Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
BAB 1
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Herpes zoster dapat muncul disepanjang tahun karena tidak dipengaruhi oleh musim dan
tersebar merata di seluruh dunia, tidak ada perbedaan angka kesakitan antara laki-laki dan
perempuan, angka kesakitan meningkat dengan peningkatan usia. Herpes zoster terjadi pada
orang yang pernah menderita varisela sebelumnya karena varisela dan herpes zoster
disebabkan oleh virus yang sama yaitu virus varisela zoster. Setelah sembuh dari varisela,
virus yang ada di ganglion sensoris tetap hidup dalam keadaan tidak aktif dan aktif kembali
jika daya tahan tubuh menurun.
Herpes zoster disebabkan oleh infeksi virus varisela zoster (VVZ) dan tergolong virus berinti
DNA, virus ini berukuran 140-200 nm, yang termasuk subfamili alfa herpes viridae.
Berdasarkan sifat biologisnya seperti siklus replikasi, penjamu, sifat sitotoksik dan sel tempat
hidup laten diklasifikasikan kedalam 3 subfamili yaitu alfa, beta dan gamma. VVZ dalam
subfamili alfa mempunyai sifat khas menyebabkan infeksi primer pada sel epitel yang
menimbulkan lesi vaskuler. Selanjutnya setelah infeksi primer, infeksi oleh virus herpes alfa
biasanya menetap dalam bentuk laten didalam neuron dari ganglion. Virus yang laten ini pada
saatnya akan menimbulkan kekambuhan secara periodik. Secara in vitro virus herpes alfa
mempunyai jajaran penjamu yang relatif luas dengan siklus pertumbuhan yang pendek serta
mempunyai enzim yang penting untuk replikasi meliputi virus spesifik DNA polimerase dan
virus spesifik deoxypiridine (thymidine) kinase yang disintesis di dalam sel yang terinfeksi.
B. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Dalam penulisan makalah ini diharapkan mahasiswa mampu memahami konsep kelainan
system integrumen yaitu Herpes Zoster
2. Tujuan Khusus
a.
b. Mahasiswa mampu menganalisis kasus dan mampu menerapkan prinsip asuhan keperawatan
dengan pendekatan keperawatan yang meliputi pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi
pada klien dengan kelainan Herpes Zoster
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Herpes zoster adalah radang kulit akut dan setempat disebabkan oleh virus, terutama terjadi
pada orang tua yang khas ditandai adanya nyeri radikuler unilateral serta timbulnya lesi
vesikuler yang terbatas pada dermatom yang dipersarafi serabut saraf spinal maupun ganglion
serabut saraf sensorik dari nervus kranialis. Infeksi ini merupakan reaktivasi virus varisela
zoster dari infeksi endogen yang telah menetap dalam bentuk laten setelah infeksi oleh virus.
B. Etiologi
Herpes zoster disebabkan oleh Varisella Zoster Virus yang mempunyai kapsid tersusun dari
162 subunit protein dan berbentuk simetri ikosehedral dengan diameter 100 nm. Virion
lengkapnya berdiameter 150-200 nm dan hanya virion yang berselubung yang bersifat
infeksius. Virus varisela dapat menjadi laten di badan sel saraf, sel satelit pada akar dorsalis
saraf, nervus kranialis dan ganglio autonom tanpa menimbulkan gejala. Pada individu yang
immunocompromise, beberapa tahun kemudian virus akan keluar dari badan saraf menuju ke
akson saraf dan menimbulkan infeksi virus pada kulit yang dipersarafi. Virus dapat menyebar
dari satu ganglion ke ganglion yang lain pada satu dermatom.
C.
Manifestasi klinis
1. Gejala prodromal sistematik (demam, pusing, malese) maupun gejala prodomal local (nyeri
otot tulang, gatal, pegal).
2.
Setelah itu timbul eritema yang dalam waktu singkat menjadi vesikel yang berkelompok,
vesikel ini berisi cairan yang jernih kemudian menjadi keruh (berwarna abu-abu) dapat
menjadi pustule dan krusta. (Prof. dr. Adhi Juwanda, 199:107).
3.
Gambaran yang khas pada herpes zoster adalah erupsi yang lokalisata dan hamper selalu
unilateral.
Menurut daerah penyerangnya dikenal :
2.
3.
4.
G. Patofisiologis
Herpez zoster disebabkan oleh varicello zoster (VZV). Selama terjadinya infeksi
varisela, VZV meninggalkan lesi dikulit dan permukaan mukosa ke ujung serabut saraf
sensorik. Kemudian secara sentripetal virus ini dibawa melalui serabut saraf sensorik. Dalam
ganglion ini, virus memasuki masa laten dan disini tidak infeksios dan tidak mengadakan
multiplikasi lagi, namun tidak berarti ia kehilangan daya infeksinya.
Bila daya tahan tubuh penderita mengalami manurun, akan terjadi reaktivasi virus.
Virus mengalami multiplikasi dan menyebar di dalam ganglion. Ini menyebabkan nekrosis
pada saraf serta menjadi inflamasi yang berat dan biasanya disertai nevralgia yang hebat.
VZV yang infeksius ini mengikuti serabut saraf sensorik/sehingga terjadi neuritis.
Neuritis ini berakhir pada ujung serabut saraf sensorik dikulit dengan gambaran erupsi yang
khas untuk erupsi horpes zoster.
1. Neurologi pasca herfetike
Rasa nyeri yang timbul pada daerah bekas penyembuhan neuralgia ini dapat berlangsung
berbulan-bulan sampai beberapa tahun.
2. Infeksi sekunder
Oleh bakteri akan menyebabkan terhambatnya penyembuhan dan akan meninggalkan bekas
sebagai sikatritis.
3.
Pada sebagian kecil penderita dapat terjadi paralysis motorik, terutama bila virus juga
menyerang ganglion anterior bagian motorik kranialis. Terjadi biasanya 2 minggu setelah
timbul erupsi.
I.
4. Komplikasi mata, antara lain : keratitis akut, skleritis, uveitis, glaucoma sekunder,
ptosis, korioretinitis, neuritis optika dan paresis otot penggerak bola mata.
5. Herpes zoster diseminata / generalisata
6. Komplikasi sitemik, antara lain : endokarditis, menigosefalitis, paralysis saraf
motorik, progressive multi focal leukoenche phatopathy dan angitis serebral
granulomatosa disertai hemiplegi (2 terkahir ini merupakan komplikasi herpes zoster
optalmik).
J.
Pada stadium vesicular diberi bedak salicyl 2% atau bedak kocok kalamin untuk mencegah
vesikel pecah
Bila vesikel pecah dan basah, diberikan kompres terbuka dengan larutan antiseptik atau
kompres dingin dengan larutan burrow 3 x sehari selama 20 menit
Apabila lesi berkrusta dan agak basah dapat diberikan salep antibiotik (basitrasin /
polysporin ) untuk mencegah infeksi sekunder selama 3 x sehari
2. Pengobatan sistemik
Drug of choice- nya adalah acyclovir yang dapat mengintervensi sintesis virus dan
replikasinya. Meski tidak menyembuhkan infeksi herpes namun dapat menurunkan keparahan
penyakit dan nyeri. Dapat diberikan secara oral, topical atau parenteral. Pemberian lebih
efektif pada hari pertama dan kedua pasca kemunculan vesikel. Namun hanya memiliki efek
yang kecil terhadap postherpetic neuralgia.
Antiviral lain yang dianjurkan adalah vidarabine (Ara A, Vira A) dapat diberikan lewat
infus intravena atau salep mata.
Kortikosteroid dapat digunakan untuk menurunkan respon inflamasi dan efektif namun
penggunaannya masih kontroversi karena dapat menurunkan penyembuhan dan menekan
respon immune.
Analgesik non narkotik dan narkotik diresepkan untuk manajemen nyeri dan antihistamin
diberikan untuk menyembuhkan priritus.
b. Penderita dengan keluhan mata
Keterlibatan seluruh mata atau ujung hidung yang menunjukan hubungan dengan cabang
nasosiliaris nervus optalmikus, harus ditangani dengan konsultasi opthamologis. Dapat
diobati dengan salaep mata steroid topical dan mydriatik, anti virus dapat diberikan
c. Neuralgia Pasca Herpes zoster
Bila nyeri masih terasa meskipun sudah diberikan acyclovir pada fase akut, maka dapat
diberikan anti depresan trisiklik ( misalnya : amitriptilin 10 75 mg/hari)
Tindak lanjut ketat bagi penanganan nyeri dan dukungan emosional merupakan bagian
terpenting perawatan
Intervensi bedah atau rujukan ke klinik nyeri diperlukan pada neuralgi berat yang tidak
teratasi.
L. Pengkajian Keperawatan
a.
Riwayat
1.
3.
1. Nyeri
2. Sensasi gatal
3. Lesi kulit
4. Kemerahan
5. Fatige
d. Riwayat psikososial
1. Kondisi psikologis pasien
2. Kecemasan
3. Respon pasien terhadap penyakit
e. Pemeriksaan fisik
1. Tanda vital
2. Tes diagnostik
M. Pendidikan kesehatan
Pendidikan kesehatan untuk klien dan keluarga
1. Anjurkan pasien untuk melaporkan nyeri, demam, drainase yang berbau busuk dan
muncul pus
2. Jelaskan tentang kemungkinan neuralgia paska herpes dan tekankan bahwa anda dapat
menangani nyeri
3. Beritahu pasien bahwa mereka dapat menulari orang lain, oleh karena itu perlu
diperhatikan tindakan higienis rutin seperti pemakaian alat pribadi
4. Tidak melakukan kontak social hingga lesi mengering
5. Gunakan obat sesuai aturan, pakai pakian yang menyerap keringat, pertahankan suhu
udara tetap dingin / nyaman
6. Dapat digunakan sarung tangan katun pada malam hari saat muncul keinginan untuk
menggaruk
7. Lakukan tehnik relaksasi untuk menurunkan nyri dan batasi aktivitas yang berlebihan
BAB III
TINJAUAN KASUS
A. Kasus
Ny. MH usia 56 tahun di rawat di ruang penyakit kulit RS Medical sentre dengan keluhan
kulitdi bagian kulit perut tersa pedas dan nyeri, kulit terlihat kemerahan dan melepuh, timbul
bula serta muncul lagi di bawah mata kiri. Berdasarkan keterangan keluarga belum di berikan
obat hanya di berikan parem kelapa yang di kunyah. Pemeriksaan fisik TD : 110/70 mmhg, S:
37,5 C , RR: 24 x/m , N : 104 x/m
B. Analisa Data
NO
1.
2.
DATA FOKUS
DS : Pasien mengeluh kulit terasa
pedes dan nyeri
P:
Q : nyeri seperti terbakar
R : pada bagian perut/abdomen
S : nyeri skala 6
T : terus menerus
DO : kulit kemerahan, melepuh,
timbul bula
PROBLEM
Nyeri akut
ETIOLOGI
agencidera biologis ;
proses inflamasi
Perubahan
sensori
fungsi
3.
terasa pedes
DO : Erupsi berupa vesikel yang
elastisitas
menggerombol,
Warna
kulit
kemerahan
4.
DS : Resiko infeksi
DO : terjadi erupsi kulit, tampak
kemerahan dan gatal
C. Diagnosa Keperawtan
1. Nyeri akut b.d agen cidera biologis; proses inflamasi
2. Perubahan persepsi sensori b.d perubahan fungsi sensori
3. Gangguan integritas kulit b.d perubahan turgor kulit; elatisitas
4. Resiko infeksi b.d post de entri mikroorganisme
D. Intervensi
1. Dx 1 : Nyeri akut b.d agen cidera biologis; proses inflamasi
Tujuan : Nyeri berkurang
KH
: - Nyeri < 3
- Pasien bisa istirahat dengan tenang
- Pasien dapat menggunakan teknik relaksasi distraksi
Intervensi :
1. Memberikan posisi yang nyaman
2. Ciptakan lingkungan yang nyaman : membatasi pengunjung
3. Mengajarkan teknik relaksasi distraksi
4. Kolaborasi pemberian analgetik
5. Menganjurkan pasien untuk istirahat cukup
Post de entri
mikroorganisme
: Visus meningkat
Respon verbal peningkatan penglihatan
Intervensi :
1. Kaji ketajaman penglihatan klien
2. Berikan pencahayaan yang sesuai dengan klien
3. Cegah glare atau sinar yang menyilaukan
4. Letakkan barang pada tempat yang konsisten
5. Membatasi klien untuk tidak melakukan aktivitas sendiri seperti : turun dari bed tempat
tidur sendiri, pergi keluar dari ruangan
3. Dx 3 : Gangguan integritas kulit b.d perubahan turgor kulit
Tujuan : Pasien tidak mengalami kerusakan intergritas kulit yang lebih parah
KH : - Erupsi berkurang
- Kulit tidak kemerahan dan tidak terjadi iritasi yang lebih parah
Intervensi :
1. Kaji tingkat kerusakan kulit
2. Jauhkan lesi dari manipulasi dan kontaminasi
3. Berikan terapi topical sesuai program
4. Berikan diet TKTP
5. Dilarang menggaruk-garuk kulit dengan tangan kotor
4. Dx : Resiko infeksi b.d post de entri mikroorganisme
Tujuan : Tidak terjadi infeksi
KH : - Bula tidak bertambah banyak
- Tidak bertambah gatal dan nyeri
- Kemerahan pada bula berkurang
Intervensi :
1.
2.
3.
4.
BAB IV
PENUTUP
KESIMPULAN :
Herpes zoster adalah radang kulit akut dan setempat disebabkan oleh virus, terutama terjadi
pada orang tua yang khas ditandai adanya nyeri radikuler unilateral serta timbulnya lesi
vesikuler yang terbatas pada dermatom yang dipersarafi serabut saraf spinal maupun ganglion
serabut saraf sensorik dari nervus kranialis. Infeksi ini merupakan reaktivasi virus varisela
zoster dari infeksi endogen yang telah menetap dalam bentuk laten setelah infeksi oleh virus.
Pendidikan kesehatan untuk klien dan keluarga
8. Anjurkan pasien untuk melaporkan nyeri, demam, drainase yang berbau busuk dan
muncul pus
9. Jelaskan tentang kemungkinan neuralgia paska herpes dan tekankan bahwa anda dapat
menangani nyeri
10. Beritahu pasien bahwa mereka dapat menulari orang lain, oleh karena itu perlu
diperhatikan tindakan higienis rutin seperti pemakaian alat pribadi
11. Tidak melakukan kontak social hingga lesi mengering
12. Gunakan obat sesuai aturan, pakai pakian yang menyerap keringat, pertahankan suhu
udara tetap dingin / nyaman
13. Dapat digunakan sarung tangan katun pada malam hari saat muncul keinginan untuk
menggaruk
14. Lakukan tehnik relaksasi untuk menurunkan nyri dan batasi aktivitas yang berlebihan
DAFTAR PUSTAKA
Bruner dan Suddart. 2002. Edisi 8, Vol 2. Jakarta: EGC
Price, Sylvia Anderson. 2005. Patofisiologi : konsep klinis proses-proses penyakit. Jakarta :
EGC
Judith M. Wilkinson. 2006. Buku Saku Diagnosa Keperawatan dengan Intervensi Nic dan
Noc. Jakarta : EGC
Djuanda, Adhi, dkk. 1993. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, Edisi ke Dua. Jakarta : FKUI
Harahap, Marwali.2000. Ilmu Penyakit Kulit. Hipokrates: Jakarta.
Smeitzer, Suzanne C.2001. Buku Ajar Keperawatan Medical-Bedah Brunner & Suddarth.
EGC: Jakarta