Вы находитесь на странице: 1из 43

BAB II

DASAR TEORI
2.1 Pengetahuan Umum Peledakan
Suatu cara / metode yang digunakan untuk melakukan pemberaian suatu
material dengan cara mereaksikan suatu unsur unsur kimia tertentu sehingga
akibat reaksi tersebut menghasilkan / melepaskan suatu energi berupa energi kejut
( Shock Energy ) dan atau energi gas ( Gas Energi ) yang mengakibatkan material
tersebut tidak mampu mempertahankan lagi posisinya. Bahan peledak pada
awalnya hanya digunakan untuk kegiatan miiter, dan tidak di sarankan
penggunaannya untuk kepentingan industri. Tetapi seiring dengan kebutuhan
bahan peledak mulai digunakan untuk kegiatan industri, tak terkecuali industri
tambang.
Sejarah penggunaan bahan peledak untuk industri pertambangan dan
kontruksi di mulai pada awal 1627 sampai 1865. Jenis bahan peledak yang
digunakan adalah black powder. Pada tahun 1865, Nobel membuat Nitrogliseri
Dinamit di Swedia dan pada tahun 1966 dia membuat bahan peledak lagi Gelatin
Dinamit. Bahan peledak ini mempunyai energi lebih bsar dari black powder.
Bahan peledak tersebut yang banyak digunakan dari tahun 1867 hingga
pertengahan 1950 an. Pada pertengahan tahun 1950 an, suatu produk
diperkenalkan dengan nama ANFO, Amonium nitrat dan Fuel oil, produk bahan
peledak ini kemudian menggeser penggunaan gelatin dinamit, karena dirasa lebih
ekonomis.
Seiring dengan kemajuan teknologi dan terus dilakukan research maka
pada tahun1960 1970 an dikenalkannya bahan peledak jenis slurries atau yang
sering disebut water gels. Pada akhir 1970 an, suatu modifikasi dari water gels
dikenal dengan nama emulsi.
Secara umum masalah peledakan berasal dari suatu perencanaan yag buruk
dan prosedur pemboran yang kurang tepat. Oleh karena itu kondisi dimana batuan
perlu dievaluasi. Parameter perencanaan seperrti burden, stemming, subdrilling,
spacing dan waktu penyalaan ( delay time ) harus ditentukan dengan benar agar
mempunyai fungsi effisiensi, aman dan berpengaruh pada vibrasi dan airblast.

Kekuatan batuan mengubah baik skala besar dan kecil, adanya struktur
geologi seperti kekar, bidang perlapisan, sesar dan lapisan lempung menyebabkan
adanya permasalahan. Keberadaan berbagai struktur membuat juru ledak untuk
mengubah pola dan metode untuk memperoleh hasil yang optimal.
2.1.1

Metode Peledakan

Dalam setiap kondisi daerah peledakan yang berbeda meliputi struktur


batuan, jenis batuan, kondisi air dan penggunaan perlengkapan dan peralatan akan
memberikan penggunaan metode yang berbeda beda. Secara garis besar, sesuai
dengan perkembangan teknologi, metode peledakan dapat dibagi sebagai berikut :
-

Metode sumbu api (cap & fuse method)

Metode sumbu ledak

Metode listrik

Metode non listrik (Nonel)

Secara lebih jelas, peralatan dan perlengkapan untuk setiap metode


peledakan dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

METODE
PELEDAKAN

PERLENGKAPAN

PERALATAN

1. Plain detonator

1. Cap crimper

2. Sumbu api

2. Penyulut (lighter) : korek


api.

SUMBU API (CAP


3. Igneter cord
& FUSE)
4. Igneter cord conector
Sumbu ledak
Detonatring
Relay/ Dellay
connector
SUMBU LEDAK
3. Initator (detonator
listrik/biasa)

3. Tamper

1.

2.

Tergantung detonator yang


dipakai

1. Blasting machine/
exploder
2. Blasting machine tester :
-Rheostat
1. Detonator listrik
LISTRIK

2. Connecting wire

-Blasting VOM meter


3. Circuit tester :

3. Leg Wire

- Galvanometer
- Voltmeter
4. Tamper
5. Leading wire

1.

NON LISTRIK

Detonator non
listrik (Nonel,
Hercudet)
2. Connector
3. Sumbu ledak (untuk
nonel)

1. Exploder
2.

Gas supply unit


(untuk hercudet)
3.
Circuit tester

Gambarl 2.1. Metode peledakan serta perlengkapan dan peralatan yang digunakan

Sumbu Api
Metode sangat cocok digunakan pada kondisi lingkungan peledakan yang

tidak berair, karena pada metode tersebut menggunakan pemicu api sebagai
penyalaan. Dimana api tersebut di alirkan melalu sumbu yang berbahan inti dari
black powder dengan tingkat resisten sangat rendah terhadap air. Pada metode ini
perlengkapan yang digunakan berupa detonaror biasa dan media penghantar
penyalaan dengan menggunakan sumbu api / sumbu bakar ( safety fuse ). Didalam
peledakan dengan menggunakan metode ini terdapat 2 jenis penerapan delay time
yaitu : igniter cord dan Trimming
-

Sumbu ledak
Metode ini memanfaatkan ledakan awal sebagai penyalaannya, ledakan

kecil tersebut di hantarkan melalui sumbu ledak yang menggunakan bahan


peledak high ekslposive yaitu jenis PETN atau TNT. Tetapi tingkat ledakan yang
ditimbulkan sangat kecil karena mengandung bahan peledak yang sangat rendah.

Sumbu ledak yang sering digunakan di lapangan biasanya memilki kandungan


PETN 3,6 gr/m, Sehingga pemicu awal tersebut tidak sampai merusak stemming
dari lubang ledak yang bisa mengakibatkan miss fire ( gagal ledak ). Untuk
metode ini bisa dirangakaikan dengan detonator listrik juga bisa dirangkaikan
dengan menggunakan detonator biasa.
-

Listrik
Pada metode ini menggunakan pemicu dari alat yang diberi nama BM

( blasting mechine ). Alat tersebut akan meghasilkan energi listrik yang


terakumulasi dari sebuah baterai, sehingga ketika kebutuhan listrik telah
mencukupi untuk melakukan peledakan, maka tegangan yang dihasilkan tersebut
akan dilepaskan melalui penghantar ( kabel konduktivity ) yang diberi nama lead
wire. Kabel tersebut adalah penghubung dari sumber pemicu terhadap kabel
rangkaian peledakan ( bridge wire ). Kemudian dari kabel rangkaian, arus listrik
akan dihantarkan masuk kedalam lubang ledak dan menginisiasi detonator melalui
kabel penghantar yang disebut leg wire. Kabel ini yang akan menginisiasi
detonator, sehingga memicu ledakan terhadap bahan peledak yang terdapat
didalam lubang ledak. Metode ini khusu menggunaka detonator listrik sebagai
penggalak peledakan bahan peledak didalam lubang ledak.
-

Non Listrik
Metode ini merupakan penyempurnaan dari penggunaan metode listrik,

karena pada metode listrik sangat dipengaruhi oleh arus listrik liar, statis dan kilat
serta air. Pemicu awal pada metode ini adalah berupa transfer energi rendah yang
dihantarkan melalui kabel perantara khusus dengan alat pemicu sebuah shot gun
atau shot firer. Metode ini menggunakan sumbu nonel yang berfungsi sebagai
penghantar energi menuju detonator tunda. Dalam pelaksanaan praktikum kali ini
di PT. MSJ dengan subkontraktor PT. Leighton menggunakan metode tersebut
sebagai proses peledakkannya.
2.1.2
Energi Hasil Peledakan
Bahan peledak kimia adalah senyawa kimia atau campuran senyawa kimia
yang apabila dikenakan panas, benturan, gesekan, atau kejutan (shock) secara
cepat dengan sendirinya akan bereaksi dan terurai (exothermic decomposition).
Penguraian ini menghasilkan produk yang lebih stabil, umumnya berupa gas-gas
7

bertekanan tinggi yang mengembang pada suhu tinggi akibat panas yang
dihasilkan dari reaksi eksothermis. Besarnya tenaga yang dihasilkan suatu bahan
peledak terutama tergantung pada jumlah panas yang dihasilkan selama
peledakan.
Terdapat dua macam istilah untuk reaksi yang terjadi pada bahan peledak kimia,
yaitu:
a. Detonasi (detonation)
Detonasi merupakan proses penyebaran atau propagasi gelombang kejut
(shock wave) melalui kolom bahan peledak yang diikuti oleh yang
menambah energi untuk memacu penyebaran gelombang kejut, disusul oleh
pembentukan gas dalam waktu sangat singkat. Reaksi kimia yang terjadi
pada bahan peledak dengan kecepatan reaksi yang lebih tinggi dibanding
kecepatan suara dan menyebabkan shattering effects.
b. Deflagrasi (deflagration)
Merupakan reaksi pembakaran yang berlangsung secara amat cepat
(berkecepatan tinggi), sehingga mengakibatkan pembentukan gas-gas dan
meningkatnya tekanan selama proses pembakaran berlangsung. Ekspansi
tekanan ini menghasilkan efek pengangkatan (heaving effect), yang besarnya
sebanding dengan proses pembakaran yang terjadi. Reaksi deflagrasi ini
merupakan ciri bahan peledak lemah (low explosive).
Energi bahan peledak ditimbulkan karena adanya reaksi eksotermis pada
saat terjadi reaksi kimia antara bahan-bahan penyusun bahan peledak menjadi gasgas dalam waktu yang sangat singkat melalui penyalaan oleh suatu inisiator
(primer). Energi yang dilepaskan tersebut tidak dapat terkonsentrasi sepenuhnya
untuk menghancurkan massa batuan (membentuk fragmentasi), tetapi terbagi
dalam beberapa jenis energi yang terdistribusi menjadi dua bagian besar, yaitu
energi terpakai (work energy) dan energi tak terpakai (waste energy). Energi
terpakai

maksudnya

adalah

energi

yang

menimbulkan

tenaga

untuk

menghancurkan batuan pada proses peledakan, sedangkan energi tak terpakai


adalah energi yang tidak berperan secara langsung dalam proses penghancuran

batuan, bahkan dalam kondisi tertentu terkonversi menjadi energi yang merugikan
operasional peledakan serta lingkungan di sekitar peledakan.

ENERGI PELEDAKAN
(EXPLOSIVE ENERGY)

ENERGI TERPAKAI
(WORK ENERGY)

ENERGI KEJUT
(SHOCK ENERGY)

ENERGI GAS
(GAS ENERGY)

ENERGI TAK TERPAKAI


(WASTE ENERGY)

ENERGI PANAS ENERGI SINAR ENERGI SUARA ENERGI SEISMIK


(HEAT ENERGY) (LIGHT ENERGY) (SOUND ENERGY) (SEISMIC ENERGY)

Gambar 2.2. Distribusi energi yang dihasilkan peledakan

2.1.2.1

Work Energi

Terdapat dua jenis produk energi terpakai, yaitu energi kejut dan energi
gas. Ditinjau dari aspek pemanfaatannya, bahan peledak yang memiliki enegi
kejut yang tinggi dapat diterapkan dalam proses peledakan bongkah batu
(boulder) dengan metode mud capping boulders yang disebut juga plaster

shooting atau untuk proses peruntuhan bangunan (demolition). Dengan demikian


energi kejut secara efektif akan terlihat pada peledakan dengan menggunakan
metode external charge atau muatan di luar lubang tembak. Sedangkan pada
kolom lubang ledak dengan bahan peledak didalamnya disumbat atau dikurung
rapat oleh material penyumbat (stemming), maka digunakan bahan peledak yang
memiliki energi gas yang tinggi.

1. Energi Kejut ( shock energy )


Akibat dari adanya energi kejut pada saat terjadi deflagrasi / reaksi
pembakaran maka akan menciptakan sebuah tekanan yang disebut dengan tekanan
kejut ( detonation pressure ). Tekanan ini akan menjalar dari bagian depan
menembus bahan peledak sebelum energi gas dilepaskan. Tekanan kejut
merupakan fungsi dari bobot isi bahan peledak dikalikan dengan kecepatan kejut
bahan peledak kuadrat dan membentuk energi kinetik ( perambatan gelombang
getar ). Besarnya energi kejut bisa dituliskan :
P = 4,5 x 10-6 Ve2 d
1 + 0,8 d
Setelah dilepaskan tekanan kejut akan merambat tegak lurus terhadap
lubang ledak dengan kecepatan 3000 5000 m/s menembus dinding batuan
disekitar lubang ledak. Gelombang kejut tersebut akan merambat ke segala arah
sampai pada batas dimana tenaga yang digunakan untuk menembus batuan tidak
mampu lagi, maka selanjutnya gelombang tersebut akan dipantulkan kembali
masuk kedalam batuan. Sampai pada akhirnya tenaga tersebut akan turun dan
akhirnya menghilang. Proses tersebut yang akan menimbulkan rekahan rekahan
dari permukaan batuan.
2. Energi gas ( gas energy )
Merupakan tekanan yang terjadi pada dinding lubang ledak dari
pengembangan gas setelah terjadi reaksi kimia secara menyeluruh sesaat setelah
tekanan kejut dilepaskan. Tekanan gas lebih sering dikenal dengan tekanan
peledakan ( explosion pressure ). Tekanan gas ini merupakan hasil dari sejumlah
gas yang terbebaskan dari setiap bagian berat bahan peledak dan sejumlah panas

10

yang dibebaskan selama reaksi. Semakin tinggi panas yang dihasilkan semakin
tinggi pula tekanan gas yang

dibebaskan. Tekanan ini lah yang akhirnya

memberaikan sebuah material batuan yang sebelumnya telah mengalami retakan


akibat dari tekanan kejut sebelum tekanan gas dibebaskan.
2.1.2.2

Waste Energi

Reaksi peledakan disamping menghasilkan energi yang mampu


menghancurkan batuan, juga akan selalu menghasilkan energi yang tidak
berkaitan langsung dengan tujuan penghancuran batuan, bahkan akan memberi
dampak negatif terhadap lingkungan. Energi yang tidak berkaitan langsung
dengan proses penghancuran batuan dikelompokkan ke dalam energi tak
terpakai atau waste energy. Jenis energi tak terpakai adalah energi panas, energi
suara, energi sinar/cahaya dan energi seismik.
Kelompok energi tidak terpakai terbentuk oleh adanya deformasi elastis
dan plastis batuan dari energi peledakan. Energi peledakan yang mengakibatkan
terjadinya deformasi elastis akan menghasilkan gelombang regangan, disebut juga
stress waves atau body waves, yang bergerak melalui massa batuan dan dapat
menyebabkan retakan lanjutan akibat pantulan energi dari bidang diskontinuitas.
Deformasi

elastis

juga

menyebabkan

gelombang

seismik

yang

cukup

mengganggu, karena gelombang seismik ini pada tingkatan tertentu akan dapat
merusak bangunan dan mengganggu manusia.
1. Energi panas (heat energy)
Reaksi kimia yang terjadi pada bahan peledak bersifat eksotermis, yaitu
suatu reaksi yang menghasilkan panas. Pada peledakan dengan reaksi kimia yang
menghasilkan zero oxygen balance akan diperoleh temperatur panas sebesar 2980
K pada tekanan 760 mm Hg.
2. Energi sinar (light energy)
Energi sinar merupakan salah satu produk yang dihasilkan dari reaksi
kimia bahan peledak pada saat inisiasi atau penyalaan (diledakkan). Kontribusi
energi untuk menimbulkan kilatan sinar ini relatif kecil dan cahaya yang
dihasilkan tidak membahayakan.
3. Energi suara (sound energy)

11

Hampir semua peristiwa peledakan menghasilkan suara, kontribusi


energi peledakan untuk menimbulkan suara jumlahnya cukup besar. Pada keadaan
normal, suara peledakan dapat mencapai 140 dB yang merupakan batas ambang
peledakan yang tidak menimbulkan kerusakan material atau aman bagi
infrastruktur, peralatan dan lain-lain.
Peledakan menghasilkan gelombang suara yang terdengar sebagai
ledakan. Peledakan juga menghasilkan suara bias yang tidak terdengar. Suara
merupakan energi transmisi yang merambat melalui atmosfer, bila tidak ada
atmosfer maka tidak akan ada suara. Suara tidak akan ditransmisikan pada ruang
hampa udara karena suara memerlukan media transmisi untuk menghantarkan
gelombangnya.
Suara peledakan mewakili energi tak terpakai yang mirip dengan energi
seismik karena energi ini tidak dapat memecah batuan. Dari bentuk fisiknya,
atmosfer merupakan fluida yang tetap bertahan pada perubahan volume, namun
tidak tahan pada perubahan bentuk. Gelombang suara mempunyai elastisitas
volume tetapi tidak mempunyai elastisitas memotong. Karena itu semua jenis
fluida, termasuk udara, merupakan media transmisi untuk gelombang datar atau
tekan (compressional waves) dan tidak untuk gelombang tegak (shear waves)
yang bersifat naik turun.
Kecepatan suara merupakan fungsi temperatur, jika temperatur udara
berkurang maka kecepatan suara akan berkurang pula. Hal ini menjadikan beban
yang signifikan terhadap suara yang merambat melalui atmosfer dan terkadang
menyebabkan arah suara akan berubah serta terjadinya konsentrasi energi. Pada
kondisi normal, kecepatan suara sebesar 330 m/det (1.000 ft/sec). Energi suara
ini terjadi pada saat:
1. Batuan terpecah dan tekanan gas dalam lubang ledak terlepas ke udara
bebas/atmosfer;
2. Penyumbat bahan peledak terlepas
3. Permukaan batuan bergeser, dan
4. Pada saat terjadi pergeseran di sekitar lubang ledak. Salah satu atau semua
keadaan tersebut dapat terjadi saat peledakan berlangsung.
4. Energi seismik (seismic energy)
Energi seismik menghasilkan gelombang yang merupakan transmisi
energi melalui massa batuan yang solid. Gelombang inilah yang menyebabkan
12

getaran peledakan yang dapat dirasakan manusia dan dapat merusak bangunan.
Peledakan yang diatur dan diperhitungkan dengan seksama dapat mengurangi efek
gelombang seismik. Oleh sebab itu sasaran peledakan tidak saja terkonsentrasi
pada fragmentasi batuan, tetapi juga perlu diasosiasikan untuk meminimalkan
energi tak terpakai, diantaranya energi seismik.
2.1.3

Skema proses peledakan

Perencanaan

Batuan

Bahan Peledak

Geometri

Energi

Penyalaan

Detonasi

Work energi

Explotion

Waste energi

Dampak
13

Fragment

Evaluasi

Gambar 2.3. Skema Kegiatan Peledakan

2.1.4

Mekanisme Pecahnya batuan pada kondisi peledak terkurung

Tiga dasar mekanisme terhadap pecahnya batuan dengan bahan peledak


pada kondisi terkurung dilubang ledak.
a. Mekanisme pecahnya batuan yang pertama disebabkan oleh gelombang
kejut yang menjalar ke segala arah tegak lurus dengan lubang ledak
kedalam tubuh batuan, gelombang kejut ini menyebabkan terjadinya
pecahan kecil / rekahan (microfracture) disekeliling lubang ledak dan
memulai terjadinya pecahan kecil pada bidang ketidakmenerusan pada
batuan.
b. Tekanan kejut yang menjalar pada bidang batuan tersebut akan mengalami
penurunan tekanan, sampai pada bidang bebas dan bidang dimana tekanan
tersebut tidak mampu untuk menerobos batuan lagi. Untuk selanjutnya
tekanan dipantulkan kembali menuju arah yang berlawanan, akibat
pantulan tersebut menimbulkan gelombang tarik. Gelombang tarik ini
akan merambat kembali kedalam batuan, sehingga dari gelombang tarik
tersebut akan menimbulkan suatu rekahan rekahan didalam batuan yang
sebelumnya telah terjadi microfracture akibat dari tekanan kejut.
c. Akibat reaksi deflagrasi pada sebuah bahan peledak maka akan
menimbulkan panas yang sangat tinggi, maka panas tersebut akan
membentuk tekanan gas yang berbanding lurus dengan panas yang
diciptakan. Akibat dari tekanan tersebut rekahan rekahan yang telah
terbentuk pada tahap a dan b akan cepat melebar. Apabila suatu masa
batuan didepan lubang ledak gagal dalam mempertahankan posisinya,
maka tegangan tekanan tinggi yang berada didalam batuan akan dilepas.
Efek dari terlepasnya tekanan yang ada di dalam batuan tersebut akan
mendorong rekahan rekahan yang diterbentuk akibat proses tingkat a dan

14

b akan menyebabkan bidang bidang lemah untuk memulai reaksi


reaksi fragmentasi pda proses peledakan.

15

Gambar 2.4. Proses pecahnya batuan

2.2 Bahan Peledak


2.2.1
Definisi bahan Peledak
Bahan peledak adalah suatu bahan kimia senyawa tunggal atau campuran
berbentuk padat, cair, gas atau campurannya yang apabila dikenai suatu aksi
panas, benturan, gesekan atau ledakan awal akan mengalami suatu reaksi kimia
eksotermis ( melepaskan panas ) sangat cepat yang hasil reaksinya sebagian atau
seluruhnya berbentuk gas dan disertai panas dan tekanan sangat tinggi yang secara
kimia lebih stabil.
2.2.2
Campuran utama bahan peledak
Zat kimia : suatu bahan kimia baik berupa unsur, senyawa tunggal atau
campuran yang mudah bereaksi jika dikenakan sebuah aksi ( panas, tekanan dll )
contoh :
a. N.G (Nitroglyserine) C3H5 (NO3)3
b. TNT(Tri Nitro Toluence) C6H2CH3 (NO2)3
16

c. Nitrocellulose / gun cotton (C6H7 (NO3)3 O2)


d.
e.
f.
g.

dimana x dapat

bernilai 1
Nitrostearach (C6H7 (NO3)3 O2) x dimana x dapat bernilai 3
Dinitroluence C7N2O4H6
Ethylene glycoldinitrate C2H4(NO3)2
Fulminate (campuran HNO3 + alkohol), biasanya dicampur dengan

metal Pb/Hg/Cu/Ag sebagai detenator (pemulai ledakan).


2. Oksidator yang fungsinya memberikan O2, yaitu : KClO3, NaClO3,
NaNO3, NH4NO3, dan KNO3
3. Zat penyerap / tambahan terdiri dari serbuk kayu, serbuk gandum, serbuk
batubara, serbuk belerang, chalk

(CaCO3), oksida seng dan silika

oksida(SiO2).
2.2.3
Klasifikasi bahan peledak
menurut (J.J. Manon, 1978) bahan peledak diklasifikasikan berdasarkan
sumber energinya menjadi bahan peledak mekanik, kimia dan nuklir. Karena
pemakaian bahan peledak dari sumber kimia lebih luas dibanding dari sumber
energi lainnya, maka pengklasifikasian bahan peledak kimia lebih intensif
diperkenalkan. Pertimbangan pemakaiannya antara lain, harga relatif murah,
penanganan teknis lebih mudah, lebih banyak variasi waktu tunda (delay time)
dan dibanding nuklir tingkat bahayanya lebih rendah.

Gambar 2.5. Klasifikasi bahan peledak ( J.J Manon 1978 )

Menurut R.L. Ash (1962), bahan peledak kimia dibagi menjadi:


a. Bahan peledak kuat (high explosive) BAHAN
bila memiliki
sifat detonasi atau
PELEDAK
meledak dengan kecepatan reaksi antara 5.000 24.000 fps (1.650 8.000
m/s)

KIMIA

MEKANIK

BAHAN PELEDAK KUAT


(HIGH EXPLOSIVE)

PRIMER

SEKUNDER

NUKLIR

BAHAN PELEDAK LEMAH


(LOW EXPLOSIVE)
17

PERMISSIBLE

NON-PERMISSIBLE

b. Bahan peledak lemah (low explosive) bila memiliki sifat deflagrasi atau
terbakar kecepatan reaksi kurang dari 5.000 fps (1.650 m/s).
Menurut Anon (1977), bahan peledak kimia dibagi menjadi 3 jenis
seperti terlihat pada Tabel .
JENIS

REAKSI

CONTOH

Bahan peledak lemah (low


explosive)

Deflagrate (terbakar)

black powder

Bahan peledak kuat (high


explosive)

Detonate (meledak)

NG, TNT, PETN

Blasting agent

Detonate (meledak)

ANFO, slurry, emulsi

Tabel 2.1. Klasifikasi bahan peledak menurut Anon (1977)


2.2.4
Karakteristik Bahan Peledak
a. Karakteristik bahan peledak
Pemilihan jenis bahan peledak yang akan digunakan untuk suatu pekerjaan
di dsarkan pada 2 kriteria yaitu ;
a. Bahan peledak harus mempunya fungsi aman dan dapat
menyesuaikan dengan kondisi lingkungan sekitar.
b. Bahan peledak harus ekonomis pada saat digunakan dan pada
akhirnya memperoleh hasil yang baik.
Sebelum memutuskan untuk menggunakan bahan peledak untuk suatu
pekerjaan, karakteristik bahan peledak harus disesuaikan dengan kondisi
lingkungan pekerjaan. Ada beberapa karakteristik bahan peledak yang harus
diperhatikan dalam menyesuaikan dengan kondisi lingkungan.
1. Kepekaan
Kepekaan adalah kemampuan bahan peledak untuk melakukan penyalaan
keseluruh panjang isian bahan peledak sehingga proses pembakaran bisa berjalan
dengan

sempurna

dan

untuk

mengontrol

diameter

minimum

dalam

penggunaannya.
2. Ketahanan terhadap air
Ketahanan terhadap air adalah kemampuan suatu bahan peledak untuk
mempertahankan fungsinya terhadap gangguan air pada kondisi kerja. Bahan
peledak mempunyai dua bentuk ketahanan air :
-

Ketahanan air internal adalah ketahanan air yang dimiliki oleh sebuah
bahan peledak itu sendiri.
18

Ketahanan air eksternal adalah ketahanan air yang dimiliki oleh sebuah
bahan peledak setelah dilakukan pengepakan/pembungkusan sebelum

dimasukkan ke dalam lubak ledak yang berisi air.


3. Asap ( Fumes )
Klasifikasi asap dari bahan peledak diukur dari jumlah gas berbahaya
( toxin ) yang dihasilkan pada saat meledak. Karbon monoksida dan nitrogen
oksida adalah dasar untuk menentukan berhasil atau tidaknya peledakan.
Mengingat unsur unsur yang penyusun utama dari bahan peledak adalah
carbon ( C ), Hidrogen ( H ), Oksigen ( O ) dan Nitrogen ( N ) , maka setelah
terjadi proses pembakaran / deflagrasi elemen elemen dasar atau campuran
secara langsung menghasilkan gas. Gas yang dihasilkan tersebut merupakan
indikasi terjadinya pembakaran sempurna atau tidak, sehingga energi maksimum
bisa tercapai atau tidak. Untuk memperoleh energi maksimum dari reaksi bahan
peledak, elemen penyusun harus bereaksi dan membentuk hasil sebagai berikut :
-

Karbon membentuk karbon dioksida ( CO2 )


Hidrogen membentuk air ( H2O )
Nitrogen padat atau cair membentuk gas nitrogen ( N2 )
Jika setelah reaksi tidak terdapat kelebihan oksigen atau perlu tambahan

oksigen atau yang sering disebut Oxygen Balanced, maka pada kondisi ini
peledakan dikatakan berlangsung dengan baik dan menghasilkan energi
maximum.
Tetapi jika dalam suatu reaksi terdapat kekurangan oksigen, seperti
amonium nitrat ( NH4NO3 ) dan fuel oil ( CH2 ) maka akan terbentuk gas karbon
monoksida yang terbebaskan ( CO ). Hal ini terjadi karena kebutuhan oksigen
untuk mengikat unsur karbon menjadi karbon dioksida tidak tercukupi. Peristiwa
ini yang disebut dengan Oxygen Negative.
Sebaliknya jika dalam suatu reaksi terdapat kelebihan oksigen ( positive
oxygen ) sehingga menyebabkan sisa dari oksigen yang telah bereaksi dengan
hidrogen dan karbon mengikat gas nitrogen menjadi nitrogen oksida ( NO ) atau
nitrogen dioksida

( NO2 ). Gas nitrogen oksida ini berwarna kuning tua dan

mengurangi energi. Hal ini dikarenakan nitrogen oksida menyerap panas pada saat
pembentukannya.
4. Sifat Pembakaran / penyalaan

19

Sifat pembakaran didefinisikan sebagai karakteristik yang berhubungan


dengan mudah tidaknya suatu bahan peledak mengalami pembakaran jika berekasi
dengan api.
5. Ketahanan terhadap suhu
Adalah kemampuan bahan peledak untuk mempertahankan komposisi atau
perubahan sifat jika ditempatkan pada suhu tertentu. Hal ini biasanya digunakan
untuk menentukan suhu pada tempat penyimpanan bahan peledak agar tidak tidak
mempengaruhi umur pakai.
6. Kesetabilan kimiawi
Adalah kemampuan bahan peledak untuk mempertahankan komposisi dan
perubahan sifat jika disimpan pada waktu yang relatif lama.
7. Bobot isi ( Load Density )
Bobot isi digunakan untuk memperkirakan parameter kekuatan dan desain
antara berbagai bahan peledak. Untuk menentukan suatu metode
perhitungan load density adalah :
De = SGe x De2 x
4000
Dimana :
De : Load Density ( Kg/m )
SGe : Berat jenis bahan peledak ( g/cm3 )
De : Diameter lubang ledak ( mm )
: Phi ( 3.14 )
2.2.5

Tipe dan Jenis Bahan Peledak Industri

Bahan peledak industri yang digunakan sebagai isian utama dilubang


ledak dapat dipecah menjadi 3 kategori :
1. Agen peledakan
2. Dinamit
3. Slurry
1. Agen peledakan
Istilah agen peledakan ( blasting agent ) tidak merujuk pada kemampuan
meledak menjadi kejutan atau sebagai fungsi bahan peledak kuat,
melainkan suatu klasifikasi yang ditujukan dari titik penyimpanan dan
pengangkutan. Bahan peledak sebagai blasting agen kurang peka terhadap
penyalaan dan selanjutnya dapat disimpan dan di angkut. Istilah bahan

20

peledak kuat merujuk pada bahan peledak yang pada saat digunakan peka
terhadap detonator dan bereaksi sangat cepat. Contoh ANFO
2. Dinamit
Dinamit adalah sebuah bahan peledak kuat yang sangat peka terhadap
penyalaan. Pada keluarga dinamit dibagi menjadi 2 sub kelas utama yaitu :
Granular dinamit dan Gelatin dinamit. Garnular dinamit menggunakan
nitrogliserin ( C3H5O9N3 ) sebagai bahan dasar penyusunnya sedangkan
gelatine dinamit merupakan suatu campuran nitrogliserin dan nitrocelluse (
C6H7O11N3 )
3. Slurry
Bahan peledak slurry merupakan suatu campuran ammonium nitrat atau
nitrat lainnya dan bahan bakar yang dapat menjadi hidrokarbon dan
pemeka (sensitizer) di dalam media air yang dikentalkan memakai gums,
semacam perekat, sehingga campuran tersebut berbentuk jeli atau slurries
yang mempunyai ketahanan terhadap air sempurna. Sebagai oksidator bisa
dipakai sodium nitrat atau ammonium nitrat, bahan bakarnya adalah solar
atau minyak diesel, dan pemekanya bisa berupa bahan peledak atau bukan
bahan peledak yang diaduk dalam 15% media air
Berdasarkan base explosive / senyawa dasar penyusun bahan peledak
dapat digambarkan sebagai berikut :
Base Explosive

AN

NG ( C3H5O9N3 )

Bahan Bakar
Carbon ( CH2 )

Dinamit

Alumunium
( Alumunium
dry blasting
agen )

Campuran Lain
Untuk
meningkatkan
densitas
( densitive dry
blasting agen )
Agen
Peledakan
Kering /
ANFO

Granular
Dinamit

Gelatin
Dinamit

Air, Zat Perekat, Zat Pengendap

21

Slurry blasting agent


Blasting Agent

Aluminiu
m

2.2.6

Bahan
TNT
Slurry High Explosi
bakar
Gambar 2.6. Jenis dan Tipe Bhan Peledak Industri

Kesetimbangan Oksigen ( Oxygen Balanced )

Dalam setiap pencampuran bahan peledak harus memperhatikan


komposisi dari masing masing bahan, agar setelah peledakan gas buang yang
dihasilkan tidak menimbulkan toxin ( racun ).
Elemen dasar atau campuran yang secara langsung menghasilkan reaksi
pada peledakan berbentuk gas ketika elemen tersebut bereaksi seperti karbon,
hidrogen, oksigen dan nitrogen.
Ketika karbon bereaksi dengan oksigen, akan menjadi bisa dua bentuk
karbon monoksida atau karbon dioksida. Agar memperoleh panas maksimum,
elemen penyusun harus teroksidasi secara sempurna, seperti karbon dioksida akan
lebih stabil dibandingkan dengan karbon monoksida. Untuk memeperoleh energi
ang maksimum dari reaksi bahan peledak, elemen penyusun harus bereaksi dan
membentuk hasil sebagai berikut :
1. Karbon membentuk karbon dioksida ( CO2 )
2. Hidrogen membentuk air ( H2O )
3. Nitrogen padat atau cair membentuk gas nitrogen ( N2 )
Jika hanya reaksi ideal yang terjadi dari karbon, hidrogen, oksigen dan
nirogen tidak ada kelebihan oksigen atau perlu tambahan oksigen, maka
peledakan telah terjadi kesetimbangan oksigen / oksigen balanced dan
menghasilkan sejumlah energi yang maksimum.
Jika dua elemen penyusun bercampur secara bersamaan, seprti
ammoniun nitrat dan fuel oil, jika ada kelebihan di fuel oil pada campurannya,
reaksi peledakan dikatakan dengan kekurangan oksigen ( negative oxygen ). Ini
berarti ada oksigen yang tidak cukup untuk bereaksi terhadap karbon dan
hidrogen untuk mebentuk hasil akhir yang di inginkan. Malahan ketika terjadi
karbon bebas dan karbon monoksida akan dibebaskan.
Tetapi jika terlalu sedikit fuel oil yang dicampurkan pada suatu campuran
Anfo, sehingga camuran menjadi kelebihan oksigen yang menyebakan tidak dapat
22

bereaksi dengan karbon dan hidrogen. Peristiwa ini dikenal dengan kelebihan
oksigen ( positive oxygen ). Yang terjadi pada nitrogen sebagai gas inert yang
akan berubah dari gas nitrogen menjadi gas nitrogen oksida, jika oksida nitrogen
terbentuk, reaksi akan membentuk asap warna kuning tua dan mengurangi energi.

2.3 Perlengkapan dan Peralatan


2.3.1
Perlengkapan Peledakan
2.3.1.1 Definisi Perlengkapan
Perlengkapan peledakan (Blasting supplies/Blasting accessories) adalah
material yang diperlukan untuk membuat rangkaian peledakan sehingga isian
bahan peledak dapat dinyalakan. Perlengkapan peledakan hanya dapat dipakai
untuk satu kali penyalaan saja. Perlengkapan peledakan terdiri dari : detonator,
sumbu api, sumbu ledak, bahan peledak, dan kabel-kabel konduktor.
1. Detonator
Detonator adalah alat pemicu awal yang menimbulkan inisiasi dalam
bentuk letupan (ledakan kecil) sebagai bentuk aksi yang memberikan efek kejut
terhadap bahan peledak peka detonator atau primer. Detonator disebut dengan
blasting capsule atau blasting cap. Adapun pengelompokkan jenis detonator
didasarkan atas sumber energi pemicunya, yaitu api, listrik, dan benturan (impact)
yang mampu memberikan energi panas didalam detonator, sehingga detonator
meletup dan rusak. Spesifikasi fisik dari detonator secara umum sebagai berikut:

Bentuk :

tabung silinder

Diameter:

6 8 mm

Tinggi

50 90 mm

Bahan selubung luar

terbuat

dari

salah

satu

pada salah satu

alumunium, tembaga

Jenis detonator biasa


ujung tabung terbuka

Jenis detonator listrik

ujung tabung terdapat dua kawat

23

Jenis detonator nonel

pada salah satu

ujung tabung terdapat sumbu non-electric


(nonel) terbuat dari plastik.

Muatan detonator

semua

jenis

detonator berisi bahan peledak kuat (high


explosive) dengan jumlah tertentu yang
menentukan kekuatannya dan bahan penimbul
panas.
Seperti telah diuaraikan di atas bahwa setiap tabung detonator bermuatan
bahan peledak kuat. Terdapat dua jenis muatan bahan peledak di dalam detonator
yang masing-masing fungsinya berbeda, yaitu :

1) Isian utama (primary charge) berupa bahan peledak kuat yang peka
(sensitif). Fungsinya adalah menerima efek panas dengan sangat cepat dan
meledak menimbulkan gelombang kejut.
2) Isian dasar (base charge) disebut juga isian sekunder adalah bahan peledak
kuat dengan VoD tinggi. Fungsinya adalah menerima gelombang kejut dan
meledak dengan kekuatan besarnya tergantung pada berat isian dasar
tersebut.
Kekuatan ledak (strength) detonator ditentukan oleh jumlah isian
dasarnya dan diidentifikasi sebagai berikut (dari ICI Explosive):
detonator No. 6 = 0,22 gr PETN (Penta Erythritol Tetra Nitrate)
detonator No. 8 = 0,45 gr PETN
detonator No. 8*

= 0,80 gr PETN

Jadi daya ledak detonator No. 8 lebih kuat dibanding detonator No. 6.
Kadang-kadang diproduksi juga detonator No. 4, yang berarti kandungan PETN
lebih kecil dari 0,22 gr, untuk keperluan tertentu.
Disamping pengelompokkan detonator berdasarkan energi pemicunya,
detonator pun dikelompokkan berdasarkan waktu meledaknya, yaitu:
Instantaneous detonator adalah detonator yang meledak langsung setelah
sumber energi menginisiasi isian primer dan sekunder; dan

24

delay detonator adalah detonator yang dapat menunda sumber energi


beberapa saat, yaitu antara puluhan millisekon sampai sekon atau detik,
untuk meledakkan isian primer dan sekunder.

Contoh penampang detonator

plastik selubung
kabel

plastik selubung
kabel

penyumbat
penyumbat

fusehead :
- kawat halus yang
memijar
- ramuan pembakar
tabung silinder

isian utama

isian dasar

fusehead
elemen waktu
tunda
tabung silinder

isian utama

isian dasar

25

Gambar 2.7. Detonator Listrik Non Delay dan Delay

2. Sumbu Api
Sumbu api adalah alat berupa sumbu yang fungsinya merambatkan api
dengan kecepatan tetap. Perambatan api tersebut dapat menyalakan ramuan
pembakar (ignition mixture) di dalam detonator biasa, sehingga dapat meledakkan
isian primer dan isian dasarnya.
Bagian inti dari sumbu api berupa blackpowder atau gunpowder yang
tergolong bahan peledak lemah (low explosive) dan dibungkus oleh tekstil serta
dilapisi material kedap air, misalnya aspal dan plastik. Fungsi pembungkus adalah
untuk:
1. Menjaga blackpowder dari air, minyak, atau zat lain yang dapat mempengaruhi laju pembakarannya,
2. Menjaga sumbu dari kerusakan mekanis agar tetap dapat mempertahankan
fleksibilitasnya,
3. Untuk menjaga energi tidak berubah akibat pengaruh dari luar sumbu hingga
api sampai ke bahan peledak dalam detonator .
Apabila terdapat kerusakan pada pembungkus, lapisan kedap air, dan
semua zat lain yang masuk ke dalam inti, maka kinerja sumbu api jadi rusak.

26

Gambar 2.8. Sumbu Api

3. Sumbu Ledak
Sumbu ledak adalah sumbu yang pada bagian intinya terdapat bahan
peledak PETN, yaitu salah satu jenis bahan peledak kuat dengan kecepatan rambat
sekitar 6000 7000 m/s. Komposisi PETN di dalam tersebut bervariasi dari 3,6
70 gr/m. Namun, yang sering digunakan adalah sumbu ledak dengan isian PETN
3,6 gr/m atau 5 gr/m karena akan mengurangi kerusakan stemming dan bahan
peledak serta pengaruh air blast.
Jadi perbedaan antara sumbu api dengan sumbu ledak ialah pada bahan
intinya. Bahan inti sumbu api ialah low explosive sedangkan inti sumbu ledak
adalah high explosive. Sehingga pada sumbu api yang terjadi ialah rambatan
nyala api, sedangkan pada sumbu ledak terjadi rambatan gelombang detonasi.
Anyaman tekstil
sintetis

Selubung
plastik

Serat nylon

PETN

Inti katun

Gambar 2.9. Sumbu Ledak

4. Primer dan Booster

27

Primer adalah suatu istilah yang diberikan pada bahan peledak peka
detonator, yaitu bahan peledak berbentuk cartridge berupa pasta atau keras, yang
sudah dipasang detonator yang diletakkan di dalam kolom lubang ledak. Proses
peledakan di dalam kolom lubang ledak sebagai berikut:
setelah alat pemicu ledak menginisiasi detonator, maka cartridge akan
meledak,
meledaknya cartridge atau primer akan memberikan energi cukup kuat
untuk menginisiasi bahan peledak utama disepanjang kolom lubang ledak.
Terdapat tiga tempat atau titik untuk meletakkan primer di dalam kolom
lubang ledak (lihat Gambar 3.1) , yaitu:
1) dibagian dasar bahan peledak dalam kolom lubang ledak, disebut bottom
priming,
2) dibagian tengah bahan peledak dalam kolom lubang ledak, disebut deck atau
middle priming,
3) dibagian atas bahan peledak dalam kolom lubang ledak, disebut top atau
collar priming,
Energi peledakan cenderung menurun seiring dengan semakin jauhnya
jarak propagasi energi tersebut dengan titik lokasi primer (lihat Gambar 3.2.b).
Untuk

mempertahankan

energi

tetap

pada

kekuatan

maksimum

dapat

ditambahkan booster di dalam kolom lubang ledak. Booster tersebut akan


terinisiasi oleh ledakan bahan peledak utama yang melaluinya, sehingga bahan
peledak utama yang belum terinisiasi di bagian atasnya akan meledak dengan
kekuatan energi relatif sama dengan bahan peledak sekitar primer. Dengan
demikian booster dapat didefinisikan sebagai bahan peka detonator yang
dimasukkan ke dalam kolom lubang ledak berfungsi sebagai penguat energi ledak

28

Dari detonator bisa berupa:


- Kabel listrik ; - Sumbu Ledak
- Sumbu nonel ; - Sumbu Api
Penyumbat
(stemming)
Kolom lubang
ledak
Bahan peledak
utama
(Primary Charge)

DECK
(MIDDLE)
PRIMING

TOP
(COLLAR)
PRIMING

BOTTOM
PRIMING

Gambar 2.10. Pemasangan Primer

2.3.2
2.3.1.2

Peralatan Peledakan
Definisi peralatan

Peralatan peledakan (blasting equipment) ialah alat-alat yang diperlukan


untuk menguji dan menyalakan rangkaian peledakan, sehingga alat tersebut dapat
dipakai berulang kali. Untuk penggunaan peralatannya juga berbeda beda
tergantung pada metode peledakannya.
a. Alat Pemicu
Metode Listrik
Alat pemicu pada peledakan listrik dinamakan blasting machine (BM)
atau exploder merupakan sumber energi penghantar arus listrik menuju detonator.
Cara kerja BM pada umumnya didasarkan atas penyimpanan atau pengumpulan
arus pada sejenis kapasitor dan arus tersebut dilepaskan seketika pada saat yang
dikehendaki. Pengumpulan arus listrik dapat dihasilkan malalui:

Gerakan mekanis untuk tipe generator, yaitu dengan cara memutar engkol
(handle) yang telah disediakan (contoh Gambar 1.1.a). Putaran engkol
dihentikan setelah lampu indikator menyala yang menandakan arus sudah

29

maksimum dan siap dilepaskan. Saat ini tipe generator sudah jarang

digunakan.
Melalui baterai untuk tipe kapasitor, yaitu dengan cara mengontakkan
kunci kearah starter dan setelah lampu indikator menyala yang
menandakan arus sudah terkumpul maksimum dan siap dilepaskan

a. BEETHOVEN MK II A
Engkol memutar generator untuk mengisi kapasitor sampai lebih dari 1200 volts. Setelah penuh lampu indicator men

b. NISSAN F-3
Kapasitor diisi dengan baterai kering 1,5 volt ukuran D yang dapat diganti. Setelah beberapa saat kunci dikontak, la

c. REO BM175-10ST
Merupakan BM yang dapat meledakkan 10 sirkuit dengan interval waktu antar sirkuit dapat diatur dari 5 199 ms da

Gambar 2.11. Blasting Mechine

Metode Non listrik

30

Alat pemicu non-listrik (nonel) dapat dibagi dalam dua kelompok, yaitu
penyulut sumbu api dan pemicu nonel atau starter non-electric. Alat pemicu nonel
(starter non-electric) dinamakan shot gun atau shot firer atau shot shell primer.
Seperti diketahui bahwa sumbu nonel mengandung bahan reaktif (HMX) yang
akan aktif atau terinisiasi oleh gelombang kejut akibat impact. Alat pemicu nonel
dilengkapi dengan peluru yang disebut shot shell primer dengan ukuran tertentu
(untuk buatan ICI Explosives berukuran No. 209). Shot shell primer diaktifkan
oleh pemicu, yaitu pegas bertekanan tinggi yang yang terdapat di dalam alat
pemicu nonel.

Gambar 2.12. Shot Gun / Shot Firer

b.

Pengukur Tahanan

Alat pengukur tahanan kawat listrik untuk keperluan peledakan dibuat


khusus untuk pekerjaan peledakan dan tidak disarankan digunakan untuk
keperluan lain. Sebaliknya, alat pengukur tahanan yang biasa dipakai oleh
operator listrik umum, yaitu multitester, dilarang digunakan untuk mengukur
kawat pada peledakan listrik. Ruas kawat yang harus diukur tahanannya adalah
seluruh legwire dari sejumlah detonator yang digunakan, connecting wire, bus
wire, dan kawat utama. Dengan demikian jumlah tahanan seluruh rangkaian dapat
dihitung dan voltage BM dapat ditentukan setelah arus dihitung.

31

32

a. Blastometer 80 buatan ICI


Explosives dapat meng-ukur
tahanan antara 030 ohms
dan 0 300 ohms. Diproteksi
oleh plastik yg dicetak dan
kokoh. Ukuran 95 x 140 x 60
mm, berat 500 gr.
b. Blastometer digital model
104 buatan Thomas Instruments, Inc. Diproteksi oleh
bahan yang tidak mudah
pecah. Ukuran 76 x 76 x 38
mm, berat 340 gr

a
Gambar 2.13. Blastometer

c.

Pengukur Kebocoran Arus

Adanya kebocoran arus dapat terjadi akibat adanya kawat yang tidak
terisolasi, misalnya pada sambungan, yang kontak dengan air, tanah basah, atau
batuan konduktif. Kontak tersebut dapat menghentikan arus menuju detonator,
sehingga detonator tidak meledak dan dapat menyebabkan gagal ledak. Salah satu
alat ukur kebocoran arus yang efektif adalah AECI Digital Earth Leakage Tester
LT-02 seperti terlihat pada Gambar 1.5. Alat ini dapat mengukur tahanan antara 0
19,99 kohms ( 0 19.990 ohms) dengan skala 10 ohm dan menggunakan tenaga
baterai 9 volts. LT-02 sangat bermanfaaat untuk memeriksa peledakan yang luas
dengan menggunakan banyak detonator. Terutama untuk memeriksa adanya gagal
ledak pada peledakan pillar, massa batuan, dan peledakan dengan baris yang
banyak (multi row) pada tambang terbuka. Bila keadaan tidak segera diatasi atau
diperiksa, maka akan menghambat laju produksi secara serius karena kelambatan
peledakan. Ukurannya 103 x 72 x 33 mm dengan berat 250 gr.

33

Gambar 2.14. Pengukur kebocoran arus listrik pada peledakan


(AECI Digital Earth Leakage Tester LT-02)

2.4
2.4.1

Pemboran Peledakan
Definisi dan Tujuan Pemboran

Sebuah kegiatan untuk membuat lubang yang akan digunakan untuk


penenmpatan bahan peledak. Penentuan geometri lubang peledak sangat
berpengaruh dalam penggunaan bahan peledak serta kepekaan bahan peledak
yang nantinya akan berpengaruh terhadap hasil dari peledakan. Untuk itu
perencanaan geometri pemboran sangant penting untuk diperhitungkan. Geometri
pemboran meliputi : diameter lubang bor, kedalaman lubang ledak, kemiringan
lubang ledak dan juga pola pemboran.
2.4.2
Pola Pemboran
- Pola pengeboran pada tambang terbuka
Keberhasilan suatu peledakan salah satunya terletak pada ketersediaan
bidang bebas yang mencukupi. Minimal dua bidang bebas yang harus ada.
Peledakan dengan hanya satu bidang bebas, disebut crater blasting, akan
menghasilkan kawah dengan lemparan fragmentasi ke atas dan tidak terkontrol.
Dengan mem-pertimbangkan hal tersebut, maka pada tambang terbuka selalu
dibuat minimal dua bidang bebas, yaitu (1) dinding bidang bebas dan (2) puncak
jenjang (top bench). Selanjutnya terdapat tiga pola pengeboran yang mungkin
dibuat secara teratur, yaitu:
1) Pola bujursangkar (square pattern), yaitu jarak burden dan spasi sama

34

2) Pola persegipanjang (rectangular pattern), yaitu jarak spasi dalam satu baris
lebih besar dibanding burden
3) Pola zigzag (staggered pattern), yaitu antar lubang bor dibuat zigzag yang
berasal dari pola bujursangkar maupun persegipanjang.

3m

3m

2,5 m

3m

Bidang bebas

a. Pola bujursangkar

Bidang bebas

b. Pola persegipanjang
3m

3m

2,5 m

3m

Bidang bebas

c. Pola zigzag bujursangkar

Bidang bebas

d. Pola zigzag persegipanjang

Gambar 2.14. Pola peledakan Tambang Terbuka

Pola pengeboran pada bukaan bawah tanah


Pada bukaan bawah tanah umumnya hanya terdapat satu bidang bebas,

yaitu permuka kerja atau face. Untuk itu perlu dibuat tambahan bidang bebas yang
dinamakan cut. Secara umum terdapat empat tipe cut yang kemudian dapat
dikembangkan lagi sesuai dengan kondisi batuan setempat, yaitu:

35

Center cut disebut juga pyramid atau diamond cut empat atau enam
lubang dengan diameter yang sama dibor ke arah satu titik, sehingga
berbentuk piramid.

Gambar 2.15. Pola peledakan Tambang dalam (Center cut)

Wedge cut disebut juga V-cut, angled cut atau cut berbentuk baji: Setiap
pasang dari empat atau enam lubang dengan diameter yang sama dibor ke
arah satu titik, tetapi lubang bor antar pasangan sejajar, sehingga
terbentuk baji.

Gambar 2.16. Pola peledakan Tambang dalam (Wedge cut)

Drag cut atau pola kipas: Bentuknya mirip dengan wedge cut, yaitu
berbentuk baji. Perbedaannya terletak pada posisi bajinya tidak ditengahtengan bukaan, tetapi terletak pada bagian lantai atau dinding bukaan.

36

Gambar 2.17. Pola peledakan Tambang dalam (Drag cut)

Burn cut disebut juga dengan cylinder cut (Gambar 1.5): Pola ini sangat
cocok untuk batu yang keras dan regas seperti batupasir (sandstone) atau
batuan beku

Gambar 2.18. Pola peledakan Tambang dalam (Burn cut)

2.4.3
Geometri Pemboran
1. Diameter Lubak Ledak
Dalam menentukan diameter lubang ledak didasarkan pada volume
massa batuan yang akan dibongkar, tingkat kepekaan dan berdasarkan diameter
kritis dari sebuah bahan peledak. Jika diameter terlalu kecil, maka faktor energi
yang dihasilkan akan berkurang sehingga tidak cukup besar untuk membongkar
batuan yang akan dihasilkan. Sedangkkan jika lubang ledang ledak terlalu besar
maka akan menghasilkan suatu fragment yang tidak kita inginkan dan
mengakibatkan pemakaian bahan peledak yang terlalu berlebih.
2. Kedalaman Lubang ledak
Kedalaman lubang ledak biasanya disesuaikan dengan tinggi jenjang
yang diterapkan. Dan untuk mendapatkan hasil dari lantai jenjang yang rata maka
hendaknya kedalaman lubang ledak harus lebih dalam dari tinggi jenjang.
3. Kemiringan lubang ledak
Arah pemboran pada lubang ledak terdapat 2 metode yaitu : pemboran
dengan pemboran tegak dan pemboran miring. Dari hasil yang didapat pemboran
miring cenderung lebih memberikan hasil baik dari pada pemboran tegak. Karena
energi gelombang kejut yang dihasilkan pada pemboran miring akan lebih
mengenai permukaan batuan yang menjadi target dari peledakan.
2.4.4
Produksi pemboran
- Waktu Edar pemboran
Waktu yang diperlukan untuk membuat satu lubang ledak dengan
kedalaman tertentu. Persamaannya :
Ct = Pt + St+ Bt+ Dt
37

Keterangan :
Ct = waktu edar ( menit )
Pt = Waktu untu Mengambil Posisi ( mneit )
Bt = Waktu untuk melakukan pemboran ( mnit )
St
= Waktu untuk memasang, mengganti batang bor dan
membersihkan cutting ( menit )
Dt = Waktu untuk mengatasi hambatan dan mengangkat batang bor
-

( menit )
Kecepatan pemboran rata rata
Yaitu kecepatan pemboran per satu satuan waktu
H
Vt = Ct
Keterangan :
Vt = Kecepatan ( meter / menit )
H = Kedalamn lubak ledak ( meter )
Ct = waktu Edar ( menit )
Efisiensi kerja
Waktu kerja produktif yang dilakukan untuk kegiatan pemboran
terhadap waktu yang terjadwal

Ek = Wt x 100 %

Ek = Effisiensi waktu ( 5% )
Wp = Waktu yang digunakan untuk pemboran ( menit )
Wt = waktu terjadwal ( menit )
Volume setara
Volume batuan yang nantinya akan terbongkar persatu satuan meter
dari lubang peledak.
V
Veq = H
dimana =

Veq =

m
V

=> v =

=> . H

Keterangan
M = Masa batuan ( ton )
= Masa jenis batuan ( ton / m3 )
H = total kedalaman pemboran ( meter )
2.4.5

Faktor faktor yang mempengaruhi pemboran

Kinerja suatu mesin bor dipengaruhi oleh faktor-faktor sifat batuan yang di bor,
rock drillability, geometri pemboran, umur dan kondisi mesin bor, dan
ketrampilan operator .

38

Sifat batuan

Sifat batuan yang berpengaruh pada penetrasi dan sebagai konsekuensi


pada pemilihan metode pemboran adalah :
-

Kekerasan
Kekuatan ( Strength )
Elastisitas
Struktur geologi

Rock Drillability
Drilabilitas batuan adalah

- Plastisitas
- Abrasitas
- Tekstur

temperatur mudah tidaknya mata bor

melakukan penetrasi ke dalam batuan. Drilabilitas batuan merupakan fungsi dari


sifat batuan seperti komposisi mineral, tekstur, ukuran butir dan tingkat
pelapukan.
Umur dan Kondisi Mesin bor

Umur dan kondisi mesin bor sangat berpengaruh, karena semakin lama
umur alat bor maka pemakaian kemampuan alat semakin turun.
Ketrampilan Operator

Keterampilan operator tergantung pada individu masing-masing yang


dapat diperoleh dari latihan dan pengalaman kerja.
2.5 Pola dan perencanaan peledakan
Secara umum pola peledakan menunjukkan urutan atau sekuensial ledakan
dari sejumlah lubang ledak. Adanya urutan peledakan berarti terdapat jeda waktu
ledakan diantara lubang-lubang ledak yang disebut dengan waktu tunda atau
delay time. Beberapa keuntungan yang diperoleh dengan menerapkan waktu tunda
pada sistem peledakan antara lain adalah:
1

Mengurangi getaran

Mengurangi batu terbang (fly rock)

Dapat mengarahkan lemparan fragmentasi batuan

Dapat memperbaiki ukuran fragmentasi batuan hasil peledakan


Bila waktu tunda antar baris terlalu pendek maka beban muatan pada baris

depan menghalangi pergeseran baris berikutnya, material pada baris kedua akan
tersembur kearah vertikal dan membentuk tumpukan. Tetapi bila waktu tunda

39

terlalu lama maka produk hasil bongkaran akan terlempar jauh kedepan serta
kemungkinan besar akan menghasilkan flyrock ang cukup jauh. Hal ini
diakibatkan tidak ada dinding batuan yang berfungsi menahan lemparan batuan
yang dibelakang.
Berdasarkan waktu urutan waktu peledakan, maka pola peledakan
diklasifikasikan sebagai berikut :

Pola peledakan serentak yaitu suatu pola peledakan yang menerapkan

peledakan secara serentak untuk semua lubang ledak.


Pola peledakan beruntun yaitu suatu pola peledakan yang menerapkan
peledakan dengan waktu tunda antar baris yang satu dengan yang lain.
Peledakan beruntun terdapat 2 kemungkinan :
a. Peledakan beruntun antar lubang tiap baris
b. Peldakan beruntun antar baris
Berdasarkan

arah

runtuhan

peledakan,

maka

pola

peledakan

diklasifikasikan sebagai berikut :


a. Box Cut, yaitu pola peledakan yang arah runtuhan batuannya ke arah
depan dan membentuk kotak.
b. Corner Cut, yaitu pola peledakan yang arah runtuhan batuannya ke
arah salah satu sudut bidang bebas.
2.6 Geometri Peledakan Menurut R.L Ash
Kondisi batuan dari suatu tempat ketempat yang lain akan berbeda
walaupun mungkin jenisnya sama. Hal ini disebabkan oleh proses genesa batuan
yang akan mempengaruhi karakteristik massa batuan secara fisik maupun
mekanik. Perlu diamati pula kenampakan struktur geologi, misalnya retakan atau
rekahan, sisipan (fissure) dari lempung, bidang diskontinuitas dan sebagainya.
Kondisi

geologi

semacam

itu

akan

mempengaruhi

kemampu-ledakan

(blastability). Tentunya pada batuan yang relatif kompak dan tanpa didominasi
struktur geologi seperti tersebut di atas, jumlah bahan peledak yang diperlukan
akan lebih banyak untuk jumlah produksi tertentu dibanding batuan yang sudah
ada rekahannya. Jumlah bahan peledak tersebut dinamakan specific charge atau
Powder Factor (PF) yaitu jumlah bahan peledak yang dipakai untuk setiap hasil
peledakan (kg/m)

40

Terdapat beberapa cara untuk menghitung geometri peledakan yang telah


diperkenalkan oleh para akhli, antara lain: Anderson (1952), Pearse (1955), R.L.
Ash (1963), Langefors (1978), Konya (1972), Foldesi (1980), Olofsson (1990),
Rustan (1990) dan lainnya. Cara-cara tersebut menyajikan batasan konstanta
untuk menentukan dan menghitung geometri peledakan, terutama menentukan
ukuran burden berdasarkan diameter lubang tembak, kondisi batuan setempat dan
jenis bahan peledak. Disamping itu produsen bahan peledak memberikan cara
coba-coba (rule of thumb) untuk menentukan geometri peledakan, diantaranya ICI
Explosive, Dyno Wesfarmer Explosives, Atlas Powder Company, Sasol SMX
Explosives Engineers Field Guide dan lain-lain. Dengan memahami sejumlah
rumus baik yang diberikan oleh para akhli maupun cara coba-coba akan
menambah keyakinan bahwa percobaan untuk mendapatkan geometri peledakan
yang tepat pada suatu lokasi perlu dilakukan. Karena berbagai rumus yang
diperkenalkan oleh para akhli tersebut merupakan rumus empiris yang berdasarkan pendekatan suatu model.
Lubang ledak tidak hanya vertikal, tetapi dapat juga dibuat miring,
sehingga terdapat parameter kemiringan lubang ledak. Kemiringan lubang ledak
akan memberikan hasil berbeda, baik dilihat dari ukuran fragmentasi maupun arah
lemparannya. Untuk memperoleh kecermatan perhitungan perlu ditinjau adanya
tambahan parameter geometri pada lubang ledak miring, yaitu:
B = burden sebenarnya (true burden)
B = burden semu (apparent burden)
= Sudut kemiringan kolom lubang ledak
B

T
B
H

PC

PC

a.

Lubang ledak vertikal

b.

Lubang ledak miring

41

Gambar 2.19. Penampang lubang ledak


Geometri jenjang meliputi burden, spacing, Stemming, kedalaman lubang
ledak, panjang isian, loading density, Powder factor, fragmentasi.
-

Rancangan menurut R. L Ash ( 1967 )


A. Burden
Burden adalah jarak tegak lurus antar lubang ledak dengan bidang bebas

yang panjangnya tergantung dari pada karakteristik batuan. Menentukan burden


merupakan langkah awal agar fragmentasi batuan mhasil peledakan, vibrasi,
airblast, dap memuaskan.
Burden diturunkan berdasarkan diameter lubang ledak atau diameter mata
bor atau diameter dodol bahan peledak. Unruk menentukan burden R. L Ash
mendasarkan pada acuan yang dibuat secara empirik yaitu adanya batuan standart
dan bahan peledak standart
-

Batuan standart adalah batuan yang mempunya berat jenis atau densitas

160 lb/cuft ( 2,56 ton/m3


Bahan peledak standart adalah bahan peledak yang mempunyai berat jenis
( SG ) berat jenis 1,2 dan kecepatan detonasi ( Ve ) 12.000 fps ( 3.657,6
m/dt ).
Apabila batuan yang akan diledakkan sama dengan batuan standart dan

bahan peledak yang dipakai bahan peledak standart, maka digunkan burden ratio (
Kb ) = 30. Tetapi bila batuan dan bahan peledak yang akan digunakan tidak sama
dengan batuan standart ataupun bahan peledak standart, maka harga kb harus
dikoreksi terlebih dahulu.
B=

Kb x D e
12

ft atau

Kb x De
39,3

Dimana :
B = burden
Kb = koreksi burden
De = Diameter lubak ledak.
Kb koreksi = 30 x Af1 x Af2

42

Dstd 3
Afi = Faktor koreksi dari batuan yang diledakkan = ( D )
Af2 = Faktor koreksi dari bahan peledak yang digunakan = (

SG .Ve 2
SGstd .Vestd 2
1

3
Dimana :
Ve = Kecepatan detonasi bahan peledak yang dipakai
Vestd = kecpatan detonasi bahan peledak standart
D = Density batuan yang akan diledakkan
Dstd = Density batuan standart
SG = Berat jenis bahan peledak yang dipakai
SGstd = berat jenis bahan peldak standart ( 1,2 )
B. Spacing
Spacing adlah jarak antar lubang ledak dalam satu baris / sejajar dengan
bidang bebas.
S = Ks X B
Dimana
Ks = Spacing ratio

( 1,00 2,00 )

B = burden
Penentuan spacing untuk pola peledakan :
-

Peledakan serentak S = 2 B
Peledakan beruntun dengan delay interval lama S = B
Jika terdapat kekar yang saling tegak lurus S antara 1,2 1,8B
Peledakan dengan pola beruntun tiap lubang ledak dalam baris yang sama
S = 1,15 B
C. Stemming
Stemming adalah lubang ledak bagian atas yang tidak di isi bahan
peledak, tetapi biasanya di isi oleh abu hasil pemboran atau material
berukuran kerikil ( lebih baik ) dan dipadatkan di atas bahan peledak.
Fungsi steaming :

43

Mengontrol adanya airblas dan flyrock yang terlalu besar.


Meiningkatkan confining pressure dari akumulasi gas peledakan
Untuk mnehitung steming bisa dihitug dengan persamaan :
T = Kt X B
Dimana
Kt = Stemming ratio ( 0.75 1.00 )
B = Burden
D. Kedalaman lubang ledak
Kedalaman lubang ledak tidak boleh lebih kecil dari ukuran burden untuk
menghindari terjadinya cratering. Kedalaman lubang ledak biasanyya di
sesuaikan tingkat produksi ( kapasitas alat muat ) dan pertimbangan
geoteknik. Menurut Ash kedalaman lubang ledak berdsarkan pada hole
depth ratio ( Kl ) yang harganya 1.5 4.00. Bisa dituliskan dengan
persamaan sebagai berikut :
L = Kl X B
Dimana :
Kl = hole depth ratio
B = burden
E. Subdrilling ( J )
Panjang lubang ledakan tambahan yang dibuat sebagai dasar peletakan
bahan peledak agar hasil ledakan bisa menelur untuk lantai dasar jenjang.
Persamaan untuk subdrilling :
J = Kj X B
Dimana :
Kj = Subdrilling ratio
B = burden
Charge length ( PC )
F. Panjang Isian ( PC )
Adalah panjang kolom isian bahan peledak untuk tiap lubang ledak.
Persamaannya adalah sebagai berikut
PC = L T
Dimana
L = kedlaman lubang ledak (m)
T = stemming (m)
G. Load density ( de )
Adlaah jumlah isian bahan peledak per meter panjang lubang ledak.
Persamaannya
de = 0.508 x De2 x SG
Dimana :
de = Load density ( kg/m )
De = Diameter lubang ledak ( inchi )
SG = Berat jenis bahan peledak
Jumlah bahan peledak per lubang :
E = PC x de
44

H. Powder Factor
I. Adalah pebandingan antara penggunaan bahan peledak terhadap jumlah
material yang diledakkan :
E
PF = V
J. Perhitungan volume yang akan diledakkan
Pada tambang terbuka atau quarry, yang umumnya menerapkan
peledakan jenjang (bench blasting), volume batuan yang akan diledakkan
tergantung pada dimensi spasi, burden, tinggi jenjang, dan jumlah lubang ledak
yang tersedia. Dimensi atau ukuran spasi, burden dan tinggi jenjang memberikan
peranan yang penting terhadap besar kecilnya volume peledakan. Artinya volume
hasil peledakan akan meningkat bila ukuran ketiga parameter tersebut diperbesar,
sebaliknya untuk volume yang kecil.
Prinsip volume yang akan diledakkan adalah perkalian burden (B), spasi
(S) dan tinggi jenjang (H) yang hasilnya berupa balok dan bukan volume yang
telah terberai oleh proses peledakan. Volume tersebut dinamakan volume padat
(solid atau insitu atau bank), sedangkan volume yang telah terberai disebut
volume lepas (loose). Konversi dari volume padat ke volume lepas menggunakan
faktor berai atau swell factor, yaitu suatu faktor peubah yang dirumuskan sbb:

45

SF

apabila :

maka

VS
x 100%
VL

VS = B x S x H

VL =

BxSxH
SF

di mana SF, VS dan VL masing-masing adalah faktor berai (dalam %), volume
padat dan volume lepas. Apabila ditanyakan berat hasil peledakan, maka dihitung
dengan mengalikan volume dengan densitas batuannya, jadi:

W=Vx
di mana adalah densitas batuan. Perlu diingat bahwa berat hasil peledakan baik
dalam volume padat maupun volume lepas bernilai sama, tetapi densitasnya
berbeda, di mana densitas pada kondisi lepas akan lebih kecil dibanding padat.

46

Вам также может понравиться