Вы находитесь на странице: 1из 7

Hati dapat terlukai oleh berbagai macam sebab dan kejadian.

Kejadian tersebut dapat terjadi


dalam waktu yang singkat maupun kronis atau perlukaan hati yang terus menerus yang terjadi
pada peminum alkohol aktif. Hal ini akan membuat hati merespon kerusakan sel tersebut dengan
membentuk ekstraselular matriks yang mengandung kolagen, glikoprotein, dan proteoglikans,
dimana sel yang berperan dalam proses pembentukan ini adalah sel stellata. Pada cedera yang
akut sel stellata membentuk kembali ekstraselular matriks ini dimana akan memacu timbulnya
jaringan parut disertai terbentuknya septa fibrosa difus dan nodul sel hati sehingga
ditemukan pembengkakan pada hati.
Peningkatan deposisi kolagen pada perisinusoidal dan berkurangnya ukuran dari fenestra
endotel hepatik menyebabkan kapilerisasi (ukuran pori seperti endotel kapiler)dari sinusoid. Sel
stellata dalam memproduksi kolagen mengalami kontraksi yang cukup besar untuk menekan
daerah perisinusoidal. Adanya kapilarisasi dan kontraktilitas sel stellata inilah yang
menyebabkan penekanan pada banyak vena di hati sehingga mengganggu proses aliran darah ke
sel hati dan pada akhirnya sel hati mati. Kematian hepatocytes dalam jumlah yang besar akan
menyebabkan banyaknya fungsi hati yang rusak sehingga menyebabkan banyak gejala klinis.
Kompresi dari vena pada hati akan dapat menyebabkan hipertensi portal yang merupakan
keadaan utama penyebab terjadinya manifestasi klinis. Mekanisme primer penyebab hipertensi
portal adalah peningkatan resistensi terhadap aliran darah melalui hati. Selain itu, biasanya
terjadi peningkatan aliran arteriasplangnikus. Kombinasi kedua faktor ini yaitu menurunnya
aliran keluar melalui vena hepatika dan meningkatnya aliran masuk bersama-sama yang
menghasilkan beban berlebihan pada sistem portal. Pembebanan sistem portal ini merangsang
timbulnya aliran kolateral guna menghindari obstruksi hepatik (varises). Hipertensi portal ini
mengakibatkan penurunan volume intravaskuler sehingga perfusi ginjal pun menurun. Hal ini

meningkatkan aktivitas plasma rennin sehingga aldosteron juga meningkat. Aldosteron berperan
dalam mengatur keseimbangan elektrolit terutama natrium. Dengan peningkatan aldosteron maka
terjadi retensi natrium yang pada akhirnya menyebabkan retensi cairan dan lama-kelamaan
menyebabkan asites dan juga edema. Penjelasan diatas menunjukkan bahwa sirosis
hepatis merupakan penyakit hati menahun yang ditandai dengan pembentukan jaringan ikat
disertai nodul dimana terjadi pembengkakan hati. Etiologi sirosis hepatis ada yang diketahui
penyebabnya,

misal

dikarenakan

alkohol,

hepatitis

virus,

malnutrisi,

hemokromatis,

penyakit Wilson dan juga ada yang tidak diketahui penyebabnya yang disebut dengan sirosis
kriptogenik. Patofisiologi sirosis hepatis sendiri dimulai dengan proses peradangan, lalu nekrosis
hati yang meluas yang akhirnya menyebabkan pembentukan jaringan ikat yang disertai nodul.

Alkohol adalah salah satu dari sekelompok senyawa organik yang dibentuk dari hidrokarbon
melalui pertukaran satu atau lebih gugus hidroksil dengan atom hidrogen dalam jumlah yang
sama.
Efek alkohol dipengaruhi beberapa faktor, atau dengan kata lain ada beberapa faktor
yang mempengaruhi kecepatan metabolisme alkohol di dalam tubuh. Massa tubuh
mempengaruhi kecepatan metabolisme alkohol. Seseorang yang memiliki berat badan ringan
lebih mudah untuk dipengaruhi alkohol dibandingkan orang yang memiliki berat badan lebih
besar. Perut yang berisi makanan mempengaruhi penyerapan alkohol dalam tubuh, keberadaan
makanan dalam perut memperlambat penyerapan alkohol di dalam tubuh.

Alkohol tak dapat disimpan dan mutlak harus terjadi oksidasi, terutama didalam hati.
Individu sehat tidak dapat memetabolisme lebih dari 160-180 g alkohol perhari. Alkohol
menginduksi enzim yang digunakan dalam katabolismenya dan pecandu alkohol mampu
memetabolisme lebih banyak (Sherlock, 1995).

Etanol setelah dikonsumsi, diserap tanpa diubah dalam lambung dan usus halus. Zat ini
kemudian tersebar ke semua jaringan dan cairan tubuh sesuai kadar di dalam darah. Kurang dari
10 % alkohol diekskresikan tanpa diubah melalui urine, keringat dan napas (Sherlock, 1995).

Sebagian besar alkohol di dalam darah mengalami biotransformasi menjadi asetaldehida


oleh alkohol dehidrogenase dalam sitosol sel hati dan mukosa lambung. Dalam reaksi tersebut,
nikotinamida adenin dinukleotida (NAD) mengalami reduksi menjadi NADH. Asetaldehida
kemudian diubah menjadi asam asetat. Biotransformasi ini menimbulkan sejumlah konsekuensi
metabolik antara lain:

(1) etanol adalah sumber energi yang substansial (kalori kosong) dan hal ini menyebabkan
malnutrisi dan defisiensi, terutama vitamin B.

(2) Kelebihan NADH berperan menyebabkan asidosis, penurunan ekskresi asam urat,
menghambat glukoneogenesis dan menghambat oksidasi asam lemak sehingga terjadi efek
sekunder di hati.

(3) Asetaldehida memiliki banyak efek samping dan mungkin merupakan penyebab kerusakan
dalam banyak organ (terutama hati dan otak) pada alkoholisme kronik (Sherlock, 1995).

Efek samping etanol dibagi menjadi efek akut dan konsekuensi alkoholisme kronik
(Kumar dkk, 2007). Alkoholisme akut berefek terutama di sistem saraf pusat, juga dapat
menyebabkan kelainan hati dan lambung yang reversibel apabila konsumsi alkohol dihentikan.
Di sistem saraf pusat, alkohol bersifat depresan, pertama-tama mempengaruhi struktur
subkorteks yang memodulasi aktivitas korteks serebrum. Akibatnya terjadi stimulasi dan
kekacauan perilaku korteks, motorik dan intelektual (Kumar dkk, 2007).
Alkoholisme kronik merupakan penyebab perubahan morfologik di hampir semua organ
dan jaringan tubuh, terutama hati dan lambung. Asetaldehida, metabolit utama etanol, merupakan
senyawa yang sangat reaktif dan diperkirakan berfungsi sebagai mediator kerusakan organ dan

jaringan. Walaupun katabolisme asetaldehida lebih cepat daripada katabolisme alkohol,


konsumsi etanol kronis mengurangi kapasitas oksidatif hati sehingga kadar asetaldehida darah
meningkat; peningkatan ini diperparah oleh meningkatnya laju metabolisme etanol pada para
peminum. Mekanisme lain yang diperkirakan menyebabkan cedera adalah peningkatan aktivitas
radikal bebas dan reaksi imun terhadap neoantigen hati yang terbentuk oleh asetaldehida atau
perubahan protein yang dipicu oleh radikal bebas (Kumar dkk, 2007). Konsumsi alkohol kronis
menimbulkan berbagai efek samping. Namun, yang dampaknya besar adalah tiga bentuk
penyakit hati yang tersendiri, walaupun juga bertumpang tindih : (1) steatosis hati (perlemakan
hati), (2) hepatitis alkoholik dan (3) sirosis yang secara bersama-sama disebut sebagai penyakit
hati alkoholik. Paling sedikit 80% dari para peminum berat mengalami perlemakan hati
(steatosis), 10% hingga 35% mengalami hepatitis alkoholik dan sekitar 10% terjangkit sirosis
(Crawford, 2007).
Steatosis hati mungkin bermanifestasi sebagai hepatomegali disertai peningkatan ringan
kadar bilirubin dan fosfatase alkali serum. Akan tetapi mungkin juga tidak timbul bukti klinis
atau biokimiawi adanya penyakit hati. Jarang terjadi gangguan hati yang parah. Penghentian
alkohol dan pemberian diet yang adekuat sudah memadai sebagai terapi (Crawford, 2007). Untuk
timbulnya hepatitis alkoholik diperkirakan diperlukan waktu 15 hingga 20 tahun minum alkohol
dalam jumlah berlebihan. Namun, pada keadaan ini gambaran hepatitis alkoholik relatif akut,
biasanya setelah minum dalam jumlah besar. Terdapat gejala nonspesifik berupa malaise,
anoreksia, penurunan berat badan, rasa tidak enak di perut bagian atas, hepatomegali dengan
nyeri tekan dan demam serta temuan laboratorium berupa hiperbilirubinemia, peningkatan
fosfatase alkali dan sering leukositosis neutrofilik. Kadar alanin aminotransferase (ALT) dan
aspartat aminotransferase (AST) meningkat tetapi biasanya tetap dibawah 500 u/mL. Dengan

nutrisi yang sesuai dan penghentian total konsumsi alkohol, hepatitis alkoholik dapat mereda
secara perlahan. Namun pada sebagian pasien, hepatitis menetap walaupun alkohol sudah
dihentikan dan berkembang menjadi sirosis (Crawford, 2007).
Pada sirosis alkoholik umumnya tanda pertama berkaitan dengan hipertensi porta. Selain
itu pasien dapat juga datang pertama kali dengan perdarahan varises yang membahayakan
nyawa. Pada kasus yang lain secara perlahan timbul malaise, tubuh lemah, penurunan berat
badan dan hilangnya nafsu makan yang mendahului munculnya ikterus, asites dan edema perifer.
Temuan laboratorium menunjukkan terjadinya gangguan hati dengan peningkatan kadar
aminotransferase

serum,

hiperbilirubinemia,

peningkatan

bervariasi

fosfatase

alkali,

hipoproteinemia (globulin, albumin dan faktor pembekuan) dan anemia. Yang terakhir, sirosis
mungkin tidak menimbulkan gejala klinis, ditemukan hanya saat autopsi atau jika timbul stress
seperti infeksi atau trauma yang menggoyahkan keseimbangan kearah insufisiensi hati
(Crawford, 2007).
Reaksi imunologik lebih berperan dalam memulai atau menguatkan terjadinya fibrosis
yang menandai fase lanjut dari penyakit hati akibat alkohol. Selain itu etanol sendiri atau
metabolitnya dapat langsung memicu kerusakan sel-sel hati dengan kemampuan fibrogenik
(Sherlock, 1995).
Secara klasik sirosis alkoholik dari jenis mikronodular. Dengan nekrosis dan fibrosis
yang berkelanjutan, maka sirosis bisa berlanjut dari pola mikro- ke makronodular (Sherlock,
1995). Alkohol bisa meningkatkan kerusakan hati yang disebabkan oleh hepatitis B. Selain itu
kadang-kadang kanker sel hati berkembang dalam sirosis alkoholik, biasanya setelah masa

berhenti alkohol, sewaktu sirosis makronodular telah berkembang. Ada hubungan erat antara
hepatitis B dan kanker yang berkembang dalam pecandu alkohol (Sherlock, 1995)

Вам также может понравиться