Вы находитесь на странице: 1из 32

CLINICAL SCIENCE SESSION

TRAUMA KAPITIS

Pembimbing:
Dr. Arief Guntara, Sp.B

Disusun oleh:
Ravanno Fanizza Harahap
Badruddin Yusuf
Reisya Gina Nurfajri

SMF ILMU BEDAH


RSUD AL-IHSAN BANDUNG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
2014

BAB I

PENDAHULUAN
Di negara berkembang seperti Indonesia, seiring dengan kemajuan teknologi
dan pembangunan, frekuensi trauma kepala cenderung makin meningkat. Trauma
kepala berperan pada hampir separuh dari seluruh kematian akibat trauma,
mengingat bahwa kepala merupakan bagian yang tersering dan rentan terlibat dalam
suatu kecelakaan. Kasus trauma kepala terutama melibatkan kelompok usia
produktif, yaitu antara 15-44 tahun dan lebih didominasi oleh kaum laki-laki
dibandingkan perempuan. Penyebab tersering adalah kecelakaan lalu lintas dan
disusul dengan kasus jatuh terutama pada kelompok usia anak-anak.
Trauma kepala adalah cedera pada kepala yang dapat melibatkan seluruh
struktur lapisan, mulai dari lapisan kulit kepala atau tingkat yang paling ringan,
tulang tengkorak, duramater, vaskuler otak, sampai jaringan otaknya sendiri; baik
berupa luka yang tertutup, maupun trauma tembus.
Untuk rujukan penderita cedera kepala, perlu dicantumkan informasi penting
seperti: umur penderita, waktu, mekanisme cedera, status respiratorik dan
kardiovaskuler, pemeriksaan minineurologis (GCS) terutama nilai respon motorik
dan reaksi cahaya pupil, adanya cedera penyerta, dan hasil CT Scan.
Pada penderita harus diperhatikan pernafasan, peredaran darah umum dan
kesadaran, sehingga tindakan resusitasi, anmnesa dan pemeriksaan fisik umum dan
neurologist harus dilakukan secara serentak. Tingkat keparahan trauma kepala harus
segera ditentukan pada saat pasien tiba di Rumah Sakit.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Definisi Trauma Kapitis


Cidera kepala atau trauma kapitis adalah cidera mekanik yang secara langsung

atau tidak langsung mengenai kepala yang mengakibatkan luka di kulit kepala,
fraktur tulang tengkorak, robekan selaput otak dan kerusakan jaringan otak itu
sendiri, serta mengakibatkan gangguan neurologis.1

2.2

Anatomi

1. Kulit Kepala (Scalp)


Kulit kepala terdiri dari 5 lapisanyang disebut SCALP yaitu:2
a.

Skin atau kulit

b.

Connective Tissue atau jaringan penyambung

c.

Aponeurosis atau galea aponeurotika yaitu jaringan ikat yang berhubungan


langsung dengan tengkorak

d.

Loose areolar tissue atau jaringan penunjang longgar

e.

Perikarnium

Kulit kepala memiliki banyak pembuluh darah sehingga bila terjadi


perdarahan akibat laserasi kulit kepala akan menyebabkan banyak kehilangan darah
terutama pada anak-anak atau penderita dewasa yang cukup lama terperangkap
sehingga membutuhkan waktu lama untuk mengeluarkannya. 2

2.

Tulang Tengkorak

Tulang tengkorak atau kranium terdiri dari kalvarium dan basis kranii, di
regio temporal tulang tipis, namun disini dilapisi oleh otot temporalis. Basis kranii
berbentuk tidak rata dan tidak teratur sehingga cedera pada kepala dapat
menyebabkan kerusakan pada bagian dasar otak yang bergerak akibat cedera
akselerasi dan deselerasi. Rongga tengkorak dasar dibagi atas tiga fosa yaitu anterior,
media dan posterior. Fosa anterior adalah tempat lobus frontalis, fosa media tempat
lobus temporalis dan fosa posterior adalah ruang bagi batang otak bawah dan
serebelum.1,2

Gambar 1. Tulang tengkorak1

3.

Meningen
Selaput meningen menutupi seluruh permukaan otak, terdiri dari tiga lapisan

yaitu: duramater, araknoid dan piamater. Duramater adalah selaput yang keras, terdiri
atas jaringan ikat fibrosa yang melekat erat dengan tabula interna atau bagian dalam
kranium. Duramater tidak melekat dengan lapisan dibawahnya (araknoid), terdapat
ruang subdural.2,3
Pada cedera kepala, pembuluh vena yang berjalan pada permukaan otak
menuju sinus sagitalis superior di garis tengah atau disebut Bridging veins, dapat
mengalami robekan dan menyebabkan perdarahan subdural. Arteri-arteri meningea
terletak antara duramater dan tabula interna tengkorak, jadi terletak di ruang

epidural. Yang paling sering mengalami cedera adalah arteri meningea media yang
terletak pada fosa temporalis (fosa media). Dibawah duramater terdapat araknoid
yang merupakan lapisan kedua dan tembus pandang. Lapisan yang ketiga adalah
piamater yang melekat erat pada permukaan korteks serebri. Cairan serebrospinal
bersirkulasi diantara selaput araknoid dan piameter dalam ruang sub araknoid.2,3

4.

Otak
Otak manusia terdiri dari serebrum,serebelum dan batang otak. Serebrum

terdiri atas hemisfer kanan dan kiri yang dipisahkan oleh falks serebri(lipatan
duramater yang berada di inferior sinus sagitalis superior). Hemisfer otak yang
mengandung pusat bicara sering disebut sebagai hemisfer dominan. Lobus frontalis
berkaitan dengan fungsi emosi, fungsi motorik dan pada sisi dominan mengandung
pusat ekspresi bicara (area bicara motorik).

Gambar 2. Anatomi Otak3

Lobus parietalis berhubungan dengan orientasi ruang dan fungsi sensorik.


Lobus temporalis mengatur fungsi memori tertentu. Lobus occipitalis berukuran

lebih kecil dan berfungsi dalam penglihatan. Batang otak terdiri dari mesensefalon,
pons dan medula oblongata. Mesensefalon dan pons bagian atas berisi sistem
aktivasi retikulasi yang berfungsi dalam kesadaran dan kewaspadaan. Pada medula
oblongata berada pusat vital kardiorespiratorik yang terus memanjang sampai
medula spinalis di bawahnya. Serebellum bertanggung jawab dalam fungsi
koordinasi dan keseimbangan terletak dalam fosa posterior, berhubungan dengan
medula spinalis batang otak dan kedua hemisfer serebri.2

5.

Cairan serebrospinal
Cairan serebrospinal dihasilkan oleh pleksus khoroideus dengan kecepatan

produksi sebanyak 30 ml/jam. Pleksus khorideus terletak di ventrikel lateralis baik


kanan maupun kiri, mengalir melalui foramen monro ke dalam ventrikel tiga.
Selanjutnya melalui akuaduktus dari sylvius menuju ventrikel ke empat, selanjutnya
keluar dari sistem ventrikel dan masuk ke ruang subaraknoid yang berada diseluruh
permukaan otak dan medula spinalis. CSS akan diserap ke dalam sirkulasi vena
melalui granulasio araknoid yang terdapat pada sinus sagitalis superior. Adanya
darah dalam CSS dapat menyumbat granulasio araknoid sehingga mengganggu
penyerapan CSS dan menyebabkan kenaikan tekanan intra kranial (hidrosefalus
komunikans)2,4

Gambar 3. Cairan serebrospinal pada otak 3

6.

Tentorium
Tentorium serebelli membagi ruang tengkorak menjadi supratentorial dan

infratentorial. Mesensefalon menghubungkan hemisfer serebri dengan batang otak


berjalan melalui celah lebar tentorium serebeli yang disebut insisura tentorial.
Nervus oculomotorius(N.III) berjalan di sepanjang tentorium, dan saraf ini dapat
tertekan pada keadan herniasi otak yang umumnya dikibatkan oleh adanya massa
supratentorial atau edema otak. Bagian otak yang sering terjadi herniasi melalui
insisura tentorial adalah sisi medial lobus temporalis yang disebut girus unkus.
Herniasi Unkus menyebabkan juga penekanan traktus piramidalis yang berjalan pada
otak tengah. Dilatasi pupil ipsilateral disertai hemiplegia kontralateral dikenal
sebagai sindrom klasik herniasi tentorial. Jadi, umumnya perdarahan intrakranial
tedapat pada sisi yang sama dengan sisi pupil yang berdilatasi, walaupun tidak
selalu.2

2.3

1.

Fisiologi
Tekanan Intrakranial
Berbagai proses patologis yang mengenai otak dapat mengakibatkan

kenaikan tekanan intrakranial yang selanjutnya akan mengganggu fungsi otak yang
akhirnya berdampak buruk terhadap kesudahan penderita. Dan tekanan intrakranial
yang tinggi dapat menimbulkan konsekuensi yang mengganggu fungsi otak dan
tentunya mempengaruhi pula kesembuhan penderita. Jadi, kenaikan tekanan
intrakranial (TIK) tidak hanya merupakan indikasi adanya masalah serius dalam otak
tetapi justru sering merupakan masalah utamanya. TIK normal pada saat istirahat
kira-kira 10 mmHg (136 mmH2O), TIK lebih tinggi dari 20 mmHg dianggap tidak
normal dan TIK lebih dari 40 mmHg termasuk dalam kenaikan TIK berat. Semakin
tinggi TIK setelah cedera kepala, semakin buruk prognosisnya.2

2.

Doktrin Monro-Kellie
Adalah suatu konsep sederhana yang dapat menerangkan pengertian

dinamika TIK. Konsep utamanya adalah bahwa volume intrakranial selalu konstan,
karena rongga kranium pada dasarnya merupakan rongga yang tidak mungkin mekar.
TIK yang normal tidak berarti tidak adanya lesi masa intrakranial, karena TIK
umumnya tetap dalam batas normal sampai kondisi penderita mencapai titik
dekompensasi dan memasuki fase ekspansional kurva tekanan-volume. Nilai TIK
sendiri tidak dapat menunjukkan kedudukan pada garis datar kurva berapa banyak
volume lesi masanya.2,5

Gambar 4. Doktrin Monro-Kellie, kompensasi Intrakranial terhadap masa


yang ekspansi. 5

3.

Aliran Darah Otak (ADO)

ADO normal ke dalam otak kira-kira 50 ml/100 gr jaringan otak per menit.
Bila ADO menurun sampai 20-25 ml/100 gr/menit maka aktivitas EEG akan hilang
dan pada ADO 5 ml/100 gr/menit sel-sel otak mengalami kematian dan terjadi
kerusakan

menetap.

Pada

penderita

non-trauma,

fenomena

autoregulasi

mempertahankan ADO pada tingkat yang konstan apabila tekanan arteri rata-rata 50160 mmHg. Bila tekanan arteri rata-rata dibawah 50 mmHg, ADO menurun curam
dan bila tekanan arteri rata-rata di atas 160 mmHg terjadi dilatasi pasif pembuluh
darah otak dan ADO meningkat. Mekanisme autoregulasi sering mengalami
gangguan pada penderita cedera kepala. Akibatnya, penderita-penderita tersebut
sangat rentan terhadap cedera otak sekunder karena iskemia sebagai akibat hipotensi
yang tiba-tiba. Sekali mekanisme kompensasi tidak bekerja dan terjadi kenaikan
eksponensial TIK, perfusi otak sangat berkurang, terutama pada penderita yang
mengalami hipotensi. Karenanya bila terdapat hematoma intra cranial, haruslah
dikeluarkan sedini mungkin dan tekanan darah yang adekuat tetap harus
dipertahankan.2,4

2.4

Mekanisme dan Patofisiologi


Cidera kepala dapat terjadi akibat benturan langsung ataupun tidak langsung

pada kepala. Kelainan dapat berupa cidera otak fokal atau difus dengan atau tanpa
fraktur tulang tengkorak. Cidera fokal dapat menyebabkan memar otak, hematome
epidural, subdural dan intraserebral. Cidera difus dapat mengakibatkan gangguan
fungsi saja, yaitu gegar otak atau cedera struktural yang difus.1
Dari tempat benturan, gelombang kejut disebar ke seluruh arah. Gelombang
ini mengubah tekanan jaringan dan bila tekanan cukup besar, akan terjadi kerusakan
jaringan otak di tempat benturan yang disebut coup atau ditempat yang
berseberangan dengan benturan (countre coup).1
Gangguan metabolisme jaringan otak akan mengakibatkan oedem yang dapat
menyebabkan herniasi jaringan otak melalui foramen magnum, sehingga jaringan
otak tersebut dapat mengalami iskhemi, nekrosis, atau perdarahan dan kemudian
meninggal.1

Fungsi otak sangat bergantung pada tersedianya oksigen dan glukosa. Cedera
kepala dapat menyebabkan gangguan suplai oksigen dan glukosa, yang terjadi karena
berkurangnya oksigenisasi darah akibat kegagalan fungsi paru atau karena aliran
darah ke otak yang menurun, misalnya akibat syok. Karena itu, pada cedera kepala
harus dijamin bebasnya jalan nafas, gerakan nafas yang adekuat dan hemodinamik
tidak terganggu sehingga oksigenisasi cukup.1

2.5

Glasgow Coma Scale (GCS)2,3

Respon Mata

1 tahun

0-1 tahun

Membuka mata
spontan
Membuka mata oleh
perintah
Membuka mata oleh
nyeri
Tidak membuka mata

Membuka mata
spontan
Membuka mata oleh
teriakan
Membuka mata oleh
nyeri
Tidak membuka mata

Respon Motorik

1 tahun

0-1 tahun

Mengikut perintah

Belum dapat dinilai

Melokalisasi nyeri

Melokalisasi nyeri

Menghindari nyeri

Menghindari nyeri

Fleksi abnormal
(decortisasi)
Ektensi abnormal
(deserebrasi)
Tidak ada respon

Fleksi abnormal
(decortisasi)
Ektensi abnormal
(deserebrasi
Tidak ada respon

3
2

2
1
Respon Verbal
5
4

>5tahun
Orientasi baik
dan mampu
berkomunikasi
Disorientasi tapi

2-5 tahun
Menyebutkan
kata-kata yang
sesuai
Menyebutkan

0-2 tahun
Menangis kuat
Menangis lemah

mampu
berkomunikasi
Menyebutkan
kata-kata yang
tidak sesuai
(kasar, jorok)
Mengeluarkan
suara
Tidak ada respon

2
1

kata-kata yang
tidak sesuai
Menangis dan
menjerit
Mengeluarkan
suara lemah
Tidak ada respon

Kadang-kadang
menangis/
menjerit lemah
Mengeluarkan
suara lemah
Tidak ada respon

Nilai tertinggi dari pemeriksaan GCS adalah 15 dan terendah adalah 3.


Berdasarkan nilai GCS trauma kapitis dapat dibagi atas :
Kategori
Trauma kapitis
ringan

GCS
13-15

Trauma kapitis
sedang

9-12

Trauma kapitis
berat

3-8

2.6

Gambaran klinik
Pingsan 10
menit, defisit
neurologis (-)
Pingsan > 10
menit s/d 6
jam, defisit
neurologis (+)
Pingsan > 6 jam,
defisit neurologis
(+)

Skening Otak
Normal
Abnormal

Abnormal

Klasifikasi Trauma Kapitis6


Secara klimis, trauma dibagi atas:

2.6.1 Commutio Cerebri (gegar otak)


Gangguan fungsi otak traumatik yang mendadak, bersifat sementara tanpa
kelainan patologis yang nyata pada jaringan otak
Diagnosa
Riwayat trauma kepala
Hilang kesadaran < 30 menit (rata-rata 10-15 menit)
Disertai keluhan subjektif berupa rasa mual, muntah, pusing
Disertai atau tanpa amnesia retrograd/anterograd tidak lebih dari 1 jam
Refleks patologis (-)

Tidak ada lesi struktural pada otak observasi dan konservasi saja, karena tidak

ada defisit neurologis

Pemeriksaan Penunjang
Sampai hari ke-5 pasca trauma dapat dijumpai absolut/relatif limfositopenia. Dapat
disertai atau tanpa fraktur basis kranii. EEG normal dan rontgen normal/-

Tata Laksana

Perawatan
Bed rest hingga semua keluhan hilang
Mobilisasi berangsur-angsur, belajar duduk, berdiri, berjalan dan selanjutnya
dipulangkan dengan pesan kontrol seminggu setelah meninggalkan rumah
sakit
Lama perawatan juga dilakukan terhadap luka atau fraktur yang ada
Selama perawatan dilakukan observasi paling sedikit 2 x 24 jam terhadap
kesadaran, tekanan darah, nadi, pernafasan, gejala tekanan intrakranial
meningkat, defisit neurologis yang timbul progresif, pupil mata
Pasien pingsan harus dirawat, EEG & rontgen

Medikamentosa
Pengobatan terhadap luka dan perdarahan dengan antibiotik untuk
pencegahan :

Antikoagulan

Ampisilin/amoksisilin

Tetrasiklin

ATS profilaksis

Hemostatistika :

Karbasokrom Na-sulfonat (adona AC 17)

Asam treneksamat

Vit. B1, B6 dan B12 untuk neurologis

Obat encephalotropik
Pengobatan simptomatik, hanya diperlukan pada keadaan terpaksa/sangat
diperlukan :

Analgetika : metampyron, paracetamol, asam mefenamat.

Antimuntah : metoklopramid, dimenhidrinat (dramamine)

Tranquilizer : diazepam

Prognosa
Sembuh sempurna
Sembuh dengan gejala sisa berupa Sindroma Cerebral Post Traumatika,
meliputi :

Neurosis post traumatika

Gangguan emosi, intelektual dan kecerdasan

Cephalgia/pusing/vertigo

Epilepsi

Gejala tersebut timbul segera setelah trauma kapitisnya sembuh atau dapat juga
jauh sesudahnya.

Anamnesa
Traumanya bagaimana

Penderita tertabrak mobil, terpelanting, kepala bagian depan terbentur aspal


langsung pingsan. Tidak ada lucide interval (masa bebas serangan atau
gejala). Bila tdk pingsan lalu pingsan hati-hati kemungkinan adanya
epidural/subdural hematom.

Penderita sedang duduk tiba-tiba dipukul dari belakang. Kepala dalam


keadaan diam dipukul kerusakan besar. Lesi bentur lebih hebat dari
lesi kontra. Bila terbentur di dahi tapi occipital lbh parah kemungkinan jatuh
terpelanting

Setelah sadar penderita merasa pusing, mual, muntah, ada darah keluar dari
hidung, mata, telinga.
Pemeriksaan Fisik
Periksa :
Tanda vital
Luka-luka di tempat lain
Periksa nn. Craniales n. VII & VIII yg sering
Refleks Babinsky & Chaddock
Lumpuh jarang
Rontgen & EEG

2.6.2 Contusio Cerebri (memar otak)


Gangguan fungsi otak traumatik yang disertai kelainan patologis yang nyata
pada jaringan otak

Patofisiologi
Proses patologi intrakranial pasca trauma terdapat berbagai tingkatan, mulai dari
perdarahan ringan sampai destruksi jaringan otak yang berat yang disusul dengan
kematian. Faktor yang bertanggung jawab terhadap proses patologi tsb adalah :

Kompresi yang mengakibarkan perubahan tekanan di dalam ruang tengkorak

Tension yang menimbulkan pergeseran (proses akselerasi dan deselerasi) isi


tengkorak dg akibat :
Cedera aksonal difus
Cedera polaris yang menyebabkan laserasi otak
Putusnya bridging veins

Shear, menyebabkan distorsi mendadak sehingga banyak pembuluh darah dan


saraf yang rusak.

Proses patologi ini bila tidak teratasi akan segera disusul dg terbentuknya edema otak
yang makin lama makin hebat, meningkatnya tekanan intrakranial dan herniasi.

Bentuk Klinik
Secara klinis dapat dijumpai 3 bentuk :
Contusio ringan
Contusio sedang
Contusio berat, bahkan pada keadaan yg sangat berat dapat segera diakhiri
dengan kematian.

Diagnosa
Riwayat trauma kepala
Hilang kesadaran > 30 menit, dapat beberapa jam, hari, minggu, tergantung

derajat berat trauma


Keluhan subjektif (+)
Disertai amnesia, biasanya > 1 hari dan pada keadaan yang sangat hebat dapat >

7 hari.
Dijumpai defisit neurologis, berupa refleks patologis (+) : Babinski atau

Chadock, kelumpuhan dan lesi saraf otak. Pada keadaan yang sangat berat
dimana edema otak sudah demikian hebat disertai meningkatnya tekanan
intrakranial maka akan didapatkan gejala/deserebrasi dan gangguan fungsi vital
dengan prognosa infaust.
Pemeriksaan Penunjang
LCS mengandung darah/xanthochrom

EEG abnormal. Mula-mula tampak aktivitas gelombang delta difus, kemudian

gelombang tsb terlokalisir di area contusio. Pada kasus yang berat EEG abnormal
ini dapat menetap sampai beberapa bulan, jadi perlu serial EEG
Rontgen kepala sering dijumpai fraktur kranii
CT-scan otak dapat dilihat adanya edema otak/perdarahan

Tata Laksana
Prinsip ditujukan terhadap 2 hal yaitu efek primer dan sekunder. Tujuannya untuk
mencegah/mengatasi

edema

otak,

menurunkan

tekanan

intrakranial

serta

memperbaiki aliran darah ke otak sehingga otak terlindungi dari kerusakan lebih
lanjut dan proses penyembuhan dipercepat.

Perawatan
Bed rest total, dan lamanya tergantung keadaan klinis. Bila keadaan membaik,
mobilisasi berangsur. Perawatan juga dilakukan terhadap luka/fraktur yang ada.
Selama perawatan perhatian ditujukan pada :
Sistem kardiovaskuler
Pengawasan sedini mungkin terhadap gangguan sirkulasi seperti tensi dan
nadi.
Sistem respirasi
Menjamin jalan nafas yang lancar dan faal paru yang optimal :

Letakkan posisi penderita dalam keadaan terlentang atau miring


bergantian dengan kepala menoleh ke samping dengan sedikit ekstensi
sekitar 20-30

Pemberian oksigen

Isap lendir, kalau perlu pasang pipa endotracheal atau tracheotomi.

Pemberian cairan dan elektrolit

Menjaga keseimbangan cairan elektrolit.

Biasanya pemberian cairan 2-3 hari pertama dibatasi 1500 cc serta


disesuaikan dengan keadaan jantung dan suhu. Jika febris maka kenaikan
1, jumlah cairan ditambah 12-15%

Cairan yang diberikan dapat berupa glukosa 5% dan NaCl 0,9% dengan
perbandingan 3:1

Nutrisi
Cukup kalori. Jumlah makanan harus disesuaikan dengan cairan, elektrolit
dan kalori yang dibutuhkan, diperhitungkan bersama-sama dengan cairan
infus
Infeksi
Perhatikan kemungkinan infeksi sekunder

Medikamentosa
Terapi steroid
Untuk mencegah/mengatasi edema otak diberikan kortikosteroid kuur, yaitu
deksametazon parenteral

Mula-mula 10 mg IV tiap 4 jam

Selanjutnya
- hari II : 5 mg tiap 6 jam
- hari III : 5 mg tiap 8 jam
- hari IV : 5 mg tiap 12 jam
- hari V : 5 mg tiap 24 jam

Pemberian transquilizer (bila perlu) & analgetik harus hati-hati beri yg


ringan saja. Jangan lebih kuat dari parasetamol
Terapi osmotik
Untuk efek dehidrasi serebral, dapat diberikan

Manitol 20%, dapat diulang sesuai kebutuhan

Gliserol 10% dalam larutan NaCl 0,9%

Terapi diuretika

Untuk

menekan

produksi

LCS

dapat

diberikan

furosemide

atau

asetozolamide, tetapi dpt mengganggu keseimbangan asam-basa dan


elektrolit
Terapi homeostatistika
Untuk mengatasi/mencegah perdarahan lebih lanjut dapat diberikan
karbosokrom sodium sulfonat (adona AC 17), asam traneksamat
Terapi simptomatik

Bila febris, dikompres

Muntah dapat diberikan sulfas atropine 0,25 mg subcutan

Kejang/sangat gelisah diberikan diazepam IV

Terapi profilaksis thdp infeksi

Antibiotika : ampisilin/amoksisilin, tetrasiklin

ATS profilaksis

Neurotropik vitamin dan encephalotropics drugs

Vit. B1, B6, B12, E tablet

Pyritinol HCl tab/sirup, cutucholine (nicholin)

Terapi Suportif
Psikoterapi diberikan pada penderita sadar.

Komplikasi
Akibat lanjut benturan, bila tidak segera diobati akan menimbulkan edema serebri
bertambah hebat, tekanan intrakranial meningkat dg akibat terjadinya herniasi dan
disusul dg kematian penderita.

Prognosa
Tergantung berat-ringan trauma

Sembuh sempurna
Meninggal dunia akibat kerusakan otak difus dan permanen
Memberikan gejala sisa, baik gejala neurofisik atau neuropsikologik
Jarang menimbulkan sindroma serebral post traumatik

2.6.3 Hematome Epidural


Hematom yang terbentuk karena perdarahan yg terjadi antara tulang
tengkorak (tabula interna) dan duramater (duramater meningealis), waktunya lebih
singkat ( 3 jam) dibanding hematom subdural.

Patofisiologi
Perdarahan di sini paling sering disebabkan pecahnya a.meningea media
akibat trauma kepala area temporoparietal yg biasanya disertai fraktur linier
horizontal. Perdarahan tsb berlangsung cepat sekali sehingga defisit neurologis yg
timbul sangat progresif dan bila tidak teratasi maka penderita akan meninggal akibat
herniasi.

Diagnosa
Riwayat trauma kepala
Setelah trauma didapat suatu periode bebas gejala yg disebut lucid interval,

beberapa jam/hari (tidak lebih dari 3 hari)


Lalu disusul dg penurunan kesadaran dan timbul gejala fokal serebral

progresif/gejala lateralisasi spt papil anisokor (midriasis homolateral), kejang,


defisit neurologis spt hemipharese kontralateral dan refleks patologis (+)
Dilanjutkan dg peninggian tekanan intrakranial dg tanda-tanda : cephalgia, mual,

muntah, pharese n.VI dupleks, papil edema.


Pemeriksaan Penunjang

LCS jernih dg tekanan meninggi


EEG normal, tampak perlambatan fokal sampai difus
Rontgen kepala sering ditemui fraktur linier pada sisi hematom
Arteriografi

karotis terlihat hematom berupa area avaskuler berbentuk

konveks/semilunair/bulan sabit antara jaringan otak dan tulang kranium


Ct-scan otak tampak hematom berupa area hiperdens

Tata Laksana
Begitu diagnosa ditegakkan segera kirim ke bagian bedah syaraf untuk
tindakan operatif segera.

Komplikasi
Bila tidak segera dioperasi, edema serebri akan bertambah hebat, tekanan
intrakranial makin meningkat. Selanjutnya terjadi herniasi yg disusul dg kematian
penderita.
Prognosa

Mortalitas hampir 100% dan lebih dari 50% pada kasus yg diobati
disebabkan keterlambatan dlm menegakkan diagnosa dan sebagian lagi memang
karena beratnya kerusakan jaringan otak yg terjadi.

2.6.4 Hematome Subdural


Hematom yang terbentuk karena perdarahan yg terjadi antara duramater dan
arakhnoid (di dalam ruang sub arakhnoid), waktunya lebih panjang jd msh ada wkt
untuk pengobatan/operasi.

Patofisiologi
Hematom terbentuk secara perlahan-lahan bahkan dapat lama disebabkan robeknya
bridging veins (vena) akibat trauma kepala terutama daerah frontoparietal, yg bisa
meluas ke daerah temporal atau oksipital. Gejala klinik timbul bila hematom cukup
besar dan telah mengadakan pendesakan thdp otak.

Bentuk Klinik
Hematom subdural akut (lucid interval 1-3 hari)
Hematom subdural subakut (lucid interval 1-2 minggu)
Hematom subdural kronis (lucid interval > 2 minggu)
Diagnosa
Mirip dengan epidural. Bedanya perjalanan penyakitnya lebih lama, dapat beberapa
hari, minggu, bulan atau lebih lama lagi.

Pemeriksaan Penunjang
LCS jernih dg tekanan meninggi mengandung darah/xantochrom
EEG abnormal, tampak perlambatan fokal sampai difus

Rontgen kepala adanya pergeseran dari glandula Pincalis


Arteriografi karotis terlihat hematom berupa area avaskuler berbentuk bikonveks

antara jaringan otak dan tulang kranium

Komplikasi
Jika diagnosa dapat segera ditegakkan dan tindakan operatif cepat dilakukan maka
komplikasi tidak akan terjadi.

Prognosa
Hematom subdural akut : mortalitas 90%
Hematom subdural subakut : mortalitas 20% dan kasus post operatif 75%
sembuh dengan baik
Hematom subdural kronis : biasanya post operatif bisa sembuh dengan baik
2.6.5 Perdarahan Subarakhnoid

Perdarahan ruang subarakhnoid yg terjadi karena :


Pecahnya pembuluh darah di daerah subarakhnoid
Pecahnya pembuluh darah di luar subarakhnoid yg kemudian mengisi ruang
subarakhnoid, mis : contusio cerebri, perdarahan intraserebral.
Etiologi
Non traumatik
Spontan, akibat pecahnya aneurisma. Disebut perdarahan subarakhnoid primer.
Traumatik
Akibat trauma kepala. Disebut perdarahan subarakhnoid sekunder.

Patofisiologi
Perdarahan yg mengisi ruang subarakhnoid akan mengiritasi selaput otak.
Sedangkan pembuluh darah yang pecah akan menimbulkan daerah bagian distalnya
mengalami iskemik atau infark sehingga dijumpai defisit neurologis.

Diagnosa
Gejala dijumpai dari tingkat yg paling ringan sampai yang paling berat, tergantung
beratnya perdarahan yang terjadi.
Dimulai dengan keluhan sakit kepala ringan yang makin lama makin hebat
Kemudian disertai Tanda Rangsang Meningeal (TRM) : kaku kuduk, kernig sign

(+)
Selanjutnya pada keadaan berat akan dijumpai :

- Gangguan kesadaran sampai koma


- Defisit neurologis : hemipharese, refleks patologis
- Kejang : rigiditas deserebrasi, gangguan pernapasan dan dilatasi pupil
Pemeriksaan Penunjang

LCS mengandung darah/xanthochrom

Tata Laksana

Perawatan
Bed rest total

Medikamentosa
Hemostatistika : karbosokrom Na-sulfonat (adona AC), asam treksamat
Metabolic activator : citicholine (nicholin), pyritinol mesylate (hidrogin)
Neurotonika : vit. B1, B6, B12, E tab/injeksi

Fisioterapi
Bila ada gejala sisa neurofisik spt hemipharese dpt dilakukan fisioterapi

Prognosa
Pada bentuk ringan, prognosa lebih baik daripada bentuk yang berat. Bahkan
pada bentuk yg berat sekali dapat menyebabkan kematian.

2.6.6 Fraktur Cranii


Pembagian klinik

1. Fraktur cranii tertutup


a. Fraktur linier
b. Fraktur multiple
c. Fraktur impresi

Tanpa defisit neurologis

Dengan defisit neurologis

Tindakan operatif hanya pada fraktur impresi yg disertai defisit


neurologis, selebihnya hanya konservatif.

2. Fraktur Cranii terbuka


a. Segera kirim ke bagian bedah syaraf untuk tindakan operatif, kecuali fraktur
basis cranii sebagian besar dilakukan tindakan konservatif.

2.6.7 Fraktur Basis Cranii


Fraktur cranii terbuka/komplikata yg terjadi di dasar tengkorak
Diagnosa
Riwayat trauma kepala
Keluhan subjektif (+)
Gejala akibat fraktur tergantung lokalisasi, bisa di fossa cranii anterior atau

media.
Gejala penyerta : comosio cerebri, contusio cerebri, hematome epidural atau

subdural
Hilang kesadaran +/- bila (+) fraktur basis bersama-sama combusio atau

contusio, tergantung kesadaran, bila (-) fraktur basis murni tapi jarang
Khas :

- Perdarahan/likwore dari hidung, mulut dan telinga. Pada telinga kadang


disertai cairan. Tulis serinci-rincinya telinga berdarah, lihat apa daun
telinganya robek, bila iya bukan fraktur basis. Bila mulut berdarah krn ada gigi
yg lepas, juga bukan fraktur basis.

- Hematom tgt letak kerusakan di fossa mana.


- Kebiruan di sekitar kelopak mata (monocele hematome : untuk satu mata ; Brill
hematome : untuk dua mata)
- Gejala lesi nn.craniales (lesi n.IX-XII hampir tdk pernah dijumpai)
Refleks Babinski (+)
Defisit neurologis (-)
Kelainan neurologis tergantung tempat fraktur, bisa terjadi gangguan penciuman

atau pendengaran periksa nn. craniales


Kebiruan di belakang telinga Battle sign

Pemeriksaan Penunjang
LCS bercampur darah
EEG sesuai dg jenis trauma kapitis penyertanya
Rontgen 60% tdk terlihat karena daerah basis yang kompleks

Tata Laksana

Perawatan
Bed rest total, kepala ditahan dg bantal pasir dg posisi perdarahan/likwore di
sebelah atas
Perawatan thdp perdarahan/likwore, jika perlu konsul ke THT

Medikamentosa
Hemostatistika : karbosokrom Na-sulfonat (adona AC), asam treksamat
Antibiotik adekuat diberikan guna menghadapi ancaman komplikasi
meningitis : ampisilin, amoksisilin. Harus diberikan antibiotik dosis tinggi
karena pada fraktur basis terdapat celah yang memungkinkan terjadi infeksi.
Jika dengan contusio beri KIR
Obat-obat yg ditujukan untuk gejala penyerta

Komplikasi
Karena fraktur terbuka komplikasi yg srg terjadi meningitis.

Prognosa
Tergantung berat-ringannya fraktur yg terjadi dan jenis trauma kapitis penyerta.
Sembuh sempurna
Meninggalkan gejala sisa berupa lesi nn.Craniales dan sindroma cerebral post
traumatika.

2.6.8

Cedera Maxillofacial

1. Faktur maxilaris
Fraktur maxilla merupakan cedera wajah yang paling berat, dan dicirikan oleh:
-

Mobilitas palatum

Mobilitas hidung yang menyertai palatum

Epistaksis

Mobilitas 1/3 wajah bag tengah.

Klasifikasi menurut le fort


Lefort 1
Fraktur melintang rendah pada maxila
yang hanya melibatkan palatum,
dicirikan oleh pergeseran arcus
dentalis
maxila
dan
palatum,
maloklusi gigi biasanya bisa terjadi
(Boies, 2002).

Lefort II
Fraktur ini dicirikan mobilitas palatum dan hidung
end-block, juga epistaksis yang jelas. Biasanya
maloklusi gigi dan pergeseran pllatum kebelakang.
Fraktur end-block pada palatum dan sepertiga
tengah wajah tremasuk hidung(Boies, 2002)

Lefort III
Merupakan cedera paling berat,
dimana perlekatan seluruh rangka
wajah terputus.seluruh komplek
zigomatikus menjadi mobile dan
tergeser (Boies, 2002)

2. Fraktur mandibula
Pada palpasi teraba garis fraktur dan mungkin terdapat mati rasa bibir bawah
akibat kerusakan pada nervus mandibularis. Fraktur pada umumnya akan disertai
dislokasi fragmen tulang sesuai dengan tonus otot yang berinsersi di tempat
tersebut. Pada fraktur daerah dagu, otot akan menarik fragmen tulang kearah
dorsokaudal, sedangkan pada fraktur bagian lateral tulang akan tertarik kearah
cranial (Boies,2002).

28

3. Fraktur gigi
Merupakan fraktur tersendiri atau bersama- sama dengan fraktur maksila
maupun mandibula, dimana gigi yang hancur perlu dicabut, sementara yang patah
dibiarkan(Boies, 2002)

4. Fraktur os nasal
Biasanya disebabkan oleh trauma langsung, dimana pada pemeriksaan
didapatkan pembengkakan, epistaksis nyeri tekan dan teraba garis fraktur. Foto
radiologi diperlukan dalam membantu diagnosis yakni, proyeksi foto PA dan
lateral, sedangkan tindakan yang perlu dilakukan adalah reposisi atau septoplasty
(Boies, 2002)

5. Fraktur orbita
Biasanya didapatkan gejala klinis berupa hematom monokel yang dapat
disertai diplopia, hemomaksila dan mati rasa pipi karena cedera nervus
infraorbitalis atau mati rasa dahi karena kerusakan nervus supraorbitalis. Fraktur
juga dapat menyebabkan enoftalmus dan sering disertai terjepitnya muskulus
rectus inferior di dalam patahan sehingga gerakan bola mata sangat terganggu dan
penderita mengalami diplopia(Boies, 2002)

6. Fraktur os zygoma
Fraktur ini sering terbatas pada arcus dan pinggir orbita sehingga tidak disertai
hematom orbita, tetapi terlihat sebagai pembengkakan pipi di daerah arcus
zygomaticus. Diagnosis ditegakan secara klinis atau dengan foto rontgen proyeksi
waters, yaitu temporooksipital(Boies, 2002)

29

ALGORITME TRAUMA KEPALA10

2.7

Pemeriksaan penunjang6,8,10

1. Foto Rontgen polos


Pada trauma kapitis perlu dibuat foto rontgen kepala dan kolumna
vertebralis servikalis. Film diletakkan pada sisi lesi akibat benturan. Bila lesi
terdapat di daerah oksipital, buatkan foto anterior-posterior dan bila lesi pada
kulit terdapat di daerah frontal buatkan foto posterior-anterior. Bila lesi
terdapat pada daerah temporal, pariental atau frontal lateral kiri, film
diletakkan pada sisi kiri dan dibuat foto lateral dari kanan ke kiri. Kalau
diduga ada fraktur basis kranii, maka dibuatkan foto basis kranii dengan
kepala menggantung dan sinar rontgen terarah tegak lurus pada garis antar
angulus mandibularis (tulang rahang bawah). Foto kolumna vertebralis
servikalis dibuat anterior-posterior dan lateral untuk melihat adanya fraktur
atau dislokasi. Pada foto polos tengkorak mungkin dapat ditemukan garis

30

fraktur atau fraktur impresi. Tekanan intrakranial yang tinggi mungkin


menimbulkan impressions digitae.
2. Compute Tomografik Scan (CT-Scan)
CT-Scan diciptakan oleh Hounsfield dan Ambrose pada tahun 1972.
Dengan pemeriksaan ini kita dapat melihat ke dalam rongga tengkorak.
Potongan-potongan melintang tengkorak bersama isinya tergambar dalam foto
dengan jelas.43 Indikasi pemeriksaan CT-Scan pada penderita trauma kapitis :
c.1. GCS < 15 atau terdapat penurunan kesadaran c.2. Trauma kapitis ringan
yang disertai dengan fraktur tulang tengkorak c.3. Adanya tanda klinis fraktur
basis kranii c.4. Adanya kejang c.5. Adanya tanda neurologis fokal c.6. Sakit
kepala yang menetap.
3. MRI (Magnetic Resonance Imaging)
MRI dapat memberikan foto berbagai kelainan parenkim otak dengan
lebih jelas.
Beberapa keuntungan MRI dibandingkan dengan CT-Scan yaitu : lebih
baik dalam menilai cedera sub-akut, termasuk kontusio, shearing injury, dan
sub dural hematoma, lebih baik dalam menilai dan melokalisir luasnya
kontusio dan hematoma secara lebih akurat karena mampu melakukan
pencitraan dari beberapa posisi, dan lebih baik dalam pencitraan cedera batang
otak. Sedangkan kerugian MRI dibandingkan dengan CT-Scan yaitu:
membutuhkan waktu pemeriksaan lama sehingga membutuhkan alat
monitoring khusus pada pasien trauma kapitis berat, kurang sensitif dalam
menilai perdarahan akut, kurang baik dalam penilaian fraktur, perdarahan
subarachnoid dan pneumosefalus minimal dapat terlewatkan.

31

DAFTAR PUSTAKA

1.

Utama, Herry SY, Diagnosis and Treatment of Head


Injury. (www.herryyudha.com/2012/07/cidera-kepala-diagnosa-dan.html)

2.

American Collage of Surgeons, Advance Trauma Life


Suport For Doctors, 7th Edition. United States of America, 2004.

3.

Netter FH, Machado CA. Atlas of Human Anatomy.


Version 3. Icon Learning System LLC, 2003.

4.

Chusid, Neuroanatomi Korelatif dan Neurology


Fungsional, bagian dua. Gajah Mada University Press, 2004.

5.

Narayan RK, Wilberger JE, Povlishock JT (eds):


Neurotrauma. New York, McGraw-Hill, 2004.

6.

Gunawan,

Billy

Indra,

Trauma

Kepala

dalam

Neurologi II. Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya, Palembang.


7.

Harsono, Kapita Selekta Neurologi, edisi kedua. Gajah


Mada University Press, 2003.

8.

Iskandar J, Cedera Kepala, PT Dhiana Populer.


Kelompok Gramedia, Jakarta, 2007.

9.

Sidharta P, Mardjono M, Neurologi Klinis Dasar, Dian


Rakyat, Jakarta, 2005.

10.

Bajamal AH. Perawatan Cidera Kepala Pra Dan


Intra Rumah Sakit. In : Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan Ilmu Bedah
Saraf. 2005

32

Вам также может понравиться

  • Css Appendicitis
    Css Appendicitis
    Документ54 страницы
    Css Appendicitis
    Muchamad Regii Sonjaya
    Оценок пока нет
  • Css Bedah Minor
    Css Bedah Minor
    Документ10 страниц
    Css Bedah Minor
    Muchamad Regii Sonjaya
    Оценок пока нет
  • Glaukoma 31hal
    Glaukoma 31hal
    Документ35 страниц
    Glaukoma 31hal
    Muchamad Regii Sonjaya
    Оценок пока нет
  • Suturing Material
    Suturing Material
    Документ26 страниц
    Suturing Material
    Muchamad Regii Sonjaya
    Оценок пока нет
  • Crs Glaukoma1
    Crs Glaukoma1
    Документ63 страницы
    Crs Glaukoma1
    Muchamad Regii Sonjaya
    Оценок пока нет
  • Wound Healing
    Wound Healing
    Документ19 страниц
    Wound Healing
    Muchamad Regii Sonjaya
    Оценок пока нет
  • INSISI
    INSISI
    Документ4 страницы
    INSISI
    Muchamad Regii Sonjaya
    Оценок пока нет
  • Fracture Healing DR Dadang Spot
    Fracture Healing DR Dadang Spot
    Документ22 страницы
    Fracture Healing DR Dadang Spot
    Muchamad Regii Sonjaya
    Оценок пока нет
  • Menik Powerpoin Agama
    Menik Powerpoin Agama
    Документ14 страниц
    Menik Powerpoin Agama
    Muchamad Regii Sonjaya
    Оценок пока нет
  • Laporan Jaga 17-08-16
    Laporan Jaga 17-08-16
    Документ9 страниц
    Laporan Jaga 17-08-16
    Muchamad Regii Sonjaya
    Оценок пока нет
  • CSS Trauma Kepala
    CSS Trauma Kepala
    Документ50 страниц
    CSS Trauma Kepala
    Muchamad Regii Sonjaya
    Оценок пока нет
  • Css Trauma Kepala
    Css Trauma Kepala
    Документ37 страниц
    Css Trauma Kepala
    Muchamad Regii Sonjaya
    Оценок пока нет
  • CRS Diare Akut+dehidrasi Berat Panji
    CRS Diare Akut+dehidrasi Berat Panji
    Документ123 страницы
    CRS Diare Akut+dehidrasi Berat Panji
    Muchamad Regii Sonjaya
    Оценок пока нет
  • CSS BPH Fix
    CSS BPH Fix
    Документ36 страниц
    CSS BPH Fix
    Muchamad Regii Sonjaya
    Оценок пока нет