Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
BALITA
Nutrisi dapat diartikan sebagai zat gizi yaitu substansi dalam makanan yang dibutuhkan
oleh tubuh untuk hidup sehat, terdiri dari karbohidrat, protein, lemak, vitamin, dan mineral. Di
dalam tubuh, zat-zat gizi tersebut berfungsi sebagai sumber energi atau tenaga (terutama
karbohidrat dan lemak), sumber zat pembangun (protein), terutama untuk pertumbuhan,
perkembangan, pertahanan, dan perbaikan jaringan tubuh, serta sumber zat pengatur (vitamin
dan mineral) (Sandjaya, dkk., 2010).
Status nutrisi pada balita tidak lepas pada asupan gizi balita tersebut. Asupan makan yang
sehat merupakan hal yang sangat penting bagi manusia terutama bagi balita. Masa balita seperti
masa toddler (1-3 tahun) adalah masa kritis, maka kebutuhan nutrisinya haruslah seimbang baik
dalam jumlah (porsi) maupun kandungan gizi (Sutomo &Anggraini, 2010).
Akan tetapi, anak usia balita belum mampu memenuhi kebutuhan gizinya secara mandiri
oleh dirinya sendiri. Balita masih bergantung pada pada orang tuanya dalam hal asupan gizi. Gizi
yang baik dan seimbang akan memberikan dampak yang positif bagi perkembangan dan
pertumbuhan anak serta nutrisi anak.
Perilaku pemberian makan yang tidak sesuai, baik dari jenis makanan yang diberikan
maupun cara pemberian makan juga akan berdampak pada nutrisi anak. Pemberian makan pada
anak tidak hanya semata-mata untuk memenuhi kebutuhan fisik atau fisiologis anak, tetapi juga
berdampak pada aspek psikodinamik, perkembangan sosial, dan maturasi organik (Supartini,
2002). Oleh karena itu, pemberian makan oleh orang tua kepada anaknya terutama anak balita
sedikit banyaknya memiliki dampak terhadap status nutrisi anak, salah satunya ditunjukkan oleh
berat badan anak.
Lingkungan keluarga sangat besar pengaruhnya terhadap anak, hal ini karena di dalam
keluargalah anak memperoleh pengalaman pertama dalam kehidupannya. Dalam hal ini orang
tua mempunyai pengaruh yang kuat dalam membentuk kesukaan makan anak-anaknya, karena
orang tua adalah model pertama yang dilihat oleh anak. Hubungan social yang dekat yang
berlangsung lama antara anggota keluarga memungkinkan bagi anggotanya mengenal jenis
makanan yang sama dengan keluarga (Karyadi, 1990).
Makanan memegang peranan penting dalam tumbuh kembang anak, karena anak sedang
tumbuh sehingga kebutuhannya berbeda dengan orang dewasa. Kekurangan makanan yang
bergizi
akan
menyebabkan
retardasi
(perlambatan
pembaharuan)
pertumbuhan
anak
(Soetjiningsih, 2003). Upaya untuk memberikan makanan pada anak dengan cara yang baik,
tidak memaksa, walaupun anak dalam keadaan menangis, menolak atau sulit makan akan
memberikan dampak positif terhadap keadaan gizi. Anak-anak yang selalu diupayakan untuk
mendapatkan makanan walaupun menangis, dan menolak makanan, keadaan gizinya lebih baik
dibandingkan dengan mereka yang tidak diperhatikan atau didiamkan saja (Jahari, 2000).
Penelitian menunjukkan bahwa status gizi anak juga dipengaruhi oleh strategi orangtua saat
pemberian makan tersebut (Ventura,2008).
Orangtua yang mengalami depresi dan kelelahan dapat menjadi mudah marah dan menjadi
tidak memiliki ketertarikan pada makan anaknya. Kurangnya rangsangan dari orangtua, tingkat
kekacauan, adanya jarak emosional orangtua anak, serta kurangnya keterlibatan orangtua dalam
mempersiapkan dan menyajikan makanan dapat membuat anak makan dengan perasaan tidak
senang atau bahkan menjadi tidak tertarik makan apapun. (Douglas, 1995).
Status nutrisi pada balita tidak lepas pada asupan gizi balita tersebut. Asupan makan yang
sehat merupakan hal yang sangat penting bagi manusia terutama bagi balita. Masa balita seperti
masa toddler (1-3 tahun) adalah masa kritis, maka kebutuhan nutrisinya haruslah seimbang baik
dalam jumlah (porsi) maupun kandungan gizi (Sutomo &Anggraini, 2010). Gizi pada balita
harus seimbang mencakup zat gizi, seperti karbohidrat, protein, lemak, vitamin, mineral, dan air.
Balita membutuhkan asupan zat tenaga, zat pembangun, dan zat pengatur sebagai perpaduan zat
gizi seimbang.
Orang tua harus lebih berperan dalam menentukan asupan makan anak agar dapat
tercapainya gizi anak yang seimbang dan mengurangi resiko gangguan keseimbangan nutrisi.
Berdasarkan teori Orem (2001) orang tua selalu membantu aktivitas perawatan diri pada anaknya
karena anak tersebut belum mampu memenuhi keinginannya secara mandiri, termasuk hal
pemberian makan. Senada dengan self care deficit nursing theory Orem, hal ini sesuai dengan
pandangan teori Parent-Child Interaction Model yang dikembangkan oleh Kathryn E. Barnard.
Fokus utama kerangka kerja Barnard adalah pengembangan perangkat atau suatu format
pengkajian untuk mengevaluasi kesehatan anak, perkembangan dan pertumbuhannya dengan
melihat hubungan orangtua- anak sebagai suatu interaksi (Tomey & Alligood, 1998). Interaksi
pada ibu dan balita berupa cara pemberian makan dipandang berperan dalam pengembangan
tumbuh kembang balita yang ditunjukkan dengan status nutrisi anak.
Pemberian makan pada anak tidak hanya semata-mata untuk memenuhi kebutuhan fisik
atau fisiologis anak, tetapi juga berdampak pada aspek psikodinamik, perkembangan sosial, dan
maturasi organik (Supartini, 2002). Oleh karena itu, pemberian makan oleh orang tua kepada
anaknya terutama anak balita memiliki pengaruh terhadap status nutrisi anak, salah satunya
ditunjukkan oleh berat badan anak.
Perilaku orang tua dalam pemberian makan pada anak merupakan seperangkat tingkah laku
yang digunakan orangtua supaya anak mau melakukan suatu hal tertentu, dalam hal ini untuk
mengontrol perilaku makan anak (Hoerr et al., 2009). Orang tua merupakan gatekeeper terhadap
pola makan anak dan juga sebagai role model bagi perilaku makan anak (Moore, 2005). Pada
penelitiannya Moore juga menyampaikan bahwa orang tua sering memaksa anak untuk tetap
makan meskipun anak sudah tidak mau makan, dan sering diiringi dengan kekerasan dan
ancaman.
Selain itu menurut Tucker (2006) orang tua tidak merasa khawatir ketika anaknya
mengkonsumsi makanan yang tidak sehat walaupun mereka sudah mendapatkan edukasi tentang
makanan yang sehat bagi toddler. Padahal ketika pemberian makan pada anak tidak sesuai maka
dapat menyebabkan masalah kesehatan seperti retardasi mental, perkembangan kognitif yang
buruk, penurunan status imun, dan peningkatan terjadinya karies gigi (Birch & Fisher, 2003) dan
dapat pula memicu terjadinya obesitas pada anak ( Spruijt-Metz, et al., 2002); Kendal &
Kennedy, 1998 cit Hoerr et al., 2005). Perilaku orang tua dalam pemberian makan pada anak
mempengaruhi masukan nutrisi pada anak dengan menciptakan lingkungan makan dalam
keluarga, selain itu juga menentukan jenis makanan, porsi makanan, dan waktu makan yang
berefek pada kebiasaan makan anak ( Johnson & Birtch, 1994 cit Geng et al., 2008).
REFERENSI
Ventura AK, Birch LL. (2008). Does parenting affect children's eating and weight status? Int J
Behav Nutr Phys Act. 2008; 5:15.
Douglas. (1995) J.E. Behavioural eating disorders in young children.Current Paediatrics.
1995;5:39-42.