Вы находитесь на странице: 1из 16

Defenisi Tanah

Tanah, pada kondisi alam, terdiri dari campuran butiran-butiran mineral dengan atau tanpa
kandungan bahan organik. Butiran-butiran tersebut dapat dengan mudah dipisahkan satu sama
lain dengan kocokan air. Material ini berasal dari pelapukan batuan, baik secara fisik maupun
kimia. Sifat-sifat teknis tanah, kecuali oleh sifat batuan induk yang merupakan material asal, juga
dipengaruhi oleh unsur-unsur luar yang menjadi penyebab terjadinya pelapukan batuan tersebut.
Istilah-istilah seperti kerikil, pasir, lanau dan lempung digunakan dalam teknik sipil untuk
membedakan jenis-jenis tanah. Pada kondisi alam, tanah dapat terdiri dari dua atau lebih
campuran jenis-jenis tanah dan kadang-kadang terdapat pula kandungan bahan organik. Material
campurannya kemudian dipakai sebagai nama tambahan dibelakang material unsur utamanya.
Sebagai contoh, lempung berlanau adalah tanah lempung yang mengandung lanau dengan
material utamanya adalah lempung dan sebagainya.
Tanah terdiri dari 3 komponen, yaitu udara, air dan bahan padat. Udara dianggap tidak
mempunyai pengaruh teknis, sedangkan air sangat mempengaruhi sifat-sifat teknis tanah. Ruang
diantara butiran-butiran, sebagian atau seluruhnya dapat terisi oleh air atau udara. Bila rongga
tersebut terisi air seluruhnya, tanah dikatakan dalam kondisi jenuh. Bila rongga terisi udara dan
air, tanah pada kondisi jenuh sebagian (partially saturated). Tanah kering adalah tanah yang
tidak mengandung air sama sekali atau kadar airnya nol (Hardiyatmo, 1996).

2.3 Macam-macam Pondasi


Pondasi adalah bagian terendah bangunan yang meneruskan beban bangunan ketanah atau
batuan yang berada dibawahnya. Klasifikasi pondasi dibagi 2 (dua) yaitu:
1. Pondasi dangkal
Pondasi dangkal adalah pondasi yang mendukung beban secara langsung dengan kedalaman
Df/B seperti :
a. Pondasi telapak yaitu pondasi yang berdiri sendiri dalam mendukung kolom

Gambar 2.1 Pondasi dangkal

b. Pondasi memanjang yaitu pondasi yang digunakan untuk mendukung sederetan kolom yang
berjarak dekat sehingga bila dipakai pondasi telapak sisinya akan terhimpit satu sama lainnya

Gambar 2.2 Pondasi memanjang


c. Pondasi rakit (raft foundation) yaitu pondasi yang digunakan untuk mendukung bangunan
yang terletak pada tanah lunak atau digunakan bila susunan kolom-kolom jaraknya
sedemikian dekat disemua arahnya, sehingga bila dipakai pondsi telapak, sisi-sisinya
berhimpit satu sama lainnya

Gambar 2.1 Pondasi rakit (raft foundation)

2. Pondasi dalam

Pondasi dalam adalah pondasi yang meneruskan beban bangunan ke tanah keras atau batu yang
terletak jauh dari permukaan dengan kedalaman Df/B , seperti:
a. Pondasi sumuran (pier foundation) yaitu pondasi yang merupakan peralihan antara pondasi
dangkal dan pondasi tiang, digunakan bila tanah dasar yang kuat terletak pada kedalaman
yang relatif dalam, dimana pondasi sumuran nilai kedalaman (Df) dibagi lebarnya (B) lebih
besar 4 sedangkan pondasi dangkal Df/B 1.

Gambar 2.3 Pondasi sumuran (pier foundation)

b.Pondasi tiang (pile foundation), digunakan bila tanah pondasi pada kedalaman yang normal
tidak mampu mendukung bebannya dan tanah kerasnya terletak pada kedalaman yang sangat
dalam. Pondasi tiang umumnya berdiameter lebih kecil dan lebih panjang dibanding dengan
pondasi sumuran (Bowles, 1991).

Gambar 2.4 Pondasi tiang (pile foundation)

2.4 Tiang Dukung Ujung dan Tiang Gesek


Ditinjau dari cara mendukung beban, tiang dapat dibagi menjadi 2 (dua) macam
(Hardiyatmo, 2002), yaitu :
1. Tiang dukung ujung (end bearing pile) adalah tiang yang kapasitas dukungnya ditentukan
oleh tahanan ujung tiang. Umumnya tiang dukung ujung berada dalam zone tanah yang
lunak yang berada diatas tanah keras. Tiang-tiang dipancang sampai mencapai batuan
dasar atau lapisan keras lain yang dapat mendukung beban yang diperkirakan tidak
mengakibatkan penurunan berlebihan. Kapasitas tiang sepenuhnya ditentukan dari
tahanan dukung lapisan keras yang berada dibawah ujung tiang.

Gambar 2.5 Tiang dukung ujung (end bearing pile)

2. Tiang gesek (friction pile) adalah tiang yang kapasitas dukungnya lebih ditentukan oleh
perlawanan gesek antara dinding tiang dan tanah disekitarnya. Tahanan gesek dan pengaruh
konsolidasi lapisan tanah dibawahnya diperhitungkan pada hitungan kapasitas tiang.

Gambar 2.6 Tiang gesek (friction pile)

2.5 Kapasitas Daya Dukung Tiang Pancang Dari Hasil Sondir


Diantara perbedaaan tes dilapangan, sondir atau cone penetration test (CPT) seringkali
sangat dipertimbangkan berperanan dari geoteknik. CPT atau sondir ini tes yang sangat cepat,
sederhana, ekonomis dan tes tersebut dapat dipercaya dilapangan dengan pengukuran terusmenerus dari permukaan tanah-tanah dasar. CPT atau sondir ini dapat juga mengklasifikasi
lapisan tanah dan dapat memperkirakan kekuatan dan karakteristik dari tanah. Didalam
perencanaan pondasi tiang pancang (pile), data tanah sangat diperlukan dalam merencanakan
kapasitas daya dukung (bearing capacity) dari tiang pancang sebelum pembangunan dimulai,
guna menentukan kapasitas daya dukung ultimit dari tiang pancang. Kapasitas daya dukung
ultimit ditentukan dengan persamaan sebagai berikut :
Qu = Qb + Qs = qbAb + f.As ........................................................................... (2.1)
dimana : Qu = Kapasitas daya dukung aksial ultimit tiang pancang.
Qb = Kapasitas tahanan di ujung tiang.
Qs = Kapasitas tahanan kulit.
qb = Kapasitas daya dukung di ujung tiang persatuan luas.
Ab = Luas di ujung tiang.
f = Satuan tahanan kulit persatuan luas.
As = Luas kulit tiang pancang.
Dalam menentukan kapasitas daya dukung aksial ultimit (Qu) dipakai Metode Aoki dan De
Alencar.

Aoki dan Alencar mengusulkan untuk memperkirakan kapasitas dukung ultimit dari data Sondir.
Kapasitas dukung ujung persatuan luas (qb) diperoleh sebagai berikut :
qb =

........................................................................................................... (2.2)

dimana : qca (base) = Perlawanan konus rata-rata 1,5D diatas ujung tiang, 1,5D dibawah
ujung tiang
Fb = faktor empirik tergantung pada tipe tanah.
Tahanan kulit persatuan luas (f) diprediksi sebagai berikut :
F = qc (side)

......................................................................................................... (2.3)

dimana : qc (side) = Perlawanan konus rata-rata pada masing lapisan sepanjang tiang.
Fs = Faktor empirik tahanan kulit yang tergantung pada tipe tanah.
Fb = Faktor empirik tahanan ujung tiang yang tergantung pada tipe tanah.

Tabel 2.1 Faktor empirik Fb dan Fs (Titi & Farsakh,: 1999)


Tipe Tiang Pancang
Tiang Bor
Baja
Beton Pratekan

Fb

Fs

3,5
1,75
1,75

7,0
3,5
3,5

Tabel 2.2 Nilai faktor empirik untuk tipe tanah yang berbeda (Titi & Farsakh, 1999)

Tipe Tanah

s (%)

Tipe Tanah

s (%)

Tipe Tanah

s (%)

Pasir

1,4

Pasir berlanau

2,2

2,4

Pasir
kelanauan

2,0

2,8

Pasir
kelanauan
dengan
lempung
Pasir
berlempung
dengan lanau

2,4

Pasir berlanau
dengan
lempung
Lanau

Lempung
berpasir
Lempung
berpasir
dengan lanau
Lempung
berlanau
dengan pasir

2,8

Lanau
berlempung
dengan pasir

3,0

Lempung
berlanau

6,0

Pasir
berlempung

3,0

Lanau
berlempung

3,4

Lempung

6,0

3,0

2,8
3,0

Pada umumnya nilai s untuk pasir = 1,4 persen, nilai s untuk lanau = 3,0 persen dan nilai s
untuk lempung = 1,4 persen.
Untuk menghitung daya dukung tiang pancang berdasarkan data hasil pengujian sondir dapat
dilakukan dengan menggunakan metode Meyerhoff.
Daya dukung ultimate pondasi tiang dinyatakan dengan rumus :
Qult = (qc x Ap)+(JHL x K11) .................................................................................... (2.4)
dimana : Qult = Kapasitas daya dukung tiang pancang tunggal.
qc = Tahanan ujung sondir.
Ap = Luas penampang tiang.
JHL = Jumlah hambatan lekat.
K11 = Keliling tiang.
Daya dukung ijin pondasi dinyatakan dengan rumus :
Qijin =

................................................................... (2.5)

dimana : Qijin = Kapasitas daya dukung ijin pondasi.


qc = Tahanan ujung sondir.
Ap = Luas penampang tiang.

JHL = Jumlah hambatan lekat.


K11 = Keliling tiang.

2.6 Faktor Aman


Untuk memperoleh kapasitas ijin tiang, maka diperlukan untuk membagi kapasitas ultimit
dengan faktor aman tertentu. Faktor aman ini perlu diberikan dengan maksud :
a. Untuk memberikan keamanan terhadap ketidakpastian metode hitungan yang digunakan.
b. Untuk memberikan keamanan terhadap variasi kuat geser dan kompresibilitas tanah.
c. Untuk meyakinkan bahwa bahan tiang cukup aman dalam mendukung beban yang bekerja.
d. Untuk meyakinkan bahwa penurunan total yang terjadi pada tiang tunggal atau kelompok
masih tetap dalam batas-batas toleransi.
e. Untuk meyakinkan bahwa penurunan tidak seragam diantara tiang-tiang masih dalam batas
toleransi.
Sehubungan dengan alasan butir (d), dari hasil banyak pengujian-pengujian beban tiang,
baik tiang pancang maupun tiang bor yang berdiameter kecil sampai sedang (600 mm),
penurunan akibat beban bekerja (working load) yang terjadi lebih kecil dari 10 mm untuk faktor
aman yang tidak kurang dari 2,5 (Tomlinson, 1977).
Besarnya beban bekerja (working load) atau kapasitas tiang ijin (Qa) dengan memperhatikan
keamanan terhadap keruntuhan adalah nilai kapasitas ultimit (Qu) dibagi dengan faktor aman
(SF) yang sesuai. Variasi besarnya faktor aman yang telah banyak digunakan untuk perancangan
pondasi tiang pancang, sebagai berikut :
............................................................................................ (2.6)

2.7 Penurunan Tiang


Dalam bidang teknik sipil ada dua hal yang perlu diketahui mengenai penurunan, yaitu :
a. Besarnya penurunan yang akan terjadi.
b. Kecepatan penurunan.
Istilah penurunan (settlement) digunakan untuk menunjukkan gerakan titik
tertentu pada bangunan terhadap titik referensi yang tetap. Umumnya,
penurunan yang tidak seragam lebih membahayakan bangunan dari pada
penurunan totalnya.

Gambar 2.7 Contoh kerusakan bangunan akibat penurunan

1. Pada gambar (a), dapat diperhatikan jika tepi bangunan turun lebih besar dari bagian
tengahnya, bangunan diperkirakan akan retak-retak pada bagian tengahnya.
2. Pada gambar (b), jika bagian tengah bangunan turun lebih besar, bagian atas bangunan dalam
kondisi tertekan dan bagian bawah tertarik. Bila deformasi yang terjadi sangat besar, tegangan
tarik yang berkembang dibawah bangunan dapat mengakibatkan retakan-retakan.
3. Pada gambar (c), penurunan satu tepi/sisi dapat berakibat keretakan pada bagian c.
4. Pada gambar (d), penurunan terjadi berangsur-angsur dari salah satu tepi bangunan, yang
berakibat miringnya bangunan tanpa terjadi keretakan pada bagian bangunan.
Selain dari kegagalan kuat dukung (bearing capacity failure) tanah, pada setiap proses
penggalian selalu dihubungkan dengan perubahan keadaan tegangan didalam tanah. Perubahan

tegangan pasti akan disertai dengan perubahan bentuk, pada umumnya hal ini yang
menyebabkan penurunan pada pondasi (Hardiyatmo, 1996).
2.7.1 Perkiraan penurunan tiang tunggal
Menurut Poulus dan Davis (1980) penurunan jangka panjang untuk pondasi tiang tunggal tidak
perlu ditinjau karena penurunan tiang akibat konsolidasi dari tanah relatif kecil. Hal ini disebabkan
karena pondasi tiang direncanakan terhadap kuat dukung ujung dan kuat dukung friksinya atau
penjumlahan dari keduanya (Hardiyatmo, 2002).
Perkiraan penurunan tiang tunggal dapat dihitung berdasarkan :
a. Untuk tiang apung atau tiang friksi
......................................................................................................... (2.8)

dimana : I = Io . Rk . Rh . R
b. Untuk tiang dukung ujung

(2.9)

dimana : I = Io . Rk . Rb . R
dengan : S = Penurunan untuk tiang tunggal.
Q = Beban yang bekerja
Io = Faktor pengaruh penurunan untuk tiang yang tidak mudah mampat (Gambar 2.7).
Rk = Faktor koreksi kemudah mampatan tiang (Gambar 2.8).
Rh = Faktor koreksi untuk ketebalan lapisan yang terletak pada tanah keras (Gambar 2.9).
R = Faktor koreksi angka Poisson (Gambar 2.10).
Rb = Faktor koreksi untuk kekakuan lapisan pendukung (Gambar 2.11).
h = Kedalaman total lapisan tanah dari ujung tiang ke muka tanah.
D = Diameter tiang.

Gambar 2.8 Faktor penurunan Io (Poulos dan Davis)

Gambar 2.9 Koreksi kompresi, Rk (Poulos dan Davis)

Gambar 2.10 Koreksi kedalaman, Rh (Poulos dan Davis)

Gambar 2.11 Koreksi angka Poisson, R (Poulus dan Davis)


(Hardiyatmo, H.C., 2002)

Gambar 2.12 Koreksi kekakuan lapisan pendukung, Rb (Poulos dan Davis)

Pada Gambar 2.16, 2.18, dan 2.19, K adalah suatu ukuran kompresibilitas relatif dari tiang dan
tanah yang dinyatakan oleh persamaan :
.(2.10)

.(2.11)

Dimana : K = Faktor kekakuan tiang.


Ep = Modulus elastisitas dari bahan tiang.
Es = Modulus elastisitas tanah disekitar tiang.
Eb = Modulus elastisitas tanah didasar tiang.

Вам также может понравиться