Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
Nama
: Tn. A
Umur
: 39 tahun
Status Pernikahan
: Menikah
Alamat
:Sukabumi
Suku Bangsa
: Sunda
Agama
: Islam
Pekerjaan
: Swasta
Tanggal Masuk RS
: 8 Januari 2014
Tanggal Pemeriksaan
: 19 Januari 2014
Keluhan utama:
Mual dan Muntah darah berwarna hitam sejak 1 hari SMRS
Keluhan tambahan
BAB berdarah berwarna hitam, perut membesar, lemah badan, nyeri ulu hati,
mual, kembung, penurunan nafsu makan, penurunan BB, gangguan tidur,
perdarahan di gusi dan hidung.
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dengan keluhan mual dan muntah darah sejak 1 hari SMRS.
Muntah darah yang dialami berwarna hitam disertai dengan sisa makanan
yang terjadi dua kali sebelum datang ke rumah sakit, namun ketika sampai di
rumah sakit pasien mengalami muntah kembali lebih dari lima kali dengan
perkiraan jumlah sebanyak 500 ml. Pasien juga mengeluhkan sesak napas,
hidung berdarah, nyeri di bagian ulu hati, perasaan panas dan berbunyi di
bagian perut, BAB berdarah berwarna hitam seperti aspal sebanyak tiga kali
dan juga penurunan BB.
Selama dirawat di rumah sakit, keluhan muntah darah mulai berkurang,
Pasien mengeluhkan sakit dan perasaan panas pada perutnya. pasien telah
mendapatkan transfusi darah. Keluhan tidak diikuti oleh demam, kekuningan
pada mata, sakit kepala, dan tidak ada keluhan pada BAK.
Riwayat Penyakit Dahulu
Memiliki keluhan yang sama sebelumnya, (5 bulan yang lalu)
Memiliki riwayat penyakit hepatitis (3tahun sebelumnya)
Memiliki riwayat HT dan Asam urat
Tidak ada riwayat:
riwayat trauma
penyakit jantung
kencing manis
Penyakit ginjal
penyakit paru
Pasien merupakan anak ke tiga dari tiga bersaudara dan memiliki empat
orang anak. Pada keluarga tidak ada penyakit yang diturunkan Menurut
keterangan pasien, orang tua memiliki penyakit kuning. Pasien tidak
pernah mengkonsumsi kopi ataupun alcohol. Terdapat riwayat konsumsi
jamu pegal linu dan obat-obatan NSID. Tidak ada riwayat konsumsi obat
pengencer darah.
Keadaan umum
Kesadaran
Tanda-tanda Vital
Tekanan darah
: 150/100 mmHg
Laju nadi
: 80 x/menit
Suhu
: 37C
Frekuensi napas
: 22 x/menit
Berat badan
: 58 kg
Tinggi badan
: 165 cm
IMT
Kepala
deformitas, wajah
pernapasan
Leher
trakea
di
tengah,
KGB
tidak
mengalami
o Palpasi
vocal
o Perkusi
V, peranjakan 1 ICS.
o Auskultasi
wheezing (-/-)
Inspeksi
Palpasi
Jantung
: ictus cordis: ICS V linea axilaris anterior sinistra
: ictus cordis teraba pada ICS V linea
axilaris anterior
sinistra
Perkusi
batas atas
batas kanan
batas kiri
Auskultasi
Abdomen:
Inspeksi
Palpasi
nyeri tekan
Auskultasi
Ekstrimitas
Diagnosa Kerja
Pasien pria 31 tahun dengan:
1) Hematemesis melena e.c. sirosis hepar
2) Anemia normositer normokromik
Tatalaksana
Rencana Diagnostik
USG abdomen
Endoskopi
Rencana terapi
Non farmakologi
Puasa
Tirah baring
Pungsi ascites
Farmakologi
Lasix
Prognosis
Quo ad vitam
: ad bonam
Quo ad functionam
: ad bonam
Quo ad sanationam
:ad malam
Sirosis Hati
Sirosis adalah suatu keadaan patologis yang menggambarkan stadium akhir
fibrosis hepatik yang berlangsung progresif yang ditandai dengan distorsi dari
arsitekur hepar dan pembentukan nodul regeneratif.
Epidemiologi
1. Insidensi
di
Amerika
diperkirakan
360
per
100.000
penduduk
Penyakit Gaucher
Penyakit simpanan glikogen
Hemokromatosis
Intoleransi fluktosa herediter
Penyakit Wilson
Obat dan Toksin
Alkohol
Amiodaron
Arsenik
Obstruksi bilier
Penyakit perlemakan hati non alkoholik
Sirosis bilier primer Kolangitis sklerosis primer
Penyebab lain
Penyakit usus inflamasi kronik
Fibrosis kistik
Pintas jejunoileal
Sarkoidosis
Patofisiologi
Pembentukan fibrosis menunjukkan adanya gangguan pada proses
produksi dan degradasi matriks ekstraselular. Matriks ekstraselular terdiri dari
kolagen (terutama tipe I, II, III, dan V), glikoprotein, dan proteoglikan. Pada
kerusakan liver, hepatosit, sel Kupffer dan endotel sinusoid akan merilis faktor
parakrin, dimana faktor parakrin ini akan mengaktivasi sel stellat sehingga sel
stellat akan memproduksi kolagen. Contohnya adalah sitokin TGF-beta1
(Transforming Growth Factor), yang berperan pada hepatitis C kronis dalam
mengaktivasi sel stellat untuk memperoduksi kolagen tipe I. Peningkatan deposit
kolagen pada celah Disse (celah antara hepatosit dan sinusoid) dan pengecilan
ukuran fenestra endotel akan menyebabkan kapilarisasi sinusoid. Sel stellat yang
aktif juga memiliki kemampuan kontraktil. Kapilarisasi dan konstriksi sinusoid
oleh sel Stellat dapat menyebabkan hipertensi portal.
Sirosis alkoholik atau secara historis disebut sirosis Laennec ditandai oleh
pembentukan jaringan parut yang difus, kehilangan sel-sel hati yang uniform, dan
sedikit nodul regeneratif. Sehingga kadang-kadang disebut mikronodular yang
diakibatkan oleh cedera hati lainnya. Tiga lesi utama akibat induksi alkohol adalah
1) perlemakan hati alkoholik, 2) hepatitis lkoholik, dan 3) sirosis alkoholik.
Perlemakan Hati Alkoholik
Steatosis atau perlemakan hati, hepatosit teregang oleh vakuola lunak dalam
sitoplasma berbentuk makrovesikel yang mendorong inti hepatosit
Hepatitis Alkoholik
Fibrosis perivenular berlanjut menjadi sirosis panlobular akibat masukan alkohol
dan destruksi hepatosit yang berkepanjangan. Fibrosis yang terjadi dapat
berkontraksi di temat cedera dan merangsang pembentukan kolagen. Di daerah
periportal da perisentral timbul septa jaringan ikat seperti ikat seperti jaring yang
akhirnya menghubungkan triad portal dengan vena sentralis. Jalinan jaringan ikat
halus mengalami regenerasi dan membentuk nodulus. Namun demikian kerusakan
sel yang terjadi melebihi perbaikannya. Penimbunan kolagen terus berlanjut.
Ukuran hati mengecil dan berbenjol-benjol (nodular) menjadi keras, terbentuk
sirosiss alkoholik.
Mekanisme cedera hati alkoholik masih belum pasti. 1) hipoksia
sentilobular, metabolisme asetaldehid etanol meningkatkan konsumsi oksigen
lobular, terjadi hipoksemia relatif dan cedera sel di daerah yang jauh dari aliran
darah yang teroksigenasi (misal daerah perisentral); 2) infiltrasi/aktivitas neutrofil,
terjadi pelepasan chemoattractants neutrofil oleh hepatosit yang memetabolisme
etanol. Cedera jaringan daat terjadi dari neutrofil oleh hepatosit yang melepaskan
Stadium awal sering tanpa gejala, gejala awal sirosis (kompensata) meliputi
perasaa mudah lelah dan lemas, penurunan selera makan, perasaan perut
kembung, mual, berat badan menurun, pada laki-laki dapat timbul impotensi,
testis mengecil, buah dada membesar, hilangnya rambut badan, gangguan tidur,
dan demam tidak begitu tinggi. Mungkin disertai adanya gangguan pembekuan
darah dan/atau melena, serta perubahan mental, meliputi mudah lupa, sukar
konsentrasi, bingung, agitasi sampai koma.
Temuan Klinis
Temuan klinis
sirosis meliputi,
Gambaran Laboratorium
Adanya sirosis dicurigi pada pemeriksaan laboratorium. Tes fungsi hati
meliputi aminotransferase, alkali fosfatase, gamma glutamul transpeptidase,
bilirubin, albumin, dan waktu protombin. AST atu SGOT dan ALT atau SGPT
meningkat tak begitu tinggi.A ST lebih meningkat daripada ALT. Alkali fosfatase
meningkat kurang dari 2 sampai 3 kali harga batas normal atas. Kadar yang tinggi
bisa ditemukan pada pasien kolangitis sklerosis primer dan sirosis bilier primer.
Gamma-GT sama halnya pada alkali fosfatase pada penyakit hati. Kadarnya tinggi
pada penyakit hati alkohlik kronik, karena alkohol menginduksi Gamma GT
mikrosomal hepatik, juga bisa menyebabkan bocornya Gamma GT dari hepatosit.
Bilirubin kadarnya bisa normal pada sirosis hati kompensata, tapi bisa meningkat
pada sirosis lanjut. Albumin sintesinya terjadi di jaringan hati, kadarnya menurun
sesuai dengan perburukan sirosis. Globulin kadarnya meningkat pada sirosis.
Akibat sekunder dari pintasan, antigen bakteri dari sistem porta ke jaringan
limfoid, selanjutnya menginduksi produksi imunoglobulin.
Waktu protombin mencerminkan derajat sintesis hatim sehingga pada
sirosis memanjang. Natrium serum menurun terutama pada sirosis dengan asites,
dikaitkan dengan ketidakmampuan ekskresi air bebas. Kelinan hematologi anemia
penyebabnya bisa bermacam-macam, anemia monokrom, normositer, hiprokom
mikrositeratau hipokrom makrositer. Anemia dengan trombositopenia leukopenia,
dan netropenia akibat splenomegali kongestif yang berkaitan dengan hipertensi
porta sehingga terjadi hipersplenisme.
Pemeriksaan Radiologis
Pemeriksaan radiologis barium meal dapat melihat varises untuk konfirmasi
adanya hipertensi porta. USG pada sirosis lanjut terdapat hati mengecil dan
nodular, permukaan irreguler, dapat juga melihat asites, splenomegali, trombosis
vena porta dan pelebaran vena porta.
Diagnosis
Pemeriksaan pada sirosis hati terdiri atas pemeriksaan fisis, laboratorium,
dan USG. Pada kasus tertentu diperlukan pemeriksaan biopsi hati atau
peritoneoskopi karena sulit membedakan hepatitis kronik aktif yang berat dengan
sirosis hati yang dini.
Treatment
Terapi ditujukan mengurangi progresi penyakit, menghindarkan bahan-bahan
yang bisa menambah kerusakan hati, pencegahan dan penanganan komplikasi.
Bila tidak ada koma hepatik diberikan diet kalori yang mengandung protein 1g/kg
BB dan kolori 2000-3000 kkal/hari.
Hepatitis
autoimun
bisa
diberikan
steroid
dan
imunosupresif.
Hemokromatosis; flebotomi setiap minggi sampai kadar besi menjadi normal dan
diulangi sesuai kebutuhan.
Penyakit hati nonalkoholik; menurunkan berat badan akan mencegah
terjadi sirosis. Hepatitis B, interferon alfa dan lamivudin merupakan terapi utama.
Lamivudin sebagai terapi lini pertama diberikan 100 mg secara oral setiap hari
selama satu tahun. Namun pemberian lamivudin setelah 9-12 bulan menimbulkan
mutasi YMDD sehingga terjadi resistenis obat. Interferon alfa diberikan secara
suntikan subkutan 3 MIU, tiga kali selama seminggu selama 4-6 bulan, namun
banyak terjadi kekambuhan. Hepatits virus C kronik; kombinasi dengan rivbavirin
merupakan terapi standar. Interferon diberikan secara suntukan subkutandengan
dosis 5 MIU tiga kali seminggu dan dikombinasikan ribavirin 800-1000 mg/hari
selama 6 bulan.
garam dan air. Transplantasi hati; terapi definitif pada pasien sirosis
dekompensata.
Komplikasi
Komplikasi yang sering dijumpai antara lain peritonitis bakteral spontan,
yaitu infeksi cairan asites oleh satu jenis bakteri tanpa ada bukti infeksi sekunder
intraabdominal. Biasanya pasien tanpa gejala, namun dapat timbul demam dan
nyeri abdomen. Pada sindrom hepatorenal, terjadi gangguan fungsi ginjal akut
berupa oliguri, peningkata ureum, kreatinin tnpa adanya kelainan organik ginjal.
Kerusakan hati lanjut menyebabkan penurunan perfusiginjal yang berakibat pada
penurunan filtrasi glomerulus. 20%-40% pasien sirosis dengan varises esofagus
pecah menimbulkan perdarahan. Enselopati hepatik merupakan kelainan
neuropsikiatrik
akibat
disfungsi
hati.
Sindrom
hepatopulmonal
terdapat
Asites
Asites adalah penimbunan cairn secara abnormal di rongga peritoneum.
Penimbunan cairan di rongga peritoneum dapat terjadi melalui 2 mekanisme dasar
yakni transudasi dan eksudasi.
Patofisiologi
Patofisiologi asites terdiri dari 3 teori yaitu undrfilling, overfilling dan
periferal vasodilatation. Menurut underfilling asites dimulai dari volume cairan
plasma yang menurun akbita hipertensi porta dan hipoalbuinemia akan
menyebabkan transudasi, sehingga volume cairan intravaskular menurun
akibatnya ginjal akan bereaksi dengan melakukan reabsorpsi air dan garam
melalui mekanisme neurohormonal. Teori overfilling mengatakan bahwa asites
dimulai dari ekspansi cairan plasma akibat reabsorpsi air oleh ginjal. Gannguan
fungsi akibat reabsorpsi air oleh ginjal. Gangguan fungsi terjadi peningkatan
aktivitas hormon anti-diuretik dan penurunan aktivitas hormon natriuretik karena
penurunan
hipertensi porta yang sering disebut sebagai faktor lokal dan gangguan fungsi
ginjal yang sering disebut faktor sistemik.
Diagnosa
1. Gambaran makroskopik. Cairan asites hemoragik, sering dihubungkan
dengan keganasan. Warna kemerahan dapat juga dijumpai pada asites
karena sirosis hati akibat ruptur kapiler peritoneum. Chillous asites
merupakantanda ruptur pembuluh limfe , sehingga cairan limfe tumpah ke
peritoneum
2. Gradien nilai albumin serum dan asites. Gradien dikatakan tinggi > 1,1
gram/dL. Kadar protein asites kadang-kadang dapat menunjukkan asal
asites, misalanya : protein asites < 3 gram/dl lebih sering terdapat pada
asites transudat sedangkan kadar protein >3 gram/dl lebih sering terdapat
pada asites transudat sedangkan kadar protein >3 gram/dl sering
sihubungkan asites eksudat.
Pengobatan
1. Tirah baring, dapat memperbaiki efektivitas diuretika, berhubungan
dengan perbaikan aliram darah ginjal dan filtrasi glomerulus akibat tirah
baring. Tirah baring menyebabkan aktivasi simpatis dan sistem RAA
menurun.
2. Diet, diet rendah garam ringan sampai sedang dapat membantu
diuresis.konsumsinya dibatasi perhari 40-60meq/hari
3. Diuretika yang dianjurkan adalah diuretika yang bekerja sebagai
antialdosteron, misalnya spironolakton. Diuretika ini merupakan diuretika
hemat kalium, bekerja ditubulus distal dan menahan reabsorpsi Na. Dosis
yang dianjurkan 100-600mg/hari. Diuretika loop sering dibutuhkan
sebagai kombinasi.
4. Terapi parasintesis
5. Pengobatan terhadap penyakit yang mendasarinya