Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
I. Judul
ii
iii
Sambutan Penerbit
iv
Ucapan Terimakasih
Alhamdulillah, melalui rahmat ALLAH SWT, pengalaman penelitian dan
informasi dari beberapa sumber acuan, serta bantuan handaitaulan, berhasil
diterbitkan buku ilmiah hasil penelitian, berjudul Disain Konfigurasi Roket
Padat, Analisis Struktur Roket RUM70/100 LPN . Buku ini dapat
dimanfaatkan untuk memperkaya wawasan, informasi maupun rujukan bagi yang
membutuhkan, terutama tentang disain dan analisis struktur roket melalui metode
analitis dan eksperimen uji statik serta uji terbang. Saran, komentar dan segala
masukan dari pembaca, sungguh ditunggu tunggu, baik tegur sapa langsung
maupun melalui email ke : atekbintr@yahoo.co.id.
Bagi semua pihak yang telah berkenan membantu berbagai macam usaha,
atas terbitnya buku ini, saya sampaikan terima kasih banyak, terutama kepada :
Pimpinan dan kru penerbit beserta segenap editor.
Kepala Pusat Teknologi Penerbangan-LAPAN beserta jajaran, yang telah
berpartisipasi dalam mewujudkan penerbitan buku ini.
Teman-teman sejawat : pak Mujtahid, pak Ari Sugeng, pak Agus Bayu
Utama, pak Agus Aribowo, Cahya Edi S, Ikhwanul Hakim, Dana Herdiana,
Encung Sumarna, Wahyudi, Dede Rahmat, Yuda Agung N, Karwanto,
Riyanto, dan teman-teman Tim Teknis Komurindo 2013, yang telah
menyediakan gambar, data dan informasi yang lain.
Putra putri tercinta : Lahardi Alkawero, Asfarina Aulia dan Lazwardi Azhar
beserta dik Biyah, bundanya anak-anak, yang telah berkenan menjadi
penyejuk hati dan penyedap pandangan mata di setiap masa.
Semoga buku ini dapat bermanfaat bagi yang memerlukan. Amin.
Bogor, November 2013
Penulis
Daftar Isi
Katalog Dalam Terbitan
ii
iii
Sambutan Penerbit
iv
Ucapan Terimakasih
Daftar isi
vi
Bab 1
PENDAHULUAN
1.1.
1.2.
1.3.
1.4.
1.5.
Bab 2
AERODINAMIKA ROKET
11
2.1.
11
2.1.1.
13
2.1.2.
15
2.1.3.
17
vi
2.1.4.
18
2.1.5.
18
2.2.
19
2.3.
19
2.4.
27
2.5.
29
2.5.1.
29
2.5.2.
Hambatan Tekanan
30
2.5.3.
31
2.5.4.
Stabilitas Aerodinamika
32
2.5.5.
Trayektori Roket
35
41
44
45
Bab 3
DISAIN STRUKTUR
48
3.1.
48
3.1.1.
Pembebanan Dinamik
49
3.1.2.
52
3.1.3.
Faktor Keamanan
52
vii
3.1.4.
54
3.1.5.
56
3.1.6.
57
3.2.
59
3.2.1.
Struktur Hidung
60
3.2.2.
61
3.2.3.
63
3.2.4.
64
3.2.5
68
3.2.6.
Tegangan Termal
72
3.2.7.
Struktur Sirip
77
3.2.8.
79
3.2.9.
81
3.2.10.
82
3.2.11.
87
3.3.
90
Bab 4
96
viii
4.1
Misi Roket
96
4.2.
Konfigurasi Roket
97
4.3
100
4.3.1.
Struktur Sirip
100
4.3.2.
103
4.3.3.
106
4.3.4.
107
4.3.5.
Stabilitas Roket
107
4.4.
Uji Terbang
107
Bab 5
PENUTUP
112
DAFTAR PUSTAKA
113
KONVERSI SATUAN
116
INDEKS
117
ix
Bab 1
PENDAHULUAN
1.1. Misi Roket Padat
Misi roket merupakan acuan penting yang digunakan untuk
melaksanakan riset dan rekayasa roket padat, mulai dari identifikasi
kebutuhan calon pengguna sampai dengan pembuatan roket sesuai dengan
kebutuhan. Pemenuhan misi bukan hanya tanggung jawab bagian
pabrikasi, motor roket, struktur maupun aerodinamika saja, melainkan
tanggung jawab yang melibatkan banyak pihak sesuai dengan tugas dan
fungsi masing-masing di dalam institusi riset dan rekayasa roket.
Identifikasi kebutuhan yang telah dicanangkan oleh calon pengguna roket,
baik untuk roket sonda, roket pendorong, maupun roket kendali taktis dapat
dimanfaatkan sebagai bahan untuk menentukan semua karakteristik atau
spesifikasi komponen roket, mulai dari konfigurasi aerodonamika, bentuk
fisik struktur, tabung muatan, hidung dan sirip roket, konversi energi di
dalam motor roket, nosel, propelan, muatan dan peralatan subsistem yang
lain, sehingga segala potensi yang dimiliki oleh institusi riset dan rekayasa
roket padat akan diarahkan untuk mencapai misi roket tersebut.
Secara umum misi roket padat adalah sebagai kendaraan pembawa
atau pendorong yang berisi muatan tertentu ke suatu tempat atau lokasi
target yang telah ditetapkan, baik untuk roket dari darat ke darat, roket dari
darat ke laut atau sebaliknya, roket dari darat ke udara maupun sebaliknya,
dan roket dari udara ke udara. Tentunya untuk memenuhi misi ini
diperlukan kontribusi dari berbagai pihak yang terkait dan bersifat lintas
keahlian. Sehingga dibutuhkan komunikasi terpadu dan seringkali bersifat
kompromi diantara kepentingan berbagai macam keahlian tersebut.
macam disiplin ilmu dan teknologi, mulai dari aerodinamika, dinamika dan
kinematika ,mekanika terbang, , termodinamika, instrumentasi, propulsi,
material, rancang bangun struktur, dan lain-lain. Sampai saat ini, belum
pernah ada disain konfigurasi roket yang hanya dilakukan oleh perorangan
atau individu tertentu, tetapi merupakan hasil kompromi dari beberapa
bidang keahlian, baik peneliti maupun perekayasa roket padat, terutama
dalam menelaah pertimbangan disain sebagai berikut :
1. Penyederhanaan konfigurasi bagian luar, untuk mengurangi waktu
pengembangan dan disain.
2. Efisiensi kontrol aerodinamika untuk penyederhanaan sistem sirkuit
kendali dan kontrol dan juga untuk mengatur tenaga servo.
3. Rentang jangkauan roket, kecepatan, dan karakteristik ketangguhan
disesuaikan dengan misi roket.
4. Stabilitas struktur pada saat terbang dan bermanuver maupun respon
dinamik yang lain.
5. Sederhana, efisien dan sistem pabrikasi presisi tinggi.
6. Biaya murah, mudah diproduksi dan berkonstruksi ringan.
7. Komponen-komponen individu mudah dirakit dengan cepat dan juga
mudah digunakan.
8. Sistem pandu dan kontrol sangat akurat, disesuaikan dengan misi roket.
9. Efisien dalam pengepakan komponen roket pada saat penyimpanan,
transportasi maupun ketika bongkar muat dan pemasangan kembali.
10. Derajat kompleksitas persiapan maupun pengiriman roket disesuaikan
dengan misi roket.
Seberapa baik prototip yang dihasilkan dari usaha riset dan rekayasa ?
Apakah prototip tersebut memenuhi kebutuhan misi ?
Bagaimana tingkat keandalan dan kekuatan prototip ?
Kualitas ini pada akhirnya akan mempengaruhi besarnya biaya yang
harus dikeluarkan oleh institusi untuk melakukan riset dan rekayasa.
Biaya prototip roket padat
Biaya prototip roket padat adalah biaya yang dikeluarkan untuk
membangun sebuah prototip mulai dari modal peralatan utama, alat
bantu sampai dengan bahan yang digunakan beserta ongkos kerja.
Biaya ini dapat menentukan seberapa besar keuntungan atau benefit
yang diperoleh institusi dar
2 s/d 6 = Peneliti
7 s/d 16 = Anggota penunjang
Gambar 1-2 : Diagram Alur Riset dan Rekayasa Roket Padat [1]
Institusi pemerintah yang telah berhasil melakukan riset dan rekayasa roket
padat di Indonesia adalah Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional
LAPAN sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya. Beberapa contoh
prototip hasil riset dan rekayasa roket padat yang telah dikembangkan oleh
LAPAN terlihat seperti pada gambar 1-2.
1.4.
II
Hidung roket
III
Ekor roket
1/ 2
1/ 2
2 m 2 c pTt
1/ 2
dengan :
.
Densitas
lb/in3
Temperatur
bakar
o
F
Isp
detik
DB
Kandu
ngan
logam
% berat
0
Pangkat
Tekanan
n
220-230
Laju
pembak
aran
In/detik
0,45
0,058
4100
DB/AP/Al
20-21
0,965
6500
260-265
0,78
0,40
DB/APHMX/Al
XLDB/AP
20
0,065
6700
265-270
0,55
0,49
19
0,067
6060
269
0,35
0,50
HMX/Al
0,061
4600
230-240
0,45
0,38
PVC/AP
21
0,064
5600
260-265
0,45
0,35
PVC/AP/Al
0,062
4700
230-240
0,35
0,43
0,3
PS/AP
0,062
5000
240-250
0,31
0,33
PS/AP/Al
16-20
0,064
5000-6000
260-265
0,27
0,15
PU/AP/Al
19
0,067
6060
269
0,60
0,50
NEPE
16
0,064
5800
260-263
0,55
0,33
PBAN/AP/Al
15-17
0,64
5600-5800
260-265
0,45
0,40
CTPB/AP/Al
4-17
0,067
5600-5800
260-265
0,40
0,40
HTPB/AP/Al
14
0,064
5400-6000
260-263
0,32
0,35
Keterangan :
Al
AP
CTPB
DB
HMX
HTPB
: Aluminum
: Ammonium perchlorat
: Carboxy-terminated
Polybutadiene
: Double base
: Cyclotetramethylene
Tetranitramine
: Hydroxy-terminated
Polybutadiene
NEPE
PBAN
PS
: Nitrate-ester plasticizer
: Polybutadiene-acrylic acid polymer
: Polysulfide
PU
PVC
: Polyuretane
: Polyvinyl chloride
XLDB
10
11
Bab 2
AERODINAMIKA ROKET
2.1. Pengenalan Fenomena Aerodinamika
Salah satu tujuan utama rekayasa disain aerodinamika roket adalah
untuk mendapatkan efisiensi konfigurasi eksternal yang maksimal.
Konfigurasi ini dapat diperoleh dengan terlebih dahulu mempelajari
fenomena aerodinamika yang bersumber dari gerakan aliran udara yang
melintasi wahana pada saat meluncur di udara. Sehingga bentuk perlintasan
aliran udara ini tentu akan dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain
bentuk luar wahana, kecepatan terbang, dan rapat masa udara.
Benda terbang yang berkecepatan subsonik yaitu kecepatan terbang di
bawah 1 Mach semisal pesawat terbang, dan benda terbang berkecepatan
supersonik yaitu kecepatan di atas 1 Mach ( 1 M = 342 m/detik ) seperti
roket, dengan adanya efek aerodinamika dan agar didapatkan efisiensi
maksimal, tentu keduanya akan mempunyai bentuk eksternal yang berbeda.
Perbedaan tersebut dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel : 2 1
Perbedaan Bentuk Eksternal Pesawat Terbang dan Roket
Komponen
Pesawat terbang
Roket
Kontur bodi
Bagian : pinggir bodi,
hidung dan sayap
Sayap dan
penampang ekor
Kontrol longitudinal
Tidak simetris
Membentuk bundaran
tertentu
Berombak dengan
kontur tertentu
Menggunakan ekor
Simetris
Mengerucut atau
membusur
Meruncing
Permukaan kontrol
Bagian chord
Bervariasi : canard,
sirip, atau kontrol ekor
Seluruh permukaan
12
D
A
D A cos V sin
L N cos Asin
................................................................ 1
................................................................ 2
A D cos L sin
................................................................. 3
13
N L cos D sin
................................................................ 4
dengan :
D = gaya hambat, L = gaya angkat, A = gaya aksi, N = gaya normal
V = kecepatan
Jika masing-masing gaya pada persamaan di atas dibagi dengan tekanan
dinamis q yang dikalikan dengan luas penampang S akan diperoleh bentuk
koefisien gaya, yaitu :
C A C P cos C L sin
C N C L cos C D sin
dengan : q
.............................................................. 5
................................................................ 6
................................................................. 7
1
FL CL V 2 S ........................................................................................ 8
2
2.1.1. Komponen Aerodinamika Hidung Roket
Seperti telah disampaikan bahwa hidung roket adalah komponen
roket terdepan yang akan menembus aliran udara pada saat terbang dan
akan menerima fenomena aerodinamika yang paling awal, baik pada
kecepatan subsonik maupun supersonik. Bentuk hidung roket pada
umumnya berupa kerucut dan busur seperti pada gambar 2-2.
L
d
2
r
R
a. Bentuk kerucut
b. Bentuk busur
14
1
V .r 2 h ; Luas selimut kerucut : L r r 2 h 2 ........ 9
3
d
l2
R 1 2
2
R
atau : R
R
0,25
d
R
d
d l2
... 10
4 d
............................... 11
.. 12
2 x Kx 2
- parabolic series : r
....................................................... 15
2K
dengan : K = 0 untuk kerucut
K = 1 untuk parabolik
K = 0,75 untuk parabolik power
K = 0,50 untuk parabolik power
15
1
1 2 sin 2C sin 3 ............................. 16
2
Dengan : cos 1 1 2 x
- Haack series : r
Gelombang kejut
Streamline
Streamline
16
daerah aliran bebas ( free stream ) dan daerah permukaan konis. Fenomena
ini dikenal sebagai koefisien tekanan, fungsi dari bilangan mach, seperti
terlihat pada persamaan di bawah ini [3].
p 2 p1 p
0,096
0,083
q
q
M 2 10
1, 69
............................... 17
p
qS C D qS
q
CD
p
q
........................................................................... 18
............................................................................................. 19
cos
1
2
2
cos
M 1
1 1 2tg 2 ..... 20
2
2
M 1
cos
M 1
cosh1
cos
M 2 1
2
CN
17
CN
cos
1
2
M
M 1
cos
cosh1
cos
M 2 1
2
............ 21
cos
1
2
M 1
Keterangan :
a. Kerucut
b. Busur
c. Perbandingan kerucut dan busur
p
q
C Dr
2196 l 2 16
d
........................................................ 22
P 1
2
l
28M 18 d
18
cp 1 50M 18 7 M 2 P5M 18
........................................... 23
l
2 40M 18 7 M 2 P4M 3
Dengan : P = koefisien tekanan p/q seperti pada persamaan 19.
Sedangkan sudut semivertex o pada bagian ujung busur adalah :
o 2tg 1
1
2l
.......................................................................... 24
19
1 2 sin 2
.......................................................... 25
Dengan : cos1 1 2r
........................................................ 26
Tentu saja berbagai macam bentuk hidung roket dapat dibuat, tetapi tetap
saja karakterisktik aerodinamika seringkali digunakan sebagai acuan untuk
menentukan seberapa besar ukuran ketumpulan dari hidung roket yang bisa
membuat fungsi-fungsi yang lain berjalan dengan baik, semisal fungsi
kekuatan struktur, fungsi antene radar, fungsi muatan, fungsi pencegahan
kenaikan panas berlebih akibat gesekan dengan udara, dan lain-lain.
2.2.
20
2 C
A
D 90
p 2
......................................................... 27
S
(a)
(b)
(c)
(d)
(e)
21
Sirip roket
Badan
roket
Tepi depan sirip
airfoil
22
ini digunakan untuk sirip padat yang berukuran relatif kecil. Bentuk depan
belakang cembung, gambar 2-7 c, memiliki gaya hambat terkecil untuk
setiap unit tegangan, dan biasa digunakan untuk sirip yang berukuran
relatif besar dengan struktur tidak padat. Sedangkan untuk bentuk bagian
belakang tumpul, gambar 2-7 d, dapat digunakan untuk memperbaiki
stabilitas roket. Hasil penelitian Chapman menyatakan bahwa kemampuan
pengurangan gaya hambat untuk bentuk ini, di atas bentuk depan belakang
tirus seperti gambar 2-7 a.
Dengan memperhatikan berbagai bentuk sirip maupun belahan airfoil
seperti pada gambar di atas, sebenarnya perhitungan beban aerodinamika
sirip roket relatif sulit untuk ditentukan secara pasti, karena sangat
tergantung pada bentuk geometri, luasan sirip dan pengaruh fluida yang
dilalui (udara nyata) pada saat terbang. Namun demikian, secara teoritis
dapat dikatakan bahwa sirip roket pada saat terbang akan mengalami gaya
aerodinamika, baik berupa gaya hambat maupun gaya angkat. Gaya
hambat mempunyai arah sejajar dengan arah aliran udara bebas. Sedangkan
gaya angkat tegak lurus dengan arah aliran udara bebas. Posisi masingmasing gaya pada sirip roket dapat dilihat pada gambar 2-8 [6,3,1].
Lo
Vo
i
Vud
Do
0,5Lx
Lx
; Do = Gaya hambat ;
23
Cd
Cx
Gambar 2-9 : Penguraian Koefisien Gaya Aerodamika Sumbu X,Y dan Z.
Dari gambar 2-9 diperoleh :
Cx = Cl Sin - Cd Cos ... 30
Cz = Cl Cos + Cd Sin .. 31
Adapun karakteristik aerodinamika masing-masing bentuk sirip untuk
kondisi supersonik adalah seperti pada tabel di bawah ini.
Tabel 2-1
Karakteristik
Aerodinamika
Supersonik
CN
Lurus
Bentuk Sirip
Delta
Sweept-back
Tinggi
Rendah
Rata-rata
CDo
Tinggi
Rendah
Rata-rata
(L/D)maks
Rendah
Tinggi
Rata-rata
24
CDi
Rendah
Tinggi
CLmaks
Rata-rata
Efek aero-elastis
kecil
Besar
Rata-rata
Rata-rata
Adapun perbedaan karakteristik ukuran sudut pada ujung sirip terlihat pada
gambar 2-10.
Leading edge
Trailling edge
a. Supersonik
b. Subsonik
c. Supersonik
d. Subsonik
p
2
................................................................................. 32
q
1 n2
Dengan n k .................................................................................. 33
Sedangkan koefisien gaya normal untuk tepi depan sirip ( leading edge )
adalah :
CN
2 tg
tg
...................................................................................... 34
Dengan : E 1
tg
tg
................................................................... 35
25
2. Aliran udara terjadi pada dua dimensi, artinya udara mengalir pada satu
bidang alir.
Dua pendekatan di atas, secara sederhana dapat dibuat analisis linier
hubungan p/q seperti di bawah ini.
...................................................................................... 36
M 2 1
Dengan : = sudut bagian ujung semivertex, dalam radian.
q
Persamaan di atas dikenal sebagai Teori Ackeret untuk ordo satu dan aliran
dua dimensi. Sedangkan Busemann telah menurunkannya menjadi ordo
yang lebih tinggi melalui pemberian konstanta pada pengembangan deret,
sebagai berikut :
p
q
C1 C2 2 C3 3 C4 4 ... ............................................... 37
C1
C2
C3
C4
C5
2
M 2 1
......................................................................................... 38
2 3M 4 5M 2 5
5( M 1
10
7/2
375 M 1
750 M 1
750 M 1
2
...................................................................... 39
15 M
60 M
68 M 6 150 M 4 75 M 2 50 ........... 40
12
558 M 10 2.222 M 8 C5
2.870 M
............. 41
............ 42
Untuk udara = 1,4. telah dibuat daftar konstanta Busemann pada beberapa
kecepatan bilangan Mach seperti pada tabel 2-1.
Tabel 2-1 : Konstanta Busmann
26
C1
C2
1,2
1,4
1,6
1,8
2,0
2,5
3,0
3,5
4,0
4,5
5,0
3,015
2,041
1,601
1,336
1,155
0,873
0,707
0,596
0,516
0,456
0,408
8,307
2,919
1,950
1,618
1,467
1,32
1,269
1,245
1,232
1,224
1,219
C3
C4
54,0300
5,8000
1,937
1,144
0,934
0,943
1,112
1,309
1,513
1,719
1,925
52,220
6,130
2,153
1,280
1,016
0,947
1,155
1,387
1,621
1,854
2,086
N pL PU SW ... 43
CN
N
qSW
p p
2
2
4
... 44
2
2
2
q L q U
M 1
M 1
M 1
Untuk sirip roket dua dimensi dengan asumsi tebal sirip dianggap nol,
maka koefisien gaya normalnya adalah :
CN
M 2 1
atau C N
4
M 2 1
................................... 45
p p
. S ................................................................... 46
N
q F q A
Dengan : S = keliling luas permukaan SW, maka harga CN menjadi :
27
CN
N
2C1 atau C N
qSW
4
M 1
2
4
.................................. 47
B
C ' Dr
1 p p
2C1
2 q U q L
4
M 2 1
..................... 48
L 1 CN
C
CL
L
..................................................... 49
D 2 CDO CD CDo KCL 2
Dengan : K
dCDo
2 ............................................................................... 50
dCL
Dalam banyak kasus, kompromi di sana sini sering terjadi, semisal karena
pertimbangan keterbatasan bentangan sirip, problem struktur, dan lain-lain.
Sedangkan pengaruh kenaikan aspek rasio akan berupa kenaikan CN, CDo,
bentangan, dan beban struktur; pengurangan sudut serang, luasan sirip,
dan pergerakan pusat tekanan CP untuk A > 2.
Seperti yang telah diketahui bahwa, karakteristik aerodinamika benda
terbang juga dipengaruhi oleh luas penampang benda tersebut. Untuk sirip
roket, luas penampangnya bisa dihitung dari persamaan di bawah ini.
2W
V 2CLmaks
.................................................................................... 51
dengan :
W = berat roket, S = Luas penampang sirip,
CLmaks = Koefisien gaya angkat maksimal
Penentuan luas penampang sirip terutama tergantung juga pada kebutuhan
gerak lintasan roket, untuk roket dengan jelajah panjang yang dirancang
untuk melayang (cruising) relatif tinggi diperlukan sirip yang relatif besar
dengan memenuhi L/D maksimal.
28
CDb CPb
Sb
S
........................................................................................ 52
Dengan :
Sb = luas permukaan dasar, S = luas penampang
CPb = koefisien tekanan dasar
Luas permukaan dasar ditentukan berdasarkan tenaga yang digunakan oleh
roket, pada kondisi power-off (motor roket mati), yang digunakan adalah
total permukaan, sedangkan pada saat power-on (motor roket menyala)
yang digunakan adalah hanya luasan efektifnya, seperti pada gambar 2-10.
29
g. Sebagai analisis awal harga CNx dapat diasumsikan berkisar antara 0,03
sampai dengan 0,04 per derajat, untuk rentang bilangan Mach subsonik
maupun supersonik.
30
C fL
1,328
Re
dan
C fT log10 C fT Re 0,242 .. 54
53
C f C fL
Sx
S Sx
C fT l
55
Sl
Sl
Dengan
CfL = koefisien gesekan kulit dalam aliran laminar, berbasis Re sepanjang x
CfT = koefisien gesekan kulit dalam aliran turbulen berbasis Re sepanjang l
. 56
2
C fo
1 0,85 M / 5
Dengan : Cfo = koefisian hambatan gesekan kulit dalam aliran
laminar tidak kompresibel
31
Cf
C fo
1
57
1 0,08M 2
32
2 196( i ) 2 16
d
CDw P 1
2
l
28( M 18)( )
58
Sirip Roket
Hambatan gelombang dari sebuah airfoil, untuk berbagai ketebalan bentuk
persegi secara teori dapat ditentukan melalui persamaan di bawah ini :
CDF
1 p p
2C1
2 q U q L
4
M 1
2
59
CD
CL
Rm 2
60
CD
CN
C N
61
Dengan :
N = Gaya normal, sudut serang
Persamaan di atas akan akurat terbatas untuk sirip lurus maupun segitiga.
33
CG
(a) stabil
CP
CG
j CL
CP i i ... 62
CLt
XCP
L
C N n 2
X n 0,466 L
34
Xf Xf
ma 2b 1
ab
a b
3a b 6
ab
.... 67
CN CN n CN fb
...... 68
CP X CP
CN n X n CN fb X f
CN
...... 69
35
XCG
CG
Gamabr 3-5 : Pengukuran Posisi CG
Prediksi posisi CG dapat juga ditentukan melalui perhitungan persamaan
berikut.
CG X CG
X iWk i
Wt
................................................................. 70
CP
> 1 ( Positif / di belakang CG ) ....... 71
CG
CP
< 1 ( Negatif / di depan CG ) ......... 72
CG
36
XCG
XCP
XCP
XCG
CP
(a) stabil
37
Vb K ' I sp g ln
WL
gtb sin L
WE
.................................. 73
Dengan :
K = Faktor gaya hambat
Isp = Impul spesifik Roket kg-detik/kg
WL = Berat roket yang diluncurkan, kg
WE = Berat roket yang meluncur dikurangi berat propelan, kg
L = Posisi roket ( misal jika konstan )
tb = waktu penyalaan bahan bakar, detik
Kecepatan akhir dari booster :
Vb VL Vb
.................................................................... 74
Dengan : VL = Kecepatan awal roket
Jarak tempuh selama booster menyala adalah :
Sb
VL Vb
.tb ...................................................................................... 75
2
38
1.
CL
WE
,
qS
.................................................................... 77
D=WE
C
B E
FG
H
Slope n
A
D
V
Gambar : Hasil Perhitungan Trayektori Roket
3.
gt
V
Vb
............................................................... 78
W
D
Dengan : t konstan
4.
Letakkan slope n pada titik A, pada kondisi penyalaan sudah mati, dan
tetapkan titik B. V1 adalah pendekatan awal dari perhitungan
pengurangan berat di akhir rentang waktu pembakaran bahan bakar
t1. Gaya hambat yang berada di titik A (diasumsikan konstan), tentu
39
5.
6.
Vb V1
t1 ..................................... 79
2
Gunakan titik E sebagai kondisi awal memulai rentang waktu t2
untuk menentukan V2.
V1 Vb V1 , S1 Sb
7.
8.
9.
V2 V1 V2 , S 2 S1
V1 V2
t2
2
.................................. 80
2.
Metode Iterasi
40
4. Baca harga CDo dari plot grafik CDo - M dan hitung CDi untuk
menentukan bilangan mach dan nilai q.
5. Hitung gaya hambat di kolom 5.
6. Hitung nilai baru untuk a di baris B.
7. Hitung V, kolom 10.
8. Hitung V juga di kolom 10.
9. Hitung M dan q seperti pada tahap ke 3.
10. Lengkapi kolom 4 hingga kolom 8.
11. Hitung S dan S, di kolom 12 dan 13. Sampai di sini, perhitungan
lengkap sampai dengan kolom C.
Tahap 7 hingga 11 di atas dapat diulang lagi untuk menentukan trayektori
selama bahan bakar menyala. Sedangkan untuk kondisi bahan bakar mati,
ditunjukkan pada baris D. Untuk perhitungan trayektori pada saat terbang
tanpa tenaga bahan bakar, baris E harus dihitung pada kondisi T = 0. Untuk
melengkapi nilai trayektori ini, perhitungan seperti tahap 7 hingga 11 juga
perlu diulangi lagi. Adapun tabel 2-1, hasil perhitungan dapat di lihat
halaman berikut [3].
41
42
2.5.5.1.
L T=D
L=W
D
T-D
L C
L
T
D
W
Terbang datar
R/D
W
V
C
V
C
R/C
Turun
Naik
Gambar : Beberapa Kondisi Terbang Roket
1.
Kecepatan Maksimum
Kemampuan terbang roket pada kecepatan terbang maksimum pada
umumnya tergantung pada kinerja motor roket, dan karakteristik gaya
hambat yang mampu dihadapinya. Besarnya gaya hambat (D) dapat
dihitung menggunakan persamaan di bawah ini.
2
D CDo K CD TR qS
qS
.......................................... 81
43
2.
T D
R/C
, dan Sin C
, maka berlaku :
W
V
R (T D)V
.......................................................................... 82
C
W
Sin C
dh
dh
, diintegrasikan menjadi :
dh / dt R / C
t2
h2
1
t1 dt h1 R / C dh ................................................................... 83
dt
R R R / C1 R / C2
(h2 h1 ) .............................................. 84
C C1
h2 h1
R ( R / C1 ) / h2 ( R / C2 )h1 h( R / C2 R / C1 )
, atau :
C
h2 h1
t 2 t1 t
h2
h1
.. 85
(h2 h1 )dh
.. 86
( R / C1 )h2 ( R / C2 )h1 h( R / C2 R / C1 )
h2 h1
R / C2
ln
, ............................................. 87
R / C 2 R / C1 R / C1
44
2(h2 h1 )
R / C1 R / C2
........................................................... 88
Sin C
T D a
dV dV dh dV
, dan a
V sin C .... 89
W
g
dt
dh dt dh
Persamaan gerak roket untuk Jarak tempuh roket (Jtr) dapat ditulis
menjadi :
( J tr ) a
( J tr ) a 0
.. 90
1 (V / g )( dV / dh)
dengan :
(Jtr)a = Jarak tempuh rata-rata pada percepatan terbang
(Jtr)a=0 = Jarak tempuh rata-rata pada kecepatan terbang konstan
4. Kecepatan Luruh ( Stall speed )
Kecepatan luruh atau kecepatan minimal dari roket dapat dihitung
melalui :
VS
2W
CLmaks S
.... 91
5. Rentang Maksimal
Rentang maksimal yang dapat ditempuh roket pada saat terbang
melayang merupakan jumlah jarak tempuh selama terbang naik
maupun terbang mendatar. Jarak tempuh selama kenaikan pada
kecepatan terbang rata-rata (VR/C), dapat dihitung melalui :
J tr V( R / C ) makstCL cos CL ...... 92
Rentang maksimal ini dapat juga ditentukan melalui grafik yang
diperoleh berdasarkan tahapan berikut ini :
1. Pilihlah tiga atau empat kecepatan terbang yang berbeda, dan berat
roketnya sekalian.
45
2. Hitung CL = W/qS
3. Tentukan CD dari grafik CD dan CL, atau dihitung pada kondisi
bilangan Mach, melalui persamaan:
CD = CDo + KCL2 + CD1TR
4. Tentukan D = CDqS
5. Tentukan konsumsi bahan bakar, kg/jam dari motor roket.
6. Konversikan konsumsi bahan bakar yang diperlukan, ke jarak per
keperluan bahan bakar, melalui :
V
meter jam meter
.. 93
kg / jam
jam
kg
kg
7. Buatkan grafik antara meter/kg dan kecepatan.
8. Temukan rentang maksimalnya dari grafik tersebut.
2.5.5.2. Trayektori Roket Menggunakan Booster-Sustain
Trayektori jenis ini terdiri dari dua bagian roket, yaitu bagian
pendorong yang relatif singkat waktu dorongnya dan diikuti oleh
pendorong berikutnya yang juga bergaya dorong untuk menghasilkan
gerakan menempuh lintasan selanjutnya. Trayektori jenis ini dipilih dengan
pertimbangan beberapa keuntungan antara lain : 1. Mengurangi bilangan
Mach maksimum untuk rentang yang akan ditempuh 2. Mengurangi
masalah panas akibat efek aerodinamika 3. Kinerja roket akan menjadi
lebih baik untuk menghindari gaya hambat yang tinggi. 4. Sistem kontrol
aerodinamika menjadi lebih sederhana, karena lebih mendekati perilaku
konstan. Secara sederhana untuk menentukan trayektorinya, dapat didekati
dengan anggapan bahwa bagian penopang / pendorong kedua (sustain)
bergerak pada kecepatan konstan, sehingga rentang perjalanan terbang R
selama bagian ini dapat dinyatakan menjadi :
T=D
T x t = total impuls = I = Dt
...... 94
I = WpIsp
..................................... 95
Dengan :
W = berat propelan
Isp = Spesifik impul propelan
WpIsp = Dt
Karena t=R/V dan D 1 C D V 2 S , maka berlaku :
46
R
t
2W p I sp
CD VS
2Wp I sp
CD V S
2
, atau :
...... 96
atau : t
R
V
......... 97
Dengan :
WE = Berat roket pada saat bahan bakar habis
47
R ro 2ro tan 1
sin f cos f
1
cos2
f
V 2
f
. 99
Dengan :
V f 1 tg 2 f 100
R
4 f 101
ro
ro
48
f
49
50
Bab 3
DISAIN STRUKTUR
3.1. Konsep Dasar Disain Struktur Roket Padat
Disain struktur roket padat dapat dimulai dari penentuan beban dan
gaya-gaya aksi yang terjadi. Disamping itu, juga diperlukan pengetahuan
tentang bentuk, fungsi, proses pembuatan struktur dan pemilihan material.
Pengetahuan ini dapat membantu mewujudkan disain struktur yang andal.
Beban dan gaya aksi, baik yang berupa gaya statik karena beratnya sendiri
ketika roket masih diam di bumi, maupun gaya dinamik dan getaran pada
saat roket terbang, semua gaya ini akan dapat mempengaruhi besarnya
komponen beban kerja yang lain, semisal gaya aerodinamika, gaya dorong,
gaya inersia, tekanan, tegangan termal, percepatan terbang, dan beberapa
beban akibat fenomena lingkungan operasional roket. Untuk mengetahui
komponen beban kerja yang saling terpengaruhi tersebut, perlu terlebih
dahulu diketahui spesifikasi roket yang meliputi : berat roket, kecepatan,
waktu dan tinggi terbang, kalau memungkinkan, perlu juga diketahui
perilaku roket pada saat terbang. Tentu data lengkap mengenai hal ini akan
sulit didapatkan, namun demikian dengan bantuan kemajuan teknologi
komputer, instrumen elektronik, sensor dan perangkat lunak solusi
numerik, dimungkinkan dapat memudahkan analisis gaya-gaya yang
dimaksud. Disamping itu untuk kasus tertentu, analisis secara manual juga
masih bisa dilakukan setahap demi setahap. Sedangkan bentuk, fungsi dan
proses pembuatan struktur akan menentukan pertimbangan disain
konfigurasi yang sesuai dengan tujuan perancangan, yaitu memenuhi misi
yang telah ditentukan. Untuk pemilihan material dapat membantu memilih
material yang tepat, sehingga sesuai dengan bentuk, fungsi dan proses
pembuatan struktur.
Adapun tujuan pelaksanaan disain struktur roket pada umumnya
adalah untuk :
- Mendapatkan struktur yang sesuai dengan kondisi operasional roket.
Mendapatkan material yang andal sebagai bahan struktur.
- Mendapatkan jenis konstruksi sesuai dengan konfigurasi yang telah
ditentukan, dan bersifat mudah dipabrikasi, biaya rendah, serta mampu
tukar tinggi terhadap komponen struktur roket yang sejenis.
51
52
F ma atau F
W
a . 102
g
a
, atau a ug yang biasanya disebut sebagai faktor g (g-force)
g
m : massa roket
W : berat roket
1
. .V 2 . 105
2
M t I atau : M t CM qS M d
107
dengan : CM = koefisien momen aerodinamik
53
F 0
dan
M 0
.... 108
1
2
ot t 2 .................................................................................. 111
d
dt
............................................................................................. 112
o t ....................................................................................... 113
................................................................................................. 114
2n ( rad/det ) ............................................................................. 115
dengan : = sudut rotasi; o = kecepatan sudut awal
= = kecepatan sudut, n = putaran perdetik
Percepatan linier yang dialami oleh roket merupakan perpaduan antara
percepatan normal an yang menuju pusat putaran dan percepatan tangensial
at yang bergerak meninggalkannya dan keduanya saling tegak lurus.
Adapun persamaannya adalah :
a n 2 R ; at R .......................................................................... 115
54
a a n at
2
................................................................................ 116
S Wr dx .... 117
M b Sdx atau M b Wr dxdx .118
dengan : S : Gaya geser, Wr = Beban kerja roket,
Mb : Momen bending, x = Posisi beban
3.1.3. Faktor Keamanan
Dalam kegiatan disain struktur roket selalu diberikan faktor
keamanan dalam setiap perhitungannya, hal ini dimaksudkan sebagai
pengaman terhadap adanya kegagalan pada saat operasional setelah proses
produksi. Faktor keamanan ini biasanya merujuk pada tegangan ijin bahan,
bahwa tegangan operasional tidak diijinkan melebihi tegangan bahan. Hal
ini bertujuan agar struktur roket tidak mengalami deformasi permanen
ataupun kerusakan akibat pembebanan yang berlebihan. Meskipun
55
BK
Ijin
1 . 119
op
op
Mb
.... 110
dengan :
Ib
y
..... 111
56
opmaks
6M b
.... 112
bt 2
opmaks
Mb
...... 113
r 2t
aksial
P
4P
..... 114
A d o2 d12
Gambar 3-4 : Diagram Kesetimbangan Gaya dan Momen aksi pada Roket
57
Dari gambar 3-4 dapat diperoleh persamaan beban roket, gaya aksi dan
momen, seperti persamaan di bawah ini.
Gaya angkat total :
LR nzW LN LB LT LV
..................................... 115
Gaya aksi
F C nxW .........................................................................................116
Momen di pusat gravitasi
M 0 M N M B M T M V ............................................................... 117
Dari gambar di atas terlihat bahwa konfigurasi kontrol roket bisa
dilakukan melalui mekanisme sirip roket, gimbal, maupun canard. Untuk
kontrol gimbal, beban LV merupakan komponen normal dari vektor gaya
dorong. Sedangkan kontrol canard, beban LN merupakan komponen vektor
gaya hidung yang disesuaikan dengan pusat tekanan (CP).
Adapun untuk mengetahui pengaruh gaya dan momen terhadap komponen
gaya aerodinamika roket, maka persamaan di atas dituliskan menjadi
sebagai berikut :
dC
LN , B ,T N
d
qd 2
N , B ,T
dC
LV N
d
qd 2
V
.................. 118
dC
dC
dC dC
nZW N N N N
d
d N d B d T
2
qd .......119
V
58
dC
M N , B ,T M
d
qd 2
N , B ,T
dC
M V M
d
qd 2
V
.............. 120
dC
dCM
dC dC
M o M M M
d
d N d B d T
2
qd ... 121
V
dCM / d V
.............................. 122
dCM / d N dCM / d B dCM / d T
3.1.5. Beban Terbang Vertikal
Gaya aksi yang diperlukan untuk mencapai tinggi terbang roket
dapat diketahui melalui diagram gaya aksi dari roket yang sedang meluncur
ke arah vertikal seperti pada gambar 3-5.
F C I W
Dengan gaya Inersia I, adalah :
W
I
W dV
.. 123
g dt
W dV
F C W 124
g dt
dV
F
C
I
. 125
dt W / g W / g I / g
59
t1 F
C
Vin g dt 126
to m
m
Xcp
Xcg
W
Xt
Fx
Fy
60
Kesetimbangan gaya untuk diagram seperti pada gambar 3-6 yang sejajar
dengan sumbu gaya dorong adalah :
Fx C
W dVx
W cos .. 128
g dt
dVx Fx C W cos
.. 129
dt
W g
F C
Vx x g cos dt .. 130
m m
0
t
Fy N W sin m
dVy
dt
. 131
dVy
dt
F
N W
sin y ... 132
m m
m
N F
Vv Vy sin Vx cos
. 136
61
h Vv dt
. 137
0
t
R VH dt
... 138
I p N X cg X cp Fy X t X cg 0 ..... 139
..
Fy
N X cg X cp
X t X cp
...... 140
dVy
dt
X X cp W
N
sin
1 cg
m
X t X cg m
..... 141
62
struktur sirip yang tipis dapat dibuat dari pelat tipis yang pejal, maupun
pelat berongga untuk mengurangi berat. Bisa juga dibuat dari logam
melalui proses pengecoran yang diakhiri dengan perbaikan melalui
pengerjaan mesin. Tentunya dalam rancang bangun struktur ini berbagai
macam pertimbangan perlu dimasukkan agar diperoleh struktur roket yang
andal, diantaranya pertimbangan berdasarkan analisis terhadap gaya-gaya
dan atau beban operasional yang terjadi.
Seperti yang telah diketahui bahwa struktur roket merupakan bentuk
fisik roket yang berfungsi untuk menahan gaya-gaya yang terjadi dan
melindungi segala muatan untuk mencapai misi roket, baik pada saat masih
berada di bumi maupun ketika meluncur di udara bahkan sampai
menembus langit ke luar angkasa. Dalam opersionalnya, gaya-gaya yang
terjadi ini dapat menimbulkan tegangan struktur. Kemampuan struktur
roket untuk menahan gaya-gaya yang terjadi perlu diketahui, agar tegangan
berlebihan yang timbul dan besarnya melebihi kemampuan struktur dapat
dihindari. Oleh karena itu analisis struktur pada setiap komponen atau
bagian struktur tersebut perlu dilakukan sebaik-baiknya. Pada umumnya
komponen struktur roket terdiri dari struktur hidung, tabung muatan,
tabung motor roket, nosel dan sirip, seperti terlihat pada gambar 3-7. Maka
analisis kekuatan struktur yang dimaksud, biasanya akan dilakukan pada
bagian komponen struktur tersebut.
63
bagian luar struktur hidung roket, terutama pada saat roket meluncur. Pada
saat berada di bumi, tekanan hidung roket sebesar satu atmosfer, tidak ada
perbedaan tekanan antara bagian luar dan bagian dalam. Namun jika roket
meluncur semakin tinggi akan ada kemungkinan roket melewati daerah
yang tekanan udaranya lebih kecil dari satu atmosfir, sehingga untuk
konstruksi tertutup, hal ini bisa menimbulkan beda tekanan yang dapat
menimbulkan tegangan struktur.
r2d
d
Nr2d
Nr2d d
r1
Nr2d
2N sin pr 2 0
....... 142
pr
r
pr
N
Dan : r2
, maka N 2 .... 143
2 sin
sin
2
64
pR
dan N pR , Sedangkan bentuk bola berarti r1 r2 R
2
pR
dan 90o , maka diperoleh : N N
..... 144
2
N
65
66
P
a
P.r
t
....... 145
67
P.r
2.t
.. 146
T1
L
X1
X2
68
X2
kel
R
Gambar 3-12 : Distribusi gaya pada struktur tabung akibat tekanan dalam
Beban-beban tersebut akan menghasilkan momen dan tegangan, baik
tegangan searah sumbu tabung motor roket maupun ke arah radial.
Distribusi Tegangan tersebut seperti pada gambar 3-12. Tegangan yang
terjadi pada tabung bertekanan akan menimbulkan regangan keliling dan
regangan bujur. Untuk tabung berbahan homogen dan mempunyai tebal
yang sama pada sepanjang tabung, regangan kelilingnya dapat dicari
melalui hukum Hook tentang elastisitas, diperoleh :
rad
R
R
atau : o
1
( )
E
.. 147
R
( N N )
Et
.. 148
cot
1 d
( N N )
(r1 r2 ) N (r2 r1 ) N
r1Et
r1 d
dengan :
149
11
21
.....
.....
12 13 ..... xx 11
22 23 ..... x2 2
.
. 150
Merujuk distribusi gaya seperti gambar 3-12, maka persamaan 150 di atas
menurut Roark untuk deformasi karena gaya geser dan momen pada tabung
bertekanan untuk bagian B diperoleh deformasi () pada masing-masing
bagian adalah :
11
1
1
; 12
3
3D
3D2
dengan : 4
dengan :
3 1 2
2
R 2t 2
; 22
1
D
151
Et2
12(1 2 )
.... 152
70
C 2 v 1 v
X 2 P.R.t1
1 C 2 1 C
2
3 1 v2
12 1 v 2
5
1 C 2
1 C2
.... 153
1 C 2 31 v
.
X 1 2 X 2 2
R 2t 2
C
1
1
... 154
X1
..... 155
.... 156
N k N A P.R
.. 157
N A 6M
2
t2
t2
.. 158
N k 6M k
2
t2
t2
...... 159
M k vM ; 0,83 ; C t1
3.2.5.
t2
.... 160
71
w
Ns
s
Ms
r
N
z
Gambar 3-13 : Tegangan pada cangkang Asi-Simetris
Menurut Kirchhoff-Love, terdapat empat buah komponen regangan pada
struktur cangkang asi-simetris, yaitu :
du / ds
w cos u sin / r
d 2 w / ds 2 . 161
xs
sin dw
r ds
Regangan dari persamaan 161 merupakan hasil dari tegangan yang terjadi,
yaitu :
72
Ns
N
= D . 162
M s
M
Untuk cangkang isotropik, matrik D adalah :
Et v
D
1 v 2 0
1
0
0
163
0 t 2 / 12 vt2 / 12
0 vt2 / 12 t 2 / 12
v
ui
i
ri
r
wi
ui
j
ui
ai wi .... 164
i
73
sehingga untuk elemen dengan dua nodal, ij, akan mempunyai enam
derajat kebebasan. Untuk posisi s, elemen perpindahannya dapat dinyatakan sebagai ae:
a
ae i
ai
165
jika u merupakan perubahan linier dari s dan w, maka akan diperoleh enam
buah konstanta yang tidak diketahui. Konstanta ini dapat ditentukan
melalui harga titik nodal dari u, w dan , melalui koordinat lokal, yaitu :
u
u = Na e ...
w
166
ui
cos
wi sin
(dw / ds) 0
i
sin
cos
0
0 ui
0 wi = aI
1
i
. 167
dengan :
u 1 2 s
w 3 4 s 6 s 2 6 s3
.....
168
ui
0
0
w
u 1 s
i
'2
'3
'2
'3
w 0 1 3s 2s L( s s ) ( dw / ds)
uj
'
0
0
s
'2
j
'3
'2
'3
0 3s 2s s s ) L ( dw / ds)
'
... 169
74
dengan : s = s/L
170
Selanjutnya struktur tabung motor roket dimodelkan sebagai elemen
struktur cangkang tipis berbentuk lengkung, seperti pada gambar 3-15.
D.el
..
171
= tegangan ;
D = matrik elastisitas
75
el
th
. 172
= total regangan
= regangan termal
th
BE x
B xy
0
B xy
Ex
0
Ex
0
0
Ex
E y xy E x
2
0
0
0
G xy
f
0
0
0
0
0
0
0 ... 173
GyZ
f
0
0
G xz
f
.. 174
1,2
A . 175
f
1 2.
25.t 2
A = luasan, t = tebal
76
tabung motor roket. Konfigurasi ini terlihat seperti pada gambar 3.17,
yaitu gambar penampang lintang motor roket [11,12].
Propelan
Lapisan liner
Struktur tabung
T1
T2
T3 T
4
q
r1
r2
r3
Gambar 3.18 : Aliran Panas Pada Struktur Tabung Motor Roket
77
qh h1 A1 (T1 T2 ) .. 176
Pada dinding liner terjadi perpindahan panas konduksi seperti dinyatakan
pada persamaan di bawah ini :
qk
2k2 L(T2 T3 )
.......
ln( r3 / r2 )
177
Aliran panas di dalam material tabung motor roket, dapat ditentukan oleh
persamaan di atas, yaitu :
qk
2k3 L(T3 T4 )
... 178
ln( r4 / r3 )
qh h5 A4 (T4 T5 ) . 179
Besarnya aliran panas juga dapat didefinisikan sebagai beda potensial
termal dibagi dengan tahanan termal. Hal ini merupakan analogi dari
tahanan listrik yang tersusun seri [11], seperti gambar 3.19
78
q
T1
T2
1
h1 A1
ln( r3 / r2 )
2k 2
T3
T4
ln( r4 / r3 )
2k 3
T5
1
h4 A4
T1 T5
180
1
ln( r2 / r1 ) ln( r3 / r2 )
1
h1 A1
2k2
2k3
h4 A4
T ..... 181
dengan : = ekspansi material
= koefisien ekspansi termal
T = Temperatur
79
1
.... 182
E
G
atau :
.. 183
dengan :
E
T o .. 185
1
l2
El
lT2 o .. 186
1 l
l3
El
lT3 o .. 187
1 l
80
Z
F Zi
Vo
FZi+1
FZi+2
FZi+n
Vud
Lo
D
Do
0,5Lx
Lx
81
Momen lentur
Mzi = Fzi. Yi . 187
dengan :
Fzi = Cz..V2.Ai ........ 188
Xi = 0,5 . Li . 189
V = Kecepatan terbang roket
= Densitas udara, AI = Luas permukaan sirip roket
Selanjutnya momen tersebut akan menimbulkan tegangan struktur :
Tegangan lentur
leni
M zi .c zi
I zi
. 190
82
Ly
Y
M i .c zi
I zi
............................................... 192
fs
. 193
x,y+1
Y
x,y
x-1,y
x+1,y
83
TX 1,Y TX ,Y
T
X X 1 ,Y
X
.. 194
T TX 1,Y
T
X ,Y
X X 1 ,Y
X
. 195
TX ,Y 1 TX ,Y
T
X X ,Y 1
Y
196
T TX ,Y 1
T
X ,Y
X X ,Y 1
Y
.... 197
T
TX 1,Y 2TX ,Y
T
X 1,Y
. 198
2
X X ,Y
X 2
2
T
T
2TX ,Y
2T
X ,Y 1 X ,Y 21
. 199
2
Y X ,Y
Y
Dari persamaan di atas diperoleh :
TX ,Y 1 TX ,Y 1 2TX ,Y
Y 2
0 200
Karena : X Y , maka :
84
a11 a12
a
a
A 21 22
... ....
an1 an 2
... a1n
... a2 n
.... 203
.... ...
... ann
C1
C
C 2 ; T
...
Cn
T1
T
2
...
Tn
.. 204
AT C .... 205
karena AA 1 , maka :
1
T A1C ..
206
Untuk permukaan sirip roket yang berada pada bagian batas konveksi
berlaku persamaan berikut ini [JP. Holman, 1988],
85
1
hX
hX
TX Y
2
T 2TX 1,Y TX ,Y 1 TX ,Y 1 0
2
k
k
207
hX
hX
2TX ,Y
1 2
T TX 1,Y TX ,Y 1 0
k
k
3.2.9,
...... 208
T .. 209
Ekspansi material ini dapat menimbulkan tegangan tekan karena pengaruh
gaya geser. Oleh karena itu Ekspansi termal dapat dinyatakan sebagai :
G
atau :
1
l l .. 210
E
l
E
1 ...
211
dengan :
: Tegangan lentur, : Rasio Poisson, E : Modulus elastisitas
Ekspansi material secara total akibat adanya ekspansi termal dan tegangan
termal t adalah :
o T .......... 212
Dari persamaan di atas, diperoleh :
86
E
T o ....... 213
1
Fl
l t
2
Al .... 214
E p E k C ...................................................................................... 215
Dari persamaan di atas yang diterapkan pada pendekatan getaran pegasmassa sebagai getaran bebas satu derajat kebebasan diperoleh hubungan
antara frekwensi alami fn , kecepatan sudut , kekakuan k dan massa m
untuk setiap benda bergetar adalah [13,14]:
2 . f , f n
1
2
k
m
................................................................. 216
k
..................................... 217
m
c
dan D
................................................................................... 218
2m. n
atau n
y
l
87
F
Gambar 3-23 Beban tekuk
Ketika operasional, beban terbesar roket terjadi pada saat awal peluncuran.
Untuk memudahkan analisis, pada saat awal ini roket diasumsikan
bergerak vertikal dan mengalami beban tekuk seperti struktur kolom. Hal
ini terlihat pada gambar 3-23.
Fcr
2 EI
l2
........... 219
F
y sil e sec l o 1 .............. 220
EI
k sil
Fo
y sil
.................................................................................... 221
88
y
m
k
..
m. x c x kx c. y .............................................................................. 226
89
.. 230
c.
.B ................................................................................... 232
k m. 2
cw
B k 2 m
c.w.B c.w. yo . 233
2
k mw
c.w. yo
B
........................................................ 234
2 2
cw
2
k m.
k m. 2
A
c.w
c.w. yo
. 2 2
235
2
cw
k m.
2
k m.
k m. 2
90
c.. y o
x maks
k m. c.
2 2
....................................................... 236
2
Fo
k ek
.............................................................................................. 237
x
Fo
k ek
1 2 2 D.
n
n
2
... 238
y
91
m
k
........................................................... 240
mb vb mk v k mb vb mk v k
dengan :
mb = massa beban uji; mk = massa kotak pelindung
vb, vk = kecepatan sebelum tumbukan
vb , vk = kecepatan setelah tumbukan
Jika diasumsikan bahwa kecepatan tumbukan akan berhenti pada saat
tumbukan, maka kecepatan gerak getaran roket adalah :
v m
................................................................................... 241
vk b b
m k mb
Kecepatan gerak inilah selanjutnya dianggap sebagai sumber getar pada
saat awal peluncuran roket. Selanjutnya getaran ini akan diterima oleh
elemen bergetar yang mempunyai kekakuan ekivalen sebesar keq. Harga
kekakuan ini dapat diperoleh dari persamaan di bawah ini.
keq
1
1
1
kM k R
.............................................................................
242
92
F
................................................................................
EI
dengan : E Elastisitas bahan ; I Inersia penampang
kM
243
kR
Fo
y
.................................................................. 244
k eq
....................................................................................
245
Pada saat massa menimpa elemen bergetar yaitu ketika waktu t = 0 dengan
kecepatan awal X (o) , elemen tersebut dianggap tidak mengalami
lendutan. Kecepatan awal X (o) ini berasal dari sumber getar pada saat
terjadi tumbukan atau :
X (o) v k ......................................................................................... 246
Jika sistem dalam keadaan setimbang statik, maka elemen bergetar akan
mengalami lendutan sebesar :
X (o )
n 2 .................................................................................... 247
Dari nilai n , X(o), dan X (o) diperoleh simpang getar terbesar A , yaitu :
93
2
X (o)
....................................................................... 248
A X (o)
n
............................................................................ 249
Besaran percepatan getaran maksimal dapat dikonversi menjadi bilangan gshcock dengan cara membagi nilai besaran tersebut dengan gravitasi bumi
g, seperti pada persamaan 250.
g _ shock
Xmaksimal
g
..................................................................... 250
94
Berat
jenis
Tensile
Stregth
Tensile
Modulus
Mg m-
109 Nm-2
109 Nm-2
2.70
0,45
73
1,07
0,94
7,85
1,4
200
1,00
1,00
Almnium
paduan
standar
Baja tensile
95
tinggi
Alumunium
konvensional
Titanium
tempa
Maraging
steel
Alumunium
strip
perlakuan
panas
Baja strip
Titanium
strip
Glass fiber /
epoxy
Carbon fiber/
epoxy
Aramid fiber
/ epoxy
2,70
0,60
75
0,80
0,92
4,65
1,24
110
0,67
1,08
8,00
2,20
215
0,65
0,95
2,70
0,54
73
0,89
0,94
7,85
4,60
2,00
1,35
193
106
0,70
0,61
1,04
0,90
2,10
0,63
24
0,59
2,23
1,60
1,00
73
0,29
0,56
1,40
0,87
36
0,29
0,99
96
Magnesium Paduan
Magnesium paduan jenis HM21A dan ZH42 mempunyai komposisi
kimia : (0,35 0,8)% Mn, (1,5 2,5)% Th, serta mengandung bahan
ikutan 0,3%. Paduan ini bersifat tahan terhadap temperatur 343 oC atau
lebih, dapat dibentuk menjadi pelat, sheet, dan cocok untuk struktur roket.
Logam ini mempunyai kekuatan tarik bahan : 0,2344 x 109 N/m2 .
Titanium
Paduan Titanium mempunyai sifat mekanik yang beragam tergantung
dari komposisi paduan yang digunakan, masing-masing komposisi
mempunyai karakteristik sendiri, sebagai contoh : Ti -0,05% O2 / N2,
mempunyai sifat sebagai berikut : Tegangan proof pada 2% adalah 130 -
97
170 MPa, Tegangan tarik ultimate : 270 - 350 MPa, Elongasi minimal
sebesar 30 % , Daerah reduksi 70 %, Specific gravity : 4,51
Komposit
Seperti dalam tabel di atas terlihat bahwa untuk keperluan rancang
bangan yang berbasis pertimbangan tegangan, semisal tabung motor roket
yang terbuat dari baja mempunyai massa lebih ringan dari pada
alumunium. Penggunaan Titanium akan lebih menguntungkan dari sisi
pertimbangan pengurangan massa, tetapi mempunyai harga eknomi yang
tinggi dan tidak siap sedia dalam bentuk lembaran logam. Sedangkan untuk
baja karbon, melalui teknik berbasis pelapisan dapat meningkatkan
tegangan tensile, sampai mencapai 2 GNm-2, untuk lembaran alumunium
paduan dapat mencapai 0,54 GNm-2. Salah satu hasil dari teknik pelapisan
material ini adalah material komposit. Seperti yang telah diketahui secara
umum, yang dimaksud dengan komposit adalah bahan teknik jenis baru
yang bersifat dapat dibentuk sesuai keinginan perancang, baik sifat fisik,
mekanik maupun sifat yang lain. Material ini dapat digunakan untuk
berbagai keperluan pembuatan benda-benda teknik, misalnya untuk
komponen roket dan pesawat terbang. Pada dasarnya material komposit
adalah gabungan dari beberapa material yang membentuk sifat-sifat yang
lebih unggul dari metarial aslinya. Material komposit paling sedikit terdiri
dari bagian penguat yang berfungsi sebagai penahan beban, serat penguat,
serta bagian matrik yang berfungsi sebagai pengikat antar serat penguat.
Resin digunakan sebagai salah satu jenis matrik yang mampu disisipi oleh
penguat, kemudian mengeras setelah proses penyisipan. Material yang
terdiri dari matrik resin dan penguat ini bersatu menjadi material jenis baru
yaitu komposit yang mempunyai berbagai macam keunggulan jika
dibandingkan dengan material aslinya.
Matrik
Serat
98
Polimer
99
Bab 4
101
Subyek
Gambaran produk
Tinggi jelajah
Bahan
Pengguna
Penggunaan
: 200 km/jam
:7g
: 1230 mm
: 1kg
: 76 mm
: 10,60 mm
: 4,6 kg
: Komposit
: 30 kgf
: 2,0 km ( muatan kosong )
0,6 km ( muatan isi 1 kg )
: PVC
: maksimal 1 kg
Diameter luar 100 mm
Tinggi 20 mm
2 Unit Parasut
102
Satuan : mm
103
Satuan : mm
2
Gambar 4-3 : Dimensi Struktur Badan Roket RUM70/100-LPN
104
Gambar 4-5 : Gaya Aksial yang terjadi pada saat Roket RUM70/100-LPN
Terbang pada Kecepatan sampai dengan 0,5 M
105
Gambar 4-6 : Momen Lentur struktur sirip Roket pada saat terbang pada
Kecepatan sampai dengan 0,5 M
Gambar 4-7 : Tegangan struktur sirip Roket pada saat terbang pada
Kecepatan sampai dengan 0,5 M
106
Gambar 4-8 : Faktor Keamanan struktur sirip Roket pada saat terbang pada
Kecepatan sampai dengan 0,5 M
Dari hasil olah data, yang ditampilkan pada gambar 4-5 sampai
dengan gambar 4-8, terlihat bahwa sirip roket RUM70/100-LPN terbuat
dari Alumunium paduan yang mempunyai kekuatan tarik bahan, tb =
186,159 MPa, Kekuatan luluh = 75,846 MPa, Kekuatan geser = 124,106
MPa, Elastisitas : 6,89 x 1010 N/m2, Konduktifitas panas : 177 W/m oC,
Ekspansi material : 28 x 10-6 / oC, Kekerasan bahan 47 BHN, dan kondisi
operasional pada kecepatan terbang maksimal mencapai 0,5 Mach, maka
struktur sirip roket mengalami pembebanan maksimal 3,197 N untuk Gaya
aksial, sehingga melahirkan Momen lentur sebesar 0,48 Nm. Selanjutnya
kondisi terbang ini, disamping menghasilkan beban momen, juga akan
mengakibatkan timbulnya tegangan lentur dan tegangan termal akibat
gesekan udara. Tegangan lentur yang terjadi mulai dari 3,452 MPa sampai
dengan maksimal 348,273 MPa. Jika distribusi temperatur selama terbang
terjadi mulai dari 30 oC sampai dengan 63 oC pada permukaan sirip, maka
diperoleh harga distribusi tegangan struktur akibat beban termal sebesar
3,452 MPa sampai dengan maksimal 348,273 MPa. Ternyata besar kedua
107
jenis tegangan ini hampir sama. Tegangan termal sedikit lebih besar dari
pada tegangan lentur, seperti terlihat pada gambar 4-7. Berarti dalam
penentuan margin keamanan struktur sirip roket RUM70/100-LPN untuk
terbang maksimal 0,5 M dapat menggunakan nilai tegangan termal saja
sebagai acuan pertimbangan, untuk dibandingkan dengan tegangan bahan.
Jika nilai masing-masing tegangan tersebut dibandingkan dengan
nilai tegangan bahan struktur sirip, diperoleh angka faktor keamanan
struktur sirip roket RUM70/100-LPN. Distribusi faktor keamanan pada
kecepatan terbang sampai dengan 0,5 M dapat dilihat pada grafik di
gambar 4-8. Dari grafik ini terlihat bahwa makin tinggi kecepatan terbang
roket, akan diperoleh faktor keamanan yang semakin kecil. Untuk struktur
sirip roket RUM70/100-LPN yang berbahan alumunium paduan,
mempunyai faktor keamanan yang paling kritis pada kecepatan terbang
sebesar 0,5 M baik karena pengaruh tegangan lentur akibat beban aksial,
maupun karena tegangan termal akibat beban termal, faktor kemanannya,
masing-masing mencapai 1,358 sebagai akibat tegangan lentur dan 1,346
sebagai akibat tegangan termal. Berarti pada kecepatan ini tegangan yang
terjadi masih berada di bawah tegangan bahan, dan kondisi kerja struktur
masih dalam keadaan relatif aman, meskipun masih di bawah faktor
keamanan pada umumnya yaitu 1,5. Untuk posisi aman sebaiknya
kecepatan terbang roket, maksimal 0,4 M atau sekitar 485 km/jam, apalagi
jika terbang pada kecepatan lebih rendah lagi, misalnya 400 km/jam, untuk
faktor keamanannya = 2.
Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa kemampuan struktur sirip
roket RUM70/100-LPN, adalah berikut ini :
Struktur sirip roket berbahan alumunium paduan mampu menerima
beban terbang untuk kecepatan sampai dengan 0,5 M, baik karena
pengaruh gaya aksial maupun karena pengaruh beban termal dengan
faktor keamanan 1,346. Struktur akan menjadi lebih aman jika
diopersionalkan pada kecepatan terbang sekitar 400 km/jam, dengan
nilai faktor keamanan = 2.
Pada kecepatan terbang yang sama, diperoleh tegangan lentur akibat
gaya aksial lebih kecil dari pada tegangan yang ditimbulkan oleh beban
termal.
Semakin tinggi kecepatan terbang roket, akan diperoleh nilai tegangan
lentur dan tegangan termal, juga semakin tinggi.
Di atas kecepatan terbang 0,5 M, kemungkinan struktur sirip akan
mengalami gangguan dan bahkan terjadi kerusakan stuktur.
108
109
110
Tekanan Dalam
N/m2
4810
4820
4830
4840
4850
4860
4870
4880
4890
Tegangan Tabung
MPa
0,183
0,183
0,184
0,184
0,184
0,185
0,185
0,185
0,186
111
112
tegangan pada struktur tabung roket menjadi 7,333 x 105 Pa. Tegangan ini
masih di bawah kemampuan tegangan bahan. Untuk beban aerodinamika
akan menimbulkan tegangan yang relatif kecil yaitu 315,722 Pa, dan juga
berada di bawah tegangan ijin bahan. Dari uraian di atas diketahui bahwa
struktur kompartemen yang terbuat dari tabung PVC relatif aman untuk
menghadapi kondisi lingkungan operasional roket.
4.3.4. Struktur Hidung Roket
Untuk struktur hidung roket terbuat dari komposit karbon epoxy,
dalam operasional peluncuran roket, struktur ini akan mengalami beban
aerodinamika yang bisa menimbulkan beban tekuk jika roket bekerja pada
kecepatan yang melebihi kemampuan struktur hidung. Untuk mengetahui
kemampuan ini, melalui olah data dimensi struktur hidung roket
RUM70/100-LPN, sifat-sifat bahan komposit karbon epoxy dengan nilai
modulus elastisitas sebesar 7,3 G Pa, serta metode analitis gaya-gaya yang
terjadi, akan diperoleh, bahwa struktur hidung roket akan mempunyai
beban tekuk kritis struktur sebesar 1513 Pa, yang jauh dibawah beban
aerodinamika yang terjadi di hidung roket pada kecepatan terbang 0,5 M
yaitu hanya sebesar 1,432 Pa. Dengna kata lain bahwa struktur ini sangat
kuat untuk kondisi terbang roket tersebut.
4.3.5. Stabilitas Roket
Stabilitas terbang roket RUM70/100-LPN untuk kondisi operasional
sampai dengan kecepatan terbang 0,5 M, dan dimensi konfigurasi seperti
pada gambar 4-1, dan berdasarkan metode James Barrowman, diperoleh
posisi pusat tekanannya adalah 1253 mm dari arah hidung roket menuju
posisi motor roket. Dimana pun posisi titik berat roket, asal masih berada
di dalam badan roket, statik margin stabilitasnya masih bernilai positif,
berarti roket ini dalam keadaan sangat stabil. Sehingga dapat dijamin
keamanan arah terbangnya pada saat peluncuran roket.
4.4. Uji Terbang
Uji terbang roket RUM70/100-LPN dilakukan terlebih dahulu dengan
memperhitungkan trayektori terbang roket, agar segera diketahui perkiraan
lintasan terbangnya, serta untuk mengantisipasi keamanan arah jatuhnya
113
114
115
116
117
118
Bab 5
PENUTUP
Disain konfigurasi roket padat merupakan kegiatan lintas keahlian,
dan bisa bersifat kompromi kepentingan di antara keahlian tersebut, untuk
mendapatkan hasil yang baik, demi tercapainya misi roket. Roket
RUM70/100-LPN yang merupakan hasil litbang LAPAN telah
dimanfaatkan menjadi wahana pelontar muatan karya rancang bangun tim
peserta Kompetisi Muatan dan Roket Indonesia Tingkat Perguruan Tinggi,
Komurindo, sejak 2009.
Struktur roket yang terbuat dari bahan PVC, komposit karbon epoxy,
dan pelat alumunium ini, mempunyai kekuatan yang memadai, dan
mempunyai statibilatas terbang yang baik, sehingga mengalami
keberhasilan yang baik pula dalam mencapai misi roket tersebut.
Selanjutnya tidak menutup kemungkinan roket RUM70/100-LPN ini
dapat dimanfaatkan untuk kepentingan yang lain, misalnya sebagai
pelontar lampu suar. Oleh sebab itu, dengan melihat potensinya yang masih
bisa dikembangkan, maka perlu dilakukan litbang lanjutan untuk
penyempurnaan keandalan roket tersebut, baik mengenai pemanfaatannya,
penelitian maupun perekayasaannya.
119
DAFTAR PUSTAKA
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
Atik Bintoro, 2009, Sistem Uji Validasi Hasil Riset dan Rekayasa
Roket Padat , Massma si Kumbang, Jakarta
Frederick S. Billig, 1995, Tactical Missile Design Concepts,
Tactical Missile Propulsion, AIAA, Virginia
S. S. Chin, 1961, Missile Configuration Desain, McGraw Hill Book
Company, New York
Karl T. Ulrich, Steven D. Eppinger, 2001, Perancangan dan
Pengembangan Produk, penerjemah : Nora Azmi dan Iveline Anne
Marie, Penerbit Salemba Teknika, Jakarta
Errya Satrya, 2007, Prediksi Awal untuk Menentukan Stabilitas
Roket Seri RX-150 LPN, buku Energi, Wahana dan Muatan
Antariksa, Massma Sikumbang, PT, Jakarta
James Barrowman, Calculating The center of pressure of a Model
Rocket, Technical Information Report 33, Century Engineering
Company, Arizona
Holowenko AR, 1993, Dinamika Permesinan, Penerbit Erlangga,
Jakarta
Lewis H. Abraham, 1962, Structural Design of Missiles and
Spacecraft, McGraw-Hill Book Company, Inc, New York
Atik Bintoro, 2008, Uji Validasi Hasil Rancang Bangun Model
Struktur Tabung Motor Roket RUM, Prosiding Seminar Nasional
Iptek Dirgantara XII-2008 ( Siptekgan ), November 2008, Hlm.
710 - 714, Jakarta
Atik Bintoro, Ahmad Indra Siswantara, 2001, Prediksi Analitis
Tebal Tabung Motor Roket Tingkat Satu RX 250/150-LPN Dalam
Kondisi Satik, Proceeding The 4th Quality in Research Seminar, 2223 August 2001, ISSN 1411-1284 Fakultas teknik universitas
Indonesia, Depok
Holman J.P., 1981, Heat Transfer, McGraw-Hill Book, Inc. New
York.
120
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
121
23.
24.
25.
26.
122
KONVERSI SATUAN
No
Besaran
fisis
Simbol
Konversi Satuan
1.
Panjang
1 m = 3,2808 ft
1 ft = 12 in
1 in = 2,54 cm
1 = 10-6 m
1 mil = 1,60934 km
2.
Luas
1 m2 = 10,7639 ft2
3.
Volume
1 m3 = 35,3134 ft3
4.
Gaya
1 N = 0,2248 lbf
1 N = 105 dyn
5.
Massa
1 kg = 2,20462 lbm
1 slug = 32,16 lbm
1 lbm = 454 g
6.
Tekanan
7.
Energi
1 kJ = 0,94783 Btu
1 erg = 10-7 J
1 cal (15oC ) = 4,1855 J
123
8.
Aliran
kalor
1 W = 3,4121 Btu / h
9.
Daya
1 hp = 745,7 W
1 Btu / h = 0,293 W
10.
Densiti
INDEKS
124
guling, 19
hemisperik, 18
hidung roket, 7,13,16,18,19,
28,31,60,96,99,107
Igniter, 7
individu, 2
karakteristik,1,2,8,15,17,20,
23,24,27,28,36,41,62,93,
karbon epoksi, 106
kecepatan sudut, 50,51,58,83
kecepatan udara, 12,22,
kendali dan control, 2
kendali taktis, 1
kerucut, 7,13,14-18,60,
kinematika, 2
kinerja, 2,3,29,30,41,52,62,
kompetitor, 3
komponen roket,1,2,7,9, 13,
18,19,33,59,93,
Komposit, 94,97,106,107,112
kompromi, 1
komurindo, 97,98,108,112
konfigurasi, 1,11,15,48,55, 72,
97,99,100,112
laju pembakaran, 8,9
lampu suar, 112
LAPAN, 5,10,96,107,108,112
laut,1
leading edge,24
lintas kehalian, 1,112
loadcell, 104,
125
ruang bakar, 7
selongsong, 7,19,
sirkuit kendali, 2
sistem propulsi, 8,29
spesifik impul, 44
stakeholder, 3,
struktur sirip, 19,59,77,81,99
stsbilitas terbang, 19,32,96,
107,108,
subsonik, 11,13,20,23,26,28,
supersonik, 11,31,90,
tabung bertekanan, 62,65,66
tegangan struktur, 59,60-62,
76-78,101,102
tegangan termal, 48,62,72,
75,76,82,102,103
tekanan dalam, 61-65,105
termodinamika, 2,15
titanium, 90, 91
total impuls, 44
transportasi, 2
trayektori, 29,35-39,45,107
udara, 1,7,8,11,15,19,25,35,
59,74,96,97,102,
uji statik, 103,105,
uji terbang,107,108,111
wahana, 7,11,108,112
roket Javelin, 33
roket padat, 2,3,5,48,61,112
roket pendorong, 1
roket RUM70/100-LPN, 96,97,
99,100,102-104, 106-108
roket sonda,1
126
Tentang Penulis
Disain Konfigurasi Roket Padat
Analisis Struktur Roket RUM70/100 LPN
Ir. ATIK BINTORO, MT., biasa dipanggil pak
Atek, lahir tahun 1964 di desa Jajag, Kab.
Banyuwangi - Jawa Timur. Mengawali sekolah
di Madrasah Ibtidaiyah - Jajag sampai dengan
kelas dua. Kemudian pindah ke SDN Jajag II
lulus tahun 1976, meneruskan ke SMPN
Benculuk lulus tahun 1980, SMAN Genteng
lulus tahun 1983.
Kuliah di Universitas Brawijaya Malang jurusan Teknik Mesin lulus tahun
1989. Pada tahun 1990 mulai bekerja sebagai peneliti di Lembaga
Penerbangan dan Antariksa Nasional - LAPAN. Tahun 2000 mendapatkan
beasiswa dari LAPAN untuk meneruskan kuliah pada Program Pasca
Sarjana Bidang Ilmu Teknik di Universitas Indonesia. Tahun 2002 lulus
Cum Laude sebagai Magister Teknik Mesin. Beberapa karya ilmiah bidang
penelitian disain roket, misil dan satelit telah dipublikasikan di majalah
ilmiah, jurnal maupun prosiding seminar. Pernah menjadi Ketua Panitia
Seminar Nasional Iptek Dirgantara (Siptekgan 2002), Di samping itu, di
bidang pendidikan pernah menjadi dosen di Jurusan Mesin - Fakultas
Teknik, Universitas Muhammadiyah, Jakarta, dan di Fakultas Teknologi
Industri - Universitas Mercu Buana, Jakarta.
Sejak tahun 2003 sampai dengan 2011, dipercaya pimpinan LAPAN
menjadi Pejabat Struktural Eselon III, sebagai Kepala Instalasi Validasi dan
Sertifikasi di Pusat Teknologi Dirgantara Terapan, Deputi Bidang Teknologi
Dirgantara. Pada tahun 2013, aktif bertugas di LAPAN menjadi : Peneliti
Madya IV/c di Pusat Teknologi Penerbangan, anggota Tim Penilai Peneliti
Instansi (TP2I), Ketua Tim Teknis Kompetisi Muatan dan Roket Indonesia
Tingkat Perguruan Tinggi (Komurindo 2013), dan anggota dewan redaksi
Jurnal Teknologi Dirgantara.
DISAIN KONFIGURASI
ROKET
PADAT
Analisis Struktur Roket
RUM70/100 - LPN
ATIK BINTORO
128
Editor : - Sutrisno
- Gunawan Prabowo
129