Вы находитесь на странице: 1из 15

Referat

Resusitasi pada Cedera Kepala Berat


DiajukanSebagai Salah SatuTugasDalamMenjalaniKepaniteraanKlinik Senior pada
Bagian/SMF Anastesiologi RSUDZA/FK Unsyiah
Banda Aceh

Oleh:

Ridha Chaharsyah Mulya


Setya Oktariana
Pembimbing

dr. Teuku Yasir, SpAn, KIC

BAGIAN/SMF ILMU ANASTESI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA
BLUD RSUD dr. ZAINOEL ABIDIN
BANDA ACEH
2016
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena dengan berkat
rahmat dan hidayah-Nya, penulisan referat berjudul Resusitasi pada Cedera
Kepala Berat dapat diselesaikan. Shalawat dan salam penulis haturkan kepada
Nabi Muhammad SAW yang telah membimbing umat manusia dari alam
kegelapan ke alam yang penuh dengan ilmu pengetahuan.
Adapun laporan kasus ini diajukan sebagai salah satu tugas dalam menjalani
Kepaniteraan Klinik Senior pada Bagian/SMF Ilmu Anastesi dr. Zainoel Abidin
Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala Banda Aceh.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada dr. Teuku Yasir, SpAn,
KIC yang telah bersedia meluangkan waktu membimbing penulis untuk penulisan
tugas ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada para sahabat dan rekanrekan yang telah memberikan dorongan moril dan materil sehingga tugas ini dapat
selesai.

Banda Aceh, September 2016


Wassalam,
Penulis

DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL....................................................................................................
KATA PENGANTAR..................................................................................................
DAFTAR ISI...............................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN............................................................................................
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.................................................................................
2.1 Definisi Cedera Kepala Berat ................................................................................
2.2 Epidemiologi...........................................................................................................
2.3 Anatomi Kepala......................................................................................................
2.4 Patofisiologi............................................................................................................
2.5 Pemeriksaan Penunjang..........................................................................................
2.6 Diagnosis.................................................................................................................
2.7 Manajemen Resusitasi..........................................................................................
2.8 Evaluasi.................................................................................................................
2.9 Prognosis...............................................................................................................
BAB III KESIMPULAN...........................................................................................
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................

BAB I
PENDAHULUAN
Cedera kepala merupakan salah satu bentuk kegawatdaruratan dan salah
satu penyebab utama kematian.Ketika terjadi cedera kepala, gangguan fungsi otak
dapat timbul tanpa adanya kelainan kepala yang tampak dari luar.Gaya yang
mengenai kepala dapat menyebabkan otak terbentur pada bagian dalam tulang
kepala.Benturan ini dapat mengakibatkan perdarahan pada otak atau jaringan di
sekitarnya, memar pada jaringan otak, atau kerusakan serabut saraf di dalam
otak.Di Amerika Serikat, trauma merupakan penyebab kematian utama ketiga
(setelahpenyakit jantung dan kanker) untuk seluruh golongan usia, merupakan
penyebabutama kematian pada anak.
Perkembangan tata laksana traumamenitikberatkan pada kebutuhan
yangpenting dan segera dengan prosedur yangstandard dan sistematik. Kemudian
teoriGolden Hour pun dikembangkan: pasiencedera berat harus mendapatkan
penanganandalam waktu 1 jam.Konsep Golden Hour ini menimbulkan
banyakkontroversi karena kurang memiliki data ilmiahpendukung. Konsep ini
dikembangkan padamasa Perang Dunia pertama saat para prajuritterluka yang
mendapatkan pengobatan dalamwaktu 1 jam memiliki mortalitas sebesar 10%
sedangkan yang mendapatkan pengobatan lebih dari 8 jam memiliki mortalitas
sebesar 75%. Tujuan konsep Golden Hour ini adalah bahwa pasien
trauma/cedera berat memiliki keuntungan jika ditangani dengan segera atau
dibawa ke sentral trauma dengan cepat.Tata laksana resusitasi dini dapat
mengurangi respons inflamasi sistemik pada pasien trauma.Rangkaian prosedur
resusitasi (the resuscitation continuum) dilakukan dengan segera saat terjadi
cedera/trauma yang dilanjutkan hingga ke ruang operasi dan juga selanjutnya di
ruang ICU (intensive care unit).Pemahaman pentingnya pemberian terapi
resusitasi yang baik dan juga pemilihan terapi merupakan salah satu faktor
penting yang dapat memengaruhi keberhasilan tata laksana resusitasi trauma.
Selama dua puluh tahun terakhir, banyak dipelajari tentang penanganan
kritis Cedera kepala berat . Pada tahun 1996 Brain Trauma Foundation (BTF)
memberikan pedoman pertama untuk penanganan CKB yang telah di setujui oleh
American Assosiation of Surgeons Neurologis dan disahkan oleh Komite

Organisasi Kesehatan Dunia Neurotraumalogy dan direvisi pada tahun 2007


adalah stabilisasi pasien, mencegah peningkatan tekanan intrakranial, menjaga
kestabilan tekanan perfusi jaringan (CPP), mencegah cedera otak sekunder dan
infeksi sistemik, optimalisasi hemodinamik cerebral dan oksigenasi.
Insiden cedera kepala dari tahun ketahun makin meningkat seiring dengan
meningkatnya mobilisasi penduduk. Di Amerika Serikat, < 500.000 kasus
pertahunnya, yang terdiri dari cedera kepala ringan sebanyak 296.678 orang
(59,3%) , cedera kepala sedang sebanyak 100.890 orang (20,17%) dan cedera
kepala berat sebanyak 102.432 orang (20,4%). Dari sejumlah

kasus tersebut

10% penderitanya meninggal sebelum tiba di Rumah Sakit.


Dari keseluruhan kasus cedera kepala, 10% adalah cedera kepala berat
dengan angka kematian kurang lebih sepertiganya. Sepertiga lainnya hidup
dengan kecacatan dan sepertiga sisanya sembuh (tidak tergantung pada orang
lain). Namun demikian mereka mungkin masih mengalami gangguan kepribadian
dan kesulitan dalam berkomunikasi dalam jangka waktu lama.
Oleh karena tingginya resiko kesakitan dan kematian pada cedera kepala, dokterdokter yang menerima pasien pertama kali, tetapi belum berpengalaman dalam
pengelolaannya, harus mengembangkan pengetahuan praktis dalam penanganan
pertama.Pemberian oksigenasi yang memadai dan menjaga agar tekanan darah
cukup untuk perfusi otak dan mencegah cedera otak sekunder adalah langkah
penting terhadap peningkatan luaran cedera kepala.
Seleksi (triage) penderita dengan cedera kepala tergantung pada beratnya
cedera dan fasilitas yang tersedia.Walaupun demikian, penting untuk melakukan
persiapan persetujuan pengiriman dengan rumah sakit yang mempunyai fasilitas
yang lebih lengkap, dengan demikian penderita dengan cedera kepala sedang dan
berat

dapat

segera

dikirim

untuk

mendapatkan

perawatan

yang

memadai.Keterlambatan dalam perujukan dapat memperburuk keadaan penderita.


Selain penanganan ABCDE (Airway, Breathing, Circulation, Disability
dan Environment), identifikasi lesi massa yang mungkin membutuhkan tindakan
operatif adalah hal yang penting, dan CT-scan kepala adalah sarana diagnostik

yang terbaik, namun demikian pemeriksaan CT-scan kepala jangan sampai


memperlambat rujukan. Penanganan korban dengan cedera kepala diawali dengan
tindakan ABC (airway, breathing, circulation) dan resusitasi. Beberapa orang
dengan cedera kepala juga mengalami cedera yang lain sehingga penanganannya
dapat dilakukan secara bersamaan.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Cedera Kepala Berat
Cedera kepala berat adalah gangguan struktural dan fisiologis pada kepala
dan otak yang disebabkan oleh benturan, pukulan dan penetrasi pada kepala yang
berasal dari eksternal tubuh manusia dengan keluhan hilang kesadaran lebih dari
30 menit, setelah pasien sadar GCS (Glasgow Coma Scale) dibawah 8 dan PTA
(Post traumatic Amnesia) selama 24 jam.1
2.2 Epidemiologi
Cedera kepala Berat merupakan penyebab kematian paling besar di
Amerika, 50 % kematian akibat trauma disebabkan oleh cedera kepala
berat.Perdarahan Subdural akut (PSDA) merupakan kelainan yang menyertai
cedera kepala berat. Insiden PSDA mencapai 12-30 % dari pasien dengan cedera
kepala berat dan terjadi terutama pada usia 45 tahun dengan penyebab paling
sering kecelakaan lalu lintas.2,3,4
2.3 Anatomi Kepala
a. Kulit Kepala
Kulit kepala terdiri dari 5 lapisanyang disebut sebagai SCALP, yaitu:5

Skin atau kulit


Connective tissue atau jaringan penyambung
Aponeuris atau galea aponeurotika yaitu jaringan ikat yang berhubungan

langsungdengan tengkorak
Loose areolar tissue tau jaringan penunjang longgar.
Perikranium Jaringan penunjang longgar memisahkan galea aponeurotika
dari perikranium dan merupakan tempat yang biasa terjadinya perdarahan
subgaleal. Kulit kepala memiliki banyak pembuluh darah sehingga bila
terjadi perdarahan akibat laserasi kulit kepala akan menyebabkan banyak
kehilangan darah terutama pada anak-anak atau penderita dewasa yang
cukup lama terperangkap sehingga membutuhkan waktu lama untuk
mengeluarkannya.

Gambar 1. Lapisan kulit kepala


b. Tulang Tengkorak
Terdiri dari kubah (kalvaria) dan basis kranii.Tulang tengkorak terdiridari
beberapa tulang yaitu frontal, parietal, temporal dan oksipital.Kalvariakhususnya
diregio temporal adalah tipis, namun disini dilapisi oleh otottemporalis. Basis
cranii berbentuk tidak rata sehingga dapat melukai bagiandasar otak saat bergerak
akibat proses akselerasi dan deselerasi. Ronggatengkorak dasar dibagi atas 3 fosa
yaitu fosa anterior tempat lobus frontalis,fosa media tempat temporalis dan fosa
posterior ruang bagi bagian bawah batang otak dan serebelum.5
c. Meningen
Selaput meningen menutupi seluruh permukaan otak dan terdiri dari 3
lapisanyaitu :5
Duramater
Selaput Arakhnoid
Pia mater
d. Otak
Otak merupakan suatu struktur gelatin dengan berat pada orangdewasa
sekitar

14

depan)terdiri

kg.

Otak terdiri

dari

danrhombensefalon(otak

dari

serebrum
belakang)

beberapa

bagianyaituproensefalon(otak

dandiensefalon,mesensefalon(otak tengah)
terdiri

dari

pons,medula

oblongata

danserebellum.Fisura membagi otak menjadi beberapa lobus.Lobus frontal


berkaitandengan fungsi emosi, fungsi motorik dan pusat ekspresi bicara.Lobus
parietal berhubungan dengan fungsi sensorik dan orientasi ruang.Lobus
temporalmengatur fungsi memori tertentu. Lobus oksipital bertanggung jawab
dalam proses penglihatan. Mesensefalon dan pons bagian atas berisi sistem
aktivasiretikular yang berfungsi dalam kesadaran dan kewaspadaan.Pada

medullaoblongata terdapat pusat kardiorespiratorik. Serebellum bertanggung


jawabdalam fungsi koordinasi dan keseimbangan.5

Gambar 2. Anatomi otak


e. Cairan serebrospinalis
Cairan serebrospinal

(CSS)

dihasilkan

oleh

plexus

khoroideus

dengankecepatan produksi sebanyak 20 ml/jam. CSS mengalir dari dari ventrikel


lateralmelalui

foramen

monro

menuju

ventrikel

III,

dari

akuaduktussylviusmenuju ventrikel IV. CSS akan direabsorbsi ke dalam sirkulasi


vena melalui granulasioarakhnoid yang terdapat pada sinus sagitalis superior.
Adanya darah dalam CSSdapat menyumbat granulasio arakhnoid sehingga
mengganggu penyerapan CSSdan menyebabkan kenaikan takanan intracranial.
Angka rata-rata padakelompok populasi dewasa volume CSS sekitar 150 ml dan
dihasilkan sekitar 500 ml CSS per hari.5
f. Tentorium
Tentorium serebeli membagi

rongga

tengkorak

menjadi

ruang

supratentorial(terdiri dari fosa kranii anterior dan fosa kranii media) dan ruang
infratentorial(berisi fosa kranii posterior).5
g. Vaskularisasi
Otak Otak disuplai oleh dua arteri carotis interna dan dua arteri
vertebralis.Keempat arteri ini beranastomosis pada permukaan inferior otak dan
membentuk sirkulus Willisi. Vena-vena otak tidak mempunyai jaringan otot
didalamdindingnya yang sangat tipis dan tidak mempunyai katup. Vena tersebut
keluar dari otak dan bermuara ke dalam sinus venosus cranialis.5
2.4 Patofisiologi
Berdasarkan hokum Monroe kellie, volum intra cranial terdiri dari 80 %
jaringan otak, 10 % cairan serebrospinal dan 10 % darah, perubahan volume salah
satu dari ketiga komponen tersebut dapat menyebabkan gangguan dari fungsi otak
sesuai dengan derajat perubahan. Pada pasien dengan cedera kepala berat terjadi

perubahan volume intra cranial secara drastic yang menyebabkan terjadinya


gangguan berat pada fungsi otak.3,6
2.5 Pemeriksaan Penunjang
Terdapat beberapa pemeriksaan yang dapat idlakukan untuk menegakan diagnosis
cedera kepala berat, yaitu :7,8
a. Foto polos kepala
Indikasi foto polos kepala Tidak semua penderita dengan cidera
kepaladiindikasikan untuk pemeriksaan kepala karena masalah biaya dan
kegunaan yang sekarang makin ditinggalkan. Jadi indikasi meliputi jejas lebih
dari 5 cm,Luka tembus (tembak/tajam), Adanya corpus alineum, Deformitas
kepala (dariinspeksi dan palpasi), Nyeri kepala yang menetap, Gejala fokal
neurologis,Gangguan kesadaran. Sebagai indikasi foto polos kepala meliputi
jangan mendiagnosa foto kepala normal jika foto tersebut tidak memenuhi syarat,
Padakecurigaan adanya fraktur depresi maka dilakukan foto polos posisi
AP/lateraldan oblique.
b. CT-Scan (dengan atau tanpa kontras)
Indikasi CT Scan adalah :

Nyeri kepala menetap atau muntah muntah yang tidak menghilang

setelah pemberian obatobatan analgesia/anti muntah.


Adanya kejang kejang, jenis kejang fokal lebih bermakna terdapat lesi

intrakranial dibandingkan dengan kejang general.


Penurunan GCS lebih 1 point dimana faktor faktor ekstracranial telah
disingkirkan (karena penurunan GCS dapat terjadi karena misal terjadi

shock, febris, dll).


Adanya lateralisasi.
Adanya fraktur impresi dengan lateralisasi yang tidak sesuai, misal

fraktur depresi temporal kanan tapi terdapat hemiparese/plegi kanan.


Luka tembus akibat benda tajam dan peluru.
Perawatan selama 3 hari tidak ada perubahan yang membaik dari GCS.
Bradikardia (Denyut nadi kurang 60 X / menit).mengidentifikasi luasnya
lesi, perdarahan, determinan ventrikuler, dan perubahan jaringan otak.
Catatan : Untuk mengetahui adanya infark / iskemia jangan dilakukan pada

24 - 72 jam setelah injuri.


c. MRI : Digunakan sama seperti CT-Scan dengan atau tanpa kontras radioaktif.

d. Cerebral

Angiography:

Menunjukan

anomali

sirkulasi

cerebral,

seperti : perubahan jaringan otak sekunder menjadi udema, perdarahan dan


trauma.
e. Serial EEG: Dapat melihat perkembangan gelombang yang patologis
f. X-Ray: Mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan
struktur garis(perdarahan/edema), fragmen tulang.
g. CSF, Lumbal Punksi :Dapat dilakukan jika diduga terjadi perdarahan
subarachnoid.
h. Kadar Elektrolit : Untuk mengkoreksi keseimbangan elektrolit sebagai
akibat peningkatan tekanan intrkranial
2.6 Diagnosis
Diagnosis cedera kepala berat dapat di tentukan berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
a. Anamnesis, terdapat riwayat trauma pada kepala sebelumnya, mual, muntah,
nyeri kepala hebatyang tidak hilang dengan pemberian analgetik, kejang dan
terdapat riwayat penurunan kesadaran pada pasien.
b. Pemeriksaan Fisik, pada pemeriksaan fisik ditemukan luka terbuka atau
tertutup pada kepala, keluar darah dari telinnga dan hidung, perubahan tanda
vital seperti denyut nadi, pernafasan, tekanan darah dan suhu, GCS dibawah
8.
c. Pemeriksaan Penunjang, gold standar untuk menegakan diagnosis pada pasien
dengan cedera kepala berat adalah menggunakan CT Scan, CT Scan kepala
dapat menilai keadaan anatomis otak dan perdarahan yang terjadi sehingga
dapat menegakkan diagnosis dan rencana tindakan.3,8

2.7 Manajemen Resusitasi


Tingkat nol
Intervensi yang harus dilakukan terhadap seluruh pasien dengan cedera kepala :3

Pertahankan MAP (Mean Arterial pressure) > 80 mmHg apabila GCS < 8
Berikan oksigen dan pertahankan Sp02> 92 %
Tinggikan kepala 30 derajat
Koreksi hiponatremia
Koereksi faktor pembukaan darah
Cegah hipertermia (suhu > 37 derajat celcius)

Cegah hiperglikemia
Cukupi kebutuhan nutrisi pasien
Cegah terjadinya deep venous thrombosis (DVT), stress ulcer dan ulkus
dekubitus

Tingkat satu
Intervensi yang harus diberikan terhadap seluruh pasien dengan GCS < 8 :3

Seluruh aspek yang terdapat di kelompok nol


Perhatikan Airway dan Breathing
intubasi pasien untuk mempertahankan jalan nafas
perhatikan PaCo2 35 40 mmHg
perhatikan PaO2 80 120 mmHg
Sistemik dan perfusi otak
Cari akses cairan jalur arteri
Pasang CVC (central venous pressure)
Pertahankan Map > 80
Pertahankan CPP (cerebral prefusion pressure) > 60 mmHg
Lakukan pemantauan ICP (intra cranial pressure)
Terapi osmolar
Lindungi otak
Lakukan pemantauan EEG
Berikan sedasi dan antinyeri untuk mengontrol nyeri dan agitasi
Cegah hipotensi, hipksemi, hipercarbia, hiponatremi, hiperglikemi,
hipovolemi, demam dan anemia

Tingkat dua
Intervensi yang diberikan jika ICP > 20 mmHg lebih dari 60 menit :3

Seluruh aspek pada kelas satu


Lakukan foto CT scan Untuk melihat lesi
Monitoring EEG
Paralisis : berikan rocuronium (50 mg loading dose kemudian 8

mcg/kg/hr)
Hipotermia ringan : hangatkan
Hiperventilasi ringan : target PaC02 30 34 mmHg

2.8 Evaluasi
Semua pasien dengan dugaan cedera kepala harus dilakukan evaluasi
terhadap jalan nafas, pernafasan dan sirkulasi darah. Mempertahankan jalan nafas
dan menjaga oksigenasi dapat mencegah kerusakan

sekunder pada otak.

Pemeriksaan gula darah rutin harus dilakukan pada seluruh pasien dengan

penurunan kesadaran dan harus segera dikoreksi apabila terdapat masalah.


Pemberian Thiamine 100 mg dapat diberikan untuk mencukupi nutrisi agar tidak
terjadi defisiensi nutrisi pada pasien dengan cedera.Pemeriksaan elektrolit, darah
rutin, analisa gas darah, urinalisis perlu di lakukan.Pemantauan pasien dengan
cedera kepala berat harus dilakukan di ruang pemantaua intensif.7,8
2.9 Prognosis
Cedera kepala traumatik merupakan masalah serius diseluruh dunia dengan
angka kecacatan dan kematian yang tinggi.Walaupun terdapat metode diagnostik
dan penatalaksanaan yang mutakhir namun prognosis masih jauh dari harapan.2,8

BAB III
KESIMPULAN

Cedera kepala adalah trauma yang mengenai otak yang terjadi secara
langsung atau tidak langsung atau efek sekunder yang menyebabkan atau
berpengaruh berubahnya fungsi neurologis, kesadaran, kognitif, perilaku, dan
emosi.Cedera kepala mempunyai angka kejadian yang tinggi dan begitu pula
dengan angka mortalitasnya juga tinggi.Cedera otak bisa menimbulkan dampak
fisik, kognitif, emosi dan sosial. Prognosis cedera otak bisa sangat bervariasi dari
mulai sembuh total sampai cacat menetap bahkan kematian. Oleh sebab itu,pasien
trauma/cedera berat memiliki keuntungan jika ditangani dengan segera atau
dibawa ke sentral trauma dengan cepat. Tata laksana resusitasi dini dapat
mengurangi respons inflamasi sistemik pada pasien trauma.

Daftar Pustaka
1. Department of Labor And Employment State of Colorado. Traumatic
Brain Injury Medical Treatment Guidelines.2013.
2. 5.
Cristanto S, Rahradjo S, Suryono B and Saleh SC. Penatalaksanaan
Pasien Cedera Kepala Berat dengan Evakuasi Perdarahan Subdural yang
Tertunda. Jurnal Neuroanastesi Indonesia.2015.
3. Orlando Regional Medical Center. Severe Traumatic Brain Injury
Management.Department of Surgical Education.2013.
4. Gerber LM, Chiu YL, Carney N, Hartl R, Ghajar J. Marked reduction in
mortality in patients with severe traumatic brain injury. J Neurosurg 2013;
119:1583-1590.
5. Snell RS. Anatomi klinik Mahasiswa Kedokteran Edisi 6.2006.Buku
Kedokteran EGC : Jakarta.
6. Stevens RD, Huff JS, Duckworth J, Papangelou A, Weingart SD, Smith
WS. Emergency Neurological Life Support: Intracranial hypertension and
herniation. Neurocrit Care 2012; 17:S60-S65.
7. Brain trauma foundation.
Guidelines for the management of severe
traumatic brain injury. 3rd Edition. J Neurotrauma 2007; 24:S1-S106.
8. Moppet IK. Traumatic brain injury: assessment, resuscitation and early
management. Br J Anaesth 2007; 99 : 1831.

Вам также может понравиться