Вы находитесь на странице: 1из 11

A.

Komunikasi
1. Pengertian Komunikasi
Istilah komunikasi berasal dari bahasa Latin, yaitu communis, yang berarti sama.
Communico, communicatio atau communicare berarti membuat sama (make to common). Jadi,
komunikasi dapat terjadi apabila adanya pemahaman yang sama antara penyampai pesan dan
penerima pesan.
Komunikasi adalah suatu proses penyampaian informasi (pesan, ide, gagasan) dari satu pihak
kepada pihak lain (Wikipedia).
Beberapa ahli mendefinisikan istilah komunikasi seperti berikut ini:
Bernard Barelson dan Garry A. Steiner. Komunikasi adalah proses transmisi informasi,
gagasan, emosi, keterampilan dan sebagainya dengan menggunakan simbol-simbol, kata-kata,
gambar, grafis, angka, dan sebagainya.
Carl I. Hovland. Komunikasi adalah suatu proses yang memungkinkan seseorang
menyampaikan rangsangan (biasanya dengan menggunakan lambang verbal) untuk mengubah
perilaku orang lain.
Colin Cherry. Komunikasi adalah proses dimana pihak-pihak saling menggunakan
informasi dengan untuk mencapai tujuan bersama dan komunikasi merupakan kaitan
hubungan yang ditimbulkan oleh penerus rangsangan dan pembangkitan balasannya.
Everett M. Rogers. Komunikasi adalah proses suatu ide dialihkan dari satu sumber kepada
satu atau banyak penerima dengan maksud untuk mengubah tingkah laku mereka.
Gerald R. Miller. Komunikasi terjadi saat satu sumber menyampaikan pesan kepada
penerima dengan niat sadar untuk memengaruhi perilaku mereka.
New Comb. Komunikasi adalah transmisi informasi yang terdiri dari rangsangan
diskriminatif dari sumber kepada penerima.
William J. Seller. Komunikasi adalah proses dimana simbol verbal dan nonverbal
dikirimkan, diterima dan diberi arti.
Harold D. Lasswell. Komunikasi adalah siapa yang menyampaikan, apa yang disampaikan,
melalui saluran apa, kepada siapa, dan apa pengaruhnya

Prinsip Dasar Komunikasi Terapeutik pada anak down sindrom


Menurut (Suryani 2000), ada beberapa prinsip dasar yang harus dipahami dalam
membangun dan mempertahankan hubungan yang terapeutik:
Pertama, hubungan perawat dengan anak adalah hubungan terapeutik yang saling
menguntungkan. Hubungan ini didasarkan pada prinsip humanity of nurse and clients.
Kualitas hubungan perawat-klien ditentukan oleh bagaimana perawat mendefinisikan dirinya
sebagai manusia. Hubungan perawat dengan klien tidak hanya sekedar hubungan seorang
penolong dengan kliennya tetapi lebih dari itu, hubungan antar manusia yang bermartabat.
Kedua, perawat harus menghargai keunikan anak. Tiap individu mempunyai karakter
yang berbeda-beda, karena itu perawat perlu memahami perasaan dan perilaku klien dengan
melihat perbedaan latar belakang keluarga, budaya, dan keunikan tiap individu.
Ketiga, semua komuikasi yang dilakukan harus dapat menjaga harga diri pemberi
maupun penerima pesan, dalam hal ini perawat harus mampu menjaga harga dirinya dan harga
diri anak.
Keempat, komunikasi yang menciptakan tumbuhnya hubungan saling percaya harus dicapai
terlebih dahulu sebelum menggali permasalahan dan memberikan alternative pemecahan
masalah. Hubungan saling percaya antara perawat dan anak adalah kunci dari komunikasi
terapeutik.

Teknik komunikasi terapeutik pada anak down


sindrom.
1. Mendengarkan (lestening)
Mendengar ( listening) merupakan dasar utama dalam komunikasi terapeutik ( Keliat 1992).
Mendengarkan adalah proses aktif dan penerimaan informasi serta penelaahan reaksi
seseorang terhadap pesan yang diterima , Hubson, S dalam Suryani, (2005). Untuk member
kesempatan lebih banyak pada klien untuk berbicara, maka perawat harus menjadi pendengar
yang aktif. Selama mendengarkan, perawat harus mengikuti apa yang dibicarakan klien
dengan penuh perhatian. Perawat memberikan tanggapan dengan tepat dan tidak memotong
pembicaraan klien. Tunjukkan perhatian bahwa perawat mempunyai waktu untuk
mendengarkan.
12. Eksplorasi
Teknik ini bertujuan untuk mencari atau menggali lebih dalam masalah yang dialami klien,
Antai-Otong dalam suryani, (2005) supaya masalah tersebut bias diatasi. Teknik ini
bermanfaat pada tahap kerja untuk mendapatkan gambaran yang detail tentang masalah yang
dialami klien.
17. Memberikan Pujian
Memberikan pujian (reinforcement) merupakan keuntungan psikologis yang didapatkan klien
ketika berinteraksi dengan perawat. Reinforcement berguna untuk meningkatkan harga diri dan
menguatkan perilaku klien Gerald, D dalam Suryani, (2005). Reinforcement bias diungkapkan
dengan kata-kata ataupun melalui inyarat nonverbal.

19. Memberikan Penghargaan


Memberi salam pada klien dan keluarga dengan menyebut namanya, menunjukan kesadaran
tentang perubahan yang terjadi, untuk menghargai klien dan keluarga sebagai manusia
seutuhnya yang mempunyai hak dan tanggung jawab atas dirinya sendiri sebagai individu.

1. Down Syndrome
a. Pengertian anak Down syndrome
Down syndrome adalah suatu kondisi keterbelakangan perkembangan fisik
dan mental pada anak yang disebabkan adanya abnormalitas
perkembangan kromosom menurut Cuncha dalam Mark L.Batshaw, M.D.
Menurut Bandi (1992: 24) anak cacat mental pada umumnya mempunyai
kelainan yang lebih dibandingkan cacat lainnya, terutama intelegensinya.
Hampir semua kemampuan kognitif anak cacat mental mengalami kelainan
seperti lambat belajar, kemampuan mengatasi masalah, kurang dapat
mengadakan hubungan sebab akibat, sehingga penampilan sangat
berbeda dengan anak lainnya. Anak cacat mental ditandai dengan
lemahnya kontrol motorik, kurang kemampuannya untuk mengadakan
koordinasi, tetapi dipihak lain dia masih bisa dilatih untuk mencapai
kemampuan sampai ke titik normal. Tanda-tanda lainnya seperti membaca
buku ke dekat mata, mulut selalau terbuka untuk memahami sesuatu
pengertian memerlukan waktu yang lama, mempunyai kesulitan sensoris,
mengalami hambatan berbicara dan perkembangan verbalnya.
Menurut Gunarhadi (2005 : 13) down syndrome adalah suatu kumpulan
gejala akibat dari abnormalitas kromosom, biasanya kromosom 21, yang
tidak dapat memisahkan diri selama meiosis sehingga terjadi individu
dengan 47 kromosom. Kelainan ini pertama kali ditemukan oleh Seguin
dalam tahun 1844. Down adalah dokter dari Inggris yang namanya
lengkapnya Langdon Haydon Down. Pada tahun 1866 dokter Down
menindaklanjuti pemahaman kelainan yang pernah dikemukakan oleh
Seguin tersebut melalui penelitian. Seguin dalam Gunarhadi 2005:13
mengurai tanda-tanda klinis kelainan aneuploidi pada manusia. Seorang
individu aneuploidi memiliki kekurangan atau kelebihan di dalam sel
tubuhnya. Pada tahun 1970-an para ahli dari Amerika dan Eropa merevisi
nama dari kelainan yang terjadi pada anak tersebut dengan merujuk
penemu pertama kali syndrome ini dengan istilah down syndrome dan
hingga kini penyakit ini dikenal dengan istilah yang sama. (Down syndrome
Byadminon
April12th,2008http://www.sulastowo.com/2008/04/12/downsyndrome/)
Jenis aneuploidi sebagai penyimpangan kromosom tersebut
dianamakan trisomi 21, yang berarti kromosom nomor 21 memiliki 3
genom (Pai dalam Gunarhadi, 2005 : 13). Kondisi manusia yang

diakibatkan oleh penyimpangan kromosom jenis trisomi 21 diberi istilah


idiot mongoloid atau mongoloisme. Diberi nama demikian, karena kondisi
individual dengan trisomi 21 dianggap memiliki ciri13 ciri wajah yang
menyerupai orang oriental. Namun sekarang kondisi yang demikian itu
dinyatakan sebagai down syndrome. Asosiasi keterbelakangan mental
tidak melekat pada suatu golongan atau bangsa tertentu. Down syndrome
adalah suatu kondisi keterbelakangan perkembangan fisik dan mental anak
yang diakibatkan adanya abnormalitas perkembangan kromosom.
Kromosom ini terbentuk akibat kegagalan sepasang kromosom untuk
saling memisahkan diri saat terjadi pembelahan. Kromosom merupakan
serat-serat khusus yang terdapat didalam setiap sel didalam badan
manusia dimana terdapat beberapa genetik yang menentukan sifat-sifat
seseorang.
Selain itu down syndrom disebabkan oleh hasil daripada penyimpangan
kromosom semasa konsepsi. Ciri utama daripada bentuk ini adalah dari
segi struktur muka dan satu atau ketidak mampuan fisik dan juga waktu
hidup yang singkat. Sebagai perbandingan, bayi normal dilahirkan dengan
jumlah 46 kromosom (23 pasang) sedangkan bayi down syndrome
dilahirkan hanya sepasang kromosom 21 (2 kromosom 21 dikarena bayi
dengan penyakit down syndrom terjadi disebabkan oleh kelebihan
kromosom dimana 3 kromosom 21 menjadikan jumlah kesemua kromosom
ialah 47 kromosom. Keadaan ini dapat terjadi terhadap laki-laki maupun
perempuan.

Down Syndrome

Merupakan kelainan kromosom, yaitu


terbentuknya kromosom 21
(trisomy 21) akibat kegagalan sepasang
kromosom untuk saling
memisahkan diri saat terjadi pembelahan
(Sulastowo, 2008)
Anak down syndrome :
1. Kurang bisa mengkoordinasikan antara
motorik kasar dan halus.
(misalnya kesulitan menyisir rambut atau
mengancing baju sendiri)

2. Kesulitan untuk mengkoordinasikan


antara kemampuan kognitif dan
bahasa, seperti memahami manfaat suatu
benda (Selikowitz, 2001).
Dari pendapat tersebut diatas dapat penulis simpulkan bahwa
down syndrome adalah anak yang memiliki kelebihan kromosom
sehingga intelektual dibawah rata-rata dan memiliki kelainan fisik.
Kelainan pada anak down syndrome sangat jelas dan setiap anak down
syndrome hampir memiliki wajah yang serupa.

PENGKAJIAN KEPERAWATAN DITINJAU DARI KEPERAWATAN ANAK


Pengkajian data focus pada anak dengan gangguan perkembangan pervasive menurut
Isaac, A (2005) dan Townsend, M.C (1998) antara lain:

Tidak suka dipegang

Rutinitas yang berulang

Tangan digerak-gerakkan dan kepala diangguk-anggukan

Terpaku pada benda mati

Sulit berbahasa dan berbicara

50% diantaranya mengalami retardasi mental

Ketidakmampuan untuk memisahkan kebutuhan fisiologis dan emosi diri sendiri dengan
orang lain

Tingkat ansietas yang bertambah akibat dari kontak dengan dengan orang lain

Ketidakmampuan untuk membedakan batas-batas tubuh diri sendiri dengan orang lain

Mengulangi kata-kata yang dia dengar dari yang diucapkan orang lain atau gerakkangerakkan mimik orang lain

Penolakan atau ketidakmampuan berbicara yang ditandai dengan ketidakmatangan stuktur


gramatis, ekolali, pembalikan pengucapan, ketidakmampun untuk menamai benda-benda,
ketidakmampuan untuk menggunakan batasan-batasan abstrak, tidak adanya ekspresi
nonverbal seperti kontak mata, sifat responsif pada wajah, gerak isyarat.
DIAGNOSA KEPERAWATAN

Menurut Townsend, M.C (1998) diagnosa keperawatan yang dapat dirumuskan pada
pasien/anak dengan gangguan perkembangan pervasive autisme antara lain:

Risiko tinggi terhadap mutilasi diri berhubungan dengan:

1. Tugas-tugas perkembangan yang tidak terselesaikan dari rasa percaya terhadap rasa tidak
percaya
2. Fiksasi pada fase prasimbiotik dari perkembangan
3. Perubahan-perubahan patofisiologis yang terjadi sebagai respons terhadap kondisi-kondisi
fisik tertentu seperti rubella pada ibu, fenilketonuria tidak teratasi, ensefalitis, tuberkulosa
sclerosis, anoksia selama kelahiran dan sindroma fragilis X
4. Deprivasi ibu
5. Stimulasi sensosrik yang tidak sesuai
6.

Sejarah perilaku-perilaku mutilatif/melukai diri sebagai respons terhadap ansietas yang


meningkat

7. Ketidakacuhan yang nyata terhadap lingkungan atau reaksi-reaksi yang histeris terhadap
perubahan-perubahan pada lingkungan

Kerusakan interaksi sosial berhubungan dengan:

1. Gangguan konsep diri


2. Tidak adanya orang terdekat
3. Tugas perkembangan tidak terselsaikan dari percaya versus tidak percaya
4. Perubahan-perubahan patofisiologis yang terjadi sebagai respons terhadap kondisi-kondisi
fisik tertentu seperti rubella pada ibu fenilketonuria tidak teratasi, ensefalitis, tuberous
sclerosis, anoksia selama kelahiran sindrom fragilis X)
5. Deprivasi ibu
6. Stimulasi sensorik yang tidak sesuai

Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan:


1. Ketidakmampuan untuk mempercayai
2. Penarikan diri dari diri
3. Perubahan patofisiologis yang terjadi sebagai respons terhadap kondisi-kondisi fisik
tertentu seperti rubella pada ibu fenilketonuria tidak teratasi, ensefalitis, tuberous sclerosis,
anoksia selama kelahiran sindrom fragilis X)
4. Deprivasi ibu

5. Stimulasi sensorik yang tidak sesuai

Gangguan identitas diri/pribadi berhubungan dengan:

1. Fiksasi pada fase prasimbiotik dari perkembangan


2. Tugas-tugas tidak terselesaikan dari rasa percaya versus rasa tidak percaya
3. Deprivasi ihu
4. Stimulasi sensorik yang tidak sesuai
PERENCANAAN DAN RASIONALISASI
Menurut Townsend, M.C (1998) perencanaan dan rasionalisasi untuk mengatasi
masalah keperawatan pada anak dengan gangguan perkembangan pervasife autisme antara
lain:
Resiko terhadap mutilasi diri
Tujuan: Pasien akan mendemonstrasikan perilaku-perilaku alternative (misalnya memulai
interaksi antara diri dengan perawat) sebagai respons terhadap kecemasan dengan criteria
hasil:
1. Rasa gelisah dipertahankan pada tingkat anak merasa tidak memerlukan perilaku-perilaku
mutilatif diri
2. Pasien memulai interaksi antara diri dan perawat apabila merasa cemas
Intervensi
1.

Jamin keselamatan anak dengan memberi rasa aman, lingkungan yang kondusif untuk
mencegah perilaku merusak diri, Rasional: Perawat bertanggun jawab untuk menjamin
keselamatan anak)

2.

Kaji dan tentukan penyebab perilaku perilaku mutilatif sebagai respon terhadap
kecemasan, Rasional : pengkajian kemungkinan penyebab dapat memilih cara /alternative
pemecahan yang tepat

3. Pakaikan helm pada anak untuk menghindari trauma saat anak memukul-mukul kepala,
sarung tangan untuk mencegah menarik narik rambut, pemberian bantal yang sesuai
untuk mencegah luka pada ekstremitas saat gerakan-gerakan histeris, Rasional : Untuk
menjaga bagian-bagian vital dari cidera
4.

Untuk membentuk kepercayaan satu anak dirawat oleh satu perawat, Rasional : Untuk
dapat bisa lebih menjalin hubungan saling percaya dengan pasien

5. Tawarkan pada anak untuk menemani selama waktu - waktu mening-katnya kecemasan
agar tidak terjadi mutilasi, Rasional :Dalam upaya untuk menurunkan kebutuhan pada
perilaku-perilaku mutilasi diri dan memberikan rasa aman
Kerusakan interaksi sosial
Tujuan : Anak akan mendemonstrasikan kepercayaan pada seorang pemberi perawatan
yang ditandai dengan sikap responsive pada wajah dan kontak mata dalam waktu yang
ditentukan dengan criteria hasil:
1. Anak mulai berinteraksi dengan diri dan orang lain
2.

Pasien menggunakan kontak mata, sifat responsive pada wajah dan perilaku-perilaku
nonverbal lainnya dalam berinteraksi dengan orang lain

3. Pasien tidak menarik diri dari kontak fisik dengan orang lain
Intervensi
1.

Jalin hubungan satu satu dengan anak untuk meningkatkan keper-cayaan, Rasional :
Interaksi staf dengan pasien yang konsisten meningkatkan pembentukan kepercayaan

2.

Berikan benda-benda yang dikenal (misalnya: mainan kesukaan, selimut) untuk


memberikan rasa aman dalam waktu-waktu tertentu agar anak tidak mengalami distress,
Rasional : Benda-benda ini memberikan rasa aman dalam waktu-waktu aman bila anak
merasa distress

3.

Sampaikan sikap yang hangat, dukungan, dan kebersediaan ketika anak berusaha untuk
memenuhi kebutuhan kebutuhan dasarnya untuk meningkatkan pembentukan dan
mempertahankan hubungan saling percaya, Rasional: Karakteristik-karakteritik ini
meningkatkan pembentukan dan mempertahankan hubungan saling percaya

4.

Lakukan dengan perlahan-lahan, jangan memaksakan interaksi-interaksi, mulai dengan


penguatan yang positif pada kontak mata, perkenalkan dengan berangsur-angsur dengan
sentuhan, senyuman , dan pelukan, Rasional : Pasien autisme dapat merasa terncam oleh
suatu rangsangan yang gencar pada pasien yang tidak terbiasa

5. Dengan kehadiran anda beri dukungan pada pasien yang berusaha keras untuk membentuk
hubungan dengan orang lain dilingkungannya, Rasional :Kehadiran seorang yang telah
terbentuk hubungan saling percaya dapat memberikan rasa aman
Kerusakan komunikasi verbal

Tujuan : Anak akan membentuk kepercayaan dengan seorang pemberi perawatan ditandai
dengan sikap responsive dan kontak mata dalam waktu yang telah ditentukan dengan
kriteria hasil:

Pasien mampu berkomunikasi dengan cara yang dimengerti oleh orang lain

Pesan-pesan nonverbal pasien sesuai dengan pengungkapan verbal

Pasien memulai berinteraksi verbal dan non verbal dengan orang lain
Intervensi

1.

Pertahankan konsistensi tugas staf untuk memahami tindakan-tindakan dan komunikasi


anak, Rasional: Hal ini memudahkan kepercayaan dan kemampuan untuk memahami
tindakan-tindakan dan komunikasi pasien

2.

Antisipasi dan penuhi kebutuhan-kebutuhan anak sampai kepuasan pola komunikasi


terbentuk, Rasional : Pemenuhan kebutuhan pasien akan dapat mengurangi kecemasan
anak sehingga anak akan dapat mulai menjalin komunikasi dengan orang lain dengan
asertif

3.

Gunakan tehnik validasi konsensual dan klarifikasi untuk menguraikan kode pola
komunikasi ( misalnya :" Apakah anda bermaksud untuk mengatakan bahwa..?",
Rasional: Teknik-teknik ini digunakan untuk memastikan akurasi dari pesan yang diterima,
menjelaskan pengertian-pengertian yang tersembunyi di dalam pesan. Hati-hati untuk
tidak "berbicara atas nama pasien tanpa seinzinnya"

4.

Gunakan pendekatan tatap muka berhadapan untuk menyampaikan ekspresi-ekspresi


nonverbal

yang

benar

dengan

menggunakan

contoh,

Rasional:

Kontak

mata

mengekspresikan minat yang murni terhadap dan hormat kepada seseorang


Gangguan Indentitas Pribadi
Tujuan: Pasien akan menyebutkan bagian-bagian tubuh diri sendiri dan bagian-bagian
tubuh dari pemberi perawatan dalam waktu yang ditentukan untuk mengenali fisik dan
emosi diri terpisah dari orang lain saat pulang dengan kriteria hasil:

Pasien mampu untuk membedakan bagian-bagian dari tubuhnya dengan bagian-bagian


dari tubuh orang lain

Pasien menceritakan kemampuan untuk memisahkan diri dari lingkungannya dengan


menghentikan ekolalia (mengulangi kata-kata yang di dengar) dan ekopraksia (meniru
gerakan-gerakan yang dilihatnya)

1.

Intervensi:
Fungsi pada hubungan satu-satu dengan anak. Rasional : Interaksi pasien staf
meningkatkan pembentukan data kepercayaan

2.

Membantu anak untuk mengetahui hal-hal yang terpisah selama kegiatan-kegiatan


perawatan diri, seperti berpakaian dan makan. Rasional : Kegiatan-kegiatan ini dapat
meningkatkan kewaspadaan anda terhadap diri sebagai sesuatu yang terpisah dari orang
lain

3.

Jelaskan dan bantu anak dalam menyebutkan bagian-bagian tubuhnya. Rasional :


Kegiatan-kegiatan ini dapat meningkatkan kewaspadaan anak terhadap diri sebagai sesuatu
yang terpisah dari orang lain

4.

Tingkatkan kontak fisik secara bertahap demi tahap, menggunakan sentuhan untuk
menjelaskan perbedaan-perbedaan antara pasien dengan perawat. Berhati-hati dengans
entuhan sampai kepercayaan anak telah terbentuk. Rasional: Bila gerak isyarat ini dapat
diintepretasikan sebagai suatu ancaman oleh pasien

5. Tingkatkan upaya anak untuk mempelajari bagian-bagian dari batas-batas tubuh dengan
menggunakan cermin dan lukisan serta gambar-gambar dari anak. Rasional: Dapat
memberikan gambaran tentang bentuk tubuh dan gambaran diri pada anak.

Pendekatan untuk Meningkatkan Komunikasi


Berikut ini beberapa saran sewaktu berinteraksi dengan penyandang sindrom Down:
Posisikan wajah Anda agar ada kontak mata langsung.
Gunakan bahasa sederhana dan kalimat pendek.
Sertakan ekspresi wajah, gerakan tubuh, dan isyarat sewaktu berbicara.
Beri mereka waktu untuk memahami dan menjawab.
Dengarkan baik-baik, dan minta mereka mengulangi instruksi.

digilib.its.ac.id

Вам также может понравиться