saluran respiratorik mulai dari area sublaring sampai parenkim paru adalah steril.
Keadaan ini disebabkan oleh mekanisme pertahanan paru. Saluran napas bawah ini
dijaga tetap steril oleh mekanisme pertahanan bersihan mukosiliar, sekresi
imunoglobulin A, dan batuk. Mekanisme pertahanan imunologik yang membatasi
invasi mikroorganisme patogen adalah makrofag yang terdapat di alveolus dan
bronkiolus, IgA sekretori, dan immunoglobulin lain.(5)
Apabila terjadi ketidakseimbangan antara daya tahan tubuh, mikroorganisme
dapat berkembang biak dan menimbulkan penyakit. Resiko infeksi di paru sangat
tergantung pada kemampuan mikroorganisme untuk sampai dan merusak permukaan
epitel saluran napas. Ada beberapa cara mikroorganisme mencapai permukaan:
inokulasi langsung, penyebaran melalui pembuluh darah, inhalasi bahan aerosol,
kolonisasi dipermukaan mukosa
Dari keempat cara tersebut diatas yang terbanyak adalah secara Kolonisasi.
Pneumonia terjadi akibat proses infeksi bila patogen yang masuk saluran napas
bagian bawah tersebut mengalami kolonisasi setelah dapat melewati hambatan
18
mekanisme pertahanan inang berupa daya tahan mekanik (epitel cilia dan mukus),
humoral (antobodi dan komplemen) dan selular (lekosit, polinuklir, makrofag,
limfosit dan sitokinnya). Kolonisasi terjadi akibat adanya berbagai faktor inang dan
terapi yang telah dilakukan yaaitu adanya penyakit penyerta yang berat, tindakan
bedahm pemberian antibiotik, obat-obatan lain dan tindakan invasif pada saluran
pernapasan. Secara inhalasi terjadi pada infeksi virus, mikroorganisme atipikal,
mikrobakteria atau jamur. Kebanyakan bakteri dengan ukuran 0,5 -2,0 m melalui
udara dapat mencapai bronkus terminal atau alveolus. Sehingga terjadi infeksi dalam
alveoli, membran paru mengalami peradangan dan berlubang-lubang sehingga cairan
dan bahkan sel darah merah dan sel darah putih keluar dari darah masuk ke dalam
alveoli. Dengan demikian alveoli yang terinfeksi secara progresif menjadi terisi
dengan
cairan
dan
sel-sel,
dan
infeksi
disebarkan
oleh
terjadi pembengkakan dan edema antar kapiler dan alveolus. Penimbunan cairan di
antara kapiler dan alveolus meningkatkan jarak yang harus ditempuh oleh oksigen
dan karbondioksida maka perpindahan gas ini dalam darah paling berpengaruh dan
sering mengakibatkan penurunan saturasi oksigen hemoglobin.
2. Stadium II (48 jam berikutnya)
Disebut hepatisasi merah, terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah merah,
eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu ( host ) sebagai bagian dari reaksi
peradangan. Lobus yang terkena menjadi padat oleh karena adanya penumpukan
leukosit, eritrosit dan cairan, sehingga warna paru menjadi merah dan pada perabaan
seperti hepar, pada stadium ini udara alveoli tidak ada atau sangat minimal sehingga
anak akan bertambah sesak, stadium ini berlangsung sangat singkat, yaitu selama 48
jam.
3. Stadium III (3-8 hari berikutnya)
Disebut hepatisasi kelabu, yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih
mengkolonisasi daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin terakumulasi
di seluruh daerah yang cedera dan terjadi fagositosis sisa-sisa sel. Pada stadium ini
eritrosit di alveoli mulai diresorbsi, lobus masih tetap padat karena berisi fibrin dan
leukosit, warna merah menjadi pucat kelabu dan kapiler darah tidak lagi mengalami
kongesti.
4. Stadium IV (7-11 hari berikutnya)
Disebut juga stadium resolusi, yang terjadi sewaktu respon imun dan
peradangan mereda, sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsorsi oleh makrofag
sehingga jaringan kembali ke strukturnya semula.
20
Gambaran klinis biasanya ditandai dengan demam biasanya >388C, namun pada lansia
rata-rata demam dengan suhu tidak terlalu tinggi, menggigil, batuk dengan sputum
mukoid atau purulen, kadang-kadang berdarah, sesak nafas, dan nyeri dada. Geja;a
yang timbul biasanya mendadak tapi dapat didahului dengan infeksi saluran nafas
bagian atas. Pada pemeriksaan fisik tergantung dari luas lesi di paru. Pada inspeksi
dapat terlihat bagian yang sakit tertinggal waktu bernapas, tekipnea, retraksi sela iga.
pada palpasi vocal fremitus dapat mengeras, perkusi normal atau redup, pada
auskultasi terdengar suara napas melemah atau mengeras yang mungkin disertai ronki
basah halus yang kemudian menjadi ronki basah kasar pada stasium resolusi(4,7)
labolatorium
Pada
pemeriksaan
labolatorium
terdapat
21
4.0 Diagnosis
Diagnosis
etiologik
berdasarkan
pemeriksaan
mikrobiologis
dan/atau
serologis merupakan dasar terapi yang optimal. Akan tetapi, penemuan bakteri
penyebab tidak selalu mudah karena memerlukan laboratorium penunjang yang
memadai. Tidak ada gejala distress pernafasan, takipneu, batuk, ronki, dan
peningkatan suara pernafasan dapat menyingkirkan dugaan pneumonia. Terdapatnya
retraksi epigastrik, interkostal,dan suprasternal merupakan indikasi tingkat keparahan.
Pada bronkopneumoni, bercak-bercak infiltrat didapati pada satu atau beberapa lobus.
Foto rontgen dapat juga menunjukkan adanya komplikasi seperti pleuritis, atelektasis,
abses paru, pneumotoraks atau perikarditis. Gambaran ke arah sel polimorfonuklear
juga dapat dijumpai. Kadar hemoglobin biasanya normal atau sedikit menurun.
Tingginya angka morbiditas dan mortalitas pneumonia pada balita, upaya
penanggulangannya WHO mengembangkan pedoman diagnosis dan tatalaksana yang
sederhana. Tujuannya ialah menyederhanakan kriteria diagnosis berdasarkan gejala
klinis yang dapat dideteksi, menetapkan klasifikasi penyakit, dan menentukan
penatalaksanaan.(9)
Diagnosis ditegakkan bila ditemukan 3 dari 5 gejala berikut (Bradley et.al., 2011):
1. Sesak napas disertai dengan pernafasan cuping hidung dan retraksi dinding dada
2. Demam
3. Ronkhi basah halus-sedang nyaring (crackles)
4. Foto thorax meninjikkan gambaran infiltrat alveolar difus
5. Leukositosis (pada infeksi virus tidak melebihi 20.000/mm 3 dengan limfosit
predominan, dan bakteri 15.000-40.000/mm3 neutrofil yang predominan)
4.1 Komplikasi
22
4.2 Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan penderita pneumonia adalah menghilangkan infeksi
dan mencegah terjadinya komplikasi akibat infeksi tersebut. Penatalaksanaan
pneumonia didasarkan kepada organisme apa yang menyebabkan pneumonia tersebut
(disebut engan terapi empirik). Kebanyakan penderita membaik dengan terapi
empirik ini. Kebanyakan pasien dengan pneumonia ditatalaksana di rumah dengan
pemberian antibiotik-antibiotik oral. Penderita dengan faktor resiko untuk menjadi
lebih berat dapat ditatalaksana dengan perawatan di rumah sakit. Monitoring di
rumah sakit termasuk kontrol terhadap frekuensi denyut jantung dan pernafasan,
temperatur, dan oksigenisasi. Penderita yang dirawat di rumah sakit biasanya
diberikan antibiotik intravena dengan dosis dan pemberian yang terkontrol. Lamanya
hari perawatan di rumah sakit sangat bervariasi tergantung bagaimana respon
penderita terhadap pengobatan, apakah ada penyakit penyerta/ sebelumnya, dan
apakah ada masalah-masalah medis lainnya yang dapat memperberat pneumonia yang
dideritanya. Beberapa penderita, termasuk penderita yang sebelumnya menderita
kerusakan paru atau penyakit paru berat lainnya, penderita dengan imunitas menurun,
atau penderita dengan pneumonia yang mengenai lebih dari 1 lobus (disebut
multilobar pneumonia), dapat lebih lambat untuk membaik atau mungkin
membutuhkan perawatan lebih lama di rumah sakit. Berbagai macam regimen
antibiotik tersedia untuk terapi pneumonia.(11) Pemilihan antibiotik mana yang baik
23
BAB IV
24
Kesimpulan
Bronkopneumonia
adalah
peradangan
pada
paru
dimana
proses
25
26
BAB V
DAFTAR PUSTAKA
1. Guyton, Hall. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 2.EGC, Jakarta: 2006.
P.554.
2. Leman M. Pneumonia : Musuh Spesial para Lanjut Usia. Disitasi dari :
http://leman.or.id/medicastore/pneumonia.html
3. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 2. Edisi 3. Media Aesculapius Fakultas
Kedokteran UI, Jakarta: 2000. hal 465.
4. Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia. Perhimpunan Dokter
Paru Indonesia. Bandung: 2005.
5. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan
Republik Indonesia. Riset Kesehatan Dasar: Riskesdas 2013. Available at :
depkes.go.id/downloads/riskesdas2013/Hasil%20Riskesdas%202013.pdf.
6. Zul D. Pneumonia. In: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 5 th edition. Jakarta:
Interna Publishing;2009: 2196-99
7. Bartlett JG, Marrie TJ, File TM. Pneumonia in Adult. Disitasi dari :
http://www.utdol.com/patients/content/topic.do(?)topicKey=~IULIBvWWVq
okV S.html
8. Pedoman Pelayanan Medis. Jilid 1. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta:
2010.
9. Price SA, Wilson LM. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-proses Penyakit,
Edisi 6, Penerbit EGC, Jakarta: 2005, hal: 804.
10. Soeparman, Waspadji S. Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II.Balai Penerbit FKUI.
Jakarta: 1999. hal: 695-705.
11. Dahlan Z. Artikel: Pandangan Baru Pneumonia Atipik dan Terapinya. Bagian
Penyakit Dalam FK.UNPAD Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung.
Bandung : FK UNPAD; 2007.
27