Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Variabel yang diamati dari praktikum ini yaitu tinggi tanaman, jumlah daun, bobot
buah, jumlah buah juga panjang tongkol jagung.
B. Tujuan
Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui pola pertumbuhan dan produksi
tanaman yang ditanam dengan sistem mono dan multiple cropping dan
membandingkan dengan Land Equivalency Ratio (LER).
II.
METODE PRAKTIKUM
A. Alat dan Bahan
Alat yang dibutuhkan untuk melaksanakan praktikum ini antara lain adalah
cangkul, kored, light intensity meter, thermohygrometer, mistar, timbangan dan
ember. Sedangkan bahan yang dibutuhkan yaitu benih kedelai, benih jagung
manis, pupuk NPK, pupuk urea dan pupuk SP-36.
B. Prosedur Kerja
Untuk mengetahui pengaruh pola tanam terhadap pertumbuhan dan produksi
tanaman dapat dilakukan beberapa kegiatan, yaitu sebagai berikut :
1. Lahan pertanaman disiapkan sejumlah perlakuan yaitu 9 kombinasi diulang
3 kali, ada 27 petak. Dibuat 3 unit percobaan sehingga total ada 81 petak
percobaan dengan ukuran 2 m2 x 3 m2.
2. Benih jagung ditanam dengan jarak 25 cm x 55 cm, dan 1 benih untuk 1
lubang tanam.
3. Perlakuan yang diberikan terdiri atas 2 faktor, yaitu:
Faktor 1 (Sistem tanam)
I1 : mono cropping jagung manis
I2 : mono cropping kacang kedelai
I3 : multiple cropping jagung manis dan kacang kedelai
Faktor 2 (Dosis pupuk)
P1 : tanpa pemupukan
P2 : 50% dosis pupuk rekomendasi (N dan P)
P3 : 100% dosis pupuk rekomendasi (N dan P)
4. Tanaman diberi pupuk sesuai rekomendasi.
5. Tanaman dipelihara sesuai kebutuhan seperti pengendalian OPT, kebutuhan
air dan penyiangan gulma.
6. Karakter morfologi tanaman seperti tinggi tanaman dan jumlah daun
diamati.
III.
(Hasil terlampir).
B. Pembahasan
Tumpangsari (Intercropping) merupakan penanaman yang dilakukan lebih
dari 1 tanaman dengan umur tanaman yang sama atau berbeda. Contohnya seperti
tumpangsari yang memiliki umur tanaman yang sama seperti jagung dan kedelai,
tumpangsari yang memiliki umur tanaman yang berbeda seperti jagung, ketela
pohon, padi gogo. Menurut Thahir (1999), tumpangsari adalah penanaman lebih
dari satu tanaman pada waktu yang bersamaan atau selama periode tanam pada
satu tempat yang sama. Beberapa keuntungan dari sistem tumpangsari antara lain
pemanfaatan lahan kosong disela-sela tanaman pokok, peningkatan produksi total
persatuan luas karena lebih efektif dalam penggunaan cahaya, air serta unsur hara,
disamping dapat mengurangi resiko kegagalan panen dan menekan pertumbuhan
gulma
Keuntungan dari sistem pertanaman tumpangsari yaitu:
1. Mencegah dan mengurangi pengangguran musim
2. Memperbaiki keseimbangan gizi masyarakat petani
3. Adanya pengolahan tanah yang minimal
4. Jika tanaman tumpang sari berhasil semua, masih dapat diperoleh
nilai tambah
5. Mengurangi erosi dan jika salah satu tanaman gagal panen, dapat
diperoleh tanaman yang satu lagi (Hanum,2008).
Salah satu jenis tanaman yang dapat dijadikan sebagai tanaman sela pada
tanaman jagung adalah tanaman kedelai. Tanaman jagung dan kedelai
memungkinkan untuk ditumpangsari karena tanaman jagung menghendaki
nitrogen tinggi, sementara kedelai dapat memfiksasi nitrogen dari udara bebas
sehingga kekurangan nitrogen pada jagung terpenuhi oleh kelebihan nitrogen
pada kedelai. Jagung dan kedelai yang ditanam secara tumpang sari akan terjadi
kompetisi dalam memperebutkan unsur hara, air dan sinar matahari. Sehingga
pengaturan sistem tanam dan pemberian pupuk sangat penting untuk mengurangi
terjadinya kompetisi tersebut (Abidin, 1991).
Monocropping adalah penanaman yang dilakukan hanya dengan
menggunakan satu tanaman saja. Misalnya sawah ditanami padi saja, jagung saja,
atau kedelai saja. Tujuan sistem penanaman monocropping adalah untuk
meningkatkan hasil pertanian (Gomez, 2007). Penanaman monocropping
menyebabkan terbentuknya lingkungan pertanian yang kurang baik. Buktinya
tanah yang digunakan harus diolah, dipupuk dan disemprot dengan insektisida.
Jika tidak, tanaman pertanian mudah terserang hama dan penyakit. Jika tanaman
pertanian terserang hama, maka dalam waktu cepat hama itu akan menyerang
wilayah yang luas petani tidak dapat panen karena tanamannya terserang hama.
Kelebihan sistem ini yaitu teknis budidayanya relatif mudah karena tanaman yang
ditanam maupun yang dipelihara hanya satu jenis. Di sisi lain, kelemahan sistem
ini adalah tanaman relatif mudah terserang hama maupun penyakit.
Tanaman yang ditanam secara tumpangsari sebaiknya mempunyai umur
atau periode pertumbuhan yang tidak sama, karena mempunyai perbedaan
kebutuhan terhadap faktor lingkungan seperti air, kelembaban, cahaya dan unsur
hara tanaman, karena itu akan mempengaruhi pertumbuhan dan hasil kedua
tanaman tersebut (Frina dkk, 2000). Sistem pertanaman intercropping dan
monocropping memiliki perbedaan yang dapat dihitung dengan Land Equivalent
Ratio (LER). LER merupakan perbandingan perbedaan hasil antara sistem
pertanaman intercropping dengan sistem pertanaman monocropping. Hasil yang
dihitung pada LER adalah bobot tanaman pada kedua sistem pertanaman tersebut.
Cara menghitung LER adalah sebagai berikut:
LER =
Hx
Hy
Keterangan
Dx
Dy
Hx
Hy
2273.87
2151.57
Dx
Dy
163.37
241.22
= 1,057 + 0,67
= 1,727
LER digunakan untuk menghitung perbandingan antara bobot tanaman
dari sitem pertanaman intercropping dan monocropping (Sitompul,1995). Hasil
praktikum kali ini didapatkan hasil tanaman tumpangsari jagung adalah 2273,87;
bobot hasil monokultur jagung sebesar 2151,57; bobot hasil tumpangsari kedelai
sebesar 163,37; dan bobot hasil monokultur kedelai sebesar 241,22. Bobot jagung
yang dihitung berupa bobot rata-rata bobot tongkol dan bobot klobot. Bobot
kedelai yang dihitung berupa rata-rata bobot polong dan jumlah polong. Hasil
LER menunjukkan angka 1,727, atau lebih dari 1 sehingga terbukti bahwa sistem
pertanaman intercropping lebih menguntungkan daripada sistem pertanaman
10
Namun memiliki pengaruh nyata terhadap tinggi tanaman, yaitu pada interaksi
perlakuan sistem tanam multiplecroping dan perlakuan pupuk P3.
Selain pada tanaman jagung, analisis juga dilakukan pada tanaman kedelai.
Hasilnya adalah perlakuan pupuk P1, P2 dan P3 tidak berpengaruh nyata terhadap
tinggi tanaman,jumlah daun, bobot polong dan jumlah polong. Perlakuan sistem
tanam monocropping dan multiplecropping tidak berpengaruh nyata terhadap
tinggi tanaman dan jumlah daun. Namun berpengaruh nyata terhadap bobot
polong dan jumlah polong. Juga kenyataan bahwa interaksi perlakuan pupuk dan
sistem tanam tidak berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman,jumlah daun,
bobot polong dan jumlah polong.
IV.
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil praktikum disimpulkan bahwa pertumbuhan dan hasil
tanaman jagung dan kedelai dalam sistem tumpangsari terbaik pada pola tanam
Tumpangsari Jagung/Kedelai dan dosis pupuk P3 dengan LER 1,727
menunjukkan nilai besar dari pada 1 yang berarti sistem tumpangsari lebih
menguntungkan dari pada sistem monokultur.
B. SARAN
11
DAFTAR PUSTAKA
Abidin, Z. 1991. Pengujian Waktu Tanam Kedelai (Glycine max (L.) Merrill) dan
Pemupukan TSP pada Sistem Tumpangsari dengan Tanaman Jagung (Zea
mays L.) . Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh.
Asadi, D. M. Arsyad. H. Zahara dan Darmijati, 2007. Pemuliaan Kedelai Untuk
Toleran Naungan dan Tumpang sari. Buletin Agrobio 1 (2) : 15 20.
Francis. C.A. 1989. Biological Efficiencies in Multiple Cropping System in
Advances in Agronomy. vol.42. Acad press, New york.
12
13