Вы находитесь на странице: 1из 13

PENDEKATAN CITRA DIGITAL UNTUK MENCARI LUASAN

DAERAH TAK TERATUR


MOHAMADYASIN, SUSY KUSPAMBUDI A., MIMIEP SETYOWATI MADJA
Abstrak : Untuk menentukan luasan suatu daerah biasanya didekati dengan pendekatan

rumus atau fungsi. Apabila daerah yang akan dicari luasannya berbentuk luasan teratur
seperti segitiga, segiempat, lingkaran atau luasan teratur lainnya, dapat dicari dengan
menggunakan rumus. Demikian juga apabila daerah yang akan dicari luasannya berupa
kurva sederhana, maka dapat dicari dengan menggunakan pendekatan fungsi. Menjadi sulit
apabila daerah yang akan dicari luasannya tidak bisa didekati, baik dengan menggunakan
rumus maupun menggunakan pendekatan fungsi.
Salah satu cara yang bisa digunakan untuk mencari luasan dari daerah tak tentu
adalah dengan membagi daerah tak tentu tersebut menjadi banyak grid dimana satu grid
mewakili satu satuan luas. Dengan menghitung banyaknya bagian-bagian dalam daerah
tersebut, dapat diketahui luasan daerah tersebut dalam satuan luas. Metode ini disebut
dengan metode raster.
Berdasarkan hasil penghitungan luas 6 citra menggunakan program dengan 5 nilai
ambang yang berbeda menunjukkan bahwa: (a) Perubahan nilai ambang yang digunakan
berpengaruh pada besarnya nilai error yang dihasilkan dari perhitungan luas citra
menggunakan program . Untuk citra pulau Bali semakin besar nilai ambang maka
didapatkan hasil yang semakin baik, tetapi sebaliknya untuk pulau Lombok, semakin besar
nilai ambang didapatkan hasil yang semakin buruk, (b) Rata-rata persentase error untuk
citra pulau Bali adalah 11.11% sedangkan rata-rata persentase error untuk citra pulau
Lombok adalah 16.33%. (c) Tingginya nilai rata-rata persentase error menunjukkan bahwa
program belum berhasil.(d) Ketidak berhasilan program dikarenakan sulitnya untuk
mendapatkan skala yang tepat.
A. PENDAHULUAN
Untuk menentukan luasan suatu daerah biasanya didekati dengan pendekatan rumus
atau fungsi. Apabila daerah yang akan dicari luasannya berbentuk luasan teratur seperti
segitiga, segiempat, lingkaran atau luasan teratur lainnya, dapat dicari dengan menggunakan
rumus. Demikian juga apabila daerah yang akan dicari luasannya berupa kurva sederhana,
maka dapat dicari dengan menggunakan pendekatan fungsi. Menjadi sulit apabila daerah
yang akan dicari luasannya tidak bisa didekati, baik dengan menggunakan rumus maupun
menggunakan pendekatan fungsi.
Untuk menentukan luas daerah yang berbentuk kurva atau daerah yang dibatasi oleh
kurva dapat menggunakan metode integral Reimann atau metode integral lainnya. Tapi
bagaimana cara menentukan luasan dari suatu daerah yang tidak bisa didekati oleh kurva?
Misalnya pada bangun datar tak beraturan, atau pada peta suatu daerah.
Berdasarkan penelitian sebelumnya yang berjudul Pengolahan Citra Digital Untuk
Mendeteksi Obyek Menggunakan Pengolahan Warna Model Normalisasi RGB (RD.
Kusumanto, Alan Novi Tompunu, 2011), dengan menggunakan EmguCV dan metode
normalisasi warna RGB pada citra, mampu mendeteksi luasan dari suatu objek bola pada
citra. Penelitian tersebut masih terbatas pada suatu objek beraturan. Pada penelitian ini akan
dibuat suatu aplikasi untuk menentukan luasan daerah tak beraturan yang tidak dapat didekati
oleh fungsi.
Salah satu cara yang bisa digunakan untuk mencari luasan dari daerah tak tentu adalah
dengan membagi daerah tak tentu tersebut menjadi banyak grid dimana satu grid mewakili

satu satuan luas. Dengan menghitung banyaknya bagian-bagian dalam daerah tersebut, dapat
diketahui luasan daerah tersebut dalam satuan luas. Metode ini disebut dengan metode raster.
Obyek yang akan dicari luasannya terlebih dahulu harus dirubah menjadi bentuk citra
digital. Format citra yang dipilih adalah format bitmap atau yang lebih dikenal dengan format
BMP.
Sebelum citra dicari luasannya, terlebih dahulu harus dengan menggunakan metode
Tresholding (pengembangan) untuk merubah citra menjadi citra 2 warna hitam dan putih
(citra biner), dimana bagian yang akan dihitung dibuat menjadi putih.
Perhitungan grid-grid dapat dilakukan dengan menghitung pixel-pixel yang ada pada
citra. Citra yang telah diperoleh akan ditampilkan pada layar computer yang tersusun atas
titik- titik (pixel). Hal ini sama saja dengan membagi citra yang ditampilkan menjadi bagianbagian kecil. Sehingga didapatkan luas suatu objek pada citra dalam satuan luas yang
selanjutnya akan dikalikan dengan skala tertentu sehingga didapat luasan objek dalam satuan
luas centimeter persegi (cm2).
Pengukuran luas citra ini bermanfaat untuk menentukan luas suatu daerah atau peta
suatu daerah, luas daerah terdampak bencana, dan lain-lain. Selain itu dapat juga
dikembangkan sebagai media pembelajaran dalam matematika untuk mengetahui luasan
suatu bangun datar yang tidak beraturan.

B. LANDASAN TEORI
1. Luas
Secara
umum,
luas
di
definisikan
sebagai
besaran
yang
menyatakan ukuran dua dimensi dari suatu bagian permukaan yang dibatasi dengan suatu
batas jelas. Menurut Husen dalam Ikhsan (2011:10), Luas adalah sesuatu yang menyatakan
besarnya daerah lengkung (kurva) sederhana, daerahnya ialah kurva tertutup sederhana
digabung dengan bagian dalamnya.
Metode Perhitungan Luas
Untuk menentukan luas daerah yang di batasi kurva, ada beberapa metode yang dapat
digunakan. Salah satunya adalah metode jumlah Reimann, yaitu dengan cara membagi daerah
dibawahkurva menjadi beberapa bagian dengan interval yang sama (partisi).

Gambar 1. Metode Jumlah Reimann (Purcell,2007:222)


Untuk menghitung jumlah Reimann untuk

yang berpadanandengan partisi

interpretasi geometri nya di perlihatkan pada gambar 1 dan dapat di hitung dengan rumus

Metode lain yang dapat digunakan untuk menentukan luas daerah dibawah kurva yaitu
dengan integral tentu. Teorema yang diungkapkan Purcell (2007:223) berikut menjelaskan
tentang integral tentu sebagai berikut:
Misalkan

ada maka

suatu fungsi yang didefinisikan pada interval tertutup

terintegrasi pada

. Lebih lanjut

. Jika

disebut integral tentu (atau

integral Reimann) , kemudian diberikan oleh

2. Citra Digital
Secara umum citra diartikan sebagai representasi dari sesuatu atau diartikan juga
sebagai suatu gambaran dari suatu objek. Secara harfiah citra (image) adalah gambar pada
bidang dua dimensi.Jika ditinjau dari sudut pandang matematis, Citra adalah suatu fungsi
intensitas cahaya dua dimensi f(x,y) dimana x adalah posisi baris dan y adalah posisi kolom
sedangkan F adalah fungsi intensitas atau kecerahan dari citra pada koordinat (x,y)
(Fifin:2012).
2.1 Definisi Citra Digital
Citra digital adalah suatu citra yang dapat diolah oleh komputer. Dalam pengertian
lain, citra digital adalah suatu citra yang dapat didefinisikan sebagai fungsi
berukuran
koordinat

dengan x dan y adalah koordinat spasial, dan amplitudo

di titik

dinamakan intensitas dari citra pada titik tersebut, dengan nilai

dan amplitudo secara keseluruhan finite dan bernilai diskrit (Brigida:2012)


Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa citra digital merupakan suatu
matriks dimana indeks baris dan kolomnya menyatakan suatu titik pada citra tersebut dan
elemen matriksnya (pixel/picture element) merepresentasikan informasi pada titik

tersebut. Informasi yang dinyatakan bisa berupa informasi warna pada citra. Matrik yang
dinyatakan suatu citra digitalyaitu dengan matriks berukuran N (baris) M (kolom)
sebafai berikut :

Suatu citra digital dapat dihasilkan dengan proses digitalisasi terhadap citra
kontinu. Sama halnya Proses digitalisasi dalam bentuk data lain, proses digitalisasi pada
citra juga merupakan proses pengubahan suatu bentuk data citra dari yang bersifat analog
ke digital.
2.2 Jenis Jenis Citra
Suatu pixel pada citra digital memiliki nilai dalam rentangan tertentu. Rentang
nilai yang digunakan berbeda-beda bergantung pada jenis warna yang digunakan.
Secara umum Rentang nilai yang digunakan dalam suatu pixel adalah 8 bit atau
rentang 0-255. Berikut jenis-jenis citra berdasarkan nilai pixel nya.
Citra Biner (Monokrom)
Citra biner adalah citra digital yang hanya terdapat 2 kemungkinan warna,
yaitu hitam dan putih. Citra jenis ini dikenal juga sebagai citra monokrom atau citra
hitam putih. Suatu titik pada citra biner hanya dapat berisi warna hitam yang bernilai
0 atau warna putih yang bernilai 1. Setiap titik pada citra monokrom hanya
memerlukan 1 bit, sehingga setiap byte dapat menampung informasi 8 titik.
Citra Keabuan (Grayscale)
Citra grayscale adalah citra yang memiliki tingkatan warna dengan warna
hitam sebagai warna minimal dan warna putih sebagai warna maksimal. Pada citra
keabuan ini ukuran bit warna yang digunakan bisa bervariasi, mulai 1 bit hingga 8 bit.
Citra ini memungkinkan adanya kombinasi warna lebih banyak dibanding dengan
citra monokrom.
Citra Warna (True Color)
Pada citra warna, setiap titik memiliki warna yang spesifik yang berupa
kombinasi dari 3 warna dasar yaitu: merah, hijau, biru. Format citra ini disebut
sebagai citra RGB (Firdausy,2005:10). Setiap warna dasar pada citra RGB memiliki
intensitas tersendiri dengan ukuran 8 bit (0-255). Jumlah kombinasi yang mungkin
dihasilkan untuk citra RGB adalah 16 juta warna.
2.3 Pengolahan Citra
Pengolahan citra digital adalah manipulasi dan interprestasi digital dari suatu citra
dengan bantuan komputer. Pengolahan citra bertujuan untuk memperbaiki kualitas dari suatu
citra. Misalnya dengan melakukan peningkatan kontras, restorasi citra, transformasi warna.

Proses pengolahan citra dilakukan melalui 3 tahap, yaitu (1) Tahap pengambilan
citra yang akan diolah. Proses pengambilan citra bisa berasal dari citra alami kemudian
dilakukan digitalisasi pada citra tersebut sehingga diperoleh citra digital. Proses ini
dinamakan akuisisi citra, (2) Tahapan selanjutnya adalah pra proses, yaitu tahapan
memperbaiki citra sehingga meningkatkan kemungkinan keberhasilan proses

selanjutnya, (3) Tahap Analisis citra yaitu tahapan menemukan, mengidentifikasi, dan
memahami suatu citra yang relevan.
2.3.1. Merubah Citra Menjadi Citra Grayscale
Suatu citra true color dapat diubah menjadi citra keabuan dengan
menggunakan operasi titik. Intensitas dari suatu citra keabuan didefiniksikan
sebagai nilai rata rata dari warna RGB (Red,Green,Blue). Menurut Kusumanto
(2011) intensitas dari citra keabuan dapat dihitung dengan rumus berikut

Dengan IR (x,y) = nilai pixel Red pada titik (x,y), IG (x,y) = nilai pixel Green
pada titik (x,y), IB (x,y) = nilai pixel Blue pada titik (x,y).
2.3.2. Penghalusan Citra (Image Smothing)
Pelembutan citra (image smoothing) bertujuan untuk menekan gangguan
(noise) pada citra. Gangguan pada citra umumnya berupa variasi intensitas suatu
pixel yang tidak berkorelasi dengan pixel-pixel tetangganya. Secara visual,
gangguan mudah dilihat oleh mata karena tampak berbeda dengan pixel
tetangganya.
Operasi pelembutan citra dilakukan untuk menekan komponen yang
berfrekuensi tinggi dan meloloskan komponen yang berfrekuensi rendah (lowpass filter). Karena pixel yang mengalami gangguan umumnya memiliki
frekuensi tinggi. Efek dari filter ini membuat perubahan dari citra keabuan
menjadi lebih lembut (Abdul Kadir,2013:119).
Pada ranah
spasial,
operasi
pelembutan
dilakukan
dengan
menggantiintensitas suatu pixel dengan rata-rata dari nilai pixel tersebut dengan
nilai pixel-pixeltetangganya. Jadi, diberikan citra f(x,y) yang berukuran N M.
Munir (2002:110) mengungkapkan bahwa citra hasilpelembutan, g(x,y),
didefinisikan sebagai berikut:

dengan
Operasi penapisan/filtering ini mempunyai efek pemerataan derajat
keabuan, sehinggagambar yang diperoleh tampak lebih kabur kontrasnya. Munir
(2002:112) juga mengungkapkan bahwa efek pengaburan yang dihasilkan dari
penapis rata-rata dapat dikurangi dengan prosedur pengambangan berikut:

Dengan T adalah nilai ambang yang dispesifikasikan.


2.3.3. Pengambangan
Operasi pengambangan (thresholding) digunakan untuk mengubah citra
dengan format grayscale menjadi citra biner atau citra monokrom. Pada operasi
ini diperlukan suatu nilai ambangT yang menjadi penentu pengubahan nilai dari
suatu citra grayscale menjadi citra biner. Nilai ambang T dipilih sedemikian

sehingga galat yang diperoleh sekecil mungkin.Cara yang umum menentukan


nilai T adalah dengan membuat histogram citra.
Misalkan Ki adalah suatu nilai pada suatu titik pada citra grayscale. Jika
nilai Ki ambang T yang ditentukan maka nilai titik tersebut di paksa pada nilai 1
pada citra biner. Jika nilai < ambang T yang ditentukan maka nilai titik tersebut
di paksa pada nilai 0 pada citra biner.
2.4 Operasi Pada Citra Biner
2.4.1 Operasi Erosi dan Dilasi
Operasi dilasi adalah suatu operasi yang biasa digunakan untuk mendapatkan
efek pelebaran dari pixel-pixel yang bernilai 1. Gonzales (2002) dalam Abdul Kadir
(2002:200) merumuskan operasi ini sebagai berikut:
Dalam hal ini ,

Sedangkan Erosi adalah suatu proses yang digunakan untuk mempersempit


pixel-pixel yang bernilai 1 pada citra biner. Rika (2013) mengungkapkan bahwa
operasi erosi dapat dinyatakan sebagai:
E(A,B)

Hasil dari proses ini adalah objek dari suatu citra yang menyempit serta lubang
pada objek tersebut akan membesar. Intensitas perbesaran dan pengecilan yang terjadi
pada operasi ini didasarkan pada ukuran elemen penstruktur (structur elemen / SE)
yang digunakan.
2.4.2 Operasi Opening dan Closing
Operasi opening merupakan operasi erosi yang diikuti oleh operasi dilasi
dengan penstrukturan elemen yang sama. Fungsinya untuk menghaluskan kontur dari
suatu objek pada citra. Selain itu operasi ini bertujuan untuk menghilangkan pixelpixel pada citra yang terlalu kecil untuk ditempati oleh elemen penyusunnya.
Sementara operasi closing berguna untuk menghaluskan kontur dan menghilangkan
lubang-lubang kecil pada objek dari suatu citra.
Abdul Kadir (2002:203) mendefinisikan operasi opening dan closing sebagai
berikut:
AoB
Dan A O B

, untuk operasi opening


untuk operasi closing

2.5 Luas Objek


Metode perhitungan luas pada suatu objek pada citra biner secara konsep sama
dengan penghitungan luas dengan metode raster. Yaitu dengan membagi daerah yang
akan dihitung menjadi beberapa grid (kotak kotak) dimana satu grid mewakili satu
satuan luas.
Suatu citra biner yang tertampil pada layar monitor telah disajikan dalam model
raster. Dalam model raster ini setiap objek pada suatu citra disajikan dalam bentuk

sel-sel yang biasa kita kenal dengan pixel(picture elemen). Tiap tiap pixel ini memuat
suatu nilai 0 atau 1.
Cara menghitung luas dari suatuobjek pada citra biner adalah dengan
menghitung jumlah pixel-pixeldari objek tersebut. Hal ini dapat dirumuskan sebagai
berikut:

Dengan

, jika

adalah pixel objek.

2.6 Konversi Pixel


Dalam teknologi komputer dan citra digital, suatu pixel atau picture elemen
adalah suatu elemen terkecil yang dapat diakses dalam suatu perangkat penampil citra.
Letak dari suatu pixel berkorespondensi dengan koordinat titik (x,y) pada layar
perangkat penampil citra. Menurut Kateryna Yuri, Pixel adalah suatu besaran untuk
menyatakan ukuran dari suatu citra digital. 1 pixel = 0.02645833333333 cm dan 1 cm
= 37.79527559055 pixel.

3. METODE PENELITIAN
Penelitian dimulai dengan studi literatur untuk mendapatkan teknik atau cara untuk
mendapatkan luasan baik untuk luasan daerah yang beraturan maupun luasan daerah
tidak beraturan. Luasan daerah tersebut berupa gambar dua dimensi baik berbentuk
gambar (citra) berwarna ataupun gambar hitam putih. Apabila citra yang didapat
memiliki format selain format bitmap (.BMP) maka citra tersebut harus diubah menjadi
citra yang berformat bitmap (.BMP). Pengubahan format citra menjadi format bitmap
menggunakan aplikasi yang sudah ada seperti photoshop atau aplikasi pungubah citra
lainnya. Selanjutnya, citra yang sudah berupa citra warna (RGB) diubah menjadi citra
grayscale.
Tahapan berikutnya adalah merubah citra grayscale menjadi citra biner dengan
proses tresholding. Pada citra biner dilakukan perbaikan akhir sebelum dihitung luasnya
yaitu dengan proses opening dan closing .
Tahapan ketiga adalah menghitung luas citra dengan pendekatan raster. Yaitu
menghitung pixel-pixel pada citra yang bernilai 1. Luas yang diperoleh dari citra
kemudian dikonversikan kedalam satuan panjang cm. Jika citra memiliki skala maka
hasil konversi akan dikalikan dengan skala. Jika tidak maka perbandingan di anggap 1:1.
3.1 Pengambilan Citra
Proses pengambilan citra dilakukan dengan mengubah citra asli menjadi citra
digital. Dalam hal ini citra yang digunakan adalah dengan ukuran skala tertentu. Jika
yang digunakan tidak memiliki skala maka pada proses penghitungan digunakan skala
1:1.
Untuk mendigitalisasi citra asli digunakan scanner. Hal ini dilakukan agar
ukuran citra asli tidak berubah sehingga tidak mempengaruhi skala yang ada pada citra
yang digunakan.
Selanjutnya citra digital yang akan diproses harus diubah menjadi format
bitmap (BMP). Sotfware yang bisa digunakan untuk merubah format citra antara lain
Microsoft Paint dan Corel Photo Paint.

3.2 Proses Pengolahan Citra

Software yang digunakan untuk proses mengolah citra digital adalah Borland
Delphi7. Citra yang akan diolah ditampilkan pada program tanpa merubah ukutan citra.
Berikut adalah proses yang dilakukan untuk mengolah citra:
3.2.1 Grayscale
Proses Grayscale bertujuan mengkonversi citra true color menjadi citra keabuan.
Proses pengkonversian citra dilakukan dengan menggunakan perhitungan berikut:

Dengan

nilai titik keabuan.


nilai titik Red
nilai titik Green
nilai titik Blue

3.2.2
Pengambangan
Proses pengambangan (tresholding) bertujuan untuk menkonversi citra keabuan
(grayscale) menjadi citra biner. Pengambangan dilakukan dengan perhitungan
berikut:

3.2.3

Dilasi
Operasi dilasi digunakan untuk mendapatkan citra biner dengan pixel-pixel
yang bernilai 1 yang kemudian diperlebar sehingga menutup celah celah pada citra
yang tidak diperlukan. Implementasi proses dilasi didasarkan pada persamaan
.

3.2.4

Erosi
Proses erosi digunakan untuk mempersempit pixel-pixel yang bernilai 1 pada
citra biner. Dengan kata lain operasi erosidigunakan untuk memisahkan sejumlah
elemen elemen yang bersinggungan.

3.2.5

Opening
Proses opening dilakukan dengan melakukan proses erosi kemudian
dilanjutkan dengan proses dilasi dengan menggunakan elamen penstruktur (SE)
yang sama. Berikut algoritma sistem yang diungkapkan oleh Eddy Nuraharjo (2012).
1. Ambil file citra.
2. Proses erosi.
3. Proses dilasi.
4. Tampilkan citra hasil opening.

3.2.6

Closing
Proses closing bertujuannya untuk menghaluskan kontur objek dan
menghilangkan pixel-pixel yang terlalu kecil. Proses ini dilakukan dengan operasi

dilasi dan dilanjutkan operasi erosi. Berikut algoritma sistem yang diungkapkan oleh
Eddy Nuraharjo (2012).
4 Ambil file citra.
1 Proses dilasi.
2 Proses erosi.
3 Tampilkan citra hasil opening.
3.3 Proses Penghitungan Luas Citra
Proses penghitungan luas dari citra dilakukan dengan menghitung pixel-pixel
yang bernilai 1 dalam citra. Langkah ini dilakukan menggunakan algoritma sebagai
berikut :
Input :

adalah citra masukan berukuran M baris dan N kolom

Output:

Luas
1. Luas
2. For p
3.
4.
5.

to

For j

to

If pixel (p,q) dalam objek


Luas

Luas

6.
End If
7.
End For
8. End For
3.4

Konversi dan Perhitungan Skala


Hasil perhitungan luas yang didapat dari citra, selanjutnya di konversikan ke
dalam satuan panjang. Dalam hal ini satuan panjang centimeter (cm). Prosesnya
adalah dengan mengalikan luas yang di peroleh dengan0.02645833333333. Karena 1
pixel = 0.02645833333333 cm. Selanjutnya konversikan luas dalam cm yang diperoleh
dengan skala yang dituntukan.
Algoritma pengkonversian diberikan sebagai berikut:
Input
Luas objek dalam citra
Konversi
1. Ambil luas objek
2. Luas = luas objek*0.02645833333333
3. Luas daerah = Luas * Skala citra
4. Tampilkan Luas daerah

4. PEMBAHASAN
Pada bagian ini membahas tentang hasil dari program aplikasi penghitung luas
citra digital. Pembahasan yang dimaksud meliputi proses input citra, pengolahan citra
oleh program, dan pengujian penghitung luas citra.
4.1 Input Citra

Citra yang digunakan sebagai inputan adalah citra berwarna dari pulau Bali
dan pulau Lombok, seperti gambar berikut :

Gambar 2. Gambar pulau Bali yang menjadi inputan program

Gambar 3. Gambar pulau Lombok yang menjadi inputan program

Gambar 4 Gambar pulau Bali yang sudah diolah dengan program menjadi bentuk
keabuan (gray scale)

Gambar 5. Gambar pulau Lombok yang sudah diolah dengan program menjadi
bentuk keabuan (gray scale)

Dari kedua gambar yang sudah menjadi keabuan (gambar 4.3 dan gambar 4.4),
berikutnya dilakukan proses pegambangan dengan memasukan nilai pengambangan
yang berbeda. Pengambangan bertujuan untuk menjadikan citra keabuan menjadi
citra biner. Nilai pengambangan yang digunakan adalah 120, 150, 180, 210, 240 dan
255.
Hasil pengambangan terhadap nilai yang digunakan dapat dilihat pada tabel 1.
Sebagai acuan pembading antara hasil yang didapat dari perhitungan program maka
digunakan sebuah data luasan. Data luasan pembanding yang digunakan didapatkan
dari halaman web wikipedia (www.wikipedia.org) yang diakses pada tanggal 30
Nopember 2015.

Tabel 1 Tabel nilai pengambangan dan pengaruhnya terhadap hasil perhitungan

4.2 Analisis dan Pengujian


Berdasarkan hasil pengujian program pada 2 citra dengan 6 nilai pengambangan yang
berbeda dapat dieroleh hasil sebagai berikut :
a. Untuk citra pulau Bali semakin besar nilai ambang maka didapaatkan hasil yang
semakin baik, tetapi sebaliknya untuk citra pulau Lombok semakin besar nilai ambang
didapatkan hasil yang semakin buruk.
b. Hasil perhitungan terbaik untuk citra pulau Bali adalah pada nilai ambang 255
sedangkan untuk citra pulau Lombok adalah 120.
c. Rata-rata persentase error dengan inputan citra pulau Bali adalah 11.11% sedangkan
rata-rata persentasi error untuk citra pulau Lombok adalah 16.33%.
d. Tingginya nilai rata-rata error disebabkan karena sulitnya menentukan besaran skala
yang digunakan.
5. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penghitungan luas 6 citra menggunakan program dengan 5 nilai ambang
yang berbeda menunjukkan bahwa:
a. Perubahan nilai ambang yang digunakan berpengaruh pada besarnya nilai error yang dihasilkan
dari perhitungan luas citra menggunakan program . Untuk citra pulau Bali semakin besar nilai
ambang maka didapatkan hasil yang semakin baik, tetapi sebaliknya untuk pulau
Lombok, semakin besar nilai ambang didapatkan hasil yang semakin buruk.
b. Rata-rata persentase error untuk citra pulau Bali adalah 11.11% sedangkan rata-rata
persentase error untuk citra pulau Lombok adalah 16.33%.
c. Tingginya nilai rata-rata persentase error menunjukkan bahwa program belum berhasil.
d. Ketidak berhasilan program dikarenakan sulitnya untuk mendapatkan skala yang tepat.

DAFTAR RUJUKAN
a. Achmad, B., Firdausy, K., 2005, Teknik Pengolahan Citra Digital Menggunakan Delphi.
Yogyakarta: Ardi Publishing.
b. Favoria, Rika. 2013, Pengolahan Citra Digital untuk Menghitung Luas Daerah Bekas
Penambangan Timah, Jurnal Nasional Teknik Elektro Universitas Bangka Belitung
c. Husen Windayana, dkk.2008. Geometri dan Pengukuran. Bandung: Upi Press
d. Kadir , Abdul. 2013. Dasar Pengolahan Citra dengan Delphi.
Yogyakarta : Andi Publisher.
e. Kusumanto, RD., Tompunu, A.N. 2011. Pengolahan Citra Digital untuk Mendeteksi
Obyek Menggunakan Pengolahn Warna Model Normalisasi RGB. Jurnal Teknik
Komputer, (Online),
(http://publikasi.dinus.ac.id/index.php/semantik/article/download/153/116), diakses
tanggal 12 April 2015.
f. Narisworo, Abet A. 1997. Perhitungan Luas Wilayah dengan Pendekatan Metode Raster.
Skripsi tidak diterbitkan. Yogyakarta: Universitas Kristen Duta Wacana.
g. Purcell, Edwin J., & Varberg, Dale, 2007. Kalkulus Edisi Kesembilan. Jakarta: Erlangga
h. Rachmadhansyah, Rizky. dan Yasin, Mohamad, 2015, Pengolahan Citra Digital Untuk
Menghitung Luas Obyek Yang Dibatasi Oleh Kurva Fungsi Rasional Dengan Metode
Raster Pada Delphi. Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pembelajarannya,
September 2015

Вам также может понравиться