Вы находитесь на странице: 1из 13

REFERAT KEPANITERAAN ANESTESI

FENTANYL

OLEH :
ANGELINE BONGELIA FRISKA
11.2015.390
DOKTER PEMBIMBING :
DR HARI KRISYADI, Sp.An

KEPANITERAAN ANESTESI PERIODE 6 JULI 23 JULI 2016


RUMAH SAKIT MARDI RAHAYU
KUDUS

KATA PENGANTAR
Saya mengucap syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas kesempatannya yang telah
diberikan kepada saya untuk membuat referat ini. Saya juga berterima kasih kepada pihak-pihak
yang telah membantu secara langsung maupun secara tidak langsung. Salah satunya adalah dr.
Hari Kris, Sp.An sebagai pembimbing saya dan sebagai pemberi informasi, kritikan, dan saran
yang membangun saya untuk lebih baik lagi.
Saya sadar bahwa referat ini masih sangat banyak kekurangannya. Tetapi saya berusaha
untuk membuat referat yang berguna bagi para pembaca . Karena itu, saya berharap adanya kritik
maupun saran yang membangun dari para pembaca demi perkembangan saya ke depan.
Saya juga mengharapkan referat ini dapat digunakan untuk kepentingan para pembaca,
serta dapat menambah wawasan para pembaca. Akhir kata, saya mengucapkan terima kasih
sebesar-besarnya dan selamat membaca.

Kudus, 12 Juli 2016

Penulis

DAFTAR ISI
Kata Pengantar

Daftar Isi

Bab I Pendahuluan

Bab II Tinjauan Pustaka

Definisi

Farmakokinetik

Farmakodinamik

Indikasi

Dosis dan Pneggunaan Klinis

Efek Samping

10

Kontraindikasi

10

Interaksi Obat

10

Waktu Paruh dan Pembuangan

11

Bab III Kesimpulan

11

Daftar Pustaka

13

BAB I
PENDAHULUAN

Nyeri merupakan salah satu efek dari operasi yang dapat diantisipasi. Penanganan nyeri
yang efektif yang dilakukan baik saat sebelum operasi (pre emptive analgesia), intraoperatif
maupun pasca operatif akan meningkatkan tingkat kenyamanan pasien sehingga efek sistemik
dari nyeri dapat diatasi dengan baik. Efek nyeri yang timbul terhadap sistemik antara lain
terhadap sistem kardiovaskular, pasien akan mengalami takikardi. Jika hal ini terjadi pada pasien
dengan kelainan jantung, akan meningkatkan kebutuhan konsumsi oksigen sehingga akan
memperberat kerja jantung.1
Obat analgesik adalah obat yang mempunyai efek menghilangkan atau mengurangi nyeri
tanpa disertai hilangnya kesadaran atau fungsi sensorik lainnya. Obat analgesik bekerja dengan
meningkatkan ambang nyeri, mempengaruhi emosi (sehingga mempengaruhi persepsi nyeri),
menimbulkan sedasi atau sopor (sehingga nilai ambang nyeri naik) atau mengubah persepsi
modalitas nyeri. Pada dasarnya obat analgesik dapat digolongkan ke dalam analgesik golongan
narkotik dan analgesik golongan non-narkotik. Narkotik adalah bahan atau zat yang punya efek
mirip Morfin yang menimbulkan efek narkosis (keadaan seperti tidur). Analgesik opiat adalah
obat yang mempunyai efek analgesik kuat tetapi tidak menimbulkan efek narkosis dan adiksi.1

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Analgetik merupakan obat yang digunakan untuk menghilangkan nyeri tanpa
menghilangkan kesadaran. Nyeri perlu dihilangkan jika telah mengganggu aktifitas tubuh. Nyeri
juga sebenarnya berfungsi sebagai tanda adanya penyakit atau kelainan dalam tubuh dan
merupakan proses dari penyembuhan ( inflamasi ).
Terdapat dua jenis analgetik, analgetik narkotik dan analgetik non narkotik. Selain
berdasarkan struktur kimianya, pembagian di atas juga didasarkan pada nyeri yang dapat
dihilangkan. Analgetik narkotik dapat menghilangkan nyeri dari derajat sedang sampai hebat
(berat), seperti karena infark jantung, operasi (terotong), viseral (organ), dan nyeri karena kanker.
Analgetik non narkotik berasal dari golongan anti inflamasi non steroid (AINS) yang
menghilangkan rasa nyeri ringan sampai sedang. Disebut AINS karena selain sebagai analgetik,
sebagian anggotanya memiliki efek antiinflamasi dan penurun panas (antipiretik), dan secara
kimiawi bukan steroid. Oleh karena itu AINS sering disebut (analgetik, antipiretik dan
antiinflamasi) atau 3A.2
Analgetik Narkotik
Analgetik ini digunakan untuk meredakan nyeri sedang sampai hebat dan nyeri yang
bersumber dari organ viseral. Penggunaan berulang dan tidak sesuai aturan dapat menimbulkan
toleransi dan ketergantungan. Toleransi ialah adanya penurunan efek, sehingga untuk
mendapatkan efek seperti semula perlu peningkatan dosis. Karena dapat menimbulkan
ketergantungan, obat golongan ini diawasi secara ketat dan hanya untuk nyeri yang tidak dapat
diredakan oleh AINS.2
Analgetik narkotik mengurangi nyeri dengan menurunkan persepsi nyeri atau menaikan
nilai ambang rasa sakit. Analgetik narkotik tidak mempengaruhi saraf perifer, nyeri tetap ada
tetapi dapat diabaikan atau pasien dapat mentolerirnya. Untuk mendapatkan efek yang maksimal
analgetik narkotik harus diberikan sebelum nyeri yang hebat datang, seperti sebelum tindakan
bedah.2
5

Semua analgetik narkotik dapat mengurangi nyeri yang hebat,tetapi potensi, onset, dan
efek sampingnya berbeda-beda secara kualitatif maupun kuantitatif. Efek samping yang paling
sering adalah mual, muntah, konstipasi, dan mengantuk. Dosis yang besar dapat menyebabkan
hipotensi serta depresi pernafasan. Salah satu contoh analgetik narkotik adalah morfin dan
fentanyl.2
Fentanyl
Fentanyl merupakan opioid agonis turunan fenil piperidin. Potensi antara 75-125 kali
lebih kuat dibanding morfin. Nama kimiawi fentanyl adalah N-Phenyl-N-(1-2-phenylethyl-4piperidyl) propanamide. Fentanyl lebih larut dalam lemak dibanding petidin dan menembus
sawar jaringan dengan mudah. Fentanyl bekerja sebagai agonis dari reseptor 1 dan 2 di
seluruh sistem saraf pusat dan jaringan lainnya. Saat ini fentanyl digunakan untuk anestesi dan
analgesik.3
B. Farmakokinetik
Dosis tunggal fentanyl yang diberikan intravena memiliki onset yang cepat dan durasi
yang singkat.. Potensi yang lebih besar dan onset yang cepat disebabkan oleh kelarutan fentanyl
dalam lemak yang besar. Durasi yang singkat menggambarkan kecepatannya mengalami
redistribusi ke dalam otot dan lemak. Paru juga merupakan gudang inaktivasi yang besar, dimana
75% fentanyl yang diberikan mengalami uptake di paru. Pemberian fentanyl secara kontinyu
atau berulang, dapat meningkatkan kejenuhan dalam jaringan in aktif ini. Hasilnya, konsentrasi
plasma fentanyl tidak menurun dengan cepat, dan durasi analgesia, dan depresi ventilasinya juga
akan mengalami pemanjangan.3
Metabolisme fentanyl oleh N-demetilasi membentuk norfentanyl, hidroksipropionilfentanyl dan hidroksipropionil-norfentanyl. Struktur norfentanyl mirip dengan normeperidin dan
menjadi metabolit utama pada manusia. Norfentanyl dibuang melalui ginjal dan dapat dideteksi
dalam 72 jam setelah dosis tunggal intravena. Kurang dari 10% fentanyl diekskresi dalam bentuk
utuh dengan aktivitas farmakologik yang minimal.3
Fentanyl memiliki durasi kerja yang singkat, namun memiliki eliminasi half-time yang
lebih lama dibanding morfin, karena fentanyl memiliki volume distribusi (Vd) lebih besar
6

daripada morfin, karena fentanyl lebih larut dalam lemak. Setelah bolus intravena, fentanyl
dengan cepat memasuki jaringan. Lebih dari 80% fentanyl meninggalkan plasma dan masuk ke
jaringan dalam waktu kurang dari 5 menit. Eliminasi half-time yang memanjang pada orang tua
adalah karena penurunan klirens opioid. Eliminasi half time pada fentanyl adalah sekitar 5,5 jam
pada pasien <50 tahun, dan 16 jam pada pasien >60 tahun . Perubahan ini berhubungan dengan
penurunan aliran darah hepar, aktivitas enzim mikrosomal dan produksi albumin, karena fentanyl
sangat berikatan dengan protein, maka fentanyl yang diberikan pada orang tua memiliki durasi
yang lebih lama dibandingkan dengan orang muda.3

C. Farmakodinamik
Efek pemberian fentanyl pada system kardiovaskuler tidak mengalami perubahan baik
kontraktilitas otot jantung maupun tonus otot pembuluh darah. Aktivitas kejang telah diamati
setelah pemberian bolus cepat fentanyl, sufentanyl, dan alfentanyl. Sulit untuk membedakan
kekakuan otot dengan kejang tanpa rekaman EEG. Pada konsentrasi plasma tinggi 1750 ng/mL
setelah pemberian fentanyl cepat 150 mcg/kgBB, tidak terdapat gambaran aktivitas kejang pada
EEG, yang kemungkinan terjadi karena opioid dapat menyebabkan mioklonus yang mirip
dengan kejang.4
Pemberian fentanyl dan sufentanyl pada pasien dengan cedera kepala menyebabkan
sedikit kenaikan tekanan intrakranial (6-9 mmHg) selama PaCO2 tidak berubah. Kenaikan
tekanan intrakranial ini diikuti dengan penurunan tekanan arteri rata-rata (TAR) dan tekanan
perfusi serebral. Sebenarnya, kenaikan tekanan intrakranial ini ditimbulkan oleh autoregulasi
otak dimana penurunan TAR akan menyebabkan penurunan resistensi vaskuler cerebral yang
akan menyebabkan vasodilatasi dan peningkatan volume darah dan peningkatan tekanan
intrakranial, sehingga peran opioid dalam peningkatan tekanan intrakranial tidak begitu nyata.4
Dibandingkan dengan morfin, fentanyl dalam dosis besar (50 mcg/kgBB), tidak
menyebabkan pelepasan histamin. Hasilnya, dilatasi pada vena yang akan menyebabkan
hipotensi tidak terjadi. Refleks baroreseptor sinus karotikus sangat ditekan oleh fentanyl 10
mcg/kgBB IV, pada neonatus. Bradikardia lebih jelas dengan fentanyl daripada morfin yang
dapat menyebabkan penurunan tekanan darah dan cardiac output. Reaksi alergi jarang terjadi
pada pemberian fentanyl.4

D. Indikasi
Fentanyl diberikan untuk analgesik nakotik , sebagai tambahan pada general atau regional
anestesi, atau untuk pemberian dengan neuroleptik (droperidol) sebagai premedikasi, untuk
induksi, sebgai tambahan pemeliharaan general anestesi maupun regional anestesi.5
Digunakan secara luas, contohnya dosis injeksi 12 mcg/kgBB IV memberikan analgesia.
Fentanyl 2-20 mcg/kgBB IV, biasanya digunakan untuk tambahan pada inhalasi anastetik untuk
membantu menurunkan respon sirkulasi, digunakan dengan,laryngoskopi untuk intubasi trakea
atau stimulasi operasi yang tiba-tiba. Pemberian 20 mcg/kgBB fentanyl, tujuannya adalah untuk
menurunkan anxiety perioperatif dan memfasilitasi induksi anestesi terutama pada anak. Pada
anak 2-8 tahun rencana preoperatif dari oral transmukosal fentanyl 15-20mcg/kgBB, 45menit
sebelum induksi anestesi, secara jelas memberikan sedasi dan memfasilitasi induksi anestesi
inhalasi. Tetapi juga memberikan efek seperti penurunan frekuensi nafas dan oksigenasi arterial
dan meningkatkan kejadian mual dan muntah masa postoperatif. Efek terapi postoperatif pada
operasi ortopedi, 1mg oral transmukosal sama dengan 5 mg IV morfin.4
E. Dosis dan Penggunaan Klinis
Dosis pemberian dipengaruhi oleh umur, berat badan, status fisik, penyakit yang dialami,
penggunaan obat-obatan lain, dan tipe tindakan operasi serta anestesinya. Dosis awal untuk
lansia dan anak harus dikurangi. Untuk menghindari bradikardi, disarankan untuk memberikan
anti-kolinergik dosis rendah sebelum induksi.4
Premedikasi
Pemberian fentanyl pada premedikasi adalah 50 mcg-100 mcg (0.05 mg to 0.1 mg) (1-2
mL

intravena

30-60

menit

sebelum

operasi

dilaksanakan. 3

Tambahan untuk General Anestesi


Dosis rendah, 2 mcg/kgBB berguna untuk operasi minor. Dosis sedang, 2- 20mcg /kgBB
dimana operasi menjadi lebih rumit dan dosis besar dibutuhkan. Dosis tinggi, 2050 mcg/kg
dalam prosedur bedah mayor, dimana waktu tempuh lebih lama dan respon stress operasi lebih
tinggi, dosis 2050mcg/kgBB fentanyl dengan N20 telah menjadi pilihan. Bila dosis seperti ini
8

telah digunakan observasi ventilasi postoperatif diperlukan dimana kemungkinan depresi


ventilasi postoperatif memanjang.3
Sebagai Agen Anestesi
Jika respon stress dari operasi sangat perlu diturunkan, dosis 50100 mcg/kgBB mungkin
dapat diberikan dengan oksigen dan muscle relaxan. Teknik ini memberik ananestesi tanpa perlu
menambah anestesi lain. Dalam beberapa kasus dosis lebih dari150 mcg/kg mungkin diperlukan
untuk menyediakan efek anestesi tersebut, telah banyak digunakan untuk bedah jantung dan
operasi lain yang memerlukan proteksi miokard dari kelebihan kebutuhan akan oksigen.3
Tambahan untuk Anestesi Regional
Pemberian 50-100 mcg (0.05 mg to 0.1 mg) (1-2 mL) dapat diberikan secara
intramuscular atau intravena secara lambat selama lebih dari 1-2 menit saat penambahan
analgesicdiperlukan.3
Tindakan Postoperatif (Recovery Room)
Fentanyl diberikan 50 mcg -100 mcg (0.05 mg-0.1 mg atau 1-2 mL) secara intramuscular
untuk mengontrol nyeri, takipnea dan delirium. Dapat diberikan 1 atau 2 jam dengan dosis yang
sama

bila

diperlukan.3

Pemberian pada Anak


Untuk pemberian pada induksi anestesi dan maintenance dapat diberikan 2-3mcg/kgBB
pada anak usia 2-12 tahun.3

F. Efek Samping
Terdapat beberapa efek samping yang mungkin timbul pada pemberian fentanyl. Pada
sistem saraf pusat dan perifer dapat timbul efek samping seperti kekakuan otot yang mungkin
dapat mengenai otot-otot pernapasan, kejang mioklonik serta pusing. Pada sistem kardiovaskuler
9

dapat ditemukan adanya hipotensi serta bradikardi. Pada sistem respiratori dapat terjadi apnea,
depresi pernapasan, serta laringospasme. Pada sistem gastrointestinal dapat ditemukan mual dan
muntah. Dapat pula ditemukan reaksi alergi pada tubuh seperti syok anafilaktik, bronkospasme,
pruritus, dan urtikaria. Pada pemberian bersama neuroleptik seperti droperidol, kejadian efek
samping yang dapat ditemukan berupa kedinginan dengan atau tanpa menggigil, gelisah, episode
halusinasi post-operatif serta gerakan ekstrapiramidal.5
G.

Kontraindikasi
Pasien dengan intoleransi terhadap fentanyl atau analgesic opioid lainnya, asma

bronkiale, cedera kepala yang disertai peningkatan tekanan intracranial, anak usia dibawah 2
tahun dikontraindikasikan terhadap pemberian fentanyl.5
H.

Interaksi Obat
Obat-obatan seperti golongan barbiturate, benzodiazepine, neuroleptik, gas halogenik dan

yang lainnya, non-selektif CNS depressant (contoh: alkohol) dapat meningkatkan depresi nafas.
Pada pemberian obat-obatan tersebut, dosis fentanyl harus dikurangi, atau sebaliknya dosis obat
tersebut yang harus dikurangi dengan dosis fentayl tetap.5
Konsentrasi analgesik fentanyl sangat mempotensiasi efek midazolam dan menurunkan
dosis propofol. Kombinasi opioid-benzodiazepin berlangsung sangat sinergis dalam hal hipnosis
dan depresi ventilasi. Preinduksi dengan fentanyl akan menekan refleks batuk. Keuntungan efek
sinergis antara opioid dan benzodiazepine adalah untuk memperthankan pasien merasa nyaman. 5
Fentanyl dimetabolisme oleh CYP3A4. Itrakonazole, yang merupakan inhibitor CYP3A4
pada pemberian 200mg/hari per oral selama 4 hari tidak menimbulkan efek yang signifikan pada
farrmakokinetik fentanyl intravena.5
Ritonavir oral (inhibitor CYP3A4 yang paling poten) menurunkan 2/3 klirens fentanyl
IV.5
I.

Waktu Paruh Pembuangan

10

Meskipun kesan klinik bahwa fentanyl memiliki suatu durasi kerja jangka pendek, waktu
paruh pembuangan lebih lama dibandingkan pada morfin. Fentanyl terdistribusi secara cepat dari
plasma pada jaringan pembuluh darah yang cukup tinggi (otak, paru, jantung). Lebih dari 80%
dari dosis yang diinjeksikan meninggalkan plasma dalam kurang dari 5 menit. Konsentrasi
fentanyl dalam plasma dipertahankan dengan reuptake yang lambat dari jaringan yang tidak
aktif, yang jumlahnya untuk efek obat yang bertahan yang sesuai waktu paruh pembuangan.5
Waktu paruh pembuangan yang memanjang pada pasien usia tua akibat penurunan
bersihan opioid karena Vd tidak berubah dibandingkan dewasa muda. Perubahan ini mungkin
menunjukan penurunan pada aliran daarah hepar yang berkaitan dengan usia, aktivitas enzim
mikrosomal, atau produksi albumin, karena fentanyl sangat berikatan pada protein (79%-87%).5
BAB III
KESIMPULAN
Fentanyl merupakan analgetik narkotik, opioid agonis turunan fenil piperidin. Potensi
antara 75-125 kali lebih kuat dibanding morfin. Nama kimiawi fentanyl adalah N-Phenyl-N-(1-2phenylethyl-4-piperidyl) propanamide. Dosis tunggal fentanyl yang diberikan

intravena

memiliki onset yang cepat dan durasi yang singkat. Durasi yang singkat menggambarkan
kecepatannya mengalami redistribusi ke dalam otot dan lemak. Efek pemberian fentanyl pada
system kardiovaskuler tidak mengalami perubahan baik kontraktilitas otot jantung maupun tonus
otot pembuluh darah.
Fentanyl diberikan untuk analgesik nakotik , sebagai tambahan pada general atau regional
anestesi, atau untuk pemberian dengan neuroleptik (droperidol) sebagai premedikasi, untuk
induksi, sebgai tambahan pemeliharaan general anestesi maupun regional anestesi. Pada
penambahan general anestesi, fentanyl dapat diberikan dengan dosis rendah, yaitu 2mcg/kgBB
untuk operasi minor namun memiliki tingkat nyeri tinggi. Dosis sedang yaitu 2020mcg/kgBB
digunakan pada operasi yang lebih rumit. Dosis besar yaitu 20-5-mcg/kgBB digunakan pada
operasi mayor. Pada penggunaan sebagai agen anestesi, dosis fentanyl yang digunakan adalah
50-100mcg/kgBB yang disertai dengan pemberian pelumpuh otot dan oksigen. Pada anak usia
2-12 tahun dosis yang digunakan adalah 2-3mcg/kgBB.
Efek samping yang dapat timbul berupa kekakuan otot yang mungkin dapat mengenai
otot-otot pernapasan, kejang mioklonik, pusing, hipotensi, bradikardi, apnea, depresi pernapasan,
11

laringospasme, mual dan muntah, reaksi alergi pada tubuh seperti syok anafilaktik,
bronkospasme, pruritus, dan urtikaria.

BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
1. Soenarjo, dkk. Anaethesiology. Semarang: Bagian Anestesi dan Terapi Intensif
Fakultas Kedokteran UNDIP/RSUP Kariadi; 2010.
12

2. Sadikin Djanun Zunilda, Elysabeth, dkk. Farmakologi dan terapi. Edisi kelima.
Anestesi Umum. Jakarta: Fakultas Kedokteran Indonesia; 2009.
3. Allan L, Bull E, Archard G. Fentanyl: chronic pain. Upper Rissington: CSF
Medical Communications; 2012.
4. Thomas BB, Colin EB. Anesthesiology (anaesthetics for medical students).
Jakarta: EGC; 2009.
5. Paul GB, Bruce FC, Robert KS, dkk. Clinical anesthesia. 6th edition. Ambler:
Lippincott Williams and Wilkins; 2009.

13

Вам также может понравиться