Вы находитесь на странице: 1из 45

LAPORAN PENDAHULUAN

BENIGNA PROSTAT HIPERPLASIA (BPH)

A. Konsep Dasar Medis


1. Pengertian
Benigna Prostat Hiperplasia adalah kelenjar prostat mengalami,
memanjang keatas kedalam kandung kemih dan menyumbat aliran urin dengan
menutupi orifisium uretra (Brunner & suddarth, 2008). Benigna Prostat
Hiperplasia adalah penyakit yang disebabkan oleh penuaan (Price, 2006)
Benigna Prostat Hiperplasia adalah hiperplasia kelenjer periuretra yang
mendesak jaringan prostat yang asli ke perifer dan menjadi simpai bedah
(Mansjoer, 2009).
Benigna Prostat Hiperplasia adalah kelenjar prostat bila mengalami
pembesaran, organ ini dapat menyumbat uretra pars prostatika dan
menyebabkan terhambatnya aliran urine keluar dari buli-buli (Sudoyo, 2009).
Benigna Prostat Hiperplasia (BPH) adalah pembesaran jinak kelenjar
prostat,

disebabkan

oleh

karena

hiperplasia

beberapa

atau semua

komponen prostat meliputi jaringan kelenjar/jaringan fibromuskuler yang


menyebabkan penyumbatan uretra pars prostatika (Lab/UPF Ilmu Bedah
RSUD dr. Sutomo, 2004).
Pendapat lain mengatakan bahwa BPH adalah pembesaran progresif
dari kelenjar prostat (secara umum pada pria lebih tua dari 60 tahun)
menyebabkan berbagai derajat obstruksi uretral dan pembatasan

aliran

urinarius (DoEnges, 2000).


Dari pengertian di atas maka penulis menyimpulkan bahwa BPH
adalah

pembesaran

progresif

dari

kelenjar

prostat, bersifat

jinak

disebabkan oleh hiperplasia beberapa atau semua komponen prostat yang


mengakibatkan penyumbatan prostatika dan umumnya terjadi pada pria
dewasa lebih dari 60 tahun dan dapat menyebabkan berbagai derajat
obstruksi uretral dan pembatasan aliran urinarius. Obstruksi uretral dan
pembatasan

aliran

urinarius

artinya

terjadinya

penyumbatan

yang

mengakibatkan hambatan buang air kecil sehingga melebihi ukuran normal.

2. Etiologi
Hingga

sekarang

masih

belum

diketahui

secara

pasti

etiologi/penyebab terjadinya BPH, namun beberapa hipotesisi menyebutkan


bahwa BPH erat kaitanya dengan peningkatan kadar dehidrotestosteron (DHT)
dan proses menua. Terdapat perubahan mikroskopik pada prostat telah terjadi
pada pria usia 30-40 tahun. Bila perubahan mikroskopik ini berkembang, akan
terjadi perubahan patologik anatomi yang ada pada pria usia 50 tahun, dan
angka kejadiannya sekitar 50%, untuk usia 80 tahun angka kejadianya sekitar
80%, dan usia 90 tahun sekiatr 100% (Sudoyo, 2009).
Etiologi yang belum jelas maka melahirkan beberapa hipotesa yang
diduga menjadi penyebab timbulnya Benigna Prosat, teori penyebab BPH
menurut Sudoyo (2009) meliputi, Teori Dehidrotestosteron (DHT), teori
hormon (ketidakseimbangan antara estrogen dan testosteron), faktor interaksi
stroma dan epitel-epitel, teori berkurangnya kematian sel (apoptosis), teori sel
stem.
a. Teori Dehidrotestosteron (DHT)
Dehidrotestosteron/ DHT adalah metabolit androgen yang sangat penting
pada pertumbuhan sel-sel kelenjar prostat. Aksis hipofisis testis dan reduksi
testosteron menjadi dehidrotestosteron (DHT) dalam sel prostat merupakan
factor terjadinya penetrasi DHT kedalam inti sel yang dapat menyebabkan
inskripsi pada RNA, sehingga dapat menyebabkan terjadinya sintesis
protein yang menstimulasi pertumbuhan sel prostat. Pada berbagai
penelitian dikatakan bahwa kadar DHT pada BPH tidak jauh berbeda
dengan kadarnya pada prostat normal, hanya saja pada BPH, aktivitas
enzim 5alfa reduktase dan jumlah reseptor androgen lebih banyak pada
BPH. Hal ini menyebabkan sel-sel prostat pada BPH lebih sensitive

terhadap DHT sehingga replikasi sel lebih banyak terjadi dibandingkan


dengan prostat normal.
b. Teori hormon ( ketidakseimbangan antara estrogen dan testosteron)
Pada usia yang semakin tua, terjadi penurunan kadar testosterone
sedangkan kadar estrogen relative tetap, sehingga terjadi perbandingan
antara kadar estrogen dan testosterone relative meningkat. Hormon
estrogen didalam prostat memiliki peranan dalam terjadinya poliferasi selsel kelenjar prostat dengan cara meningkatkan jumlah reseptor androgen,
dan menurunkan jumlah kematian sel-sel prostat (apoptosis). Meskipun
rangsangan terbentuknya sel-sel baru akibat rangsangan testosterone
meningkat, tetapi sel-sel prostat telah ada mempunyai umur yang lebih
panjang sehingga masa prostat jadi lebih besar.
c. Faktor interaksi Stroma dan epitel epitel.
Diferensiasi dan pertumbuhan sel epitel prostat secara tidak langsung
dikontrol oleh sel-sel stroma melalui suatu mediator yang disebut Growth
factor. Setelah sel-sel stroma mendapatkan stimulasi dari DHT dan
estradiol, sel-sel stroma mensintesis suatu growth factor yang selanjutnya
mempengaruhi sel-sel stroma itu sendiri intrakrin dan autokrin, serta
mempengaruhi sel-sel epitel parakrin. Stimulasi itu menyebabkan
terjadinya poliferasi sel-sel epitel maupun sel stroma. Basic Fibroblast
Growth Factor (bFGF) dapat menstimulasi sel stroma dan ditemukan
dengan konsentrasi yang lebih besar pada pasien dengan pembesaran
prostad jinak. bFGF dapat diakibatkan oleh adanya mikrotrauma karena
miksi, ejakulasi atau infeksi.
d. Teori berkurangnya kematian sel (apoptosis)
Progam kematian sel (apoptosis) pada sel prostat adalah mekanisme
fisiologik untuk mempertahankan homeostatis kelenjar prostat. Pada
apoptosis terjadi kondensasi dan fragmentasi sel, yang selanjutnya sel-sel

yang mengalami apoptosis akan difagositosis oleh sel-sel di sekitarnya,


kemudian didegradasi oleh enzim lisosom. Pada jaringan normal, terdapat
keseimbangan antara laju poliferasi sel dengan kematian sel. Pada saat
terjadi pertumbuhan prostat sampai pada prostat dewasa, penambahan
jumlah sel-sel prostat baru dengan yang mati dalam keadaan seimbang.
Berkurangnya jumlah sel-sel prostat baru dengan prostat yang mengalami
apoptosis menyebabkan jumlah sel-sel prostat secara keseluruhan menjadi
meningkat, sehingga terjadi pertambahan masa prostat.
e. Teori sel stem
Sel-sel yang telah apoptosis selalu dapat diganti dengan sel-sel baru.
Didalam kelenjar prostat istilah ini dikenal dengan suatu sel stem, yaitu sel
yang mempunyai kemampuan berpoliferasi sangat ekstensif. Kehidupan sel
ini sangat tergantung pada keberadaan hormone androgen, sehingga jika
hormone androgen kadarnya menurun, akan terjadi apoptosis. Terjadinya
poliferasi sel-sel BPH dipostulasikan sebagai ketidaktepatan aktivitas sel
stem sehingga terjadi produksi yang berlebihan sel stroma maupun sel
epitel.
3. Anatomi Fisiologi
a. Anatomi
Kelenjar prostat adalah suatu kelenjar fibro muscular yang melingkar
Bledder neck dan bagian proksimal uretra. Berat kelenjar prostat pada
orang dewasa kira-kira 20 gram dengan ukuran rata-rata : panjang 3,4 cm,
lebar 4,4 cm, tebal 2,6 cm. Secara embriologis terdiri dari 5 lobus yaitu
lobus medius 1 buah, lobus anterior 1 buah, lobus posterior 1 buah, lobus
lateral 2 buah. Selama perkembangannya lobus medius, lobus anterior dan
lobus posterior akan menjadi satu disebut lobus medius. Pada penampang
lobus medius kadang-kadang tidak tampak karena terlalu kecil dan lobus

ini tampak homogen berwarna abu-abu, dengan kista kecil berisi cairan
seperti susu, kista ini disebut kelenjar prostat.
b. Fisiologi
Pada laki-laki remaja prostat belum teraba pada colok dubur,
sedangkan pada orang dewasa sedikit teraba dan pada orang tua biasanya
mudah teraba. Sedangkan pada penampang tonjolan pada proses hiperplasi
prostat, jaringan prostat masih baik. Pertambahan unsur kelenjar
menghasilkan warna kuning kemerahan, konsisitensi lunak dan berbatas
jelas dengan jaringan prostat yang terdesak berwarna putih ke abu-abuan
dan padat. Apabila tonjolan itu ditekan, keluar cairan seperti susu. Apabila
jaringan fibromuskuler yang bertambah tonjolan berwarna abu-abu padat
dan tidak mengeluarkan cairan sehingga batas tidak jelas. Tonjolan ini
dapat menekan uretra dari lateral sehingga lumen uretra menyerupai celah.
Terkadang juga penonjolan ini dapat menutupi lumen uretra, tetapi fibrosis
jaringan kelenjar yang berangsur-angsur mendesak prostat dan kontraksi
dari vesika yang dapat mengakibatkan peradangan (Brunner & Suddarth,
2008).
4. Patofisiologi
Hiperplasia

prostat

adalah

pertumbuhan

nodul-nodul

fibroadenomatosa majemuk dalam prostat, pertumbuhan tersebut dimulai dari


bagian periuretral sebagai proliferasi yang terbatas dan tumbuh dengan
menekan kelenjar normal yang tersisa. Jaringan hiperplastik terutama terdiri
dari kelenjar dengan stroma fibrosa dan otot polos yang jumlahnya berbedabeda. Proses pembesaran prostat terjadi secara perlahan-lahan sehingga
perubahan pada saluran kemih juga terjadi secara perlahan-lahan. Pada tahap
awal setelah terjadi pembesaran prostat, resistensi pada leher buli-buli dan
daerah prostat meningkat, serta otot destrusor menebal dan merenggang

sehingga timbul sakulasi atau divertikel. Fase penebalan destrusor disebut fase
kompensasi, keadaan berlanjut, maka destrusor menjadi lelah dan akhirnya
mengalami dekompensasi dan tidak mampu lagi untuk berkontraksi/terjadi
dekompensasi sehingga terjadi retensi urin. Pasien tidak bisa mengosongkan
vesika urinaria dengan sempurna, maka akan terjadi statis urin. Urin yang statis
akan menjadi alkalin dan media yang baik untuk pertumbuhan bakteri (Price,
2006).
Obstruksi urin yang berkembang secara perlahan-lahan dapat
mengakibatkan aliran urin tidak deras dan sesudah berkemih masih ada urin
yang menetes, kencing terputus-putus (intermiten), dengan adanya obstruksi
maka pasien mengalami kesulitan untuk memulai berkemih (hesitansi). Gejala
iritasi juga menyertai obstruksi urin. Vesika urinarianya mengalami iritasi dari
urin yang tertahan tertahan didalamnya sehingga pasien merasa bahwa vesika
urinarianya tidak menjadi kosong setelah berkemih yang mengakibatkan
interval disetiap berkemih lebih pendek (nokturia dan frekuensi), dengan
adanya gejala iritasi pasien mengalami perasaan ingin berkemih yang
mendesak/ urgensi dan nyeri saat berkemih /disuria (Sudoyo, 2009).
Tekanan vesika yang lebih tinggi daripada tekanan sfingter dan
obstruksi, akan terjadi inkontinensia paradoks. Retensi kronik. menyebabkan
refluk vesiko ureter, hidroureter, hidronefrosis dan gagal ginjal. Proses
kerusakan ginjal dipercepat bila terjadi infeksi. Pada waktu miksi penderita
harus mengejan sehingga lama kelamaan menyebabkan hernia atau hemoroid.
Karena selalu terdapat sisa urin, dapat menyebabkan terbentuknya batu
endapan didalam kandung kemih. Batu ini dapat menambah keluhan iritasi dan

menimbulkan hematuria. Batu tersebut dapat juga menyebabkan sistitis dan


bila terjadi refluk akan mengakibatkan pielonefritis (Wim de jong, 2005).

5. Pathway
Hormon
Estrogen &
Testosterne
tidak seimbang

Penyempitan
lumen ureter
prostatika
Obstruksi

Retensi Urin

Faktor Usia

Sel Prostat
umur
panjang

Sel stroma
pertumbuhan
berpacu

Prolikerasi
abnormal sel
strem

Sel yang mati


kurang

Prostat
membesar
Resiko
Pendarahan

Iritasi mukosa
kandungan
kencing,
terputusnya

Nyeri akut

Produksi
Stroma
dan epitel
berlebiha
n
TURP

Kurangnya
informasi
terhadap
pembedahan

Pemasangan DC
7
Rangsangan
Gate diameter
kontrole
syaraf

Tempat
masuknya
Resiko
Luka Infeksi
Ansiet
mikroorganisme

Gangguan
eliminasi urine

6. Manifestasi Klinik
Obstruksi prostat dapat menimbulkan keluhan pada saluran kemih
maupun keluhan diluar saluran kemih. Menurut Sudoyo (2009) dan tanda dan
gejala dari BPH yaitu : keluhan pada saluran kemih bagian bawah, gejala pada
saluran kemih bagian atas, dan gejala di luar saluran kemih.
a. Keluhan pada saluran kemih bagian bawah
Gejala obstruksi meliputi : Retensi urin (urin tertahan dikandung kemih
sehingga urin tidak bisa keluar), hesitansi (sulit memulai miksi), pancaran
miksi lemah, Intermiten (kencing terputus-putus), dan miksi tidak puas
(menetes setelah miksi)
1) Gejala iritasi meliputi : Frekuensi, nokturia, urgensi (perasaan ingin
miksi yang sangat mendesak) dan disuria (nyeri pada saat miksi).
2) Gejala pada saluran kemih bagian atas Keluhan akibat hiperplasi
prostat pada sluran kemih bagian atas berupa adanya gejala obstruksi,

seperti nyeri pinggang, benjolan dipinggang (merupakan tanda dari


hidronefrosis), atau demam yang merupakan tanda infeksi atau
urosepsis.
b. Gejala diluar saluran kemih
Pasien datang diawali dengan keluhan penyakit hernia inguinalis atau
hemoroid. Timbulnya penyakit ini dikarenakan sering mengejan pada saan
miksi sehingga mengakibatkan tekanan intraabdominal. Adapun gejala dan
tanda lain yang tampak pada pasien BPH, pada pemeriksaan prostat
didapati membesar, kemerahan, dan tidak nyeri tekan, keletihan, anoreksia,
mual dan muntah, rasa tidak nyaman pada epigastrik, dan gagal ginjal
dapat terjadi dengan retensi kronis dan volume residual yang besar.
7. Komplikasi
Komplikasi yang sering terjadi pada pasien BPH antara lain: sering
dengan semakin beratnya BPH, dapat terjadi obstruksi saluran kemih, karena
urin tidak mampu melewati prostat. Hal ini dapat menyebabkan infeksi saluran
kemih dan apabila tidak diobati, dapat mengakibatkan gagal ginjal. (Wim de
jong, 2005).
Kerusakan traktus urinarius bagian atas akibat dari obstruksi kronik
mengakibatkan penderita harus mengejan pada miksi yang menyebabkan
peningkatan tekanan intraabdomen yang akan menimbulkan hernia dan
hemoroid. Stasis urin dalam vesiko urinaria akan membentuk batu endapan
yang menambah keluhan iritasi dan hematuria. Selain itu, stasis urin dalam
vesika urinaria menjadikan media pertumbuhan mikroorganisme, yang dapat
menyebabkan sistitis dan bila terjadi refluks menyebabkan pyelonefritis (Wim
de jong, 2005).
8. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Mansjoer Arif (2009), pemeriksaan penunjang yang mesti
dilakukan pada pasien dengan BPH adalah :

a. Laboratorium
1) Sedimen Urin
Untuk mencari kemungkinan adanya proses infeksi atau inflamasi
saluran kemih.
2) Kultur Urin
Mencari jenis kuman yang menyebabkan infeksi atau sekaligus
menentukan sensitifitas kuman terhadap beberapa antimikroba yang
diujikan.
b. Pencitraan
1) Foto polos abdomen
2) Mencari kemungkinan adanya batu saluran kemih atau kalkulosa
prostat dan kadang menunjukan bayangan buli-buli yang penuh terisi
urin yang merupakan tanda dari retensi urin.
3) IVP (Intra Vena Pielografi)
Mengetahui kemungkinan kelainan ginjal

atau

ureter

berupa

hidroureter atau hidronefrosis, memperkirakan besarnya kelenjar


prostat, penyakit pada buli-buli.
4) Ultrasonografi (trans abdominal dan trans rektal)
Untuk mengetahui, pembesaran prostat, volume buli-buli atau
mengukur sisa urin dan keadaan patologi lainnya seperti difertikel,
tumor.
5) Systocopy
Untuk mengukur besar prostat dengan mengukur panjang uretra
parsprostatika dan melihat penonjolan prostat ke dalam rektum.
9. Penatalaksanaan Medik
Menurut Wim de jong (2005), dalam penatalaksanaan pasien dengan
BPH tergantung pada stadium-stadium dari gambaran klinis:
a. Stadium I
Pada stadium ini biasanya belum memerlukan tindakan bedah, diberikan
pengobatan konservatif, misalnya menghambat adrenoresptor alfa seperti
alfazosin dan terazosin. Keuntungan obat ini adalah efek positif segera
terhadap keluhan, tetapi tidak mempengaruhi proses hiperplasi prostat.
Sedikitpun kekurangannya adalah obat ini tidak dianjurkan untuk
pemakaian lama.

10

b. Stadium II
Pada stadium II merupakan indikasi untuk melakukan pembedahan
biasanya dianjurkan reseksi endoskopi melalui uretra (trans uretra)
c. Stadium III
Pada stadium III reseksi endoskopi dapat dikerjakan dan apabila
diperkirakan prostat sudah cukup besar, sehinga reseksi tidak akan selesai
dalam 1 jam. Sebaiknya dilakukan pembedahan terbuka. Pembedahan
terbuka dapat dilakukan melalui trans vesika, retropubik dan perineal.
d. Stadium IV
Pada stadium IV yang harus dilakukan adalah membebaskan penderita dari
retensi urin total dengan memasang kateter atau sistotomi. Setelah itu,
dilakukan pemeriksaan lebih lanjut amok melengkapi diagnosis, kemudian
terapi definitive dengan TUR atau pembedahan terbuka.
e. Terapi Bedah
Indikasinya adalah bila retensi urin berulang, hematuria, penurunan fungsi
ginjal, infeksi saluran kemih berulang, divertikel batu saluran kemih,
hidroureter, hidronefrosis jenis pembedahan:
1) TURP (Trans Uretral Resection Prostatectomy)
Yaitu pengangkatan sebagian atau keseluruhan kelenjar prostat melalui
sitoskopi atau resektoskop yang dimasukkan malalui uretra.
2) Prostatektomi Suprapubis
Yaitu pengangkatan kelenjar prostat melalui insisi yang dibuat pada
kandung kemih.
3) Prostatektomi retropubis
Yaitu pengangkatan kelenjar prostat melalui insisi pada abdomen
bagian bawah melalui fosa prostat anterior tanpa memasuki kandung
kemih.
4) Prostatektomi Peritoneal
Yaitu pengangkatan kelenjar prostat radikal melalui sebuah insisi
diantara skrotum dan rektum.
5) Prostatektomi retropubis radikal
Yaitu pengangkatan kelenjar prostat termasuk kapsula, vesikula
seminalis dan jaringan yang berdekatan melalui sebuah insisi pada

11

abdomen bagian bawah, uretra dianastomosiskan ke leher kandung


kemih pada kanker prostat.

B. Konsep Dasar Keperawatan


1. Riwayat Keperawatan
Pengkajian fokus keperawatan yang perlu diperhatikan pada penderita
BPH merujuk pada teori menurut (Brunner & Suddarth, 2008) ada berbagai
macam, meliputi :
a) Demografi
BPH kebanyakan menyerang pada pria berusia diatas 60 tahun. Hal ini
dapat dikaitakan dengan keberadaan hormonal laki-laki (androgen yaitu
testosteron). Hal ini, didasarkan pada fakta bahwa BPH terjadi ketika
seorang laki-laki hormon estrogen meningkat dan kadar hormon testosteron
menurun, dan ketika jaringan prostat menjadi lebih sensitif terhadap
estrogen serta kurang responsif terhadap : Dihydrotestoterone (DHT) yang
merupakan testosteron eksogen.
b) Riwayat Penyakit Sekarang
Pada pasien BPH keluhan keluhan yang ada adalah frekuensi, nokturia,
urgensi, disuria, pancaran melemah, rasa tidak puas sehabis miksi,
hesistensi (sulit memulai miksi), intermiten (kencing terputus-putus), dan
waktu miksi memanjang dan akhirnya menjadi retensi urine (Brunner &
Suddarth, 2008).
c) Riwayat penyakit dahulu
Kaji apakah memilki riwayat infeksi saluran kemih (ISK). Infeksi saluran
kemih dapat terjadi akibat stasis urin, dimana sebagian urin tetap berada
dalam saluran kemih dan berfungsi sebagai media untuk organisme aktif.
d) Pola kesehatan fungsional
(1) Eliminasi
Pola eliminasi kaji tentang pola berkemih, termasuk frekuensinya, ragu
- ragu, menetes, pasien harus bangun pada malam hari untuk berkemih

12

(nokturia), kekuatan sistem perkemihan. Tanyakan pada pasien apakah


mengedan untuk mulai atau mempertahankan aliran kemih.
(2) Pola nutrisi dan metabolisme
Gejala generalisata juga mungkin tampak pada pasien BPH termasuk
keletihan, anoreksia, mual dan muntah dan rasa tidak nyaman pada
epigastrik.
(3) Pola persepsi dan konsep diri
Meliputi informasi tentang perasaan atau emosi yang dialami atau
dirasakan pasien sebelum pembedahan dan sesudah pembedahan.
Apakah pasien cemas karena kurangnya pengetahuan terhadap
prosedur tindakan operasi.
2. Pemeriksaan Fisik
a) Tekanan darah, nadi dan pernapasan dipantau dan dibandingkan dengan
nilai dasar tanda-tanda vital pre operasi untuk mendeteksi hipotensi.
Perawat juga mengamati pasien terhadap adanya prilaku gelisah, keringat
dingin, pucat, dan setiap peningkatan nadi.
b) Pemeriksaan dilakukan yang berkaitan dengan seperti nyeri pinggang,
nyeri punggung dan rasa tidak nyaman pada abdomen atau suprapubis.
Kemungkinan penyebabnya adalah infeksi, retensi, dan kemungkinan kolik
renalis.
c) Rectal touch / pemeriksaan colok dubur bertujuan untuk menentukan
konsistensi sistem persarafan unit vesiko uretra

dan besarnya prostat.

Dengan rectal toucher dapat diketahui derajat dari BPH, yaitu :


(1) Derajat I : Beratnya 20 gram.
(2) Derajat II : Beratnya antara 20 40 gram.
(3) Derajat III : Beratnya > 40 gram.
10. Diagnosa Keperawatan
a. Retensi urine (akut/ kronik) berhubungan dengan obstruksi mekanik pembesaran
prostat, dekompensasi otot destruktor ketidakmampuan kandung kemih untuk
berkontraksi dengan adekuat.
b. Nyeri (akut) berhubungan dengan iritasi mukosa, distensi kandung kemih.
c. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan pasca obstruksi diuresia dan
drainase cepat kandung kemih yang terlalu distensi secara kronis.

13

d. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan prosedur invasif, kateter,


trauma jaringan, insisi bedah
e. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan terapi
berhubungan dengan kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi,
keterbatasan kognitif, kurang akurat/lengkapnya informasi yang ada.

14

11. Intervensi Keperawatan


a. Retensi urine (akut/ kronik) berhubungan dengan obstruksi mekanik pembesaran prostat, dekompensasi otot destruktor
ketidakmampuan kandung kemih untuk berkontraksi dengan adekuat.
1.
Diagnosa
Keperawatan/
Masalah Kolaborasi
7. Retensi urine
(akut/ kronik)
berhubungan

dengan
obstruksi
mekanik
pembesaran
prostat,
dekompensasi
otot destruktor
ketidakmampu
an
kandung
kemih untuk
berkontraksi
dengan
adekuat.

8. DS:
- Disuria

- Bladder terasa penuh


9.

10.
DO :
- Distensi bladder

- Terdapat urine residu

- Inkontinensia tipe luapan


- Urin output sedikit/tidak

ada
11.
18.

2.
4.

Tujuan dan
Kriteria Hasil
12. NOC:
Urinary elimination
Urinary Contiunence
13. Setelah
dilakukan
tindakan
keperawata
n selama
. retensi
urin
14. pasien
teratasi
dengan
kriteria
hasil:
Kandung kemih kosong
secarapenuh
Tidak ada residu urine
>100-200 cc
Intake cairan dalam
rentang normal
Bebas dari ISK
Tidak
ada
spasme
bladder
Balance
cairan
seimbang

5.

Rencana keperawatan
Intervensi

6.

Rasional

15.
NIC :
1.Indikator keseimbangan cairan dan kebutuhan
16. Urinary Retention Care
penggantian pada irigasi kandung kemih,
1. Monitor intake dan output
awasi pentingnya perkiraan kehilangan darah
2. Monitor
penggunaan
obat
dan secara akurat mengkaji haluaran urine.
antikolinergik
2.Diberikan untuk melawan infeksi. Mugkin
3. Monitor derajat distensi bladder
digunakan secara profilaksis. Efek samping
4. Instruksikan pada pasien dan
demam.
keluarga untuk mencatat output 3.Membantu dan evakuasi duktus kelenjar untuk
urine.
menghilangkan
kongesti/inflamasi.
5. Kateterisaai jika perlu
Kontraindikasi bila infeksi terjadi.
6. Monitor tanda dan gejala ISK 4.Retensi urin meningkatkan tekanan dalam
(panas, hematuria, perubahan bau
saluran perkemihan atas, yang dapat
dan konsistensi urine)
mempengaruhi fungsi ginjal.
17.
5.Menghilangkan/mencegah retensi urin dan
mengesampingkan adanya struktur uretral.
6.Meningkatkan output urine sehingga resiko
terjadi ISK dikurangi dan mempertahankan
fungsi ginjal. Dapat mengenali infeksi saluran
kemih secara dini dan melakukan pengobatan
secepatnya.

15

19.
20.
21.
22.
b. Nyeri (akut) berhubungan dengan iritasi mukosa, distensi kandung kemih.
23.
Diagnosa
Keperawatan/
Masalah Kolaborasi

29. Nyeri (akut)


berhubungan
dengan iritasi
mukosa,
distensi
kandung
kemih.
30. DS:
Laporan secara verbal
31. DO:
Posisi untuk menahan nyeri
Tingkah laku berhati-hati
Gangguan tidur (mata sayu,
tampak capek, sulit atau
gerakan
kacau,
menyeringai)
Terfokus pada diri sendiri
Fokus
menyempit
(penurunan persepsi waktu,
kerusakan proses berpikir,
penurunan interaksi dengan
orang dan lingkungan)
Tingkah laku distraksi,
contoh
:
jalan-jalan,
menemui
orang
lain

dan/atau aktivitas, aktivitas

24.

Rencana keperawatan

26.
Tujuan dan
27.
Intervensi
28.
Rasional
Kriteria Hasil
32. NOC :
35. NIC :
37.

Pain Level, 1.Lakukan pengkajian nyeri secara 1.Untuk menentukan suatu pengkajian dasar
komprehensif
termasuk
lokasi,
rencana perawatan.

pain
karakteristik,
durasi,
frekuensi, 2.Untuk
meningkatkan
rasa
kendalinya,
control,
kualitas
dan
faktor
presipitasi
mengurangi
isolasi,
dan
menumbuhkan
rasa

comfort
2.Observasi
reaksi
nonverbal
dari
percaya.
level
ketidaknyamanan
3.Untuk memfasilitasi pengkajian yang akurat
33. Setelah
tentang tingkat nyeri pasien.
dilakukan 3.Kaji tipe dan sumber nyeri untuk
menentukan intervensi
4.Meningkatkan relaksasi, memfokuskan kembali
tinfakan
tentang
teknik
non
perhatian,
dan
dapat
meningkatkan
keperawata 4.Ajarkan
farmakologi:
napas
dala,
relaksasi,
kemampuan
koping.
n selama
distraksi, kompres hangat/ dingin
5.Obat yang diberikan sesuai indikasi dapat
. Pasien
5.Berikan
analgetik
untuk
mengurangi
menyakinkan untuk pengurangan nyeri yang
tidak
nyeri.
adekuat.
mengalami
6.Tingkatkan istirahat
6.Meningkatkan relaksasi otot, penurunan edema,
nyeri,
7.Berikan
informasi
tentang
nyeri
seperti
dan dapat meningkatkan upaya berkemih.
dengan
penyebab
nyeri,
berapa
lama
nyeri
7.Memungkinkan
pasien untuk menerima
kriteria
akan
berkurang
dan
antisipasi
kenyataan
dan
menguatkan
kepercayaan pada
hasil:
ketidaknyamanan
dari
prosedur
pemberi
perawatan
dan
pemberian
informasi.
Mampu mengontrol nyeri
36.
38.
(tahu penyebab nyeri,
mampu
menggunakan
tehnik
nonfarmakologi
untuk mengurangi nyeri,
mencari bantuan)
Melaporkan bahwa nyeri
16

berulang-ulang)
Respon autonom (seperti
diaphoresis,
perubahan
tekanan darah, perubahan
nafas, nadi dan dilatasi
pupil)
Perubahan autonomic dalam
tonus otot (mungkin dalam
rentang dari lemah ke kaku)
Tingkah laku ekspresif
(contoh : gelisah, merintih,
menangis, waspada, iritabel,
nafas
panjang/berkeluh
kesah)
Perubahan dalam nafsu
makan dan minum
39.
c. Kekurangan volume

berkurang
dengan
menggunakan manajemen
nyeri
Mampu mengenali nyeri
(skala,
intensitas,
frekuensi dan tanda nyeri)
Menyatakan rasa nyaman
setelah
nyeri
berkuranganda
vital
dalam rentang normal
Tidak
mengalami
gangguan tidur
34.

cairan berhubungan dengan pasca obstruksi diuresia dan drainase cepat kandung kemih yang terlalu distensi secara

kronis.
40.
Diagnosa
Keperawatan/
Masalah Kolaborasi

41.

Rencana keperawatan

43.
Tujuan dan
44.
Intervensi
45.
Rasional
Kriteria Hasil
46.
Kekurangan volume
50. NOC:
53.
NIC :
66.
cairan berhubungan dengan Fluid balance
1.Pertahankan catatan intake dan output 1.Membandingkan keluaran aktual dan yang
pasca obstruksi diuresia dan Hydration
yang akurat
diantisipasi membanu dalam evaluasi adanya
drainase cepat kandung kemih Nutritional Status : 2.Monitor status hidrasi (kelembaban
kerusakan ginjal
yang terlalu distensi secara
membran mukosa, nadi adekuat, 2.Indikator
hidrasi/volume
sirkulasi
dan
Food and Fluid Intake
kronis.
tekanan
darah
ortostatik),
jika
kebutuhan
intervensi
51. Setelah
47. DS :
diperlukan
3.Pembesaran prostat (obstruksi) secara nyata
dilakukan
-Haus
3.Monitor
hasil
lab
yang
sesuai
dengan
menyebabkan dilatasi saluran perkemihan atas
tindakan
48. DO:
retensi
cairan
(BUN
,
Hmt
,
(ureter dan ginjal ), berpotensi merusak fungsi
keperawata
-Penurunan turgor kulit/lidah
osmolalitas
urin,
albumin,
total
ginjal dan menimbulkan uremia.
n
-Membran mukosa/kulit kering
protein )
4.Memampukan
deteksi
dini/intervensi
selama..
-Peningkatan denyut nadi,
4.Monitor vital sign setiap 15menit 1
hipovolemik sistemik.
defisit
17

penurunan tekanan darah,


volume
jam
penurunan volume/tekanan
cairan
5.Kolaborasi pemberian cairan IV
nadi
teratasi
6.Monitor status nutrisi
-Pengisian vena menurun
dengan
7.Berikan cairan oral
-Perubahan status mental
kriteria
54.
-Konsentrasi urine meningkat
hasil:
55.
-Temperatur tubuh meningkat
Mempertahankan urine
56.
-Kehilangan berat badan secara
57.
output sesuai dengan
tiba-tiba
58.
usia dan BB, BJ urine
-Penurunan urine output
59.
normal,
-HMT meningkat
60.
Tekanan darah, nadi,
-Kelemahan
61.
suhu tubuh dalam batas
49.
62.
normal
63.
Tidak ada tanda tanda
64.
dehidrasi,
Elastisitas
65.
turgor
kulit
baik,
membran
mukosa
lembab, tidak ada rasa
haus yang berlebihan
Orientasi
terhadap
waktu dan tempat baik
Jumlah
dan
irama
pernapasan dalam batas
normal
Elektrolit, Hb, Hmt
dalam batas normal
pH urin dalam batas
normal
Intake
oral
dan
intravena adekuat
52.
67.

5.Menggantikan kehilangan cairan dan natrium


untuk mencegah/ memperbaiki hipovolemia
6.Meningkatkan penyembuhan dan mencegah
komplikasi, menurunkan resiko perdarahan
pasca operasi.
7.Mempertahankan keseimbangan cairan untuk
homeostatis juga tindakan mencuci yang
dapat membilas batu keluar. Dehidrai dan
ketidakseimbangan elektrolit dapat terjadi
sekunder terhadap kehilangan cairan berlebih
(muntah dan diare).

d. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan prosedur invasif, kateter, trauma jaringan, insisi bedah

18

68.
Diagnosa
Keperawatan/
Masalah Kolaborasi

74.
Risiko
infeksi
berhubungan dengan prosedur
invasif,
kateter,
trauma
jaringan, insisi bedah
75. Faktor-faktor
risiko :
Prosedur Infasif
Kerusakan
jaringan
dan
peningkatan
paparan
lingkungan
Malnutrisi
Peningkatan
paparan
lingkungan patogen
Imonusupresi
Tidak adekuat pertahanan
sekunder (penurunan Hb,
Leukopenia,
penekanan
respon inflamasi)
Penyakit kronik
Imunosupresi
Malnutrisi
Pertahan primer tidak adekuat
(kerusakan kulit, trauma
jaringan,
gangguan
peristaltik)

69.

Rencana keperawatan

71.
Tujuan dan
72.
Intervensi
73.
Rasional
Kriteria Hasil
76. NOC :
79. NIC :
81.
Immune Status
1.Pertahankan teknik aseptif
1.Mencegah pemasukan bakteri dan infeksi lanjut.
Knowledge : Infection 2.Gunakan baju, sarung tangan sebagai 2.Mencegah introduksi organisme penyebab
alat pelindung
infeksi.
control
3.Ganti
letak
IV
perifer
dan
dressing
3.Cairan
garam faal/dekstrosa, elektrolit, dan
Risk control
sesuai
dengan
petunjuk
umum
NaHCO3
mungkin diinfuskan dalam sisi vena
77. Setelah
4.Gunakan
kateter
intermiten
untuk
hemofolter
CAV bila kecepatan ultrafiltrasi
dilakukan
menurunkan
infeksi
kandung
tinggi digunakan untuk membuang cairan
tindakan
kencing
ekstraseluler dan cairan toksik.
keperawata
5.Tingkatkan
intake
nutrisi
4.Menurunkan
resiko infeksi asenden.
n
6.Berikan
terapi
5.Meningkatkan
penyembuhan dan mencegah
selama
antibiotik:................................
komplikasi,
menurunkan
resiko perdarahan
pasien
7.Dorong
masukan
cairan
pasca
operasi.
tidak
6.Pengobatan cepat infeksi dapat mengamankan
mengalami 8.Dorong istirahat
9.Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan
jalan masuk, mencegah sepsis.
infeksi
gejala
infeksi
7.Peningkatan
aliran cairan mempertahankan
dengan
80.
perfusi
ginjal
dan membersihkan ginjal dan
kriteria
kandung
kemih
dari pertumbuhan bakteri.
hasil:
8.Meningkatkan
relaksasi
otot, penurunan edema,
Klien bebas dari tanda
dan dapat meningkatkan upaya berkemih.
dan gejala infeksi
9.Membantu
pasien dan keluarga memahami
Menunjukkan
tujuan
dari
apa yang dilakukan dan
kemampuan
untuk
mengurangi
masalah
karena ketidaktahuan.
mencegah
timbulnya
Namun
kelebihan
informasi
tidak membantu
infeksi
dan
dapat
meningkatkan
ansietas.
Jumlah leukosit dalam
batas normal
Menunjukkan perilaku
hidup sehat
Status
imun,
gastrointestinal,
genitourinaria
dalam
19

batas normal
78.

82.
e. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan terapi berhubungan dengan kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap
informasi, keterbatasan kognitif, kurang akurat/lengkapnya informasi yang ada.
83.
Diagnosa
Keperawatan/
Masalah Kolaborasi

89. Kurang
pengetahuan
tentang
kondisi,
prognosis dan
kebutuhan
terapi
berhubungan
dengan kurang
terpajan atau
salah
interpretasi
terhadap
informasi,
keterbatasan
kognitif,
kurang
akurat/lengkap
nya informasi
yang ada.
90. DS:
Pasien tidak mengetahui

84.
86.
Tujuan
dan Kriteria
Hasil
93. NOC :
94.
Setelah diberikan
asuhan keperawatan
diharapkan klien dapat :
95. Mengide
ntifikasi
kebutuha
n
terhadap
informasi
tambahan
mengenai
perilaku
promosi
kesehatan
atau
program
terapi
(mis,
informasi
mengenai
diet)

87.

97.
1.
2.
3.

4.
5.

Rencana keperawatan
Intervensi

96. NIC :
Edukasi kesehatan :
Kaji ulang proses penyakit dan
harapan masa dating
Kaji ulang program diet, sesuai
dengan indikasi
Diskusikan tentang:
a. Pemberian diet rendah purin,
(membatasi daging berlemak,
kalkun, tumbuhan polong,
gandum, alkohol)
b. Pemberian diet rendah Ca
(membatasi susu, keju, sayur
hijau, yogurt.)
c. Pemberian diet rendah oksalat
(membatasi konsumsi coklat,
minuman kafein, bit, bayam).
Diskusikan program obat-obatan,
hindari obat yang dijual bebas dan
baca labelnya.
Tunjukan perawatan yang tepat
terhadap insisi/kateter bila ada.
20

88.

1.
2.
3.

4.
5.
6.
7.
8.

Rasional

98.
Memberikan pengetahuan dasar, membuat
pilihan berdasarkan informasi
Pemahaman diet, memberikan kesempatan
untuk memilih sesuai dengan Informasi,
mencegah kekambuhan.
Diskusikan tentang:
1) Menurunkan pemasukan oral terhadap
prekursor asam urat
2) Menurunkan resikopem bentukan batu
kalsium.
3) Menurunkan pembentukan batu oksalat.
Obat yang diberikan untuk mengasamkan
urin, atau mengalkalikan, menghindari
produk kontraindikasi.
Meningkatkan kemampuan perawatan diri
dan kemandirian
Dengan peningkatan kemungkinan
berulangnya batu, intervensi segera dapat
mencegah komplikasi serius.
Menurunkan rasa cemas pasien
Membantu dalam merencanakan perubahan

informasi tentang batu


ginjal
- Pasien mencari tau tentang
kondisi yang dialaminya.
91.
DO:
92. Pasien
menunjukkan
perilaku yang
sesuai dengan
pengetahuan
yang
diperlihatkan

6. Gambarkan tanda dan gejala yang


jangka panjang yang perlu untuk
biasa muncul pada penyakit klien
mempertahankan status pantangan/bebas
7. Sediakan informasi tentang kondisi
obat.
pasien
99. Pasien mungkin mempunyai
8. Kaji tingkat pengetahuan pasien
pengetahuan bebas tentang obat tapi
tentang proses penyakitnya
mengabaikan kenyataan medis.
9. Diskusikan perubahan gaya hidup
9. Factor gaya hidup dapat mempengauhi
yang mungkin diperlukan untuk
pembentukan batu
mencegah komplikasi di masa yang 10. Membantu pasien bekerja melalui perasaan
akan datang dan atau proses
dan meningkatkan rasa control terhadap apa
pengontrolan penyakit
yang terjadi
10. Diskusikan pilihan terapi/perubahan
pola hidup

21

100.
101.
102.

LAPORAN KASUS

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN BENIGNA


PROSTAT HIPERPLASIA (BPH)
103.

A. Pengkajian
104.
Nama Klien
: Tn H
105.
Umur
: 77 Tahun
106.
Jenis Kelamin
: Laki-laki
107.
Pendidikan
: SD
108.
Pekerjaan
: Swasta
109.
Status Perkawinan
: Duda
110.
Agama
: Islam
111.
Suku/Bangsa
: Melayu/Indonesia
112.
Alamat
: Jln. Penjajap Barat, RT 002/004
Pemangkat
113.
Diagnosa Medis
: Benigna Prostat Hiperplasia
114.
Tanggal Masuk RS : 24 Juli 2016
115.
Tanggal Pengkajian : 25 Juli 2016
116.
Penanggung Jawab
117.
Nama
: Ny. F
118.
Alamat
: Pemangkat
119.
Hubungan dgn Klien: Anak
120.
Pekerjaan
: Rumah Tangga
121.
B. Riwayat Kesehatan Klien
1. Keluhan Utama Saat Masuk Rumah Sakit
122. Tidak bisa buang air kecil, kandung kemih terasa penuuh, dan
terasa nyeri saat buat air kecil.
2. Riwayat Penyakit Sekarang
- Pasien mengatakan terasa nyeri saat buang air kecil
123. P : Nyeri saat buang air kecil
124. Q : Seperti di iris-iris
125. R : vesika urinaria
126. S : Skala nyeri 6
127. T : Intermitten
- Pasien mengatakan merasa tidak puas setelah buang air kecil
- Pasien mengatakan sering terbangun pada malam hari karena nyeri
yang timbul
- Pasien mengatakan terdapat darah pada selang kencing yang terpasang
- Pasien mengatakan tidur hanya 4-5 jam perhari
- Pasien mengatakan cemas dalam menghadapi operasi
128.
21

3. Riwayat Kesehatan Masa Lalu


129. Pasien mengatakan pernah masuk rumah sakit sebelumnya sekitar
satu minggu yang lalu di sebabkan oleh penyakit yang sama yaitu tidak
bisa buang air kecil.
4. Riwayat Kesehatan Keluarga
130. Keluarga klien tidak ada yang menderita penyakit yang sama
dengan pasien atau penyakit menular lainnya.
5. Genogram
131.
132.
133.
134.
135.
136.
137.
138.

Keterangan:

139.

: laki-laki normal
140.

: laki-laki meninggal

141.

: klien

142.

: perempuan

143.

: perempuan meninggal

144.

: tinggal serumah

C. Pola Fungsi Kesehatan


1. Intake Makanan
145. SMRS : pasien makan 3 kali sehari, porsi penuh
146.
MRS : pasien makan 3 kali sehari, porsi RS habis
2. Intake cairan
147. SMRS : pasien minum kurang lebih 1500-2000 ml/hari
148. MRS : pasien minum kurang lebih 400-500ml/hari,
terpasang infus dengan cairan RL 500mL 20 tpm.
3. Pola Eliminasi
149. SMRS : - Pasien mengatakan BAB 1-2 kali sehari
- Pasien mengatakan sulit untuk BAK kadang hanya
menetes
- Pasien BAK 7-8 kali sehari
- Pasien mengatakan nyeri saat BAK

22

150.
RS

Pasien mengatakan jika BAK harus memulai dalam


waktu yang lama
MRS : - pasien mengatakan belum ada BAB sejak masuk

Pasien BAK menggunakan kateter sebanyak 600cc/hari


warna urine merah, tampak terdapat darah pada urine
- Pasien mengatakan terasa nyeri saat BAK dan merasa
tidak puas setelah BAK.
4. Pola Istirahat dan Tidur
151. SMRS : pasien tidak mengalami kesulitan tidur
152. MRS : pasien mengatakan sering terbangun pada malam
hari karena nyeri yang dirasakan sehingga tidurnya tidak nyenyak.
153.
5. Pola Aktivitas dan Latihan
154.

195.

Kemampuan Perawatan
Diri
160.
Makan / Minum

155. 156. 157. 158.


0
1
2
3
161. 162. 163.

165.

Mandi

166.

167.

170.

Toileting

171.

172.

175.

Berpakaian

176.

177.

178.

180.
Tidur
185.

Mobilitas ditempat

181.

182.

183.

Berpindah

186.

187.

190.

Ambulasi / ROM

191.

192.

168.
173.

188.

179.
184.

189.

193.

D. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan umum : Lemah
196.
Kesadaran
: ComposMentis ( E4 M6 V5 ) = GCS
= 15
197.
TTV
: TD : 140/90 mmHg
198.
N : 80 x/m
199.
R : 22 x/m
200.
S : 36,3

23

169.

174.

Keterangan: 0: mandiri, 1: Alat bantu, 2: Dibantu orang


lain, 3: Dibantu orang lain dan Alat, 4: Tergantung total

2. Kepala

159.
4
164.

194.

201.
Inspeksi
: bentuk kepala simetris, terdapat uban, tidak
ada lesi
202.
Palpasi : tidak ada nyeri tekan, tidak ada benjolan
3. Mata
203.
Inspeksi
: konjungtiva merah muda, sklera non
ikterik, tidak strabismus, terdapat lingkaran hitam pada palpebra
4. Telinga
204.
Inspeksi
: telinga simetris, pendengaran baik, tidak
ada lesi
205.
Palpasi : tidak ada nyeri tekan
5. Hidung
206.
Inspeksi
: bentuk simetris, tidak ada sekret, tidak ada
polip.
6. Mulut
207.
Inspeksi
: mulut simetris, gigi tampak kuning, bibir
pecah-pecah, mukosa mulut kering, lidah tidak ada lesi dan
bersih, tidak ada sariawan
7. Leher
208.
Inspeksi
: tidak ada pembesaran kelenjar limfa
209.
Palpasi : tidak ada pembesaran kelenjar limfa dan tiroid,
arteri karotis teraba
8. Thorax (paru-paru)
210.
Inspeksi
: Gerakan dada simetris, tidak terdapa
pembesaran
211.
Palpasi : tidak ada nyeri tekan
212.
Perkusi : sonor
213.
Auskultasi
: vesikuler
9. Jantung
214.
Inspeksi
: ictus kordis tidak terlihat
215.
Palpasi : ictus kordis teraba, tidak ada nyeri tekan
216.
Perkusi
: dulness
217.
Auskultasi
: S1 (lup) dan S2 (dup) reguler
10. Abdomen
218.
Inspeksi
: perut simetris, tidak ada lesi,
219.
Palpasi : terdapat nyeri tekan pada vesika urinaria
220.
Perkusi
: redup
221.
Auskultasi
: bising usus 8 x/menit
11. Genetalia
222.
Tidak terkaji (klien menolak dikaji), terpasang kateter urine
600 cc/hari, terdapat darah pada kateter urine yang terpasang.
12. Integumen
223.
Inspeksi
: warna kulit sawo matang, tidak ada oedem
224.
Palpasi : turgor kulit menurun, CRT <2 detik
225.
226.
24

227.
228.
13. Ekstermitas
229.

kanan

kiri
230.

231.
232.

ket: terpasang infus di tangan kanan

E. Data Psikologis
1. Status Emosi
233.
Pasien dapat mengendalikan emosi dengan baik
2. Konsep Diri
234.
Konsep diri menurun, karena sakit
3. Gaya Bahasa
235.
Pasien menggunakan bahasa verbal tetapi tidak mampu
berbicara secara normal
4. Pola Interaksi
236.
Interaksi pasien dengan keluarga baik
5. Pola Koping
237.
Pasien dapat menerima keadaan yang dialami
238.
F. Data Penunjang
1. Hasil Pemeriksaan Laboratorium
24 Juli 2016
239.

Hasil Pemeriksaan Kimia Klinik


240.
Pemeri
ksa
an
244.
Glukos
a
Se
wa
ktu
248.
Ureum

241.
Ha

242.
Satuan

243.
Nilai

245.
91

246.
Mg/dl

247.
70-140
(dew
asa)

249.
36

250.
Mg/dl

252.
Kreatin
in

253.
1,

254.
Mg/dl

251.
15-45
(dew
asa)
255.
0,7-1,2
(laki

25

256.
Asam
Ura
t

257.
4,

258.
Mg/dl

laki)
259.
3,4-7,0
(laki
laki)

260.
2. Hasil Pemeriksaan Hematologi
261.
Pem
e
r
i
k
s
a
a
n
265.
Hb
269.
Leu
k
o
s
i
t
273.
Eritr
o
s
i
t
277.
Tro
m
b
o

24 Juli 2016

262.
Hasil

263.
Satuan

264.
Nilai

266.
12,6
270.
1460
0

267.
Mg/dl
271.
Mg/dl

268.
12,5-18
272.
40001100
0

274.
4,2

275.
Mg/dl

276.
4,5-6,5

278.
2850
0
0

279.
Mg/dl

280.
150000450
000

26

s
i
t
281.
Hem
a
t
o
k
r
i
t
285.
Golo
n
g
a
n
D
a
r
a
h

282.
36

283.
Mg/dl

284.
47 -7

286.
BRH
+

287.
Mg/dl

288.

289.
3. Hasil Pemeriksaan Radiologi/CT Scan

19 Juli 2016

290. Klinik Hematuria


291. Ginjal kiri + ginjal kanan : Ukuran normal, batas kortikomeduler
baik, tak tampak penipisan korteks tak tampak batu, pielokaliks tak
melebar.
292. Vesika Urinaria : Dinding menebal, permukaan rata, tak tampak
batu, tak tampak massa
293. Prostat : volume terukur sekitar 32,35 cc
294. Kesan :
-

Cystitis
Prostat membesar
Tidak terdapat Hidronefritis

27

295.
296.
4. Hasil Pemeriksaan Sekresi-Eksresi
297. Pemeriksaan
298.
300. Warna
301.
303. Kekeruhan
304.
306. Keasaman
307.
309. Protein
310.
312. glukosa
313.
315. Leukosit
316.
318. Eritrosit
319.
321. Epitel
322.
324. Silinder
325.
327. *granula kasar
328.
330. *granula halus
331.
333. *hialin
334.
336. Bakteri
337.
339. Jamur
340.
342. Kristal
343.
345. Bilirubin
346.
348. Urobilinogen
349.
351. Keton
352.
354. nitrit
355.
357.
358.
5. Hasil Pemeriksaan Hematologi

27 Juli 2016

Hasil
Merah
Keruh
6.0 mg/dl
30 mg/dl
Negatif
30-50 /LPB
40-50/LPB
Negatif
Positif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
CA oxalat (+)
negatif
negatif
negatif
negatif

359.
Pe
meriksaan
362.
Clo
tting time
365.
Ble
eding time
368.
HB
SAg

299.
302.
305.
308.
311.
314.
317.
320.
323.
326.
329.
332.
335.
338.
341.
344.
347.
350.
353.
356.

negatif
negatif
negatif
negatif
negatif
<1
<1
<5

26 Juli 2016
360.
H
asil
363.
4
menit
366.
3
menit
369.
N
on
reaktif

371.
G. Pengobatan
1. Cefoperazone 2 x 1 gram (intravena)
2. Ranitidin 2 x 50 mg (intravena)
3. Dexketoprofen trometamol 2 x 25 mg (intravena)

28

Nilai Normal
Kuning
Jernih
4,8-8,0
Negatif
Negatif
<10/LPB
<0-1/LPB
<15/LPK

361.
lai
364.
5
367.
5
370.

Ni
32-

4. Plasminex 2 x 200 mg (intravena)


372.

29

373.
374.
No.
378.
1

397.
2

375.

ANALISA DATA

DATA

376.

ETIOLOGI

379. DS:
383. Postat membesar
- Pasien mengatakan terasa
384.
385.
nyeri saat BAK
386.
Obstruksi
saluran
- Pasien mengatakan tidak
kemih
puas setelah BAK
387.
- Pasien mengatakan terdapat
388.
darah pada selang kencing
389. retensi urine
yang digunakan
390.
380.
DO:
391.
- Terpasang kateter urine
392. gangguan
- Total urine di urine bag eliminasi urine
sebanyak 600 cc/hari
393.
- Warna urine kemerahan, bau
394.
khas
urine,
terdapat
hematuria
- Hasil
rontgen
terdapat
pembesaran prostat
- Hasil rontgen prostat terukur
32,35 cc
381.
382.
398. DS :
416. Iritasi mukosa
- Pasien mengatakan terasa
kandung kemih
nyeri saat BAK
417.
399.
P : nyeri saat BAK
418.
400.
Q : seperti diiris419. terputusnya
iris
jaringan
401.
R : vesika urinaria
420.
402.
S:6
421.
403.
T : Intermitten
422. rangsangan saraf
404.
DO :
diameter kecil
423.
- Ps
tampak
meringis
424.
kesakitan
425. gate kontrol
405. TTV :
terbuka
406.
TD : 140/90
426.
mmHg
427.
407.
N : 80 x/m
428. nyeri akut
408.
R :
22 x/m

30

377.

MASALAH

395. gangguan
eliminasi urine
396.

429.

Nyeri Akut

409.

36,3
410.
411.
412.
413.
414.
415.
430.
3

431. DS :
- Pasien mengatakan sering
terbangun pada malam hari
karena nyeri saat BAK
- Pasien mengatakan tidur
hanya 4-5 jam/hari
432.
433. DO :
- Pasien tampak lemah
- Terdapat lingkaran hitam
pada palpebra
434.
435.
436.
448.
449.
DS : pasien
4.
mengatakan cemas
dalam menghadapi
operasi
450.
DO :
- Pasien tampak cemas
- Pasien tampak bingung
- Pasien tampak gelisah

459.
460.
461.

31

437. Penyempitan
lumer ureter prostatika
438.
439.
440. Obstruksi
441.
442.
443. Nyeri akut
444.
445.
446. Gangguan pola
tidur

451.
Ti
ndakan
pembedah
an
452.
453.
454.
Ku
rang
pengetahu
an
455.
456.
457.
ansietas

447.

Gangguan pola
tidur

458.

An
sietas

462.

464.
No
473.
1

481.
2

465.

DIAGNOSA KEPERAWATAN
463.

Diagnosa Keperawatan

474. Gangguan
eliminasi
urine
berhubungan dengan sumbatan saluran
pengeluaran pada kandung kemih ditandai
dengan :
475. DS:
- Pasien mengatakan terasa nyeri saat
BAK
- Pasien mengatakan tidak puas setelah
BAK
- Pasien mengatakan terdapat darah
pada selang kencing yang digunakan
476.
DO:
- Terpasang kateter urine
- Total urine di urine bag sebanyak 600
cc/hari
- Warna urine kemerahan, bau khas
urine, terdapat hematuria
- Hasil rontgen terdapat pembesaran
prostat
- Hasil rontgen prostat terukur 32,35
cc
477.
482.
Nyeri akut
berhubungan dengan
spasme kandung kemih
ditandai dengan :
483. DS :
- Pasien mengatakan terasa nyeri saat
BAK
484.
P : nyeri saat BAK
485.
Q : seperti diiris-iris
486.
R : vesika urinaria
487.
S:6
488.
T : Intermitten
489.
DO :
- Ps tampak meringis kesakitan
490. TTV :

32

466. Tanggal Masalah


470. Dite 471. Tera
mukan
tasi
478. 25479.
07-2016

496. 2507-2016

497.

467. P
araf
480.

498.

491.
492.

499.
3

508.
4.

TD : 140/90 mmHg
N : 80 x/m
493.
R : 22 x/m
494.
S : 36,3

495.
500.
Gangguan pola tidur
berhubungan dengan sering
terbangun dimalam hari
akibat nyeri dengan :
501. DS :
- Pasien mengatakan sering terbangun
pada malam hari karena nyeri saat
BAK
- Pasien mengatakan tidur hanya 4-5
jam/hari
502.
503. DO :
- Pasien tampak lemah
- Terdapat lingkaran hitam pada
palpebra
504.
509.
Ansietas
berhubungan dengan
kurang informasi tentang
prosedur pembedahan
ditandai dengan :
510.
DS : pasien
mengatakan cemas dalam
menghadapi operasi
511.
DO :
- Pasien tampak cemas
- Pasien tampak bingung
- Pasien tampak gelisah
512.

33

505. 2507-2016

506. 2707-2016

507.

513. 2507-2016

514. 2607-2016

515.

1. INTERVENSI KEPERAWATAN

No
1.

2.

Diagnosa keperawatan

NOC

Gangguan
eliminasi
urine
berhubungan dengan sumbatan
saluran
pengeluaran
pada
kandung kemih

Setelah dilakukan tindakan


keperawatan selama 3 x 24
jam diharapkan gangguan
eliminasi urin teratasi dengan
kriteria hasil :
- Pola eliminasi urine
dalam batas normal
- Tak
teraba
distensi
kandung kemih
- Tidak
menunjukan
tanda- tanda obstruksi
( tidak ada rasa saat
berkemih, pengeluaran
urine lancar).

1. Dorong pasien untuk berkemih 1. meminimalkan retensi urine


tiap 2-4 jam
berlebih pada kandung kemih

Setelah dilakukan tindakan


keperawatan selama 3 x 24
jam diharapkan nyeri hilang

1. Kaji nyeri, perhatikan lokasi,


intensitas dan karakteristik
nyeri

Nyeri akut berhubungan dengan


spasme kandung kemih

NIC

34

2. Kaji karakteristik urine dan


berkemih
3. Anjurkan untuk meningkatkan
cairan peroral 3-4 liter perhari
4. Lakukan katerisasi dan
perawatan perianal

Rasionalisasi

2. adanya darah merupakan


indikasi meningkatnya
obstruksi/iritasi ureter
3. mempertahankan perfusi ginjal
dan membersihkannya
4. Menurunkan resiko infeksi
asendens dan memudahkan
pengeluaran urine

5. Kolaborasi dalam memonitor


5. Peningkatan BUN, kreatinin,
pemeriksaan laboratorium
dan elektrolit tertentu
seperti elektrolit BUN ( Blood
mengindikasi disfungsi ginjal,
Urea Nitrogen ) dan pemberian
menghilangkan spasme
anti spasmodik
1. Nyeri tajam, intermitten
dengan dorongan berkemih
menunjukan spasme buli-buli

atau berkurang :
- Pasien melaporkan nyeri
hilang atau berkurang
- Pasien tampak rileks
- Pasien dapat mengontrol
nyeri

2. Observasi tanda-tanda vital

2. Untuk mengetahui keadaan


umum pasien

3. Berikan tindakan nyaman


(pengubahan posisi)

3. Menurunkan tegangan otot

4. Ajarkan tekhnik relaksasi


napas dalam

4. Memfokuskan kembali
perhatian

5. Jelaskan penyebab nyeri dan


pentingnya mengidentifikasi
perubahan terjadinya nyeri

5. Pengetahuan pasien
dengan penyebab nyeri
menurunkan kecemasan.

6. Kolaborasi pemberian obat


analgetik
3.

Gangguan pola tidur


berhubungan dengan sering
terbangun dimalam hari

Setelah dilakukan tindakan


keperawatan selama 3 x 24
jam diharapkan gangguan
pola tidur teratasi dengan
kriteria hasil :
- Istirahat tidur adekuat
- Tidak terbangun pada
malam hari

1. Kaji pola tidur


2. Kaji faktor penyebab
gangguan pola tidur
3. Ciptakan suasana yang
nyaman
4. Batasi pengunjung
5. Anjurkan pasien untuk
membatasi asupan cairan pada

35

6. Analgetik memblok nyeri,


mengurangi nyeri

1. Untuk mengetahui pola tidur


pasien
2. Mengidentifikasi penyebab
aktual
3. untuk membantu relaksasi
4. Mengurangi kebisingan
5. Mengurangi penyebab

malam hari dan berkemih


sebelum tidur

4.

Ansietas berhubungan dengan


kurang informasi tentang
prosedur pembedahan

Setelah dilakukan tindakan


keperawatan selama 2 x 24
jam diharapkan ansietas
berkurang dengan kriteria
hasil :
- Pasien tampak rileks
- Pasien melaporkan
cemasnya berkurang

1. Bina hubungan saling percaya


terhadap pasien dan keluarga
2. Catat petunjuk perilaku, misal
pasien gelisah
3. Dorong pasien menyatakn
perasaan, berikan umpan balik
4. Berikan informasi
( pendidikan kesehatan)
tentang penyakit dan tujuan
dilakukan operasi
5. Motivasi keluarga untuk selalu
menemani pasien

36

insomnia

1. Menunjukan perhatian dan


keinginan untuk membantu
2. Sebagai indikator derajat
ansietas
3. Membantu pasien
mengidentifikasi masalah
4. Menambah pengetahuan dan
mengurangi rasa cemas
5. Membantu mengurangi cemas
pasien

2. CATATAN PERKEMBANGAN DAN EVALUASI

No
1.

2.

Tgl
Catatan Keperawatan
25/07/2016 1. Mengkaji karakteristik urine dan berkemih
R/ : - Pasien mengatakan terasa nyeri saat
BAK
- Pasien mengatakan merasa tidak puas
setelah BAK
- Pasien mengatakan terdapat darah pada
selang kencing yang digunakan
- Terpasang kateter urine
- Total urine di urine bag 600cc/hari
- Warna urine kemerahan, bau khas urine,
terdapat darah pada urine
- Pasien mengatakan terasa nyeri saat BAK
2. Anjurkan pasien utuk meningkatkan cairan
peroral 3-4 liter perhari
R/ : Pasien bersedia
3. Melakukan pemasangan kateter urine
R/ : Pasien kooperatif
25/07/2016 1. Mengkaji skala, lokasi dan karakteristik
nyeri
R/: Pasien mengatakan terasa nyeri saat

Catatan Perkembangan dan Evaluasi


S : - Ps mengatakan terasa nyeri saat BAK
- Ps mengatakan merasa tidak puas setelah
BAK
- Pasien mengatakan terdapat darah pada
selang kencingnya
- Pasien mengatakn terasa nyeri saat BAK
O :- terpasang kateter urine
- Total urine di urine bag sebanyak 600
cc/hari
- Warna urine kemerahan, bau khas urine
- Hasil rontgen terdapat pembesaran prostat
- Hasil rontgen pada prostat terukur 32,35
cc
A : masalah teratasi sebagian
P : Intervensi dilanjutkan 1,2,3,4,5,6
S : pasien mengatakan terasa nyeri saat BAK
P : Nyeri saat BAK
Q : seperti di iris-iris
37

Paraf

BAK
P : Nyeri saat BAK
Q : seperti di iris-iris
R : Vesika urinaria
S:6
T : kadang-kadang
2. Mengobservasi tanda-tanda vital
TTV :
TD : 140/90 mmHg
N : 78 x/menit
RR : 22 x/menit
S : 37 C
3. Mengajarkan tekhnik relaksasi napas dalam
R/ : pasien mengikuti melakukan tekhnik
relaksasi napas dalam
3.

25/07/2016 1. Mengkaji pola tidur


R/ : - pasien mengatakan sering terbangun
pada malam hari karena nyeri yang
dirasakan
- Pasien mengatakan tidur hanya 4-5
jam/hari
- Terdapat lingkaran hitam pada palpebra
2. Mengkaji faktor penyebab perubahan pola
tidur
R/ : perubahan pola tidur disebabkan karena

R : Vesika urinaria
S:6
T : Kadang-kadang
O : - terdapat nyeri tekan pada vesika urinaria
TTD :
TD : 140/90 mmHg
N : 78 x/menit
RR : 22 x/menit
S : 37 C
A : masalah teratasi sebagian
P : Intervensi dilanjutkan 1,2,3,4,5

S : - Ps mengatakan sering terbangun pada malam


hari karena nyeri yang dirasakan
- Ps mengatakn tidur hanya4-5 jam/hari
O : - terdapat lingkaran hitam pada palpebra
A : masalah teratasi sebagian
P : intervensi dilanjutkan 1,2,3 dan 4 5

38

pasien sering terbangun pada malam hari


karena nyeri
3. Ciptakan lingkungan yang nyaman
R/ : ps tampak nyaman
4.

1.

25/07/2016 1. Membina hubungan saling percaya terhadap


pasien dan keluarga
R/ : ps dan keluarga kooperatif
2. Mencatat petunjuk perilaku seperti gelisah
R/ : Ps tampak gelisah
3. Mendorong ps menyatakan perasaan
memberikan umpan balik
R/ : Ps mengatakan cemas menghadapi
operasi
26/07/2016 1. Mengkaji karakteristik urine dan berkemih
R/ : - Ps mengatakan nyeri saat BAK sudah
berkurang sedikit
- Ps mengatakan masih terasa tidak puas
setelah BAK
- Ps mengatakan warna kencingnya sudah
mulai jernih
- Warna urine kuning bau khas urine

S : Ps mengatakan cemas akan menghadapi


operasi
O : - Ps tampak cemas
- Pasien tampak bingung
- Pasien tampak gelisah
A : Masalah teratasi sebagian
P : intervensi dilanjutkan 1,3,4 dan 5
S : - Ps mengatakan nyeri saat BAK sudah
berkurang sedikit
- Ps mengatakan masih merasa tidak puas
setelah BAK
- Ps mengatakan warna kencingnya sudah
mulai jernih
O : - terpasang kateter urine
- Warma urine kuning, bau khas urine

39

A : masalah teratasi sebagian

2.

3.

26/07/2016 1. Mengkaji skala, lokasi dan karakteristik


nyeri
R/ : Ps mengatakan nyeri saat BAK nya
sudah berkurang
P : nyeri saat BAK
Q : seperti di iris-iris
R : Vesika urinaria
S:4
T : kadang-kadang
2. Mengobservasi tanda-tanda vital
TTD : TD : 140/90 mmHg
N : 80 x/menit
RR : 20 x/menit
S : 36,8 C
3. Menjelaskan penyebab nyeri
R/ : Ps tampak mengerti
26/07/2016 1. Mengkaji pola tidur pasien
R/ : Ps mengatakan terbangun lagi pada
malam hari karena nyeri
2. Menciptakan suasana yang nyaman
R/ : Ps tampak nyaman
3. Membatasi pengunjung

P : intervensi dilanjutkan 1,4 dan 5


S : - Ps mengatakan nyeri saat BAK sudah
berkurang sedikit
P : nyeri saat BAK
Q : seperti di iris-iris
R : Vesika urinaria
S:4
T : kadang-kadang
O : - nyeri tekan pada vesika urinaria
TTD : TD : 140/90 mmHg
N : 80 x/menit
RR : 20 x/menit
S : 36,8 C
A : masalah teratasi sebagian
P : intervensi dilanjutkan 1,3 dan 4
S : Ps mengatakan sering terbangun malam hari
karena ingin BAK
O : - terdapat lingkaran hitam pada palpebra
A : masalah teratasi sebagian
40

R/ : Ps tampak tenang
P : intervensi dilanjutkan 1,2,3
4.

1.

26/07/2016 1. Memberikan informasi (pendidikan


kesehatan) tentang penyakit dan tujuan
dilakukan operasi
R/ : - Ps dan keluarga kooperatif,
- Ps dan keluarga tampak mengerti tentang
penyuluhan yang diberikan
2. Motivasi keluarga untuk selalu menemani
pasien
R/ : Keluarga ps bersedia

27/07/2016 1. Mengkaji karakteristik urine dan berkemih


R/ : - Ps mengatakan nyeri saat BAK sudah
berkurang sedikit
- Ps mengatakan masih terasa tidak puas
setelah BAK
- Ps mengatakan warna kencingnya sudah
mulai jernih
- Warna urine kuning bau khas urine

S : Ps mengatakan cemasnya sudah mulai


berkurang
O : - pasien tampak tenang
- Ps dan keluarga kooperatif
- Ps dan keluarga tampak mengerti tentang
penyuluhan yang diberikan
A : masalah teratasi
P : intervensi dihentikan
S : - Ps mengatakan nyeri saat BAK sudah
berkurang sedikit
- Ps mengatakan masih merasa tidak puas
setelah BAK
- Ps mengatakan warna kencingnya sudah
mulai jernih
O : - terpasang kateter urine
- Warma urine kuning, bau khas urine

41

A : masalah teratasi sebagian

2.

27/07/2016 1. Mengkaji skala, lokasi dan karakteristik


nyeri
R/ : Ps mengatakan nyeri saat BAK nya
sudah berkurang
P : nyeri saat BAK
Q : seperti di iris-iris
R : Vesika urinaria
S:4
T : kadang-kadang
2. Mengobservasi tanda-tanda vital
TTD : TD : 130/90 mmHg
N : 78 x/menit
RR : 20 x/menit
S : 36,5C
3. Menjelaskan penyebab nyeri
R/ : Ps tampak mengerti
27/07/2016 1. Mengkaji pola tidur pasien
R/ : Ps mengatakan tidurnya sudah agak
nyenyak
2. Menciptakan suasana yang nyaman
R/ : Ps tampak nyaman
3. Membatasi pengunjung

P : intervensi dilanjutkan 1,4 dan 5


S : - Ps mengatakan nyeri saat BAK sudah
berkurang sedikit
P : nyeri saat BAK
Q : seperti di iris-iris
R : Vesika urinaria
S:4
T : kadang-kadang
O : - nyeri tekan pada vesika urinaria
TTD : TD : 130/90 mmHg
N : 78 x/menit
RR : 20 x/menit
S : 36,5C
A : masalah teratasi sebagian
P : intervensi dilanjutkan 1,3 dan 4
S : Ps mengatakan tidurnya sudah agak nyenyak
O : pasien tampak rileks
A : masalah teratasi

42

R/ : Ps tampak tenang

P : intervensi dihentikan

43

DAFTAR PUSTAKA
Basuki, Purnomo. (2000). Dasar-Dasar Urologi, Perpustakaan Nasional RI,
Katalog Dalam Terbitan (KTD): Jakarta.
Hardjowidjoto, S. (2000). Benigna Prostat Hiperplasi. Airlangga University
Press: Surabaya
Long, Barbara C. (2006). Perawatan Medikal Bedah. Volume 1. (terjemahan).
Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan Pajajaran: Bandung.
Schwartz, dkk, (2000). Intisari Prinsip-Prinsip Ilmu Bedah. Editor : G. Tom
Shires dkk, EGC: Jakarta.
Sjamsuhidayat, (2005). Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2.Jakarta: EGC
Soeparman. (2000). Ilmu Penyakit Dalam. Jilid 2. FKUI: Jakarta
Smeltzer, Suzanne C, Brenda G Bare. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah Brunner & Suddarth. Edisi 8 Vol 2. Jakarta : EGC.

44

Вам также может понравиться