Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
BAB II
BIDANG PEMBANGUNAN SOSIAL BUDAYA
DAN KEHIDUPAN BERAGAMA
2.1.
Kondisi Umum
Prioritas
Bidang
Dampak
Pengendalian
Kuantitas Penduduk
Pengendalian
pertumbuhan
penduduk
Peningkatan Umur
Harapan Hidup
Sasaran
Didukung Oleh:
Pembangunan
Ekonomi
Pembangunan
Hukum dan
HAM
Pembangunan
SDA - LH
Pembangunan
Infrastruktur
Pengembangan
Iptek
Dll
RKP 2012
Peningkatan
Kualitas SDM
(HDI, GDI, NRR)
serta Jati Diri dan
Karakter Bangsa
Peningkatan Partisipasi
Pemuda, Budaya dan
Prestasi Olahraga
Peningkatan Kualitas
Kehidupan Beragama
Peningkatan
Jati Diri dan
Karakter Bangsa
Peningkatan
Kesetaraan Gender,
Pemberdayaan Perempuan, dan
Perlindungan Anak
Peningkatan
Kesejahteraan dan
Kualitas Hidup
Penyandang Masalah
Kesejahteraan Sosial
(PMKS)
Peningkatan
kesejahteraan
dan kualitas hidup
perempuan & anak
II.2-1
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2007
2010*)
0,684
0,682
0,692
0,697
0,711
0,728
0,734
0,600
ke
110
112
111
110
108
107
111
108
dari
173
negara
175
negara
177
negara
177
negara
177
negara
177
negara
182
negara
169
negara
IPM
Peringkat
Tahun
Sumber : HDR (berbagai Tahun); *) HDR 2010 dihitung dengan metode baru
Kependudukan dan Keluarga Berencana. Pengendalian laju pertumbuhan
penduduk melalui Keluarga Berencana (KB) terus menerus dilakukan untuk mendukung
pencapaian pembangunan nasional, terutama untuk meningkatkan kualitas SDM. Program
KB yang telah dilaksanakan sejak tahun 1971 telah berhasil mencegah lebih dari 100 juta
kelahiran, sehingga pertambahan dan pertumbuhan penduduk dapat dikendalikan. Di
samping itu, melalui KB setiap keluarga dapat merencanakan kehidupannya menjadi lebih
berkualitas dan sejahtera, dengan membentuk keluarga kecil yang berkualitas.
Berdasarkan Sensus Penduduk (SP), dalam periode 10 tahun (2000-2010), jumlah
penduduk Indonesia secara absolut meningkat sebanyak 32,5 juta jiwa, yaitu dari
sebanyak 205,8 juta jiwa (SP 2000) menjadi sebanyak 237,6 juta jiwa (SP 2010).
Sementara itu, rata-rata laju pertumbuhan penduduk (LPP) Indonesia telah menurun dari
sebesar 1,97 persen (1980-1990) menjadi sebesar 1,45 persen (1990-2000). Namun, pada
periode 10 tahun terakhir, terjadi peningkatan LPP menjadi sebesar 1,49 persen.
Peningkatan jumlah penduduk tersebut disebabkan antara lain oleh cakupan SP
2010 yang lebih baik dari SP 2000 serta stagnasi angka kelahiran total (total fertility
rate/TFR) pada perempuan usia reproduksi atau angka kelahiran pada perempuan usia
15-19 tahun (age specific fertility rate/ASFR 15-19 tahun). Berdasarkan hasil revisi Survei
Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2002/03 dan 2007, TFR mengalami
penurunan, yaitu dari sebesar 2,4 menjadi 2,3 kelahiran per perempuan usia reproduksi.
II.2-2
RKP 2012
Demikian pula dengan ASFR 15-19 tahun, yaitu dari sebesar 39 menjadi 35 kelahiran per
1.000 perempuan usia 15-19 tahun. Di samping itu, pada periode yang sama program KB
juga telah berhasil meningkatkan angka prevalensi pemakaian alat dan obat
kontrasepsi/alokon (contraceptive prevalence rate/CPR) cara modern, meskipun tidak
signifikan kenaikannya, yaitu dari sebesar 56,7 persen menjadi sebesar 57,4 persen.
Hasil-hasil yang dicapai pada tahun 2010 antara lain adalah meningkatnya CPR yang
ditandai dengan meningkatnya jumlah peserta KB, yaitu: (1) meningkatnya pencapaian
jumlah peserta KB baru dari sasaran sebanyak 7,2 juta menjadi sebanyak 8,6 juta yang
terdiri dari jumlah peserta KB baru miskin (keluarga pra-sejahtera/KPS dan keluarga
sejahtera I/KS 1) dan rentan lainnya sebanyak 3,8 juta, jumlah peserta KB baru yang
menggunakan metode kontrasepsi jangka panjang (MKJP) sebanyak 1,2 juta, serta jumlah
peserta KB baru pria sebanyak 713,2 ribu; (2) meningkatnya pencapaian jumlah peserta
KB aktif dari sasaran sebanyak 26,7 juta menjadi sebanyak 33,7 juta yang terdiri dari
jumlah peserta KB aktif miskin (KPS dan KS 1) dan rentan lainnya menjadi sebanyak 14,3
juta, jumlah peserta KB aktif MKJP menjadi sebanyak 7,9 juta, serta jumlah peserta KB
aktif pria menjadi sebanyak 1,1 juta.
Selanjutnya, pada tahun 2011 sasaran pembangunan kependudukan dan keluarga
berencana diharapkan akan tercapai. Diperkirakan jumlah peserta KB mencapai sasaran
yang telah ditetapkan, antara lain yaitu meningkatnya jumlah perserta KB baru sebanyak
7,2 juta; meningkatnya jumlah peserta KB aktif sebanyak 27,5 juta; meningkatnya jumlah
peserta KB baru miskin (KPS dan KS 1) dan rentan lainnya sebanyak 3,80 juta;
meningkatnya jumlah peserta KB aktif miskin (KPS dan KS 1) dan rentan lainnya
sebanyak 12,2 juta; meningkatnya jumlah peserta KB baru MKJP sebanyak 1,1 juta;
meningkatnya jumlah peserta KB aktif MKJP sebesar 2,5 juta; dan meningkatnya jumlah
peserta KB baru pria sebanyak 128,6 ribu.
Selain itu, keberhasilan pembangunan kependudukan dan KB didukung pula oleh
penguatan manajemen data dan informasi kependudukan. Sumber data utama
kependudukan diperoleh melalui SP, Supas, Survei, dan Registrasi Penduduk. Sampai
dengan tahun 2009, untuk pelayanan registrasi penduduk dan pencatatan sipil, sistem
informasi administrasi kependudukan (SIAK) telah dibangun di 495 kabupaten/kota.
Pengembangan SIAK merupakan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006
Tentang Administrasi Kependudukan yang mengamanatkan pemerintah untuk
memberikan nomor induk kependudukan (NIK) kepada setiap penduduk dan
menggunakan NIK sebagai dasar dalam menerbitkan dokumen kependudukan. Penerapan
Undang-Undang tersebut dijabarkan melalui Peraturan Presiden Nomor 26 Tahun 2009
Tentang Penerapan Kartu Tanda Penduduk Berbasis Nomor Induk Kependudukan Secara
Nasional.
Kesehatan. Pembangunan kesehatan merupakan komponen penting dalam
pembangunan kualitas sumber daya manusia yang produktif secara sosial dan ekonomi.
Dengan mewujudkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya,
pembangunan kesehatan menjadi bagian dalam mendukung pertumbuhan ekonomi dan
penanggulangan kemiskinan. Perbaikan status kesehatan dan gizi masyarakat terus
dilakukan melalui berbagai upaya, antara lain: peningkatan akses upaya kesehatan yang
bermutu dan terjangkau oleh masyarakat; penyediaan sumber daya kesehatan;
pemberdayaan peran aktif masyarakat dalam upaya kesehatan; penyediaan jaminan
RKP 2012
II.2-3
RKP 2012
II.2-5
rasio terhadap penduduk sebesar 40,64 bidan per 100.000 penduduk). Tenaga kesehatan
ini tersebar di seluruh fasilitas layanan kesehatan di Indonesia, baik di fasilitasi pelayanan
dasar maupun rujukan. Sampai dengan tahun 2010, jumlah tenaga kesehatan dengan
status PTT aktif yang bertugas di daerah dengan kriteria biasa, terpencil, dan sangat
terpencil sebanyak 32.978 tenaga kesehatan. Tenaga kesehatan dengan status PTT
tersebut terdiri dari dokter spesialis dan dokter spesialis gigi sejumlah 86 orang, dokter
umum sejumlah 3.020 orang, dokter gigi sejumlah 904 orang, dan bidan sejumlah 28.968
orang. Sementara itu, tenaga kesehatan yang telah direkrut dan ditempatkan di DTPK
sebanyak 699 dokter, 189 dokter gigi PTT, 142 bidan PTT, dan 293 tenaga kesehatan
penugasan khusus.
Dalam rangka meningkatkan keterjangkauan masyarakat terhadap obat, berbagai
upaya telah dilakukan mencakup penyediaan jumlah dan jenis obat generik; evaluasi dan
penilaian terhadap harga obat, khususnya obat generik; labelisasi obat generik termasuk
pencantuman harga eceran tertinggi (HET); peningkatan akses kefarmasian; dan
penyuluhan dan penyebaran informasi, agar obat digunakan secara tepat dan rasional.
Ketersediaan obat dan vaksin di sarana pelayanan kesehatan mencapai 82 persen. Upaya
pengawasan terhadap sarana produksi dan distribusi obat dan makanan terus
ditingkatkan. Pada tahun 2010, sebanyak 46,8 persen sarana produksi obat telah memiliki
sertifikasi Good Manufacturing Practices (GMP) terkini, sebanyak 38.162 sarana produksi
dan distribusi obat dan makanan telah diperiksa, dan 104.159 sampel produk obat dan
makanan telah diperiksa (BPOM, 2010). Sementara itu, untuk mengurangi
ketergantungan pada bahan baku obat dari luar negeri, berbagai penelitian terkait
tanaman obat asli Indonesia sudah mencapai 40 penelitian dan standar tanaman obat
yang disusun sudah mencapai 50 standar (BPOM, 2010).
Dalam rangka perlindungan terhadap resiko finansial akibat masalah kesehatan,
pelaksanaan Jamkesmas telah berhasil mendorong peningkatan cakupan jaminan
pembiayaan/asuransi kesehatan. Sampai dengan akhir Desember tahun 2010, cakupan
asuransi kesehatan telah mencapai sekitar 59,07 persen. Cakupan tersebut terdiri dari
asuransi kesehatan pegawai negeri sipil (PNS dan TNI/POLRI) sebesar 7,32 persen,
Jamsostek sebesar 2,08 persen, asuransi perusahan sebesar 2,72 persen, asuransi swasta
lainnya sebesar 1,21 persen, jaminan kesehatan masyarakat (Jamkesmas) sebesar 32,37
persen, dan 13,37 persen tercakup dalam Jamkesda bagi penduduk miskin. Jamkesmas
telah mampu meningkatkan akses penduduk miskin terhadap pelayanan kesehatan di
puskesmas dan rumah sakit, terutama untuk daerah tertinggal, perbatasan dan
kepulauan. Dalam rangka peningkatan kinerja puskesmas mulai tahun 2010 telah
disediakan Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) bagi puskesmas dan jaringannya
terutama dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan preventif dan promotif, yang
mencakup kesehatan ibu dan anak dan keluarga berencana (KIA-KB), gizi, imunisasi,
kesehatan lingkungan, promosi kesehatan, pencegahan penyakit dan pembinaan upaya
kesehatan berbasis masyarakat seperti posyandu, polindes, dan poskesdes.
Penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan, seperti puskesmas, puskesmas pembantu,
poskesdes, serta rumah sakit sebagai salah satu komponen untuk perbaikan upaya
kesehatan juga terus ditingkatkan. Jumlah puskesmas mencapai 8.737 yang mencakup
2.704 puskesmas perawatan dan 6.033 puskesmas nonperawatan, sedangkan jumlah
puskesmas pembantu (Pustu) pada tahun 2010 mencapai 22.273 unit. Rasio puskesmas
terhadap penduduk meningkat dari 3,6 per 100.000 penduduk pada tahun 2007 menjadi
II.2-6
RKP 2012
3,78 per 100.000 penduduk pada tahun 2009 (Profil Kesehatan, 2009). Pada tahun 2010,
jumlah rumah sakit pemerintah meningkat menjadi 755, sedangkan rumah sakit swasta
meningkat menjadi 768 rumah sakit (Kemkes, 2010). Pada tahun 2009, rasio tempat tidur
(TT) rumah sakit terhadap penduduk sebesar 70,74 TT per 100.000 penduduk (Profil
Kesehatan, 2009). Rasio ini masih lebih rendah jika dibandingkan target nasional tahun
2010 sebesar 80 TT per 100.000 penduduk. Selain itu, sistem rujukan belum optimal
walaupun utilisasi fasilitas kesehatan meningkat pesat. Akses masyarakat dalam
mencapai sarana pelayanan kesehatan dasar juga membaik, yaitu 94 persen masyarakat
dapat mengakses sarana pelayanan kesehatan kurang dari 5 kilometer; dan 78,9 persen
rumah tangga berada kurang dari satu kilometer dari fasilitas UKBM (Riskesdas, 2007).
Selanjutnya, dalam upaya peningkatan mutu perencanaan dan evaluasi
pembangunan kesehatan yang berbasis evidence, telah dilaksanakan berbagai upaya
pengumpulan data yang bersifat community based dan facilities based, yang didukung
dengan pelaksanaan riset kesehatan dasar dan penguatan kelembagaan pengelolaan data
dan survailans. Di samping itu, dilakukan pula optimalisasi penataan hukum/peraturan di
bidang kesehatan, serta pemanfaatan hasil penelitian pengembangan kesehatan.
Dalam rangka meningkatkan kemampuan dan kesadaran masyarakat untuk
memelihara derajat kesehatannya secara mandiri, dilakukan penguatan promosi
kesehatan dan peningkatan upaya kesehatan berbasis masyarakat (UKBM), seperti Pos
Pelayanan Terpadu (Posyandu) dan Pos Kesehatan Desa (Poskesdes). Pada tahun 2009,
jumlah UKBM yang berperan penting dalam sistem pelayanan kesehatan, seperti
posyandu mencapai 266.827 unit dan poskesdes mencapai 51.996 unit. Peran posyandu
dalam sistem pelayanan kesehatan cukup penting terutama dalam kegiatan imunisasi,
gizi, dan upaya kesehatan ibu dan anak (KIA), KB, penanggulangan diare, dan penyuluhan
kesehatan masyarakat. Integrasi kegiatan posyandu dengan kegiatan lain seperti Pos
Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), Bina Keluarga Balita (BKB) dan Tempat Penitipan
Anak (TPA) perlu terus ditingkatkan dalam rangka pengembangan anak usia dini secara
holistik dan terintegrasi, selain untuk meningkatkan derajat kesehatan anak. Di samping
itu, pencapaian sasaran PHBS pada tingkat rumah tangga sampai saat ini masih rendah
yaitu 48,47 persen. Pencapaian ini masih lebih rendah jika dibandingkan dengan target
pada tahun 2010 sebesar 50 persen akibat belum intensifnya kegiatan pemberdayaan
masyarakat dan promosi kesehatan.
Korban bencana sepanjang tahun 2010 mengalami peningkatan terutama korban
akibat letusan gunung berapi, banjir bandang, gempa bumi, dan tsunami. Jumlah seluruh
korban bencana tahun 2010 mencapai 1.385 orang meninggal, 4.085 luka berat yang
memerlukan rawat inap, 98.235 luka ringan yang dirawat jalan, 247 korban hilang, dan
sebanyak 618.880 orang mengungsi. Untuk meningkatkan kapasitas dan kesiagaan
penanggulangan bencana dilakukan peningkatan peran dan fungsi sembilan Pusat
Penanggulangan Krisis Regional, penguatan sistem informasi dan koordinasi
penanggulangan bencana, serta peningkatan kapasitas SDM di kabupaten/kota rawan
bencana.
Dalam rangka meningkatkan efektivitas pembangunan kesehatan, penanggulangan
masalah kesehatan difokuskan pada daerah bermasalah kesehatan (DBK) yang berjumlah
130 kabupaten/kota. Penanggulangan DBK merupakan upaya terpadu secara program
dan pendanaan dalam rangka penanggulangan masalah kesehatan yang spesifik daerah
serta merupakan upaya untuk menstimulir kemandirian daerah dalam menyelesaikan
RKP 2012
II.2-7
masalah kesehatannya secara kreatif dan inovatif dengan optimalisasi program kesehatan
dan non kesehatan yang berdampak pada kesehatan yang telah ada sebelumnya.
Dukungan pendanaan yang diberikan hanya ditujukan untuk penguatan kapasitas
pendamping dalam implementasi penanggulangan DBK.
Pendidikan. Sebagaimana tercantum dalam Pembukaan UUD 1945, pembangunan
pendidikan merupakan salah satu instrumen untuk mencapai salah satu tujuan bernegara,
yaitu untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan memajukan kesejahteraan umum.
Pendidikan nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk
watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dan mengembangkan potensi peserta
didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang
demokratis serta bertanggung jawab.
Sampai tahun 2009/2010, upaya pembangunan pendidikan telah berhasil
meningkatkan taraf pendidikan masyarakat Indonesia yang ditandai dengan
meningkatnya rata-rata lama sekolah penduduk usia 15 tahun ke atas mencapai 7,7 tahun,
menurunnya proporsi buta aksara penduduk usia 15 tahun ke atas menjadi 5,30 persen,
serta meningkatnya angka partisipasi kasar (APK) dan angka partisipasi murni (APM)
pada semua jenjang pendidikan. APM SD/MI/sederajat mencapai 95,23 persen, dan APK
SMP/MTs/sederajat, APK SMA/SMK/MA/sederajat, dan APK PT masing-masing telah
mencapai 98,11 persen, 69,60 persen, dan 21,57 persen.
Berbagai upaya pemerintah dari tahun ke tahun juga telah berhasil menurunkan
kesenjangan partisipasi pendidikan antarkelompok status ekonomi yang terlihat dari
tingkat pendidikan tertinggi yang pernah diikuti oleh penduduk berusia 13-15 tahun.
Pada tahun 2007, 94,2 persen penduduk di kuantil terkaya berhasil menamatkan jenjang
SD/MI dan pada tahun 2009 meningkat menjadi 96,9 persen. Pada periode tahun yang
sama, angka melanjutkan ke jenjang SMP/MTs untuk kelompok ini juga meningkat dari
92,8 persen menjadi 95,1 persen. Hal yang sama terlihat pada penduduk di kuantil
termiskin, dimana angka tamat jenjang SD/MI-nya meningkat dari 79,5 persen pada tahun
2007 menjadi 83,1 persen pada tahun 2009. Sementara itu, angka melanjutkan ke jenjang
SMP/MTs meningkat dari 61,6 persen menjadi 69,4 persen pada periode yang sama.
Capaian tersebut menggambarkan telah terlaksananya perbaikan efisiensi internal
pendidikan, yang ditandai dengan menurunnya angka putus sekolah dan meningkatnya
angka melanjutkan, dan mengecilnya kesenjangan angka partisipasi pendidikan
antarkelompok status ekonomi.
Mengecilnya kesenjangan partisipasi pendidikan antarkelompok status ekonomi
tersebut merupakan hasil dari kebijakan pemerintah yang berpihak pada masyarakat
miskin. Selain kegiatan peningkatan daya jangkau dan daya tampung sekolah seperti
pembangunan sekolah baru dan penambahan ruang kelas baru, penyediaan Bantuan
Operasional Sekolah (BOS) untuk seluruh sekolah, madrasah, pesantren salafiyah, dan
sekolah keagamaan non-Islam yang menyelenggarakan wajib belajar pendidikan dasar 9
tahun juga terbukti dapat meningkatkan kemampuan masyarakat miskin menyekolahkan
anaknya.
Program Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang ditujukan untuk
membebaskan biaya pendidikan bagi siswa yang tidak mampu dan meringankan beban
biaya bagi siswa yang lain pada tahun 2011 ditujukan untuk sekitar 43,1 juta siswa
jenjang pendidikan dasar.
II.2-8
RKP 2012
Sementara itu, untuk menjangkau peserta didik yang kurang mampu, diberikan
beasiswa siswa miskin dari jenjang SD/MI, SMP/MTs, SMA/SMK/MA, sampai dengan
perguruan tinggi. Penyediaan beasiswa siswa miskin ini sudah dimulai sejak tahun 2005
dan cakupannya semakin meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 2011, beasiswa
miskin disediakan untuk sekitar 6,8 juta siswa/mahasiswa.
Peningkatan taraf pendidikan juga diikuti dengan meningkatnya kualitas, relevansi,
dan daya saing pendidikan. Peningkatan kualitas ditandai, antara lain, dengan rata-rata
nilai ujian nasional (UN) dan pencapaian berbagai prestasi dalam berbagai kompetisi
nasional dan internasional. Dalam kurun waktu 2004-2009, nilai UN untuk jenjang
SMP/MTs dan SMA/MA/SMK mengalami peningkatan. Angka kelulusan siswa di jenjang
tersebut juga meningkat dalam periode yang sama. Selanjutnya dalam rangka mendukung
peningkatan kualitas pendidikan, kualifikasi guru dan dosen terus ditingkatkan. Upaya ini
telah berhasil meningkatkan persentase guru yang telah memenuhi kualifikasi akademik
D4/S1 menjadi sebesar 24,6 persen untuk SD/SDLB/MI, 73,4 persen untuk
SMP/SMPLB/MTs, 85,8 persen untuk SMA/MA, dan 91,2 persen untuk SMK/MAK (2009).
Untuk meningkatkan kualitas tata kelola pendidikan, dilakukan berbagai perbaikan
manajemen pendidikan melalui penerapan manajemen berbasis sekolah (MBS) serta
upaya penyelerasan pelembagaan otonomi PT. Sejak tahun 2009, telah dilakukan
pemenuhan anggaran pendidikan sebesar 20 persen dari APBN. Secara nasional, pada
tahun 2011 anggaran pendidikan sebesar 20 persen dari RAPBN telah mencapai sebesar
Rp. 248,9 triliun yang dialokasikan melalui Belanja Pemerintah Pusat sebesar Rp. 89,7
triliun, dana Transfer Daerah sebesar 158,2 triliun, dan dana pengembangan pendidikan
nasional sebesar Rp. 1,0 triliun. Seperti pada tahun 2011, maka pada tahun 2012 belanja
pemerintah pusat untuk fungsi pendidikan dilaksanakan oleh 19 kementerian/lembaga.
Sementara itu, perpustakaan merupakan sarana dalam mendukung
penyelenggaraan pendidikan nasional. Sebagai wahana belajar sepanjang hayat,
perpustakaan mampu mengembangkan potensi masyarakat agar menjadi manusia yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu,
cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung
jawab. Untuk itu, dalam rangka meningkatkan kecerdasan kehidupan bangsa, perlu
ditumbuhkan budaya gemar membaca melalui pengembangan dan pendayagunaan
perpustakaan sebagai sumber informasi yang berupa karya tulis, karya cetak, dan/atau
karya rekam. Sebagai salah satu upaya untuk memajukan kebudayaan nasional,
perpustakaan merupakan wahana pelestarian kekayaan budaya bangsa. Berbagai upaya
yang dilakukan, telah menunjukkan hasil yang semakin baik, antara lain meningkatnya
layanan perpustakaan dan budaya gemar membaca di masyarakat yang ditandai oleh: (1)
meningkatnya jumlah pemustaka yang memanfaatkan perpustakaan menjadi 4,4 juta
orang; (2) meningkatnya jumlah koleksi perpustakaan menjadi sebanyak 143.000 koleksi;
dan (3) meningkatnya jumlah perpustakaan yang dikelola sesuai standar.
Pencapaian tersebut didukung oleh meningkatnya berbagai kegiatan antara lain: (1)
terselenggaranya layanan perpustakaan berbasis teknologi informasi dan komunikasi dan
pengembangan perpustakaan elektronik (e-library) di perpustakaan provinsi dan
meningkatnya kualitas perpustakaan umum di 437 kabupaten/kota; (2) sosialisasi dan
kampanye perpustakaan dan gemar membaca melalui berbagai media; (3) pemberian
bantuan mobil perpustakaan keliling dan kapal perpustakaan keliling sebagai stimulan
untuk provinsi dan kabupaten/kota; (4) tersusunnya pedoman penyelenggaraan
RKP 2012
II.2-9
RKP 2012
II.2-11
RKP 2012
Situasi Terkini
13,33% (31,02 juta jiwa)
3.176.462 jiwa
Anak Jalanan
Penyandang Cacat Telantar
83.776 jiwa
1.541.942 jiwa
2.994.330 jiwa
1.935.833 jiwa
318.112 jiwa
Cakupan 2010
772.000 RTSM
10.000 jiwa
17.000 jiwa
10.485 KK
129.430 KK
66.625 jiwa
II.2-13
gender empowerment measurement (GEM) atau indeks pemberdayaan gender (IDG), yang
diukur melalui partisipasi perempuan di bidang ekonomi, politik, dan pengambilan
keputusan. IDG Indonesia menunjukkan peningkatan dari 0,597 pada tahun 2004 menjadi
0,635 pada tahun 2009 (KNPP-BPS, 2010).
Di bidang ekonomi, peningkatan akses lapangan kerja bagi perempuan ditunjukkan
dengan penurunan angka pengangguran terbuka perempuan dari 13,7 persen pada tahun
2006, menjadi 8,23 persen pada tahun 2010 (Sakernas, 2006-2010). Sementara itu,
kemajuan yang dicapai di bidang hukum dan peraturan perundang-undangan yang
mendukung peningkatan kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan, antara lain,
adalah ditetapkannya Peraturan Menteri Keuangan No. 105/PMK.02/2008 Tentang
Petunjuk Penyusunan dan Penelaahan Rencana Kerja dan Anggaran K/L dan Penyusunan,
Penelahaan, Pengesahan dan Pelaksanaan DIPA Tahun Anggaran 2009; Peraturan Menteri
Keuangan No. 119/PMK.02/2009 Tentang Petunjuk Penyusunan dan Penelaahan Rencana
Kerja dan Anggaran K/L dan Penyusunan, Penelahaan, Pengesahan dan Pelaksanaan DIPA
Tahun Anggaran 2010; dan Peraturan Menteri Keuangan No. 104/PMK.02/2010 Tentang
Petunjuk Penyusunan dan Penelaahan Rencana Kerja dan Anggaran K/L Tahun Anggaran
2011; Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan Nomor 6 Tahun 2009
Tentang Penyelenggaraan Data Gender dan Anak; Peraturan Menteri Negara
Pemberdayaan Perempuan Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Standar Pelayanan Minimal
(SPM) Pelayanan Terpadu bagi Korban Perdagangan Orang; Peraturan Ketua Harian
Gugus Tugas Pusat Pencegahan dan Penanganan TPPO Nomor 8 Tahun 2009 Tentang
Pembentukan Sub Gugus Tugas Pusat Pencegahan dan Penanganan TPPO; dan Peraturan
Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan Nomor 1 Tahun 2010 Tentang Standar
Pelayanan Minimal Pelayanan Bidang Layanan Terpadu Bagi Perempuan dan Anak
Korban Kekerasan. Ditetapkannya peraturan perundang-undangan tersebut sekaligus
menjadi dasar yang kuat bagi pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat untuk
meningkatkan perlindungan perempuan dari berbagai tindak kekerasan melalui upaya
pencegahan, pelayanan, dan pemberdayaan.
Selain itu, peningkatan kapasitas kelembagaan PUG dan pemberdayaan perempuan
juga bertujuan untuk mendukung peningkatan kualitas hidup dan peran perempuan
dalam pembangunan, serta peningkatan perlindungan perempuan terhadap berbagai
tindak kekerasan. Di bidang pendidikan, berbagai upaya telah dilakukan untuk
mengintegrasikan perspektif gender ke dalam pendidikan agama, antara lain melalui
pemetaan isu gender di bidang agama (pendidikan Islam); ditetapkannya Nota
Kesepakatan Bersama (MoU) dengan Kementerian Pendidikan Nasional Tentang
Pelaksanaan PUG dan PUHA di Bidang Pendidikan; dengan Kementerian Agama Tentang
Pelaksanaan Pengarusutamaan Gender dan Pemenuhan Hak Anak di Bidang Keagamaan;
dan Peraturan Bersama Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan, Menteri Dalam
Negeri, dan Menteri Pendidikan Nasional Tentang Percepatan Pemberantasan Buta
Aksara Perempuan. Di bidang kesehatan, kemajuan yang telah dicapai adalah
terlaksananya pemetaan isu gender di bidang kesehatan, khususnya untuk penanganan
HIV/AIDS; ditetapkannya Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan
Perlindungan Anak Nomor 3 Tahun 2010 Tentang Penerapan Sepuluh Langkah Menuju
Keberhasilan Menyusui; ditandatanganinya SKB antara MenPP&PA dengan Menakertrans
dan Menkes, tentang Peningkatan Pemberian ASI Selama Waktu Kerja di Tempat Kerja;
dan ditandatanganinya Nota Kesepakatan Bersama (MoU) antara Kementerian PP dan PA
II.2-14
RKP 2012
II.2-15
telah dilaksanakan penarikan pekerja anak dari bentuk-bentuk pekerjaan terburuk untuk
anak (BPTA) dalam rangka Program Keluarga Harapan. Pekerja anak yang telah ditarik
tersebut diusahakan masuk dalam satuan pendidikan, baik pendidikan formal, kesetaraan,
maupun non-formal.
Sementara itu, dalam memenuhi hak anak untuk mendapatkan identitas dan
legalitas kependudukan, cakupan anak balita (0-4 tahun) yang telah memiliki akte
kelahiran sekitar 42,82 persen menurut Supas 2005 menjadi 52,5 persen menurut
Susenas 2009. Selain itu, sampai dengan tahun 2011 telah terbentuk kota layak anak
(KLA) di 76 kabupaten/kota, yang tersebar di 15 provinsi. Untuk meningkatkan
perlindungan bagi anak yang berhadapan dengan hukum (ABH), pada tahun 2009, Surat
Keputusan Bersama Tentang Penanganan ABH telah ditandatangani antara Menteri
Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Menteri Hukum dan HAM, Menteri
Sosial, Kepala Kepolisian Negara RI, Jaksa Agung, dan Ketua Mahkamah Agung. Demikian
pula, Surat Kesepakatan Bersama Tentang Perlindungan dan Rehabilitasi Sosial ABH telah
ditandatangani antara Departemen Sosial, Departemen Hukum dan HAM, Departemen
Pendidikan Nasional, Departemen Kesehatan, Departemen Agama, dan Kepolisian RI.
Selanjutnya, pada tahun 2010 telah tersusun RUU Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak
dan ditetapkan kebijakan terpadu tentang penanganan ABH berbasis restorative justice.
2.2.
2.2.1. Permasalahan
Dengan berbagai kemajuan yang dicapai sampai dengan tahun 2010 dan perkiraan
tahun 2011, permasalahan dan tantangan utama yang harus dipecahkan dan dihadapi
pembangunan bidang sosial budaya dan kehidupan beragama pada tahun 2012 adalah
sebagai berikut:
Laju Pertumbuhan dan Jumlah Pertambahan Penduduk. Permasalahan yang
dihadapi pembangunan bidang kependudukan dan keluarga berencana antara lain adalah
(1) masih tingginya laju pertumbuhan dan jumlah pertambahan penduduk dibandingkan
dengan kondisi yang akan dicapai sebesar 1,1 persen; (2) masih tingginya angka kelahiran
total/TFR dibandingkan dengan kondisi ideal sebesar 2,1 anak per perempuan usia
reproduksi dan disparitas antarprovinsi, antarwilayah desa-kota, serta antarkelompok
sosial ekonomi; (3) masih rendah dan tidak signifikannya kenaikan pemakaian
kontrasepsi (CPR), dan masih terdapat disparitas antarprovinsi, wilayah dan tingkat
kesejahteraan; (4) masih kurang efektif dalam pemakaian metode kontrasepsi jangka
panjang/MKJP seperti intrauterine device/IUD, implant, metode operasi wanita dan pria
(MOW dan MOP), dan lebih banyak menggunakan kontrasepsi untuk jangka pendek
seperti suntikan dan pil; (5) masih tingginya angka drop-out (termasuk kegagalan dan
komplikasi) dalam pemakaian alat kontrasepsi jangka pendek yang sebagian besar
akseptor menggunakannya; (6) masih rendahnya partisipasi pria dalam ber-KB; (7) masih
tingginya kebutuhan ber-KB yang tidak/belum terpenuhi (unmet need), dengan disparitas
unmet need yang tinggi baik antarprovinsi, antarwilayah desa-kota, serta antarkelompok
sosial ekonomi; (8) masih rendahnya pengetahuan dan kesadaran remaja dan pasangan
usia subur tentang KB dan kesehatan reproduksi; (9) belum optimalnya pembinaan dan
II.2-16
RKP 2012
kemandirian peserta KB; (10) masih terbatasnya kapasitas tenaga dan kelembagaan
program KB; (11) masih belum sinergisnya kebijakan pengendalian penduduk; dan (12)
masih terbatasnya ketersediaan dan kualitas data dan informasi kependudukan.
Selanjutnya, berkenaan dengan administrasi kependudukan sebagai salah satu
sumber data dan informasi kependudukan, sampai saat ini data registrasi belum dapat
dimanfaatkan secara optimal karena masih terbatasnya cakupan daerah dalam penerapan
SIAK on-line untuk pelayanan publik, belum tersambungnya jaringan komunikasi data
secara on-line dari kab/kota, provinsi, dan pusat, terbatasnya SDM di tingkat pusat dan
daerah dalam pengelolaan SIAK, masih terbatasnya dukungan pemerintah daerah dalam
penerapan SIAK, dan masih rendahnya kesadaran masyarakat dalam melaporkan
perubahan atas peristiwa kependudukan yang dialami oleh penduduk dan keluarganya.
Akses dan Kualitas Pelayanan Kesehatan. Permasalahan yang harus dipecahkan
dan diatasi pada tahun 2012 dalam pembangunan kesehatan adalah: (1) masih rendahnya
status kesehatan ibu dan anak, yang ditandai dengan masih rendahnya persalinan yang
ditolong oleh tenaga kesehatan, masih rendahnya cakupan pelayanan antenatal, masih
rendahnya cakupan imunisasi lengkap pada bayi, dan masih rendahnya cakupan
kunjungan neonatal; (2) belum optimalnya upaya perbaikan status gizi masyarakat, yang
ditandai dengan masih rendahnya pemantauan pertumbuhan bayi dan balita melalui
penimbangan berat badan dan pengukuran tinggi badan; (3) belum optimalnya upaya
pengendalian penyakit yang ditandai dengan tingginya angka kesakitan dan kematian
akibat penyakit menular (terutama tuberkulosis, HIV dan AIDS, malaria, diare, dan DBD)
dan penyakit tidak menular serta masih rendahnya kualitas kesehatan lingkungan; (4)
sumber daya manusia kesehatan masih terbatas, yang ditandai dengan masih rendahnya
jumlah, distribusi dan kualitas tenaga kesehatan, terutama di daerah tertinggal,
perbatasan dan kepulauan; (5) masih terbatasnya ketersediaan obat serta pengawasan
obat dan makanan, yang ditandai dengan belum optimalnya penyelenggaraan pelayanan
kefarmasian yang berkualitas; belum optimalnya penyediaan dan pemerataan obat
esensial generik dan alat kesehatan dasar; dan belum optimalnya cakupan pengawasan
sarana produksi obat dan makanan; (6) pembiayaan kesehatan untuk memberikan
jaminan perlindungan kesehatan masyarakat masih terbatas yang ditandai dengan masih
rendahnya cakupan jaminan kesehatan bagi masyarakat terutama penduduk miskin dan
sektor informal; (7) belum optimalnya pemberdayaan masyarakat dan promosi
kesehatan, yang ditandai oleh masih rendahnya kesadaran masyarakat untuk berperilaku
hidup bersih dan sehat; (8) masih rendahnya akses masyarakat terhadap fasilitas
pelayanan kesehatan yang berkualitas; (9) belum efektifnya manajemen pembangunan
kesehatan, termasuk dalam pengelolaan administrasi, hukum, dan penelitian
pengembangan kesehatan; dan (10) masih lebarnya kesenjangan status kesehatan dan
gizi masyarakat antarwilayah dan antartingkat sosial ekonomi.
Akses, Kualitas, dan Relevansi Pendidikan. Permasalahan dan tantangan utama
yang harus dipecahkan dan dihadapi pembangunan bidang pendidikan pada tahun 2012
adalah belum optimalnya akses, kualitas dan relevansi pendidikan. Upaya pembangunan
pendidikan masih menyisakan permasalahan, yaitu: (1) belum optimalnya pendidikan
karakter bangsa; (2) masih terbatasnya kesempatan memperoleh pendidikan; (3) masih
rendahnya kualitas, relevansi, dan daya saing pendidikan; (4) masih rendahnya
profesionalisme guru dan belum meratanya distribusi guru; (5) terbatasnya kualitas
RKP 2012
II.2-17
sarana dan prasarana pendidikan; (6) belum efektifnya manajemen dan tatakelola
pendidikan; dan (7) belum terwujudnya pembiayaan pendidikan yang berkeadilan.
Di samping itu, beberapa tantangan yang harus dihadapi pada tahun 2012 dalam
menyelesaikan permasalahan akses dan kualitas pendidikan adalah: (1) meningkatkan
pemerataan akses terhadap semua jenjang pendidikan, termasuk akses terhadap
pendidikan agama dan pendidikan keagamaan; (2) meningkatkan tingkat keberaksaraan;
(3) meningkatkan kesiapan anak bersekolah; (4) meningkatkan kemampuan kognitif,
karakter, dan soft-skill lulusan; (5) meningkatkan kualitas dan relevansi pendidikan
menengah; (6) meningkatkan kualitas, relevansi dan daya saing pendidikan tinggi
termasuk kualitas penelitiannya; dan (6) meningkatkan kualitas pendidikan agama dan
pendidikan keagamaan.
Selanjutnya, terkait masalah ketenagaan serta sarana dan prasarana, pembangunan
pendidikan masih menyisakan tantangan untuk: (1) meningkatkan pemerataan distribusi
guru; (2) meningkatkan kualifikasi akademik dan profesionalisme guru; (3) mempercepat
penuntasan rehabilitasi gedung sekolah dan ruang kelas yang rusak; (4) meningkatkan
ketersediaan buku mata pelajaran; (5) meningkatkan ketersediaan dan kualitas
laboratorium dan perpustakaan; dan (6) meningkatkan pemanfaatan teknologi informasi
dan komunikasi dalam pendidikan.
Adapun tantangan yang harus dijawab dalam mewujudkan manajemen, tatakelola,
serta pembiayaan pendidikan yang berkeadilan antara lain: (1) meningkatkan
manajemen, tatakelola, dan kapasitas lembaga penyelenggara pendidikan; (2) melakukan
penyelarasan dalam penerapan otonomi perguruan tinggi; (3) meningkatkan kemitraan
publik dan swasta; (4) memantapkan alokasi dan mekanisme penyaluran dana yang
efisien, efektif, dan akuntabel; dan (5) menyelenggarakan pendidikan dasar bermutu
yang terjangkau bagi semua.
Sementara itu, pembangunan perpustakaan masih dihadapkan pada permasalahan
dan tantangan antara lain: (1) budaya baca masyarakat masih tergolong rendah karena
masih dominannya budaya lisan di masyarakat; (2) jumlah dan jenis perpustakaan
terutama perpustakaan umum, perpustakaan khusus, perpustakaan sekolah, dan
perpustakaan rumah ibadah masih terbatas; (3) rasio jumlah bahan bacaan masyarakat
dengan pertumbuhan jumlah pemustaka masih relatif rendah, kondisi ini ditunjukkan
oleh jumlah produksi buku nasional yang diterbitkan rata-rata per tahun; (4) pelestarian
fisik dan isi khasanah budaya nusantara belum optimal; dan (5) tenaga pengelola
perpustakaan masih terbatas, baik jumlah, persebaran maupun kompetensi.
Peningkatan partisipasi dan peran serta pemuda dalam berbagai bidang
pembangunan. Pada tahun 2011, pembangunan pemuda masih dihadapkan pada
permasalahan belum optimalnya partisipasi dan peran aktif pemuda dalam berbagai
bidang pembangunan, yang ditandai antara lain: (1) masih terbatasnya peran serta
pemuda sebagai kekuatan moral, kontrol sosial, dan agen perubahan; (2) terjadinya
masalah-masalah sosial seperti kriminalitas, premanisme, penyalahgunaan narkotika,
psikotropika, dan zat adiktif (NAPZA), serta penularan HIV dan AIDS; (3) angka partisipasi
sekolah penduduk usia 16-18 tahun dan 19-24 tahun belum sepenuhnya baik; (4) tingkat
pengangguran terbuka (TPT) usia 15 tahun ke atas masih relatif tinggi.
Budaya dan Prestasi Olahraga. Pembangunan olahraga dihadapkan pada
permasalahan belum optimalnya peningkatan budaya dan prestasi olahraga, yang
II.2-18
RKP 2012
ditandai antara lain: (1) tingkat partisipasi masyarakat dalam kegiatan olahraga masih
rendah; (2) ruang terbuka olahraga masih terbatas; (3) jumlah dan kualitas SDM
keolahragaan masih terbatas; (4) upaya pembibitan atlet unggulan belum optimal; dan (5)
apresiasi dan penghargaan bagi olahragawan dan tenaga keolahragaan yang berprestasi
masih terbatas.
Kualitas Kehidupan Beragama. Pembangunan bidang agama masih dihadapkan
pada berbagai permasalahan dan tantangan antara lain: pertama, keberagamaan
masyarakat dalam sikap dan perilaku sosial belum optimal karena kehidupan beragama
pada sebagian masyarakat baru mencapai tataran simbol-simbol keagamaan dan belum
sepenuhnya bersifat substansial. Hal ini tercermin antara lain pada gejala negatif seperti
perilaku asusila, praktik KKN, penyalahgunaan narkoba, pornografi, pornoaksi, dan
rendahnya penghormatan terhadap nilai-nilai kemanusiaan. Tantangan ke depan adalah
proses inisiasi nilai-nilai agama pada keluarga dan masyarakat sehingga lebih membumi
dan mendorong ke arah peradaban bangsa yang tinggi.
Kedua, harmoni sosial dalam kehidupan umat beragama belum sepenuhnya
terwujud. Hal tersebut dapat dilihat dari berbagai permasalahan yang masih terjadi di
kalangan umat beragama. Potret masyarakat Indonesia yang plural, majemuk, dan terdiri
dari berbagai suku bangsa, etnis, dan agama tetap menjadi fokus perhatian pemerintah.
Apabila tidak segera dikelola dengan arif dan bijaksana dikhawatirkan akan berakibat
terjadinya disharmoni di masyarakat. Beberapa contoh dari permasalahan tersebut
seperti adanya upaya penodaan agama, kekerasan atas nama agama dan adanya aliran
sektarian. Oleh karena itu, tantangan ke depan adalah bagaimana menjadikan agama
berperan terhadap upaya perdamaian dan mendorong tumbuhnya kerja sama yang positif
di kalangan intern dan antarumat beragama.
Ketiga, masih belum optimalnya manajemen penyelenggaraan haji. Walaupun
penyelenggaraan haji telah mendapatkan sertifikat manajemen mutu ISO 9001:2008,
namun masih saja terjadi kekurangan dan kesalahan teknis di lapangan. Pelayanan ibadah
haji, terutama selama di Arab Saudi, masih belum memuaskan sebagian jemaah haji,
seperti masalah konsumsi, kondisi pemondokan, jarak pemondokan yang masih jauh dari
Masjidil Haram, serta pelayanan transportasi. Tantangan ke depan adalah penerapan
standar pelayanan minimal (SPM) dalam penyelenggaraan ibadah haji.
Di samping itu, pembangunan bidang agamapun masih menghadapi permasalahan
lain, yaitu: (1) kualitas penyuluhan agama di tengah masyarakat saat ini masih belum
memadai; (2) belum optimalnya pendidikan agama dan keagamaan bagi peserta didik; (3)
sarana dan prasarana peribadatan belum merata; (4) belum optimalnya pengelolaan dana
sosial keagamaan; dan (5) peran lembaga sosial keagamaan dan lembaga pendidikan
keagamaan belum optimal. Untuk itu, reformasi birokrasi dan pengembangan kapasitas
dan kualitas aparatur negara perlu dilaksanakan
Jati Diri Bangsa dan Pelestarian Budaya. Sejumlah perkembangan penting dalam
upaya memperkuat jati diri dan karakter bangsa, masih menghadapi beberapa
permasalahan dan tantangan, antara lain: pertama, terjadinya gejala menurunnya
penghargaan pada nilai budaya dan bahasa, nilai solidaritas sosial, rasa cinta tanah air,
sikap toleransi dan tenggang rasa dalam masyarakat. Tantangan yang akan dihadapi ke
depan adalah derasnya arus kemajuan teknologi komunikasi dan informasi, serta budaya
asing yang tidak sesuai dengan nilai dan etika budaya Indonesia serta memelihara dan
RKP 2012
II.2-19
melestarikan nilai-nilai tradisi luhur yang menjadi identitas budaya dan berfungsi sebagai
perekat persatuan bangsa dalam segenap aspek kehidupan masyarakat. Kedua,
menurunnya minat masyarakat dalam menonton kegiatan seni-budaya, terbatasnya
sarana prasarana kesenian, dan terjadinya pembajakan karya cipta seni dan budaya.
Sehingga tantangan ke depan adalah meningkatkan pemahaman dan apresiasi masyarakat
terhadap seni dan budaya, perlindungan terhadap hak atas kekayaan intelektual (HKI),
terutama karya cipta seni dan budaya baik yang bersifat individual maupun kolektif, serta
pemanfaatan produk budaya Indonesia. Ketiga, belum optimalnya pengelolaan warisan
budaya, sehingga tantangan kedepan adalah meningkatkan upaya pelindungan,
pengembangan, dan pemanfaatan warisan budaya sebagai sarana rekreasi, edukasi, dan
pengembangan kebudayaan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Keempat, masih terbatasnya sumber daya kebudayaan, sehingga tantangan yang dihadapi
adalah meningkatkan kapasitas sumber daya manusia kebudayaan, hasil penelitian
sebagai bahan rumusan kebijakan pembangunan di bidang kebudayaan, sarana dan
prasarana yang memadai, pengelolaan data dan informasi, tata pemerintahan yang baik
(good governance), serta koordinasi antartingkat pemerintahan yang efektif.
Peningkatan Akses dan Kualitas Pelayanan Kesejahteraan Sosial.
Penyelenggaraan bantuan sosial masih dihadapkan pada sejumlah masalah dan
tantangan. Metode pemberian bantuan sosial masih belum sempurna, sehingga belum
efektif mengatasi permasalahan sosial. Koordinasi antara Pemerintah Pusat dan Daerah
maupun lintas sektor belum berlangsung dengan baik. Tidak tersedianya peralatan
penanggulangan bencana yang memadai, pendataan jumlah korban yang tidak tepat, atau
keterlambatan dalam pelaporan merupakan beberapa kendala dalam penanganan dan
pemberian bantuan sosial bagi korban bencana alam atau sosial. Dalam aspek
pelaksanaan program, seperti pendataan dan penargetan sasaran, kemampuan dan
jumlah sumber daya manusia yang terdidik dan terlatih dalam pelayanan kesejahteraan
sosial, serta pendampingan sosial masih perlu dikembangkan.
Kapasitas kelembagaan PUG dan pemberdayaan perempuan. Walaupun
berbagai kemajuan telah dicapai dalam peningkatan kesetaraan gender, tetapi kualitas
hidup dan peran perempuan belum optimal yang ditunjukkan dengan lambatnya
peningkatan nilai IDG setiap tahunnya, antara lain disebabkan oleh: (1) masih
terdapatnya kesenjangan gender dalam hal akses, manfaat, dan partisipasi dalam
pembangunan, serta penguasaan terhadap sumber daya, terutama di bidang politik,
jabatan-jabatan publik, dan ekonomi, baik pada tataran antarprovinsi dan
antarkabupaten/kota; serta (2) rendahnya kesiapan perempuan dalam mengantisipasi
dampak perubahan iklim, krisis energi, krisis ekonomi, bencana alam, dan konflik sosial,
serta terjadinya penyakit. Sementara itu, perlindungan bagi perempuan terhadap
berbagai tindak kekerasan juga masih belum mencukupi, yang terlihat dari masih belum
memadainya jumlah dan kualitas tempat pelayanan bagi perempuan korban kekerasan
karena banyaknya jumlah korban yang harus dilayani dan luasnya cakupan wilayah yang
harus dijangkau.
Permasalahan tersebut muncul karena belum efektifnya kelembagaan PUG dan
pemberdayaan perempuan yang, antara lain, terlihat dari: (1) belum optimalnya
penerapan peranti hukum, peranti analisis, dan dukungan politik terhadap kesetaraan
gender sebagai prioritas pembangunan; (2) belum memadainya kapasitas kelembagaan
dalam pelaksanaan PUG, terutama sumber daya manusia, serta ketersediaan dan
II.2-20
RKP 2012
penggunaan data terpilah menurut jenis kelamin dalam siklus pembangunan; dan (3)
masih rendahnya pemahaman mengenai konsep dan isu gender serta manfaat PUG dalam
pembangunan, terutama di kabupaten/kota.
Perlindungan Anak. Berbagai kemajuan yang dicapai di bidang perlindungan anak
sampai dengan tahun 2010 sebagaimana diuraikan di atas, tidak berarti bahwa
pelaksanaan perlindungan anak sudah sepenuhnya efektif. Hal tersebut ditunjukkan oleh
beberapa permasalahan yang masih akan dihadapi pada tahun 2012, antara lain sebagai
berikut.
Permasalahan pertama, masih kurangnya perlindungan terhadap anak dari segala
bentuk kekerasan, eksploitasi, penelantaran, diskriminasi, dan perlakuan salah lainnya.
Data Susenas 2006 menunjukkan bahwa sekitar 4 juta anak mengalami kekerasan.
Sementara itu, Komnas Perempuan mencatat hanya sekitar 20.000 kasus anak dan
perempuan korban kekerasan yang mendapat dampingan hukum dan sosial yang layak,
baik sebagai korban maupun saksi dalam proses peradilan, sehingga masih banyak kasus
anak yang tidak terdampingi oleh bantuan medis, hukum, dan psikososial yang layak.
Dalam kajian paruh waktu terhadap Program Kerjasama Pemerintah RI dan UNICEF
tahun 2008, tercatat sedikitnya 80.000-100.000 perempuan dan anak-anak adalah korban
eksploitasi seksual atau telah diperdagangkan untuk keperluan itu setiap tahunnya; 30
persen dari perempuan yang dieksploitasi secara seksual sebagai PSK berusia di bawah
18 tahun atau berusia anak dan banyak dari mereka berusia baru 10 tahun; sekitar 12
persen perempuan dipaksa menikah pada usia atau sebelum usia 15 tahun; 80 persen
pelaku kekerasan terhadap anak dilakukan orang yang dekat atau kenal dengan anak; dan
80 persen guru menggunakan hukuman badan atau melakukan kekerasan verbal
terhadap anak.
Permasalahan kedua, masih rendahnya kapasitas kelembagaan perlindungan anak.
Hal ini antara lain ditunjukkan oleh belum efektifnya peraturan perundang-undangan
terkait perlindungan anak dalam mengatur dan mengupayakan kepentingan terbaik anak.
Kemajuan pesat di bidang regulasi dan kebijakan ternyata tidak selalu berhubungan
langsung dengan kecepatan perbaikan dalam struktur, kapasitas, dan bagaimana
kebijakan dan regulasi tersebut diterjemahkan dalam tataran praktek di tingkat lembaga,
masyarakat, keluarga dan individu. Selain itu, data dan informasi terkait perlindungan
anak dari segala bentuk kekerasan dan diskriminasi belum tersedia secara lengkap. Hal
ini menimbulkan kesulitan dalam menyusun prioritas intervensi serta memonitor dan
mengevaluasi dampak dari intervensi yang sudah dilakukan. Selanjutnya, koordinasi
antar kementerian dan lembaga terkait dalam perencanaan, pelaksanaan, serta
monitoring dan evaluasi perlindungan anak belum optimal.
Permasalahan ketiga, berbagai laporan penelitian, hasil studi maupun kajian masih
menunjukkan rendahnya pemahaman keluarga dan masyarakat tentang hak-hak anak.
Selain itu, pengetahuan dan keterampilan keluarga tentang pengasuhan anak juga masih
rendah. Hal ini mengakibatkan pelanggaran terhadap hak-hak anak dan segala bentuk
perlakuan salah sebagian besar dilakukan oleh orang-orang terdekat dengan anak.
RKP 2012
II.2-21
2.2.2. Sasaran
Dengan memperhatikan permasalahan dan tantangan seperti tersebut di atas,
sasaran pembangunan sosial budaya dan kehidupan beragama yang akan dicapai pada
tahun 2012 adalah sebagai berikut:
1.
2.
3.
Menurunnya rata-rata laju pertumbuhan penduduk dan angka kelahiran total (TFR),
yang ditandai dengan:
a.
b.
terlayaninya peserta KB baru sebanyak 7,3 juta yang terdiri dari peserta KB baru
miskin (KPS dan KS 1) dan rentan lainnya sebanyak 3,89 juta, peserta KB baru
dengan MKJP sebesar 12,9 persen, dan peserta KB baru pria sebesar 4,3 persen;
c.
meningkatnya jumlah peserta KB aktif dari sasaran sebanyak 27,5 juta menjadi
sebanyak 28,2 juta yang terdiri dari peserta KB aktif miskin (KPS dan KS 1) dan
rentan lainnya dari sebanyak 12,2 juta menjadi sebanyak 12,5 juta, dan peserta
KB aktif dengan MKJP dari sebesar 25,1 persen menjadi sebesar 25,9 persen;
d.
e.
meningkatnya pengetahuan, sikap, dan perilaku remaja dan pasangan usia subur
tentang perencanaan kehidupan berkeluarga;
f.
g.
h.
i.
meningkatnya kuantitas
kependudukan; dan
j.
dan
pembangunan
kualitas
dengan
penyelenggaraan
kebijakan
administrasi
b.
c.
b.
II.2-22
RKP 2012
4.
Menurunnya angka kesakitan akibat penyakit menular dan penyakit tidak menular,
yang ditandai dengan:
Sasaran
a.
85 persen
b.
88 persen
c.
d.
e.
f.
70 persen
meningkatnya persentase kabupaten/kota yang
melaksanakan pencegahan penularan HIV sesuai pedoman
g.
h.
80 persen
i.
87 persen
j.
1,5
k.
315
l.
53
Target 2012
228
80 persen
b.
RKP 2012
II.2-23
6.
7.
8.
b.
Meningkatnya ketersediaan obat dan pengawasan obat dan makanan, yang ditandai
dengan:
Sasaran
Target 2012
a.
90 persen
b.
70 persen
c.
40.000
sarana
d.
98.950
sampel
b.
c.
d.
9.
10.
Meningkatnya akses dan kualitas sarana pelayanan kesehatan, yang ditandai dengan:
Sasaran
Target 2012
a.
b.
II.2-24
RKP 2012
Sasaran
Target 2012
11.
12.
c.
d.
e.
3 kota
Target 2012
a.
7,85 tahun
b.
4,8%
c.
APM SD/SDLB/MI/Paket A
95,7%
d.
APM SMP/SMPLB/MTs/Paket B
75,4%
e.
APK SD/SDLB/MI/Paket A
118,2%
f.
APK SMP/SMPLB/MTs/Paket B
103,9%
g.
APK SMA/SMK/MA/Paket C
79,0%
h.
27,4%
i.
98,7%
j.
93,6%
k.
l.
RKP 2012
II.2-25
13.
b.
c.
d.
e.
Meningkatnya kualifikasi dan kompetensi guru, dosen, dan tenaga kependidikan yang
ditandai dengan:
Indikator
a.
b.
II.2-26
Target
2012
61,8
SMP/SMPLB/MTs
87,2
SMA/SMK/SMLB/MA
95,8
54,9
SMP/SMPLB/MTs
67,0
SMA/SMK/SMLB/MA
70,0
c.
85,0
d.
65,0
e.
78,0
f.
65,0
g.
RKP 2012
Target
2012
Indikator
h.
14.
15.
16.
17.
b.
b.
c.
meningkatnya jumlah
standar/tipologi.
perpustakaan
yang
dikelola
sesuai
dengan
b.
c.
d.
terlaksananya
rekreasi;
b.
c.
d.
e.
RKP 2012
berbagai
perlombaan/festival/invitasi/kompetisi
olahraga
II.2-27
18.
19.
b.
c.
d.
Mewujudkan jati diri dan karakter bangsa yang tangguh, berbudi luhur, toleran, dan
berakhlak mulia, yang ditandai oleh:
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
20.
21.
22.
23.
b.
II.2-28
RKP 2012
c.
24.
2.3.
b.
c.
d.
e.
Arah Kebijakan
Dengan memperhatikan permasalahan dan sasaran yang akan dicapai pada tahun
2012, maka arah kebijakan pembangunan sosial budaya dan kehidupan beragama
diprioritaskan pada upaya:
1.
Revitalisasi program KB, yang ditekankan pada penguatan akses dan kualitas
pelayanan KB melalui penguatan kapasitas tenaga dan kelembagaan KB di lini
lapangan dalam rangka pembinaan dan peningkatan peserta/akseptor KB serta
peningkatan kemandirian ber-KB; promosi dan penggerakan masyarakat yang
didukung dengan pengembangan dan sosialisasi kebijakan pengendalian penduduk;
peningkatan dukungan sarana dan prasarana pelayanan program KB; peningkatan
pemanfaatan sistem informasi manajemen (SIM) berbasis teknologi informasi. Di
samping itu juga dilakukan pelatihan, penelitian, dan pengembangan program
kependudukan dan KB; serta peningkatan kualitas manajemen program dan kegiatan.
2.
3.
RKP 2012
II.2-29
4.
Peningkatan kesehatan ibu, bayi dan balita yang menjamin continuum of care, antara
lain melalui: (a) penyediaan sarana kesehatan yang mampu melaksanakan PONED
dan PONEK; (b) pemenuhan kebutuhan tenaga kesehatan strategis untuk
meningkatkan pertolongan persalinan oleh tenaga terlatih; (c) peningkatan cakupan
kunjungan ibu hamil (K1 dan K4); (d) peningkatan cakupan pasien komplikasi
kebidanan yang ditangani; (e) peningkatan cakupan peserta KB aktif yang dilayani
sektor pemerintah; (f) peningkatan cakupan kunjungan neonatal pertama; (g)
peningkatan cakupan pelayanan kesehatan bayi; (h) peningkatan cakupan pelayanan
kesehatan anak balita; dan (i) peningkatan cakupan persalinan di sarana pelayanan
kesehatan dasar dan rumah sakit pemerintah.
5.
Perbaikan status gizi masyarakat, antara lain melalui: (a) pendidikan ibu tentang
penimbangan balita, ASI eksklusif, garam beryodium; (b) suplementasi gizi mikro
(vitamin A dan tablet Fe); (c) tatalaksana gizi buruk termasuk pencegahan dan
penanganan kasus anak yang pendek (stunting); dan (d) peningkatan intervensi
untuk menanggulangi kekurangan zat gizi mikro terutama melalui fortifikasi.
6.
7.
Pengembangan sumber daya manusia kesehatan, antara lain melalui: (a) pemenuhan
kebutuhan tenaga kesehatan strategis, terutama dokter, bidan dan perawat di
daerah-daerah sesuai kebutuhan terutama di daerah bermasalah kesehatan (DBK)
dan daerah tertinggal perbatasan dan kepulauan (DTPK); (b) penyempurnaan sistem
insentif dan penempatan SDM kesehatan di daerah tertinggal, perbatasan dan
kepulauan; dan (c) pemantapan standar kompetensi tenaga kesehatan, terutama
tenaga dokter, dokter gigi, perawat, bidan, kesehatan masyarakat, gizi, dan farmasi.
8.
II.2-30
RKP 2012
kepemerintahan yang baik termasuk e-government; (k) pengembangan sistem elogistic; dan (l) peningkatan pelayanan kefarmasian yang berkualitas.
9.
10.
11.
12.
13.
Peningkatan kualitas wajib belajar pendidikan dasar sembilan tahun yang merata
melalui: (a) penyelenggaraan pendidikan dasar bermutu yang terjangkau bagi semua
dalam kerangka pelaksanaan standar pelayanan minimal untuk mencapai standar
nasional pendidikan; (b) pemantapan/rasionalisasi implementasi Bantuan
Operasional Sekolah (BOS); (c) perbaikan gizi siswa Taman Kanak-Kanak/Raudhatul
Athfal (TK/RA) dan SD/MI melalui pemberian makanan tambahan anak sekolah
(PMT-AS); (d) peningkatan daya tampung SMP/MTs/sederajat terutama di daerah
terpencil dan kepulauan; (e) penurunan angka putus sekolah dan angka mengulang,
peningkatan angka melanjutkan, serta penurunan rata-rata lama penyelesaian
pendidikan di berbagai jenjang untuk mendukung peningkatan efisiensi internal
RKP 2012
II.2-31
15.
Peningkatan kualitas, relevansi, dan daya saing pendidikan tinggi, melalui: (a)
peningkatan akses dan pemerataan pendidikan tinggi dengan memperhatikan
keseimbangan antara jumlah program studi sejalan dengan tuntutan kebutuhan
pembangunan dan masyarakat serta daerah; (b) penguatan otonomi dan manajemen
pendidikan tinggi dalam rangka membangun universitas riset (research university)
menuju terwujudnya universitas kelas dunia (world class university); (c) penataan
program studi dan bidang keilmuan yang fleksibel memenuhi kebutuhan
pembangunan; (d) peningkatan ketersediaan dan kualitas sarana dan prasarana
pendidikan tinggi, seperti perpustakaan dan laboratorium yang sesuai dengan
kebutuhan program studi; (e) pengembangan dan pelaksanaan roadmap penelitian
sesuai dengan kebutuhan pembangunan untuk mendukung terwujudnya perguruan
tinggi sebagai pengembangan dan penelitian iptek; (f) peningkatan kualifikasi dosen
melalui pendidikan S2/S3 baik di dalam maupun di luar negeri; (g) penguatan
kualitas dosen melalui peningkatan intensitas penelitian dan academic recharging;
(h) penguatan sistem insentif bagi dosen dan peneliti untuk mempublikasikan hasil
penelitian dalam jurnal internasional dan mendapatkan paten; (i) penguatan
kemitraan perguruan tinggi, lembaga litbang, dan industri, termasuk lembaga
pendidikan internasional, dalam penguatan kelembagaan perguruan tinggi sebagai
II.2-32
RKP 2012
17.
Peningkatan akses dan kualitas pendidikan anak usia dini (PAUD), pendidikan nonformal dan pendidikan informal, melalui: (a) penguatan kapasitas lembaga
penyelenggara pendidikan non-formal; (b) peningkatan pendidikan kecakapan hidup
untuk warga negara usia sekolah yang putus sekolah atau tidak melanjutkan sekolah
dan bagi warga usia dewasa; (c) peningkatan pengetahuan dan kecakapan
keorangtuaan (parenting education) dan homeschooling serta pendidikan sepanjang
hayat; dan (d) peningkatan keberaksaraan penduduk yang diikuti dengan upaya
pelestarian kemampuan keberaksaraan dan peningkatan minat baca.
18.
19.
RKP 2012
II.2-33
20.
21.
Penguatan tata kelola pendidikan melalui: (a) penguatan sistem evaluasi, akreditasi
dan sertifikasi termasuk sistem pengujian dan penilaian pendidikan dalam rangka
penilaian kualitas dan akuntabilitas penyelenggaraan pendidikan di tingkat satuan
pendidikan, kabupaten/kota, provinsi, dan nasional; (b) penyusunan peraturan
perundang-undangan yang menjamin tercapainya pendidikan dasar sembilan tahun
yang bermutu dan terjangkau; (c) peningkatan ketersediaan dan kualitas sarana dan
prasarana pendidikan seperti laboratorium, perpustakaan, dan didukung oleh
ketersediaan buku-buku mata pelajaran yang berkualitas dan murah, untuk
memenuhi standar pelayanan minimal termasuk di daerah pemekaran baru; (d)
peningkatan penerapan dan pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi di
bidang pendidikan termasuk penyediaan internet ber-content pendidikan mulai
jenjang pendidikan dasar sampai pendidikan tinggi.
22.
23.
Peningkatan akses dan kualitas pelayanan pendidikan tersebut juga ditujukan untuk
mengurangi kesenjangan taraf pendidikan antarwilayah, gender, dan antartingkat
sosial ekonomi dengan meningkatkan: (a) pemihakan pada siswa dan mahasiswa
yang berasal dari keluarga miskin melalui pemberian bantuan beasiswa bagi siswa
dan mahasiswa miskin; (b) pemihakan kebijakan bagi daerah dan satuan pendidikan
yang tertinggal (underserved); (c) pengalokasian sumberdaya yang lebih memihak
kepada daerah dan satuan pendidikan yang tertinggal; (d) pemihakan kebijakan
pendidikan yang responsif gender di seluruh jenjang pendidikan; (e) pengembangan
instrumen untuk memonitor kesenjangan antarwilayah, gender, dan antartingkat
sosial ekonomi; dan (f) peningkatan advokasi dan capacity building bagi daerah dan
satuan pendidikan yang tertinggal.
II.2-34
RKP 2012
24.
25.
26.
27.
28.
RKP 2012
II.2-35
29.
30.
Pelaksanaan ibadah haji yang tertib dan lancar, melalui: (a) peningkatan kualitas
penyelenggaraan ibadah haji sesuai standar pelayanan minimal; (b) pemantapan
penerapan dan pemanfaatan sistem informasi haji terpadu (Siskohat); (c) penyediaan
jaringan Siskohat di seluruh kabupaten/kota; (d) peningkatan efisiensi, transparansi,
dan akuntabilitas penyelenggaraan ibadah haji; (e) pemantapan landasan peraturan
perundang-undangan tentang profesionalisme penyelenggaraan ibadah haji; dan (f)
penyiapan draf undang-undang tentang pengelolaan dana haji.
31.
32.
Peningkatan kesadaran akan identitas budaya dan karakter bangsa, melalui: (a)
pembangunan karakter dan pekerti bangsa yang dilandasi oleh nilai-nilai kearifan
lokal; (b) pemahaman tentang kesejarahan dan wawasan kebangsaan; (c)
pelestarian, pengembangan dan aktualisasi nilai dan tradisi dalam rangka
memperkaya dan memperkukuh khasanah budaya bangsa; (d) pemberdayaan
masyarakat adat; dan (e) pengembangan promosi kebudayaan dengan pengiriman
misi kesenian, pameran, dan pertukaran budaya.
33.
II.2-36
RKP 2012
34.
35.
36.
37.
38.
RKP 2012
II.2-37