Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
yang akan bertugas di Jepang atau memilih untuk masuk ke dalam kelompok yang akan
ditugaskan di gugus selatan Negara Indonesia. Setelah di pikir-pikir bahwa sudah 11 tahun ia
tidak jumpa dengan orang tuanya di Sulawesi Selatan, akhirnya dengan tegas ia memutuskan
untuk ikut satuan yang akan bertugas di gugus selatan Indonesia, dengan harapan ia bisa
bersatu kembali bersama orang tuanya di Makassar.
Pada tanggal 19 Januari 1946 kelompoknya mendarat di daratan pulau Jawa (Jakarta), waktu
itu Andi Azis menjabat sebagai komandan regu, dan kemudian di tugaskan di Cilinding. Pada
tahun 1947-an ia mendapatkan kesempatan libur/cuti panjang ke Makassar dan mengakhiri
dinas militer. Setelah Andi Azis tahu bahwa dia mendapatkan cuti panjang, maka ia segera
kembali lagi ke Jakarta dan mengikuti pendidikan kepolisian di Menteng Pulo. Pada
pertengahan tahun 1947, ia dipanggil lagi untuk masuk ke dalam satuan KNIL dan diberi
jabatan/pangkat Letnan Dua.
Selanjutnya Andi Azis diangkat sebagai Ajudan Senior Sukowati (Presiden NIT), dan setelah
hampir satu setengah tahun ia menjabat sebagai Ajudan, kemudian ia ditugaskan menjadi
seorang instruktur pasukan SSOP di Bandung-Cimahi pada tahun 1948. Setelah itu, ia dikirim
lagi ke Makasar dan diangkat sebagai Komandan kompi dengan pangkat Letnan Satu dan 125
anak buahnya (KNIL) yang sudah berpengalaman dan kemudian masuk ke TNI (Tentara
Nasional Indonesia). Di dalam barisan TNI (APRIS) kemudian Andi Azis dinaikkan
pangkatnya menjadi seorang kapten dan tetap memegang kendali kompi yang dipimpinnya.
Kompi tersebut tidak banyak mengalami perubahan anggotanya.
Anggota kompi yang dipimpinya itu bukanlah anggota sembarangan, mereka memiliki
kemampuan tempur di atas standar pasukan regular TNI dan Belanda. Pada saat itu di daerah
Bandung-Cimahi terdapat banyak prajurit Belanda yang sedang dilatih untuk persiapan agresi
militer Belanda II. Di tempat tersebut ada dua macam pasukan khusus Belanda yang sedang
dilatih. Di antara pasukan khusus itu adalah pasukan komando (Baret Hijau) dan pasukan
penerjun (Baret Merah). Sesuai dengan pengalamannya di front Eropa, kemungkinana Andi
Azis melatih para pasukan Komando tersebut dengan kemampuan yang di milikinya.
1. Lata Belakang Pemberontakan Andi Azis
Pemberontakan di bawah naungan Andi Azis ini terjadi di Makassar yang diawali dengan
adanya konflik di Sulawesi Selatan pada bulan April 1950. Kekacauan yang berlangsung di
Makassar ini terjadi karena adanya demonstrasi dari kelompok masyarakat yang anti federal,
mereka mendesak NIT supaya segera menggabungkan diri dengan RI. Sementara itu di sisi
lain terjadi sebuah konflik dari kelompok yang mendukung terbentuknya Negara Federal.
Keadaan tersebut menyebabkan terjadinya kegaduhan dan ketegangan di masyarakat.
Untuk menjaga keamanan di lingkungan masyarakat, maka pada tanggal 5 April 1950
pemerintah mengutus pasukan TNI sebanyak satu Batalion dari Jawa untuk mengamankan
daerah tersebut. Namun kedatangan TNI ke daerah tersebut dinilai mengancam kedudukan
kelompok masyaraat pro-federal. Selanjutnya para kelompok masyarakat pro-federal ini
bergabung dan membentuk sebuah pasukan Pasukan Bebas di bawah komando kapten Andi
Azis. Ia menganggap bahwa masalah keamanan di Sulawesi Selatan menjadi tanggung
jawabnya.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa lata belakang pemberontakan Andi Azis adalah :
dan Mayor Jendral Scheffelaar dari pihak KL-KNIL. Hasil perundingan kedua belah
pihakpun setuju untuk menghentikan baku tembak yang menyebabkan terjadinya kegaduhan
di daerah Makassar tersebut, dan dalam waktu dua hari pasukan KNIL harus meninggalkan
Makassar.
4. Meninggalnya Kapten Andi Azis
Pada tanggal 30 Januari 1984 seluruh keluarga dari Andi Azis diselimuti oleh duka yang
mendalam karena kepergian sang Kapten, Andi Abdoel Azis. Di usianya yang sudah
menginjak 61 Tahun, ia meninggal di Rumah Sakit Husada Jakarta karena serangan jantung
yang dideritanya. Andi Azis meninggalkan seorang Istri dan jenasahnya diterbangkan dari
Jakarta Ke Sulawesi Selatan, lalu dimakamkan di pemakaman keluarga Andi Djuanna Daeng
Maliungan yang bertempat di desa Tuwung, Kabupaten Barru, Sulawesi Selatan. Dalam
suasana duka, mantan Presiden RI, BJ. Habibie beserta istrinya Hasri Ainun, mantan Wakil
Presiden RI, Try Sutrisno dan para anggota perwira TNI turut berduka cita dan hadir dalam
acara pemakaman Andi Azis.
5. Hikmah di Balik Pemberontakan Andi Azis
Kapten Andi Abdoel Azis, ia adalah seorang pemberontak yang tidak pernah menyakiti dan
membunuh orang untuk kepentingan pribadinya. Ia hanyalah korban propaganda dari
Belanda, karena kebutaannya terhadap dunia politik. Andi Azis adalah seorang militer sejati
yang mencoba untuk mempertahankan kesatuan Negara Republik Indonesia pada masa itu,
dan dalam kesehariannya, seorang Andi Azis cukup dipandang dan dihargai oleh masyarakat
suku Bugis Makassar yang bertempat tinggal di Tanjung Priok, Jakarta. Disanalah Andi Azis
diakui sebagai salah satu sesepuh yang selalu dimintai nasehat oleh para penduduk tentang
bagaimana cara menjadikan suku Bugis Makassar supaya tetap dalam keadaan rukun dan
sejahtera.
Andi Azis dikenal juga sebagai orang yang murah hati dan suka menolong. Ia selalu berpesan
kepada anak-anak angkatnya bahwa Siapapun boleh dibawa masuk ke dalam rumahnya
kecuali 3 jenis manusia yaitu pemabuk, penjudi, dan pemain perempuan.
Seorang Andi Azis patut kita jadikan sebagai bahan pembelajaran bahwa kita selama hidup di
dunia ini jangan terlalu percaya sama apa yang orang lain katakan, percayalah kepada hati
nurani, jangan terlalu percaya sama orang lain karena orang itu belum tentu bisa mengajak
kita ke jalan yang benar dan mungkin malah mengajak kita untuk berbuat salah. Maka dari
itu, alangkah lebih baiknya kita harus berwaspada dan berhati-hati dalam mempercayai orang
lain.
Ia tidak menyetujui kebijaksanaan pemerintahan presiden Soekarno pada
masanya, sehingga balik menentang pemerintah pusat dengan mengangkat
senjata. Ia dinyatakan pemerintah pusat sebagai pembangkan dan pemberontak.