Вы находитесь на странице: 1из 2

Berikut akan dipaparkan beberapa masukan untuk menerapkan Firman Tuhan dalam hal

ketundukan.
1.

Ketundukan sejati tidak dapat lahir dari keterpaksaan; ketundukan sejati keluar dari hati
yang mengasihi. Salah satu cara untuk mengasihi suami adalah dengan cara meneropong
kelemahannya dari kacamata kekuatannya. Dengan kata lain, bangunlah relasi di atas dasar
kekuatan, bukan kelemahan. Peliharalah kekuatan dengan cara menyuburkannya yakni memberi
pujian dan dorongan untuk mengembangkan sisi terbaik pada dirinya.

2.

Ketundukan sejati tidak dapat lahir dari keterpaksaan namun demikian ketundukan sejati
dipertahankan lewat keterpaksaan. Maksudnya adalah kadang kita harus memaksa diri tunduk
kendati tidak ingin dan tidak rela demi mendahulukan kehendak suami. BELAJARLAH UNTUK
MENUNDA; jangan memaksakan kehendak. Berhubung suami adalah kepala keluarga, kita tidak
bisa dan tidak seharusnya membantahnya secara langsung atau menunjukkan sikap
memberontak.

a.

Menunda berarti mencari kesempatan lain yang lebih tepat untuk mendiskusikan
suatu hal.

b.

Menunda juga berarti menyiapkan suami untuk lebih dapat memahami keinginan
dan pemikiran kita. Adakalanya ia tidak menerima pendapat kita sebab ia tidak mengerti
sedalam-dalamnya apa yang terkandung di hati.

c.

Menunda juga berarti mendoakan suami supaya ia rela mengesampingkan


egonya dan lebih memikirkan kepentingan kita.

3.

Kita harus menyadari siapakah diri kita. Ada di antara kita yang memang berkarakter
keras dan dominan dan kita perlu mengakui fakta ini.

4.

Mungkin kita dibesarkan dalam keluarga di mana ibu berperan sepenuhnya sedang ayah
hampir-hampir tidak memunyai peranan apa pun.

5.

Mungkin semua saudara kita adalah perempuan sehingga pada akhirnya kita menjadi
suara terbanyak dalam keluarga.

6.

Mungkin memang kita memiliki tingkat keegoisan yang tinggi dan sukar mengalah
sehingga kehendak sukar dibendung.
Kesadaran ini penting sebab bila kita tidak memiliki kesadaran ini, maka kita cepat menuding
suami sebagai pihak yang bersalah, bahwa dialah yang membuat kita marah dan berbuat ini
dan itu.

Jika kita menyadari memang inilah diri kitawanita yang keras dan dominankita mesti
berusaha keras menahan mulut untuk mengeluarkan pendapat dengan segera.

Kita pun mesti berusaha menahan diri untuk mengambil keputusan sendiri tanpa
mengkonsultasikannya dengan suami. Dari awal pernikahan kita mesti mendisiplin diri untuk
mengkonsultasikannya dengan suami walaupun ada kemungkinan kita akan beradu pendapat
alias konflik.

Terpenting adalah secara berkala kita harus mengalahmeski mungkin saja pendapat
kita jauh lebih baik daripada pendapat suami. Sikap mengalah yang diperlihatkan secara berkala
akan mengkomunikasikan citra kepada suami bahwa kita bukanlah orang yang mau menang
sendiri alias egois. Ketika suami melihat bahwa kita tidak egois, ia pun akan lebih terdorong
untuk mengalah dan memertimbangkan pendapat kita. Apabila kita dapat memulai dan
memertahankan pola relasi seperti ini, pada akhirnya pengambilan keputusan akan menjadi
proses pencarian keputusan terbaik, bukan ajang menang - kalah.
Firman Tuhan mengajarkan agar kita tidak mendahulukan kepentingan pribadi; sebaliknya, kita
harus mendahulukan kepentingan yang lain. "Sebaliknya hendaklah dengan rendah hati yang
seorang menganggap yang lain lebih utama daripada dirinya sendiri." (Filipi 2:3). Jika kita
beranggapan bahwa kita tidak harus tunduk kepada siapa puntermasuk suamipastilah kita
akan menuai badai konflik terus menerus. Dan, ini bukanlah rencana Tuhan.

Вам также может понравиться