Вы находитесь на странице: 1из 17

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN

DIARE PADA BALITA DI DESA PENYARANG


KABUPATEN KETAPANG

THE FACTORS ASSOCIATED WITH THE INCIDENCE OF DIARRHEA


TO INFANTS IN THE VILLAGE PENYARANG KETAPANG

DIANA ADRILIADESIANI

Artikel Ilmiah

PROGRAM S1 KEPERAWATAN
STIK Sint CAROLUS, JAKARTA
FEBRUARI, 2012
1

ABSTRAK
Penyakit diare masih merupakan masalah kesehatan utama, terutama di negara-negara berkembang
seperti Indonesia, karena angka kesakitan dan kematian masih sangat tinggi. Kejadian Luar Biasa
(KLB) masih sering terjadi terutama di wilayah dengan kesehatan lingkungan yang kurang baik serta
perilaku hidup bersih dan sehat yang masih rendah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
hubungan antara faktor sosiodemografi, faktor perilaku ibu, faktor lingkungan, status gizi balita dan
kejadian diare pada balita. Rancangan penelitian yang digunakan deskripstif corelatif dengan
pendekatan cross sectional. Pengumpulan data dilakukan terhadap 83 ibu balita yang diambil dengan
cara total populasi pada bulan Agustus 2012 di Desa Penyarang Kabupaten Ketapang. Alat
pengumpul data menggunakan kuesioner, dan analisis data menggunakan uji statistic chi- square dan
kruskall wallis. Hasil analisis univariat menunjukkan balita yang terkena diare sebesar 59% dalam
kurun waktu 3 bulan terakhir. Persentase terbesar ibu balita adalah berumur 20-35, memiliki tingkat
pendidikan rendah, tidak bekerja, memberikan ASI eksklusif, melakukan cuci tangan yang baik,
melakukan pengolahan dan penyajian makanan yang baik, sumber air minum yang baik, ketersediaan
jamban sehat, balita yang mempunyai gizi baik. Hasil analisis bivariat menunjukan ada hubungan
antara pendidikan, pekerjaan, ketersediaan jamban sehat dan kejadian diare (p < 0,05). Tidak ada
hubungan antara umur, perilaku pemberian asi eksklusif, perilaku mencuci tangan, perilaku
pengolahan dan penyajian makanan, sumber air minum, status gizi balita dan kejadian diare pada
balita di Desa Penyarang Kabupaten Ketapang (p >0,05). Dari hasil penelitian ini disimpulkan perilaku
dan keadaan lingkungan sudah cukup baik, tetapi karena rendahnya tingkat pendidikan masyarakat masih
perlu dilakukan penyuluhan-penyuluhan terkait pencegahan penyakit diare oleh tenaga kesehatan.

Kata kunci : Diare, Jamban sehat, Pemberian ASI eksklusif, Pengolahan dan penyajian makanan,
Kebiasaan mencuci tangan, Sumber air minum, Status gizi.
ABSTRACT
Diarrhea disease is still a major health problem, especially in developing countries such as Indonesia, because
the morbidity and mortality is still very high. Extraordinary Events (KLB) are still common, especially in
areas with poor environmental health and low healthy behavior. This study aims to determine the relationship
between socio demographic factors, maternal behavioral factors, environmental factors, nutritional status of
children and the incidence of diarrhea in infants. The research design used deskripstif corelatif with cross
sectional approach. Data collection is conducted on 83 mothers of infants taken by total population in August
2012 in the village of Penyarang, Ketapang. Data collection tool using a questionnaire, and data analysis using
the chi-square and kruskall wallis statistical test.The results of univariate analysis show the infants with
diarrhea by 59% within the last 3 months. The largest percentage of mothers of infants are aged 20-35, have
low education levels, unemployment, exclusive breastfeeding, do good hand washing, do the processing and
presentation of good food, good drinking water, latrine availability of healthy children who have nutritional
better. The results of bivariate analysis show no relationship between education, employment, availability of
latrines healthy and incidence of diarrhea (p <0.05). There is no association between age, exclusive breastfeeding behavior, hand washing behavior, behavioral processing and presentation of food, drinking water,
nutrition status and the incidence of diarrhea in to infants in the village Penyarang, Ketapang (p> 0.05). From
the results of this study can be concluded that behavior and environmental conditions are good enough, but
because of the low level of public education, is still needed counseling related diarrhea disease prevention by
health personnel.

Keywords: Diarrhea, toilet healthy, Exclusive breastfeeding, processing and presentation of food, hand

washing habits, sources of drinking water, nutritional status.

A.

PENDAHULUAN
1.

Latar Belakang
Menurut organisasi kesehatan dunia (World Health Organization atau WHO),
penyakit diare adalah suatu penyakit yang ditandai dengan perubahan bentuk dan
konsistensi tinja yang lembek sampai cair dan bertambahnya frekuensi buang air besar
yang lebih dari biasa, yaitu 3 kali atau lebih dalam sehari yang mungkin dapat disertai
dengan muntah atau tinja yang berdarah. Penyakit ini paling sering dijumpai pada anak
balita, terutama pada 3 tahun pertama kehidupan, dimana seorang anak bisa mengalami 1-3
episode diare berat (Simatupang, 2004).
Berdasarkan data dari organisasi kesehatan dunia (World Health Organization atau
WHO), setiap jam sekitar 170 anak balita di dunia meninggal karena diare.
Penyakit diare masih merupakan masalah kesehatan utama, terutama di negara negara berkembang seperti indonesia, karena angka kesakitan dan kematiannya masih
sangat tinggi. Survey modibitas yang dilakukan oleh kementrian kesehatan RI tahun 2000
angka kesakitan sebesar 301 per seribu penduduk, Tahun 2003 sebesar 374 per 1000
penduduk, tahun 2006 terjadi peningkatan angka kesakitan diare sebesar 432 per seribu
penduduk. Berdasarkan buku Profil Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat yang
diterbitkan oleh Dinas Kesehatan Kalimantan Barat. Angka kejadian diare di Kalimantan
Barat pada tahun 2008 terdapat 67.889 kasus diare. , pada tahun 2009 terdapat 74.209
kasus diare dan pada tahun 2010 dari 4.395.983 penduduk terdapat 185.950 kasus diare.
Jika dilihat dari data tersebut terjadi peningkatan kasus diare setiap tahun.
Berdasarkan buku Profil Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat yang diterbitkan
oleh Dinas Kesehatan Kalimantan Barat. Untuk wilayah Kabupaten Ketapang, Provinsi
Kalimantan barat pada tahun 2008 terdapat 6.232 kasus, tahun 2009 terdapat 9.056 kasus,
dan tahun 2010 melonjak sebesar 18.082 kasus.
Di Desa Penyarang jumlah penderita diare pada tahun 2010, sebesar 259 orang balita
dan pada tahun 2011 sebesar 320 balita. Jumlah ini merupakan jumlah yang paling tinggi
dibandingkan dengan 8 puskesmas lain di kecamatan jelai hulu. Data dari laporan
puskesmas desa Penyarang, tentang 10 penyakit terbanyak pertriwulan diperoleh data
penyakit diare sebagai penyakit ketiga terbesar setelah penyakit pernafasan (batuk/filek)
dan demam. Tingginya angka kejadian Penyakit Diare pada Balita di Desa Penyarang di
bandingkan dengan desa-desa lain di wilayah Kecamatan Jelai Hulu ini, mungkin di
4

sebabkan oleh faktor lingkungan terutama air. Di Desa Penyarang ini keadaan air sungai
yang menjadi tempat pemenuhan kegiatan seperti mandi mencuci yang sudah tercemar
oleh limbah perusahaan pertambangan yang di lakukan di daerah tersebut mungkin
menjadi faktor tingginya masalah diare di Desa Penyarang. Tetapi hal tersebut belum
diketahui secara pasti sebagai penyebab kejadian diare di wilayah kerja Puskesmas Desa
penyarang Kabupaten Ketapang. Oleh karena itu penulis termotivasi untuk melakukan
penelitian tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian diare pada balita di
salah satu desa yang berada di wilayah kerja Puskesmas yaitu Desa Penyarang.

2.

Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dalam latar belakang diatas, maka rumusan masalah penelitian
ini adalah faktor apa saja yang berhubungan dengan kejadian diare di Desa Penyarang
Kabupaten Ketapang?

3.

Tujuan Penelitian
Tujuan dalam penelitian ini dibagi dalam dua bagian yaitu :
a.

Tujuan umum
Mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian diare pada balita di Desa
penyarang Kabupaten Ketapang.

b.

Tujuan khusus
1. Diketahui gambaran kejadian diare pada balita di Desa Penyarang Kabupaten
Ketapang.
2. Diketahui gambaran sosiodemografi, perilaku ibu, lingkungan, dan status gizi pada
balita di Desa Penyarang Kabupaten Ketapang.
3. Diketahui hubungan sosiodemografi (umur ibu, pekerjaan ibu, dan pendidikan ibu)
dengan kejadian diare di Desa penyarang Kabupaten Ketapang.
4. Diketahui hubungan perilaku ibu (pemberian ASI ekskusif, kebiasaan ibu mencuci
tangan) dengan kejadian diare di Desa Penyarang, Kabupaten Ketapang.
5. Diketahui hubungan keadaan lingkungan (sumber air minum utama keluarga dan
ketersediaan jamban sehat) dengan kejadian diare di Desa Penyarang, Kabupaten
Ketapang.
6. Diketahui hubungan status gizi dengan kejadian diare pada balita di Desa
Penyarang, Kabupaten Ketapang.

B.

METODE PENELITIAN
1.

Populasi dan Sampel


a.

Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu-ibu yang memiliki balita yang
berusia (6 bulan - 5 tahun) yang bertempat tinggal di Desa Penyarang Kabupaten
Ketapang.

b.

Sampel
Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan metode total
populasi yaitu metode dimana mengambil seluruh populasi sebagai sampel. Dengan
menetapkan kriteria inklusi sebagai berikut : Ibu yang mempunyai anak usia 6 bulan
5 tahun yang bersedia menjadi responden, ibu yang bisa membaca dan menulis. Dari
kriteria yang telah di tetapkan diatas, diperoleh jumlah sampel yang menjadi
responden sebanyak 83 orang.

2.

Tempat penelitian dan waktu penelitian


Penelitian dilakukan di Desa Penyarang Kabupaten Ketapang. Waktu penelitian di
laksanakan pada bulan Agustus 2012.

3.

Prosedur Pengumpulan Data


Pengumpulan data dilakukan di Desa Penyarang Kabupaten Ketapang. Untuk
memaksimalkan waktu yang ada dan memperlancar proses penelitian maka peneliti
memakai asisten peneliti dalam hal ini adalah kader di Desa Penyarang Kabupaten
Ketapang sebanyak dua orang. Sebelumnya peneliti memberikan penjelasan kepada asisten
peneliti (kader) tentang proses pengumpulan data sehingga didapatkan persamaan persepsi
antara peneliti dan asisten peneliti (kader). Kuesioner dibagikan kepada semua responden,
kemudian pengisian kuesioner dilakukan oleh responden yang didampingi oleh peneliti
atau asisten peneliti sehingga diharapkan jawaban yang diberikan adalah murni dari
jawaban responden sendiri tanpa ada pengaruh dari pihak lain. Kuesioner yang telah diisi
lengkap dikembalikan langsung kepada peneliti atau asisten peneliti.

4.

Alat Pengumpulan Data


a.

Data primer
Data primer merupakan data yang diperoleh secara langsung oleh peneliti dengan
menggunakan metode kuesioner berupa angket yang diisi oleh ibu yang memiliki anak
balita.

b.

Data sekunder
Peneliti menggunakan data- data dari laporan tahunan Puskesmas Kecamatan Jelai
Hulu, Puskesmas Desa penyarang dan data admistrasi Desa Penyarang sebagai data
sekunder.

5.

Analisis Data
Analisis data pada penelitian ini terdiri dari :
a.

Analisis Univariat
Analisis univariat dilakukan dengan mendeskripsikan besarnya persentase pada
seluruh variable penelitian dan disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi.

b.

Analisis Bivariat
Analisis bivariat atau analisis dua variabel dilakukan terhadap dua variabel yang
diduga berhubungan atau berkorelasi. Uji statistic yang digunakan disesuaikan dengan
skala variabelnya, bila hubungan antara variable skala nominal dengan ordinal
digunakan uji Kruskal-Walls. Apabila hubungan antara variable skala nominal dengan
nominal maka digunakan uji Chi square.

C.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN


1.

Analisis univariat
Tabel 1
Distribusi kejadian Diare pada Balita di Desa Penyarang Kabupaten Ketapang,
Agustus 2012.

Diare

Jumlah

Persentase

1) Diare

49

59

2) Tidak Diare

34

41

Jumlah

Persentase

1) < 20 tahun

10

12

2) 20-35 tahun

59

71,1

3) > 35 tahun

14

16,9

1) Rendah

60

72,3

2) Tinggi

23

27,7

1) Tidak Bekerja

60

72,3

2) Bekerja

23

27,7

Jumlah

Persentase

1) Ya

24

28,9

2) Tidak

59

71,1

1) Baik

47

56,6

2) Kurang baik

36

43,4

1) Baik

48

57,8

2) Kurang baik

35

42,2

Jumlah

Persentase

1) Baik

57

68,7

2) Kurang baik

26

31,3

1) Baik

38

45,8

2) Kurang Baik

45

54,2

Jumlah

Persentase

1) Buruk

4,8

2) Kurang

4,8

3) Baik

73

87,9

4) Lebih

2,5

Sosiodemografi
Umur :

Pendidikan :

Pekerjaan :

Perilaku
ASI eksklusif

Mencuci tangan

Pengolahan dan
Penyajian makanan

Lingkungan
Sumber air minum :

Ketersediaan Jamban sehat :

Status Gizi Balita

Berdasarkan tabel 1, dari 83 responden yang di teliti mayoritas responden mengalami diare yaitu
sebanyak 59%.
Dari faktor sosiodemografi, dari 83 responden yang di teliti mayoritas responden berusia 23- 35
tahun sebanyak 71,1 % , mayoritas responden memiliki tingkat pendidikan rendah yaitu sebanyak
72,3 %. mayoritas responden tidak bekerja yaitu sebanyak 72,3 %.
Dari faktor perilaku ibu, dari 83 responden yang di teliti mayoritas responden yang memberikan
ASI eksklusif sebanyak 71,1%. mayoritas responden mempunyai perilaku yang baik dalam mencuci
tangan yaitu sebanyak 56,6%. mayoritas responden mempunyai perilaku pengolahan dan penyajian
makanan yang baik yaitu sebanyak 57,8%.
Dari faktor lingkungan dari 83 responden yang di teliti mayoritas responden mempunyai Sumber
Air minum yang baik yaitu sebanyak 68,7%, mayoritas responden mempunyai tidak mempunyai
jamban yang kurang baik sebanyak 45,8%.
Dari 83 responden yang di teliti responden yang memiliki balita yang memiliki gizi baik
sebanyak 87,9%.

2.

Analisis Bivariat
Tabel 2
Distribusi hubungan Sosiodemografi (Umur Ibu, Pekerjaan Ibu dan Pendidikan Ibu)
dengan Kejadian Diare Pada Balita di Desa penyarang Kabupaten Ketapang, 2012.
Balita
Total
Diare

Demografi
N

Tidak Diare
%

P Value
N

Umur :
1) < 20

60,0

40,0

10

100

2) 20-35

34

57,6

25

42,4

59

100

3) > 35

64,3

35,7

14

100

1) Rendah

42

70

18

30

60

100

2)

30,4

16

69,6

23

100

1) Tidak

21,7

18

28,3

23

100

2) Bekerja

44

73,3

16

26,7

60

100

0,901

Pendidikan :

Tinggi

0,001

Pekerjaan :
0,000

Berdasarkan tabel 2, dari kelompok umur memperlihatkan bahwa diare yang dialami balita
dengan umur ibu < 20 tahun sebesar 60 %, umur ibu 20-35 tahun sebesar 57,6 %, dan umur > 35
9

tahun sebesar 64,3 %. Dari perhitungan Pearson Chi-Square didapatkan nilai p = 0,901 (p > 0,05)
yang berarti secara statistik tidak ada hubungan antara umur ibu dan diare pada balita. Menurut
Notoatmodjo (2003), umur merupakan variabel yang selalu diperhatikan di dalam penyelidikanpenyelidikan epidemiologi. Angka-angka kesakitan maupun kematian di dalam hampir semua
keadaan menunjukkan hubungan dengan umur, tetapi untuk penyakit diare masih ada faktor-faktor
lain yang harus dihubungkan seperti faktor lingkungan, pelayanan kesehatan, dan faktor personal
yang lebih berperan terhadap kejadian diare. Faktor umur merupakan bagian dari penentu perilaku
ibu di Desa Penyarang, namun faktor umur bukan sebagai penentu utama baik atau buruknya perilaku
ibu dalam bertindak mencegah kejadian diare balita. Selain itu bila dilihat dari latar belakang
pendidikan ibu-ibu di Desa Penyarang, diketahui bahwa responden yang memiliki pendidikan rendah
memiliki proporsi paling tinggi presentase sebesar 72,3% dari total keseluruhan responden. Sehingga
terlihat bahwa perilaku ibu dalam melakukan perawatan balitanya lebih dikarenakan faktor
pendidikan bukan karena faktor umur.
Dari tingkat pendidikan memperlihatkan bahwa diare yang dialami oleh balita dengan ibu
sebagai responden pada tingkat pendidikan rendah sebesar 70 % dan diare yang dialami balita dengan
ibu sebagai responden pada tingkat pendidikan tinggi sebesar 30,4%. Dari perhitungan kruskall walls
didapatkan nilai p = 0,001 (p < 0,05) yang berarti secara statistik ada hubungan antara tingkat
pendidikan responden dan diare pada balita. Koizer (1995) menyatakan bahwa tingkat pendidikan
yang tinggi akan mempunyai penalaran yang tinggi tentang sesuatu hal. Pendidikan dapat
mempengaruhi sikap dan tingkah laku manusia. Tingkat pendidikan yang relatif tinggi dapat
memungkinkan masyarakat cepat tanggap terhadap masalah kesehatan. Rendahnya tingkat
pendidikan ibu-ibu di Desa Penyarang, mempengaruhi pola penalaran dalam penanganan dan
pencegahan penyakit diare, sehingga kurang memahami informasi yang diperoleh melalui lembaga
kesehatan maupun media massa. Hal ini mengakibatkan ibu-ibu cenderung menggunakan cara-cara
tradisional yang menjadi pola kebiasaan masyarakat di Desa Penyarang dalam mengobati penyakit
diare.
Dari jenis pekerjaan ibu, memperlihatkan bahwa diare yang dialami oleh balita dengan ibu
sebagai responden yang tidak bekerja sebesar 73,3% dan diare yang dialami balita dengan ibu
sebagai responden yang bekerja sebesar 21,7%. Dari perhitungan Pearson Chi-Square didapatkan
nilai p = 0,000 (p < 0,05) yang berarti secara statistik ada hubungan antara pekerjaan responden dan
diare pada balita. Pada penelitian di Desa Penyarang, peneliti mengelompokkan petani sebagai
kategori yang tidak bekerja, dan ibu yang mengisi pekerjaan sebagai ibu rumah tangga yang
dikelompokan sebagai kategori tidak bekerja dalam keseharian lebih banyak meninggalkan balitanya
karena membantu suami yang bekerja sebagai petani. Sehingga dalam praktek sehari-hari mereka
10

lebih banyak meninggalkan anaknya. Dari hasil observasi peneliti selama penelitian, peneliti banyak
menemukan balita yang bermain diluar rumah tanpa di damping dan diawasi oleh ibu atau orang
tuanya.

Tabel 3
Distribusi hubungan Perilaku Ibu (Pemberian ASI Eksklusif, Mencuci Tangan dan
Pengolahan dan penyajian Makanan) dengan Kejadian Diare Pada Balita di Desa
penyarang Kabupaten Ketapang, 2012.
Balita
Total
Diare

Perilaku ibu
N

Tidak Diare
%

P Value
N

Pemberian ASI eksklusif


1) Tidak

15

18

10

24

100

2) Ya

34

40,9

25

30

59

100

1) Baik

31

66,0

16

34,0

47

100

2) Kurang baik

18

50

18

50

36

100

1) Baik

31

64

17

34,5

48

100

2) Kurang baik

18

51

17

48,6

35

100

0,682

Mencuci Tangan
0,143

Pengolahan dan penyajian


makanan

0,229

Berdasarkan tabel 3, balita dengan ibu sebagai responden yang memberikan ASI eksklusif
yaitu sebesar 40,9% dan diare yang dialami balita dengan ibu sebagai responden yang tidak
memberikan ASI eksklusif yaitu sebesar 18%. Dari perhitungan Pearson Chi-Square didapatkan nilai
p = 0,682 (p > 0,05) yang berarti secara statistik tidak ada hubungan antara Pemberian ASI eksklusif
dan diare pada balita. Pencegahan penyakit diare yang telah di keluarkan DepKes RI (2002) yaitu
memberikan ASI eksklusif karena ASI mempunyai khasiat preventif secara imunologik dengan
adanya antibody dan zat-zat lain yang dikandungnya. ASI mempunyai zat-zat pelindung antara lain
immunoglobulin dan sel-sel darah putih yang mempunyai fungsi untuk melindungi pencernaan bayi
mencegah penyakit yang ditimbulkan oleh infeksi bakteri. Adanya perbedaan hasil penelitian di Desa
Penyarang ini oleh peneliti berasumsi bahwa walaupun persentasi anak balita yang mendapat ASI
eksklusif lebih besar dibandingkan anak yang tidak mendapat ASI eksklusif. Tetapi anak balita di
Desa Penyarang mudah terserang diare karena pengaruh kebudayaan masyarakat setempat yaitu
mitos yang berkembang di masyarakat tentang ASI, ibu yang baru melahirkan harus membuang ASI
11

yang pertama keluar, karena itu merupakan sisa-sisa kotoran (racun) yang dikeluarkan dari tubuh ibu
yang dapat mengakibatkan anak menderita penyakit diare. Sedangkan secara teori justru dikatakan
ASI yang pertama keluar yaitu kolosterum harus diberikan karena mengandung zat kekebalan yang
penting untuk menjaga ketahanan tubuh anak terhadap penyakit terutama penyakit infeksi.
Dari perilaku mencuci tangan, memperlihatkan bahwa diare yang dialami oleh balita dengan
ibu sebagai responden dengan kebiasaan mencuci tangan yang kurang baik sebesar 50% dan diare
yang dialami balita dengan ibu sebagai responden dengan perilaku mencuci tangan yang baik sebesar
66%. Dari perhitungan Pearson Chi-Square didapatkan nilai p = 0,143 ( p > 0.05) yang berarti secara
statistik tidak ada hubungan antara perilaku mencuci tangan dan diare pada balita. panduan Depkes
RI (2011) yang menyatakan bahwa mencuci tangan yang baik dan benar dapat menurunkan angka
kejadian diare sebesar 47%. Dari hasil penelitian menggunakan kuesioner, peneliti menemukan
persentasi jumlah ibu di Desa Penyarang yang mencuci tangan yang baik justru balitanya lebih
banyak mengalami diare. Peneliti berasumsi hal itu bisa diakibatkan karena, walaupun dalam
aktivitas seperti setelah BAB atau membantu balita BAB ibu melakukan cuci tangan, tetapi ibu hanya
mencuci tangan dengan air saja tanpa menggunakan sabun dan air mengalir. Dari hasil kuesioner juga
ditemukan ditemukan sebesar 53% ibu yang menjawab jarang untuk perilaku mencuci tangan dengan
air mengalir dan sabun sebelum memberi makan balita dan sebesar 47% ibu menjawab jarang pada
perilaku mencuci tangan sebelum menyiapkan makanan, oleh karena itu peneliti menyimpulkan
justru kebiasaan mencuci tangan sebelum menyiapkan makanan atau memberikan makanan yang
harus lebih ditingkatkan oleh ibu untuk mencegah terjadinya penyakit diare pada balita di Desa
Penyarang.
Dari perilaku pengolahan dan penyajian makanan, memperlihatkan bahwa diare yang dialami
oleh balita dengan ibu sebagai responden yang melakukan pengolahan dan penyajian makanan yang
kurang baik sebesar 51,4% dan diare yang dialami balita dengan ibu sebagai responden dengan
perilaku pengolahan dan penyajian makanan yang baik sebesar 64,6%. Dari perhitungan Pearson
Chi-Square didapatkan nilai p = 0,229 (p > 0,05) yang berarti secara statistik tidak ada hubungan
antara perilaku pengolahan dan penyajian makanan dan diare pada balita. Pada penelitian di Desa
Penyarang ini ditemukan ibu-ibu yang melakukan pengolahan dan penyajian makanan dengan
kriteria baik justru balitanya banyak mengalami diare, peneliti menyimpulkan jika dilihat dari hasil
kuesioner untuk cara pengolahan dan penyajian makanan ibu-ibu sudah melakukan pengolahan dan
penyajian makanan dengan benar, tetapi masih banyak ibu yang belum memperhatikan dan
mengetahui bahwa penyakit diare bisa disebabkan karena kurangnya kebersihan peralatan yang
digunakan untuk makan atau untuk penyajian makanan, hal ini bisa dilihat dari jawaban ibu yang
dominan menjawab jarang pada 2 pernyataan tentang cara menjaga kebersihan peralatan makan.
12

Tabel 4
Distribusi hubungan Lingkungan (Sumber Air minum dan Jamban) dengan Kejadian
Diare Pada Balita di Desa penyarang Kabupaten Ketapang.
Balita
Total
Diare

Lingkungan
N

Tidak Diare
%

P Value
N

Sumber air minum


1)

Baik

37

64,9

20

35,1

57

100

2)

Kurang baik

12

46,2

14

53,8

26

100

1) Kurang baik

31

68,9

14

31,1

45

100

2) Baik

18

47,4

20

52,6

38

100

0,107

Jamban Sehat
0,047

Berdasarkan tabel 4, memperlihatkan diare pada balita terjadi pada kelompok sumber air baik
sebesar 64,9%. dan pada kelompok yang sumber air kurang baik sebesar 46,2%. Dari perhitungan
Pearson Chi-Square didapatkan nilai p = 0,107 ( p > 0,05) yang berarti secara statistik tidak ada
hubungan antara sumber air minum dan diare pada balita. Sumber air minum menurut Depkes RI
(2000) mempunyai peranan dalam penyebaran beberapa penyakit menular. Sumber air

minum

merupakan salah satu sarana sanitasi yang berkaitan dengan kejadian diare. Sebagian kuman
infeksius penyebab diare ditularkan melalui jalur fekal oral. Mereka dapat ditularkan dengan
memasukkan ke dalam mulut, cairan atau benda yang tercemar dengan tinja. Dari hasil penelitian di
Desa Penyarang, di dapatkan gambaran bahwa mayoritas keluarga sudah menggunakan sumber air
minum yang baik yaitu dari PAM, dan sumur dengan kedalaman > 15 meter, tetapi dalam praktek
sehari hari masih banyak ibu tidak memasak air minum sampai mendidih, hal ini bisa terlihat dari
jawaban ibu pada kuesioner yaitu masih ada sebesar 59% ibu tidak memasak air sampai mendidih.
Air berasal dari PAM atau sumur dengan kedalaman >15 meter mungkin terbebas dari pencemaran
tetapi tidak menjamin bahwa air terbebas dari mikrooranisme yang bisa menyebabkan balita
mengalami diare.
Dari ketersediaan jamban sehat , memperlihatkan bahwa diare yang dialami oleh balita pada
kategori baik sebesar 47,4% dan diare yang dialami oleh balita dengan kategori jamban kurang
sebesar 68,9%. Dari perhitungan Pearson Chi-Square didapatkan nilai p = 0,047 (p < 0,05) yang
berarti secara statistik ada hubungan antara ketersediaan jamban sehat dan diare pada balita. Menurut
13

Depkes (2000), tinja balita juga berbahaya karena mengandung virus atau bakteri dalam jumlah
besar. Dari hasil penelitian di Desa Penyarang diperoleh gambaran masih banyak keluarga yang
belum memiliki jamban sehat di rumah. Sebagian warga menggunakan jamban umum, tetapi masih
ada juga warga yang buang air besar di sungai dan membuang tinja balita di sembarang tempat. Dari
data yang diperoleh melalui kuesioner masih terdapat sebesar 65,1% ibu yang membuang tinja bayi
di sembarang tempat. Kurangnya pengetahuan ibu bahwa tinja balita juga dapat menularkan penyakit
pada balita itu sendiri dan juga pada orang tuanya, mengakibatkan banyak ibu yang masih membuang
tinja balita ke sungai, ke kebun atau ke pekarangan. Tinja yang dibuang di tempat terbuka dapat
digunakan oleh lalat untuk bertelur dan berkembang biak, kemudian lalat hinggap pada makanan
manusia dan mengakibatkan penyakit diare.

Tabel 5
Distribusi hubungan Status Gizi dengan Kejadian Diare pada Balita
di Desa penyarang Kabupaten Ketapang,
Agustus 2012
Balita
Total
Diare

Status Gizi
N

Tidak Diare
%

P Value

1)

Buruk

75

25

100

2)

Kurang

50

50

100

3)

Baik

43

58,9

30

41,1

73

100

4)

Lebih

50

50

100

0,893

Berdasarkan tabel 5, memperlihatkan bahwa balita yang mempunyai gizi buruk mengalami
penyakit diare sebesar 75%, balita yang mempunyai gizi kurang mengalami diare sebesar 50%, balita
yang mempunyai gizi baik mengalami penyakit diare sebesar 58,9%, dan balita yang mempunyai gizi
lebih mengalami diare sebesar 50%. Dari uji chi-square didapatkan p value = 0,834 (p > 0,05) yang
berarti secara statistik tidak ada hubungan antara status gizi dan diare pada balita. Suhardjo (2003)
bahwa karena keadaan gizi yang buruk akan mempermudah seseorang untuk terkena penyakit
terutama penyakit infeksi seperti penyakit diare. Penyakit diare di Desa Penyarang mayoritas dialami
oleh bayi dengan gizi yang baik, dari hal ini bisa disimpulkan bahwa bukan keadaan gizi yang
mempengaruhi terjadinya diare di Desa Penyarang karena selain faktor gizi balita ada karena faktor
lain yang lebih dominan seperti pendidikan ibu yang masih rendah sehingga sulit bagi ibu untuk
menerima informasi dalam perawatan balita dan pencegahan penyakit diare serta keadaan lingkungan
terutama ketersediaan jamban sehat yang tidak memadai.
14

D.

SIMPULAN DAN SARAN


1.

SIMPULAN
Berdasarkan penelitian dan analisa data serta pembahasan hasil penelitian, maka
dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut. kejadian diare pada balita di Desa Penyarang,
dari 83 responden didapatkan hasil balita yang mengalami penyakit diare sebesar 59%.
Selama kurun waktu 3 bulan. Gambaran demografi ibu dari 83 responden didapatkan hasil,
persentase terbesar. Umur ibu 20-35 tahun,

pendidikan rendah dan tidak bekerja.

Gambaran perilaku ibu didapatkan persentase terbesar memberikan ASI eksklusif


melakukan cuci tangan yang baik dan melakukan pengolahan dan penyajian makanan yang
baik. Gambaran keadaan lingkungan persentase terbesar sumber air minum termasuk
kategori baik dan jamban yang termasuk kategori kurang baik. Gambaran status gizi balita
persentase terbesar mempunyai gizi baik. Tidak ada hubungan yang bermakna antara umur
ibu dan kejadian diare pada balita (p value > 0,05), tetapi ada hubungan yang bermakna
antara pendidikan ibu, pekerjaan ibu dan kejadian diare pada balita (p value < 0,05. Tidak
ada hubungan bermakna antara pemberian ASI eksklusif, mencuci tangan dan pengolahan
dan penyajian makanan dan kejadian diare pada balita (p value >

0,05). Tidak ada

hubungan bermakna antara sumber air minum dan kejadian diare pada balita (p value >
0,05), tetapi ada hubungan yang bermakna antara ketersediaan jamban sehat dan kejadian
diare pada balita ( p value < 0,05). Tidak ada hubungan yang bermakna antara status gizi
balita dan kejadian diare pada balita (p value > 0,05).

2.

SARAN
a.

Bagi instansi terkait


Setelah dilakukan penelitian dan diperoleh hasil serta simpulan maka peneliti
merumuskan saran kepada pihak/instansi yang terkait khususnya Puskesmas untuk :
1.

Meningkatkan kegiatan penyuluhan mengenai penyakit diare dengan bantuan


dokter, tenaga kesehatan atau para kader, tentang cara penularan, pencegahan,
gejala, dan cara menanggulangi penyakit diare pada balita dengan tepat.
Mengingat rendahnya tingkat pendidikan di Desa Penyarang diharapkan
penyuluhan dilakukan dengan cara yang mudah dipahami oleh masyarakat
setempat yaitu melalui demonstrasi maupun pemasangan poster dan leaflet.

2.

Bekerjasama dengan tokoh masyarakat, pemuka agama, ketua RW dan ketua RT


serta para kader kesehatan untuk meningkatkan penyebaran informasi kepada
15

masyarakat luas tentang perilaku hidup bersih dan sehat, terutama berkaitan
dengan pencegahan terjadinya diare seperti mencuci tangan dengan air mengalir
dan sabun, melakukan pengolahan dan penyajian makanan yang baik, serta
memperhatikan kebersihan alat-alat makan dan memasak terlebih dahulu air
yang akan dikonsumsi walaupun air berasal dari PAM maupun sumber air yang
mempunyai kedalaman lebih dari 15 meter.
3.

Meningkatkan sosialisasi manfaat ASI terutama kolosterum dan zat-zat yang


terkandung didalamnya, sehingga secara perlahan bisa menambah pengetahuan
dan pandangan masyarakat tentang kandungan dari ASI, terutama ASI yang
keluar pertama kali.

4.

Menindaklanjuti program pemerintah yang telah berjalan dengan baik terkait


jamban sehat yaitu penyedian jamban umum di setiap RT, dari pihak puskesmas
hendaknya turut berpartisipasi dengan melakukan penyuluhan terkait tentang
syarat sanitasi jamban yang memenuhi syarat kesehatan yaitu memelihara
kebersihan, penyediaan air di jamban serta memanfaatkan jamban yang tersedia
sehingga tidak lagi buang air besar atau membuang tinja balita di sembarang
tempat.

b. Bagi peneliti
Diperlukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui aspek lain seperti faktor
sosial ekonomi yang dapat mempengaruhi status kesehatan balita, dan faktor anak
terkait umur, dan jumlah anak dalam keluarga yang belum diteliti yang kemungkinan
berhubungan dengan kejadian diare pada balita.
DAFTAR PUSTAKA
Alimul, Aziz. (2008). Riset Keperawatan dan Teknik Penulisan Ilmiah. Jakarta : Salemba Medika.
Boediman, Dradjat. (2009). Sehat Bersama Gizi. Jakarta : Sagung Seto
Bunga A & Tarigan. (2010). Panduan Riset Keperawatan Program S1 Keperawatan. Jakarta STIK
Sint Carolus. Tidak dipublikasikan.
Didik sugeng & Agustinus. (2005). Kualitas Air Pembilasan Dan Alat Makan Pada Pedagang Kaki
Lima di Kelurahan Kertajaya Kota Surabaya. Jurnal Penelitian Politeknik Kesehatan
Surabaya Vol. III (No.4), 572-617
Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1216/MenKes/SK/XI/2001. Pedoman Pemberantasan Penyakit
Diare. Jakarta : Departemen Kesehatan RI.

16

Krisnawati&Intiyati, Ani. (2009). Hubungan Kualitas Sanitasi Dasar dan Perilaku Ibu dengan
Kejadian Diare Pada Balita Kota Surabaya. Jurnal Penelitian Politeknik Kesehatan Vol.
VII (No.4), 246-323
Machfoedz, Ircham. (2005). Metodologi Penelitian Bidang Kesehatan Keperawatan dan Kebidanan.
Yogyakarta : Fitramaya.
Mubarak, Iqbal Wahid. (2009). Ilmu Kesehatan Masyarakat Teori dan Aplikasi. Jakarta : salemba
Medika
Ngastiyah. (2005). Perawatan Anak Sakit. Jakarta : EGC
Notoatmodjo, Soekidjo. (2003). Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta : Rineka Cipta Notoatmodjo,
Soekidjo. (2007). Kesehatan masyarakat Ilmu dan Seni. Jakarta : Rineka Cipta
Roesli, Utami. (2003). Bayi Sehat Berkat Asi Eksklusif. Jakarta : Elex Media komputindo
Setiadi. (2007). Konsep dan Penulisan Riset Keperawatan. Jakarta : Graha Ilmu.
Sukarni, Maryati. (2003). Kesehatan Keluarga dan Lingkungan.Yogyakarta : Kanisius.
Wong L Donna. (2009). Buku Ajar Keperawatan Pediatric Volume 2. Jakarta : EGC.
Hari Susilo, Wilhelmus. (2012). Cermat Menyusun Kuesioner Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta
Trans Info Medika.

17

Вам также может понравиться