Вы находитесь на странице: 1из 27

BAB I

LAPORAN KASUS

Pneumonia adalah peradangan yang mengenai parenkim paru, distal dari


bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius dan alveoli serta
menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat.
Bronkopneumonia adalah peradangan pada paru dimana proses peradangannya ini
menyebar di bronkiolus respiratorius dan alveoli yang membentuk bercak-bercak
infiltrat serta menimbulkan konsolidasi jaringan paru yang dapat disebabkan oleh
mikroorganisme seperti bakteri, virus, jamur, parasit, dan juga dapat disebabkan oleh
bahan kimia ataupun paparan fisik seperti suhu atau radiasi.
Pneumonia dikategorikan berdasarkan lokasi yaitu pneumonia lobaris dan
pneumonia lobularis, berdasarkan asal infeksi pneumonia yang didapat dari
masyarakat (community acquired pneumonia =CAP) dan pneumonia yang didapat
dari rumah sakit (hospital-based pneumonia), berdasarkan mikroorganisme penyebab
pneumonia bakteri, pneumonia virus dan pneumonia mikoplasma. Serta berdasarkan
karakteristik penyakit pneumonia tipikal dan atipikal
Menurut Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) pneumonia komuniti
atau pneumonia yang didapatkan diluar rumah sakit, menduduki peringkat keempat
dan sepuluh penyakit terbanyak yang dirawat per tahun. Sekitar 80% dari seluruh
kasus baru praktek umum berhubungan dengan pneumonia komunitas atau infeksi
saluran napas yang terjadi di masyarakat. Pneumonia semakin sering dijumpai pada
orang-orang lanjut usia (lansia) dan sering terjadi pada penyakit PPOK, selain itu
pada penyakit diabetes melitus, payah jantung/gagal jantung dan pada orang-orang
dengan kebiasaan merokok.
BAB II

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS
Nama pasien

: Tn. YM

Usia

: 59 tahun

Jenis kelamin

: Perempuan

Status perkawinan

: Menikah

Alamat

: Sukamulya, RT 02/02, Karawang wetan

Suku

: Sunda

Agama

: Islam

Pekerjaan

: Ibu rumah tangga

Pendidikan

: SD

Masuk bangsal sejak

: 20 Desember 2015

II. ANAMNESIS
Dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 20 Desember 2015 di ruang
Rengasdengklok kamar 140 RSUD Karawang.

A. Keluhan Utama
Sesak napas sejak 3 hari SMRS

B. Keluhan Tambahan

Pasien mengeluhkan batuk berdahak, demam, mual, pusing, kurang


nafsu makan
C. Riwayat Penyakit Sekarang
Os datang ke IGD RSUD dengan keluhan sesak nafas sejak 3 hari
SMRS, sesak dirasakan semakin memberat terutama saat batuk, os mengaku
sesak tidak disertai dengan bunyi ngik. Os lebih nyaman tidur dengan
menggunakan 2 3 bantal, dan sering terbangun karena sesak. Selain itu
sesak dan batuk juga memberat jika os terpapar debu saat menyapu dan cuaca
dingin saat malam dan pagi hari
Selain itu os juga batuk berdahak dengan dahak hijau kental yang sulit
dikeluarkan sejak 3 hari SMRS, darah disangkal. Os juga demam sejak 3 hari
SMRS yang dirasakan tidak terlalu tinggi, mual namun tidak muntah, pusing
serta nafsu makan menurun. Buang air besar dan buang air kecil tidak ada
keluhan.

D. Riwayat Penyakit Dahulu


4 bulan yang lalu os mengalami sesak dan nyeri dada hingga
menembus kebelakang serta berdebar-debar dan didiagnosis mempunyai
penyakit jantung. Selain itu, os juga mempunyai hipertensi yang baru
diketahuinya saat 4 bulan yang lalu juga. Riwayat asma diakui sejak kecil.
Riwayat penyakit, paru, diabetes melitus serta ginjal disangkal

E. Riwayat Penyakit Keluarga


Os mengaku dalam keluarga tidak ada yang pernah mengalami hal
yang sama. Adik os mempunyai riwayat hipertensi dan diabetes melitus

F.

Riwayat Pengobatan
Os rutin kontrol ke poli jantung RSUD Karawang. Selain itu os
menggunakan inhaler 1-2x dalam seminggu atau saat sesaknya kambuh.

G. Riwayat Kebiasaan dan Lingkungan


Os tidak pernah berolahraga, selalu menggunakan kipas angin saat
tidur. Disekitar rumah os berpasir dan berdebu. Pasien menyangkal
memelihara hewan, mengkonsumsi kopi, merokok, minuman berakohol
ataupun mengkonsumsi obat-obatan terlarang.
III.

PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan Fisik dilakukan pada tanggal 20 Desember 2015
1. Keadaan Umum
Kesan sakit

: Tampak sakit sedang

Sikap

: Kooperatif

Status Gizi

BB

: 45 kg

TB

: 156 cm

BMI

: 18,51 kg/m2 (normal)

2. Tanda Vital
Tekanan Darah

: 140/100 mmHg

Nadi

: 96 kali/menit

Pernapasan

: 36 x/menit

Suhu

: 37,60C

3. Status Generalis
a. Kesadaran
GCS : E4M6V5 = 15 (Compos Mentis)
b. Kulit : Warna sawo matang, tidak ikterik maupun sianosis
c. Kepala : Bentuk normal, normocephali, rambut hitam terdapat uban
distribusi merata.
d. Mata : Konjungtiva anemis (-)/(-), sclera ikterik (-)/(-), pupil bulat
isokhor, reflex cahaya langsung (+)/(+), reflex cahaya tak langsung
(+)/(+), oedema palpebra (-)/(-)
e. Telinga : Normotia, sekret (-)/(-), darah (-)/(-), nyeri tekan dan nyeri
tarik (-)/(-), serumen (+)/(+),
f. Hidung : Bentuk normal, tidak ada deviasi septum, sekret (-)/(-), darah
(-)/(-), pernapasan cuping hidung (-), nyeri tekan (-)/(-)
g. Mulut : tidak pucat, tidak sianosis, lidah tidak kotor, arcus faring
simetris, uvula di tengah, faring tidak hiperemis, tonsil T1 / T1 tenang
h. Leher : Pembesaran KGB (-), JVP 5 3 cmH20, trakea di tengah,
kelenjar tiroid tidak teraba
i. Paru

Inspeksi

: Bentuk normal, gerakan napas simetris, tipe

pernafasan thorakoabdominal, retraksi sela iga (+)/(+), pola


pernafasan cepat

Palpasi

: Gerak napas simetris kiri dan kanan, vocal

fremitus simteris di kedua lapang paru

Perkusi

: Sonor pada kedua lapang paru

Auskultasi

: Suara napas vesikuler di kedua lapang paru

(+)/(+), wheezing (+)/(-), ronchi (+)/(+)


j. Jantung

Inspeksi

: Ictus cordis tidak terlihat

Palpasi

: Ictus cordis teraba di ICS 5 garis midclavicula

sinistra

Perkusi

: Batas kanan di ICS III-V garis sternalis kanan,

batas kiri di ICS V garis midklavikularis kiri, batas atas jantung


di ICS II garis parasternalis kiri

Auskultasi

: Bunyi jantung I dan II regular, murmur (-)/(-),

gallop (-)/(-)
k. Abdomen

Inspeksi

: Bentuk normal, tidak skafoid, tidak ada

sagging of the flank, tidak ada kelainan kulit yang bermakna,


ikterus (-), venektasi (-), smilling umbilikus (-),

Auskultasi

: Bising usus (+) 2x/menit

Palpasi

: Supel (+), tidak teraba pembesaran organ,

nyeri tekan (-), ballottement (-)/(-), hepar dan lien tidak teraba
membesar

Perkusi

: Timpani di seluruh regio abdomen, shifting

dullness (-), nyeri ketok CVA (-)/(-)


l. Ekstremitas

Atas

: Simetris, deformitas (-)/(-), kuku sianosis (-),

akral hangat, CRT < 2 detik, pitteing oedem (-)/(-)

Bawah

: Simetris, deformitas (-)/(-), kuku sianosis (-),

akral hangat, CRT < 2 detik, Pitting oedem (+)/(+).

IV.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Pemeriksaan Laboratorium
19 Desember 2015
Pemeriksaan
HEMATOLOGI
Darah lengkap
Hemoglobin
Leukosit
Trombosit
Hematokrit
MCV
MCH
MCHC
KIMIA
Ureum
Kreatinin
Gula darah sewaktu

Hasil

Unit

Nilai rujukan

13.2
20.36
403
40.7
93
30
32

g/dL
ribu/uL
ribu/uL
%
fL
g/dL
%

12.0~16.0
3.80~10.60
150~440
35.0~47.0
80~100
26~34
35~36

20.1
0.68
153

mg/dL
mg/dL
mg/dL

15.0~50.0
0.50~0.90
<140

Pemeriksaan GDS
20 12 15
348 mg/dL

21 12 15
142 mg/dL

22 12 15
119 mg/dL

23 12 15
103 mg/dL

b. Elektrokardiografi (EKG)

c. Foto Thoraks

Deskripsi :

CTR < 50%

Sinus kostofrenikus tajam

Bercak kesuraman di basal hemithorax kiri dan kanan

Kesan: bronkopneumonia
V.

RESUME
Os datang ke IGD RSUD dengan keluhan sesak nafas sejak 3 hari
SMRS, sesak dirasakan semakin memberat terutama saat batuk, os mengaku
sesak tidak disertai dengan bunyi ngik. Os lebih nyaman tidur dengan
menggunakan 2 3 bantal, dan sering terbangun karena sesak. Selain itu
sesak dan batuk juga memberat jika os terpapar debu saat menyapu dan cuaca
dingin saat malam dan pagi hari
Selain itu os juga batuk berdahak dengan dahak hijau kental yang sulit
dikeluarkan sejak 3 hari SMRS, darah disangkal. Os juga demam sejak 3 hari
SMRS yang dirasakan tidak terlalu tinggi, mual namun tidak muntah, pusing
serta nafsu makan menurun.
4 bulan yang lalu os mengalami sesak dan nyeri dada hingga
menembus kebelakang serta berdebar-debar dan didiagnosis mempunyai
penyakit jantung. Hipertensi (+), riwayat asma diakui sejak kecil. Os rutin
kontrol ke poli jantung RSUD Karawang. Selain itu os menggunakan inhaler
1-2x dalam seminggu atau saat sesaknya kambuh. Os tidak pernah
berolahraga, selalu menggunakan kipas angin saat tidur dn disekitar rumah os
berpasir dan berdebu
Pada pemeriksaan fisik diapatkan: Keadaan umum tampak sakit
sedang; Kesadaran Compos mentis; Tekanan Darah 140/100; Nadi 96 x/menit;
Pernapasan 36 x/menit; Suhu 37,60C. Status generalis didapatkan pada

pemeriksaan toraks terdapat retraksi sela iga, pola pernafasan cepat, dan
terdengar ronki pada kedua basal paru.
Pemeriksaan penunjang laboratorium didapatkan leukosistosis dan
gula darah sewaktu tinggi/hiperglikemi. Pada pemeriksaan rontgen toraks
didapatkan kesan gambaran bronkopneumonia
VI.

DIAGNOSA KERJA

VII.

Bronkopneumonia

DIAGNOSA BANDING

Asma bronkial

Bronkitis akut

PPOK

VIII. PEMERIKSAAN ANJURAN

XI.

Pemeriksaan kultur dahak

PENATALAKSANAAN
A. Non Medika Mentosa

Tirah baring

O2 Nasal Kanul 3-4L/menit

IVFD D5 16tpm

B. Medika Mentosa

Lasix 2 x 1 amp

Captopril 3 x 6,25

Alprazolam 1 x 0,5

10


X.

Nebu ventolin dan fulmicort per 8 jam

PROGNOSIS
Ad Vitam

: ad Bonam

Ad functionam

: Dubia ad Bonam

Ad sanationam

: ad Bonam

Follow Up
21 Desember 2015
SUBJECTIVE
OBJECTIVE
sesak nafas KU : CM, TSS
os lebih enak TD : 130/90 mmHg
setengah
duduk

N : 92 x/m

batuk berdahak

hijau kental,

sulit

dikeluarkan

RR : 32 x/m
S : 37,2 C

ASSESMENT
Bronkopneumonia

PLANNING
IFVD D5 16 tpm
Lasix 2 x 1 amp
Inj levofloxacin 1 x
500 mg
Clopidogrel 1 x 1
Trombo aspilet 1 x 1
Inj pantoprazol 1 x 1

Mata : CA-/-, SI-/Paru : suara nafas

vesikuler +/+, ronkhi


mual
+/+-, wheezing +/ kurang nafsu
makan
Jantung : BJ 1-2
reguler, murmur(-),
gallop (-)
Abdomen : Supel,
BU 4x/m, nyeri
tekan(-),
hepatomegali (-)
Ekstremitas : pitting
oedem (-)/(-)
11

GDS: 142 mg/dL


22 Desember 2015

SUBJECTIVE
sesak nafas
berkurang
batuk berdahak
hijau kental,
sulit
dikeluarkan
nyeri uluhati

(+)
mual

kurang nafsu

makan

OBJECTIVE
KU : CM, TSS

ASSESMENT
Bronkopneumonia

TD : 110/70 mmHg

PLANNING
IFVD D5 8 tpm
Lasix 2 x 1 amp
Inj levofloxacin 1 x

N : 72 x/m
RR : 26 x/m
S : 36,9 C
Mata : CA-/-, SI-/Paru : suara nafas
vesikuler +/+, ronkhi

500 mg
Clopidogrel 1 x 1
Trombo aspilet 1 x 1
Inj pantoprazol 1 x 1
Neurobion 1 x 1
Ambroxol syrup 3 x
CII

+/+, wheezing -/ Jantung : BJ 1-2


reguler, murmur(-),
gallop (-)
Abdomen : Supel,
BU 2x/m, nyeri
tekan(-),
hepatomegali (-)
Ekstremitas : pitting
oedem (-)/(-)
GDS: 119 mg/dL

23 Desember 2015
SUBJECTIVE
OBJECTIVE
ASSESMENT
sesak nafas KU : CM, TSS
Bronkopneumonia
berkurang,
hanya kadang TD : 130/90 mmHg

PLANNING
IFVD D5 8 tpm
Lasix 1 x 1 amp
Inj levofloxacin 1 x
12

dirasa

batuk berdahak
hijau kental,
masih sulit
dikeluarkan
namun tidak
seperti hari
sebelumnya
mual

N : 72 x/m
RR : 20 x/m
S : 36,5 C
Mata : CA-/-, SI-/Paru : suara nafas

500 mg
Clopidogrel 1 x 1
Trombo aspilet 1 x 1
Inj pantoprazol 1 x 1
Neurobion 1 x 1
Ambroxol syrup 3 x
CII

vesikuler +/+, ronkhi


+/+, wheezing -/-

Jantung : BJ 1-2
reguler, murmur(-),
gallop (-)
Abdomen : Supel,
BU 3x/m, nyeri
tekan(-),
hepatomegali (-)
Ekstremitas : pitting
oedem (-)/(-)

13

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Anatomi dan fisiologi paru
Paru-paru merupakan salah satu organ vital yang memiliki fungsi utama
sebagai alat respirasi dalam tubuh manusia, paru secara spesifik memiliki peran
untuk terjadinya pertukaran oksigen (O2) dengan karbon dioksida (CO2).
Pertukaran ini terjadi pada alveolus alveolus di paru melalui sistem kapiler.
Paru terdiri atas 3 lobus pada paru sebelah kanan, dan 2 lobus pada paru sebelah
kiri. Pada paru kanan terdapat lobus superior, lobus medius dan lobus inferior.
Sementara pada paru kiri hanya terdapat lobus superior dan lobus inferior.
Namun pada paru kiri terdapat satu bagian di lobus superior paru kiri yang
analog dengan lobus medius paru kanan, yakni disebut sebagai lingula pulmonis.
Di antara lobus lobus paru kanan terdapat dua fissura, yakni fissura horizontalis
dan fissura obliqua, sementara di antara lobus superior dan lobus inferior paru
kiri terdapat fissura obliqua.(1)

14

Paru sendiri memiliki kemampuan recoil, yakni kemampuan untuk


mengembang dan mengempis dengan sendirinya. Elastisitas paru untuk
mengembang dan mengempis ini di sebabkan karena adanya surfaktan yang
dihasilkan oleh sel alveolar tipe 2. Namun selain itu mengembang dan
mengempisnya paru juga sangat dibantu oleh otot otot dinding thoraks dan otot
pernafasan lainnya, serta tekanan negatif yang teradapat di dalam cavum pleura.
Selama inspirasi, volume toraks bertambah besar karena diafragma turun dan iga
terangkat

akibat

kontraksi

beberapa

otot

yaitu

sternokleidomastoideus

mengangkat sternum ke atas dan otot seratus, skalenus dan interkostalis eksternus
mengangkat iga-iga. Selama pernapasan tenang, ekspirasi merupakan gerakan
pasif akibat elastisitas dinding dada dan paru-paru. Respirasi meliputi:(2)
a

Ventilasi, yaitu udara secara bergantian bergerak masuk keluar paru sehingga
dapat terjadi pertukaran antara atmosfer dan alveolus.

Difusi, yaitu O2 dan CO2 dipertukarkan antara udara di alveolus dan darah di
dalam kapiler pulmonalis.

O2 dan CO2 diangkut oleh darah antara paru dan jaringan.

Pertukaran O2 dan CO2 terjadi antara jaringan dan darah melalui proses difusi
melintasi kapiler sistemik (jaringan).

3.2 Definisi Bronkopneumonia


Secara kinis pneumonia didefinisikan sebagai suatu peradangan parenkim
paru yang disebabkan oleh mikroorganisme (bakteri, virus, jamur, parasit) yang
ditandai gejala demam disertai batuk berdahak, sesak, pola pernapasan cepat dan
gejala

lainnya

(sakit

kepala,

gelisah

dan

nafsu

makan

berkurang).

Bronkopneumonia adalah peradangan pada paru dimana proses peradangannya


ini menyebar di bronkiolus respiratorius dan alveoli yang membentuk bercakbercak infiltrat serta menimbulkan konsolidasi jaringan paru(3)

15

3.3. Epidemiologi
Menurut Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) pneumonia komuniti
atau pneumonia yang didapatkan diluar rumah sakit, menduduki peringkat keempat
dan sepuluh penyakit terbanyak yang dirawat per tahun. Sekitar 80% dari seluruh
kasus baru praktek umum berhubungan dengan pneumonia komunitas atau infeksi
saluran napas yang terjadi di masyarakat. Insidensi pneumonia komuniti di Amerika
adalah 12 kasus per 1000 orang per tahun dan merupakan penyebab kematian utama
akibat infeksi pada orang dewasa di negara itu. Angka kematian akibat pneumonia di
Amerika adalah 10 %. Penyebab pneumonia sulit ditemukan dan memerlukan waktu
beberapa

hari

untuk

mendapatkan

hasilnya,

sedangkan

pneumonia

dapat

menyebabkan kematian bila tidak segera diobati, maka untuk pengobatan awal
pneumonia diberikan antibiotika secara empiris(4)
3.4. Etiologi
Jenis kuman berkaitan dengan cara terjadinya penularan seperti infeksi melalui
droplet sering disebabkan Streptococcus pneumoniae, H.influenza. Melalui selang
infus oleh Staphylococcus aureus sedangkan infeksi pada pemakaian ventilator oleh
P, aeruginosa dan Enterobacter.

16

Etiologi pneumonia berbeda-beda pada berbagai tipe pneumonia, serta jenisnya


berbeda antar negara, antar daerah, di luar mapun didalam RS. Maka karena itu perlu
diketahuinya pola kuman bakteri di suatu tempat, namun di Indonesia belum
mempunyai data mengenai pola kuman penyebab secara umum, karena itu meskipun
pola kuman diluar negeri tidak sepenuhnya dengan pola kuman di Indonesia, maka
pedoman yang berdasarkan pola kuman diluar negeri dapat dipakai sebagai acuan
secara umum.
3.5 Faktor risiko
Beberapa kelompok-kelompok mempunyai faktor risiko yang lebih tinggi
untuk terkena pneumonia, yaitu antara lain: lansia, merokok, malnutrisi baik karena
kurangnya asupan makan ataupun dikarenakan penyakit kronis lain, kelompok
dengan penyakit paru, termasuk kista fibrosis, asma, PPOK, dan emfisema.
Kelompok dengan masalah-masalah medis lain, termasuk diabetes dan penyakit
jantung. Kelompok dengan sistem imunitas dikarenakan HIV, transplantasi organ,
kemoterapi atau penggunaan steroid lama. Kelompok dengan ketidakmampuan untuk
batuk karena stroke, obat-obatan sedatif atau alkohol, atau mobilitas yang terbatas.(4)
3.6 Klasifikasi(4)
a. Berdasarkan lokasi lesi di paru
Pneumonia lobaris
Pneumonia lobularis (bronkopneumoni)
b. Berdasarkan asal infeksi
Pneumonia yang didapat dari masyarakat (community acquired pneumonia
=CAP)
Pneumonia yang didapat dari rumah sakit (hospital-based pneumonia)
c. Berdasarkan mikroorganisme penyebab
Pneumonia bakteri
Pneumonia virus
Pneumonia mikoplasma
Pneumonia jamur
d. Berdasarkan karakteristik penyakit
Pneumonia tipikal
17

Pneumonia atipikal
Tabel 1. Klasifikasi Berdasarkan Lingkungan dan Penjamu

3.7 Patogenesis
Dalam keadaan sehat, tidak terjadi pertumbuhan mikroornagisme di paru.
saluran respiratorik mulai dari area sublaring sampai parenkim paru adalah steril.
Keadaan ini disebabkan oleh mekanisme pertahanan paru. Saluran napas bawah ini
dijaga tetap steril oleh mekanisme pertahanan bersihan mukosiliar, sekresi
imunoglobulin A, dan batuk. Mekanisme pertahanan imunologik yang membatasi
invasi mikroorganisme patogen adalah makrofag yang terdapat di alveolus dan
bronkiolus, IgA sekretori, dan immunoglobulin lain.(5)
Apabila terjadi ketidakseimbangan antara daya tahan tubuh, mikroorganisme
dapat berkembang biak dan menimbulkan penyakit. Resiko infeksi di paru sangat
tergantung pada kemampuan mikroorganisme untuk sampai dan merusak permukaan
epitel saluran napas. Ada beberapa cara mikroorganisme mencapai permukaan:
inokulasi langsung, penyebaran melalui pembuluh darah, inhalasi bahan aerosol,
kolonisasi dipermukaan mukosa
Dari keempat cara tersebut diatas yang terbanyak adalah secara Kolonisasi.
Pneumonia terjadi akibat proses infeksi bila patogen yang masuk saluran napas
bagian bawah tersebut mengalami kolonisasi setelah dapat melewati hambatan

18

mekanisme pertahanan inang berupa daya tahan mekanik (epitel cilia dan mukus),
humoral (antobodi dan komplemen) dan selular (lekosit, polinuklir, makrofag,
limfosit dan sitokinnya). Kolonisasi terjadi akibat adanya berbagai faktor inang dan
terapi yang telah dilakukan yaaitu adanya penyakit penyerta yang berat, tindakan
bedahm pemberian antibiotik, obat-obatan lain dan tindakan invasif pada saluran
pernapasan. Secara inhalasi terjadi pada infeksi virus, mikroorganisme atipikal,
mikrobakteria atau jamur. Kebanyakan bakteri dengan ukuran 0,5 -2,0 m melalui
udara dapat mencapai bronkus terminal atau alveolus. Sehingga terjadi infeksi dalam
alveoli, membran paru mengalami peradangan dan berlubang-lubang sehingga cairan
dan bahkan sel darah merah dan sel darah putih keluar dari darah masuk ke dalam
alveoli. Dengan demikian alveoli yang terinfeksi secara progresif menjadi terisi
dengan

cairan

dan

sel-sel,

dan

infeksi

disebarkan

oleh

perpindahan bakteri dari alveolus ke alveolus. Kadang-kadang seluruh lobus bahkan


seluruh paru menjadi padat (consolidated) yang berarti paru terisi cairan dan sisa-sisa
sel.
Umumnya mikroorganisme penyebab terhisap ke paru bagian perifer melalui
saluran respiratori. Setelah itu mikroorganisme tiba di alveoli membentuk suatu
proses peradangan yang meliputi 4 stadium yaitu:(6)
1.Stadium I (4-12 jam pertama atau stadium kongesti)
Disebut hiperemia, mengacu pada respon peradangan permulaan yang
berlangsung pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan peningkatan
aliran darah dan permeabilitas kapiler di tempat infeksi. Hiperemia ini terjadi akibat
pelepasan mediator-mediator peradangan dari sel-sel mast setelah pengaktifan sel
imun dan cedera jaringan. Mediator-mediator tersebut mencakup histamin dan
prostaglandin. Degranulasi sel mast juga mengaktifkan jalur komplemen.
Komplemen bekerja sama dengan histamin dan prostaglandin untuk melemaskan otot
polos vaskuler paru dan peningkatan permeabilitas kapiler paru. Hal ini
mengakibatkan perpindahan eksudat plasma ke dalam ruang interstisium sehingga
19

terjadi pembengkakan dan edema antar kapiler dan alveolus. Penimbunan cairan di
antara kapiler dan alveolus meningkatkan jarak yang harus ditempuh oleh oksigen
dan karbondioksida maka perpindahan gas ini dalam darah paling berpengaruh dan
sering mengakibatkan penurunan saturasi oksigen hemoglobin.
2. Stadium II (48 jam berikutnya)
Disebut hepatisasi merah, terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah merah,
eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu ( host ) sebagai bagian dari reaksi
peradangan. Lobus yang terkena menjadi padat oleh karena adanya penumpukan
leukosit, eritrosit dan cairan, sehingga warna paru menjadi merah dan pada perabaan
seperti hepar, pada stadium ini udara alveoli tidak ada atau sangat minimal sehingga
anak akan bertambah sesak, stadium ini berlangsung sangat singkat, yaitu selama 48
jam.
3. Stadium III (3-8 hari berikutnya)
Disebut hepatisasi kelabu, yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih
mengkolonisasi daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin terakumulasi
di seluruh daerah yang cedera dan terjadi fagositosis sisa-sisa sel. Pada stadium ini
eritrosit di alveoli mulai diresorbsi, lobus masih tetap padat karena berisi fibrin dan
leukosit, warna merah menjadi pucat kelabu dan kapiler darah tidak lagi mengalami
kongesti.
4. Stadium IV (7-11 hari berikutnya)
Disebut juga stadium resolusi, yang terjadi sewaktu respon imun dan
peradangan mereda, sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsorsi oleh makrofag
sehingga jaringan kembali ke strukturnya semula.

3.8 Gambaran klinis

20

Gambaran klinis biasanya ditandai dengan demam biasanya >388C, namun pada lansia
rata-rata demam dengan suhu tidak terlalu tinggi, menggigil, batuk dengan sputum
mukoid atau purulen, kadang-kadang berdarah, sesak nafas, dan nyeri dada. Geja;a
yang timbul biasanya mendadak tapi dapat didahului dengan infeksi saluran nafas
bagian atas. Pada pemeriksaan fisik tergantung dari luas lesi di paru. Pada inspeksi
dapat terlihat bagian yang sakit tertinggal waktu bernapas, tekipnea, retraksi sela iga.
pada palpasi vocal fremitus dapat mengeras, perkusi normal atau redup, pada
auskultasi terdengar suara napas melemah atau mengeras yang mungkin disertai ronki
basah halus yang kemudian menjadi ronki basah kasar pada stasium resolusi(4,7)

3.9 Pemeriksaan penunjang


Pemeriksaan

labolatorium

Pada

pemeriksaan

labolatorium

terdapat

peningkatan jumlah leukosit, biasanya lebih dari 10.000/ul kadang-kadang mencapai


30.000/ul, dan pada hitungan jenis leukosit terdapat pergeseran ke kiri serta terjadi
peningkatan LED. Untuk menentukan diagnosis etiologi diperlukan pemeriksaan
dahak, kultur darah dan serologi. Kultur darah dapat positif pada 20- 25% penderita
yang tidak diobati. Analisis gas darah menunjukkan hipoksemia (karena ventilation
perfusion mismacth) dan hikapnea, pada stadium lanjut dapat terjadi asidosis
respiratorik. pada foto toraks (PA/lateral) merupakan pemeriksaan penunjang utama
untuk menegakkan diagnosis. Gambaran radiologis dapat berupa infiltrat sampai
konsolidasi dengan "air broncogram", penyebab bronkogenik dan interstisial serta
gambaran kaviti. Foto toraks saja tidak dapat secara khas menentukan penyebab
pneumonia, hanya merupakan petunjuk ke arah diagnosis etiologi, misalnya
gambaran pneumonia lobaris tersering disebabkan oleh Steptococcus pneumoniae,
Pseudomonas aeruginosa sering memperlihatkan infiltrat bilateral atau gambaran
bronkopneumonia sedangkan Klebsiela pneumonia sering menunjukkan konsolidasi
yang terjadi pada lobus atas kanan meskipun dapat mengenai beberapa lobus.(4,8)

21

4.0 Diagnosis
Diagnosis

etiologik

berdasarkan

pemeriksaan

mikrobiologis

dan/atau

serologis merupakan dasar terapi yang optimal. Akan tetapi, penemuan bakteri
penyebab tidak selalu mudah karena memerlukan laboratorium penunjang yang
memadai. Tidak ada gejala distress pernafasan, takipneu, batuk, ronki, dan
peningkatan suara pernafasan dapat menyingkirkan dugaan pneumonia. Terdapatnya
retraksi epigastrik, interkostal,dan suprasternal merupakan indikasi tingkat keparahan.
Pada bronkopneumoni, bercak-bercak infiltrat didapati pada satu atau beberapa lobus.
Foto rontgen dapat juga menunjukkan adanya komplikasi seperti pleuritis, atelektasis,
abses paru, pneumotoraks atau perikarditis. Gambaran ke arah sel polimorfonuklear
juga dapat dijumpai. Kadar hemoglobin biasanya normal atau sedikit menurun.
Tingginya angka morbiditas dan mortalitas pneumonia pada balita, upaya
penanggulangannya WHO mengembangkan pedoman diagnosis dan tatalaksana yang
sederhana. Tujuannya ialah menyederhanakan kriteria diagnosis berdasarkan gejala
klinis yang dapat dideteksi, menetapkan klasifikasi penyakit, dan menentukan
penatalaksanaan.(9)
Diagnosis ditegakkan bila ditemukan 3 dari 5 gejala berikut (Bradley et.al., 2011):
1. Sesak napas disertai dengan pernafasan cuping hidung dan retraksi dinding dada
2. Demam
3. Ronkhi basah halus-sedang nyaring (crackles)
4. Foto thorax meninjikkan gambaran infiltrat alveolar difus
5. Leukositosis (pada infeksi virus tidak melebihi 20.000/mm 3 dengan limfosit
predominan, dan bakteri 15.000-40.000/mm3 neutrofil yang predominan)

4.1 Komplikasi

22

Komplikasi pneumonia biasanya dapat obati dengan baik tanpa menimbulkan


komplikasi. Bagaimanapun, komplikasi dapat terjadi pada beberapa pasien terutama
penderita yang termasuk ke dalam kelompok resiko tinggi (faktor risiko)(10)

Efusi pleura / empiema


Abses paru
Pleuritis
Gagal nafas
Kematian

4.2 Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan penderita pneumonia adalah menghilangkan infeksi
dan mencegah terjadinya komplikasi akibat infeksi tersebut. Penatalaksanaan
pneumonia didasarkan kepada organisme apa yang menyebabkan pneumonia tersebut
(disebut engan terapi empirik). Kebanyakan penderita membaik dengan terapi
empirik ini. Kebanyakan pasien dengan pneumonia ditatalaksana di rumah dengan
pemberian antibiotik-antibiotik oral. Penderita dengan faktor resiko untuk menjadi
lebih berat dapat ditatalaksana dengan perawatan di rumah sakit. Monitoring di
rumah sakit termasuk kontrol terhadap frekuensi denyut jantung dan pernafasan,
temperatur, dan oksigenisasi. Penderita yang dirawat di rumah sakit biasanya
diberikan antibiotik intravena dengan dosis dan pemberian yang terkontrol. Lamanya
hari perawatan di rumah sakit sangat bervariasi tergantung bagaimana respon
penderita terhadap pengobatan, apakah ada penyakit penyerta/ sebelumnya, dan
apakah ada masalah-masalah medis lainnya yang dapat memperberat pneumonia yang
dideritanya. Beberapa penderita, termasuk penderita yang sebelumnya menderita
kerusakan paru atau penyakit paru berat lainnya, penderita dengan imunitas menurun,
atau penderita dengan pneumonia yang mengenai lebih dari 1 lobus (disebut
multilobar pneumonia), dapat lebih lambat untuk membaik atau mungkin
membutuhkan perawatan lebih lama di rumah sakit. Berbagai macam regimen
antibiotik tersedia untuk terapi pneumonia.(11) Pemilihan antibiotik mana yang baik

23

digunakan bergantung pada banyak faktor, termasuk : Penyakit penyerta/ sebelumnya


- Terinfeksi dengan bakteri yang resisten antibiotik tertentu. Penderita yang
sebelumnya menggunakan antibiotik untuk terapi penyakit lain pada tiga bulan terakir
mempunyai faktor resiko yang lebih tinggi untuk terinfeksi bakteri yang resisten
antibiotik tertentu. Untuk semua regimen antibiotik, penting untuk menggunakan
antibiotik tersebut sampai selesai dan sesuai dengan prosedur penatalaksanaan. (4)

BAB IV

24

Kesimpulan
Bronkopneumonia

adalah

peradangan

pada

paru

dimana

proses

peradangannya ini menyebar di bronkiolus respiratorius dan alveoli yang membentuk


bercak-bercak infiltrat serta menimbulkan konsolidasi jaringan paru yang dapat
disebabkan oleh mikroorganisme seperti bakteri, virus, jamur, parasit, dan juga dapat
disebabkan oleh bahan kimia ataupun paparan fisik seperti suhu atau radiasi.
Pneumonia dapat diklasifikasikan berdasarkan klinis dan epidemiologis, penyebab
dan predileksi infeksi. Aspirasi dan inhalasi agen agen infeksius merupakan dua acara
tersering yang menyebabkan pneumonia.
Penyebab tersering pneumonia pada dewasa adalah infeksi bakteri
Streptococus pneumonia, H. influenza, Staphylococcus aureus hingga Mycoplasma
pneumonia. Infeksi tersebut dapat menyebabkan demam, sesak nafas hingga batuk
produktif.
Pasien datang dengan keluhan sesak nafas sejak 3 hari SMRS, sesak dirasakan
semakin memberat terutama saat batuk, os mengaku sesak tidak disertai dengan bunyi
ngik. Os lebih nyaman tidur dengan menggunakan 2 3 bantal, dan sering terbangun
karena sesak. Selain itu sesak dan batuk juga memberat jika os terpapar debu saat
menyapu dan cuaca dingin saat malam dan pagi hari. Selain itu os juga batuk
berdahak dengan dahak hijau kental yang sulit dikeluarkan sejak 3 hari SMRS, darah
disangkal. Os juga demam sejak 3 hari SMRS yang dirasakan tidak terlalu tinggi,
mual namun tidak muntah, pusing serta nafsu makan menurun.
Hasil pemeriksaan pada pemeriksaan fisik diapatkan takipnea 36 x/menit;
demam dengan suhu 37,60C, pemeriksaan toraks terdapat retraksi sela iga, pola
pernafasan cepat, dan terdengar ronki pada kedua basal paru. Pada pemeriksaan
laboratorium menunjukkan adanya leukositosis (20,36/uL) dan gula darah sewaktu
pasien juga tinggi 153 mg/dL. Hasil rontgent thorax PA menunjukkan adanya bercak
kesuraman difus pada bagian basal hemithorax kiri dan kanan. Berdasarkan

25

anamnesis, pemeriksaan fisik serta pemeriksaan penunjang yang telah dilakukan


diagnosis bronkopneumonia dapat ditegakkan pada pasien.

26

BAB V
DAFTAR PUSTAKA
1. Guyton, Hall. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 2.EGC, Jakarta: 2006.
P.554.
2. Leman M. Pneumonia : Musuh Spesial para Lanjut Usia. Disitasi dari :
http://leman.or.id/medicastore/pneumonia.html
3. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 2. Edisi 3. Media Aesculapius Fakultas
Kedokteran UI, Jakarta: 2000. hal 465.
4. Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia. Perhimpunan Dokter
Paru Indonesia. Bandung: 2005.
5. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan
Republik Indonesia. Riset Kesehatan Dasar: Riskesdas 2013. Available at :
depkes.go.id/downloads/riskesdas2013/Hasil%20Riskesdas%202013.pdf.
6. Zul D. Pneumonia. In: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 5 th edition. Jakarta:
Interna Publishing;2009: 2196-99
7. Bartlett JG, Marrie TJ, File TM. Pneumonia in Adult. Disitasi dari :
http://www.utdol.com/patients/content/topic.do(?)topicKey=~IULIBvWWVq
okV S.html
8. Pedoman Pelayanan Medis. Jilid 1. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta:
2010.
9. Price SA, Wilson LM. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-proses Penyakit,
Edisi 6, Penerbit EGC, Jakarta: 2005, hal: 804.
10. Soeparman, Waspadji S. Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II.Balai Penerbit FKUI.
Jakarta: 1999. hal: 695-705.
11. Dahlan Z. Artikel: Pandangan Baru Pneumonia Atipik dan Terapinya. Bagian
Penyakit Dalam FK.UNPAD Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung.
Bandung : FK UNPAD; 2007.

27

Вам также может понравиться