Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Persalinan normal adalah proses pengeluaran janin yang dapat hidup di
dalam uterus dan keluar melalui vagina secara spontan pada kehamilan cukup
bulan tanpa bantuan alat dan tidak terjadi komplikasi pada ibu ataupun pada janin
dengan presentasi belakang kepala berlangsung dalam waktu kurang dari 24 jam.1
Riset Kesehatan Dasar 2010 menyatakan bahwa persentase persalinan lima
tahun terakhir menunjukkan 55,4% ibu hamil melahirkan di fasilitas kesehatan
seperti Rumah Sakit (Pemerintah dan Swasta), Rumah Bersalin, Puskesmas,
Praktek Dokter atau Praktek Bidan. Terdapat 43,2% melahirkan di Rumah/lainnya
dan hanya 1,4% yang melahirkan di Polindes/Poskesdas. Apabila dianalisis lebih
lanjut, di antara anak yang dilahirkan di rumah/lainnya, ternyata tenaga yang
menolong proses persalinan adalah dokter (2,1%), bidan (51,9%), paramedis lain
(1,4%), paraji (40,2%), serta keluarga (4,0%).1
Proses persalinan seharusnya dilakukan di fasilitas kesehatan dengan
perlengkapan dan tenaga yang siap menolong seandainya sewaktu-waktu terjadi
komplikasi persalinan. Proses persalinan minimal dilakukan di fasilitas kesehatan
seperti Puskesmas yang mampu memberikan Pelayanan Obstetrik dan Neonatal
Emergensi Dasar (PONED). Perlu dipahami belum seluruh Puskesmas mampu
untuk memberikan pelayanan dasar tersebut, minimal pada saat ibu melahirkan di
Puskesmas terdapat tenaga yang dapat segera merujuk jika terjadi komplikasi.2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Definisi
Persalinan normal adalah proses pergerakkan keluar janin, plasenta dan
membran dari dalam rahim melalui vagina.3 Pimpinan persalinan dan pelahiran
yang ideal membutuhkan dua akomodasi yang potensial berlawanan pada sisi
penyedia layanan obstetrik: pertama, bahwa pelahiran dianggap sebagai suatu
proses fisiologis normal yang dialami oleh sebagian besar wanita tanpa penyulit,
dan kedua, bahwa penyulit, intrapartum dapat muncul secara sangat cepat dan tak
terduga.4
2.2 Pimpinan Persalinan dan Pelahiran Normal5
American Academy of Pediatrics dan American Collage of Obstetricians and
Gynecologists (1997) telah berkolaborasi dalam pembuatan Panduan perawatan
perinatal. Panduan ini memberikan informasi secara rinci mengenai perawatan
intrapatum yang tepat termasuk fasilitas dan tenaga yang dibutuhkan. Pada Tabel
2.1 diperlihatkan rekomendasi rasio perawat pasien yang dianjurkan untuk
persalinan dan kelahiran. Pada Tabel 2.2 ditunjukkan ukuran ruangan yang
disarankan untuk fungsi ini.
TABEL 2.1. Rasio Perawat-Pasien yang Disarankan untuk Persalinan dan Pelahiran
Rasio
Perawat-Pasien
1:2
1:1
1:1
1:2
1:1
1:1
Pasien in partu
Pasien partus kala II
Pasien dengan komplikasi medis dan obstetris
Induksi atau augmentasi persalinan dengan oksitosin
Cakupan untuk menginisiasi analgesia epidural
Sirkulasi untuk persalinan sesarea
Dari American Academy of pediatrics dan American Collage of Obsetricians and Gyneccologisis, 1997, dengan izin
Luas Lantai
Persalianan
PPP*
Pelahiran Pervaginam
Seksio Sesarea
2.2.a
Persalinan Sejati
Persalinan Palsu
Reguler
Memendek secara bertahap
Ireguler
Tidak berubah
Intensitas
Ketidaknyamanan
Lokasi
Sedasi
Dilatasi Serviks
Tidak berubah
Pastikan
pelunakan,
derajat
pendataran
(panjang),
lebarnya
kemungkinan akan segera terjadi jika kehamilannya telah atau mendekati aterm.
Ketiga, bila pelahiran ditunda selama 24 jam atau lebih setelah pecahnya selaput
ketuban, terdapat peningkatan kemungkinan infeksi intrauterin yang serius.
Suatu diagnosis pasti pecahnya selaput ketuban dibuat apabila cairan
amnion terlihat berada di forniks posterior atau cairan jernih mengalir di kanalis
serviks. Meskipun beberapa uji diagnostik untuk mengetahui pecahnya selaput
ketuban telah direkomendasikan , tidak ada satupun yang dapat diandalkan
sepenuhnya. Jika diagnosis tetap tidak pasti, metode lain yang dapat digunakan
adalah pengujian pH cairan vagina; pH sekret vagina normalnya berkisar antar 4,5
dan 5,5 sementara cairan amnion biasanya 7,0 sampai 7,5. Penggunaan indikator
nitrazin untuk diagnosis pecahnya selaput ketuban, pertama kali disarankan oleh
Baptisti (1938), merupakan metode yang sederhana dan cukup dapat dipercaya,
kertas uji diresapi dengan bahan celup dan warna reaksi diinterpretasikan
berdasarkan perbandingan dengan grafik warna standar. pH diatas 6,5 bersesuaian
dengan pecahnya selaput ketuban. Hasil uji positif palsu terjadi bila terdapat
darah, semen, atau vaginosis bakterialis; hasil negatif palsu terjadi bila hanya
terdapat sedikit cairan.
Uji lain telah digunakan sebagai indikator pecahnya selaput ketuban.
Arborisasi atai ferming (pembentukan pola daun pakis) pada cairan vagina
menandakan adanya cairan amnion daripada cairan serviks. Deteksi alfa
fetoprotein pada fornik vagina telah digunakan untuk mengidentifikasi cairan
amnion. Identifikasi pasti diketahui dengan menyuntikkan berbagai macam zat
warna, antara lain evans blue, metilen blue, indigo carmine, atau fluoresein, ke
dalam rongga amnion melalui amniosentesis.
2.2.a.vi Laboratorium
Ketika seorang wanita dirawat di rumah sakit untuk bersalin, seringkali
pemeriksaan hematokrit dan kadar hemoglobin harus diulang. Hematokrit dapat
diukur dengan mudah dan cepat. Darah dapat dimasukan kedalam sebuah tabung
biasa, kemudian segera dimasukan kedalam sebuah tabung kapiler yang berisi
heparin. Dengan menggunakan alat pemusing (sentrifuge) mikrohematokrit yang
secara tepat. Frekuensi, intensitas, dan lamanya kontraksi uterus, serta respon
denyut jantung janin terhadap kontraksi tersebut harus diperhatikan benar. Aspekaspek ini dapat dievaluasi dengan tepat dalam urutan yang logis
A.
sesuai atau salah satu diantara berbagai macam alat ultrasonik doppler. Perubahan
frekuensi denyut jantung janin yang kemungkinan besar berbahaya bagi janin
hampir selalu dapat ditemukan setelah kontraksi uterus. Karena itu, jantung janin
wajib diperiksa dengan auskultasi segera setelah terjadi kontraksi. Untuk
menghindari kebingungan antara kerja jantung ibu dan janinnya, denyut nadi
ibunya hendaknya dihitung pada saat menghitung frekuensi denyut nadi janin.
Bila tidak, takikardia ibu mengkin disalahartikan sebagai frekuensi denyut nadi
normal.
Risiko bahaya, atau gawat janin yaitu hilangnya kesejahteraan janindicurigai apabila frekuensi denyut nadi janin yang diukur segera setelah kontraksi
berulang kali berada dibawah 110 denyut permenit. Gawat janin sangat mungkin
terjadi apabila denyut jantung terdengar kurang dari 100 denyut per menit
sekalipun ada perbaikan hitung detak jantung menjadi 110 sampai 160 denyut
permenit sebelum kontraksi berikutnya, jika dimungkinkan, paling baik dimonitor
secara elektronik.
American Academy of Pediatrics and the American Callege of
Obstetricans and Gynecologists merekomondasikan bahwa selama persalinan kala
I, bila tidak ditemukan adanya kelainan, jantung janin harus diperiksa segera
setelah kontraksi setidaknya setiap 30 menit, kemudian setiap 15 menit pada
persalinan kala II. Jika dilakukan pemantauan elektronik kontinu, grafik dinilai
sekurangnya 30 menit selama persalinan kala I dan setiap 5 menit selama
persalinan kala II. Pemantauan elektronik kontinu dapat digunakan menggunakan
penilaian kala I setiap 5 menit selama persalinan kala II.
B.
Kontraksi Uterus
10
(Tabel 2.4). Jika selaput ketuban telah pecah lama sebelum awalan persalinan,
atau jika terjadi kenaikan suhu ambang, suhu diperiksa tiap jam. Selain itu, bila
terjadi pecah ketuban yang lama-lebih dari 18 jam-disarankan untuk memberikan
antibiotik profilaksis terhadap infeksi streptokokus grup B..
B.
mengetahui status serviks dan station serta posisi bagian terbawah akan sangat
bervariasi pada Tabel 2.4. Bila selaput ketuban pecah, pemeriksaan hendaknya
diulang secara cepat jika pada pemeriksaan sebelumnya kepala janin belum cakap
(engaged). Frekuensi denyut jantung janin harus diperiksa segera dan pada
kontraksi uterus berikutnya untuk mendeteksi kompresi tali pusat yang tidak
diketahui. Di Parkland Hospital, pemeriksaan panggul sering dilakukan secara
periodik dengan interval 2-3 jam untuk menilai kemajuan persalinan.
C.
Asupan Oral
Makanan harus ditunda pemberiannya selama proses persalinan aktif.
11
Cairan Intravena
Meskipun telah menjadi kebiasaan di banyak Rumah Sakit untuk
memasang sistem infus intravena secara rutin pada awal persalinan, jarang ada ibu
hamil normal yang benar-benar memerlukannya, setidaknya sampai analgesi
diberikan. Sistem infus intravena menguntungkan selama masa nifas dini untuk
memberikan oksitosin profilaksis dan seringkali bersifat terapeutik ketika terjadi
atonia uteri selain itu, dengan persalinan yang lebih lama, pemberian glukosa,
natrium, dan air untuk wanita yang sedang berpuasa dengan kecepatan 60 sampai
120 ml perjam, efektif untuk mencegah dehidrasi dan asidosis (Tabel 2.4).
Tabel 2.4
E.
pada awal persalinan. Sebuah kursi yang nyaman mungkin lebih bermanfaat
secara psikologis dan mungkin juga secara fisiologis. Di tempat tidur, ibu
hendaknya di perbolehkan mengambil posisi yang dirasa enak, paling sering
12
adalah berbaring miring. Ibu tidak harus ditahan pada posisi terlentang. Bloom
dkk. (1998) melakukan percobaan acak untuk berjalan selama persalinan pada
1000 wanita dengan kehamilan risiko rendah. Mereka menemukan bahwa berjalan
tidak mempercepat atau mengganggu persalinan aktif dan tidak berbahaya.
F.
Analgesi
Seperti tercantum pada Tabel 2.4, analgesi paling sering mulai diberikan
berdasarkan rasa nyeri di satu pihak, dan kemungkinan melahirkan bayi yang sakit
dilain pihak. Penetapan waktu, metoda pemberian, dan ukuran dosis awal serta
lanjutan obat-obat analgesik yang bekerja secara sistematik sangat didasarkan
pada interval waktu yang diharapkan sampai pelahiran. Oleh karenanya,
pemeriksaan vagina berulang sebelum memberikan analgesi lebih banyak
seringkali dapat diterima. Dengan munculnya gejala-gejala khas persalinan kala
dua, yaitu dorongan untuk mengejan, status serviks dan bagian terbawah janin
harus dievaluasi kembali.
G.
Amniotomi
Bila selaput ketuban masih utuh, ada dorongan yang besar, bahkan pada
H.
13
kandung kemih dengan mudah dapat dilihat dan dipalpasi diatas simfisis, wanita
tersebut dianjurkan untuk berkemih, sewaktu-waktu ibu diperbolehkan untuk
berjalan dengan bantuan ketoilet dan berhasil berkemih, sekalipun ibu tidak dapat
berkemih ditempat tidur. Jika kandung kencing terdistensi dan tidak dapat
berkemih, diindikasikan kateterisasi intermiten.
Durasi
Median durasi kala dua adalah 50 menit pada nulipara dan 20 menit pada
multipara, tetapi hal ini dapat bervariasi. Pada multipara dengan vagina dan
perineum yang lemas, untuk menyelesaikan kelahiran bayi cukup membutuhkan
dua atau tiga daya dorong setelah pembukaan serviks lengkap. Sebaliknya, pada
wanita dengan panggul sempit atau janin besar, atau terdapat gangguan daya
dorong akibat anestesia regional atau sedasi kuat, kala dua dapat menjadi sangat
lama.1
B.
C.
tetapi kadang kala wanita tersebut tidak mengerahkan daya ekspulsifnya dengan
baik. Tungkai sebaiknya berada dalam posisi setengah fleksi sehingga ibu dapat
menolakkan kakinya pada alas. Mengambil nafas dalam segera setelah kontraksi
14
uterus berikutnya dimulai dan, sambil menahan nafas, mengejan kuat ke bawah
persis sedang mengeluarkan tinja.1
D.
Persiapan Pelahiran
Posisi yang digunakan adalah posisi litotomi dorsal yang dimaksudkan
Pelahiran Kepala
Pada setiap kontraksi, perineum menonjol semakin besar dan bukaan
15
16
Manuver Ritgen
Pada waktu kepala meregangkan vulva dan perineum (selama kontraksi)
sehingga cukup untuk membuka introitus vagina hingga diameter sekitar 5 cm,
tangan yang mengenakan sarung tangan serta terbungkus handuk dapat digunakan
untuk memberikan penekanan kedepan pada dagu janin melalui perineum tepat di
depan koksigis. Pada saat yang bersamaan, tangan lainnya memberikan penekanan
ke atas pada oksiput. Manuver ini memungkinkan dokter mengendalikan
kelahiran kepala dan juga membantu ekstensi sehingga kepala dilahirkan dengan
diameter terkecilnya melewati introitus dan perineum. Kepala dilahirkan secara
perlahan dengan basis oksiput berputar di tepi bawah simfisis pubis sebagai titik
tumpu, sementara bregma (fontanela anterior), dahi, wajah berturut-turut terlihat
di perineum.
17
18
Pelahiran Bahu
Setelah lahir, kepala jatuh ke posterior, sehingga wajah hampir menempel
ke anus. Oksiput segera memutar kearah salah satu paha ibunya sehingga kepala
mengambil posisi melintang. Selanjutnya rotasi eksterna menunjukan bahwa
diameter biakromion (diameter transversal dada) telah memutar menyesuaikan
dengan diameter anteroposterior panggul.
Sisi kepala dipegang dengan kedua tangan dan dilakukan traksi ke arah
bawah secara perlahan, dilakukan sampai bahu anterior terlihat di bawah arkus
pubis. Sisa badan hampir selalu mengikuti bahu tanpa kesulitan, tetapi pada kasus
persalinan yang berkepanjangan, pelahiran badan dapat dipercepat dengan tarikan
sedang pada kepala dan tekanan sedang pada fundus uteri.
19
4.
Membersihkan Nasofaring
Untuk meminimalisir kemungkinan aspirasi debris cairan amnion dan
darah yang mungkin terjadi setelah dada lahir dan bayi dapat menarik nafas,
wajah cepat-cepat diusap dan lubang serta mulut bayi diaspirasi.
20
5.
untuk memastikan ada atau tidaknya lilitan tali pusat. Kalau dirasakan ada lilitan,
lilitan hendaknya ditarik di antara jari-jari dan, kalau cukup longgar, dilepaskan
dari kepala bayi. Kalau lilitan mencekik erat di leher sehingga sulit dilepaskan
dari kepala, hendaknya dipotong di antara dua klem dan bayi dilahirkan secara
cepat.
6.
dari abdomen janin, dan kemudian satu klem tali pusat dipasang 2 atau 3 cm dari
abdomen janin.
7.
21
lebih panjang. Lamanya kala uri kurang lebih 8,5 menit, dan pelepasan plasenta
hanya memakan waktu 2-3 menit.
Tanda-tanda pelepasan plasenta :
-
22
Pengeluaran Plasenta
Tampakan plasenta tidak akan keluar sebelum plasenta terlepas dari uterus
agar tidak menjadi inversi pada uterus. Tarikan pada tali pusat tidak harus
dilakukan saat akan mengeluarkan plasenta dari uterus. Inversi uterus adalah salah
satu komplikasi yang menyebabkan kematianyang berkaitan dengan kelahiran dan
berkaitan dengan kejadian kegawat daruratan. Penurunan tekanan dpada vagina
mempengaruhi bagian body uterus, tali pusat akan tetap sedikit menegang. Uterus
akan naik dengan bantuan dorongan tangan pada abdomen. Manuver ini dilakukan
secara terus-menerus sampai plasenta berada pada introitus vagina. Saat plasenta
keluar dari introitus vagina, tekanan pada uterus berhenti. Plasenta secara perlahan
akan keluar dari introitus. Ambil secara perlahan untuk mencegah kerusakan pada
membran plasenta. Jika membran sudah seperti tetesan air, kita sangga dan
keluarkan secara perlahan.
2.2.e Kala IV (Kala Pengawasan)
Merupakan kala pengawasan selama satu jam setelah bayi dan uri lahir
untuk mengamati keadaan ibu terutama terhadap bahaya perdarahan postpartum.
tujuh pokok penting yang harus diperhatikan pada kala IV :
1) kontraksi uterus harus baik,
2) tidak ada perdarahan pervaginam atau dari alat genital lain,
3) plasenta dan selaput ketuban harus sudah lahir lengkap,
4) kandung kencing harus kosong,
5) luka-luka di perineum harus dirawat dan tidak ada hematoma,
6) resume keadaan umum bayi, dan
7) resume keadaan umum ibu.
23
Syntocinon),
ergonovin
maleat
(Ergotrate),
dan
metilergonovin
maleat
Oksitosin
Bentuk sintetik oksitosin oktapeptida secara komersial tersedia di pasaran
Amerika Serikat sebagai Syntocinon dan Pitocin; 1 mg oksitosin sama dengan 500
unit USP. Setiap mililiter suntikan oksitosin mengandung 10 unit USP, yang tidak
efektif bila diberikan secara oral. Masa paruh oksitosin infus intravena sangat
pendek, mungkin tiga menit.
Sebelum kelahiran, uterus yang sedang melahirkan spontan sangan
mungkin menjadi sensitif terhadap oksitosin. Bila diberikan dosis oksitosin yang
tidak tepat, uterus hamil dapat berkontraksi begitu kuatnya sehingga dapat
membunuh janin, menimbulkan ruptur uteri, atau keduanya. Setelah janin lahir,
bahaya-bahaya ini tidak ada lagi. Meskipun demikian, pada waktu ini ada bahaya
besar lain karena penggunaan oksitosin yang tidak tepat.
B.
yang tumbuh pada gandum hitam dan ebberap macam padi-padian atau disintesis
sebagian dari asam lisergik. Metilergonovin dan ergonovin (juga ergometrin atau
ergosterin) adalah alkaloid yang sangat mirip dengan yang dibuat dari asam
lisergik. Alkaloid-alkaloid tersebut disediakan sebagai maleat (masing-masing
sebagai Ergotrat dan Methergin) baik dalam larutan untuk penggunaan parenteral
atau dalam tablet untuk penggunaan oral.
C.
Prostaglandin
Senyawa
penatalaksanaan
prostaglandin
persalinan
kala
tidak
tiga.
digunakan
secara
Penggunaannya
rutin
untuk
dibatasi
untuk
24
25
26
teratur. Laserasi derajat tiga mengeai mulai dari kulit, membran mukosa, dan
perineum sampai mengenai sfingter ani. Laserasi derajat empat meluas sampai
mukosa rektum sehingga memaparkan lumen rektum. Robekan di daerah uretra
yang dapat menimbulkan perdarahan hebat mungkin muncul pada tipe laserasi ini.
Ruptura perineum dibagi dalam 3 tingkat.
-
Ruptura perineum tingkat I : yang robek hanya selaput lendir dan kulit
Ruptura perineum tingkat II : selain selaput lendir dan kulit, juga robek
2.2.h Episiotomi
A.
Definisi
Episiotomi dalam arti sempit adalah insisi pudenda. Sedangkan
perineotomi adalah insisi perineum. Tetapi, dalam bahasa biasa episiotomi sering
digunakan sama dengan perineotomi.5
Episiotomi adalah insisi dari perineum untuk memudahkan persalinan dan
mencegah ruptur perineum totalis.6
Macam5,6
Terdapat empat macam episiotomi, yaitu :
1.
2.
3.
4.
episiotomi mediolateralis.
Tabel 2.5 Perbandingan Episiotomi Mediana dan Mediolateral
Episiotomi medialis
Episiotomi mediolateralis
1. Mudah dijahit
totalis
totalis
28
Indikasi, Waktu5,6
Indikasi
1. Distosia bahu
2. Lahir sungsang
3. Ekstraksi forseps atau vakum
4.
Pada keadaan apabila episiotomi tidak dilakukan kemungkinan besar
terjadi ruptur perineum (perineum pendek)
Anak besar
6. Posisi occipito posterior atau letak defleksi
5.
Teknik penjahitan5
Cara menjahit ruptur perineum dan luka episiotomi :
29
Ruptur perineum yang datang dari luar masih dapat dijahit dalam 24 jam pertama
setelah persalinan, sesudah itu luka terinfeksi dan tidak ada gunanya, malah
merugikan untuk menjahitnya. Dalam hal ini terpaksa kita tunda reparasi luka
sampai 3 bulan post partum.
Teknik menjahit luka perineum bermacam-macam tetapi ada titik persamaan :
1. Benang yang dipergunakan harus sehalus mungkin
2. Untuk jahitan dalam dipergunakan catgut
3. Luka yang dangkal dapat dijahit dalam satu lapisan; luka yang dalam
dijahit dalam 2 lapisan atau lebih
4. Tiap jahitan harus sampai ke dasar luka; jika jahitan tidak sampai ke
dasar luka terjadi sebuah rongga yang terisi cairan serous atau darah; rongga ini
mudah terinfeksi dan sisinya pecah keluar dan membuka luka kembali.
Ada banyak cara untuk menutup insisi episiotomi, tetapi hemostasis dan
perbaikan anatomis tanpa terlalu banyak menjahit sangat penting demi suksesnya
metoda apapun. Teknik yang ering dilakukan pada perbaikan episiotomi
diperlihatkan pada gambar X. Benang jahit yang biasanya digunakan adalah
catgut kromik 2-0, tapi Grant (1989) merekomendasikan benang jahit yang terbuat
dari turunan asam poliglikolat. Suatu penurunan nyeri pascabedah disebutkan
sebagai keuntungan mayor mterial terbaru ini meskipun kadang-kadang
dibutuhkan untuk mengangkat beberapa jahitan dari lokasi tempat jahitan tersebut
Perbaikan yang diuraikan oleh Grant yang terutama berupa episiotomi
mediolateral dan penutupan yang benar-benar berbeda harus dibedakan dari
episiotomi mediana yang lazim dikerjakan, khususnya yang telah dilakukan di
Amerika Serikat.
30
BAB III
KESIMPULAN
31
selanjutnya, asupan oral, cairan intravena, posisi ibu selama persalinan, pemberian
analgesi, amniotomi, dan fungsi kandung kemih.
Rata-rata durasi persalinan kala dua adalah 50 menit pada nulipara dan 20
menit pada multipara. Penatalaksanaan persalinan kala II terdiri dari menilai
Frekuensi Denyut Jantun Janin, daya ekspulsif ibu, dan persiapan pelahiran.
Persalinan kala III terdiri dari dua fase yaitu fase pelepasan dan proses
pengeluaran uri. Lamanya kala uri kurang lebih 8,5 menit dan pelepasan plasenta
memakan waktu 2-3 menit.
Persalinan kala IV berlangsung selama satu jam setelah bayi dan uri lahir,
untuk mengamati keadaan ibu terhadap bahaya perdarahan postpartum.
Episiotomi adalah insisi dari perineum untuk memudahkan persalinan dan
mencegah ruptur perineum totalis. Terdapat dua macam insisi yaitu mediana dan
mediolateral. Tindakan ini diakhiri dengan perbaikan episiotomi.
DAFTAR PUSTAKA
1.
2.
3.
4.
32
5.
Cunningham FG, Gant NF, Leveno KJ, Gilstrap LC, Hauth JC, Wenstrom
KD. Obstetri Williams Edisi ke-23 Vol. 1. Jakarta : ECG; 2010. p. 934,
6.
1035-7.2.
Bagian Obstetri & ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran
Bandung. Obstetri Fisiologi. Bandung :Elstar Offset. Edisi 2. 2010.p 268-
7.
300
Saifuddin, A. B. 2002. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan
Maternal dan Neonatal. Jakarta: Yayasan bina pustaka Sarwono
Prawwirohodjo
33