Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
2 Votes
Tema ini sebenarnya lebih tepat dan bagusnya datang dari praktisi ke-HRD-an yang
berpengalaman. Tetapi tidak ada salahnya diulas dari sudut pandang para buruh. Tujuan
penulisan ini agar bisa menjadi pembanding bagi aktivis dan praktisi buruh, dan bisa dibaca
oleh orang2 yang posisinya berada di pihak menejemen. Ada banyak hal yang terkait dengan
masalah ini, namun berdasarkan pengalaman para buruh hal-hal yang harus diperhatikan
pihak perusahaan untuk mencegah terjadinya demo buruh antara lain :
Demikian beberapa hal yang diingat para buruh yang nota bene perlu diperhatikan
kesejahteraannya dan diposisikan sebagai mitra perusahaan yang sejajar. Hal-hal diatas
adalah kondisi-kondisi yang perlu diperhatikan perusahaan secara general. Pada stiap kasus
dan stiap perusahaan akan berlainan masalahnya. Ke 15 hal diatas hanya panduan secara
umum dari sudut pandang buruh. setiap ada perkembangan baru insya allah akan di up date
penulis. Silakan berkontribusi jika pembaca punya sesuatu yang bisa dibagi dengan pembaca
yang lain.
PAMONG, JAKARTA Setiap tanggal 1 Mei disebut dengan hari buruh internasional dengan istilah
May Day. Di Indonesia, peringatan hari buruh ini diekspresikan dengan demo besar-besaran.
Sepanjang tahun, tuntutan para buruh berkisar pada tiga tuntutan utama yaitu penghapusan sistem
kontrak alih daya (outsourcing), perbaikan tingkat upah, dan pemberian jaminan sosial kesehatan
mulai 2014. Aksi ini juga merupakan bentuk ekspresi kekecewaan para pekerja terhadap pemerintah
yang dianggap tidak peka merespons aspirasi mereka. Bagaimana tidak, aksi terjadi besar-besaran di
Jakarta pada hari Rabu kemarin (01/05) pagi, Presiden malah bertolak ke Surabaya.
Memang tak mudah untuk memenuhi 3 tuntutan buruh di atas, bila pemenuhannya ditanggungkan
pada pengusaha semata. Akan ada problem baru. Pengusaha akan memasukkan komponen
kenaikan upah ke dalam kenaikan biaya produksi, akan diikuti dengan keputusan menaikkan harga
jual barang, terjadi inflasi, daya beli masyarakat semakin rendah dan pada gilirannya buruh tetap
kesulitan memenuhi kebutuhan-kebutuhannya.
Lalu bagaimana menyelesaikan problem-problem perburuhan? Bagaimana mewujudkan sistem yang
membuat Buruh Sejahtera dan Pengusaha tetap Untung?
Problem perburuhan ini sebenarnya terjadi karena kebebasan kepemilikan dan kebebasan bekerja
yang menjadi pilar sistem kapitalisme. Dengan kebebasan ini, seorang pengusaha yang senantiasa
berorientasi keuntungan dianggap sah mengeksploitasi tenaga buruh. Dengan kebebasan ini pula,
kaum buruh diberi ruang kebebasan mengekspresikan tuntutannya akan peningkatan kesejahteraan
dengan memanfaatkan serikat pekerja, melakukan sejumlah intimidasi bahkan tindakan anarkis
sekalipun.
Sedangkan dasar yang memicu konflik buruh dan pengusaha sendiri, disebabkan oleh kesalahan
tolok ukur yang digunakan untuk menentukan gaji buruh, yaitu living cost (biaya hidup) terendah.
Living cost inilah yang digunakan untuk menentukan kelayakan gaji buruh. Maka tidak heran namanya
Upah Minimum. Dengan kata lain, para buruh tidak mendapatkan gaji mereka yang sesungguhnya,
karena mereka hanya mendapatkan sesuatu yang minimum sekedar untuk mempertahankan hidup
mereka. Konsekuensinya kemudian adalah terjadilah eksploitasi yang dilakukan oleh para pemilik
perusahaan terhadap kaum buruh. Dampak dari eksploitasi inilah yang kemudian memicu lahirnya
gagasan Sosialisme tentang perlunya pembatasan waktu kerja, upah buruh, jaminan sosial, dan
sebagainya.
Seharusnya negara menata dua aspek dengan tatanan regulasi sedemikian sehingga tidak muncul
problem perburuhan. Pertama, aspek mikro terkait kontrak kerja antara buruh dan pengusaha.
Dengannya akan terjawab bukan hanya besaran upah, namun juga masalah kepastian kerja (PHK)
dan besarnya pesangon. Kedua, aspek makro menyangkut hak setiap orang, termasuk buruh untuk
memperoleh kesejahteraan. Penyelesaian aspek ini, akan menempatkan buruh dan pengusaha pada
posisi tawar yang semestinya.
Solusi Persoalan Mikro Perburuhan, bisa diatasi dengan memperbaiki hubungan kontrak kerja antara
pekerja dan pengusaha. Transaksi kontrak tersebut sah menururt jika memenuhi persyaratan dan
ketentuan yang jelas mengenai : (a) Bentuk dan jenis pekerjaan, (b) Masa Kerja, (c) Upah Kerja dan
(d) Tenaga yang dicurahkan saat bekerja. Jika keempat masalah tersebut jelas dan disepakati maka
kedua belah pihak terikat dan harus memenuhi apa yang tercantum dalam kesepakatan tersebut.
Intinya penentuan upah buruh adalah kesepakatan antara buruh dengan pengusaha dengan
menjadikan manfaat tenaga sebagai patokan penentuannya. Beban kebutuhan hidup, biaya
kesehatan dan tanggungan lain buruh tidak menjadi faktor penentu upah. Tidak ada unsur eksploitasi
terhadap buruh karena semua hal sudah saling diketahui. Juga tidak akan membebani penguasa
karena menanggung beban biaya yang tidak memberikan pengaruh ke produksi semisal asuransi
kesehatan, tunjangan pendidikan dan dana pensiun.
Sedangkan aspek makro, prinsipnya setiap orang berhak mendapatkan kesejahteraan. Hal ini bisa
dilakukan dengan dua cara. Pertama, pemenuhan kebutuhan sandang, pangan dan papan,
ditanggungkan kepada setiap individu masyarakat. Baik dipenuhi langsung atau melalui ayah, wali
dan ahli waris. Kedua, terkait kebutuhan biaya pendidikan, layanan kesehatan dan keamanan menjadi
tanggung jawab negara untuk menyediakannya bagi setiap warga negara. Negara tidak membebani
rakyat untuk menanggung sendiri biaya pendidikan, kesehatan dan kemanannya, apalagi dengan
biaya yang melambung tinggi. Selain itu negara juga memiliki tanggung jawab menyediakan berbagai
fasilitas yang memudahkan setiap orang untuk berusaha (bekerja). Mulai dari kemudahan
permodalan, keahlian dan regulasi yang mendukung.
Dengan demikian, berbagai solusi yang dilakukan saat ini, jika tetap menggunakan model solusi ala
sistem Kapitalis, pada dasarnya bukanlah solusi. Tetapi, sekedar obat penghilang rasa sakit.
Penyakitnya sendiri tidak hilang, apalagi sembuh. Karena sumber penyakitnya tidak pernah
diselesaikan. Karena itu, masalah perburuhan ini akan selalu muncul dan muncul, seperti lingkaran
setan, karena tidak pernah diselesaikan.
Jika memang benar-benar problem perburuan ini ingin selesai dan kesejahteraan buruh secara
khusus, serta kesejahteraan setiap warga negara secara umum ingin diwujutkan, maka tidak ada
jalan lain kecuali harus kembali kepada penyelesaian mulia, yakni, penyelesaian dengan aturan yang
berasal dari Sang Pencipta manusia, yang diterapkan oleh sistem Khilafah. Karena, konsep dan
solusi sebagaimana di atas benar-benar telah teruji, ketika diterapkan oleh Negara Khilafah. Hal yang
sama pasti akan terulang kembali, jika dalam waktu dekat Khilafah berdiri. []