Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
DASAR TEORI
2.1 Pengetahuan Umum Peledakan
Suatu cara / metode yang digunakan untuk melakukan pemberaian suatu
material dengan cara mereaksikan suatu unsur unsur kimia tertentu sehingga
akibat reaksi tersebut menghasilkan / melepaskan suatu energi berupa energi kejut
( Shock Energy ) dan atau energi gas ( Gas Energi ) yang mengakibatkan material
tersebut tidak mampu mempertahankan lagi posisinya. Bahan peledak pada
awalnya hanya digunakan untuk kegiatan miiter, dan tidak di sarankan
penggunaannya untuk kepentingan industri. Tetapi seiring dengan kebutuhan
bahan peledak mulai digunakan untuk kegiatan industri, tak terkecuali industri
tambang.
Sejarah penggunaan bahan peledak untuk industri pertambangan dan
kontruksi di mulai pada awal 1627 sampai 1865. Jenis bahan peledak yang
digunakan adalah black powder. Pada tahun 1865, Nobel membuat Nitrogliseri
Dinamit di Swedia dan pada tahun 1966 dia membuat bahan peledak lagi Gelatin
Dinamit. Bahan peledak ini mempunyai energi lebih bsar dari black powder.
Bahan peledak tersebut yang banyak digunakan dari tahun 1867 hingga
pertengahan 1950 an. Pada pertengahan tahun 1950 an, suatu produk
diperkenalkan dengan nama ANFO, Amonium nitrat dan Fuel oil, produk bahan
peledak ini kemudian menggeser penggunaan gelatin dinamit, karena dirasa lebih
ekonomis.
Seiring dengan kemajuan teknologi dan terus dilakukan research maka
pada tahun1960 1970 an dikenalkannya bahan peledak jenis slurries atau yang
sering disebut water gels. Pada akhir 1970 an, suatu modifikasi dari water gels
dikenal dengan nama emulsi.
Secara umum masalah peledakan berasal dari suatu perencanaan yag buruk
dan prosedur pemboran yang kurang tepat. Oleh karena itu kondisi dimana batuan
perlu dievaluasi. Parameter perencanaan seperrti burden, stemming, subdrilling,
spacing dan waktu penyalaan ( delay time ) harus ditentukan dengan benar agar
mempunyai fungsi effisiensi, aman dan berpengaruh pada vibrasi dan airblast.
Kekuatan batuan mengubah baik skala besar dan kecil, adanya struktur
geologi seperti kekar, bidang perlapisan, sesar dan lapisan lempung menyebabkan
adanya permasalahan. Keberadaan berbagai struktur membuat juru ledak untuk
mengubah pola dan metode untuk memperoleh hasil yang optimal.
2.1.1
Metode Peledakan
Metode listrik
METODE
PELEDAKAN
PERLENGKAPAN
PERALATAN
1. Plain detonator
1. Cap crimper
2. Sumbu api
3. Tamper
1.
2.
1. Blasting machine/
exploder
2. Blasting machine tester :
-Rheostat
1. Detonator listrik
LISTRIK
2. Connecting wire
3. Leg Wire
- Galvanometer
- Voltmeter
4. Tamper
5. Leading wire
1.
NON LISTRIK
Detonator non
listrik (Nonel,
Hercudet)
2. Connector
3. Sumbu ledak (untuk
nonel)
1. Exploder
2.
Gambarl 2.1. Metode peledakan serta perlengkapan dan peralatan yang digunakan
Sumbu Api
Metode sangat cocok digunakan pada kondisi lingkungan peledakan yang
tidak berair, karena pada metode tersebut menggunakan pemicu api sebagai
penyalaan. Dimana api tersebut di alirkan melalu sumbu yang berbahan inti dari
black powder dengan tingkat resisten sangat rendah terhadap air. Pada metode ini
perlengkapan yang digunakan berupa detonaror biasa dan media penghantar
penyalaan dengan menggunakan sumbu api / sumbu bakar ( safety fuse ). Didalam
peledakan dengan menggunakan metode ini terdapat 2 jenis penerapan delay time
yaitu : igniter cord dan Trimming
-
Sumbu ledak
Metode ini memanfaatkan ledakan awal sebagai penyalaannya, ledakan
Listrik
Pada metode ini menggunakan pemicu dari alat yang diberi nama BM
Non Listrik
Metode ini merupakan penyempurnaan dari penggunaan metode listrik,
karena pada metode listrik sangat dipengaruhi oleh arus listrik liar, statis dan kilat
serta air. Pemicu awal pada metode ini adalah berupa transfer energi rendah yang
dihantarkan melalui kabel perantara khusus dengan alat pemicu sebuah shot gun
atau shot firer. Metode ini menggunakan sumbu nonel yang berfungsi sebagai
penghantar energi menuju detonator tunda. Dalam pelaksanaan praktikum kali ini
di PT. MSJ dengan subkontraktor PT. Leighton menggunakan metode tersebut
sebagai proses peledakkannya.
2.1.2
Energi Hasil Peledakan
Bahan peledak kimia adalah senyawa kimia atau campuran senyawa kimia
yang apabila dikenakan panas, benturan, gesekan, atau kejutan (shock) secara
cepat dengan sendirinya akan bereaksi dan terurai (exothermic decomposition).
Penguraian ini menghasilkan produk yang lebih stabil, umumnya berupa gas-gas
7
bertekanan tinggi yang mengembang pada suhu tinggi akibat panas yang
dihasilkan dari reaksi eksothermis. Besarnya tenaga yang dihasilkan suatu bahan
peledak terutama tergantung pada jumlah panas yang dihasilkan selama
peledakan.
Terdapat dua macam istilah untuk reaksi yang terjadi pada bahan peledak kimia,
yaitu:
a. Detonasi (detonation)
Detonasi merupakan proses penyebaran atau propagasi gelombang kejut
(shock wave) melalui kolom bahan peledak yang diikuti oleh yang
menambah energi untuk memacu penyebaran gelombang kejut, disusul oleh
pembentukan gas dalam waktu sangat singkat. Reaksi kimia yang terjadi
pada bahan peledak dengan kecepatan reaksi yang lebih tinggi dibanding
kecepatan suara dan menyebabkan shattering effects.
b. Deflagrasi (deflagration)
Merupakan reaksi pembakaran yang berlangsung secara amat cepat
(berkecepatan tinggi), sehingga mengakibatkan pembentukan gas-gas dan
meningkatnya tekanan selama proses pembakaran berlangsung. Ekspansi
tekanan ini menghasilkan efek pengangkatan (heaving effect), yang besarnya
sebanding dengan proses pembakaran yang terjadi. Reaksi deflagrasi ini
merupakan ciri bahan peledak lemah (low explosive).
Energi bahan peledak ditimbulkan karena adanya reaksi eksotermis pada
saat terjadi reaksi kimia antara bahan-bahan penyusun bahan peledak menjadi gasgas dalam waktu yang sangat singkat melalui penyalaan oleh suatu inisiator
(primer). Energi yang dilepaskan tersebut tidak dapat terkonsentrasi sepenuhnya
untuk menghancurkan massa batuan (membentuk fragmentasi), tetapi terbagi
dalam beberapa jenis energi yang terdistribusi menjadi dua bagian besar, yaitu
energi terpakai (work energy) dan energi tak terpakai (waste energy). Energi
terpakai
maksudnya
adalah
energi
yang
menimbulkan
tenaga
untuk
batuan, bahkan dalam kondisi tertentu terkonversi menjadi energi yang merugikan
operasional peledakan serta lingkungan di sekitar peledakan.
ENERGI PELEDAKAN
(EXPLOSIVE ENERGY)
ENERGI TERPAKAI
(WORK ENERGY)
ENERGI KEJUT
(SHOCK ENERGY)
ENERGI GAS
(GAS ENERGY)
2.1.2.1
Work Energi
Terdapat dua jenis produk energi terpakai, yaitu energi kejut dan energi
gas. Ditinjau dari aspek pemanfaatannya, bahan peledak yang memiliki enegi
kejut yang tinggi dapat diterapkan dalam proses peledakan bongkah batu
(boulder) dengan metode mud capping boulders yang disebut juga plaster
10
yang dibebaskan selama reaksi. Semakin tinggi panas yang dihasilkan semakin
tinggi pula tekanan gas yang
Waste Energi
elastis
juga
menyebabkan
gelombang
seismik
yang
cukup
mengganggu, karena gelombang seismik ini pada tingkatan tertentu akan dapat
merusak bangunan dan mengganggu manusia.
1. Energi panas (heat energy)
Reaksi kimia yang terjadi pada bahan peledak bersifat eksotermis, yaitu
suatu reaksi yang menghasilkan panas. Pada peledakan dengan reaksi kimia yang
menghasilkan zero oxygen balance akan diperoleh temperatur panas sebesar 2980
K pada tekanan 760 mm Hg.
2. Energi sinar (light energy)
Energi sinar merupakan salah satu produk yang dihasilkan dari reaksi
kimia bahan peledak pada saat inisiasi atau penyalaan (diledakkan). Kontribusi
energi untuk menimbulkan kilatan sinar ini relatif kecil dan cahaya yang
dihasilkan tidak membahayakan.
3. Energi suara (sound energy)
11
getaran peledakan yang dapat dirasakan manusia dan dapat merusak bangunan.
Peledakan yang diatur dan diperhitungkan dengan seksama dapat mengurangi efek
gelombang seismik. Oleh sebab itu sasaran peledakan tidak saja terkonsentrasi
pada fragmentasi batuan, tetapi juga perlu diasosiasikan untuk meminimalkan
energi tak terpakai, diantaranya energi seismik.
2.1.3
Perencanaan
Batuan
Bahan Peledak
Geometri
Energi
Penyalaan
Detonasi
Work energi
Explotion
Waste energi
Dampak
13
Fragment
Evaluasi
2.1.4
14
15
dimana x dapat
bernilai 1
Nitrostearach (C6H7 (NO3)3 O2) x dimana x dapat bernilai 3
Dinitroluence C7N2O4H6
Ethylene glycoldinitrate C2H4(NO3)2
Fulminate (campuran HNO3 + alkohol), biasanya dicampur dengan
oksida(SiO2).
2.2.3
Klasifikasi bahan peledak
menurut (J.J. Manon, 1978) bahan peledak diklasifikasikan berdasarkan
sumber energinya menjadi bahan peledak mekanik, kimia dan nuklir. Karena
pemakaian bahan peledak dari sumber kimia lebih luas dibanding dari sumber
energi lainnya, maka pengklasifikasian bahan peledak kimia lebih intensif
diperkenalkan. Pertimbangan pemakaiannya antara lain, harga relatif murah,
penanganan teknis lebih mudah, lebih banyak variasi waktu tunda (delay time)
dan dibanding nuklir tingkat bahayanya lebih rendah.
KIMIA
MEKANIK
PRIMER
SEKUNDER
NUKLIR
PERMISSIBLE
NON-PERMISSIBLE
b. Bahan peledak lemah (low explosive) bila memiliki sifat deflagrasi atau
terbakar kecepatan reaksi kurang dari 5.000 fps (1.650 m/s).
Menurut Anon (1977), bahan peledak kimia dibagi menjadi 3 jenis
seperti terlihat pada Tabel .
JENIS
REAKSI
CONTOH
Deflagrate (terbakar)
black powder
Detonate (meledak)
Blasting agent
Detonate (meledak)
sempurna
dan
untuk
mengontrol
diameter
minimum
dalam
penggunaannya.
2. Ketahanan terhadap air
Ketahanan terhadap air adalah kemampuan suatu bahan peledak untuk
mempertahankan fungsinya terhadap gangguan air pada kondisi kerja. Bahan
peledak mempunyai dua bentuk ketahanan air :
-
Ketahanan air internal adalah ketahanan air yang dimiliki oleh sebuah
bahan peledak itu sendiri.
18
Ketahanan air eksternal adalah ketahanan air yang dimiliki oleh sebuah
bahan peledak setelah dilakukan pengepakan/pembungkusan sebelum
oksigen atau yang sering disebut Oxygen Balanced, maka pada kondisi ini
peledakan dikatakan berlangsung dengan baik dan menghasilkan energi
maximum.
Tetapi jika dalam suatu reaksi terdapat kekurangan oksigen, seperti
amonium nitrat ( NH4NO3 ) dan fuel oil ( CH2 ) maka akan terbentuk gas karbon
monoksida yang terbebaskan ( CO ). Hal ini terjadi karena kebutuhan oksigen
untuk mengikat unsur karbon menjadi karbon dioksida tidak tercukupi. Peristiwa
ini yang disebut dengan Oxygen Negative.
Sebaliknya jika dalam suatu reaksi terdapat kelebihan oksigen ( positive
oxygen ) sehingga menyebabkan sisa dari oksigen yang telah bereaksi dengan
hidrogen dan karbon mengikat gas nitrogen menjadi nitrogen oksida ( NO ) atau
nitrogen dioksida
mengurangi energi. Hal ini dikarenakan nitrogen oksida menyerap panas pada saat
pembentukannya.
4. Sifat Pembakaran / penyalaan
19
20
peledak kuat merujuk pada bahan peledak yang pada saat digunakan peka
terhadap detonator dan bereaksi sangat cepat. Contoh ANFO
2. Dinamit
Dinamit adalah sebuah bahan peledak kuat yang sangat peka terhadap
penyalaan. Pada keluarga dinamit dibagi menjadi 2 sub kelas utama yaitu :
Granular dinamit dan Gelatin dinamit. Garnular dinamit menggunakan
nitrogliserin ( C3H5O9N3 ) sebagai bahan dasar penyusunnya sedangkan
gelatine dinamit merupakan suatu campuran nitrogliserin dan nitrocelluse (
C6H7O11N3 )
3. Slurry
Bahan peledak slurry merupakan suatu campuran ammonium nitrat atau
nitrat lainnya dan bahan bakar yang dapat menjadi hidrokarbon dan
pemeka (sensitizer) di dalam media air yang dikentalkan memakai gums,
semacam perekat, sehingga campuran tersebut berbentuk jeli atau slurries
yang mempunyai ketahanan terhadap air sempurna. Sebagai oksidator bisa
dipakai sodium nitrat atau ammonium nitrat, bahan bakarnya adalah solar
atau minyak diesel, dan pemekanya bisa berupa bahan peledak atau bukan
bahan peledak yang diaduk dalam 15% media air
Berdasarkan base explosive / senyawa dasar penyusun bahan peledak
dapat digambarkan sebagai berikut :
Base Explosive
AN
NG ( C3H5O9N3 )
Bahan Bakar
Carbon ( CH2 )
Dinamit
Alumunium
( Alumunium
dry blasting
agen )
Campuran Lain
Untuk
meningkatkan
densitas
( densitive dry
blasting agen )
Agen
Peledakan
Kering /
ANFO
Granular
Dinamit
Gelatin
Dinamit
21
Aluminiu
m
2.2.6
Bahan
TNT
Slurry High Explosi
bakar
Gambar 2.6. Jenis dan Tipe Bhan Peledak Industri
bereaksi dengan karbon dan hidrogen. Peristiwa ini dikenal dengan kelebihan
oksigen ( positive oxygen ). Yang terjadi pada nitrogen sebagai gas inert yang
akan berubah dari gas nitrogen menjadi gas nitrogen oksida, jika oksida nitrogen
terbentuk, reaksi akan membentuk asap warna kuning tua dan mengurangi energi.
Bentuk :
tabung silinder
Diameter:
6 8 mm
Tinggi
50 90 mm
terbuat
dari
salah
satu
alumunium, tembaga
23
Muatan detonator
semua
jenis
1) Isian utama (primary charge) berupa bahan peledak kuat yang peka
(sensitif). Fungsinya adalah menerima efek panas dengan sangat cepat dan
meledak menimbulkan gelombang kejut.
2) Isian dasar (base charge) disebut juga isian sekunder adalah bahan peledak
kuat dengan VoD tinggi. Fungsinya adalah menerima gelombang kejut dan
meledak dengan kekuatan besarnya tergantung pada berat isian dasar
tersebut.
Kekuatan ledak (strength) detonator ditentukan oleh jumlah isian
dasarnya dan diidentifikasi sebagai berikut (dari ICI Explosive):
detonator No. 6 = 0,22 gr PETN (Penta Erythritol Tetra Nitrate)
detonator No. 8 = 0,45 gr PETN
detonator No. 8*
= 0,80 gr PETN
Jadi daya ledak detonator No. 8 lebih kuat dibanding detonator No. 6.
Kadang-kadang diproduksi juga detonator No. 4, yang berarti kandungan PETN
lebih kecil dari 0,22 gr, untuk keperluan tertentu.
Disamping pengelompokkan detonator berdasarkan energi pemicunya,
detonator pun dikelompokkan berdasarkan waktu meledaknya, yaitu:
Instantaneous detonator adalah detonator yang meledak langsung setelah
sumber energi menginisiasi isian primer dan sekunder; dan
24
plastik selubung
kabel
plastik selubung
kabel
penyumbat
penyumbat
fusehead :
- kawat halus yang
memijar
- ramuan pembakar
tabung silinder
isian utama
isian dasar
fusehead
elemen waktu
tunda
tabung silinder
isian utama
isian dasar
25
2. Sumbu Api
Sumbu api adalah alat berupa sumbu yang fungsinya merambatkan api
dengan kecepatan tetap. Perambatan api tersebut dapat menyalakan ramuan
pembakar (ignition mixture) di dalam detonator biasa, sehingga dapat meledakkan
isian primer dan isian dasarnya.
Bagian inti dari sumbu api berupa blackpowder atau gunpowder yang
tergolong bahan peledak lemah (low explosive) dan dibungkus oleh tekstil serta
dilapisi material kedap air, misalnya aspal dan plastik. Fungsi pembungkus adalah
untuk:
1. Menjaga blackpowder dari air, minyak, atau zat lain yang dapat mempengaruhi laju pembakarannya,
2. Menjaga sumbu dari kerusakan mekanis agar tetap dapat mempertahankan
fleksibilitasnya,
3. Untuk menjaga energi tidak berubah akibat pengaruh dari luar sumbu hingga
api sampai ke bahan peledak dalam detonator .
Apabila terdapat kerusakan pada pembungkus, lapisan kedap air, dan
semua zat lain yang masuk ke dalam inti, maka kinerja sumbu api jadi rusak.
26
3. Sumbu Ledak
Sumbu ledak adalah sumbu yang pada bagian intinya terdapat bahan
peledak PETN, yaitu salah satu jenis bahan peledak kuat dengan kecepatan rambat
sekitar 6000 7000 m/s. Komposisi PETN di dalam tersebut bervariasi dari 3,6
70 gr/m. Namun, yang sering digunakan adalah sumbu ledak dengan isian PETN
3,6 gr/m atau 5 gr/m karena akan mengurangi kerusakan stemming dan bahan
peledak serta pengaruh air blast.
Jadi perbedaan antara sumbu api dengan sumbu ledak ialah pada bahan
intinya. Bahan inti sumbu api ialah low explosive sedangkan inti sumbu ledak
adalah high explosive. Sehingga pada sumbu api yang terjadi ialah rambatan
nyala api, sedangkan pada sumbu ledak terjadi rambatan gelombang detonasi.
Anyaman tekstil
sintetis
Selubung
plastik
Serat nylon
PETN
Inti katun
27
Primer adalah suatu istilah yang diberikan pada bahan peledak peka
detonator, yaitu bahan peledak berbentuk cartridge berupa pasta atau keras, yang
sudah dipasang detonator yang diletakkan di dalam kolom lubang ledak. Proses
peledakan di dalam kolom lubang ledak sebagai berikut:
setelah alat pemicu ledak menginisiasi detonator, maka cartridge akan
meledak,
meledaknya cartridge atau primer akan memberikan energi cukup kuat
untuk menginisiasi bahan peledak utama disepanjang kolom lubang ledak.
Terdapat tiga tempat atau titik untuk meletakkan primer di dalam kolom
lubang ledak (lihat Gambar 3.1) , yaitu:
1) dibagian dasar bahan peledak dalam kolom lubang ledak, disebut bottom
priming,
2) dibagian tengah bahan peledak dalam kolom lubang ledak, disebut deck atau
middle priming,
3) dibagian atas bahan peledak dalam kolom lubang ledak, disebut top atau
collar priming,
Energi peledakan cenderung menurun seiring dengan semakin jauhnya
jarak propagasi energi tersebut dengan titik lokasi primer (lihat Gambar 3.2.b).
Untuk
mempertahankan
energi
tetap
pada
kekuatan
maksimum
dapat
28
DECK
(MIDDLE)
PRIMING
TOP
(COLLAR)
PRIMING
BOTTOM
PRIMING
2.3.2
2.3.1.2
Peralatan Peledakan
Definisi peralatan
Gerakan mekanis untuk tipe generator, yaitu dengan cara memutar engkol
(handle) yang telah disediakan (contoh Gambar 1.1.a). Putaran engkol
dihentikan setelah lampu indikator menyala yang menandakan arus sudah
29
maksimum dan siap dilepaskan. Saat ini tipe generator sudah jarang
digunakan.
Melalui baterai untuk tipe kapasitor, yaitu dengan cara mengontakkan
kunci kearah starter dan setelah lampu indikator menyala yang
menandakan arus sudah terkumpul maksimum dan siap dilepaskan
a. BEETHOVEN MK II A
Engkol memutar generator untuk mengisi kapasitor sampai lebih dari 1200 volts. Setelah penuh lampu indicator men
b. NISSAN F-3
Kapasitor diisi dengan baterai kering 1,5 volt ukuran D yang dapat diganti. Setelah beberapa saat kunci dikontak, la
c. REO BM175-10ST
Merupakan BM yang dapat meledakkan 10 sirkuit dengan interval waktu antar sirkuit dapat diatur dari 5 199 ms da
30
Alat pemicu non-listrik (nonel) dapat dibagi dalam dua kelompok, yaitu
penyulut sumbu api dan pemicu nonel atau starter non-electric. Alat pemicu nonel
(starter non-electric) dinamakan shot gun atau shot firer atau shot shell primer.
Seperti diketahui bahwa sumbu nonel mengandung bahan reaktif (HMX) yang
akan aktif atau terinisiasi oleh gelombang kejut akibat impact. Alat pemicu nonel
dilengkapi dengan peluru yang disebut shot shell primer dengan ukuran tertentu
(untuk buatan ICI Explosives berukuran No. 209). Shot shell primer diaktifkan
oleh pemicu, yaitu pegas bertekanan tinggi yang yang terdapat di dalam alat
pemicu nonel.
b.
Pengukur Tahanan
31
32
a
Gambar 2.13. Blastometer
c.
Adanya kebocoran arus dapat terjadi akibat adanya kawat yang tidak
terisolasi, misalnya pada sambungan, yang kontak dengan air, tanah basah, atau
batuan konduktif. Kontak tersebut dapat menghentikan arus menuju detonator,
sehingga detonator tidak meledak dan dapat menyebabkan gagal ledak. Salah satu
alat ukur kebocoran arus yang efektif adalah AECI Digital Earth Leakage Tester
LT-02 seperti terlihat pada Gambar 1.5. Alat ini dapat mengukur tahanan antara 0
19,99 kohms ( 0 19.990 ohms) dengan skala 10 ohm dan menggunakan tenaga
baterai 9 volts. LT-02 sangat bermanfaaat untuk memeriksa peledakan yang luas
dengan menggunakan banyak detonator. Terutama untuk memeriksa adanya gagal
ledak pada peledakan pillar, massa batuan, dan peledakan dengan baris yang
banyak (multi row) pada tambang terbuka. Bila keadaan tidak segera diatasi atau
diperiksa, maka akan menghambat laju produksi secara serius karena kelambatan
peledakan. Ukurannya 103 x 72 x 33 mm dengan berat 250 gr.
33
2.4
2.4.1
Pemboran Peledakan
Definisi dan Tujuan Pemboran
34
2) Pola persegipanjang (rectangular pattern), yaitu jarak spasi dalam satu baris
lebih besar dibanding burden
3) Pola zigzag (staggered pattern), yaitu antar lubang bor dibuat zigzag yang
berasal dari pola bujursangkar maupun persegipanjang.
3m
3m
2,5 m
3m
Bidang bebas
a. Pola bujursangkar
Bidang bebas
b. Pola persegipanjang
3m
3m
2,5 m
3m
Bidang bebas
Bidang bebas
yaitu permuka kerja atau face. Untuk itu perlu dibuat tambahan bidang bebas yang
dinamakan cut. Secara umum terdapat empat tipe cut yang kemudian dapat
dikembangkan lagi sesuai dengan kondisi batuan setempat, yaitu:
35
Center cut disebut juga pyramid atau diamond cut empat atau enam
lubang dengan diameter yang sama dibor ke arah satu titik, sehingga
berbentuk piramid.
Wedge cut disebut juga V-cut, angled cut atau cut berbentuk baji: Setiap
pasang dari empat atau enam lubang dengan diameter yang sama dibor ke
arah satu titik, tetapi lubang bor antar pasangan sejajar, sehingga
terbentuk baji.
Drag cut atau pola kipas: Bentuknya mirip dengan wedge cut, yaitu
berbentuk baji. Perbedaannya terletak pada posisi bajinya tidak ditengahtengan bukaan, tetapi terletak pada bagian lantai atau dinding bukaan.
36
Burn cut disebut juga dengan cylinder cut (Gambar 1.5): Pola ini sangat
cocok untuk batu yang keras dan regas seperti batupasir (sandstone) atau
batuan beku
2.4.3
Geometri Pemboran
1. Diameter Lubak Ledak
Dalam menentukan diameter lubang ledak didasarkan pada volume
massa batuan yang akan dibongkar, tingkat kepekaan dan berdasarkan diameter
kritis dari sebuah bahan peledak. Jika diameter terlalu kecil, maka faktor energi
yang dihasilkan akan berkurang sehingga tidak cukup besar untuk membongkar
batuan yang akan dihasilkan. Sedangkkan jika lubang ledang ledak terlalu besar
maka akan menghasilkan suatu fragment yang tidak kita inginkan dan
mengakibatkan pemakaian bahan peledak yang terlalu berlebih.
2. Kedalaman Lubang ledak
Kedalaman lubang ledak biasanya disesuaikan dengan tinggi jenjang
yang diterapkan. Dan untuk mendapatkan hasil dari lantai jenjang yang rata maka
hendaknya kedalaman lubang ledak harus lebih dalam dari tinggi jenjang.
3. Kemiringan lubang ledak
Arah pemboran pada lubang ledak terdapat 2 metode yaitu : pemboran
dengan pemboran tegak dan pemboran miring. Dari hasil yang didapat pemboran
miring cenderung lebih memberikan hasil baik dari pada pemboran tegak. Karena
energi gelombang kejut yang dihasilkan pada pemboran miring akan lebih
mengenai permukaan batuan yang menjadi target dari peledakan.
2.4.4
Produksi pemboran
- Waktu Edar pemboran
Waktu yang diperlukan untuk membuat satu lubang ledak dengan
kedalaman tertentu. Persamaannya :
Ct = Pt + St+ Bt+ Dt
37
Keterangan :
Ct = waktu edar ( menit )
Pt = Waktu untu Mengambil Posisi ( mneit )
Bt = Waktu untuk melakukan pemboran ( mnit )
St
= Waktu untuk memasang, mengganti batang bor dan
membersihkan cutting ( menit )
Dt = Waktu untuk mengatasi hambatan dan mengangkat batang bor
-
( menit )
Kecepatan pemboran rata rata
Yaitu kecepatan pemboran per satu satuan waktu
H
Vt = Ct
Keterangan :
Vt = Kecepatan ( meter / menit )
H = Kedalamn lubak ledak ( meter )
Ct = waktu Edar ( menit )
Efisiensi kerja
Waktu kerja produktif yang dilakukan untuk kegiatan pemboran
terhadap waktu yang terjadwal
Ek = Wt x 100 %
Ek = Effisiensi waktu ( 5% )
Wp = Waktu yang digunakan untuk pemboran ( menit )
Wt = waktu terjadwal ( menit )
Volume setara
Volume batuan yang nantinya akan terbongkar persatu satuan meter
dari lubang peledak.
V
Veq = H
dimana =
Veq =
m
V
=> v =
=> . H
Keterangan
M = Masa batuan ( ton )
= Masa jenis batuan ( ton / m3 )
H = total kedalaman pemboran ( meter )
2.4.5
Kinerja suatu mesin bor dipengaruhi oleh faktor-faktor sifat batuan yang di bor,
rock drillability, geometri pemboran, umur dan kondisi mesin bor, dan
ketrampilan operator .
38
Sifat batuan
Kekerasan
Kekuatan ( Strength )
Elastisitas
Struktur geologi
Rock Drillability
Drilabilitas batuan adalah
- Plastisitas
- Abrasitas
- Tekstur
Umur dan kondisi mesin bor sangat berpengaruh, karena semakin lama
umur alat bor maka pemakaian kemampuan alat semakin turun.
Ketrampilan Operator
Mengurangi getaran
depan menghalangi pergeseran baris berikutnya, material pada baris kedua akan
tersembur kearah vertikal dan membentuk tumpukan. Tetapi bila waktu tunda
39
terlalu lama maka produk hasil bongkaran akan terlempar jauh kedepan serta
kemungkinan besar akan menghasilkan flyrock ang cukup jauh. Hal ini
diakibatkan tidak ada dinding batuan yang berfungsi menahan lemparan batuan
yang dibelakang.
Berdasarkan waktu urutan waktu peledakan, maka pola peledakan
diklasifikasikan sebagai berikut :
arah
runtuhan
peledakan,
maka
pola
peledakan
geologi
semacam
itu
akan
mempengaruhi
kemampu-ledakan
(blastability). Tentunya pada batuan yang relatif kompak dan tanpa didominasi
struktur geologi seperti tersebut di atas, jumlah bahan peledak yang diperlukan
akan lebih banyak untuk jumlah produksi tertentu dibanding batuan yang sudah
ada rekahannya. Jumlah bahan peledak tersebut dinamakan specific charge atau
Powder Factor (PF) yaitu jumlah bahan peledak yang dipakai untuk setiap hasil
peledakan (kg/m)
40
T
B
H
PC
PC
a.
b.
41
Batuan standart adalah batuan yang mempunya berat jenis atau densitas
bahan peledak yang dipakai bahan peledak standart, maka digunkan burden ratio (
Kb ) = 30. Tetapi bila batuan dan bahan peledak yang akan digunakan tidak sama
dengan batuan standart ataupun bahan peledak standart, maka harga kb harus
dikoreksi terlebih dahulu.
B=
Kb x D e
12
ft atau
Kb x De
39,3
Dimana :
B = burden
Kb = koreksi burden
De = Diameter lubak ledak.
Kb koreksi = 30 x Af1 x Af2
42
Dstd 3
Afi = Faktor koreksi dari batuan yang diledakkan = ( D )
Af2 = Faktor koreksi dari bahan peledak yang digunakan = (
SG .Ve 2
SGstd .Vestd 2
1
3
Dimana :
Ve = Kecepatan detonasi bahan peledak yang dipakai
Vestd = kecpatan detonasi bahan peledak standart
D = Density batuan yang akan diledakkan
Dstd = Density batuan standart
SG = Berat jenis bahan peledak yang dipakai
SGstd = berat jenis bahan peldak standart ( 1,2 )
B. Spacing
Spacing adlah jarak antar lubang ledak dalam satu baris / sejajar dengan
bidang bebas.
S = Ks X B
Dimana
Ks = Spacing ratio
( 1,00 2,00 )
B = burden
Penentuan spacing untuk pola peledakan :
-
Peledakan serentak S = 2 B
Peledakan beruntun dengan delay interval lama S = B
Jika terdapat kekar yang saling tegak lurus S antara 1,2 1,8B
Peledakan dengan pola beruntun tiap lubang ledak dalam baris yang sama
S = 1,15 B
C. Stemming
Stemming adalah lubang ledak bagian atas yang tidak di isi bahan
peledak, tetapi biasanya di isi oleh abu hasil pemboran atau material
berukuran kerikil ( lebih baik ) dan dipadatkan di atas bahan peledak.
Fungsi steaming :
43
H. Powder Factor
I. Adalah pebandingan antara penggunaan bahan peledak terhadap jumlah
material yang diledakkan :
E
PF = V
J. Perhitungan volume yang akan diledakkan
Pada tambang terbuka atau quarry, yang umumnya menerapkan
peledakan jenjang (bench blasting), volume batuan yang akan diledakkan
tergantung pada dimensi spasi, burden, tinggi jenjang, dan jumlah lubang ledak
yang tersedia. Dimensi atau ukuran spasi, burden dan tinggi jenjang memberikan
peranan yang penting terhadap besar kecilnya volume peledakan. Artinya volume
hasil peledakan akan meningkat bila ukuran ketiga parameter tersebut diperbesar,
sebaliknya untuk volume yang kecil.
Prinsip volume yang akan diledakkan adalah perkalian burden (B), spasi
(S) dan tinggi jenjang (H) yang hasilnya berupa balok dan bukan volume yang
telah terberai oleh proses peledakan. Volume tersebut dinamakan volume padat
(solid atau insitu atau bank), sedangkan volume yang telah terberai disebut
volume lepas (loose). Konversi dari volume padat ke volume lepas menggunakan
faktor berai atau swell factor, yaitu suatu faktor peubah yang dirumuskan sbb:
45
SF
apabila :
maka
VS
x 100%
VL
VS = B x S x H
VL =
BxSxH
SF
di mana SF, VS dan VL masing-masing adalah faktor berai (dalam %), volume
padat dan volume lepas. Apabila ditanyakan berat hasil peledakan, maka dihitung
dengan mengalikan volume dengan densitas batuannya, jadi:
W=Vx
di mana adalah densitas batuan. Perlu diingat bahwa berat hasil peledakan baik
dalam volume padat maupun volume lepas bernilai sama, tetapi densitasnya
berbeda, di mana densitas pada kondisi lepas akan lebih kecil dibanding padat.
46