Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
KARSINOMA REKTUM
Pembimbing :
dr. Ryanto K. Sitepu, Sp.B-KBD
Disusun oleh :
Aditya Prabawa
(030.06.012)
ILUSTRASI KASUS
1
I.
II.
IDENTITAS
Nama
: Ny. M
No. CM
: 16-61-55
Umur
: 26 tahun
Jenis Kelamin
: Perempuan
TTL
Status Perkawinan
: Menikah
Alamat
Agama
: Islam
Pekerjaan
Tanggal masuk RS
: 11 Desember 2010
ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis pada hari Senin, 13 Desember 2010 pada
pukul 08.00 WIB.
Keluhan utama
Nyeri perut sejak 1 minggu SMRS
Keluhan Tambahan
Perdarahan dari anus, benjolan disertai rasa nyeri di anus, perut kembung, tidak buang air
besar (kolostomi) sejak 1 minggu SMRS
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit H.Marzoeki Mahdi dengan
keluhan nyeri perut yang dirasakan sejak 1 minggu SMRS. Nyeri dirasakan terus-menerus,
diseluruh permukaan perut, nyeri perut dirasakan terutama jika beraktivitas dan berkurang
jika berbaring. Nyeri dirasakan semakin berat setiap harinya sehingga tidak mampu berjalan.
Selain itu pasien juga mengeluhkan keluarnya cairan berupa darah dan nanah dari anus.
Cairan keluar sedikit namun cukup sering. Nyeri juga dirasakan pasien di daerah anus
disertai adanya benjolan yang keras. Tidak buang air besar sejak 1 minggu ( melalui
kolostomi ), Buang air kecil 2-3 kali perhari, warna kuning pekat, tidak nyeri, lancar, kadang
disertai darah, tidak berpasir.
2
1 tahun SMRS, pasien datang ke Poliklinik Penyakit Dalam datang dengan keluhan BAB
cair sejak 5 bulan SMRS. BAB 5-6x/hari, cair, jumlah kurang lebih setengah gelas, warna
kuning kecoklatan, nyeri saat BAB, disertai darah yang bercampur feses dan lendir. Sering
mengeluh tidak puas saat selesai BAB. Perut terasa perih, tegang, kram dan kadang disertai
kembung. Nafsu makan menurun, tampak pucat dan lemas. Pasien di rawat di bangsal
Antasena dengan diagnosis sementara radang usus besar akibat infeksi bakteri, kemudian
direncanakan untuk dilakukan pemeriksaan kolonoskopi untuk konfirmasi diagnosis. Dari
hasil kolonoskopi ternyata di dapatkan adanya massa di jam 12 di daerah rektum. Kemudian
dilakukan biopsi jaringan. Dari hasil biopsi, pasien disimpulkan menderita tumor ganas
rektum dan dirujuk ke bagian bedah untuk mendapat tatalaksana selanjutnya.
11 bulan SMRS, pasien datang ke Poliklinik Bedah RSMM kemudian dirawat di bangsal
Antasena, direncanakan untuk dilakukan tindakan operasi pembuangan tumor dan pembuatan
kolostomi. Setelah operasi dilakukan pasien diobservasi selama 3 hari di bangsal kemudian
direncanakan untuk rawat jalan, rutin kontrol ke poli dan diberikan kemoterapi.
3 bulan SMRS, pasien datang ke poliklinik Bedah dengan keluhan keluar cairan berupa
darah dari anus sejak 2 minggu yang lalu dan disertai nyeri di sekitar anus. Nyeri di perut
bawah disertai mual dan muntah 2-3 kali perhari, muntah berisi makanan, tidak hitam,
jumlah sekitar seperempat gelas aqua. Buang air kecil 4-5 kali/hari, warna kuning jernih,
lancar, tidak nyeri, tidak berpasir, tidak ada darah.
2 minggu SMRS, keluhan nyeri perut hebat dirasakan di perut bawah, nyeri terus
menerus dirasakan seperti melilit, perut kembung, BAB tidak setiap hari dan sedikit, muncul
benjolan di sekitar kolostomi. Keluhan benjolan keras di sekitar anus, nyeri disertai darah
dan nanah. Buang air kecil 4-5 kali/hari, warna kuning jernih, lancar, tidak nyeri, tidak
berpasir, tidak ada darah.
1 minggu SMRS, keluhan nyeri perut dirasakan semakin berat diseluruh permukaan
perut, perdarahan dari anus disertai nanah, benjolan disertai rasa nyeri di anus, perut
kembung, benjolan keras menjepit kolostomi kemudian tidak BAB melalui kolostomi selama
satu minggu. Kondisi klinis pasien semakin memburuk sehingga dibawa ke IGD RSMM dan
direncanakan untuk di rawat untuk persiapan tindakan operasi perbaikan kolostomi.
Pasien mengaku terjadi penurunan berat badan sejak 8 bulan terakhir. Penurunan berat
badan dari 65 kg menjadi 40 kg dalam 8 bulan. Keluhan lain seperti sesak nafas, batuk darah,
3
demam, nyeri di tungkai, lengan dan pinggang disangkal. Tidak rutin kontrol untuk
pengobatan kemoterapi. pasien jarang meminum air putih dalam jumlah banyak. Pasien juga
jarang mengkonsumsi sayur dan buah-buahan. Kebiasaan merokok dan minum alkohol
disangkal.
Riwayat Penyakit Dahulu
Tidak pernah mengalami penyakit dengan gejala yang sama sebelumnya. Tidak ada
riwayat kecelakaan. Riwayat darah tinggi sejak 10 tahun yang lalu diobati namun tidak rutin.
Memiliki riwayat maag. Riwayat kencing manis, asma, penyakit jantung, ginjal, alergi obat
dan makanan disangkal.
Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada keluarga yang memiliki penyakit dengan gejala yang sama. riwayat darah
tinggi, kencing manis, asma, penyakit jantung, ginjal, alergi obat dan makanan di keluarga
disangkal.
III.
PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis
Tanda Vital
Tekanan Darah : 165/110 mmHg ( lengan atas kanan, posisi berbaring, saat istirahat)
Nadi
: 90 x/menit, reguler
Suhu
: 36,9 0C ( aksila)
Pernapasan
: 20 x/menit, reguler
Keadaan Umum
Kesan sakit
: Tampak sakit sedang, tampak pucat, lemas, tidak sesak, tidak kuning
Tingkat kesadaran : Compos Mentis /GCS: 15 (E4M6V5)
TB / BB
: 158 cm / 40 kg
BMI
: 16,02 kg/m2
Status gizi
: Kurang
Mobilitas
: Aktif
Sikap pasien
: Kooperatif
Cara berbaring
: Aktif
Kepala
Bentuk kepala
: Normocephali, tidak ada deformitas
Rambut
: Warna hitam, distribusi merata, tidak mudah dicabut
Wajah
: Simetris, deformitas (-)
Mata
: Kelopak oedem (-), konjungtiva anemis (+/+), sklera ikterik (-/-), pupil
4
Telinga
Isokor, refleks cahaya langsung +/+, refleks cahaya tak langsung +/+
: Normotia, deformitas (-), nyeri tekan tragus (-), nyeri tekan mastoid (-),
Hidung
sekret (-)
: Pernapasan cuping hidung (-), secret (-), septum deviasi (-), mukosa
hiperemis (-)
Bibir
: Simetris (-), sianotik (-), mukosa lembab
Mulut dan tenggorokan: Lidah putih (-), tonsil tenang T1-T1, faring tidak hiperemis, uvula
ditengah
Gigi
: Lengkap, caries (+), tanda radang (-)
Leher
Bentuk
: Simetris, normal
KGB
: Tidak teraba membesar
Trakhea
: Lurus di tengah
Kelenjar tiroid
: Tidak teraba membesar
Thoraks
Dinding dada
: Simetris dalam keadaan statis dan dinamis
Paru paru
Inspeksi : Gerakan kedua hemithoraks simetris saat inspirasi dan ekspirasi.
Palpasi
: Gerakan dada simetris, tidak ada hemitoraks tertinggal, vokal fremitus
Abdomen
Inspeksi
: kembung, distensi(+), nyeri tekan (+) di seluruh permukaan perut, nyeri lepas
(+), hepar, lien dan ginjal sulit dinilai, shifting dullness (+), undulasi (-), massa di
kolostomi keras, permukaan irreguler, batas tidak tegas, tidak bisa digerakkan,
nyeri tekan(-)
Perkusi
: timpani di sekitar umbilicus dan redup di pinggir, nyeri ketok CVA -/-
Ekstremitas
Akral hangat, tidak ada oedem, hipotonus, kekuatan otot baik, gerakan aktif dan pasif baik,
refleks fisiologis +/+, refleks patologis -/Genitalia :
Tanda radang (-), pus(-), darah(+)
Rectal Toucher
Inspeksi
: Mukosa perianal hiperemis (-), massa irreguler (+), darah(+), pus(+), fistel (-)
Palpasi
: Tonus sfingter ani (-) ampula rekti kolaps (-), mukosa irreguler, teraba massa
pada hampir seluruh dinding anus, konsistensi keras, permukaan irreguler, tidak
dapat digerakan dari dasar, lumen masih dapat ditembus jari, berbatas tidak tegas,
darah (+), nanah(+), saat dikeluarkan sarung tangan mengandung darah.
IV.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Laboratorium
Hematologi (12/12/2010)
-
Hemoglobin
Leukosit
Eritrosit
Hematokrit
Bleeding time
Clotting time
SGOT
SGPT
Ureum
Kreatinin
: 9,8 g/dl
: 9.680 / mm3
: 4,4 juta / mm3
: 32 %
: 2`30
: 6`80
: 18 u/L
: 21 u/L
: 23,3 mg/dl
: 0,53 mg/dl
GDS
: 96 mg/dl
Foto Thoraks PA
Deskripsi :
-
Pulmo
Cor
Interpretasi :
-
Makroskopis : Satu keping jaringan warna cokelat berbentuk lembaran dengan ukuran
1 x 0,5 x 0,2 cm
Mikroskopis : Sediaan terdiri atas keping-keping mukosa rektum sebagian dengan
massa tumor. Sel tumor menyerupai Signet ring dengan inti anaplastik letak di tepi,
mitosis sulit ditemukan
RINGKASAN
Wanita, 26 tahun datang dengan keluhan nyeri perut sejak 1 minggu SMRS. Nyeri dirasakan
terus-menerus, diseluruh permukaan perut disertai keluhan keluarnya cairan berupa darah dan
nanah dari anus. Nyeri juga dirasakan pasien di daerah anus disertai adanya benjolan keras.
Tidak buang air besar sejak 1 minggu (melalui kolostomi). Nafsu makan menurun, tampak
lemas, pucat dan perut kembung. Riwayat dilakukan pemeriksaan Kolonoskopi dan biopsi
jaringan 1 tahun yang lalu dan di diagnosis menderita tumor ganas rektum. Satu bulan kemudian
dilakukan operasi pembuangan tumor dan pembuatan kolostomi serta kemoterapi. Terjadi
penurunan berat badan sejak 8 bulan terakhir.
Pada pemeriksaan fisik, Tekanan Darah : 165/110 mmHg, Nadi : 90 x/menit, reguler, Suhu :
36,9 0C ( aksila), Pernapasan : 20 x/menit, reguler. Konjungtiva anemis, Abdomen tampak sedikit
buncit, simetris, smilling umbilicus (+), tanda radang(-), ascites(+), tampak kolostomi yang
terjepit massa di regio inguinal sinistra, bising usus (+), distensi(+), nyeri tekan (+) di seluruh
permukaan perut, nyeri lepas (+), shifting dullness (+), undulasi (-), massa di kolostomi keras,
permukaan irreguler, batas tidak tegas.
Pada rectal toucher didapatkan massa irreguler (+), darah(+), pus(+), mukosa irreguler, teraba
massa pada hampir seluruh dinding anus, konsistensi keras, permukaan irreguler, tidak dapat
digerakan dari dasar, lumen masih dapat ditembus jari, berbatas tidak tegas, darah (+), nanah(+),
saat dikeluarkan sarung tangan mengandung darah.
Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan Hemoglobin : 9,8 g/dl, Leukosit : 9.680 / mm3,
Eritrosit : 4,4 juta / mm3, hematokrit : 32 %
VI.
DIAGNOSIS KERJA
9
VII.
VIII.
IX.
DIAGNOSIS BANDING
- Kolitis ulserativa
- Polip rektum
- Karsinoma anus
PENATALAKSANAAN
1. Operatif : Operasi repair kolostomi
2. IVFD Ringer Laktat 20 tetes/menit ( makro )
3. Non medikamentosa :
- Diet lunak
- Perawatan kolostomi pasca operasi
4. Medikamentosa :
- Cefotaxime 2 x 1 gram i.v.
- Ketorolac 2 x 30 mg i.v.
- 5-Fluorouracil 400 mg i.v.
- Captopril 2 x 25 mg p.o
- Peptisol 4 bungkus / hari
5. Rujuk Bedah Onkologi
PROGNOSIS
Ad vitam
: Ad Malam
Ad sanationam
: Ad Malam
Ad fungsionam
: Ad Malam
FOLLOW UP
Laporan operasi ( 13/12/2010)
Pre operasi :
Pasien di puasakan 6-8 jam, dilakukan anamnesis, permeriksaan fisik lengkap, periksa
laboratorium darah rutin, foto toraks, EKG dan pemberian cairan ringer laktat / 8 jam.
Diagnosis : Ca recti advanced
Tindakan bedah : pro kolostomi repair
-
Pasien dalam posisi terlentang dibaringkan di atas meja operasi dalam regional
anesthesia (spinal)
Dilakukan tindakan asepsis dan antisepsis
RT di muara kolostomi, terdapat massa yang menjepit kolostomi, darah (+)
Dilakukan incisi di regio umbilicalis sejajar kolon transversum
10
Keluar cairan serous dalam jumlah banyak, dilakukan suction, eksplorasi dan atasi
perdarahan
Eksplorasi ditemukan anak sebar di omentum dan usus besar
Dilakukan penjahitan kembali bekas insisi lapis per lapis
Cauterisasi pada tumor yang menjepit kolostomi
Tanggal 14/12/2010
S : Nyeri di perut berkurang, tidak demam, cairan berupa darah dan nanah dari anus berkurang,
benjolan disertai rasa nyeri di anus, belum BAB, BAK sedikit, warna kuning tua, kadang
mengandung darah, nafsu makan membaik, lemas
O : Keadaan Umum / Kesadaran : Tampak sakit sedang / compos mentis
Tanda Vital
Tekanan Darah
Nadi
Suhu
Pernapasan
Kepala
Bentuk kepala
Rambut
Wajah
Mata
Telinga
Hidung
sekret (-)
: Pernapasan cuping hidung (-), secret (-), septum deviasi (-), mukosa
hiperemis (-)
Mulut dan tenggorokan: Lidah putih (-), tonsil tenang T1-T1, faring tidak hiperemis, uvula
Leher
Thoraks
ditengah
: KGB tidak teraba membesar
: Gerakan kedua hemithoraks simetris saat inspirasi dan ekspirasi, suara
napas vesikuler, ronkhi -/-, wheezing -/-, Bunyi jantung I-II regular, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
Inspeksi
sinistra
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Palpasi
: nyeri tekan berkurang, hepar, lien dan ginjal sulit dinilai, shifting dullness (-),
undulasi (-), massa di kolostomi (-)
11
Perkusi
: timpani
Ekstremitas
Akral hangat, tidak ada oedem, hipotonus, kekuatan otot baik, gerakan aktif dan pasif baik,
refleks fisiologis +/+, refleks patologis -/Genitalia :
Tanda radang (-), pus(-), darah(+)
Rectal Toucher
Inspeksi
: Mukosa perianal hiperemis (-), massa irreguler (+), darah(+), pus(+), fistel (-)
Palpasi
: Tonus sfingter ani (-) ampula rekti kolaps (-), mukosa irreguler, teraba massa
pada hampir seluruh dinding anus, konsistensi keras, permukaan irreguler, tidak
dapat digerakan dari dasar, lumen masih dapat ditembus jari, berbatas tidak tegas,
darah (+), nanah(+), saat dikeluarkan sarung tangan mengandung darah.
A:
Hipertensi grade II
Diet lunak
Perawatan kolostomi pasca operasi
Cefotaxime 2 x 1 gram i.v.
Ketorolac 2 x 30 mg i.v.
5-Fluorouracil 400 mg i.v.
Captopril 2 x 25 mg p.o
Peptisol 4 bungkus / hari
Rujuk Bedah Onkologi
P:
12
ANALISIS KASUS
Pasien ini datang dengan keluhan utama nyeri perut sejak 1 minggu SMRS. Nyeri dirasakan
terus-menerus, diseluruh permukaan perut. Selain itu terdapat keluhan lain seperti keluarnya
darah dan nanah dari anus disertai dengan benjolan yang nyeri di sekitar anus. Perut kembung,
pucat, lemas, terjadi penurunan berat badan yang signifikan tanpa sebab yang jelas. Pasien
memiliki riwayat di diagnosis menderita tumor ganas rektum sejak 1 tahun yang lalu yang di
konfirmasi melalui pemeriksaan kolonoskopi dan sitopatologi. Di diagnosis menderita karsinoma
rektum jenis sel signet ring. Satu bulan kemudian dilakukan operasi pembuangan tumor dan
pembuatan kolostomi serta kemoterapi.
Keluhan nyeri perut diakibatkan oleh adanya penyebaran dari sel kanker dari tumor
primernya di daerah rektum ke lapisan serosa kemudian melepaskan selnya ke rongga tubuh
yaitu peritoneum ( peritonitis karsinomatosis ) dan omentum sehingga menimbulkan manifestasi
klinis berupa sensasi nyeri yang hebat di seluruh permukaan perut. Ascites pada kasus ini dapat
terjadi akibat peritonitis karsinomatosis dan hipoalbuminemia akibat kurang asupan protein.
Selain itu ascites juga bisa terjadi akibat sumbatan di vena porta akibat adanya infiltrasi anak
sebar secara hematogen ke pembuluh darah atau hepar. Perut kembung diakibatkan karena
ascites dan adanya sumbatan pada muara kolostomi akibat terjepit massa tumor sehingga terjadi
obstruksi, pasien tidak BAB. Hal ini juga mempengaruhi timbulnya nyeri perut pada pasien.
13
Munculnya benjolan di sekitar anus karena adanya penyebaran secara perkontinuitatum dari
tumor induk di rektum ke organ di sekitarnya, pada kasus ini penyebaran sel kanker ke anus.
Infiltrasi dari sel kanker yang cepat menyebabkan terjadinya hipoksia kemudian anoksia
jaringan, nekrosis dan timbul ulkus, terjadi ruptur pembuluh darah, menyebabkan perdarahan.
Perdarahan kronis berujung terjadi anemia defisiensi besi. Pada kasus ini pasien tampak pucat
dan merasa lemas. Diduga gejala BAK bercampur darah terjadi karena sudah terdapat metastasis
ke saluran kemih pasien atau vagina.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan pada pasien terdapat hipertensi (tekanan darah 160/110
mmHg), pasien tampak pucat, konjungtiva anemis akibat perdarahan kronis dari anus. Abdomen
ditemukan perut buncit, smilling umbilicus (+),shifting dullness (+), undulasi (-) menunjukkan
tanda ascites dalam jumlah sedang. Nyeri tekan di seluruh permukaan abdomen, distensi (+)
menunjukkan terdapat rangsang peritoneum (peritonitis karsinomatosis). Tampak kolostomi yang
terjepit massa di regio inguinal sinistra, massa di kolostomi keras, permukaan irreguler, batas
tidak tegas menandakan telah terjadi metastasis transluminal dari tumor induk di rektum.
Pada rectal toucher didapatkan massa irreguler (+), darah(+), pus(+), mukosa irreguler, teraba
massa pada hampir seluruh dinding anus, konsistensi keras, permukaan irreguler, tidak dapat
digerakan dari dasar, lumen masih dapat ditembus jari, berbatas tidak tegas, darah (+), nanah(+),
saat dikeluarkan sarung tangan mengandung darah. Menunjukkan telah terjadi metastasis ke
daerah anus. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan anemia (Hemoglobin : 9,8 g/dl)
Untuk menegakkan diagnosis kerja dan menyingkirkan diagnosis banding, diperlukan
anamnesis yang baik, pemeriksaan fisik lengkap, pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan
penunjang. Menurut kepustakaan pemeriksaan penunjang yang dianjurkan untuk pasien dengan
tumor rektum yaitu foto kolon dengan barium enema, kolonoskopi, biopsi, CT-SCAN. Foto
kolon dengan barium dapat menunjukan dimana letak obstruksi dan bentuk dari massa.
Kolonoskopi dilakukan untuk melihat secara langsung daerah rektum dan sigmoid, jika
ditemukan massa dapat dilakukan biopsi saat itu juga dan dilakukan pemeriksaan patologi
anatomi, maka dapat diketahui jenis sel dari massa tersebut, ada tanda keganasan atau tidak. CTSCAN dianjurkan untuk melihat adanya metastasis keganasan di kelenjar getah bening,
pembuluh darah dan organ sekitar. Sehingga dapat dilakukan penetapan stadium jika benar
terdapat tumor. Pada pasien ini dilakukan pemeriksaan kolonoskopi dan biopsi jaringan kanker
satu tahun yang lalu. Dari hasil kolonoskopi disimpulkan bahwa terdapat tumor di rektum
14
15
TINJAUAN PUSTAKA
I. EMBRIOLOGI DAN ANATOMI REKTUM
16
oleh mukosa glanduler usus sedangkan kanalis analis oleh anoderm yang merupakan lanjutan
epitel berlapis gepeng kulit luar. (3)
Daerah batas rektum dan kanalis analis ditandai dengan perubahan jenis epitel. Kanalis
analis dan kulit luar sekitar peka akan rangsangan nyeri, dan kaya akan persarafan sensoris
somatik. Sedangkan mukosa rektum mempunyai persarafan autonom dan tidak peka terhadap
nyeri. Nyeri bukanlah gejala awal pada pasien karsinoma rektum, sementara kelainan di anus
seperti fisura ani akan terasa sangat nyeri. (4)
Secara anatomis, didalam pelvis rektum merupakan lanjutan dari kolon sigmoid, yang
merupakan struktur retroperitoneal,. Sambungan rektum dan sigmoid ini lokasinya berlawanan
dengan tonjolan os sakrum. Dari sini, rektum mengikuti lekukan sakrum hingga sampai di
anorectal junction. Disini m.puborectalis melingkari bagian posterior dan lateral dari junction,
membentuk sudut anorektal. (4,5)
Rektum memiliki tiga kurvatura lateral: bagian atas dan bawah berbentuk cembung ke
arah kanan dan bagian tengahnya cembung kearah kiri. Di dalam mukosa, ketiga lekukan ini
ditandai dengan adanya lipatan semisirkular (Houstons valves). Sepertiga bagian bawah rektum
diameternya lebih lebar daripada sepertiga bagian atasnya, yang disebut ampula rekti. Pada orang
dewasa, panjangnya kira-kira 18 20 cm, dan terbagi menjadi tiga bagian: sepertiga atas adalah
bagian yang mobile, yang ditutupi peritoneum pada sisi anterior dan sebagian lateral. Sepertiga
tengah adalah bagian terlebar dari rektum. Dan sepertiga sisanya berada pada dasar pelvis.
Bagian terbawah rektum dipisahkan oleh fasia Denonvilliers (di depan prostat dan dibelakang
fasia Waldeyers). Fasia-fasia ini penting sebagai barier pada keganasan, dan juga berfungsi
sebagai patokan pada operasi. (4)
Dinding rektum umumnya terbentuk dari lapisan-lapisan yang sama dengan usus lainnya
yaitu terdiri dari lapisan mukosa, lapisan submukosa, dua anyaman otot yaitu otot sirkularis pada
bagian dalam dan otot longitudinalis pada bagian luarnya. Ada bagian yang berbeda pada tiap
lapisannya. Yaitu pada bagian proksimal, dinding terluar ditutupi oleh peritoneum viseral.
Sedangkan bagian distal bergabung dengan diafragma pelvis.(4,5)
17
18
ini menempel pada sisi inferior dari m. levator ani yang menyeberangi atap dari fossa
ischiorektal untuk nantinya bergabung dengan otot-otot anus.
Drainase vena sejajar sistem arteria, namun tidak memasuki sistem vena kava inferior.
Pendarahan sistem vena diperankan oleh v. Hemoroidales superior yang berasal dari Pleksus
Hemoroidales internus dan berjalan ke arah kranial ke dalam v. Mesenterika inferior yang akan
bergabung dengan v. mesenterika superior dan seterusnya sampai v. Porta kemudian berdrainase
di hati.(5)
19
terbentuk dari ganglion simpatis L3-L4. Unsur simpatik pleksus ini menuju arah struktur genital
dan serabut otot polos yang mengendalikan air mani dan ejakulasi.
Serabut saraf ini menuju ke jaringan erektil penis dan klitoris serta mengendalikan ereksi
dengan cara mengatur aliran darah ke dalam jaringan ini. Oleh karena itu, cedera saraf yang
terjadi pada waktu operasi radikal panggul seperti eksterpasi radikal rektum atau uterus dapat
menyebabkan gangguan fungsi vesika urinaria dan gangguan fungsi seksual.
Pergerakan usus besar lambat. Pergerakan usus besar yang khas adalah gerakan
mengaduk haustra. Kantung atau haustrae teregang dan dari waktu ke waktu otot sirkuler akan
berkontraksi untuk mengosongknnya. Terdapat 2 jenis peristaltik. Yang pertama kontraksi
lamban dan tidak teratur, berasal dari segmen proksimal dan bergerak ke depan. Yang kedua
peristaltik massa, merupakan kontraksi yang melibatkan segmen kolon. Gerakan peristaltik ini
menggerakan massa feses kedepan, akhirnya merangsang defekasi. Propulsi feses ke rektum
mengakibatkan dinding rektum teregang / distensi dan merangsang defekasi. Defekasi
dikendalikan oleh sfingter ani eksterna dan interna. Sfingter interna dikendalikan oleh saraf
otonom dan sfingter eksterna dibawah kontrol volunter. Reflek defekasi terintegrasi pada segmen
sakralis kedua dan keempat dari medula spinalis.(5)
II.
FISIOLOGI
Rektum merupakan salah satu bagian dari usus besar, bergabung dengan organ pencernaan
lain membentuk traktus gastrointestinal. Rectum artinya lurus, sesuai dengan bentuknya yang
berbeda dari bagian usus besar lain yang berkelok-kelok. Melalui penyerapan garam dan air di
usus halus, setiap hari usus besar menerima sekitar 500 ml kimus dari usus halus, yang berisi
residu makanan yang tidak dapat dicerna (misalnya selulosa), komponen empedu yang tidak
diserap, dan sisa cairan. Kolon secara fisiologis menyerap sekitar 350 ml dan meninggalkan
sekitar 150 g feses untuk dikeluarkan dari tubuh setiap harinya. Bahan feses biasanya terdiri dari
100 g air dan 50 g benda padat yang terdiri dari selulosa, bilirubin, bakteri dan garam. Jadi,
fungsi utama usus besar adalah untuk menyimpan feses sebelum defekasi. Selulosa dan bahanbahan lain dalam makanan yang tidak dapat dicerna membentuk sebagian besar feses dan
membantu mempertahankan pengeluaran tinja secara teratur karena berperan menentukan
volume isi kolon.
20
Sewaktu gerakan massa di kolon mendorong isi kolon ke dalam rektum terjadi peregangan
rektum yang kemudian merangsang reseptor rektum dan memicu refleks defekasi. Refleks ini
disebabkan oleh sfingter anus internus yang terdiri dari otot polos untuk melemas dan rektum
serta kolon sigmoid untuk berkontraksi lebih kuat. Apabila sfingter ani eksternus juga melemas
maka akan terjadi defekasi. Karena tersusun dari otot rangka maka sfingter ani eksternus berada
di bawah kontrol kesadaran. Peregangan awal dinding rektum menyebabkan perasaan ingin
buang air besar. Jika keadaan tidak memungkinkan defekasi maka defekasi dapat dicegah dengan
kontraksi dari sfingter ani eksternus. Apabila defekasi ditunda maka dinding rektum yang semula
teregang akan secara perlahan melemas dan keinginan untuk buang air besar mereda sampai
gerakan massa berikutnya mendorong lebih banyak feses ke dalam rektum dan memicu refleks
defekasi kembali. Selama periode non aktif, kedua sfingter anus tetap berkontraksi untuk
memastikan tidak ada pengeluaran feses. Apabila terjadi defekasi biasanya dibantu oleh gerakan
mengejan volunter yang melibatkan kontraksi simultan otot abdomen dan ekspirasi paksa dengan
glotis dalam posisi tertutup. Manuver ini menimbulkan peningkatan tekanan intra abdominal
yang membantu pengeluaran feses.(6)
III. DEFINISI
Karsinoma rektum adalah tumor ganas yang berasal dari sel epitel rektum yang dapat
merusak bentuk dan fungsi organ rektum. Sekitar 50.000 kasus baru kanker rektum didiagnosis
di Amerika Serikat setiap tahunnya. Kanker rektal merupakan salah satu jenis kanker yang
tercatat sebagai penyakit yang paling mematikan di dunia.
Namun, penyakit ini bukannya tidak dapat disembuhkan. Jika penderita telah terdeteksi
secara dini, maka kemungkinan untuk sembuh bisa mencapai 50%. Segala macam polip maupun
tumor mempunyai kemungkinan untuk menjadi keganasan. Kemungkinan ini semakin besar
apabila diameter polip berukuran lebih dari 1 cm dan menunjukkan tanda-tanda pembesaran
ukuran yang progresif.(1,2)
21
22
Mengkonsumsi bahan makanan yang banyak mengandung karbohidrat refined dan rendah
serat kasar mengakibatkan perubahan pada flora feses dan perubahan degradasi garam-garam
empedu atau hasil pemecahan protein dan lemak, di mana hasil dari zat ini bersifat karsinogenik.
Diet rendah serat menyebabkan zat karsinogenik menjadi lebih pekat terutama dalam feces yang
jumlahnya sedikit selain itu mengakibatkan massa transit feses meningkat sehingga kontak
mukosa usus dengan zat karsinogenik tersebut akan lebih lama lagi.
Karsinoma kolorektal disertai pengaruh dari faktor lingkungan terutama yang
berhubungan dengan diet. Ada beberapa teori yang menjelaskan hal ini, teori pertama
menghubungkan dengan serat diet dan yang kedua dengan lemak diet. Burkitt mendukung
hubungan yang kuat antara insiden kanker kolorektum yang rendah di Afrika Selatan dengan
kebiasaan diet tinggi serat, yang menyebabkan waktu transit yang cepat dan massa tinja yang
besar. Waktu transit feses yang singkat mengurangi waktu paparan karsinogen terhadap mukosa
kolon. Tetapi ada sedikit bukti bahwa penurunan masa transit mengurangi kerja bakteri dalam
kolon. Namun ada beberapa penelitian yang menyatakan bahwa tidak ada relevansi antara diet
tinggi serat dengan dampak penurunan insidensi terjadinya kanker kolorektal. Hubungan antara
masukan lemak hewani dan kanker usus besar telah dibuat penelitian dan saat ini merupakan
hubungan yang paling luas diterima antara diet dan kanker. Diet juga memberikan substrat bagi
perubahan yang diinduksi oleh bakteri apapun pada isi usus normal untuk menjadi karsinogen.
Ini disebabkan kapabilitas dari bakteri untuk mendesaturasi inti asam empedu yang merupakan
faktor penting dalam karsinogenesis. Diet rendah kalsium, folat, jarang makan sayuran dan buahbuahan, sering minum alkohol, akan meningkatkan resiko terkena kanker kolorektal. Merokok
juga dapat meningkatkan resiko terjadinya kanker ini. Umumnya kanker kolorektal menyerang
lebih sering pada usia tua. Lebih dari 90 persen penyakit ini menimpa penderita diatas usia 50
tahun. Walaupun pada usia yang lebih muda dari 50 tahun pun dapat saja terkena. Sekitar 3 %
kanker ini menyerang penderita pada usia dibawah 40 tahun. Riwayat keluarga satu tingkat
generasi dengan riwayat kanker kolorektal mempunyai resiko lebih besar tiga kali lipat, terutama
bila keluarga yang terkena tersebut terserang kanker ini pada usia muda.(1,2,7)
Pada kanker rektum, bentuk yang tersering karena adenokarsinoma (pada epitel
kelenjar).
23
V. EPIDEMIOLOGI
The American Cancer Society pada tahun 2008 memperkirakan bahwa lebih dari 148.000
penduduk terdiagnosis menderita kanker kolorektal dan sekitar 50.000 meninggal karena
penyakit tersebut. Distribusinya adalah 108.070 ( 53.760 laki-laki dan 54.310 perempuan )
menderita kanker kolon dan 40.740 menderita kanker rektum. Insidensi terjadinya kanker rektal
tertinggi pada penduduk negara Amerika Utara, Eropa bagian utara, Australia dan New Zealand.
Ratio sedang di negara Eropa bagian selatan dan insidensi yang rendah di negara Afrika,
Amerika Selatan dan Asia termasuk Indonesia. Beberapa faktor tampak mempunyai pengaruh
bermakna pada insiden keganasan kolon rektum, yaitu(1) :
a. Usia, dalam populasi umum insiden kanker kolorektal mulai meningkat secara bermakna
setelah usia 40-45 tahun dan mencapai puncaknya pada usia 75 tahun.
b. Jenis kelamin, resiko kira-kira sama bagi pria dan wanita, dan bila kanker kolon muncul
sebelum 40 tahun, maka biasanya terjadi bersama sejumlah faktor resiko lain, terutama
familial. Di negara barat, perbandingan insiden lelaki dibanding perempuan = 3:1.
Pemeriksaan colok dubur merupakan penentu karsinoma rektum.
24
c. Polip, pasien dengan polip adenomatosa beresiko lebih tinggi untuk menderita karsinoma
rektum, karena terbukti bahwa kebanyakan karsinoma rektum berkembang dari jaringan
adenomatosa.
d. Kelompok beresiko tinggi, terdapat pada keluarga dengan insiden karsinoma tinggi dalam
tempat anatomi lain seperti : endometrium, ovarium dan payudara yang mempunyai
resiko keganasan lebih dari normal.
e. Penyakit penyerta dan kanker kolon, terdapat pada hampir semua pasien poliposis
familial, yaitu suatu keadaan dengan cara penurunan autosom dominan dengan 80%
penetrasi yang menderita kanker kolon kecuali bila dilakukan kolektomi. Pasien dengan
kolitis ulserativa sering disertai kemudian dengan timbulnya kanker kolorektal lima
sampai sepuluh kali lebih tinggi dibanding populasi umum.(1,2)
VII. PATOGENESIS
25
Patogenesis terjadinya kanker kolorektal di dasari oleh adanya defek genetik. Lebih dari
20 tahun ini, penelitian yang intensif tentang patogenesis terjadinya keganasan kolorektal
difokuskan pada adanya defek genetik dan abnormalitas molekuler yang berkaitan dengan
perkembangan dan progresivitas dari adenoma dan karsinoma kolorektal. Mutasi gen
menyebabkan terjadinya aktivasi dari suatu onkogen yaitu K-ras dan atau terjadinya inaktivasi
dari tumor-suppressor genes ( APC, DCC dan p53). Karsinoma kolorektal berkembang dari
polip adenomatosa disertai dengan akumulasi dari mutasi gen.(7)
26
dengan hambatan differensiasi sel. Mutasi dari DCC ditemukan pada 70 % penderita karsinoma
kolorektal pada pemeriksaan biomolekular.(7)
Protein gen p53 memiliki peran untuk menginisiasi terjadinya apoptosis sel pada sel-sel
dengan kerusakan genetik. Mutasi gen ini ditemukan pada 75 % pasien dengann keganasan
kolorektal.
Karsinoma rektum mulai berkembang pada mukosa dan bertumbuh sambil menembus
dinding dan meluas secara sirkuler ke arah oral dan aboral ke jaringan dan organ visceral
lainnya. Penyebaran perkontinuitatum menembus jaringan sekitar atau organ sekitarnya seperti
ureter, vesica urinaria, vagina, uterus dan prostat. Keterkaitan nodus limfatikus regional
merupakan bentuk yang paling sering pada penyebaran carcinoma colorectal dan biasanya
mendahului metastasis jauh atau menyebabkan carcinomatosis.
Penyebaraan ke nodus limfatikus meningkat dengan pertambahan ukuran tumor, diferensiasi
histologis yang buruk, invasi limfovaskular dan kedalaman invasi. Penyebaran limfatik dari
rectum mengikuti 2 jalur. Pada rectum bagian atas, pengaliran ascendens sepanjang pembuluh
rectalis superior ke kelenjar mesenterica inferior. Pada rectum bagian bawah, pengaliran limfatik
terjadi sepanjang pembuluh rectalis media. Penyebaran sepanjang pembuluh rectalis inferior ke
kelenjar iliaca interna atau inguinal jarang terjadi
Tempat yang paling sering terkena pada metastasis jauh carcinoma colorectal adalah hepar.
Metastasis ini timbul dari penyebaran hematogen melalui system vena portal. Seperti pada
penyebaran ke nodus limfatikus, risiko metastasis ke hepar meningkat dengan peningkatan
ukuran tumor dan grade tumor, namun tumor yang kecil pun dapat menyebabkan metastasis jauh.
Paru-paru juga merupakan tempat penyebaran hematogen carcinoma colorectal, namun jarang
terjadi. Penyebaran ke peritoneal mengakibatkan carcinomatosis (metastasis peritoneal difus)
dengan atau tanpa ascites.(2,8,11)
27
28
29
IX. KLASIFIKASI
Klasifikasi menurut WHO dari neoplasma ganas kolon dan rektum
1. Tumor Epitelial
a. Jinak
b. Adenoma : Tubular ( Polip adenomatosa), vilosa, tubulovilosa
c. Adenomatosis ( Poliposis adenomatosa koli )
4. Ganas
a. Adenokarsinoma
b. Adenokarsinoma musinosa
c. Karsinoma sel signet ring
d. Karsinoma sel skuamosa
e. Karsinoma adenoskuamosa
f. Karsinoma tidak berdiferensiasi
g. Karsinoma tak terklasifikasi
2. Tumor Karsinoid
a. Argentafin
b. Non-argentafin
c. Campuran
3. Tumor Nonepitelial
a. Jinak
h. Leiomioma
i. Leiomioblastoma
j. Schwannoma
k. Lipoma
l. Hemangioma
m. Limfangioma
b. Ganas
n. Leiomiosarkoma
4.
5.
6.
7.
30
KLASIFIKASI DUKES
Derajat keganasan karsinoma kolon dan rektum berdasarkan gambaran histologik, dibagi
menurut Dukes. Klasifikasi Dukes dibagi berdasarkan dalamnya infiltrasi karsinoma dinding
usus dan metastasis ke kelenjar limfe.(10)
Tab 1. Klasifikasi karsinoma rectum menurut Dukes
DUKES
A
B
C
C1
C2
D
DALAMNYA INFILTRASI
Terbatas di dinding usus
Menembus lapisan muskularis mukosa
Metastasis kelenjar limfe
Beberapa Kelenjar limfe dekat tumor primer
Dalam kelenjar limfe jauh
Metastasis jauh
PROGNOSIS
HIDUP 5 THN
97%
80%
65%
35%
<5%
Klasifikasi TNM
31
T Tumor primer
Tx
T0
Tis
T1
T2
T3
Invasi tumor melewati otot propria ke subserosa atau masuk ke perikolik yang tidak
dilapisi peritoneum atau perirektal
T4
N0
N1
N2
N3
Metastasis pada kelenjar limfe sesuai nama pembuluh darah dan atau pada kelenjar apikal
M Metastasis jauh
Mx
M0
M1
Tumor
Kelenjar limfe
Metastasis
DUKES
m
0
I
primer
Tis
T1
Regional
N0
N0
jauh
M0
M0
STAGE
II
T2
T3
N0
M0
M0
III
T4
Setiap T
N1
M0
M0
IV
Setiap T
Setiap T
N2/N3
Setiap N
M0
M1
A
B
32
N1,N2
Pada arteri
N2,N3
A. Ileokolika
A. Kolika Kanan
A. Kolika Media
A. Kolika Kiri
A. Sigmoidea
Pangkal arteri utama
N3
A. Mesenterika Superior
A. Mesenterika Inferior
10%
10%
5%
75%
X. GEJALA KLINIS
33
Gambaran klinis yang terdapat pada karsinoma rektum berhubungan dengan ukuran dan
lokasi tumor. Banyak karsinoma rektum yang tidak memberikan gejala dan biasanya ditemukan
pada saat screening. Tumor yang sering ditemukan adalah bentuk eksofitik sifatnya rapuh dan
mudah berdarah dengan diameter yang besar dan berisi cairan. Pada karsinoma rektum, keluhan
utama yang timbul ialah buang air besar berdarah dan berlendir. Pasien juga mengeluh nyeri
abdomen dan penurunan berat badan. Perdarahan merupakan gejala dan tanda yang umum
terdapat pada 60% penderita, biasanya hal ini dihiraukan dan sering dianggap sebagai penyakit
lain. Perdarahan terjadi pada saat terjadi kontak dengan mukosa. Perubahan pola defekasi terjadi
pada 43% pasien kadang dalam bentuk diare selama beberapa hari yang kemudian disusul oleh
konstipasi beberapa hari (secara bergantian) dalam waktu yang cukup lama, adanya gejala
tenesmus (terjadi bila tumornya letak rendah) hal ini disebabkan karena rangsangan pada m.
sfingter ani dan karena ada perasaan tidak puas setelah buang air besar. Tumor yang luas kadang
dapat menyebabkan gejala obstruksi yaitu konstipasi, obstipasi, tidak dapat flatus, kembung.
Makin ke distal tumornya maka gejala perdarahan lebih hebat karena feses sudah lebih keras dan
makin ke distal feses makin menipis dan ukuran feces yang keluar bentuknya kecil-kecil seperti
kotoran kambing. Gejala tumor sekum dan kolon yang tidak khas yaitu dispepsi, lemah.
Biasanya pasien juga mengeluh kembung dan mules yang sifatnya hilang timbul sehingga terjadi
anoreksia dan berat badan akan menurun dalam waktu yang cukup singkat. Nyeri abdominal juga
dapat timbul sebagai akibat proses yang lebih lanjut. Nyeri pinggang adalah tanda yang
ditunjukan bila telah terjadi invasi tumor atau kompresi saraf oleh tumor yang besar. Gejala
obstruksi saluran kemih bagian bawah juga dapat terjadi apabila terjadi penekanan tumor ke
vasika urinaria atau prostat.
Biasanya keluhan-keluhan diatas seperti perut kembung, mules sering dianggap sebagai
masuk angin, dan biasanya pasien sering terlambat datang ke dokter. Penyebab lain
keterlambatan diagnosa adalah karena tenesmus juga terdapat pada disentri amuba sehingga
penderita karsinoma rekti sering diobati sebagai disentri amuba yang tentu saja tidak
memberikan kesembuhan bagi penderita karsinoma recti.
Gejala umum seperti malaise, sesak napas, lemah, letih, lesu terjadi pada 9% pasien
dengan karsinoma rektum. Secara khas, kanker-kanker usus besar sebelah kanan menyebabkan
anemia defisiensi zat besi disebabkan oleh hilangnya darah secara perlahan melalui suatu periode
34
waktu yang panjang. Anemia defisiensi zat besi menyebabkan gejala-gejala umum seperti di atas.
Jika ada metastasis ke hepar maka pasien akan tampak kuning dan disertai dengan ascites.(1,2,7,9,10)
XI. DIAGNOSIS
Secara klinis diagnosis karsinoma rekti sangat mudah. Diagnosa karsinoma kolorektal
dapat
ditegakkan
berdasarkan
anamnesis,
pemeriksaan
fisik,
colok
dubur
dan
rektosigmoidoskopi atau foto kolon Colon in Loop dengan kontras ganda yaitu dengan
memasukkan barium encer per infus lewat anus dan dimasukkannya udara. Pemeriksaan ini
sebaiknya dilakukan setiap tiga tahun untuk usia 40 tahun keatas. Kepastian diagnosis ditentukan
berdasarkan pemeriksaan patologi anatomi. Pemeriksaan tambahan ditujukan pada jalan kemih,
hati dan paru untuk mengetahui apakah ada metastasis.
Penentuan diagnosis karsinoma kolorektal(10) :
Cara pemeriksaan
Colok dubur
Rektosigmoidoskopi
Foto kolon dengan barium/kontras ganda
Kolonoskopi
Persentase
40%
75%
90%
100%
Pemeriksaan fisik
Ditemukan keadaan umum sesuai dengan keluhan keluhan yang ada misalnya penderita
nampak kurus dan pucat serta lemah. Pada rectal toucher colok dubur hampir selalu adanya
tumor yang memiliki konsistensi yang berbeda daripada polip atau haemoroid.
Pemeriksaan fisik karsinoma rectum dengan rectal toucher untuk menilai :
a. Tonus sfingter ani
b. Ampula rektum
c. Mukosa
d. Tumor
digerakan dari dasar, lumen yang dapat ditembus jari, mudah berdarah atau tidak, batas
atas dan jaringan sekitarnya, jarak dari garis anorektal sampai tumor.
Bila ada metastasis dapat ditemukan gejala-gejala sehubungan dengan metastasis tersebut
misalnya:
35
36
37
Jika ditemukan tumor dari salah satu pemeriksaan diatas, biopsi harus dilakukan. Lalu
ditentukan jenis tumor menurut patologi anatomi. Ketika diagnosis karsinoma rektal sudah
dipastikan, maka dilakukan prosedur untuk menentukan stadium tumor.
Kadar antigen karsioembrionik (CEA) pra bedah sering berkorelasi dengan beban tumor
dan prognosis. Tes lain seperti hitung darah lengkap, kimia darah, foto toraks dan IVP
memberikan informasi tentang persiapan pra bedah dan luasnya penyakit yang memerlukan
intervensi bedah.(2)
XII.
PENATALAKSANAAN
Pembedahan merupakan terapi yang paling sering digunakan terutama untuk stadium I dan II
kanker rektal, bahkan pada pasien suspek dalam stadium III juga dilakukan pembedahan. Satusatunya kemungkinan terapi kuratif adalah tindak bedah. Kemoterapi dan radiasi hanya bersifat
paliatif dan tidak memberikan manfaat kuratif.
Tindakan bedah terdiri dari reseksi luas karsinoma primer dan kelenjar limfe regional.
Bila sudah ada metastasis jauh, tumor primer akan direseksi juga dengan maksud mencegah
obstruksi, perdarahan, anemia, inkontinensia, fistel dan nyeri.
Pada karsinoma rektum, tehnik pembedahan yang dipilih tergantung dari letaknya,
khususnya jarak batas bawah karsinoma dan anus. Sedapat mungkin anus dan sfingter eksterna
dan sfingter interna akan dipertahankan untuk menghindari anus preternaturalis.
Sampai saat ini operasi merupakan pengobatan yang terpilih dalam menangani kanker
rektum. Operasi pada karsinoma rektum dilakukan berdasarkan stadium klinis, lokasi tumor, dan
keadaan umum pasien. Pemeriksaan colok dubur sangat penting untuk menentukan lokasi tumor.
38
Operasi Quenu-miles
Reseksi anterior
39
3.
memenuhi kriteria Miles (sudah lebih lanjut stadiumnya). Tindakan operatif disini tidak
menyembuhkan tetapi hanya membantu penderita
Dengan kolostomi sisa hidup penderita akan terasa lebih ringan (sifatnya paliatif). Dengan
demikian tidak ada operasi yang tidak dapat dikerjakan pada karsinoma rekti. Baik karsinoma
rekti stadium dini, lanjut atau sangat lanjut sekali selalu mempunyai hasil yang lebih baik
daripada tanpa operasi.
40
Eksisi lokal melalui rektoskop dapat dilakukan pada karsinoma terbatas. Seleksi
penderita harus dilakukan dengan teliti, antara lain dengan menggunakan endorektal
ultrasonografi (ERUS) untuk menentukan tingkat penyebaran di dalam dinding rektum dan
adanya kelenjar ganas pararektal.
Cara lain yang dapat digunakan atas indikasi dan seleksi khusus adalah fulgerasi
(koagulasi listrik). Pada cara ini tidak dapat dilakukan pemeriksaan histopatologik. Cara ini
terkadang digunakan untuk pasien dengan resiko tinggi pembedahan. Koagulasi dengan laser
digunakan sebagai terapi paliatif, sedangkan radioterapi, kemoterapi dan imunoterapi digunakan
sebagai terapi adjuvant. Tindak bedah yang didahului dan disusuli oleh radioterapi disebut terapi
sandwich.
Penyulit yang sering terjadi pada reseksi rektum abdominoperineal radikal (APR)
maupun reseksi rektum anterior rendah (LAR) adalah gangguan fungsi seks. Pada diseksi KGB
pararektal dan daerah retroperitoneal sekitar promontorium dan di daerah pre aortal dilakukan
juga eksisi saraf otonom, simpatik dan parasimpatik. Gangguan seks mungkin berupa libido
kurang atau hilang, gangguan ereksi, gangguan lubrikasi vagina, orgasme atau ejakulasi. Dapat
terjadi salah satu atau kombinasi beberapa gangguan. Dengan teknik pembedahan khusus yang
halus dan teliti angka kejadian penyulit ini dapat diturunkan.
Reseksi tumor secara paliatif dilakukan untuk mencegah atau mengatasi obstruksi atau
menghentikan perdarahan supaya kualitas hidup penderita lebih baik. Jika tumor tidak dapat
diangkat, dapat dilakukan bedah pintas atau anus preternaturalis (pembuatan kolostomi).(10,13)
Radioterapi
Sebagaimana telah disebutkan, untuk banyak kasus stadium II dan III lanjut, radiasi dapat
menyusutkan ukuran tumor sebelum dilakukan pembedahan. Peran lain radioterapi adalah
sebagai sebagai terapi tambahan untuk pembedahan pada kasus tumor lokal yang sudah diangkat
melalui pembedahan, dan untuk penanganan kasus metastasis jauh tertentu. Terutama ketika
digunakan dalam kombinasi dengan kemoterapi, radiasi yang digunakan setelah pembedahan
menunjukkan telah menurunkan resiko kekambuhan lokal di pelvis sebesar 46% dan angka
41
kematian sebesar 29%. Pada penanganan metastasis jauh, radiasi telah berguna mengurangi efek
lokal dari metastasis tersebut, misalnya pada otak. Radioterapi umumnya digunakan sebagai
terapi paliatif pada pasien yang memiliki tumor lokal yang unresectable.(13)
Kemoterapi
Dipertimbangkan pada pasien dimana tumornya menembus sangat dalam atau tumor
lokal yang bergerombol (Stadium II lanjut dan Stadium III). Terapi standarnya ialah dengan
fluorouracil (5-FU) dikombinasikan dengan leucovorin dalam jangka waktu enam sampai dua
belas bulan. 5-FU merupakan anti metabolit dan leucovorin memperbaiki respon. Agen lainnya,
levamisole, (meningkatkan sistem imun, dapat menjadi substitusi bagi leucovorin. Protokol ini
menurunkan angka kekambuhan kira kira 15% dan menurunkan angka kematian kira kira
sebesar 10%.(13)
Kolitis ulserativa
Polip
Fisura ani
Karsinoma ani
Hemoroid(10)
XIV. KOMPLIKASI
Perforasi terjadi sekitar tumor karena nekrosis dan dipercepat oleh obstruksi yang
menyebabkan tekanan di rongga kolorektal makin meninggi. Perforasi menggakibatkan
42
peritonitis umum disertai gejala sepsis dan dapat mengakibatkan septic shock. Perforasi
berakibat fatal bila tidak segera ditolong.
Peritoneum dan jaringan sekitarnya menyelubungi perforasi tersebut sehingga
pencemaran terbatas dan berbentuk abses.
Tumor yang terdapat dekat lambung dapat mangakibatkan fistel gastrokolika disertai
gejala mual muntah fekal. Tumor yang terletak dekat kandung kemih dapat mengakibatkan fistel
vesikokolika dengan tanda pneumaturia.
Gangguan fungsi seksual dapat terjadi maupun gangguan BAK dan BAB. Gangguan
seksual dapat terjadi impotensi post laparatomi radikal pada rektum.(2,7,10)
XV.
KOLOSTOMI
43
dapat dipertanggungjawabkan. Oleh karena itu untuk pengamanan anastomosis, aliran feses
dialihkan sementara melalui kolostomi dua stoma yang biasa disebut stoma laras ganda.
Kolostomi tetap dibuat pada reseksi rekto anal abdominoperineal menurut Quenu-Miles
berupa anus preternaturalis. Indikasi kolostomi adalah dekompresi usus pada obstruksi, stoma
sementara untuk bedah reseksi usus pada radang atau perforasi dan sebagian anus setelah reseksi
usus distal untuk melindungi anastomosis distal. Kolostomi dapat berupa stoma kait atau stoma
ujung.
Pada kolostomi sigmoid biasanya pola defekasi sama dengan semula. Banyak penderita
mengalami pembilasan sekali sehari sehingga mereka tidak terganggu oleh pengeluaran feses
dari stomanya. Kolostomi pada kolon transversum mengeluarkan isi usus beberapa kali sehari
karena isi kolon transver sum tidak padat sehingga lebih sulit diatur.(10,14)
XVI. PROGNOSIS
Prognosis tergantung dari ada atau tidaknya metastasis jauh, klasifikasi penyebaran tumor
dan tingkat keganasan sel tumor.
Secara keseluruhan 5-year survival rates untuk kanker rektal adalah sebagai berikut :
o
Stadium I - 72%
Stadium II - 54%
Stadium IV - 7%
50% dari seluruh pasien mengalami kekambuhan yang dapat berupa kekambuhan lokal,
jauh maupun keduanya. Kekambuhan ini lebih banyak terjadi pada kanker rektum daripada
kanker kolon. Muncul pada 5-30% pasien setahun pertama setelah operasi. Faktor faktor yang
mempengaruhi terbentuknya rekurensi termasuk kapabilitas ahli bedah, stadium tumor, lokasi,
dan kemampuan untuk memperoleh batas - batas tumor.(2,14)
44
DAFTAR PUSTAKA
1. Cirincione, Elizabeth et all. 2007. Rectal Cancer. Available on: http://emedicine.
medscape.com/article/281237-followup. Accessed on December 24, 2010.
2. Ramming KP. Penyakit Kolon dan Rektum. Dalam : Sabiston DC. Buku Ajar Bedah. Bagian
2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. 1994. 14-47.
3. Hollienshead WH. Embryology and Anatomy of Anal Canal and Rectum. Pennsylvania :
American Proctologic Society. 2007.
4. Ellis H. The Gastrointestinal Tract : The Rectum. In : Clinical Anatomy, Applied Anatomy
for Students and Junior Doctor. 6th Ed. Massachusetts. Blackwell Publishing. 2006. 81-82.
5. Moore KL, Dalley AF. Clinically Oriented Anatomy. 5 th Ed. Philadelphia : Lippincott
Williams & Wilkins. 2006. 429-432.
6. Sherwood L. Saluran pencernaan. Dalam : Fisiologi Manusia : Dari Sel Ke Sistem. Edisi Ke2. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.2001. 482-483.
7. Lin E. Colon, Rectum and Anus. In : Brunicardi FC, Andersen DK, Biliar TR, Dun DL.
Schwartzs Principles of Surgery. 8th Ed. Massachusetts : McGrawHill Companies. 2007.
1270-1301.
8. Crawford JM. Neoplasia : Molecular Basis of Cancer. In : Kumar, Abas, Fausto. Robins and
Cotrans : Pathologic Basis of Disease.7 thEd. Philadelphia : Lippincott Williams & Wilkins.
2008. 187-204.
9. Ahmadsyah I. Bedah Digestif. Dalam : Staf Pengajar Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Edisi I. Jakarta : Bagian Ilmu Bedah
Fakultas
Kedokteran
Universitas
Indonesia/Rumah
Sakit
Umum
Pusat
Nasional
CiptoMangunkusumo.2002. 51-88.
10. Hamami AH, Pieter J, Riwanto I, Ahmadsyah I. Usus Halus, Apendiks, Kolon dan
Anorektum. Dalam : Sjamsuhidayat R. De Jong W. Buku Ajar Ilmu Bedah.Edisi 2. Jakarta :
Penerbit Buku Kedokteran EGC.2005.658-664.
11. Ahuja V. Oncology. In : Brunicardi FC, Andersen DK, Biliar TR, Dun DL. Schwartzs
Principles of Surgery. 8th Ed. Massachusetts : McGrawHill Companies. 2007. 208-221.
12. John Hopkins Medicine Colorectal Cancer. Stage I Colorectal Surgery. 2010. Available at
http://www.hopkinscoloncancercenter.org/CMS/CMS_Page.aspx?
45
CurrentUDV=59&CMS_Page_ID=1F7C07D4-268D-4635-8975-70A594870CC8. Accessed
on December 23, 2010.
13. National Cancer Institute. 2010. Dukes Classification. Available at : http://www.cancer.gov/.
Accessed on December 22, 2010.
14. Colorectal Cancer Staging and Prognosis. 2008. TNM Staging System. Available at :
http://www.oncologychannel.com/coloncancer/staging.shtml. Accesssed on December 23,
2010.
46