Вы находитесь на странице: 1из 11

Batuan Metamorf

A. Pengertian Batuan Metamorf


Kata metamorf berasal dari bahasa Yunani, yaitu metamorphism dimana meta yang
artinya berubah dan morph yang artinya bentuk. Pengertian metamorf dalam geologi
merujuk pada perubahan dari kelompok mineral dan tekstur batuan. Perubahan terjadi dalam
suatu batuan yang mengalami tekanan dan temperatur yang berbeda.

Gambar. Animasi melting pada batuan metamor (Sumber: Mc Knight, Tom L & Hess, Darrel, 2008)

dowload animasi
Batuan metamorf berarti batuan yang terbentuk dari batuan asal (batuan beku, sedimen,
metamorf) yang mengalami perubahan. Perubahan tersebut dapat terjadi karena berbagai
sebab, antara lain: temperatur tinggi, tekanan tinggi, serta temperatur dan tekanan tinggi.
Penjelasan mengenai ketiga faktor tersebut sebagai berikut.

1. Temperatur tinggi
Temperatur tinggi berasal dari magma. Batuan ini berdekatan dengan dapur magma, sehingga
ini disebut metamorf kontak. Contoh: marmer dari batugamping (limestone) dan antrasit dari
batubara.

Gambar. Salah satu tambang marmer yang ada di Kecamatan Besuki, Tulungagung

Dua aktivitas geologi yang berupa vulkanisme dan tektonisme berkaitan erat dengan
terdapatnya batuan metamorf di kawasan Tulungagung selatan. Jenis batuan metamorf yang
ada di kawasan ini adalah marmer, yang merupakan malihan dari limestone. Batuan metamorf
di kawasan ini tidak tersebar secara meluas, yaitu hanya di sekitar Desa Besole Kecamatan
Besuki.

2. Tekanan tinggi
Tekanan yang tinggi dapat berasal dari endapan-endapan yang tebal sekali.
Contoh, batulumpur (mudstone) menjadi batutulis (slate). Batuan ini banyak dijumpai di
daerah patahan atau lipatan.

Gambar. Batulempung (mudstone) yang berubah menjadi batutulis (slate) (Sumber: http://en.wikipedia.org)

Gambar di atas menunjukkan perubahan pada mudstone yang berubah menjadi slate. Slate
terbentuk pada temperatur dan suhu yang rendah. Oleh karena itu, agen metamorfosis yang
paling berperan adalah tekanan terhadap batuan tersebut. Slate ditandai oleh struktur foliasi
(slaty cleavage) dan tersusun atas butir-butir yang sangat halus (very fine grained).

3. Temperatur dan tekanan tinggi

Tekanan dan suhu tinggi terjadi bila ada pelipatan dan pergeseran saat pembentukan
pegunungan. Proses seperti ini disebut metamorfosis pneumatolistik, contoh: Sekis. Batu
Sekis yang ditemukan di lapangan dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

Gambar. Batuan Sekis di Kali Brengkok, Karangsambung, Kebumen (Sumber: LIPI-Balai Informasi dan
Konservasi Kebumian)

Sekis berasal dari mineral asam lempeng benua. Batuan ini berkilauan ketika tertimpa sinar
matahari dan merupakan batu tertua yang tersingkap di Pulau Jawa. Pengukuran dengan
radioaktif menunjukkan batuan ini berumur 121 juta tahun, dari Zaman Kapur. Batuan alas
Pulau Jawa ini memiliki nilai ilmiah tinggi karena membuktikan bahwa sejak zaman itu telah
terjadi tumbukan lempeng samudera dengan lempeng benua di kawasan Karangsambung.

B. Klasifikasi Batuan Metamorf


Batuan metamorf dibagi menjadi 3, yaitu: batuan metamorf kontak, dinamo, dan
pneumatolistik. Batuan-batuan metamorf tersebut akan dijelaskan sebagai berikut.

1. Metamorf termal (kontak)


Batuan metamorf yang terbentuk karena pengaruh suhu yang sangat panas. Suhu yang panas
dikarenakan letaknya dekat dengan magma. Contoh dari batuan metamorf kontak adalah
marmer. Marmer termasuk batuan malihan dari batugamping. Berkaitan dengan hal tersebut,
suhu yang panas akan membakar bahkan mencairkan batugamping. Pada tahap selanjutnya,
batugamping mengalami pendinginan dan menjadi marmer.

Gambar. Salah satu tambang Batu Marmer di Desa Besole, Kecamatan Besuki, Tulungagung (Sumber:
http:// beritadaerah.co.id)

Gambar di atas menunjukkan salah satu pertambangan marmer di Kecamatan Besuki.


Marmer dapat terbentuk di Kecamatan Besuki karena daerah tersebut merupakan pegunungan
kapur. Formasi lapisan batuan kapur yang ada di Tulungagung terbentuk oleh pengangkatan
dasar lautan. Pengangkatan tersebut terjadi karena adanya aktivitas tektonik, yakni batas
lempeng Indo-Australia dengan Eurasia.
Dua aktivitas geologi yang berupa vulkanisme dan tektonisme berkaitan erat dengan
terdapatnya marmer di kawasan Tulungagung selatan. Hipotesis yang pertama pembentukan
marmer disebabkan oleh aktivitas vulkanisme. Panas yang ditimbulkan oleh magma dapat
mengubah batugamping menjadi marmer. Kelemahan dari hipotesis ini, marmer yang ada di
Tulungagung masih mempunyai komposisi mineral yang sama dengan batugamping yang ada
di sekitarnya. Seharusnya, komposisi marmer mengalami perubahan jika terjadi melalui
metamorf kontak.
Aktivitas endogenik lainnya yang mempengaruhi pembentukan marmer di Tulungagung
adalah tektonisme. Tenaga tektonik menimbulkan tekanan yang yang tinggi. Akibatnya,
batugamping akan mengalami rekristalisasi dan membentuk berbagai foliasi mapun
nonfoliasi. Akibat rekristalisasi ini, struktur asal batuan membentuk tekstur baru dan
keteraturan butir. Marmer Indonesia diperkirakan berumur sekitar 3060 juta tahun atau
berumur kuarter hingga tersier. Peta di bawah ini akan sedikit menjawab terbentuknya
Marmer di Tulungagung.

Gambar. Peta Geologi Tulungagung yang menggambarkan kondisi formasi batuan di daerah tersebut
(Sumber: http://www.blog.ub.ac.id)

Keterangan:

Satuan Breksi/Formasi Arjosari (Toma). Berupa runtuhan endapan turbidit, yang ke


arah mendatar berangsur berubah menjadi batuan gunung api.

Satuan Batugamping/Formasi Campurdarat. Disusun oleh batugamping hablur yang


bersisipan dengan batulempung berkarbon.

Satuan Batu Lempung/Formasi Nampol ( Tmn). Tersusun oleh perulangan


batulempung, batupasir dan tuf yang bersisipan konglomerat dan breksi.

Satuan Batugamping Terumbu/Formasi Wonosari (Tmwl). Litologi tersusun oleh


batugamping terumbu, batugamping berlapis, Batugamping berkepingan,
batugamping pasiran kasar, batugamping tufan dan napal.

Satuan Gunung Api Tua/Formasi Mandalika (Tomn). Batuan penyusun berupa breksi
gunung api, lava, tuf, batupasir dan batulanau.

Satuan Breksi Gunung Api/ Formasi Wuni (Tmw). Tersusun oleh breksi gunung api,
tuf, batupasir, dan batulanau yang umumnya tufan, bersisipan batugamping.

2. Metamorf dinamo (sintektonik)


Batuan yang terbentuk karena pengaruh tekanan yang sangat tinggi. Batuan metamorf dinamo
pada umumnya terjadi di bagian atas kerak bumi. Adanya tekanan dari arah yang berlawanan
menyebabkan perubahan butir-butir mineral menjadi pipih dan ada yang mengkristal kembali.
Jenis metamorfosa ini banyak dijumpai pada daerah-daerah patahan dan lipatan. Pada jenis
batuan metamorf dinamo, batuan sedimen berubah menjadi batuan hablur, misalnya: Gneis,
Sabak, Antrasit, dan Serpih.

Gambar. Antrasit yang ditambang di Ibbenburen, Jerman (Sumber: http://www.en.wikipedia.org)

Gambar di atas adalah contoh Antrasit yang di tambang di IIbenburen, Jerman. Antrasit
ditambang dari formasi geologi tertua dan paling lama tinggal di dalam tanah. Antrasit
merupakan batubara yang paling keras. Ketika dibakar, antrasit menghasilkan api biru yang
sangat panas dan berwarna hitam mengkilat. Antrasit lebih banyak menghasilkan panas dan
lebih sedikit asap dibandingkan dengan batubara lainnya.

3. Metamorfik pneumatolitis kontak


Batuan metamorf pneumatolitis kontak terbentuk karena pengaruh gas-gas dari magma.
Pengaruh gas panas pada mineral batuan menyebabkan perubahan komposisi kimiawi
mineral tersebut. Contoh batuan metamorf pneumatolitis kontak adalah kuarsa dengan gas
borium berubah menjadi Turmalin seperti gambar di bawah ini.

Gambar. Turmalin (Sumber: http://www.globalhealingcenter.com/)

Batu Turmalin termasuk batu mineral semi mulia yang terkenal karena kemampuannya. Batu
ini dapat membantu dalam proses detoksifikasi tubuh manusia. Turmalin termasuk salah satu
mineral yang memiliki kemampuan untuk memancarkan ion negatif dan sinar inframerah
jauh. Turmalin juga memiliki kemampuan untuk menjadi sumber muatan listrik sendiri.

B. Struktur Batuan Metamorf


Batuan metamorf memiliki struktur yang unik. Hal ini disebabkan, batuan metamorf
terbentuk dari batuan asal yang beraneka ragam. Selain itu, batuan metamorf terbentuk oleh
tenaga yang berbeda-beda seperti temperatur, tekanan, atau gabungan keduanya. Penjelasan
mengenai struktur batuan metamorf sebagai berikut.

1. Struktur foliasi
Struktur foliasi adalah struktur paralel yang dibentuk oleh mineral pipih/ mineral prismatik.
Struktur foliasi seringkali terjadi pada metamorfosa regional dan metamorfosa kataklastik.
Beberapa struktur foliasi yang umum ditemukan antara lain, yaitu: Slaty Cleavage, Phylitic,
Sekisose, Gneisose.

Gambar. Struktur foliasi batuan metamorf (Sumber: Noor, 2012)

Keterangan:

Slaty cleavage. Struktur foliasi planar yang dijumpai pada bidang belah batu
sabak/slate, mineral mika mulai hadir, batuannya disebut slate (batutulis).

Phylitic. Rekristalisasi lebih kasar daripada slaty cleavage, batuan lebih mengkilap
daripada batusabak (mulai banyak mineral mika), mulai terjadi pemisahan mineral
pipih dan mineral granular meskipun belum begitu jelas/belum sempurna, batuannya
disebut Phyllite (Filit).

Sekisose. Struktur perulangan dari mineral pipih dan mineral granular, mineral pipih
orientasinya menerus/tidak terputus, sering disebut dengan close Sekisosity, batuannya
disebut Sekis.

Gneisose. Struktur perulangan dari mineral pipih dan mineral granular, mineral pipih
orientasinya tidak menerus/terputus, sering disebut dengan open Sekisosity, batuannya
disebut Gneis.

2. Struktur nonfoliasi
Struktur nonfoliasi adalah struktur yang dibentuk oleh mineral-mineral yang equidimensional
dan umumnya terdiri dari butiran-butiran granular. Strktur ini seringkali terjadi pada
metamorfosa termal. Beberapa struktur nonfoliasi yang umum ditemukan, yaitu: Granulase,
Hornfelsik, Cataclastic, Mylonitic, dan Phylonitic.

Gambar. Struktur nonfoliasi batuan metamorf (Sumber: Noor, 2012)

Keterangan:

Granulose, struktur nonfoliasi yang terdiri dari mineral-mineral granular.

Hornfelsik, struktur nonfoliasi yang dibentuk oleh mineral-mineral equidimensional


dan equigranular, tidak terorientasi, khusus akibat metamorfosa termal, batuannya
disebut Hornfels.

Cataclastic, struktur nonfoliasi yang dibentuk oleh pecahan/fragmen batuan atau


mineral berukuran kasar dan umumnya membentuk kenampakan breksiasi, terjadi
akibat metamorfosa kataklastik, batuannya disebut Cataclasite (Kataklasit).

Mylonitic, struktur nonfoliasi yang dibentuk oleh adanya penggerusan mekanik pada
metamorfosa kataklastik, menunjukan goresan-goresan akibat penggerusan yang kuat
dan belum terjadi rekristalisasi mineral-mineral primer, batuannya disebut Mylonite
(Milonit).

Phyllonitic, gejala dan kenampakan sama dengan milonitik tetapi butirannya halus,
sudah terjadi rekristalisasi, menunjukan kilap silky, batuannya disebut Phyllonite
(Filonit).

C. Tekstur Batuan Metamorf


Tekstur batuan metamorf adalah kenampakan batuan yang berdasarkan ukuran, bentuk atau
orientasi butir mineral individual penyusun batuan metamorf.

1. Berdasarkan ketahanan terhadap proses metamorfosa

Berdasarkan ketahanan terhadap prose metamorfosa ini tekstur batuan metamorf dapat
dibedakan menjadi:
a. Tekstur Relic (sisa)
Tekstur batuan metamorf yang masih menunjukan sisa tekstur batuan asalnya. Penamaannya
dengan memberi awalan blasto (kemudian disambung dengan nama tekstur sisa), misalnya:
tekstur Blastoporfiritik. Penamaan lainnya dengan memberi awalan meta, misalnya
Metasedimen, Metagraywacke, Metavulkanik, dsb.
b. Tekstur Kristaloblastik
Tekstur kristoblastik adalah setiap tekstur yang terbentuk pada saat metamorfosa.
Penamaannya dengan memberi akhiran blastik. Penamaan ini dipakai untuk memberikan
nama tekstur yang terbentuk oleh rekristalisasi proses metamorphosis. Misalnya, tekstur
porfiroblastik, yaitu batuan metamorf yang memperlihatkan tekstur mirip porfiritik pada
batuan beku, tapi tekstur ini betul-betul akibat rekristalisasi metamorfosis.

2. Berdasarkan ukuran butir


Berdasarkan butirnya tekstur batuan metmorf dapat dibedakan menjadi:

Fanerit, bila butiran kristal masih dapat dilihat dengan mata.

Afanitit, bila ukuran butir kristal tidak dapat dilihat dengan mata.

3. Berdasarkan bentuk individu kristal


Bentuk individu kristal pada batuan metamorf dapat dibedakan menjadi:

Euhedral, bila kristal dibatasi oleh bidang permukaan bidang kristal itu sendiri.

Subhedral, bila kristal dibatasi oleh sebagian bidang permukaannya sendiri dan
sebagian oleh bidang permukaan kristal disekitarnya.

Anhedral, bila kristal dibatasi seluruhnya oleh bidang permukaan kristal lain
disekitarnya.

Berdasarkan bentuk kristal tersebut maka tekstur batuan metamorf dapat dibedakan menjadi:

Idioblastik, apabila mineralnya dibatasi oleh kristal berbentuk euhedral.

Xenoblastik/Hypidioblastik, apabila mineralnya dibatasi oleh kristal berbentuk


anhedral.

4. Berdasarkan Bentuk Mineral


Berdasarkan bentuk mineralnya tekstur batuan metamorf dapat dibedakan menjadi:

Lepidoblastik, apabila mineralnya penyusunnya berbentuk tabular.

Nematoblastik, apabila mineral penyusunnya berbentuk prismatic.

Granoblastik, apabila mineral penyusunnya berbentuk granular, equidimensional,


batas mineralnya bersifat tidak teratur dan umumnya kristalnya berbentuk anhedral.

Granoblastik, apabila mineral penyusunnya berbentuk granular, equidimensional,


batas mineralnya bersifat lebih teratur dan umumnya kristalnya berbentuk anhedral.

Вам также может понравиться