Вы находитесь на странице: 1из 57

BUKU PEDOMAN

KERJA MAHASISWA

KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Allah SWT, atas selesainya penyusunan Buku Pedoman Kerja
Mahasiswa (BPKM) untuk Modul Hematologi dan Onkologi 2016. BPKM ini merupakan
panduan bagi mahasiswa pada modul Hematologi & Onkologi.

Modul Hematologi & Onkologi merupakan modul ke-12 yang dilaksanakan pada semester
VI selama 5 minggu.

Mudah-mudahan Modul Hematologi dan Onkologi dapat menjadi langkah awal untuk
memahami penyakit hematologi dan onkologi mulai dari penegakkan diagnosis, prinsip
pengobatan, pemantauan hasil pengobatan, hingga meramalkan prognosis.

Kami menyadari masih terdapat kekurangan dalam penyusunan modul ini, untuk itu kami
mohon saran, kritik dan usul yang membangun untuk perbaikan.

Akhir kata, kami Tim Penyusun mengucapkan terima kasih yang setulus-tulusnya kepada
semua pihak terkait yang telah membantu dalam penyusunan modul Hematologi dan
Onkologi ini, khususnya kepada personalia Badan Pendidikan Kedokteran Fakultas
Kedokteran Universitas Tanjungpura.

Pontianak, April 2016

Tim Penyusun

PENDAHULUAN

Kurang darah atau anemia merupakan masalah yang sering dijumpai di praktik
klinik maupun di masyarakat. Anemia dapat mengakibatkan perkembangan intelektual
terganggu dan produktivitas menurun karena oksigenisasi jaringan terganggu. Walaupun
penyebab anemia yang paling sering adalah kekurangan zat besi, tidak semua anemia
dapat diobati dengan pemberian zat besi misalnya pada thalassemia justru terjadi
penimbunan zat besi. Selain masalah anemia, penderita hemofilia juga masih banyak
yang belum terdiagnosis, sehingga perdarahan sendi yang berulang mengakibatkan
kecacatan bahkan kematian akibat perdarahan intra kranial. Sesungguhnya penderita
hemofilia dapat berkembang menjadi manusia yang produktif apabila mendapat terapi
yang adekuat. Di samping masalah hematologi, pada umumnya keganasan baru
terdiagnosis pada stadium lanjut sehingga banyak pasien yang tidak dapat tertolong
lagi.

Berdasarkan hal di atas, Modul Hematologi dan Onkologi bertujuan untuk


memberi bekal pengetahuan dasar mengenai penyakit hematologi mulai dari
patogenesis, etiologi, faktor risiko, diagnosis, tata laksana sampai pencegahan. Setelah
menyelesaikan Modul Hematologi dan Onkologi, kompetensi yang diharapkan dari
mahasiswa adalah mampu mengenal gejala, mengetahui patogenesis dan etiologi,
membuat diagnosis dan atau diagnosis banding serta memberikan tata laksana penyakit
hematologi, khususnya yang banyak dijumpai di Indonesia. Merujuk pada buku yang
dibuat oleh Konsil Kedokteran Indonesia, untuk penyakit keganasan kompetensi yang
diharapkan dari mahasiswa adalah
mampu mengenal gejala, faktor risiko dan
pencegahan sehingga dapat merujuk ke spesialis yang berwenang.

Modul Hematologi dan Onkologi termasuk modul Medical Sciences yang diberikan
pada semester ke-6 dengan beban 4,4 SKS. Modul ini diselenggarakan selama 5 minggu,
berupa integrasi dari beberapa cabang ilmu kedokteran. Kegiatan dalam modul ini
meliputi kuliah, praktikum, KKD, diskusi kelompok dan diskusi pleno yang didasarkan
pada penggunaan metoda pembelajaran berdasarkan masalah.

KARAKTERISTIK MAHASISWA

Mahasiswa yang dapat mengikuti Modul Hematologi dan Onkologi ini adalah
mahasiswa tahap II yang telah lulus tahap I dan telah mencapai keterampilan dan
sikap dasar, yaitu keterampilan belajar sepanjang hayat, keterampilan generik dan
sikap peduli terhadap lingkungan/ masyarakat

SASARAN PEMBELAJARAN
SASARAN PEMBELAJARAN TERMINAL

Bila dihadapkan pada data sekunder tentang masalah klinik, laboratorium dan
epidemiologik penyakit hematologi dan onkologi, mahasiswa diharapkan mampu
menjelaskan, dasar diagnosis dan penyebab penyakit hematologi dan onkologi. Selain
itu, mahasiswa diharapkan mengetahui rencana penatalaksanaan yang rasional, non
farmakologik dan farmakologik, serta tindakan pencegahan sesuai standar yang telah
ditetapkan.

Sasaran yang hendak dicapai Modul Hematologi dan Onkologi, setelah selesai
modul ini

Bila mahasiswa dihadapkan pada data sekunder masalah klinik, laboratorium dan
epidemiologik penyakit dengan kelainan hematologi, mahasiswa mampu menjelaskan
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

A.

Struktur, vaskularisasi, persarafan dan gambaran mikroskopik dari organ


sumsum tulang dan sistem retikuloendotelial (hati, limpa dan kelenjar getah
bening, dll) serta organ ekstranodal normal.
Pembentukan sel darah di dalam sumsum tulang (hematopoiesis) serta
mengenal proses diferensiasi dan pematangan sel darah, dengan nomenklatur
baku dari sel tersebut.
Hematopoiesis pra, postnatal dan perubahan hematologi pada kehamilan.
Metabolisme dan kinetik eritrosit.
Sintesis dan katabolisme hemoglobin.
Pembentukan leukosit dan trombosit.
Proses hemostasis normal.
Prinsip dasar imunohematologi pada transfusi darah.
Patogenesis, etiologi, diagnosis dan prinsip dasar penatalaksanaan
farmakologik dan non-farmakologik anemia, hemoglobinopati, kelainan
hemostasis, dan penyakit keganasan darah.
Bila mahasiswa dihadapkan pada data sekunder masalah klinik,
laboratorium dan epidemiologi penyakit onkologi (kanker), mahasiswa mampu
mengetahui/mengingat/mengenal dan memahami:
1.
Prinsip dasar selular dan molekular sel yang normal (mencakup
siklus sel, sintesis DNA, RNA, protein, apoptosis sel serta transduksi signal).
2.
Ilmu dasar kanker.
3.
Epidemiologi kanker, terutama di Indonesia.
4.
Etiologi, karsinogenesis dan metastasis kanker.
5.
Faktor risiko dan pencegahan primer, sekunder serta tersier
kanker.
6.
Prinsip diagnosis klinik, pencitraan, sito dan histo patologik
(morfologik, molekular, imunohistokimia), sitokimia, flowsitometer, dan tumor
marker.

7.

Prinsip dasar penatalaksanaan kanker meliputi pembedahan,


radioterapi, kemoterapi (sitostatik, hormonal, terapi biologik), imunoterapi, dan
terapi gen.
8.
Prinsip dasar farmakoterapi kanker.
9.
Faktor yang mempengaruhi hasil pengobatan (faktor prediktif).
10.
Prognosis dan faktor yang mempengaruhi (faktor prognostik).

RUJUKAN

1. Thibodeau GA, Patton KT. Anatomy & physiology. 5 th ed. Philadelphia : Mosby;
2003.p.629-40.
2. Digg, Sturm, Bell. The morphology of human blood cells. 7 th ed. Tennessee: Abbott
Laboratories.edisi terbaru, 2005.
3. Hoffbrand AV, Petitt JE, Moss PAH. Essential haematology. 4 th ed. Oxford: Blackwell
Science. 2001;p.12-70, 71-90, 113-25, 126-44, 162-90, 191-235, 236-49, 307-25.
4. McKenzie SB. Textbook of hematology. 2nd ed. Baltimore: William & Wilkins. 2010;p.931,50-104,146-367, 383-404, 421-568, 612-731.
5. Stiene-Martin EA, Lotspeich-Steininger CA, Koepke JA. Clinical hematology. 2 nd ed.
Philadelphia: Lippincott. 1998;p.599-611, 612-34, 661-74, 675-88, 689-706, 717-34.
6. Kresno SB. Imunologi; diagnosis dan prosedur laboratorium. 4 th ed. Jakarta : Balai
Penerbit FKUI; 2001.p.381-9, 414-21.
7. Devita VT, Jr, Hellman S, Rosenberg SA, eds. Cancer Principles and practice of
oncology, 1993, hal 3-415.
8. Rooney DE, Czepulkowski BH. Human cytogenetics a practical approach volume II
malignancy and acquired abnormalities. 2 nd ed. Oxford: Oxford University Press;
1992.p.1-25.
9. Mendelsohn J, Howley PM, Israel MA, Liotta LA. The molecular basis of cancer.
Philladelphia: WB Saunders; 1995.
10. Vokes EE, Golomb H. Oncologic therapies. 2 nd ed. Chicago : Springer-Verlag; 2002.p.195.
11. Devita VT, Hellmaqn S, Rosenberg SA. Cancer principles & practice of oncology. 3 rd ed.
Philadelphia : JB Lippincott Company; 1985.p.236-96.
12. Cotran RS, Kumar V, Robbins SL. Robbins pathologic basis of disease. 7 th ed.
Philadelphia : WB Saunders Company; 2005.p.661-710.
13. Stevens A, Lowe J. Pathology. 2nd ed. Edinburgh : Mosby; 2000.p.305-28.
14. Pizzo PA, Poplack DG. Principles and practice of pediatric oncology. 4 th ed.
Philadelphia: Saunders; 2003.
15. Nathan DG, Orkin SH. Nathan and Oskis hematology of infancy and childhood. 5 th ed.
Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2006

16. Amstrong Peter. Pulmonary neoplasms. In : Grainger & Allisons Diagnostic radiology,
text book of medical imaging. 3rd. Churchill Livingstone; vol. 1, 1997.p.375.97.
17. Boejang N, Kusumawidjaja K. Tumor di dalam toraks. 1 st ed. Jakarta : Balai Penerbit
FKUI; 2001.p.1-36.
18. Charles E Putman, Carl E Ravin. Textbook of diagnostic imaging. W.B Saunders
Company; 1998.p.387-97, 604-20, 1226-31, 1540-53.
19. David Sutton. A textbook of radiology and imagin. 3 rd ed. Churchill Livingstone;
1980.p.346-62, 1230-1306.
20. Husband JE, Reznek RH. Imaging in oncology. 2 nd ed. Taylor & Francis; 2004.p.95-125,
217-43, 817-917, 935-71.
21. Meschan. Rontgen signs in diagnostic imaging. W.B Saunders Company; 1984.p.561946.
22. Rasad S, Kartoleksono S, Ekayuda I. Radiologi diagnostik. Jakarta: Balai Penerbit FKUI;
2005.p.1-5, 11-29, 145-59, 418-23, 467-504, 537-616.
23. Scott W Atlas. Magnetic resonance imaging of the brain and spine. Raven Press;
1991.p.223-76, 921-66.
24. Leibel SA & Phillips TL. Textbook of radiation oncology. 2 nd ed. Saunders. 2004.
25. Rath GK, Mohanti BK. Textbook of radiation oncology. Principles and practice. 1 st ed.
New Delhi: Churchill Livingstone Pvt Ltd; 2000.

LAMPIRAN 1
PEMICU 1

Juleha berusia 36 tahun, datang dengan keluhan benjolan pada payudara bagian kiri
sejak 3 bulan lalu. Benjolan semakin lama semakin membesar dengan diameter kurang
lebih 4 cm . Tidak ada kelainan pada kulit payudara. Pasien hamil 4 bulan, G1POAO.
Tidak ada keluhan sesak napas , batuk darah atau sakit tulang lainnya. Tidak ada
penurunan berat badan yang berarti.
Pemeriksaan status generalis dalam batas normal , status lokalis payudara kiri : masa
ukuran 4cm , keras , permukaan tidak rata , batas tidak jelas . Status obstetrikus :
G1POA0 H16 minggu
Riwayat keluarga : Nenek dari ibu menderita benjolan pada payudara dan sudah
meninggal.
Riwayat lainnya : sering olahraga , mensturasi umur 9 tahun , makanan sehari-harinya
vegetarian

PEMICU 2 :

Dina bayi perempuan, 6 bulan, dibawa ibunya ke dokter RS Untan dengan


keluhan pucat, dan tampak lemah.
Dina diberikan ASI selama 4 bulan kemudian karena ibu melihat berat badan
Dina naik hanya sedikit setiap bulannya sehingga ibu memberikan tambahan
susu formula di usia 5 bulan.
Dina adalah anak ke-3 dari 3 bersaudara. Kedua kakaknya selama ini sehat dan
mempunyai pertumbuhan dan perkembangan yang baik.
Riwayat Kehamilan
Selama hamil Ibu Dina juga mengalami anemia, pada pemeriksaan darah di
Puskesmas setempat didapatkan rata-rata nilai Hb ibu Dina dibawah 10 gr/dL
sehingga ibu Dina dianjurkan untuk melahirkan di RS. Pasca persalinan Ibu Dina
mendapat transfuse darah merah sebanyak 2 kantong.
Riwayat persalinan
Bayi Dina, lahir spontan pervaginam dengan Berat lahir 2450 gram, panjang
badan 48cm, Lingkar kepala 33 cm, lingkar dada 32cm dan lingkar perut 28 cm.
Apgar skor bayi 7/9. Berdasarkan skor Ballard, usia gestasi bayi Dina adalah 3839 minggu. Ketuban putih jernih.
Riwayat Imunisasi
Imunisasi dasar yang sudah diberikan: HepB 2x, BCG 1x, DPT 2x, Polio 2x, Hib
2x.
Riwayat nutrisi

Minum ASI eksklusif hingga usia 4 bulan kemudian mulai diberikan tambahan
susu formula sejak usia 5 bulan.
Riwayat pertumbuhan dan perkembangan
Berat lahir 2450 gram.Usia 1 bulan BB 2700 gram panjang 49 cm, usia 3 bulan
BB 3900 gram dan panjang badan 51 cm, usia 5 bulan 4400 gram dengan
panjang badan 52cm.
Saat tiba di RS untan: Pemeriksaan fisik: Nadi: 156x/menit Laju Pernapasan:
58x/menit suhu 36.7 C
Tampak pucat, Pemeriksaan jantung paru dalam batas normal. Pemeriksaan
abdomen ditemukan adanya splenomegali (shuffner I)

PEMICU 3

Anak Mela, perempuan, usia 6 tahun dibawa ibunya ke RS Untan dengan keluhan
pucat sejak 1 bulan SMRS. Mela merupakan penduduk pindahan dari jawa Barat.
Dari keterangan ibu diketahui bahwa Mela sudah tampat pucat sejak 1 bulan
yang lalu disertai dengan pembesaran perut tanpa adanya nyeri, kadang timbul
demam. Demam sembuh bila diberikan obat parasetamol dari Bidan. Selama itu
BAB dan BAK normal. Mela kemudian dirujuk dari Puskesmas ke RS Kerawang
untuk mendapatkan transfuse darah merah. Kondisi membaik setelah transfusi.
Sejak 2 minggu SMRS ibu merasakan timbulnya benjolan2 sebesar kelereng di
area lipat paha dan leher, Mela mulai tampak pucat lagi dan dibadannya timbul
memar kebiruan spontan tanpa adanya trauma. Mela juga tampak semakin
kurus meskipun napsu makannya masih seperti biasa.Mela dibawa berobat ke RS
Kerawang dan kembali mendapat transfusi darah merah. Mela kemudian dibawa
pulang ke Pontianak karena keluarga ingin mencoba pengobatan alternatif.
Namun karena kondisi Mela tidak bertambah baik, Mela dibawa ke RS Untan
untuk pemeriksaan lanjutan.
Saat tiba di RS Untan, kondisi Mela lemah, pucat disertai demam tinggi. Kedua
tungkai membengkak disertai bintik-bintik kemerahan di wajah dan kedua
tungkai. BAB cair kehitaman. BAK lancar. Asupan makanan berkurang.
Riwayat penyakit dahulu: Tidak ada riwayat sakit berat sebelumnya. Kadangkadang menderita batuk dan pilek. Riwayat keluarga: Tidak ada riwayat penyakit
kelainan darah atau keganasan. Tidak ada hubungan saudara antara ayah dan
ibu pasien. Lingkungan rumah terletak di lingkungan padat penduduk dan tidak
terdapat pabrik kimia. Rumah bersebelahan dengan sawah, sering disemprot
pestisida. Riwayat imunisasi dasar lengkap, lanjutan belum diberikan. Riwayat
persalinan, tumbuh kembang selama ini baik. Anak Mela diketahui senang
mengkonsumsi sosis ayam dan sapi, ikan kaleng, makan ringan dengan bumbu
cabe didalamnya dan juga minuman-minuman botol.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan:
Sadar, sakit berat, Sesak (+), sianosis (-)

Tanda vital: FN= 140x/mnt, FP= 45x/mnt, T=40,3C, TD= 110/60 mmHg
Status antropometri : BB 19,3 kg, TB 115 cm, LLA 12 cm
Kulit tampak petekiae dan purpura. Konjunctiva pucat. Pemeriksaan paru tampak
retraksi minimal interkostalis saat bernapas, bunyi napas bronkovesikuler. Bunyi
jantung dalam batas normal. Abdomen ditemukan pembesaran, hepatomegali
5cm bac,tepi tumpul, kenyal, permukaan rata. Limpa Shuffner IV, dan bising usus
normal. Terdapat pembesaran kelenjar getah bening multiple dileher kiri dan
kanan, juga di area axilla dan inguinal dengan diameter sekita 0,5 cm -1cm.
Edema pada kedua tungkai.
PEMICU 4

Asepso, 2 tahun datang ke praktek dokter dibawa oleh ibunya dengan keluhan
lutut kanan yang membengkak dan berwarna kemerahan. Ibu pasien
mengatakan anaknya mengalami hal tersebut setelah bermain bersama temantemannya. Ibu mengatakan anaknya mengeluhkan nyeri di bagian lutut yang
bengkak. Keluhan lutut membengkak disertai nyeri ini semakin sering terjadi
sejak 6 bulan terakhir. Tidak ada riwayat terbentur dan jatuh.
Ibu pasien mengatakan saudara laki-lakinya pernah mengalami hal serupa
seperti anak asep. Saudara laki-laki ibu Asep(paman Asep) meninggal saat usia 6
tahun karena perdarahan saat operasi Hernia.
Dari pemeriksaan fisik yang dilakukan oleh dokter, didapatkan tanda vital
N:120x/menit, suhu 37,2C, laju pernafasan 40x/menit. Pemeriksaan jantung
paru dalam batas normal. Pemeriksaan abdomen tidak ditemukan
hepatosplenomegali dan bising usus normal. Pada pemeriksaan status lokalis
didapatkan tungkai kanan area lutut tampak pembengkakan disertai kemerahan
dan nyeri tekan.

MATERI KKD:
I.

KKD (ANAMNESA & SADARI)

Anamnesis atau medical history adalah informasi yang dikumpulkan oleh dokter dengan
melakukan pertanyaan-pertanyaan spesifik baik itu terhadap pasien (autoanamnesis) maupun
dari orang yang dianggap dapat memberikan keterangan yang berhubungan dengan keadaan
pasien (alloanamnesis/heteroanamnesis). Pada saat pasien datang ke dokter, maka yang
pertama kali dokter lakukan adalah dengan melakukan anamnesis. Anamnesis adalah tombak
terdepan yang akan menentukan arah diagnosa dokter terhadap pasien. Anamnesis yang baik
akan memudahkan dokter dalam menentukan tindakan selanjutnya, baik itu pemeriksaan fisik

yang lebih spesifik, pemeriksaan penunjang, maupun terapi yang akan diberikan. Data - data
yang didapat dari anamnesis sangat penting untuk pegangan dokter dalam menangani pasien,
bahkan dengan anamnesis saja 70% diagnosa sudah bisa ditegakkan.
Untuk Itu perlu dikuasai oleh dokter tekhnik anamnesis yang baik. Berikut adalah
langkah

langkah
dalam
melakukan
anamnesis
yang
baik.
A. PEMBUKAAN
1. Menyapa pasien dan memperkenalkan diri. Hal ini diperlukan untuk membina
sambung rasa/ hubungan yang baik dengan pasien.
2. Identitas Pasien penting untuk dicatat lengkap :

B.

Nama Pasien. Idealnya hanya ada satu nama untuk satu orang, seperti alamat e-mail
anda yang tidak ada kembarannya, begitu pula nama, hal ini penting untuk mencegah
tertukarnya status pasien yang satu dengan yang lainnya.

Jenis Kelamin. Penyakit-penyakit tertentu ada yang hanya dimiliki oleh salah satu
jenis kelamin perempuan atau jenis kelamin pria saja, tidak kedua - duanya. Begitu
juga dengan pemberian obat-obatan spesifik untuk jenis kelamin tertentu (hormon).

No. Register. merupakan identitas pasien untuk kepentingan administrasi medik

Pekerjaan. Dikaitkan dengan penyakit akibat pekerjaan tertentu. juga bisa


menunjukkan status sosial ekonomi dan intelektualitas pasien.

Pendidikan. Selain dapat menjadi identitas juga menunjukkan intelektualitas pasien


sehingga dapat lebih mudah atau sebaliknya lebih sulit dalam berdialog dan memberi
pemahaman tentang penyakit, diet, obat, dan edukasi lainnya.

Agama. dikaitkan dengan ritual agama dan pantangan-pantangan sesuai ajaran


agamanya (makanan tertentu, puasa, larangan tranfusi darah dsb.

Status Pernikahan. Penting seperti penyakit2 tertentu yang umumnya lebih besar
terjadi pada wanita yang sudah menikah, atau kontraindikasi obat pada wanita hamil
dan menyusui.

Suku. hampir sama dengan agama dikaitkan dengan kebiasaan dan pantanganpantangan pada suku suku tertentu misalnya suku padang sering menderita gastritis
karena doyan makan pedas dsb.

Tempat/Tanggal lahir. selain menunjukkan usia juga membantu menegakkan


diagnosa seperti penyakit tertentu yang lebih sering pada usia muda atau usia tua.

Alamat, Tanggal pemeriksaan, Pemeriksa.


PENGGALIAN

INFORMASI

PENYAKIT

Dalam melakukan penggalian digunakan pertanyaan terbuka (menghindari jawaban "iya"


atau "tidak" dari pasien atau menghindari pasien untuk memilih jawaban yang telah
disediakan pemeriksa).
1. Keluhan utama yaitu keluhan yang membawa pasien ke-dokter.
2. Keluhan Tambahan yaitu keluhan keluhan yang lain disamping keluhan utama.
3. Riwayat Penyakit Sekarang adalah penjabaran dari keluhan utama.biasa dikenal
dengan Sacred Seven yang terdiri dari :

Location (lokasi) dimanakah letaknya?, apakah menyebar?

Onset (Waktu terjadinya gejala) Kapan gejala mulai dirasakan? sudah berapa lama?
seberapa sering muncul?

Quality (Kualitas) Seperti apa rasanya, misalnya pada nyeri dada apakah seperti
ditusuk atau seperti tertimpa benda berat dsb.

Severity (kuantitas/Keparahan) Seberapa derajat keparahannya, untuk poin nyeri bisa


digunakan skala 1-10.

Chronology (Kronologis) Bagaimana kondisi saat gejala terjadi, faktor - faktor


lingkungan terkait, aktivitas individu, atau keadaan lain yang dianggap penting
terhadap timbulnya gejala.

Modifying factor (Faktor yang memodifikasi) Apa saja yang meredakan atau
memperburuk penyakit.

Associated Symptoms (manifestasi terkait) Apakah ada hal lain yang menyertai gejala
tersebut.
obat

Selain itu ditanyakan pula : apakah sudah diterapi atau belum,


obat
apa
saja
yang
sudah
dikonsumsi,
alergi
obat,
konsumsi
alkohol,
dsb.

4. Riwayat Penyakit dahulu Terutama yang berkaitan dengan


keluhan/penyakit yang diderita saat ini
5. Riwayat Penyakit Keluarga Untuk menandai adanya "familial
herediter" atau "penyakit menular"
C. MENGAKHIRI ANAMNESIS
Lakukan rangkuman dari anamnesis pasien tersebut, lakukan cross check untuk
mengantisipasi adanya data yang salah atau terlewat. Setelah anamnesis dirasa cukup maka
akhiri anamnesis dan beritahukan pasien bahwa selanjutnya akan dilakukan pemeriksaan
fisik.
Demikianlah anamnesis pasien terbukti sangat penting untuk menjadi penentu tindakan
dokter selanjutnya. Tiap - tiap langkah anamnesis hendaknya :

Menggunakan bahasa yang dipahami selama proses wawancara

Menunjukkan empati kepada pasien.

Menjadi pendengar yang baik dan mendengarkan keluhan pasien secara efektif.

Dapat menunjukkan keterampilan yang baik


mengulang/menggaris bawahi keluhan pasien).

Penampilan yang ramah dan baik.

Mengutarakan riwayat penyakit seraca runut.

(dapat

memfasilitasi

pasien,

FAKTOR RISIKO KANKER PAYUDARA


DI RSUD DR. SOEDARSO
PONTIANAK

Hendri Fitoni1; I Gusti Ngurah Virgiandhy2; Andriani3


2.1 Anatomi Payudara
Payudara merupakan kelenjar aksesoris kulit yang berfungsi menghasilkan
air susu. Payudara terdapat pada laki-laki dan perempuan, bentuk payudara
sama pada laki-laki dan perempuan yang belum dewasa. Papilla mammaria kecil
dan dikelilingi oleh daerah kulit yang berwarna lebih gelap, disebut areola
mammae.10
Payudara membentuk ciri seksual sekunder pada wanita dan merupakan
sumber nutrisi bagi neonatus, sedangkan payudara pada pria tidak berkembang
(rudimenter).

Pada

masa

pubertas,

kelenjar

payudara

perempuan

akan

membesar dan akan berbentuk setengah lingkaran. Pembesaran ini diduga


disebabkan oleh pengaruh hormon-hormon ovarium. 11
Setiap payudara terdiri dari 15-20 lobus, yang tersusun radier dan
berpusat pada Papilla mammaria. Saluran utama dari tiap lobus bermuara di
papilla mammaria, dan mempunyai ampulla yang melebar tepat sebelum
ujungnya. Dasar papilla mammaria dikelilingi oleh areola. Tonjolan-tonjolan halus
pada areola diakibatkan oleh kelenjar areola di bawahnya. Enam sampai sepuluh
sistem duktus bermuara di puting payudara.

10

Pada wanita dewasa, dasar payudara terbentang dari iga kedua atau
ketiga sampai iga keenam, dan dari pinggir sternum sampai linea axilaris
media.13 Payudara terletak di atas fascia pektoralis profunda, yang melapisi
pektoralis mayor dan seratus anterior, pada inferior oblique eksternal dan
aponeurosis membentuk dinding anterior pembungkus rektus abdominis. Antara
payudara

dan

Fascia

profundus

terdapat

jaringan

ikat

longgar.

Hal

menyebabkan payudara dapat bergerak di atas fascia pektoralis profunda.

ini

11

Payudara mendapatkan darah dari rami perforans arteriae thoracicae


internae dan arteriae intercostales. Kemudian arteri axillaris juga mengalirkan
darah ke kelenjar payudara, yaitu melalui cabang-cabangnya, arteri thoracica
lateralis dan arteria thoracoacromialis.10

Gambar 2.1 anatomi payudara10

Aliran limfa kelenjar payudara penting sekali di klinik mengingat sering


timbulnya kanker pada kelenjar ini dan penyebaran sel-sel ganas sepanjang
pembuluh limfa menuju ke kelenjar limfa. Untuk keperluan praktis, aliran limfa

payudara dibagi menjadi kuadran-kuadran. Kuadran lateral mengalirkan cairan


limfanya ke nodi axillaris anteriores atau kelompok pectorales (terletak tepat
posterior terhadap pinggir bawah muskulus pektoralis major). Kuadran medial
mengalirkan cairan limfanya melalui pembuluh-pembuluh yang menembus
ruangan intercostalis dan masuk ke dalam kelompok nodi thoracales internae
(terletak di dalam rongga torak di sepanjang arteria thoracica interna). Beberapa
pembuluh limfa mengikuti arteria intercostales posterior dan mengalirkan cairan
limfanya ke posterior menuju ke dalam nodi intercostales posteriores (terletak di
sepanjang arteriae intercostales posteriors). Beberapa pembuluh berhubungan
dengan pembuluh limfa dari payudara sisi yang lain dan berhubungan juga
dengan kelenjar di dinding anterior abdomen. 10

Gambar 2.2 nodus limfatikus payudara

10

2.2 Fisiologi Payudara


Perkembangan payudara dimulai saat pubertas, dan perkembangan ini
distimulasi oleh estrogen yang berasal dari siklus seksual wanita bulanan.
Estrogen merangsang pertumbuhan kelenjar payudara ditambah dengan deposit
lemak untuk membentuk payudara. Estrogen menyebabkan perkembangan
jaringan

stroma

dipengaruhi

oleh

payudara,

sedangkan

progesteron.13,14

pertumbuhan

Progesteron

lobulus

yang

dan

alveoli

berperan

dalam

pertumbuhan alveoli tidak merangsang alveoli untuk menyekresikan air susu. Air
susu akan disekresikan jika dirangsang oleh prolaktin yang dilepaskan oleh
kelenjar hipofisis anterior.13
Selama kehamilan, sejumlah besar estrogen disekresikan oleh plasenta
sehingga sistem duktus payudara tumbuh dan bercabang. Secara bersamaan,
stroma payudara juga bertambah besar dan sejumlah besar lemak terdapat di
dalam

stroma.

Perkembangan

akhir

payudara

menjadi

organ

yang

menyekresikan air susu juga memerlukan progesteron yang bekerja secara


sinergis dengan estrogen.13 Seperti yang dijelaskan di atas bahwa produksi air
susu diatur oleh hormonal. Selama masa kehamilan, hormon estrogen dan
progesteron yang meningkat berperan mempersiapkan kelenjar payudara untuk
menghasilkan air susu. Prolaktin yang merupakan hormon yang berasal dari
kelenjar hipofisis anterior menyebabkan sintesis air susu setelah terjadinya
kehamilan.15 Hisapan bayi yang baru lahir pada puting susu ibu saat pertama kali
menyusui menstimulasi hipotalamus mengirimkan impuls saraf ke kelenjar
hipofisis posterior yang kemudian menyekresikan oksitosin yang menyebabkan
keluarnya air susu.14
Wanita yang tidak menyusui bayinya akan mengalami menstruasi kembali
enam minggu setelah persalinan. Sedangkan wanita yang menyusui akan
mengalami amenorea selama 25-39 minggu. Saat menyusui, terjadi rangsangan
sekresi prolaktin. Seperti yang diketahui bahwa prolaktin menghambat sekresi
GnRH yang menyebabkan inhibi terjadinya ovulasi. Ovulasi yang tidak aktif
menyebabkan hormon estrogen dan progesteron tetap berada dalam kadar yang
rendah. Oleh karena itu menyusui selama ini telah lama menjadi salah satu
metode kontrasepsi yang efektif dapat mencegah terjadinya kehamilan. 14
2.3 Kanker Payudara
Tubuh manusia dibentuk oleh ratusan sampai jutaan sel hidup. Sel tubuh
normal bertumbuh, membelah, dan kemudian mati secara teratur. Pada tahuntahun

pertama

kehidupan,

sel

tumbuh

dan

membelah

dengan

cepat

menyebabkan bertumbunya seorang manusia. Setelah seorang manusia tumbuh


menjadi

dewasa,

sel-sel

tersebut

hanya

membelah

untuk

kepentingan

menggantikan sel yang mati atau sel yang mengalami cedera. Timbulnya kanker
adalah ketika sel-sel pada bagian tubuh tertentu terus membelah tanpa
pengaturan.16 Kanker merupakan tumor ganas, sel kanker dapat menginvasi
jaringan sekitarnya di mana sel tersebut berada dan menyebar ke bagian lain

dalam tubuh. Penyebaran kanker dari bagian tubuh tertentu ke bagian tubuh
lainnya disebut dengan metastasis

17

Berbeda dengan pertumbuhan sel normal, sel kanker tidak mengikuti


siklus hidup sel yang kemudian mati, sel kanker terus bertumbuh dan mengubah
bentuk tubuh selnya menjadi sel-sel yang abnormal. Sel-sel tubuh menjadi sel
kanker karena adanya kerusakan DNA (Deoxyribonucleic Acid). Pada sel normal,
sel yang mengalami kerusakan DNA, sel tersebut akan mengalami perbaikan
atau mengalami kematian sel. Sedangkan pada sel kanker, kerusakan DNA tidak
mengalami perbaikan, tetapi sel itu juga tidak mati. Sebaliknya, sel tersebut
membentuk sel baru yang tidak diperlukan oleh tubuh. Sel-sel baru tersebut juga
memiliki DNA yang mengalami kerusakan sama seperti sel pertama yang
mengalami kerusakan DNA.18 Materi genetik (DNA) dari sel yang dapat rusak dan
berubah,

menyebabkan

mutasi

yang

mempengaruhi

pertumbuhan

dan

pembelahan dari sel. Ketika hal tersebut terjadi, sel tidak akan mati seperti selsel normal yang mengikuti siklus sel, dan di sisi lain sel-sel baru akan terbentuk
dan kelebihan sel-sel tersebut akan membentuk massa jaringan yang disebut
dengan tumor.16
Terdapat tiga kelas gen regulatorik normal, yaitu protoonkogen yang
mendorong pertumbuhan sel, gen penekan tumor ( tumor suppressor gene) yang
menghambat pertumbuhan sel, dan gen yang mengatur kematian sel terencana
(programmed cell death) atau apoptosis. Ketiganya memiliki peran utama pada
kerusakan genetik dalam karsinogenesis. Adapun alel protoonkogen dikenal
dengan onkogen, di mana onkogen ini meningkatkan pertumbuhan otonom
pada sel kanker, artinya dapat mendorong pertumbuhan sel walaupun tidak
terdapat sinyal pendorong pertumbuhan yang normal.

19

Sebagai gen pengatur apoptosis, gen P53 berperan mengatur proliferasi


sel yang diinduksi oleh sinyal pertumbuhan. Mutasi pada gen P53 dapat
menyebabkan hilangnya kemampuan gen ini mengikat DNA dan tidak bisa
menekan pertumbuhan sel dengan baik. Gen P53 dapat juga diinaktivasi oleh
ekspresi onkogen yang berlebihan di mana produk protein gen tersebut
mengikat gen P53 normal dan mencegah terjadinya apoptosis sel.

20

Adapun definisi kanker payudara itu sendiri adalah kanker yang terbentuk
pada jaringan payudara, biasanya pada duktus (saluran yang menyalurkan air
susu ke puting payudara) dan lobus (kelenjar yang menghasilkan air susu).
Kanker payudara dapat terjadi pada pria dan wanita, namun kanker payudara

pada pria jarang ditemukan. 21,22 Kanker payudara merupakan tumor ganas yang
berkembang dari sel-sel pada payudara. Tumor ganas merupakan kumpulan sel
kanker yang dapat tumbuh menginvasi jaringan sekitar atau menyebar jauh
(metastasis) ke jaringan lain dalam tubuh.16
Sebagian besar perempuan dengan kanker payudara herediter memiliki
mutasi di gen BRCA1 dan gen BRCA2 yang berperan sebagai gen penekan
pertumbuhan sel. Mutasi pada gen-gen ini menyebabkan pertumbuhan sel yang
tidak terkontrol sehingga dapat menimbulkan terjadinya kanker.

19

Kanker payudara merupakan kanker yang paling sering terjadi pada


wanita Amerika.

Data American Cancer Society memperkirakan kasus kanker

payudara di Amerika Serikat tahun 2010, terdapat 207.090 kasus baru kanker
payudara invasif yang didiagnosis pada wanita, dan 54.010 kasus baru
karsinoma in situ (CIS) yang didiagnosis (karsinoma in situ bersifat noninvasif
dan awal dari kanker payudara),

serta 39.840 wanita akan meninggal akibat

kanker payudara. 17
Faktor resiko terjadinya kanker payudara menurut American Cancer
Society adalah sebagai berikut :
1.

18

Faktor resiko yang tidak dapat diubah


a.

Jenis kelamin

b.

Usia

c.

Genetik

d.

Riwayat keluarga dengan kanker payudara

e.

Riwayat kanker payudara sebelumnya

f.

Ras dan etnis

g.

Kepadatan jaringan payudara

h.

Tumor jinak payudara

i.

Karsinoma lobular in situ

j.

Menstruasi dini3,9

k.

Menopause terlambat3,9

l.

Radiasi thorak

3,9
3
3,9

9
3

2. Faktor resiko yang berkaitan dengan gaya hidup


a.

Tidak pernah hamil/melahirkan anak pertama di usia > 30


tahun3,8
3,9

b.

Penggunaan kontrasepsi oral

c.

Penggunaan terapi hormon postmenopause

3,5

3,9

d.

Tidak menyusui

e.

Konsumsi alkohol5

f.

Kebiasaan merokok

g.

Obesitas

h.

Kurangnya aktivitas fisik

3
3,8

Penegakan diagnosis kanker payudara dilakukan berdasarkan anamnesis,


pemeriksaan fisik, dan pemeriksaaan penunjang.
Pemeriksaan fisik pada payudara dilakukan dengan cara:

23

1. Inspeksi
2. Pemeriksaan aksila
3. Palpasi
Dalam mempermudah komunikasi, payudara dibagi menjadi empat
kuadran. Dua garis khayalan ditarik melalui puting susu, masing-masing saling
tegak lurus. Empat kuadran yang dihasilkannya adalah atas luar, atas dalam,
bawah luar, dan bawah dalam. Ekor merupakan perluasan kuadran atas luar.
Adapun langkah-langkah dalam pemeriksaan fisik payudara adalah :
1. Pasien duduk dengan posisi tegak, pakaian dibuka sampai batas pinggang:
2. Kedua tangan penderita dijatuhkan ke samping
3. Pemeriksa berdiri di depan penderita
4. Inspeksi :
a. Kedua payudara : bentuk, ukuran, simetri, kontur, warna, dan edema.
b. Puting

: bentuk, ukuran, inversi, eversi, atau pengeluaran

cairan.
c. Kulit payudara

: gambaran kulit jeruk (peau dorange), inflamasi, ulkus.

d. Tanda retraksi

: tangan pasien diletakkan pada panggul, sehingga akan

menegangkan M. Pectoralis yang dapat memperjelas sehingga akan


terlihat adanya lesung (dimpling) sebagai tanda keganasan. Adanya
keganasan, perlekatan abnormal tumor pada fascia dan musculus
pectoralis akan menarik kulit dan menimbulkan lesung pada kulit.
e. Aksila
f.

5.

: massa

Nodus aksilaris : adenopati.

Pasien dengan posisi berbaring:


a. Palpasi payudara dilakukan dengan posisi pemeriksa berdiri di sebelah
kanan tempat tidur pasien.

b. Menggunakan bagian datar telapak tangan dan ujung jari, palpasi


dilakukan dengan cara jari-jari roda atau lingkaran konsentris mulai
dari puting susu dan sekitar payudara yang berada di area iga 2 s/d iga 6.
c. Tekan papila dan daerah areola dengan ibu jari dan telunjuk secara
perlahan.
d. Tekanan saat palpasi jangan terlalu keras.
Adapun uraian penemuan fisik adalah sebagai berikut :
a. Ukuran massa diuraikan dalam sentimeter, dan posisinya dicatat.
b. Bentuk massa dilukiskan.
c. Delimitasi menunjukkan tepi massa, kemudian menentukan tepi massa
jelas atau tidak.
d. Konsistensi, kerasnya massa.
e. Mobilitas lesi, karsinoma biasanya melekat pada kulit, otot dibawahnya,
atau dinding dada.
Tanda yang paling sering ditemukan pada kanker payudara adalah berupa
benjolan atau massa. Tampilan massa keras yang tidak nyeri dan berbatas tidak
tegas sering menjadi tanda-tanda keganasan, tetapi kanker payudara dapat juga
bersifat nyeri, perabaan lembut dan berbentuk bulat.
Adapun tanda-tanda yang mungkin ditemukan pada kanker payudara
meliputi:24
a. Pembengkakan seluruh atau sebagian kanker (meskipun tidak ditemukan
adanya benjolan).
b. Iritasi kulit atau adanya dimpling.
c. Nyeri puting susu atau nyeri payudara.
d. Kemerahan pada bagian sekitar puting payudara.
e. pembengkakan sebagian atau seluruh bagian payudara.
f. retraksi puting.
g. discharge selain air susu.
Selain melalui pemeriksaan fisik, untuk menegakkan diagnosis diperlukan
pemeriksaan
pencitraan

penunjang

seperti

seperti

mammografi

biopsi.
dan

Selain

itu

ultrasonografi

dapat
(USG).

dilakukan
16

pula

Mammografi

merupakan pemeriksaan payudara menggunakan sinar X-ray. Mammogram


merupakan alat untuk mammografi yang dapat digunakan untuk memeriksa
adanya kanker payudara pada wanita yang tidak menunjukkan gejala atau tanda
keganasan payudara, tipe mammogram ini disebut mammogram skrining.16

Sedangkan mammogram yang digunakan untuk memeriksa kanker payudara


yang memiliki tanda dan gejala klinis keganasan disebut dengan mammogram
diagnostik. Dalam mammografi dapat dideteksi adanya kalsifikasi pada jaringan
payudara akibat deposit mineral yang tampak seperti titik-titik pada film, yaitu
makrokalsifikasi dan mikrokalsifikasi. Makrokalsifikasi merupakan deposit kalsium
pada payudara yang dapat disebabkan oleh cedera, atau inflamasi. Deposit
tersebut cenderung tidak bersifat kanker sehingga tidak diperlukan biopsi.
Sedangkan pada mikrokalsifikasi bisa bersifat kanker atau pun nonkanker. Jika
mikrokalsifikasi tersebut dicurigai kanker, maka dilakukan biopsi. 16
Ultrasonografi merupakan pencitraan yang menggunakan gelombang
suara yang dipantulkan pada jaringan organ sehingga menghasilkan gambar
yang dapat digunakan mendeteksi pertumbuhan jaringan organ tersebut.
Pemeriksaan ini dilakukan dengan menempatkan alat yang disebut transduser
pada permukaan kulit di atas jaringan yang akan diperiksa, yang sebelumnya
permukaan kulit tersebut diberikan gel lubrikan terlebih dahulu. Transduser akan
memancarkan gelombang suara menjadi gema saat dipantulkan oleh jaringan
tubuh, dan gema tersebut akan dikonversi oleh komputer menjadi gambar yang
terdiri dari warna gelap dan putih pada layar komputer. 16
Biopsi merupakan pemeriksaan yang dilakukan dengan mengambil sampel
jaringan kemudian diperiksa menggunakan mikroskop. Biopsi dilakukan jika telah
dilakukan pemeriksaan fisik, mammografi yang menunjukkan adanya tandatanda kanker. Ada beberapa jenis biopsi, diantaranya Find Needle Aspiration
Biopsy (FNAB), Core Biopsy, Biopsi Bedah.16
Dalam biopsi jaringan kanker payudara, dapat ditentukan sifatnya invasif
atau tidak. Selain itu dapat ditentukan tipe kanker payudaranya. Tipe kanker
payudara yang paling sering ditemukan adalah karsinoma duktus invasif dan
karsinoma lobulus invasif.
Ada beberapa tipe histopatologi dari kanker payudara :
1. Berasal dari lobulus
a. Non Infiltrating : Karsinoma lobulus insitu
b. Infiltrating
2.

: Karsinoma lobulus

Berasal dari duktus


a.
Non infiltrating : Karsinoma intraduktus

b.

Infiltrating

: Karsinoma Skirus, Medular, Mukoid, Penyakit

Paget
Karsinoma duktus invasif ini merupakan

jenis yang

paling sering

ditemukan, mencakup 70-80% kasus. Adapun gambaran histopatologi karsinoma


duktus invasif adalah berupa proliferasi anaplastik epitel duktus yang dapat
memenuhi dan menyumbat duktus.16
Sedangkan gambaran histopatologi karsinoma lobulus invasif berupa
gambaran sel-sel anaplastik yang semuanya terletak di dalam lobulus-lobulus.
Membrana basalis tetap utuh, karena itu dianggap sebagai karsinoma insitu. 16
Setelah melakukan diagnosis memastikan adanya kanker payudara pada
seorang pasien, maka perlu dilakukan penentuan stadium kanker payudara
untuk mengetahui sejauh mana kanker payudara telah berkembang dan
menentukan adanya metastasis ke organ lain. Penentuan stadium penting guna
menentukan perencanaan pengobatan dan penanganan lebih lanjut terhadap
pasien. Penentuan stadium kanker payudara dilakukan berdasarkan hasil
pemeriksaan fisik, biopsi, dan tes pencitraan atau berdasarkan semua hasil tes
yang disebutkan di atas ditambah dengan diagnosis melalui pembedahan.
Adapun dalam penentuan stadium, dikenal dengan sistem klasifikasi stadium
berdasarkan TNM, yaitu:
a. T adalah tumor (ukuran dan seberapa jauh tumor atau kanker tersebut
menyebar di antara payudara atau menginvasi jaringan disekitarnya).
b. N adalah penyebaran tumor atau kanker ke kelenjar getah bening.
c. M adalah metastasis ( menyebar ke organ-organ yang lebih jauh dari jaringan
asal pertumbuhan tumor atau kanker) .25

Stadium
Stadium 0
Stadium I
Stadium IIA

TNM
Tis N0 M0
T1 N0 M0
T0 N1 M0
T1 N1 M0

Stadium IIB

T2 N0 M0
T2 N1 M0
T3 N0 M0

Stadium IIIA

T0 N2 M0
T1 N2 M0
T2 N2 M0
T3 N1 M0

Stadium IIIB

T3 N2 M0
T4 N0 M0
T4 N1 M0

Stadium IIIC
Stadium IV
a.

T4 N2 M0
Semua T N3 M0
Semua T , semua N dan M1

Tumor primer (T)


TX
T0

: Adanya kanker utama tidak dapat dinilai


: Tidak ada bukti pertumbuhan kanker

Tis

: Carcinoma in situ

T1

: Ukuran kanker diameter 2 cm atau kurang

T2

: Ukuran kanker diameter antara 2-5 cm

T3

: Ukuran kanker diameter > 5 cm

T4

: Berapapun ukuran tumor dengan ekstensi langsung kedinding


dada dan kulit.

T4a
T4b

: Ekstensi kedinding dada tidak termasuk otot pektoralis


: Edema (termasuk peau dorange) atau ulserasi kulit payudara,
atau satelit nodul pada kulit

b.

T4c : Gabungan T4a dan T4b


T4d : Karsinoma inflamasi
Kelenjar getah bening atau nodes (N)
NX

: Kelenjar getah bening tidak dapat dinilai

N0

: Tidak ada metastasis Kelenjar Getah Bening (KGB) regional

N1

: Dijumpai metastasis KGB aksila ipsilateral, mobile

N2

: Teraba KGB aksila ipsilateral, terfiksasi atau secara klinis tampak


KGB mamaria interna ipsilateral dengan tidak adanya metastasis
KGB aksila

N2a

: Metastasis pada KGB aksila terfiksir atau melekat ke struktur lain

N2b

: Metastasis hanya pada KGB mamaria interna ipsilateral secara


klinis dan tidak terdapat metastasis pada KGB aksila

N3

: Metastasis pada KGB infraklavikular ipsilateral dengan atau tanpa


keterlibatan KGB aksila atau dalam klinis tampak KGB mamaria
interna ipsilateral dan secara klinis terbukti adanya metastasis KGB
aksila atau adanya metastasis KGB supraklavikular ipsilateral
dengan atau tanpa keterlibatan KGB aksila atau mamaria interna.

c.

N3a

: Metastasis KGB infaraklavikular ipsilateral

N3b

: Metastasis pada KGB mamaria interna ipsilateral dan KGB aksila

N3c

: Metastasis pada KGB supraklavikular ipsilateral

Metastasis jauh (M)


Mx

: Metastasis jauh tidak dapat dibuktikan

M0

: Tidak dijumpai adanya metastasis

M1

: Dijumpai metastasis jauh

2.4 Faktor Risiko Kanker Payudara


Terdapat banyak penelitian yang mengidentifikasi sejumlah faktor risiko
penyebab kanker payudara. Adapun faktor-faktor risiko penyebab kanker
payudara adalah usia lanjut, kepadatan jaringan payudara, riwayat kanker
payudara, riwayat kanker payudara pada keluarga, dan riwayat penyakit tumor
payudara. Selain itu terdapat peran reproduksi sebagai faktor risiko, yaitu usia
menarche dini, usia menopause, melahirkan anak pertama di usia >30 tahun,
riwayat penggunaan kontrasepsi oral. Faktor risiko yang terkait gaya hidup
misalnya, kebiasaan mengonsumsi alkohol, berat badan berlebihan, kurangnya
aktivitas fisik.

3,8

Tabel 2.1 Faktor yang Meningkatkan Risiko Relatif


Terjadinya Kanker Payudara pada Wanita 3

Faktor resiko

Resiko Relatif (RR)

Usia

>4

Riwayat Keluarga :

>5

Dua atau lebih riwayat kanker payudara


pada keluarga tingkat pertama

>2

Satu riwayat kanker payudara pada


keluarga tingkat pertama
Riwayat kanker ovarium pada keluarga
pada wanita usia <50 tahun

>2

Riwayat Penyakit Sebelumnya :


Pernah mengidap kanker payudara
Mutasi Gen BRCA1/BRCA2 Positif

3-4

Biopsi Payudara
Atipikal

>4

dengan

hyperplasia

4-5

Biopsi
Payudara
dengan
Carsinoma
In
situ
atau
Carsinoma In situ.

Lobular
Ductal

8-10

Riwayat Reproduksi:
Menarche usia dini (<12 tahun)
Menopause di atas usia 45 tahun
melahirkan anak pertama pada usia >
30 tahun
Penggunaan terapi sulih hormon (HRT)
kombinasi
Penggunaan kontrasepsi oral

2
1-5-2
2
1,5-2

1,25

Faktor Gaya Hidup :


Obesitas

1,5-2

Kurangnya aktivitas fisik

1,3-1,5

Konsumsi alkohol

1,5

2.4.1 Usia
Usia merupakan salah satu faktor risiko penyebab kanker payudara.
Banyak

penelitian

yang

menghubungkan

bertambahnya

peningkatan risiko seorang wanita mengidap kanker payudara.

3,26

usia

dengan

Penelitian yang dilakukan oleh Ozman et al di Turki menunjukkan risiko


kanker payudara meningkat pada wanita yang berusia di atas 50 tahun. Selain
itu dikatakan pula risiko kanker payudara meningkat dua kali lipat setiap
bertambahnya 10 tahun usia hingga menjelang menopause. Dikatakan pula
bahwa, meningkatnya risiko kanker payudara pada usia lebih dari 50 tahun
terjadi terutama pada wanita memiliki riwayat tumor payudara sebelumnya.

26

Risiko kanker payudara meningkat seiring bertambahnya usia. Satu dari


delapan kanker payudara invasif ditemukan pada wanita berusia <45 tahun,
sedangkan dua dari tiga kanker payudara invasif ditemukan pada wanita berusia
>50 tahun.16 Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Steiner menunjukkan
insidensi kanker payudara sebesar 1,8 % pada usia 50 tahun, dan meningkat
menjadi 3,8% pada usia 60 tahun, dan meningkat menjadi 6,3% pada usia 70
tahun.27
Statistik kanker payudara di Inggris pada tahun 2007, menunjukkan
bahwa usia yang paling banyak mengidap kanker payudara adalah usia antara
65-69 tahun yaitu 212 wanita per 100.000 populasi, kemudian diikuti usia 70
tahun ke atas yaitu 209 wanita per 100.000 populasi. Pada Usia 50-64 ditemukan
149 wanita yang mengidap kanker payudara per 100.000 populasi. Pada usia 4049 sebanyak 76 orang per 100.000 populasi. Sedangkan rentang usia yang
paling sedikit mengidap kanker payudara adalah usia 15-39 tahun. 28
2.4.2 Riwayat Kanker Keluarga.
Riwayat kanker pada keluarga sering dikaitkan sebagai faktor risiko
penyebab munculnya kanker. Mutasi berbagai jenis gen pengatur pertumbuhan
dan perkembangan sel yang diturunkan secara genetik menyebabkan seseorang
yang anggota keluarganya mengidap kanker berisiko untuk mengidap kanker
pula. Namun hal itu tidak mutlak, sebab diketahui pula bahwa timbulnya kanker
bersifat multifaktorial.29 Riwayat kanker pada keluarga yang dimaksud di sini
adalah anggota keluarga tingkat pertama (first degree relative) yaitu, orang tua,
anak kandung dan saudara kandung.

10

Keterkaitan antara riwayat kanker pada keluarga pada penyakit kanker


payudara telah diketahui sejak lama. Secara statistik, 20-30% wanita yang
mengidap

kanker

payudara

diketahui

memiliki

riwayat

kanker

dalam

keluarganya.3 Sedangkan salah satu penelitian di amerika menyebutkan hampir


15% wanita postmenopause yang mengidap kanker payudara memiliki riwayat

kanker keluarga, khususnya keluarga tingkat pertama (ibu, saudara perempuan,


anak perempuan).

30

Diketahui gen BRCA1 dan BRCA2 merupakan gen yang paling sering
berhubungan dengan penurunan penyakit kanker payudara dalam keluarga.
Pada sel normal, gen BRCA1 dan BRCA2 berperan mencegah terjadinya kanker
melalui

protein

yang

dihasilkan,

di

mana

protein

ini

dapat

mencegah

pertumbuhan yang abnormal dari sebuah sel. 16,27 Menurut penelitian pula,
dikatakan seseorang akan beresiko 80% lebih tinggi mengidap kanker payudara
jika salah satu anggota keluarganya diketahui mengalami mutasi pada gen-gen
ini, mutasi pada kedua gen ini pun dapat menyebabkan berkembangnya
penyakit kanker ovarium, prostat dan kanker kolon. 31
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Brandt et al, seorang wanita akan
mengidap kanker payudara 12,3 tahun lebih awal dari umumnya yaitu rata-rata
pada usia 50 tahun, jika ibunya mengidap kanker payudara pada usia <40 tahun.
Hal ini menunjukkan pengaruh riwayat kanker payudara dalam keluarga sebagai
faktor risiko kanker payudara.31 Penelitian lain juga menyebutkan seorang wanita
yang memiliki dua atau lebih riwayat kanker payudara pada keluarga tingkat
pertama memiliki resiko relatif 5 kali terhadap wanita yang tidak memiliki
riwayat kanker payudara di keluarga tingkat pertamanya. 3
2.4.3 Faktor Reproduksi
Salah satu faktor yang mempengaruhi terbentuknya kanker payudara
adalah peran hormonal. Hormon ovarium berperan dalam mempengaruhi siklus
menstruasi

dan

juga

mempengaruhi

pertumbuhan

jaringan

payudara. 13,16

Terbentuknya sel kanker payudara dapat diinduksi oleh pengaruh hormon


estrogen dan progesteron yang sering meningkat dalam siklus menstruasi dan
selama masa reproduksi seorang wanita. Pajanan estrogen dan progesteron yang
sering dan lama pada seorang wanita akan semakin meningkatkan risiko
mengidap kanker payudara.26,27,32
2.4.3.1

Usia Menarche

Menarche adalah permulaan siklus menstruasi yang menandakan onset


kehidupan seksual dewasa. Pada masa ini akan terjadi peningkatan kadar sekresi
estrogen, peningkatan sekresi estrogen lebih lanjut selama beberapa tahun
pertama kehidupan seksual, kemudian terjadi penurunan progresif sekresi
estrogen menjelang akhir kehidupan seksual. 13

Wanita yang mengalami menarche pada usia dini, yaitu pada usia kurang
dari

12

tahun

akan

mengalami

siklus

menstruasi

yang

lebih

banyak

dibandingkan wanita yang mengalami menstruasi pada usia >12 tahun.


Sehingga wanita yang mengalami menarche dini mengalami pajanan estrogen
dan progesteron lebih sering dibandingkan wanita yang mengalami menarche
pada usia >12 tahun dan meningkatkan risiko mengidap kanker payudara 16,33
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Kotsopoulos, menarche usia dini
dapat meningkatkan risiko kanker payudara terutama pada wanita yang memiliki
riwayat

kanker

payudara

di

keluarganya. 34

Salah

satu

penelitian

lain

menunjukkan menarche di usia >12 tahun mengurangi risiko kanker payudara


pada wanita pembawa mutasi gen BRCA1. 32
2.4.3.2

Usia Melahirkan Anak Pertama

Salah satu faktor yang turut berperan meningkatkan risiko kanker


payudara adalah melahirkan anak pertama di atas usia 30 tahun. 35 Menurut
Steiner, usia melahirkan anak pertama <20 tahun mengurangi risiko mengidap
kanker payudara dibandingkan wanita nulipara atau wanita dewasa yang tidak
memiliki anak. Salah satu teori menghubungkan kehamilan dalam mencegah
terjadinya kanker payudara. Kehamilan menyebabkan berkurangnya siklus
menstruasi seorang wanita sehingga pajanan estrogen dan progesteron terhadap
perkembangan payudara.36 Namun, salah satu penelitian yang dilakukan di
Indonesia menunjukkan bahwa persentase kejadian kanker payudara dengan
usia melahirkan anak pertama di atas 30 tahun hanya 3,5%. 36
2.4.3.3 Jumlah Anak.
Jumlah paritas atau kehamilan mengurangi risiko kanker payudara jika di
bandingkan dengan wanita nulipara.

27

Penelitian yang lain juga menunjukkan

bahwa multiparitas merupakan faktor proteksi dari kanker payudara terutama


pada wanita premenopausal dan postmenopausal yang <65 tahun. 37
Salah satu penelitian menyebutkan memiliki anak lebih dari satu dapat
menurunkan risiko kanker payudara pada wanita yang mengalami mutasi gen
BRCA1 dan BRCA2. Setiap bertambahnya satu kelahiran anak, menurunkan risiko
kanker payudara sebesar 10%.38 Menurut Huo, wanita yang memiliki anak
memiliki risiko lebih kecil mengidap kanker payudara dibanding wanita yang
tidak memiliki anak, namun belum diketahui secara jelas hubungan antara
jumlah anak dan kanker payudara. Risiko kanker meningkat pada kehamilan
pertama, namun menurun 10-15 tahun kemudian. 39

2.4.3.4
Riwayat Menyusui
Salah satu faktor reproduksi yang berperan dalam meningkatkan risiko
kanker payudara adalah tidak adanya riwayat menyusui. Menurut salah satu
penelitian, risiko relatif (RR) menurun 4,3% jika terdapat riwayat menyusui
selama lebih dari 12 bulan. 39 Menurut teori yang ada, dengan adanya riwayat
menyusui lebih dari 12 bulan, akan mengurangi siklus menstruasi pada seorang
wanita dan akan menurunkan risiko mengidap kanker payudara. 16
2.4.3.5
Riwayat Tumor Jinak Payudara
Wanita yang didiagnosis mengidap tumor jinak payudara memiliki risiko
tinggi mengidap kanker payudara. Adapun tumor jinak payudara diklasifikasikan
dalam lesi nonproliferatif, lesi proliferatif nonatipik, lesi proliferatif atipik. Jenis
tumor jinak yang berpotensi besar menyebabkan kanker payudara adalah lesi
proliferatif atipik diikuti dengan lesi proliferatif non atipik. Sedangkan lesi
nonproliferatif

tidak

meningkatkan

risiko

menjadi

kanker

payudara.

lesi

proliferatif atipik misalnya, hiperplasia duktal atipik dan hiperplasia lobular


atipik. Sedangkan lesi proliferatif non atipik misalnya, hyperplasia duktal non
atipik, fibroadenoma, dan papilomatosis.17
Dalam penelitiannya, Swartz menyatakan bahwa wanita yang dibiopsi dan
didapatkan hiperplasia atipik pada jaringan payudaranya, berisiko 4-5 kali lebih
besar dibandingkan wanita normal.3
2.4.3.6. Usia Menopause
Usia menopause sering dikaitkan dengan kanker payudara. Adapun
terlambatnya menopause pada seseorang akan meningkatkan jumlah siklus
menstruasi yang dialami seorang wanita di sepanjang masa reproduksinya.
Jumlah siklus menstruasi yang meningkat akan meningkatkan paparan estrogen
melalui peningkatan level estrogen pada setiap siklus menstruasi. Hal ini akan
meningkatkan risiko kanker payudara.16,33
Risiko kanker payudara meningkat 2,8% setiap satu tahun keterlambatan
menopause.33 Penelitian yang dilakukan oleh Steiner et al menunjukkan risiko
kanker payudara meningkat jika seorang wanita mengalami menopause di atas
usia 45 tahun, dan risiko kanker payudara |meningkat sebanyak 3 % setiap
tahun keterlambatan menopause27.
2.4.3.7
Riwayat Penggunaan Kontrasepsi Oral
Hubungan penggunaan kontrasepsi oral dan kanker payudara secara
statistik pun sampai saat ini masih menjadi kontroversi. Beberapa penelitian
menyebutkan efek samping penggunaan pil kombinasi adalah terjadinya kanker.

Namun, ada pula yang menyebutkan risiko terjadinya kanker pada penggunaan
kontrasepsi oral pada kelompok ini juga kecil dengan risiko relative 1,1-1,2 dan
tidak

begitu

dipengaruhi

oleh

lama

penggunaan,

dosis

hormon,

usia

40

penggunaan, dan paritas.


Penggunaan kontrasepsi oral dikatakan dapat meningkatkan risiko kanker
payudara jika penggunaan selama lebih dari setahun. 41,42 Menurut Kahlenborn
yang melakukan penelitian dengan studi case-control. Pengunaan kontrasepsi
oral meningkatan risiko kanker payudara pada wanita usia premenopausal
secara umum terutama pada wanita yang tidak memiliki anak atau nullipara.
Selain itu, hubungan penggunaan kontrasepsi oral dengan kanker payudara
paling

erat

kaitannya

pada

wanita

multipara

yang

telah

menggunakan

kontrasepsi oral selama empat tahun atau lebih sebelum kehamilan pertama
kali.41
Namun di sisi lain, ada penelitan yang mengatakan bahwa penggunaan
kontrasepsi oral oleh seorang wanita tidak meningkatkan risiko terjadinya kanker
payudara kecuali wanita tersebut memiliki riwayat kanker dalam keluarganya.
2.4.3.8
Konsumsi Alkohol

43

Konsumsi alkohol diduga dapat meningkatkan risiko kanker payudara


melalui peningkatkan metabolisme estrogen dan peningkatan level estrogen
dalam sirkulasi sehingga dapat memicu pertumbuhan sel payudara, dan bersifat
karsinogenik terhadap jaringan payudara.44
Swartz

membuktikan

dalam

penelitiannya,

bahwa

wanita

yang

mengonsumsi alkohol dapat meningkatkan risiko kanker payudara 1,5 kali


dibanding wanita yang tidak mengonsumsi alkohol. 3
Beberapa penelitian menyebutkan bahwa standar asupan alkohol pada
seorang wanita dalam penelitian dinilai dalam satuan gram, ada pula yang
berdasarkan jumlah gelas alkohol yang dikonsumi perhari. Belum ada penelitan
baku yang menyebutkan jumlah alkohol pergelas dalam satuan gram. Di
amerika, satu gelas alkohol mengandung 12 gram alkohol, sedangkan di Inggris,
satu gelas alkohol disebutkan mengandung 8 gram alkohol. Dalam penelitian,
konsumsi

alkohol

bermakna

meningkatkan

risiko

kanker

payudara

jika

dikonsumsi sebanyak 10 gram perhari atau dapat disamakan satu gelas alkohol
perhari dapat meningkatkan risiko kanker payudara.

45

2.4.3.9
Riwayat Merokok
Riwayat kebiasaan merokok dapat meningkatkan risiko kanker payudara.
salah satu penelitian menyebutkan bahwa intensitas kebiasaan merokok

berbanding lurus dengan risiko kanker payudara dan ditemukan bahwa


kebiasaan

merokok

meningkatkan

risiko

kanker

payudara

pada

wanita

postmenopause.46
Adapun suatu penelitian eksperimental menunjukkan bahwa zat yang
terkandung dalam rokok, seperti polycyclic hydrocarbons, amina aromatik, and
N-nitrosamin dapat memicu kanker payudara. Hal ini dibuktikan dengan
ditemukannya mutasi gen P53 pada wanita kanker payudara yang memiliki
kebiasaan merokok.46
Peningkatan risiko kanker payudara berhubungan dengan usia saat
kebiasaan merokok itu dimulai. Wanita yang merokok pada usia < 15 tahun
memiliki risiko paling tinggi mengidap kanker payudara. Hal ini dikarenakan
perkembangan jaringan payudara saat pubertas belum mengalami diferensiasi
yang sempurna. Jaringan payudara akan mengalami diferensiasi sempurna
setelah wanita tersebut mengalami kehamilan pertama kali. Jadi, jika wanita
remaja yang baru mengalami pubertas terpapar oleh zat rokok, maka risiko
mengidap kanker payudara akan sangat besar. 46
Penelitian yang dilakukan oleh Luo mengenai risiko kanker payudara pada
wanita postmenopause menunjukkan bahwa merokok 5 batang per hari memiliki
odd ratio 1,12, dan meningkat jika jumlah batang rokok yang dikonsumsi
semakin banyak. Risiko kanker payudara paling besar pada wanita yang
mengonsumsi rokok lebih dari 25 batang per hari. Durasi kebiasaan merokok
juga

mempengaruhi,

semakin

lama

meningkatkan risiko kanker payudara.


2.4 Kerangka Teori

kebiasaan

merokok

akan

semakin

Usia > 50 tahun


Usia Menarche Dini
Usia menopause > 45 thn
Pajanan Estrogen endogen
Melahirkan > 30 tahun
Tidak menyusui
nulipara

Kanke

Riwayat kanker keluarga


Mutasi gen pensupresi tumor
Pajanan zat rokok
Kontrasepsi
Pajanan
oral
Estrogen eksogen
Konsumsi
Penghambatan
alkohol metabolisme estrogen

Riwayat tumor jinak payudara


Asal daerah
: diketahui patogenesisnya
: tidak diketahui patogenesisnya.
:

Perabaan dimulai dengan teknik pola jarum jam, yaitu meraba dengan gerakan memijat
searah jarum jam 12 kemudian pindah ke arah jam 3, 6, 9 dan kembali ke jam 12. Setelah itu,
perabaan kedua dilakukan dengan teknik pola juring atau irisan yaitu meraba payudara
dengan gerakan melingkar dari luar ke dalam. Selanjutnya dengan teknik megusap payudara
naik turun.
Waktu yang paling tepat untuk melakukan SADARI adalah 7 hari sampai dengan 10 hari
setelah menstruasi. Pada saat itu kondisi payudara sudah tidak bengkak karena perubahan
hormon pada saat menstruasi sehingga payudara terasa lebih lunak (tidak kencang). Tujuan
pemeriksaan payudara sendiri secara rutin adalah untuk merasakan dan mengenal lekuk
payudara sehingga jika terjadi perubahan dapat segera diketahui.
Jika Anda merasakan adanya benjolan, perubahan warna/bentuk pada payudara, Anda dapat
melakukan pemeriksaan klinis mammografi ke dokter.
The American Cancer Society menganjurkan wanita untuk melakukan SADARI mulai usia
20 tahun dan setiap 3 tahun sekali dianjurkan tetap melakukan pemeriksaan mammografi.
Setelah usia 40 tahun, mammografi harus dilakukan secara rutin setiap satu tahun sekali.
Pemeriksaan dengan metode mammografi juga harus dilakukan setiap 2 tahun sekali terhadap
wanita yang telah menopause yang tidak memiliki riwayat kanker dari keluarganya. Jika
keluarga Anda memiliki riwayat kanker payudara, lakukan mammografi setiap 1 tahun sekali.

Perabaan dimulai dengan teknik pola jarum jam, yaitu meraba dengan
gerakan memijat searah jarum jam 12 kemudian pindah ke arah jam 3,
6, 9 dan kembali ke jam 12. Setelah itu, perabaan kedua dilakukan
dengan teknik pola juring atau irisan yaitu meraba payudara dengan
gerakan melingkar dari luar ke dalam. Selanjutnya dengan teknik
megusap payudara naik turun.
Waktu yang paling tepat untuk melakukan SADARI adalah 7 hari
sampai dengan 10 hari setelah menstruasi. Pada saat itu kondisi
payudara sudah tidak bengkak karena perubahan hormon pada saat
menstruasi sehingga payudara terasa lebih lunak (tidak kencang).

Tujuan pemeriksaan payudara sendiri secara rutin adalah untuk


merasakan dan mengenal lekuk payudara sehingga jika terjadi
perubahan dapat segera diketahui.
Jika Anda merasakan adanya benjolan, perubahan warna/bentuk pada
payudara, Anda dapat melakukan pemeriksaan klinis mammografi ke
dokter.
The American Cancer Society menganjurkan wanita untuk melakukan
SADARI mulai usia 20 tahun dan setiap 3 tahun sekali dianjurkan
tetap melakukan pemeriksaan mammografi. Setelah usia 40 tahun,
mammografi harus dilakukan secara rutin setiap satu tahun sekali.
Pemeriksaan dengan metode mammografi juga harus dilakukan setiap
2 tahun sekali terhadap wanita yang telah menopause yang tidak
memiliki riwayat kanker dari keluarganya. Jika keluarga Anda
memiliki riwayat kanker payudara, lakukan mammografi setiap 1
tahun sekali.

II. KKD (PAP SMEAR & IVA)


EFEKTIVITAS PENYULUHAN TENTANG METODE PAP SMEAR TERHADAP
TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP WANITA
TUNA SUSILA DALAM PENDETEKSIAN KANKER SERVIKS
DI LOKALISASI BINTANG MAS KUBU RAYA
TAHUN 2014
Ismi Wulandari AS1; Agustina Arundina T.T2; Eka Ardiani Putri3

2.1.2

Kanker Serviks
A. Definisi
Serviks merupakan bagian bawah uterus yang menjulur ke dalam
vagina atas (Anthony L, 2011).

Gambar 2.1. Anatomi Reproduksi Wanita


Sumber : www.cancer.org
Kanker Serviks adalah pertumbuhan baru yang ganas yang terdiri
dari sel-sel epitelial yang cenderung menginfiltrasi jaringan sekitarnya dan
menimbulkan metastasis (Sukaca,2009).
Kanker serviks merupakan penyakit ginekologik yang memiliki
tingkat keganasan yang cukup tinggi dan disebabkan oleh infeksi Human
Papilloma Virus (HPV). Di dunia angka kejadian dan angka kematian yang
diakibatkan oleh kanker serviks menempati urutan kedua setelah kanker
payudara, dan diderita oleh 500.000 wanita setiap tahunnya. Angka
kejadian dan angka kematian kanker serviks di negara maju mengalami
penurunan karena suksesnya program pemeriksaan sel. Sementara di negara
berkembang masih menempati urutan teratas dan hampir 80% kasus berada
di negara berkembang (Rasjidi, 2009).
B. Epidemiologi
Secara global, pada tahun 2008 timbul kasus baru dari kanker
serviks sekitar 530.000 di seluruh dunia dan untuk kematian berkisar

275.000 (CCI, 2008). Delapan puluh enam persen dari kasus kanker serviks
yang baru akan terlihat di negara-negara berkembang. Di seluruh dunia,
angka kematian akibat kanker serviks adalah 52 persen (WHO, 2010).
Angka kejadian dan kematian global tergantung pada kehadiran program
skrining untuk prakanker serviks dan kanker serta vaksinasi Human
Papilloma Virus, yang kemungkinan besar akan tersedia di negara-negara
maju. Karena intervensi ini, telah terjadi penurunan 75 persen dalam
kejadian dan kematian dari kanker serviks selama 50 tahun terakhir di
negara-negara maju (Quinn M, et al, 1999; Willoughby, et al, 2006).
Di negara maju pada tahun 2008, kanker serviks merupakan jenis
kanker kesepuluh yang paling umum pada wanita (9,0 per 100.000
perempuan) dan peringkat di bawah sepuluh penyebab kematian (3,2 per
100.000). Sebaliknya, di negara-negara berkembang kanker serviks adalah
jenis yang paling umum kedua (17,8 per 100.000) dan penyebab kematian
akibat kanker (9,8 per 100.000) di antara wanita. Di benua Afrika dan di
Amerika Tengah, kanker serviks merupakan penyebab nomor satu kematian
terkait kanker di kalangan perempuan (WHO, 2010).
Indonesia sendiri, setiap satu jam terdapat satu wanita yang
meninggal karena kanker serviks. Profil kesehatan 2010 menyebutkan
bahwa presentase penyakit kanker leher rahim adalah 19,70% per 10.000
penduduk. Berdasarkan laporan program yang berasal dari Rumah Sakit
dan Puskesmas di salah satu kota besar di Indonesia yaitu Kota Semarang,
pada tahun 2005 kasus penyakit kanker yang ditemukan sebanyak 2.020
kasus, 55% di antaranya adalah kanker leher rahim dan 45% diantaranya
bukan kanker leher rahim (Dinkes, 2005).
C. Etiologi
Kanker serviks disebabkan oleh Human Papilloma Virus. Human
Papilloma Virus (HPV) berbentuk kecil, beruntai ganda, dan merupakan
virus DNA yang terdiri dari lebih dari 130 jenis (Mammas I, et al, 2008;
Sanclemente G, et al, 2002; Zur Hausen H 2002). Mukosa membran yang
terinfeksi HPV kemudian dapat menyebabkan neoplasia serviks pada orang
dewasa serta anogenital kutil pada anak-anak maupun orang dewasa. HPV
tipe 16 dan 18 merupakan tipe yang paling sering berisiko tinggi yang
biasanya terdeteksi pada wanita dari sistem anogenital dan terdeteksi pada
lebih dari 70% dari wanita dengan kanker serviks (Clifford GM,

2003). Meskipun infeksi HPV dianggap penularannya secara seksual


terhadap seseorang dengan infeksi yang menular, tetapi HPV juga dapat
ditularkan oleh rute non seksual termasuk kontak fisik biasa dan penularan
vertikal perinatal (Sinal SH, 2005 & Syrjanen S, 2002).
Infeksi pada leher rahim dengan Human Papilloma Virus (HPV)
hampir selalu menjadi penyebab kanker serviks. Tidak semua wanita
dengan infeksi HPV akan berkembang menjadi kanker serviks. Wanita yang
tidak teratur menjalani tes untuk mendeteksi HPV atau sel-sel abnormal
pada leher rahim berada pada peningkatan risiko kanker serviks (NCI,
2014).
D. Gejala
a. Gejala Awal
Biasanya tidak ada tanda-tanda atau gejala kanker serviks yang
masih dini tetapi dapat dideteksi dengan pemeriksaan rutin. Tanda dan
gejala dari kanker serviks termasuk perdarahan vagina nyeri panggul,
keputihan yang tidak biasa dan nyeri selama hubungan seksual (NCI, 2014).
Keputihan yang berulang, tidak sembuh-sembuh walaupun telah
diobati. Keputihan biasanya berbau, gatal, dan panas karena sudah
ditumpangi infeksi sekunder. Artinya cairan yang keluar dari lesi dari lesi
prakanker atau kanker tersebut ditambah infeksi oleh kuman, bakteri
ataupun jamur. Tidak semua keputihan terkait dengan kanker serviks. Ini
penting dipahami karena bisa menimbulkan kekhawatiran yang berlebih dan
tidak pada tempatnya. Keputihan yang normal memiliki ciri-ciri, seperti
terjadi menjelang haid, lendir jernih, tidak berbau, dan tidak gatal.
Keputihan yang wajar, yang bisa terjadi pada semua wanita disebabkan
karena kelembapan serta kebersihan yang kurang pada daerah kewanitaan
atau vagina. Biasanya, disertai infeksi oleh kuman/bakteri dan jamur.
Keputihan jenis ini akan sembuh dengan pengobatan dan kalau kambuh
perlu waktu cukup lama (Novel S, 2010).
b. Gejala lanjut
Bila penyakitnya sudah lanjut, akan timbul nyeri panggul, gejala
yang berkaitan dengan kandung kemih dan usus besar (Boon, 1991 &
Pretoriun, et al, 1991). Gejala lain yang timbul dapat berupa gangguan
organ yang terkena misalnya otak (nyeri kepala, gangguan kesadaran), paru

(sesak atau batuk darah), tulang (nyeri atau patah), hati (nyeri perut kanan
atas, kuning, atau pembengkakan) dan lain-lain (Nuranna, 2005).
E. Stadium
National Cancer Institute pada tahun 2014 menetapkan stadium kanker
sebagai berikut:
1. Dalam karsinoma in situ (stadium 0), sel-sel abnormal ditemukan di lapisan
terdalam serviks. Sel-sel yang abnormal dapat menjadi kanker dan
menyebar ke jaringan normal di dekatnya.
2. Stadium I
Pada stadium I, kanker ditemukan pada serviks saja. Stadium I dibagi
menjadi stadium IA dan IB, berdasarkan ukuran tumor yang ditemukan.
a. Stadium IA
Ditemukan kanker dalam jaringan serviks dengan jumlah yang sangat
kecil yang hanya dapat dilihat dengan mikroskop. Stadium IA dibagi
menjadi stadium IA1 dan IA2, berdasarkan ukuran tumor.
i.

Pada stadium IA1, dalam kanker tidak lebih dari 3 milimeter dan

ii.

lebar tidak lebih dari 7 milimeter lebar.


Pada stadium IA2, dalam kanker lebih dari 3 milimeter tetapi tidak

lebih dari 5 milimeter, dan lebar tidak lebih dari 7 milimeter.


b. Stadium IB dibagi menjadi stadium IB1 dan IB2.
i.
Pada stadium IB1, kanker hanya dapat dilihat dengan mikroskopis
dengan dalam lebih dari 5 mm atau lebar lebih dari 7 mm dan kanker
ii.

dapat dilihat tanpa mikroskop dengan ukuran 4 cm atau lebih kecil.


Pada stadium IB2, kanker dapat dilihat tanpa mikroskop dan lebih

besar dari 4 cm.


3. Stadium II
Kanker telah menyebar ke luar serviks tetapi tidak ke dinding panggul atau
sepertiga bagian bawah vagina. Stadium II dibagi menjadi stadium IIA dan
IIB, berdasarkan seberapa jauh kanker telah menyebar.
a. Stadium IIA, kanker telah menyebar ke luar serviks ke atas dua pertiga
dari vagina tetapi tidak untuk jaringan di sekitar rahim.
Stadium IIA dibagi menjadi stadium IIA1 dan IIA2, berdasarkan ukuran
tumor. Pada stadium IIA1 dan IIA2, kanker telah menyebar ke luar
i.
ii.

serviks ke vagina.
Pada stadium IIA1, tumor dapat dilihat tanpa mikroskop dan ukuran 4 cm atau lebih
kecil.
Pada stadium IIA2, tumor dapat dilihat tanpa mikroskop dan lebih besar dari 4 cm.
b. Pada stadium IIB, kanker telah menyebar ke luar serviks dan jaringan di
sekitar rahim.
4. Stadium III

Pada stadium III, kanker telah menyebar ke sepertiga bagian bawah vagina,
dan / atau ke dinding panggul, dan / atau telah menyebabkan masalah
ginjal.
Stadium III dibagi menjadi stadium IIIA dan IIIB, berdasarkan seberapa
jauh kanker telah menyebar.
a. Stadium IIIA
Kanker telah menyebar ke sepertiga bagian bawah vagina namun tidak
ke dinding panggul.
b. Stadium IIIB
Kanker telah menyebar ke dinding panggul; dan / atau tumor telah
menjadi cukup besar untuk memblokir ureter.
5. Stadium IV
Pada stadium IV, kanker telah menyebar ke kandung kemih, rektum, atau
bagian lain dari tubuh. Stadium IV dibagi menjadi stadium IVA dan IVB,
didasarkan pada tempat kanker ditemukan.
a. Stadium IVA
Kanker telah menyebar ke organ terdekat, seperti kandung kemih atau
rektum. Kanker telah menyebar ke organ terdekat, seperti kandung
kemih atau rektum.
b. Stadium IVB
Kanker telah menyebar ke bagian tubuh selain serviks, seperti hati, paruparu, tulang, atau kelenjar getah bening jauh.
6. Kanker Serviks berulang
Kanker serviks berulang adalah kanker yang telah berulang (kembali)
setelah dirawat. Kanker dapat kembali pada serviks atau di bagian lain dari
tubuh.

Gambar 2.2. Stadium Kanker


Sumber : www.cancer.gov

Gambar 2.3. Stadium Kanker (Lanjutan)

Sumber : www.cancer.gov
F. Patogenesis
Virus yang menginfeksi sel epitel terutama melalui abrasi kulit atau
mukosa, di mana ia dapat bersifat sebagai infeksi laten jangka panjang yang
dapat mengaktifkan atau bertahan (Sinal, 2005). Dalam sebagian besar individu,
infeksi HPV tetap sementara dan asimptomatik. Akan tetapi dalam banyak kasus
infeksi HPV menyebabkan kematian seseorang hanya dalam waktu 2 tahun
dari waktu awal terinfeksi (Steben M, 2007).
Proses terjadinya kanker serviks sangat erat hubungannya dengan proses
metaplasia. Masuknya mutagen atau bahan-bahan yang dapat mengubah sifat sel
secara genetik pada saat fase aktif metaplasia dapat menimbulkan sel-sel yang
berpotensi ganas. Sel yang mengalami mutasi tersebut dapat berkembang
menjadi sel displastik sehingga terjadi kelainan epitel yang disebut displasia.
Dimulai dari displasia ringan, displasia sedang, displasia berat dan karsinoma
in-situ dan kemudian berkembang menjadi karsinoma invasif. Tingkat displasia
dan karsinoma in-situ dikenal juga sebagai tingkat pra-kanker. Displasia
mencakup pengertian berbagai gangguan maturasi epitel skuamosa yang secara
sitologik dan histologik berbeda dari epitel normal, tetapi tidak memenuhi
persyaratan sel karsinoma. Perbedaan derajat displasia didasarkan atas tebal
epitel yang mengalami kelainan dan berat ringannya kelainan pada sel.
Sedangkan karsinoma in-situ adalah gangguan maturasi epitel skuamosa yang
menyerupai karsinoma invasif tetapi membran basalis masih utuh. Klasifikasi
terbaru menggunakan istilah Neoplasia Intraepitel Serviks (NIS) untuk kedua
bentuk displasia dan karsinoma insitu (Sjamsuddin, 2001).
NIS terdiri dari: NIS 1, untuk displasia ringan; NIS 2, untuk displasia
sedang; NIS 3, untuk displasia berat dan karsinoma in-situ. Patogenesis NIS
dapat dianggap sebagai suatu spektrum penyakit yang dimulai dari displasia
ringan (NIS 1), displasia sedang (NIS 2), displasia berat dan karsinoma in-situ
(NIS 3) untuk kemudian berkembang menjadi karsinoma invasif. Beberapa
peneliti menemukan bahwa 30-35% NIS mengalami regresi, yang terbanyak
berasal dari NIS 1/NIS 2. Karena tidak dapat ditentukan lesi mana yang akan
berkembang menjadi progesif dan mana yang tidak, maka semua tingkat NIS
dianggap potensial menjadi ganas sehingga harus ditatalaksana sebagaimana
mestinya (Sjamsuddin, 2001).
G. Faktor Resiko

Ada beberapa faktor memainkan peranan dalam perkembangan infeksi


HPV, yaitu (Steben M, 2007; Bosch, 2002; American Cancer Society 2015):
1. Faktor genetik
2. Kehamilan pertama dibawah usia 17 tahun
3. Penggunaan kontrasepsi oral jangka panjang
4. Kerentanan individu
5. Berhubungan seksual di waktu dini
6. Status kekebalan tubuh dan nutrisi
7. Hormon endogen dan eksogen
8. Sering berganti-ganti pasangan (multipartner sex) ataupun pasangannya
sendiri sering berganti-ganti pasangan
9. Merokok
10. Paritas
11. Infeksi dengan agen menular seksual lainnya seperti HIV, herpes simplex
virus tipe 2, dan Chlamydia trachomatis serta infeksi bersamaan dengan
HPV jenis lain.
H. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang bisa digunakan untuk mendukung
penentuan stadium klinik kanker serviks dan juga bermanfaat dalam penetapan
jenis pengobatan dan memperkirakan prognosa dari kanker serviks adalah
sebagai berikut (Rasjidi, 2008):
1. Pemeriksaan Laboratorium
- Hb, leukosit, hitung jenis leukosit, trombosit, hematokrit
- Urinalisis rutin
- SGOT, SGPT, albumin
- BUN, serum kreatinin, CCT
2. Pemeriksaan radiologi
- Foto toraks
- IVP
- Sistoskopi
- Rektoskopi
I. Tata Laksana
Terapi diberikan berdasarkan stadium klinik berdasarkan tabel berikut (NCI,
2014):
Tabel 2.1. Tata Laksana

Tingkat/Stadium
Stadium 0

Terapi
a.
b.
c.
d.
e.

LEEP
Operasi laser.
Konisasi.
Cryosurgery
Histerektomi total bagi wanita yang tidak
ingin atau tidak dapat lagi memiliki anak. Hal
ini dilakukan hanya jika tumor tidak dapat

sepenuhnya dihapus oleh eksisi.


f. Terapi radiasi internal untuk wanita yang
Stadium IA

tidak bisa menjalani operasi.


a. Histerektomi total dengan atau tanpa bilateral
salpingo-ooforektomi.
b. Konisasi.
c. Modifikasi histerektomi radikal dan

pengangkatan kelenjar getah bening.


Stadium IB

d. Terapi radiasi internal.


a. Histerektomi radikal dan pengangkatan

kelenjar getah bening.


b. Histerektomi radikal dan pengangkatan

kelenjar getah bening diikuti dengan terapi


radiasi plus kemoterapi.
c. Terapi radiasi plus kemoterapi.
d. Kombinasi terapi radiasi internal dan terapi

Stadium IIA

radiasi eksternal.
a. Kombinasi terapi radiasi internal dan terapi
radiasi eksternal plus kemoterapi.
b. Histerektomi radikal dan pengangkatan
kelenjar getah bening.
c. Histerektomi radikal dan pengangkatan

kelenjar getah bening diikuti dengan terapi


radiasi plus kemoterapi.
Stadium IIB

Terapi radiasi internal dan eksternal

Stadium III

dikombinasikan dengan kemoterapi.


Terapi radiasi internal dan eksternal

Stadium IVA

dikombinasikan dengan kemoterapi.


Terapi radiasi internal dan eksternal

Stadium IVB

dikombinasikan dengan kemoterapi.


a. Terapi radiasi sebagai terapi variatif untuk
meredakan gejala yang disebabkan oleh
kanker dan meningkatkan kualitas hidup.
b. Kemoterapi.
c. Uji klinis obat antikanker baru atau

Pengobatan Pilihan
untuk Kanker Serviks
berulang

kombinasi obat.
a. Eksenterasi panggul diikuti dengan terapi
radiasi dikombinasikan dengan kemoterapi.
b. Kemoterapi sebagai terapi variatif untuk

J.

Prognosis
Prognosis kanker serviks adalah buruk. Prognosis yang buruk tersebut

dihubungkan dengan 85-90 % kanker serviks terdiagnosis pada stadium invasif,


stadium lanjut, bahkan stadium terminal (Suwiyoga, 2000; Nugroho, 2000).
Selama ini, beberapa cara dipakai menentukan faktor prognosis adalah
berdasarkan klinis dan histopatologis seperti keadaan umum, stadium, besar
tumor primer, jenis sel, derajat diferensiasi Broders. Prognosis kanker serviks
tergantung dari stadium penyakit. Umumnya, 5-years survival rate untuk
stadium I lebih dari 90%, untuk stadium II 60-80%, stadium III kira - kira 50%,
dan untuk stadium IV kurang dari 30% (Geene, 1998 & Kenneth, 2000):
1. Stadium 0
100 % penderita dalam stadium ini akan sembuh.
2. Stadium 1
Kanker serviks stadium I sering dibagi menjadi IA dan IB. Dari semua wanita
yang terdiagnosis pada stadium IA memiliki 5-years survival rate sebesar 95%.
Untuk stadium IB 5-years survival rate sebesar 70 sampai 90%. Ini tidak
termasuk wanita dengan kanker pada limfonodi mereka.
3. Stadium 2
Kanker serviks stadium 2 dibagi menjadi 2, 2A dan 2B. Dari semua wanita yang
terdiagnosis pada stadium 2A memiliki 5-years survival rate sebesar 70-90%.
Untuk stadium 2B 5-years survival rate sebesar 60 sampai 65%.
4. Stadium 3
Pada stadium ini 5-years survival rate sebesar 30-50%.
5. Stadium 4
Pada stadium ini 5-years survival rate sebesar 20-30%.
6. Stadium 5
Pada stadium ini 5-years survival rate sebesar 5-10%.
2.1.4

Pap Smear
A. Definisi
Menurut Koliopoulos tahun 2007, Pap Smear adalah tes skrining yang
sangat baik untuk mendeteksi lesi skuamosa serviks.
Sedangkan menurut National Cancer Institute tahun 2014, Pap Smear
merupakan sebuah prosedur untuk mengumpulkan sel-sel dari permukaan leher
rahim dan vagina. Sepotong kapas, kuas, atau tongkat kayu kecil digunakan
dengan lembut untuk mengikis sel-sel dari leher rahim dan vagina. Kemudian

sel-sel yang dilihat di bawah mikroskop untuk mengetahui apakah sel tersebut
tidak normal.
B. Manfaat
Fase prakanker dapat dikenali dan dideteksi sehingga dapat ditatalaksana
secara aman, efektif dan dengan cara yang dapat diterima. Terapi pada fase
prakanker amat murah dibandingkan dengan penatalaksanaan bila sudah terjadi
kanker. Target dari tes-tes skrining tersebut adalah menemukan lesi prakanker
seviks (lesi intra epitel leher rahim/ neoplasia intra epitel leher rahim). Bila
dilakukan terapi pada lesi pra kanker serviks, kesembuhan dapat mencapai
100% (Octiyanti,2006).
C. Petunjuk Pemeriksaan
American Cancer Society (2009) merekomendasikan semua wanita
sebaiknya memulai skrining 3 tahun setelah pertama kali aktif secara seksual.
Pap Smear dilakukan setiap tahun. Wanita yang berusia 30 tahun atau lebih
dengan hasil tes Pap Smear normal sebanyak tiga kali, melakukan tes kembali
setiap 2-3 tahun, kecuali wanita dengan risiko tinggi harus melakukan tes setiap
tahun. Selain itu wanita yang telah mendapat histerektomi total tidak dianjurkan
melakukan tes Pap Smear lagi. Namun pada wanita yang telah menjalani
histerektomi tanpa pengangkatan serviks tetap perlu melakukan tes Pap atau
skrining lainnya sesuai rekomendasi di atas.
Dalam Feig (2001), American College

of

Obstetricians

and

Gynecologists merekomendasikan setiap wanita menjalani Pap Smear setelah


usia 18 tahun atau setelah aktif secara seksual. Bila tiga hasil Pap Smear dan
satu pemeriksaan fisik pelvik normal, interval skrining dapat diperpanjang,
kecuali pada wanita yang memiliki partner seksual lebih dari satu. Pap Smear
tidak dilakukan pada saat menstruasi. Waktu yang paling tepat melakukan Pap
Smear adalah 10-20 hari setelah hari pertama haid terakhir. Pada pasien yang
menderita peradangan berat pemeriksaan ditunda sampai pengobatan tuntas.
Dua hari sebelum dilakukan tes, pasien dilarang mencuci atau menggunakan
pengobatan melalui vagina. Hal ini dikarenakan obat tersebut dapat
mempengaruhi hasil pemeriksaan. Wanita tersebut juga dilarang melakukan
hubungan seksual selama 1-2 hari sebelum pemeriksaan Pap Smear
(Bhambhani, 1996).
D. Prosedur Pemeriksaan
Menurut Soepardiman (2002), Manuaba (2005), dan Rasjidi (2008),
prosedur pemeriksaan Pap Smear adalah:

1. Persiapan alat-alat yang akan digunakan, meliputi spekulum bivalve (cocor


bebek), spatula Ayre, kaca objek yang telah diberi label atau tanda, dan alkohol
95%.
2. Pasien berbaring dengan posisi litotomi.
3. Pasang spekulum sehingga tampak jelas vagina bagian atas, forniks posterior,
serviks uterus, dan kanalis servikalis. Periksa serviks apakah normal atau tidak.
5. Sikat dengan ujung pendek dimasukkan ke dalam endoserviks, dimulai dari
arah jam 12 dan diputar 360 searah jarum jam.
6. Sediaan yang telah didapat, dioleskan di atas kaca objek pada sisi yang telah
diberi tanda dengan membentuk sudut 45 satu kali usapan.
7. Celupkan kaca objek ke dalam larutan alkohol 95% selama 10 menit.
8. Kemudian sediaan dimasukkan ke dalam wadah transpor dan dikirim ke ahli
patologi anatomi.

Gambar 2.4. Prosedur Pap Smear


Sumber : www.cancer.gov

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENGETAHUAN TENTANG KANKER SERVIKS


DAN KEIKUTSERTAAN MELAKUKAN PEMERIKSAAN INSPEKSI VISUAL
ASETAT
DI PUSKESMAS ALIANYANG PONTIANAK
Deasy Mirayashi1; Widi Raharjo2; Arif Wicaksono3

A. Inspeksi Visual Asetat (IVA)


Pemeriksaan inspeksi visual dengan asam asetat (IVA) adalah salah satu metode deteksi
dini kanker serviks yang pertama kali ditemukan oleh Hinselman pada tahun 1925. Metode
ini dilakukan dengan cara memulas serviks dengan kapas yang telah dicelupkan dalam asam
asetat 3-5% (Depkes RI, 2008). Tujuan dari pemeriksaan ini adalah untuk mendeteksi lesi pre
kanker yang dapat dilihat dengan adanya perubahan warna pada serviks menjadi bercak putih
(acetowhite). Pemberian asam asetat 3-5% akan menyebabkan pengendapan protein selular
pada sel epitel serviks. Pada lesi pre kanker terdapat kandungan protein selular yang tinggi
sehingga terjadi pengendapan maksimal oleh asam asetat dan akan menyebabkan hilangnya
warna asli jaringan epitel dan berubah menjadi warna putih (Sankaranarayanan, 2003).
Perubahan warna pada serviks menjadi bercak putih dapat langsung dilihat 1-2 menit
setelah pemberian asam asetat. Efek akan menghilang sekitar 50-60 detik pada serviks
normal dan 3-5 menit pada lesi pre kanker dan kanker invasif (Sankaranarayanan, 2003).
Beberapa penelitian telah membuktikan bahwa pemeriksaan IVA dapat dijadikan metode
alternatif untuk deteksi dini kanker serviks di negara berkembang yang memiliki keterbatasan
fasilitas dan sumber daya. Metode IVA juga mudah untuk dilakukan dan dapat memberikan
hasil yang cepat sehingga wanita dengan hasil IVA positif bisa mendapatkan penatalaksanaan
berupa krioterapi di hari dan tempat pemeriksaan yang sama (WHO, 2012).
D.1. Kriteria Wanita yang Melakukan Deteksi Dini
WHO merekomendasikan deteksi kanker serviks dilakukan pada kelompok wanita sebagai
berikut (WHO, 2006):
1. Setiap wanita yang berusia antara 25-35 tahun, yang belum pernah mengikuti deteksi dini,
atau pernah mengikuti deteksi dini 3 tahun sebelumnya atau lebih.
2. Wanita yang mengalami perdarahan abnormal pervaginam, perdarahan pasca senggama atau
mengalami tanda dan gejala abnormal lainnya.
3. Wanita yang ditemukan ketidaknormalan pada serviksnya.

American Cancer Society (ACS) dan American College of Obstetricians and


Gynecologists (ACOG) merekomendasikan idealnya deteksi dini dimulai pada usia 21 tahun.
Beberapa penelitian menyebutkan bahwa risiko munculnya lesi pre kanker baru terjadi 3-5
tahun setelah paparan HPV yang pertama (American Cancer Society, 2013; American
College of Obstetricians and Gynecologists, 2013).
Pemeriksaan IVA tidak dianjurkan pada wanita yang sudah menopause karena zona
transisi serviks pada wanita menopause berada pada endoserviks rahim di dalam kanalis
servikalis sehingga tidak dapat dilihat dengan inspeksi menggunakan spekulum (Depkes RI,
2008).
D.2. Interval Deteksi Dini
Interval deteksi dini kanker serviks juga dapat dilihat berdasarkan rekomendasi WHO
tahun 2006, yaitu :
1. Bila skrining hanya mungkin dilakukan 1 kali seumur hidup maka sebaiknya dilakukan
pada wanita antara usia 35-45 tahun.
2. Wanita usia 25-49 tahun, bila sumber daya memungkinkan, deteksi dini hendaknya
dilakukan 3 tahun sekali.
3. Wanita usia diatas 50 tahun, dapat melakukan deteksi dini berupa pap smear 5 tahun
sekali.
4. Bila 2 kali berturut-turut hasil deteksi dini sebelumnya negatif, wanita usia diatas 65 tahun
tidak perlu menjalani deteksi dini.
D.3. Teknik Pemeriksaan IVA (Sankaranarayanan, 2003)
Sebelum melakukan pemeriksaan IVA, sebaiknya pemeriksa menjelaskan terlebih dahulu
kepada pasien tentang manfaat, prosedur, tindak lanjut dari hasil yang didapatkan serta
kesediaan pasien dalam melakukan pemeriksaan ini.
Alat dan bahan yang diperlukan dalam pemeriksaan IVA antara lain :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Meja periksa
Lampu
Spekulum
Sarung tangan
Lidi kapas
Asam asetat 3-5%
Wadah yang berisi 0,5% klorin untuk dekontaminasi alat yang sudah dipakai.

Prosedur pemeriksaan IVA :


1. Meminta wanita yang akan diperiksa untuk berbaring di meja pemeriksaan dengan posisi
litotomi.
2. Melakukan inspeksi pada organ genitalia eksterna pasien untuk melihat adanya discharge,
edema, papul, vesikel, dan eritema.
3. Memasukkan spekulum pada vagina untuk melihat serviks dan mengatur pencahayaan
agar serviks terlihat jelas.
4. Melakukan inspeksi pada serviks untuk melihat adanya discharge, perdarahan, erosi,
polip,

tumor,

servisitis,

leukoplakia,

kista

naboti,

kondiloma

servikal

serta

mengidentifikasi ostium uteri dan sambungan skuamokolumnar (SSK).


5. Membersihkan darah dan discharge dengan menggunakan kassa steril.
6. Mengoleskan asam asetat 3-5% dengan menggunakan lidi kapas pada serviks.
7. Menunggu sekitar 1 menit untuk melihat perubahan warna pada daerah SSK. Memeriksa
apakah serviks mudah berdarah dan melihat apakah ada bercak putih yang tebal dan
berbatas tegas.
8. Membersihkan sisa cairan asam asetat dengan menggunakan kassa steril.
9. Melepaskan spekulum dan melakukan dekontaminasi dengan meletakkan spekulum ke
dalam larutan klorin 0,5%.
10. Melepaskan sarung tangan dan mencuci tangan.
11. Melaporkan hasil yang didapat.

D.4. Interpretasi Hasil


Hasil pemeriksaan IVA dikatakan negatif apabila setelah pemberian asam asetat tidak
ditemukan adanya lesi bercak putih pada serviks. Apabila ditemukan lesi bercak putih yang
berbatas tegas, tebal dan padat pada sambungan skuamokolumnar maka hasil IVA dikatakan
positif. Pada kanker serviks invasif, hasil pemeriksaan IVA positif dengan lesi bercak putih
yang tegas dan pada permukaan serviks bentuknya tidak beraturan seperti kembang kol.
Berikut gambar interpretasi hasil pemeriksaan IVA (Sankaranaranayanan, 2003) :

IVA Negatif

IVA Positif

IVA Negatif (Servisitis)

IVA Positif pada kanker serviks invasif

Gambar 5. Interpretasi Hasil Pemeriksaan IVA (Sankaranaranayanan,2003)

Pada wanita dengan hasil IVA positif akan segera diberi penatalaksanaan berupa krioterapi
dan wanita yang dicurigai kanker akan segera dirujuk (Depkes RI, 2009). Berikut diagram
alur pemeriksaan IVA :

Wanita usia 30-50 tahun


Melakukan Pemeriksaan IVA

IVA Negatif (-)

Kanker

IVA Positif (+)

Periksa IVA lagi setelah 5 tahun

Lesi luas*

Tidak

Ya

Sarankan Krioterapi
Konseling
Setuju

Menolak

Ibu memilih rujuk

Rujuk

Servisitis
Anjurkan untuk ulangi IVA 1 tahun yang akan datang
Ya

Tidak
Krioterapi

Obati
Tunggu 2 minggu untuk krioterapi
Kembali lagi 1 bulan setelah krioterapi
Evaluasi untuk melihat apakah lesi sudah sembuh
Kembali lagi 6 bulan setelah
6 bulan
krioterapi
setelah krioterapi pertama

IVA Negatif (-)

IVA Positif (+)


6 bulan setelah krioterapi kedua

Periksa IVA lagi setelah 5 tahun

Keterangan : * lesi > 75% meluas ke dinding vagina atau lebih dari 2 mm dari diameter cryoprobe atau diluar
jangkauan cryoprobe.

Gambar 6. Diagram Alur Pemeriksaan IVA (Depkes RI, 2009)

TAHAP-TAHAP SAAT MENYAMPAIKAN BERITA BURUK


(BREAKING BAD NEWs)
Berita buruk adalah hal yang tidak harapkan pasien saat berkunjung ke rumah
sakit. Akan tetapi apabila hasil diagnosis mengatakan seorang pasien itu
menderita penyakit berat seperti kanker dan HIV/AIDS mau tidak mau sebagai
dokter tentunya kita harus mencerita keadaan yang sebenarnya kepada pasien.
Tentunya hal ini akan sulit untuk di sampaikan. Maka dari itu, dalam
pembahasan

kali

ini

penulis

akan

memberikan

tahap-tahap

untuk

menyampaikan berita buruk/breaking bad news sehingga pembaca dapat


melakukan breaking bad news dengan baik. Semoga artikel dapat membantu
dan bermanfaat bagi pembaca :).
Tahap-tahap saat meyampaikan berita buruk:
A. INITIATING THE SESSION (MEMULAI WAWANCARA)
1. Menyapa pasien dengan memberikan salam terlebih dahulu
2. Mempersilahkan pasien duduk terlebih dahulu sebelum anda duduk.
Usahakan jarak antara dokter pasien tidak terlalu jauh saat melakukan
wawancara dan juga tidak ada pembatas yang membatasinya sehingga pasien
merasa nyaman saat proses wawancara.
3. Menanyakan identitas pasien (Nama, Umur, Alamat, Pekerjaan, dan Status
bila perlu)
4. Menyakan keperluan datang hari ini / menetapkan agenda.

B. GATHERING INFORMATION(MENDAPATKAN INFORMASI)


1. Menanyakan keluhan pasien selama beberapa hari setelah pertemuan pertama
(jika sudah ada pertemuan sebelumnya).
2. Menanyakan bagaimana respon obat yang telah diberikan sebelumnya.

C. BUILDING THE RELATIONSHIP(MEMBANGUN HUBUNGAN)


1. Menangkap respon verbal dan non-verbal dari pasien.
2. Memberikan respon emphati kepada pasien.
3. Prilaku non-verbal yang sesuai.
4. Copartnership dan advocacy
D. EXPLANATION AND PLANNING(PENJELASAN DAN RENCANA)
1. Meringkas kondisi linis pasien sebelumnya.
2. Memberikan tanda terlebih dahulu saat akan menyampaikan berita buruk
3. Memberikan jeda waktu untuk ekspresi dan emosi pasien saat akan menerima
berita buruk.
4. Informasi diberikan dalam bagian2 kecil dan berikan pasien waktu untuk
memahaminya.
5. Menanyakan pemahaman pasien.
6. Menanyakan informasi lain yang dibutuhkan.
7. Memberikan saran dan melibatkan pasien tentang rencana dan pemilihan
terapi.
8. Negosiasi.
9. Tidak memberikan harapan palsu.
E. CLOSING THE SESSION
1. Memberikan kesimpulan akhir.
2. Menanyakan kepada pasien apakah ada yang ditanyakan atau pasien sudah
mengerti.
3. Menginformasikan apa tindakan selanjutnya yang akan dilakukan.
4. Cek kembali apabila masih ada yang ditanyakan.

Contoh Skenario menyampaikan berita buruk:


Sesuaikan dengan kasus yang anda hadapi dalam praktek anda.
Dokter

: Selamat pagi Bapak.

Pasien

: Selamat pagi dok.

Dokter

: Silahkan duduk pak.

Pasien

: Oh ya Terima kasih Dok.

Dokter

: Bapak. Perkenalkan nama saya dr. Alexandra Gotardo. Disini

saya menggantikan dr. ASMUIN yang berhalangan hadir. Apakah saya boleh
tahu nama bapak?
Pasien
Dokter

: Nama saya Ascaris Lumbrikoidesta


: Sebaiknya saya memanggil bapak dengan pak Ascaris atau

bagaimana?
Pasien
Dokter

: Panggil saja pak Asca dr.


: Baik pak Asca, apakah saya boleh tahu umur, pekerjaan, dan

alamat bapak?
Pasien

: Sekarang umur saya 53 tahun, saya seorang Nelayan dr, alamat

rumah saya di Jln. Hadari Nawawi no.66 dr


Dokter

: Apakah benar bahwa bapak datang kesini untuk mengetahui

hasil pemeriksaan laboratorium?


Pasien

: Benar dok.

Dokter

: Apakah bapak membawa hasil labortoriumnya?

Pasien

: Oh ya ini dok. (menyerahkan hasil lab)

Dokter

: Sebelum saya membacakan hasil lab ini, saya ingin tahu terlebih

dahulu mengenai keluhan penyakit bapak. Apakah ada perkembangan atau


malah menjadi tambah buruk bapak?
Pasien

: Rasanya penyakit yang saya derita ini tidak mengalami

perubahan dr, dari beberapa hari yang lalu, Saya masih mengalami sesak nafas
dengan nyeri di dada, batuk disertai dengan darah dr. Demamnya juga masih dr.
Dokter
Pasien

: Lalu bagaimana respon obat yang diberikan kepada bapak?


: Sepertinya tidak memberikan efek yang cukup dr. Buktinya

penyakit saya masih ada.


Dokter

: Bisa disimpulkan berarti keluhan-keluhan yang bapak alami

tidak mengalami perubahan yang berarti meskipun itu sudah di berikan obat,
benar begitu bapak asca?
Pasien
Dokter

: Ya benar dok.
: Baik bapak selanjutnya saya akan membacakan hasil

laboraturium. Bapak asca saya harapkan bapak tabah dan menerima apapun

hasil dari pemeriksaan laboratorium ini, baik hasil itu sesuai dengan harapan
bapak atau tidak, saya harapkan bapak tetap menerimanya ya bapak?
Pasien

: Baik dr.

Dokter

: Apakah bapak siap?

Pasien

: Siap dr.

Dokter

: Baik bapak, dari hasil lab ternyata menunjang diagnosis saya.

Bapak menderita TBC / tuberculosis.


Pasien
Dokter

: Apa dokter? Apa itu TBC?


: Bapak menderita TBC yang menandakan bapak telah terkena

bakteri Mycobacterium tuberculosis yang menyebabkan gejala-gejala yang


bapak alami. Penyakit TBC adalah jenis penyakit yang mudah menular, media
penularannya bisa melalui cairan di dalam saluran nafas yang keluar ketika
penderita batuk atau bersin kemudian terhirup oleh orang lain yang berada di
lingkungan sekitar penderita TBC tsb.
Pasien
Dokter

: Apa pemeriksaan itu tidak salah dokter?


: Begini bapak, untuk pemeriksaan kasus-kasus seperti ini kami

telah menggunakan alat dengan sensitivitas dan spesifisasi yang hampir sama
yaitu 99,99%. Namun apabila bapak ragu bapak boleh melakukan tes untuk
kedua kalinya.
Pasien

: Lalu apa yang akan terjadi pada saya dr? Apakah saya akan

mati?
Dokter

: Bapak jangan khawatir karena penyakit ini sudah ada obatnya

jenis pengobatan penyakit jangka panjang, biasanya lama pengobatan 3 samapai


dengan 9 bulan dan bapak harus minum paling sedikit 3 macam obat. Selama
pengobatan, bapak harus tekun dan disiplin minum obat dan secara rutin
melakukan kontrol ke dokter untuk memastikan kemajuan pengobatan hingga
bapak dianggap benar-benar sembuh total. Apakah bapak sudah mengerti?
Pasien
Dokter

: Sudah dr. Lalu apa yang harus saya lakukan dr?


: Dalam hal ini bapak dapat menularkan penyakit TBC ke orang

lain melalui batuk dan dahak bapak. Saran saya apabila bapak batuk sebisa
mungkin di tutup agar tidak menyebarkan bakteri lalu bapak jagan membuang
dahak sembarangan.
Pasien

: Baik dr saya mengerti.

Dokter

: Disini saya harapkan bapak tidak putus asa dan mudah

menyerah. Bukankah bapak masih memiliki anak dan istri, pikirkanlah mereka,
jadikan mereka sebagai motivasi bapak untuk terus bertahan hidup karena masih
banyk orang yang menyayangi bapak. Baik bapak apakah bapak setuju untuk
melakukan terapi yang saya anjurkan?
Pasien

: Saya setuju dr.

Dokter

: Apakah ada yang di tanyakan kembali bapak?

Pasien

: Tidak dr. Terima kasih dokter atas saranya

Dokter

: Sama-sama bapak, itu sudah menjadi tugas saya. Baik bapak

selamat pagi bapak. Semoga cepat sembuh


Pasien

: Selamat pagi dokter.

SARANA DAN PRASARANA

SARANA
1.

Buku Rancangan Pengajaran (BRP)

2.

Buku rujukan yang dianjurkan

3.

Nara sumber (lihat sumber daya manusia)

4.

Jurnal/majalah kedokteran

5.

Penuntun praktikum dan penuntun KKD

6.

Handout /catatan kuliah

7.

Makalah yang dapat didownload di laboratorium komputer (internet)

8.

Alat bantu presentasi

9.

Sarana praktikum (mikroskop, CD, komputer, reagen)

MEDIA INSTRUKSIONAL
1.

Komputer, printer, LCD

2.

Layar, papan tulis

3.

Laptop

4.

Pointer

5.

White board

6.

Mikroskop (45)

7.

Sediaan mikroskopis

8.

Flip chart

9.

Spidol

10.

Disket, CD

11. Flash disc


12. Kertas dan tinta printer

PRASARANA
1.

Satu ruang kuliah

2.

Ruang diskusi kelompok

3.

Ruang praktikum

4.

uang untuk KKD

5.

Ruang perpustakaan.

Вам также может понравиться

  • Buku Rapat
    Buku Rapat
    Документ1 страница
    Buku Rapat
    juwitavalen
    Оценок пока нет
  • 1.1 Penyakit Endemik
    1.1 Penyakit Endemik
    Документ5 страниц
    1.1 Penyakit Endemik
    juwitavalen
    Оценок пока нет
  • DK Mpe
    DK Mpe
    Документ6 страниц
    DK Mpe
    juwitavalen
    Оценок пока нет
  • Surat Izin Sosialisasi Ke Sekolah
     Surat Izin Sosialisasi Ke Sekolah
    Документ28 страниц
    Surat Izin Sosialisasi Ke Sekolah
    juwitavalen
    50% (2)
  • Histologi Kelenjar Adrenal
    Histologi Kelenjar Adrenal
    Документ3 страницы
    Histologi Kelenjar Adrenal
    juwitavalen
    Оценок пока нет
  • BERITA BURUK
    BERITA BURUK
    Документ17 страниц
    BERITA BURUK
    Yohanes Robertoshan
    Оценок пока нет
  • Breaking Bad News
    Breaking Bad News
    Документ8 страниц
    Breaking Bad News
    Oldriana Prawiro Hapsari
    100% (1)
  • Lab IKK 01
    Lab IKK 01
    Документ2 страницы
    Lab IKK 01
    Aisyah
    Оценок пока нет
  • Surat Poster
    Surat Poster
    Документ24 страницы
    Surat Poster
    juwitavalen
    Оценок пока нет
  • Spina
    Spina
    Документ8 страниц
    Spina
    juwitavalen
    Оценок пока нет
  • Tentir
    Tentir
    Документ5 страниц
    Tentir
    juwitavalen
    Оценок пока нет
  • Anemia Aplastik
    Anemia Aplastik
    Документ7 страниц
    Anemia Aplastik
    juwitavalen
    Оценок пока нет
  • Tentir Immunologi Respi
    Tentir Immunologi Respi
    Документ13 страниц
    Tentir Immunologi Respi
    juwitavalen
    Оценок пока нет
  • Panduan Praktikum Biokimia
    Panduan Praktikum Biokimia
    Документ5 страниц
    Panduan Praktikum Biokimia
    John'sSujono
    Оценок пока нет
  • Alen
    Alen
    Документ8 страниц
    Alen
    juwitavalen
    Оценок пока нет
  • Bahan Pemicu 1 KV
    Bahan Pemicu 1 KV
    Документ3 страницы
    Bahan Pemicu 1 KV
    juwitavalen
    Оценок пока нет
  • Pembahasan Pewarnaan Gram TB
    Pembahasan Pewarnaan Gram TB
    Документ5 страниц
    Pembahasan Pewarnaan Gram TB
    juwitavalen
    Оценок пока нет
  • Histologi Bronkiolus
    Histologi Bronkiolus
    Документ8 страниц
    Histologi Bronkiolus
    juwitavalen
    Оценок пока нет
  • Pemicu 3
    Pemicu 3
    Документ20 страниц
    Pemicu 3
    juwitavalen
    Оценок пока нет
  • Bahan DK P1
    Bahan DK P1
    Документ14 страниц
    Bahan DK P1
    juwitavalen
    Оценок пока нет
  • Bahan DK P1
    Bahan DK P1
    Документ14 страниц
    Bahan DK P1
    juwitavalen
    Оценок пока нет
  • P2
    P2
    Документ12 страниц
    P2
    juwitavalen
    Оценок пока нет
  • BPKM Respirasi 2015
    BPKM Respirasi 2015
    Документ43 страницы
    BPKM Respirasi 2015
    juwitavalen
    Оценок пока нет
  • Bahan DK KV P2
    Bahan DK KV P2
    Документ5 страниц
    Bahan DK KV P2
    juwitavalen
    Оценок пока нет
  • KOMPLIKASI HIPERTENSI
    KOMPLIKASI HIPERTENSI
    Документ2 страницы
    KOMPLIKASI HIPERTENSI
    juwitavalen
    Оценок пока нет
  • Trauma Traktus Urogenital
    Trauma Traktus Urogenital
    Документ4 страницы
    Trauma Traktus Urogenital
    juwitavalen
    Оценок пока нет
  • Laporan Dkp1 KV 2012
    Laporan Dkp1 KV 2012
    Документ69 страниц
    Laporan Dkp1 KV 2012
    juwitavalen
    Оценок пока нет
  • Biokimia Urinalisis
    Biokimia Urinalisis
    Документ9 страниц
    Biokimia Urinalisis
    juwitavalen
    100% (1)
  • DK 7 Modul Ginjal Dan Cairan Tubuh
    DK 7 Modul Ginjal Dan Cairan Tubuh
    Документ8 страниц
    DK 7 Modul Ginjal Dan Cairan Tubuh
    juwitavalen
    Оценок пока нет