Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
PAJAK PENGHASILAN
WAJIB PAJAK BADAN
D
I
S
U
S
U
N
O
L
E
H
NAMA
: ERWIN LIM
KELAS
: 12 AK 2
NO.ABSEN
: 12
BADAN
Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan
usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer,
perseroan lainnya, badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah dengan nama dan dalam
bentuk apa pun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi
massa, organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga, dan bentuk badan lainnya termasuk
kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap
BENTUK USAHA TETAP (BUT)
Bentuk usaha tetap adalah bentuk usaha yang dipergunakan oleh orang pribadi yang tidak bertempat
tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183(seratus delapan puluh
tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak
bertempat kedudukan di Indonesia untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia,
yang dapat berupa:
1. tempat kedudukan manajemen;
2. cabang perusahaan;
3. kantor perwakilan;
4. gedung kantor;
5. pabrik;
6. bengkel;
7. gudang;
8. ruang untuk promosi dan penjualan, dll
Perlakuan perpajakannya dipersamakan dengan subjek pajak badan
Pasal ini secara tegas menyatakan bahwa dasar yang dapat digunakan untuk memperoleh
besaran laba kena pajak (penghasilan kena pajak) adalah dengan cara penghasilan bruto dikurangi
dengan biaya dan beban, cara demikian ini tidak lain adalah pembukuan. Dalam pembukuan ini
informasi yang terpenting untuk menghitung PPh yang terutang, yaitu penghasilan dan biaya. Proses
mat-ching antara penghasilan dengan biaya terrefleksikan dalam laporan perhitungan Laba-Rugi
Badan Usaha.
PAJAK PENGHASILAN BADAN
Pada pasal 1 UU Pajak Penghasillan, Pajak Penghasilan adalah Pajak yang dikenakan terhadap subjek
pajak atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak.
Pajak Penghasilan Badan (PPh Badan) adalah pajak yang dikenakan atas penghasilan yang diterima
atau diperoleh oleh Badan seperti yang dimaksud dalam UU KUP.
Adapun subjek dari PPh Badan yaitu :
1.
Wajib Pajak Badan dalam negeri, yaitu badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia.
2.
Wajib Pajak Badan luar negeri, yaitu badan yang tidak didirikan atau tidak bertempat kedudukan di
Indonesia yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui BUT di Indonesia, dan atau
badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang menerima penghasilan
dari Indonesia tidak dari menjalankan usaha melalui BUT di Indonesia.
Yang menjadi objek pajak PPh Badan adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan
ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak badan baik yang berasal dari Indonesia maupun
dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan wajib pajak
badan yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun.
i.
ii.
Unit tertentu dari pemerintah yang memenuhi kriteria berikut ini adalah yang tidak termasuk
sebagai Subyek Pajak adalah:
1. Dibentuk berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
2. Dibiayai dengan dana yang bersumber dari APBN dan APBD.
3. Penerimaan lembaga tersebut dimasukkan dalam anggaran Pemerintah Pusat maupun
Daerah.
4. Pengawasannya diperiksa oleh aparat pengawasan fungsional negara.
iii.
URAIAN
Definisi
SPDN
SPLN
kedudukan di Indonesia
Saat dimulainya dan
berakhirnya
kewajiban subyektif
di Indonesia
kedudukan di Indonesia
Obyek Pajak
luar Indonesia
Dasar Pengenaan
Pajak
umum
sepadan
Kewajiban
Pelaporan
NON-SUBJEK PAJAK
dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan bertempat tinggal
bersama-sama mereka dengan syarat bukan warga negara Indonesia dan di Indonesia tidak menerima
atau memperoleh penghasilan di luar jabatan atau pekerjaannya tersebut serta negara bersangkutan
memberikan perlakuan timbal balik;
organisasi-organisasi internasional dengan syarat:
o Indonesia menjadi anggota organisasi tersebut;dan
o tidak menjalankan usaha atau kegiatan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia
selain memberikan pinjaman kepada pemerintah yang dananya berasal dari iuran para anggota;
pejabat-pejabat perwakilan organisasi internasional sebagaimana dimaksud pada huruf c dengan
syarat ukan warga negara Indonesia dan tidak menjalankan usaha, kegiatan, atau pekerjaan lain untuk
memperoleh penghasilan dari Indonesia
OBYEK PAJAK BADAN / PENGHASILAN BADAN USAHA (Pasal 4 ayat (1) UU PPh).
Penghasilan adalah setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak, baik
yang berasal dari Indonesia maupun luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau menambah
kekayaan wajib pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun. Dalam konteks wajib pajak
badan, maka berikut ini termasuk pengertian penghasilan meliputi :
a. penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh
termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun, atau
imbalan dalam bentuk lainnya, kecuali ditentukan lain dalam Undang-undang ini;
b. hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan;
c. laba usaha;
d. keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta
e. penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya dan pembayaran
tambahan pengembalian pajak;
f. bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian utang;
g. dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari perusahaan asuransi
kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi;
h. royalti atau imbalan atas penggunaan hak;
i. sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta;
j. penerimaan atau perolehan pembayaran berkala;
k. keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah tertentu yang ditetapkan
dengan Peraturan Pemerintah;
l. keuntungan selisih kurs mata uang asing;
m. selisih lebih karena penilaian kembali aktiva;
n. premi asuransi;
o. iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri dari Wajib Pajak
yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas;
p. tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan pajak;
q. penghasilan dari usaha berbasis syariah;
r. imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang mengatur mengenai
ketentuan umum dan tata cara perpajakan; dan
s. surplus Bank Indonesia.
.
No.
Keterangan
Tarif
1.
Hadiah langsung
2.
Hadiah undian
25%
3.
15%
4.
Hadiah/peghargaan sehubungan
dengan kegiatan, atau perlombaan
yang diperoleh/diterima oleh WP
Badan.
5.
20%
bantuan atau sumbangan, termasuk zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga
amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah
harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat,
badan keagamaan, badan pendidikan,badan sosial
sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antarapihak-pihak
yang bersangkutan;
Warisan
harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2
ayat(1) huruf b sebagai pengganti saham atau sebagai pengganti penyertaan modal
penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh
dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan
pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan dengan asuransi
kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa
dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai Wajib Pajak
dalam negeri, koperasi, badan usaha milik negara, atau badan usaha milik daerah,
penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pensiun sebagaimana dimaksud pada huruf
g
bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang modalnya
tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma, dan kongsi
penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura berupa bagian laba dari
badan pasangan usaha yang didirikan dan menjalankan usaha atau kegiatan di Indonesia,
dengan syarat:
1. merupakan perusahaan mikro, kecil, menengah, atau yang menjalankan kegiatan dalam
sektor-sektor usaha yang diatur denganbatau berdasarkan Peraturan MenteribKeuangan;
dan
2. sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efekbdi Indonesia;
sisa lebih yang diterima atau diperoleh badan atau lembaga nirlaba yang bergerak dalam
bidang pendidikan dan/atau bidang penelitian dan pengembangan
bantuan atau santunan yang dibayarkan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial kepada
Wajib Pajak tertentu
tersebut.
Berikut
pengeluaran-pengeluaran
yang
diperkenankan
mengurangi
pembagian laba dalam bentuk apapun seperti dividen, termasuk dividen yang dibayarkan oleh
perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi;
biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi pemegang saham, sekutu,
atau anggota;
premi asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi
beasiswa, yang dibayar oleh Wajib Pajak orang pribadi,
penggantian atau imbalan sehubungan denganbpekerjaan atau jasa yang diberikan dalam
bentuk natura dan kenikmatan, kecuali penyediaan makanan dan minuman bagi seluruh
pegawai serta penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan kenikmatan di daerah
tertentu dan yang berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan
jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada pemegang saham atau kepada pihak
yang mempunyai hubungan istimewa sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang
dilakukan
harta yang dihibahkan, bantuan atau sumbangan, dan warisan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 4 ayat (3) huruf a dan huruf b
Pajak Penghasilan
biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi Wajib Pajak atau orang
yang menjadi tanggungannya;
gaji yang dibayarkan kepada anggota persekutuan, firma, atau perseroan komanditer yang
modalnya tidak terbagi atas saham;
sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan serta sanksi pidana berupa denda
Menurut UU No. 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, Pembukuan
adalah proses pencatatan yang dilakukan secara teratur untuk mendapatkan data & informasi
keuangan yang meliputi keadaan harta, kewajiban atau utang, modal, penghasilan dan biaya serta
jumlah harga perolehan dan penyerahan barang atau jasa yang terutang maupun tidak terutang PPN,
yang dikenakan PPNdengan tariff 0% (nol persen) dan dikenakan PPnBM, yang ditutup dengan
menyusun laporan keuangan berupa neraca dan perhitungan rugi/laba pada saat tahun pajak
berakhir.
Ketentuan Pembukuan:
Pembukuan tersebut harus diselenggarakan dengan:
a. Memperhatikan iktikad baik dan mencerminkan keadaan atau kegiatan usaha yang sebenarnya.
b. Harus diselenggarakan di Indonesia, dengan menggunakan huruf latin, angka Arab, satuan
maata uang rupiah, dan disusun dalam bahasa Indonesia atau bahasa asing yang diizinkan oleh
Menkeu.
c. Diselenggarakan dengan prinsip taat asas dengan stetsel akrual dan stetsel kas.
d. Perubahan terhadap metode pembukuan dan/atau tahun harus mendapatkan persetujuan dari
Dirjen Pajak.
PRINSIP TAAT ASAS:
Prinsip taat asas adalah prinsip yang sama digunakan dalam metode pembukuan dengan tahuntahun sebelumnya untuk mencegah pergeseran laba atau rugi. Misalnya, dalam penerapan : stetsel
pengakuan penghasilan, tahun buku, metode penilaian, metode penyusutan dan amortisasi.
Pada pasal 2 ayat (4) UU KUP, Dirjen Pajak menerbitkan NPWP dan/atau mengukuhkan PKP secara
jabatan apabila WP atau PKP tidak melaksanakan kewajibannya sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dan/atau ayat (2).
2.
UU
No.28
tahun
2007
tentang
Ketentuan
Umum
dan
Tata
Cara
Perpajakan,Pembukuan adalah proses pencatatan yang dilakukan secara teratur untuk mendapatkan
data & informasi keuangan yang meliputi keadaan harta, kewajiban atau utang, modal, penghasilan
dan biaya serta jumlah harga perolehan dan penyerahan barang atau jasa yang terutang maupun yang
tidak terutang PPN, yang dikenakan PPN dengan tarif 0% (nol persen) dan yang dikenakan PPnBM,
yang ditutup dengan menyusun laporan keuangan berupa neraca dan penghitungan rugi/laba pada saat
tahun pajak berakhir.
Ketentuan mengenai Pembukuan :
Pembukuan tersebut harus diselenggarakan dengan:
a.
memperhatikan iktikad baik dan mencerminkan keadaan atau kegiatan usaha yang sebenarnya,
b.
harus diselenggarakan di Indonesia, dengan menggunakan huruf latin, angka Arab, satuan mata uang
rupiah, dan disusun dalam bahasa Indonesia atau dalam bahasa asing yang diizinkan oleh Menkeu,
c.
diselenggarakan dengan prinsip taat asas dan dengan stelsel akrual dan stelsel kas,
d.
perubahan terhadap metode pembukuan dan/atau tahun buku harus mendapat persetujuan dari Dirjen
Pajak.
Prinsip Taat Asas :
Prinsip taat asas adalah prinsip yang sama digunakan dalam metode pembukuan dengan tahun-tahun
sebelumnya untuk mencegah penggeseran laba atau rugi. Misalnya dalam penerapan : Stelsel
pengakuan penghasilan; Tahun buku; Metode penilaian persediaan; Metode penyusutan dan
amortisasi.
b.
Kewajiban memotong atau memungut (pot/put) pajak atas penghasilan orang lain (misalnya: PPh
Pasal 21/26, PPh Pasal 22, PPh Pasal 23/26, dan PPh Final); dan
c.
Kewajiban memungut PPN dan atau PPn BM (jika ada) yang khusus berlaku bagi Pengusaha Kena
Pajak (PKP).
Jenis-jenis pajak yang menjadi kewajiban Wajib Pajak Badan secara umum bisa diuraikan sebagai
berikut:
a.
bayar, atau lebih bayar, atau mungkin juga nihil (PPh Pasal 21 yang sudah disetor sama dengan PPh
Pasal 21 yang terutang).
b.
PPh Pasal 23
Yaitu PPh yang dipotong atas penghasilan berupa dividen, royalty, bunga, hadiah dan penghargaan
selain yang telah dikenakan PPh Pasal 21, sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan
harta, serta imbalan jasa sehubungan dengan jasa-jasa seperti jasa teknik, jasa manajeman, jasa
konsultan, dan jasa lain, yang ditetapkan dalam ketentuan Pasal 23 UU PPh.
c.
PPh Pasal 26
Yaitu PPh yang dipotong atas penghasilan berupa dividen; bunga; royalti; sewa dan imbalan lain
sehubungan dengan penggunaan harta; imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan dan kegiatan,
hadiah dan penghargaan; serta pensiun dan pembayaran berkala lainnya yang diterima/diperoleh WP
luar negeri. Ketentuan ini diatur dalam Pasal 26 UU PPh.
Penghitungan dan penyetoran PPh Pasal 26 sebaiknya tetap dilakukan secara tersendiri, meskipun
untuk pelaporannya digabungkan dengan PPh Pasal 21 atau PPh Pasal 23, tergantung pada jenis objek
pajaknya serta penerima penghasilannya;
1) Jika objek pajaknya cenderung sama dengan PPh Pasal 21 dan penerima penghasilannya adalah orang
pribadi berstatus WP luar negeri, maka pelaporannya melalui SPT Masa PPh Pasal 21 dan atau Pasal
26;
2)
Jika penerima penghasilannya berbentuk badan dan berstatus WP luar negeri, pelaporannya melalui
SPT Masa PPh Pasal 23 dan atau Pasal 26.
d.
PPh Final
Yaitu PPh yang dipotong atas jenis penghasilan tertentu atau jenis usaha tertentu yang diatur secara
khusus (special treatment) melalui peraturan pemerintah. Misalnya, PPh Final atas persewaan tanah
dan atau bangunan. Jadi, seandainya Wajib Pajak Badan menyewa gedung dari pihak lain untuk
dipergunakan sebagai kantor, maka Wajib Pajak Badan wajib memotong, menyetor, dan melaporkan
PPh Final yang terutang atas sewa kantor tersebut.
e.
PPh Pasal 25
Yaitu pembayaran angsuran PPh dalam tahun pajak berjalan yang harus dibayar sendiri oleh WP untuk
setiap bulan. Besarnya PPh Pasal 25 yang wajib disetor setiap bulan dihitung berdasarkan ketentuan
Pasal 25 UU PPh beserta ketentuan pelaksanaannya.
f.
PPh Pasal 29
Yaitu kewajiban untuk melunasi kekurangan pembayaran pajak yang terutang pada akhir tahun pajak,
dengan memperhitungkan kredit pajak berupa angsuran PPh Pasal 25 yang telah disetor setiap bulan
dan PPh yang telah dipotong/dipungut oleh pihak lain.
g.
PPN
Yaitu pemungutan pajak atas penyerahan BKP (Barang Kena Pajak) atau JKP (Jasa Kena Pajak) yang
dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP) di dalam Daerah Pabean, yang meliputi suatu masa
pajak. Dalam hal BKP tergolong barang mewah, terdapat Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPn
BM) yang juga terutang sesuai ketentuan UU yang berlaku.
4.
5.
6.
7.
8.
9. Hak mengurangi penghasilan kena pajak dengan biaya yang dikeluarkan sesuai biaya fiskal.
I.
Misal: dividen yang diterima oleh Perseroan Terbatas sebagai wajib pajak dalam negeri dari
penyertaan
modal
berkedudukan
sebesar
pada
badan
usaha
yang
didirikan
dan
di Indonesia.
2. Menurut akuntansi komersial merupakan penghasilan sedangakan menurut ketentuan PPh telah
dikenakan PPh yang bersifat final. Penghasilan ini dikenakan pajak tersendiri (final) sehingga
dipisahkan (tidak perlu digabung) dengan penghasilan lainnya dalam menghitung PPh terutang.
Misal: penghasilan atas bunga deposito atau tabungan lainnya yang telah dipotong PPh Final oleh
Bank sebesar 20%.
3. Menurut akuntansi komersial merupakan beban (biaya) sedangkan menurut ketentuan PPh tidak dapat
dibebankan sebagai pengurang penghasilan bruto (Pasal 9 UU PPh).
Misalnya :
a. Biaya-biaya yang digunakan untuk memperoleh penghasilan yang bukan obyek pajak atau
pengenaan pajaknya bersifat final.
b. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan dalam bentuk natura
atau kenikmatan.
c. Sanksi perpajakan berupa bunga, denda, dan kenaikan.
d. Biaya-biaya yang menurut ketentuan PPh tidak dapat dibebankan karena tidak memenuhi syarat-syarat
tertentu (misalnya: daftar nominatif biaya entertainment, daftar nominatif atas penghapusan piutang).
Beda Sementara (Temporary Difference)
Beda waktu merupakan perbedaan metode yang digunakan antara akuntansi komersial dengan
ketentuan fiskal.
Misalnya yaitu :
a. Metode penyusutan,
b. Metode penilaian persediaan,
c. Penyisihan piutang tak tertagih,
d. Rugi-laba selisih kurs.
Tarif pajak PPh Badan digunakan untu menghitung PPh Badan terutang. Tarif paja PPh Badan adalah
berdasarkan pasal 17 dan pasal 31 E UU No. 36 Tahun 2008 tentang pajak penghasilan, yaitu sebagai
berikut.
-
Tariff pajak untuk tahun pajak 2010 dan 2011 serta tarif pajak penghasilan badan (PPh Badan)
SPT Tahunan PPh Badan 2012 dan seterusnya adalah sebesar 25%.
Wajib pajak dalam negeri yang berbentuk perseroan terbuka yang paling sedikit 40% (empat
puluh persen) dari jumlah keseluruhan saham yang disetor diperdagangkan di bursa efek di
Indonesia dan memenuhi persyaratan tertentu lainnya dapat memperolej tarif sebesar 5% (lima
persen) lebih rendah daripada tarif tersebut yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan
Pemerintah.
Wajib pajak badan dalam negeri dengan peredaran bruto sampai dengan Rp50.000.000.000,00
(lima puluh miliar rupiah) mendapat fasilitas berupa pengurangan tarif sebesar 50% (lima puluh
persen) dari tarif tersebut (28% atau 25%) yang dikenakan atas penghasilan kena pajak dari
bagian peredaran bruto sampai dengan Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus rupiah).
Untuk keperluan penerapan tarif pajak, jumlah penghasilan kena pajak dibulatan ke bawah dalam
ribuan rupiah penuh
REKONSILIASI FISKAL
Karena terjadi perbedaan pengakuan dalam menyusun laporan keuangan antara komersil dengan
perpajakan maka perlu dilakukan penyesuaian atau rekonsiliasi fiskal. Rekonsiliasi fiskal adalah suatu
mekanisme penyesuaian pelaporan keuangan wajib pajak badan menurut ketentuan komersial diubah
menjadi menurut ketentuan perpajakan atau fiskal. Rekonsiliasi fiskal adalah sebuah lampiran SPT
tahunan PPh Badan berupa kertas kerja yang berisi penyesuaian antara laba/rugi sebelum pajak
menurut komersial dengan laba/rugi menurut SPT Tahunan (perpajakan).
Untuk melakukan penghitungan PPh Badan, harus diketahui laba fiskal dalam tahun pajak yang
didapat dari rekonsiliasi fiskal. Rekonsiliasi fiskal dilakukan terhadap seluruh unsur penyusunan
laporan laba rugi, meliputi pendapatan dan biaya, secara ringkas rekonsiliasi fiskal dilakukan
terhadap :
1. Wajib pajak yang memiliki penghasilan final
2. Wajib pajak yang memiliki penghasilan yang bukan objek pajak
3. Wajib pajak mengeluarkan biaya-biaya yang tidak boleh menjadi pengurang penghasilan (pasal 9 UU
PPh)
4. Wajib pajak mengeluarkan biaya yang boleh menjadi pengurang (biaya fiskal) tetapi metode
pengakuan biaya tersebut diatur oleh ketentuan fiskal
5. Wajib pajak mengeluarkan biaya yang dikeluarkan bersama untuk mendapatkan pendapatan yang telah
dikenakan PPh final
Dalam rekonsiliasi fiskal terdapat koreksi fiskal. Dimana koreksi fiskal ini terdiri dari koreksi positif
dan koreksi negatif. Koreksi positif adalah koreksi yang mengakibatkan laba fiskal bertambah atau
rugi fiskal berkurang. Koreksi negatif adalah koreksi yang mengakibatkan laba fiskal berkurang atau
rugi fiskal bertambah.
1. Laba Fiskal adalah laba yang dihitung berdasarkan ketentuan dan peraturan undang-undang
perpajakan. Laba fiskal ini juga dikenal sebagai laba kena pajak atau penghasilan kena pajak. Laba
kena pajak ini digunakan untuk menghitung pajak penghasilan yang terutang.
2. Koreksi Fiskal, bertujuan untuk menyesuaikan laba komersial (yaitu, laba yang dihitung menurut
Prinsip Akuntansi Berlaku Umum/PABU) dengan ketentuan-ketentuan perpajakan sehingga
diperoleh laba fiskal. Laporan perhitungan laba-rugi yang dibuar perusahaan merupakan laporan
keuangan yang disusun berdasarkan PABU. Oleh karena itu, agar dapat agar dapat menghitung
besarannya pajak penghasilan yang terutang, perusahaan harus melakukan penyesuaian laporan
perhitungan laba-rugi tersebut agar sesuai dengan ketentuan dan peraturan perundang-undangan
perpajakan. Langkah penyesuaian ini dilakukan dengan cara mencari pos-pos rekening yang
berbeda perlakuan antara prinsip akuntansi berlaku umum dengan ketentuan peraturan undangundang perpajakan. Pos-pos rekening ini yang berlaku dilakukan koreksi fiskal.
3. Timbulnya Koreksi Fiskal, hal-hal yang menimbulkan perbedaan antara PABU dengan UU
Perpajakan antara lain:
a. Perbedaan Konsep Penghasilan;
Contoh:
(1) Deviden yang diterima oleh PT, Yayasan, Koperasi, BUMN, BUMD,
(2) Sisa cadangan kerugian piutang bagi Bank, Leasing, dan Asuransi.
b. Perbedaan Cara Pengukuran Penghasilan.
Contoh :
Penjualan diukur sebesar jumlah yang dibebankan kepada pembeli tidak melihat apakah ada
hubungan istimewa atau tidak.
c. Perbedaan Konsep Biaya.
Pengeluaran yang dapat dibebankan sebagai biaya adalah semua pengorbanan ekonomis dalam
rangka memperoleh barang dan jasa. Tidak terbatas hanya biaya untuk mendapatkan, menagih
dan memelihara penghasilan saja. Singkatannya, biaya menurut pajak adalah pengeluaranpengeluaran yang ada kaitan langsung dengan perolehan penghasilan.
Nama Rekening
Lap. Keu
Komersial
Koreksi Fiskal
Positif
Negatif
Lap. Keu.
Fiskal
xxxx
Biaya
xxxx
xxxx
Koreksi fiskal:
Positif
xxxx
Negatif
(xxxx) +-
xxxx
Kompensasi kerugian
xxxx
xxxx
PPh terutang
xxxx
Kredit pajak:
Dipotong/dipungut pihak ketiga
xxxx
xxxx +
xxxx
Kurang/lebih bayar
xxxx
Tarif tertinggi 25% (dua puluh lima persen) mulai berlaku sejak tahun pajak 2010.
b.
Wajib Pajak Badan dalan negeri yang berbentuk perseroan terbuka yang paling sedikit 40% (empat
puluh persen) dari jumlah keseluruhan saham yang disetor diperdagangkan di bursa efek di Indonesia
dan memenuhi persyaratan tertentu lainnya dapat memperoleh tarif sebesar 5% (lima persen) lebih
rendah yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah.
c.
Untuk keperluan penerapan tarif pajak, jumlah Penghasilan Kena Pajak dibulatkan kebawah dalam
ribuan rupiah penuh.
d.
Wajib Pajak Badan dalam negeri dengan peredaran bruto sampai dengan Rp 50.000.000.000,00 (lima
puluh miliar rupiah) mendapat fasilitas berupa pengurangan tarif sebesar 50% (lima puluh persen) dari
tarif PPh Pasal 17 yang dikenakan atas Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto sampai
dengan Rp 4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah)
Fasilitas perpajakan diberikan untuk memberikan kemudahan bagi sektor-sektor usaha tertentu dengan
pertimbangan tertentu, misalnya daya saing, penyerapan lapangan kerja dan perlindungan kepentingan
umum. Adapun berbagai fasilitas dan insentif perpajakan bagi wajib pajak badan, sebagai berikut :
1.
terbuka dan paling sedikit 40% dari jumlah keseluruhan saham yang disetor, diperdagangkan dibursa
efek Indonesia. Fasilitas bagi perseroan yang memenuhi persyaratan dapat memperoleh tarif 5% lebih
rendah dari tarif yang berlaku.
b.
dengan Rp 50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah) mendapat fasilitas berupa pengurangan tarif
sebesar 50% (lima puluh persen) dari tarif PPh Pasal 17 yang dikenakan atas Penghasilan Kena Pajak
dari bagian peredaran bruto sampai dengan Rp 4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta
rupiah)
2.
Fasilitas PPh untuk penanaman modal dibidang usaha tertentu dan atau didaerah-daerah tertentu.
Pihak yang berhak mendapat fasilitas ini adalah wajib pajak badan dalam negeri berbentuk
perseroan terbatas dan koperasi, baik yang baru berdiri maupun yang telah ada, serta melakukan
penanaman modal baru maupun perluasan dari usaha yang telah ada pada bidang usaha tertentu dan
daerah tertentu. Fasilitas yang diberikan yaitu :
1) Pengurangan penghasilan neto paling tinggi 30% dari jumlah penanaman yang dilakukan,
2) Penyusutan dan maortisasi yang dipercepat,
3) Kompensasi kerugian yang lebih lama tetapi tidak lebih dari 10 tahun,
4) Pengenaan PPh atas deviden yang dibayarkan kepada subjek pajak luar negeri sebesar 10% atau
tarif lebih rendah menurut persetujuan penghindaran pajak berganda yang berlaku.
b.
Dalam bidang PPN terdapat dua fasilitas yaitu pajak terutang tidak dipungut dan pembebasan
dari pengenaan pajak yang dapat berlaku sementara atau selamanya. Jadi pihak-pihak yang memiliki
usaha dan membantu kehidupan bangsa akan mendapat fasilitas perpajakan.
3.
4.
memenuhi kriteria tertentu didahulukan daripada wajib pajak lainnya. Melalui penelitian tanpa
pemeriksaan dengan jangka waktu tiga bulan untuk PPh dan satu bulan untuk PPN.
b.
c.
PENYUSUTAN
Penyusutan dimulai pada bulan dilakukannya pengeluaran, kecuali untuk harta yang masih
dalam proses pengerjaan, penyusutannya dimulai pada bulan selesainya pengerjaan harta
tersebut.
AMORTISASI
Pengeluaran untuk biaya pendirian dan biaya perluasan modal suatu perusahaan dibebankan
pada tahun terjadinya pengeluaran atau diamortisasi sesuai dengan ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (2).
Amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh hak dan pengeluaran lain yang mempunyai
masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun di bidang penambangan minyak dan gas bumi dilakukan
dengan menggunakan metode satuan produksi.
Untuk peredaran usaha bruto sampai dengan Rp4.800.000.000,00 tarif PPh Badan dikenakan sebesar
25% x 50% x Penghasilan Kena Pajak.
Contoh Perhitungan:
PT ABC yang bergerak dibidang perdagangan dalam Tahun Pajak 2012 mempunyai data sebagai
berikut.
1.500.000.000,00
500.000.000,00
2.500.000.000,00
4.500.000.000
700.000.000
22.000.000
PPh Pasal 23
25.000.000
PPh Pasal 25
Jumlah
3.000.000
50.000.000,00
1.500.000.000,00
500.000.000,00
2.500.000.000,00
4.500.000.000
( 450.000.000,00)
( 200.000.000,00)
(1.350.000.000,00)
(2.000.000.000,00)
2.500.000.000,00
50.000.000,00
100.000.000,00
(1.500.000.000,00)
( 500.000.000,00)
(
(
25.000.000,00)
50.000.000,00)
75.000.000,00
2.575.000.000
obyek pajak
Biaya untuk mendapatkan, menagih, dan
450.000.000,00
200.000.0000,00
50.000.000,00)
25.000.000,00
(1.375.000.000,00)
1.200.000.000
fiskal
Kompensasi kerugian
PKP
PPh terutang (50% x 25%) x 500.000.000,00
Kredit Pajak :
- PPh Pasal 22
22.000.000,00
25.000.000,00
PPh Pasal 23
PPh Pasal 25
Jumlah
PPh Kurang Bayar/PPh Pasal 29
(62.500.000 ,00 50.000.000,00)
(700.000.000)
500.000.000,00
62.500.000,00
3.000.000,00
50.000.000,00
12.500.000,00
1.500.000.000,00
500.000.000,00
5.500.000.000,00
7.500.000.000,0
0
700.000.000,00
22.000.000,00
PPh Pasal 23
25.000.000,00
PPh Pasal 25
Jumlah
3.000.000,00
50.000.000,00
1.500.000.000,00
500.000.000,00
5.500.000.000,00
7.500.000.000,00
( 450.000.000,00)
( 200.000.000,00)
(
3.350.000,00)
(4.000.000.000,00)
3.500.000.000,00
50.000.000,00
100.000.000,00
(1.500.000.000,00)
(25.000.000,00)
(50.000.000,00)
75.000.000,00
3.575.000.000,00
obyek pajak
Biaya untuk mendapatkan, menagih, dan
500.000.000,00)
450.000.000,00
200.000.000,00
50.000.000,00)
25.000.000,00
(1.375.000.000,00)
2.200.000.000,00
koreksi fiskal
Kompensasi kerugian
PKP
PPh terutang (50% x 25%) x
( 700.000.000,00)
1.500.000.000,00
XY +YZ
((4.800.000.000/5.500.000.000) x
XYZ
1.500.000.000)) = XY
Kredit Pajak :
- PPh Pasal 22
22.000.000,00
25.000.000,00
PPh Pasal 23
PPh Pasal 25
Jumlah
PPh Kurang Bayar/PPh Pasal 29 (XYZ
3.000.000,00
50.000.000,00
PPh Pasal 29
50.000.000,00)
perhitungan tersebut dapat dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh Badan 2012 paling lambat 30 April
2012.