Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
meningkatkan aktivitas plasma rennin sehingga aldosteron juga meningkat. Aldosteron berperan
dalam mengatur keseimbangan elektrolit terutama natrium. Dengan peningkatan aldosteron maka
terjadi retensi natrium yang pada akhirnya menyebabkan retensi cairan dan lama-kelamaan
menyebabkan asites dan juga edema. Penjelasan diatas menunjukkan bahwa sirosis
hepatis merupakan penyakit hati menahun yang ditandai dengan pembentukan jaringan ikat
disertai nodul dimana terjadi pembengkakan hati. Etiologi sirosis hepatis ada yang diketahui
penyebabnya,
misal
dikarenakan
alkohol,
hepatitis
virus,
malnutrisi,
hemokromatis,
penyakit Wilson dan juga ada yang tidak diketahui penyebabnya yang disebut dengan sirosis
kriptogenik. Patofisiologi sirosis hepatis sendiri dimulai dengan proses peradangan, lalu nekrosis
hati yang meluas yang akhirnya menyebabkan pembentukan jaringan ikat yang disertai nodul.
Alkohol adalah salah satu dari sekelompok senyawa organik yang dibentuk dari hidrokarbon
melalui pertukaran satu atau lebih gugus hidroksil dengan atom hidrogen dalam jumlah yang
sama.
Efek alkohol dipengaruhi beberapa faktor, atau dengan kata lain ada beberapa faktor
yang mempengaruhi kecepatan metabolisme alkohol di dalam tubuh. Massa tubuh
mempengaruhi kecepatan metabolisme alkohol. Seseorang yang memiliki berat badan ringan
lebih mudah untuk dipengaruhi alkohol dibandingkan orang yang memiliki berat badan lebih
besar. Perut yang berisi makanan mempengaruhi penyerapan alkohol dalam tubuh, keberadaan
makanan dalam perut memperlambat penyerapan alkohol di dalam tubuh.
Alkohol tak dapat disimpan dan mutlak harus terjadi oksidasi, terutama didalam hati.
Individu sehat tidak dapat memetabolisme lebih dari 160-180 g alkohol perhari. Alkohol
menginduksi enzim yang digunakan dalam katabolismenya dan pecandu alkohol mampu
memetabolisme lebih banyak (Sherlock, 1995).
Etanol setelah dikonsumsi, diserap tanpa diubah dalam lambung dan usus halus. Zat ini
kemudian tersebar ke semua jaringan dan cairan tubuh sesuai kadar di dalam darah. Kurang dari
10 % alkohol diekskresikan tanpa diubah melalui urine, keringat dan napas (Sherlock, 1995).
(1) etanol adalah sumber energi yang substansial (kalori kosong) dan hal ini menyebabkan
malnutrisi dan defisiensi, terutama vitamin B.
(2) Kelebihan NADH berperan menyebabkan asidosis, penurunan ekskresi asam urat,
menghambat glukoneogenesis dan menghambat oksidasi asam lemak sehingga terjadi efek
sekunder di hati.
(3) Asetaldehida memiliki banyak efek samping dan mungkin merupakan penyebab kerusakan
dalam banyak organ (terutama hati dan otak) pada alkoholisme kronik (Sherlock, 1995).
Efek samping etanol dibagi menjadi efek akut dan konsekuensi alkoholisme kronik
(Kumar dkk, 2007). Alkoholisme akut berefek terutama di sistem saraf pusat, juga dapat
menyebabkan kelainan hati dan lambung yang reversibel apabila konsumsi alkohol dihentikan.
Di sistem saraf pusat, alkohol bersifat depresan, pertama-tama mempengaruhi struktur
subkorteks yang memodulasi aktivitas korteks serebrum. Akibatnya terjadi stimulasi dan
kekacauan perilaku korteks, motorik dan intelektual (Kumar dkk, 2007).
Alkoholisme kronik merupakan penyebab perubahan morfologik di hampir semua organ
dan jaringan tubuh, terutama hati dan lambung. Asetaldehida, metabolit utama etanol, merupakan
senyawa yang sangat reaktif dan diperkirakan berfungsi sebagai mediator kerusakan organ dan
nutrisi yang sesuai dan penghentian total konsumsi alkohol, hepatitis alkoholik dapat mereda
secara perlahan. Namun pada sebagian pasien, hepatitis menetap walaupun alkohol sudah
dihentikan dan berkembang menjadi sirosis (Crawford, 2007).
Pada sirosis alkoholik umumnya tanda pertama berkaitan dengan hipertensi porta. Selain
itu pasien dapat juga datang pertama kali dengan perdarahan varises yang membahayakan
nyawa. Pada kasus yang lain secara perlahan timbul malaise, tubuh lemah, penurunan berat
badan dan hilangnya nafsu makan yang mendahului munculnya ikterus, asites dan edema perifer.
Temuan laboratorium menunjukkan terjadinya gangguan hati dengan peningkatan kadar
aminotransferase
serum,
hiperbilirubinemia,
peningkatan
bervariasi
fosfatase
alkali,
hipoproteinemia (globulin, albumin dan faktor pembekuan) dan anemia. Yang terakhir, sirosis
mungkin tidak menimbulkan gejala klinis, ditemukan hanya saat autopsi atau jika timbul stress
seperti infeksi atau trauma yang menggoyahkan keseimbangan kearah insufisiensi hati
(Crawford, 2007).
Reaksi imunologik lebih berperan dalam memulai atau menguatkan terjadinya fibrosis
yang menandai fase lanjut dari penyakit hati akibat alkohol. Selain itu etanol sendiri atau
metabolitnya dapat langsung memicu kerusakan sel-sel hati dengan kemampuan fibrogenik
(Sherlock, 1995).
Secara klasik sirosis alkoholik dari jenis mikronodular. Dengan nekrosis dan fibrosis
yang berkelanjutan, maka sirosis bisa berlanjut dari pola mikro- ke makronodular (Sherlock,
1995). Alkohol bisa meningkatkan kerusakan hati yang disebabkan oleh hepatitis B. Selain itu
kadang-kadang kanker sel hati berkembang dalam sirosis alkoholik, biasanya setelah masa
berhenti alkohol, sewaktu sirosis makronodular telah berkembang. Ada hubungan erat antara
hepatitis B dan kanker yang berkembang dalam pecandu alkohol (Sherlock, 1995)