Вы находитесь на странице: 1из 3

Kesultanan Samudra Pasai

Posted on June 25, 2012 by abunawass


Kisah Kerajaan Kesultanan Samudra Pasai

Berdasarkan berita Marcopolo (th 1292) dan Ibnu Batutah (abad 13). Pada tahun
1267 telah berdiri kerajaan Islam pertama di Indonesia, yaitu kerajaan Samudra
Pasai. Hal ini juga dibuktikan dengan adanya Batu nisan makam Sultan Malik Al
Saleh (th 1297) Raja pertama Samudra Pasai.
Kesultanan Samudera Pasai, juga dikenal dengan Samudera, Pasai, atau Samudera
Darussalam, adalah kerajaan Islam yang terletak di pesisir pantai utara Sumatera,
kurang lebih di sekitar Kota Lhokseumawe, Aceh Utara sekarang. Kerajaan Samudra
Pasai berdiri sekitar abad 13 oleh Nazimuddin Al Kamil, seorang laksamana laut
Mesir. Pada Tahun 1283 Pasai dapat ditaklukannnya, kemudian mengangkat Marah
Silu menjadi Raja Pasai pertama dengan gelar Sultan Malik Al Saleh (1285 1297).
Makam Nahrasyiah Tri Ibnu Battutah, musafir Islam terkenal asal Maroko, mencatat
hal yang sangat berkesan bagi dirinya saat mengunjungi sebuah kerajaan di pesisir
pantai timur Sumatera sekitar tahun 1345 Masehi. Setelah berlayar selama 25 hari
dari Barhnakar (sekarang masuk wilayah Myanmar), Battutah mendarat di sebuah
tempat yang sangat subur. Perdagangan di daerah itu sangat maju, ditandai dengan
penggunaan mata uang emas. Ia semakin takjub karena ketika turun ke kota ia
mendapati sebuah kota besar yang sangat indah dengan dikelilingi dinding dan
menara kayu.
Kota perdagangan di pesisir itu adalah ibu kota Kerajaan Samudera Pasai. Samudera
Pasai (atau Pase jika mengikuti sebutan masyarakat setempat) bukan hanya
tercatat sebagai kerajaan yang sangat berpengaruh dalam pengembangan Islam di
Nusantara. Pada masa pemerintahan Sultan Malikul Dhahir, Samudera Pasai
berkembang menjadi pusat perdagangan internasional. Pelabuhannya diramaikan
oleh pedagang-pedagang dari Asia, Afrika, Cina, dan Eropa.
Kejayaan Samudera Pasai yang berada di daerah Samudera Geudong, Aceh Utara,
diawali dengan penyatuan sejumlah kerajaan kecil di daerah Peurelak, seperti
Rimba Jreum dan Seumerlang. Sultan Malikussaleh adalah salah seorang keturunan
kerajaan itu yang menaklukkan beberapa kerajaan kecil dan mendirikan Kerajaan
Samudera pada tahun 1270 Masehi.Makam Abdullah ibnu Muhammad ibnu Abdul
Kadir.
Ia menikah dengan Ganggang Sari, seorang putri dari kerajaan Islam Peureulak.
Dari pernikahan itu, lahirlah dua putranya yang bernama Malikul Dhahir dan Malikul
Mansyur. Setelah keduanya beranjak dewasa, Malikussaleh menyerahkan takhta
kepada anak sulungnya Malikul Dhahir. Ia mendirikan kerajaan baru bernama Pasai.

Ketika Malikussaleh mangkat, Malikul Dhahir menggabungkan kedua kerajaan itu


menjadi Samudera Pasai.
Dalam kisah perjalanannya ke Pasai, Ibnu Battutah menggambarkan Sultan Malikul
Dhahir sebagai raja yang sangat saleh, pemurah, rendah hati, dan mempunyai
perhatian kepada fakir miskin. Meskipun ia telah menaklukkan banyak kerajaan,
Malikul Dhahir tidak pernah bersikap jemawa. Kerendahan hatinya itu ditunjukkan
sang raja saat menyambut rombongan Ibnu Battutah. Para tamunya dipersilakan
duduk di atas hamparan kain, sedangkan ia langsung duduk di tanah tanpa beralas
apa-apa.
Dengan cermin pribadinya yang begitu rendah hati, raja yang memerintah
Samudera Pasai dalam kurun waktu 1297-1326 M ini, pada batu nisannya dipahat
sebuah syair dalam bahasa Arab, yang artinya, ini adalah makam yang mulia
Malikul Dhahir, cahaya dunia sinar agama.
Tercatat, selama abad 13 sampai awal abad 16, Samudera Pasai dikenal sebagai
salah satu kota di wilayah Selat Malaka dengan bandar pelabuhan yang sangat
sibuk. Bersamaan dengan Pidie, Pasai menjadi pusat perdagangan internasional
dengan lada sebagai salah satu komoditas ekspor utama.
Saat itu Pasai diperkirakan mengekspor lada sekitar 8.000- 10.000 bahara setiap
tahunnya, selain komoditas lain seperti sutra, kapur barus, dan emas yang
didatangkan dari daerah pedalaman. Bukan hanya perdagangan ekspor impor yang
maju. Sebagai bandar dagang yang maju, Samudera Pasai mengeluarkan mata
uang sebagai alat pembayaran. Salah satunya yang terbuat dari emas dikenal
sebagai uang dirham.
Hubungan dagang dengan pedagang-pedagang Pulau Jawa juga terjalin. Produksi
beras dari Jawa ditukar dengan lada. Pedagang-pedagang Jawa mendapat
kedudukan yang istimewa di pelabuhan Samudera Pasai. Mereka dibebaskan dari
pembayaran cukai.
Perdagangan
Selain sebagai pusat perdagangan, Pasai juga menjadi pusat perkembangan Islam
di Nusantara. Kebanyakan mubalig Islam yang datang ke Jawa dan daerah lain
berasal dari Pasai.
Eratnya pengaruh Kerajaan Samudera Pasai dengan perkembangan Islam di Jawa
juga terlihat dari sejarah dan latar belakang para Wali Songo. Sunan Kalijaga
memperistri anak Maulana Ishak, Sultan Pasai. Sunan Gunung Jati alias Fatahillah
yang gigih melawan penjajahan Portugis lahir dan besar di Pasai. Laksamana Cheng
Ho tercatat juga pernah berkunjung ke Pasai.
Situs Kerajaan Islam Samudera Pasai ini sempat sangat terkenal di tahun 1980-an,
sebelum konflik di Aceh semakin memanas dan menyurutkan para peziarah.

Menurut Yakub, juru kunci makam Sultan Malikussaleh, nama besar sang sultan
turut mengundang rasa keingintahuan para peziarah dari Malaysia, India, sampai
Pakistan. Negara-negara itu dulunya menjalin hubungan dagang dengan Pasai,
tutur Yakub.
Sejarah Pasai yang begitu panjang masih bisa ditelusuri lewat sejumlah situs
makam para pendiri kerajaan dan
keturunannya di makam raja-raja itu. Makam itu menjadi saksi satu-satunya karena
peninggalan lain seperti istana sudah tidak ada. Makam Sultan Malikussaleh dan
cucunya, Ratu Nahrisyah, adalah dua kompleks situs yang tergolong masih terawat.
makam Malikal Zahir.
Menurut Snouck Hurgronje, hubungan langsung Arab dengan Indonesia baru
berlangsung abad 17 pada masa kerajaan Samudra Pasai, Banten, Demak dan
Mataram Baru.
Samudra Pasai sebelum menjadi kerajaan Islam merupakan kota pelabuhan yang
berada dalam kekuasaan Majapahit, yang pada masa itu sedang mengalami
kemunduran. Setelah dikuasai oleh pembesar Islam, para pedagang dari Tuban,
Palembang, malaka, India, Cina dan lain-lain datang berdagang di Samudra Pasai.
Menurut Ibnu Batutah: Samudera Pasai merupakan pelabuhan terpenting dan Istana
Raja telah disusun dan diatur secara indah berdasarkan pola budaya Indonesia dan
Islam.
Kehidupan masyarakat Samudera Pasai diwarnai oleh agama dan kebudayaan
Islam. Pemerintahnya bersifat Theokrasi (berdasarkan ajaran Islam) rakyatnya
sebagiab besar memeluk agama Islam. Raja raja Pasai membina persahabatan
dengan Campa, India, Tiongkok, Majapahit dan Malaka. Pada tahun 1297 Malik Al
saleh meninggal, dan digantikan oleh putranya Sultan Muhammad (th 1297 1326)
lebih dikenal dengan nama Malik Al Tahir, penggantinya Sultan Ahmad (th 1326
1348), juga pakai nama Malik Al Tahir, penggantinya Zainal Abidin.
Raja Zainal Abidin pada tahun 1511 terpaksa melarikan diri dan meninggalkan
tahtanya berlindung di Majapahit, karena masih saudara raja Majapahit. Hal ini
berarti hubungan kekerabatan Raja Samudra Pasai dengan Raja Majapahit terbina
sangat baik, menurut berita Cina disebutkan pertengahan abad 15, Samudra Pasai
masih mengirimkan utusannya ke Cina sebagai tanda persahabatan.makam Naina
Hisana bin Naina.
Fatahilah, ulama terkemuka Pasai menikah dengan adik Sultan Trenggono(raja
Demak/adik Patih Unus/anak Raden Patah). Fatahilah berhasil merebut Sunda
Kelapa (22 Juni 1522) berganti nama menjadi Jayakarta, juga Cirebon dan Banten.

Вам также может понравиться