Вы находитесь на странице: 1из 14

BAB 1

PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Ekosistem DAS dapat dibagi menjadi daerah hulu, tengah, dan hilir.
Ekosistem daerah hulu merupakan bagian penting karena mempunyai fungsi
perlindungan terhadap seluruh bagian DAS dari segi fungsi tata air. Adanya
keterkaitan melalui daur hidrologi ini menyebabkan adanya pengaruh yang sangat
besar dari daerah hulu terhadap daerah hilir. Perubahan penggunaan lahan di
daerah hulu tidak hanya akan berdampak pada tempat kegiatan berlangsung
(daerah hulu), tetapi juga akan berdampak pada daerah hilir, diantaranya dalam
bentuk perubahan/fluktuasi debit dan transpor sedimen serta meterial terlarut
dalam sistem aliran air (Suntoro, 2005).
Erosi yang parah akan terjadi kalau petani dalam usaha tani di DAS tengah
dan hulu tidak menerapkan kaidah-kaidah konservasi. Degradasi DAS hulu dan
tengah akan menyebabkan degradasi sumber daya air akibat sedimentasi sungai
dan pendangkalan waduk-waduk juga mengurangi ketersediaan air bagi pertanian
di DAS hilir. Bersamaan dengan erosi tanah akan terbawa pula limbah pertanian
dari DAS hulu-tengah, dan limbah industri (Fagi 2006).
Prasetyo dan Setiani (2001), menyatakan penggunaan lahan untuk usaha
pertanian semakin intensif seiring dengan semakin meningkatnya kebutuhan
hidup petani. Akibatnya penggunaan lahan untuk usaha tanaman pangan bergeser
ke DAS bagian hulu. Selanjutnya Fagi dan Las (2006), melaporkan pada DAS
bagian hulu dan tengah yang didominasi oleh pegunungan dan perbukitan telah
ditanami palawija dan tanaman sayuran dengan sistem kering. Tanaman sayuran
biasanya dipupuk dengan takaran tinggi dan biasanya disemprot pestisida dengan
dosis dan waktu pemberian yang intensif, hal ini mengakibatkan residu pestisida
dan pupuk ditambah dengan yang berasal dari sawah irigasi dapat mencemari
peningkatan kandungan logam berat dalam tanah dari waktu ke waktu, seperti
kandungan Pb yang telah diteliti tahun 1983 dibandingkan dengan hasil penelitian
yang sama sepuluh tahun kemudian.
1

Tanah mempunyai kemampuan untuk membersihkan dirinya dari


pengaruh polutan disebut sebagai daya sangga, tetapi kemampuan tersebut
terbatas. Jika daya sangga terlampaui sebagai akibat penumpukan bahan beracun
berbahaya yang terus menerus, maka tanah akan tercemari.
Oleh karena itu, dilakukan analisis tanah untuk mengetahui seberapa besar
tingkat pencemaran tanah sawah pada sub-DAS Juwana.
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah pada penelitian yaitu bagaimana tingkat
pencemaran tanah sawah oleh logam Pb?
1.3 Tujuan
Adapun tujuan dilakukannya penelitiannya ini adalah untuk mengetahui
tingkat pencemaran tanah sawah oleh logam Pb.

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Pencemaran lingkungan terjadi karena masuknya atau dimasukkannya
bahan-bahan yang diakibatkan oleh berbagai kegiatan manusia dan atau yang
dapat menimbulkan perubahan yang merusak karakteristik fisik, kimia, biologi
atau estetika lingkungan tersebut (Odum, 1971 dalam Institut Pertanian Bogor,
2006).
Logam Plumbum merupakan bahan pencemar tanah. Bahan pencemar
tanah dapat dipilah menjadi dua, yakni bahan anorganik dan bahan organik. Bahan
anorganik terutama logam berat seperti Plumbum, seng, timbal. Bahan-bahan
tersebut cenderung berada di dalam tanah dalam waktu yang lama, meskipun
status kimianya kemungkinan berubah menurut waktu (Hanafiah, 2005).
Walaupun tanah telah terkontaminasi bahan pencemar anorganik dalam
jumlah yang cukup besar, tetapi kemungkinan masalah yang timbul berasal dari
bebebrapa unsur saja. Unsur yang bersifat meracuni tanaman atau menurunkan
produksi jika konsentrasinya tinggi yakni termasuk Plumbum. Namun dalam
konsentrasi yang rendah, beberapa unsur mikro tersebut bermanfaat untuk
tanaman ataupun ternak (Hanafiah, 2005).
Unsur Pb tanah terkandung dalam bebatuan beku, metamorfik, sedimen
dll. Kadar Pb dalam tanah dipengaruhi oleh reaksi tanah dan fraksi-fraksi tanah
yang bersifat dapat mengikat ion Pb. Senyawa-senyawa tertentu seperti bahan
ligand dapat mempengaruhi aktivitas ion Pb, yaitu membentuk kompleks Pbligand yang stabil, gugus-gugus karboksil dan fenoksil berperan mengikat semua
unsur logam mikro (Lahuddin, 2007).
Plumbum di alam tidak dijumpai dalam bentuk bebas, dan mineralnya
yang dikenal, greenockite (Plumbum Sulfida) bukan merupakan sumber logam
secara komersil. Hamper semua Plumbum yang diproduksi dari hasil samping

peleburan dan pemurnian buji Seng (Zn) yang biasanya mengandung 0,2-0,4 %
Plumbum (Pb) (Darmono, 1995).
Kadar Pb dalam tanah dipengaruhi oleh reaksi tanah dan fraksi-fraksi
tanah yang bersifat dapat mengikat ion Pb. Dengan peningkatan pH kadar Pb
dalam fase larutan menurun akibat meningkatnya reaksi hidrolisis, kerapatan
kompleks adsorpsi dan muatan yang dimiliki koloid tanah. Disimpulkan bahwa
pH bersam-sama dengan bahan mineral liat dan kandungan oksida-oksida hidrat
dapat mengatur adsorbsi spesifik Pb yang meningkat secara linear dengan pH
sampai tingkat maksimum (Pickering, 1980).
Konsentrasi Pb yang berlebih dapat mempengaruhi penyerapan Fe, Mg
dan Ca, baik di dalam akar maupun di dalam shoot. Kandungan Fe dan Mg di
dalam akar dan di dalam shoot cenderung meningkat, sedangkan kandungan Ca
baik di dalam akar maupun di dalam shoot cenderung menurun (Anonimous,
2008).

BAB 3
CARA KERJA
3.1 Bahan dan Metode
Penelitian identifikasi pencemaran logam berat pada lahan pertanian di
sub-DAS Juwana dilakukan tahun 2008 melalui survei lapangan. Pengambilan
contoh tanah dan lumpur pada lokasi/titik dengan pendekatan sistem grid yang
dimodifikasi. Pada wilayah-wilayah lahan pertanian dengan kesamaan bentuk
lahan dan sumber pencemar yang sama akan diambil satu contoh tanah dan
tanaman. Dengan demikian, maka setiap satu sampel tanah diharapkan dapat
mewakili wilayah-wilayah tertentu yang dianggap homogen. Sumber pencemar
dapat berasal dari limbah industri dan pertambangan di sepanjang aliran sungai
Juwana, dampak negatif kegiatan pertanian dari limbah perkotaan dan yang lain.
Informasi sumber pencemaran akibat limbah industri diperoleh dari internet,
media masa, studi pustaka, pengecekan lapangan, dan sumber-sumber lain seperti
Pemerintah Daerah (Pemda) yang mencakup wilayah sub-DAS Juwana.
3.2 Tahapan Penelitian
3.2.1 Tahap persiapan
Tahap ini merupakan tahap awal penelitian yang meliputi kegiatan: studi
pustaka pengumpulan informasi (database) wilayah sub-DAS Juwana,
persiapan survey, dan mobilisasi.
3.2.2 Tahap pelaksanaan
a. Survei instansional untuk mendapatkan data sekunder antara lain dari
Dinas Perindustrian, Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi
Pengelolaan DAS, Biro Pusat Statistik, Kantor Pengendalian Dampak
Lingkungan, Dinas Pertanian dan Peternakan, dan dinas/instansi terkait
lainnya, dilaksanakan bulan Oktober 2008.
b. Survei lapangan, adapun uraian kegiatannya, antara lain:

Membuat peta dasar/peta kerja, dibuat dari peta topografi atau peta
rupa bumi skala 1:25.000, untuk memilih lokasi penelitian dan
menentukan titik-titik pengambilan contoh air dan tanah. Penentuan
pengambilan titik contoh didasarkan pada pola aliran selokan/saluran
irigasi tersier, atau berdasarkan sistem gird.
Survei pendahuluan dengan melakukan penelusuran wilayah sub-DAS
Juwana hulu hingga sub-DAS Juwana hilir dengan bantuan peta
dasar/peta kerja.
Survei utama dilakukan pengambilan contoh air, tanah, dan tanaman
berdasarkan titik-titik pengambilan contoh yang telah ditentukan.
Apabila modifikasi titik-titik pengambilan contoh tanah karena
disesuaikan dengan kondisi lapangan.
Contoh tanah dan tanaman yang diambil berupa contoh tanah
komposit, dimana pada titik yang sudah ditentukan akan diambil 5
contoh tanah yang diambil secara acak, contoh tanah diambil dari
lapisan olah.
Dalam pengambilan contoh tanah, juga dilakukan wawancara dengan
petani atau masyarakat sekitar lokasi penelitian untuk menggali
informasi pengalaman petani dalam pengelolaan lahan pertanian.
Contoh tanah dan tanaman akan dianalisis kandungan logam berat Pb.
3.2.3 Tahap penyelesaian
Tahap ini merupakan tahap akhir yaitu melakukan analisis dan pelaporan
untuk menentukan sebaran logam berat Pb dalam tanah dan tanaman.

BAB 4
PEMBAHASAN
Logam Berat Pb dalam Tanah
Kualitas tanah merupakan parameter dasar sebagai bahan pembuatan peta
pencemaran/sebaran logam berat pada wilayah DAS. Darmono (2001),
menyatakan keberadaan logam dalam tanah secara alamiah berasal dari pelapukan
batuan induk yang mengandung unsur tersebut, tetapi aktivitas manusia juga
merupakan kontributor yang besar bagi keberadaan logam dalam tanah. Hasil
survei lapangan pada sub-DAS Juwana, telah diperoleh 12 titik pengambilan
sampel. Hasil analisis dari semua titik yang diambil terdapat logam Pb dalam
tanah berkisar antara 0,19-0,36 ppm, masih jauh dibawah ambang batas karena
ambang batas yang ditetapkan untuk logam Pb dalam tanah sebesar 38 ppm
(Tabel 1).
Tabel 1. Kandungan logam Pb dalam tanah sawah sub-DAS Juana, Pati Jawa
Tengah tahun 2008

Keberadaan logam berat pada lahan sawah secara alam berasal proses
pelapukan batuan mineral. Davies (1990) dan Alloway (1990), menyatakan jenis
batuan induk pembentuk tanah mengandung logam berat Pb dan Pb (Tabel 2).
Wilayah sub- DAS Juwana di sebelah selatan dan utara sungai Juwana
membentang pegunungan kapur, pada musim kemarau masyarakat sekitar daerah
tersebut melakukan penggalian batu kapur sebagai bahan pembuatan batu
gamping/kapur, pengerasan jalan, dan bahan bangunan. Hujan yang turun pada
wilayah tersebut akan membawa sedimen berupa kikisan batuan tanah atau
erosinya sehingga menambah logam berat Pb dalam tanah dan badan air.

Faktor pengelolaan lahan berpengaruh pada kandungan logam berat dalam


tanah. Setyorini et al. (2003), menyatakan dampak negatif terhadap lingkungan
yang ditimbulkan dari pemakaian pupuk kimia secara terus menerus akan
meningkatkan kandungan logam berat dalam tanah. Kandungan logam berat di
dalam pupuk dikhawatirkan akan terakumulasi dalam tanah dan terangkut
tanaman lewat panen juga masuk ke dalam rantai makanan manusia. Darmono
(2001), menyatakan kontaminan logam dalam tanah pertanian tergantung pada (a)
jumlah logam yang ada pada batuan tempat tanah terbentuk, (b) jumlah mineral
yang ditambahkan pada tanah sebagai pupuk, (c) jumlah deposit logam dari
atmosfir yang jatuh ke dalam tanah, dan (d) jumlah yang terambil dalam proses
panen ataupun merembes ke dalam tanah.
Selain itu penggunaan air irigasi dari sungai yang secara terus menerus
digunakan petani untuk mengairi lahan sawah pada musim kemarau akan

berkontribusi terhadap kandungan logam berat dalam tanah. Sungai Juwana dapat
memberikan kontribusi mengairi lahan sawah seluas 560 ha untuk wilayah
Kabupaten Kudus dan 5.946 ha di Kabupaten Pati. Masuknya air sungai pada
lahan sawah karena dampak banjir dari luapan sungai Juwana dan anak sungainya,
akan mempengaruhi kandungan logam berat di dalam tanah. Berdasarakan hasil
identifikasi air sungai juwana terdeteksi adanya kadungan logam berat Pb.
Sebaran Logam Berat Pb dalam Tanah
Sebaran logam Pb dalam tanah, untuk mendelineasi sebaran logam Pb
dalam tanah dijadikan 3 kelas/kisaran yaitu kelas I (0,190,25 ppm), kelas II
(0,260,30 ppm), dan kelas III (0,310,36 ppm). Dari 3 kelas/kisaran sebaran
logam berat Pb dalam tanah ada 7 titik yang masuk kelas I (JN 08, 09, 14, 15, 17,
18, dan 20), dan titik di kelas III (JN 10, 12, 13, 16, dan 19). Sebaran kandungan
logam Pb pada tanah sawah sub-DAS Juwana disajikan dalam Gambar 7.

Klasifikasi kelas pada sebaran logam Pb dalam tanah dilakukan oleh


peneliti dengan membagi kandungan logam Pb dalam tanah yang diperoleh
menjadi 3 kelas. Dimana, kandungan logam Pb dengan konsentrasi rendah masuk
ke dalam kelas I, konsentrasi sedang masuk ke dalam kelas II dan logam Pb
dengan konsentrasi tinggi masuk ke dalam kelas III.

10

Logam Berat Pb dalam Gabah


Akibat serempaknya masa tanam padi pada lahan sawah di sub-DAS
Juwana, dari 12 titik pengambilan sampel tanah diperoleh 11 sampel gabah. Hasil
analisis laboratorium dari semua titik yang diambil terdeteksi adanya logam berat
Pb dalam gabah berkisar antara 0,220,38 ppm. Kandungan logam Pb dari 11 titik
pengambilan sampel terdapat 9 titik yang sudah melebihi ambang batas yang
ditetapkan WHO (0,24 ppm). Keberadaan logam berat dalam tanah dan terserap
tumbuhan yang dikendalikan oleh berbagai faktor tanah dan biologi (macam
tanaman, fase pertumbuhan dan fase perkembangan tumbuhan) secara rumit,
bahkan ada faktor yang pengaruhnya saling bertentangan. Menurut Verloo (1993),
penyerapan suatu logam berat oleh tumbuhan dari tanah yang tercemar berat lebih
sedikit dari tanah yang tercemar ringan. Hal ini karena kenaikan pH yang lebih
tinggi oleh bahan pencemar yang lebih banyak dan sejalan dengan hal tersebut
akan diikuti meningkatnya KTK, sehingga penyerapan tanah menjadi lebih kuat.

11

12

BAB 5
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
1. Tanah sawah pada sub-DAS Juwana terdeteksi adanya logam Pb pada
tingkatan yang masih aman belum mencemari tanah, namun pada gabah/
beras kandungan logam tersebut sudah mencemari karena sudah melebihi
batas yang ditetapkan WHO.
2. Keberadaan logam Pb dalam tanah walaupun pada tingkatan yang aman,
perlu diwaspadai dan ditanggulangi agar logam tersebut terangkut jaringan
tanaman dalam batasan yang aman.
5.2 Saran
Diharapkan pada analisis tanah selanjutnya dapat dilakukan identifikasi
logam

seperti timbal dan lain-lain sehingga dapat dibandingkan tingkat

pencemaran logam pada tanah sawah sub-DAS Juwana.

13

DAFTAR PUSTAKA
Alloway, B. J. 1990. Heavy Metals in Soils. 2nd ed. Blackie Academic and Proof.
Anonimous, 2008. Pengaruh Logam Plumbum Terhadap Pertumbuhan Tanaman Padi
(Oryza Sativa L) Kultivar Cisadane. Bandung: Sekolah Ilmu dan Teknologi
Hayati.

Darmono. 2001. Lingkungan Hidup dan Pencemaran. Hubungannya dengan


Toksikologi Senyawa Logam. Jakarta: UI Press.
Fagi, A. M. 2006. Tata guna air di tingkat usahatani: kasus barubug, Jatiluhur.
Jurnal Iptek Tanaman Pangan, Vol. 1 (1): 56.
Fagi, A. M. dan I. Las. 2006. Konsepsi penanggulangan pencemaran lingkungan
pertanian berbasis DAS. Makalah disampaikan dalam Seminar Nasional
Pengendalian Pencemaran Lingkungan Pertanian melalui Pendekatan
Pengelolaan DAS secara Terpadu. UNS Surakarta 28 Maret 2006.
Hanafiah, K. 2005. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Jakarta: Rajawali-Press.
Lahuddin, M. 2007. Aspek Unsur Mikro Dalam Kesuburan Tanah. Medan: USUPress.
Mulyadi, dkk. Logam Berat Plumbum (Pb) dalam Tanah dan Gabah pada Lahan
Sawah Sub-DAS Juwana Pati Jawa Tengah. Balai Penelitian Lingkungan
Pertanian Hal: 1019-1027.
Pickering, W. 1980. Plumbum in the Environment. New York: John Wiley.
Suntoro. 2005. Dampak Kegiatan Pembangunan Terhadap Degradasi Lahan Pertanian.
Seminar Nasional Pengelolaan Lahan Kritis. Surakarta: UNS.

14

Вам также может понравиться