Вы находитесь на странице: 1из 19

Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan ITB

Model Pengaturan Alur Pelayaran Barat Surabaya (APBS) Dalam


Upaya Penataan Kawasan Alur Pelayaran dan Wilayah Labuh
Jangkar
Irwan Dharmawan
(2)
Syabri

(1)

Ibnu

(1)

Program Magister Perencanaan Wilayah dan Kota, Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan Pengembangan
Kebijakan (SAPPK), ITB.
(2)
Kelompok Keahlian Sistem Infrastruktur Wilayah Dan Kota, Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan
Pengembangan Kebijakan
(SAPPK), ITB.

Abstra
k
Peningkatan intensitas lalu lintas yang terjadi di perairan selat Madura, khususnya Alur
Pelayaran Barat Surabaya (APBS) selama kurun waktu 2004-2012 telah menimbulkan
banyak masalah, antara lain: waktu delay, keselamatan dan inefisiensi. Keterbatasan
APBS meliputi kedalaman yang dangkal dan lebar yang sempit, serta hambatan lain
berupa kerangka kapal yang berada di alur, gelaran pipa dan kabel bawah laut
menyebabkan potensi kecelakaan yang cukup tinggi dan terhambatnya lalu lintas kapal
di perairan tersebut. Fokus penelitian ini adalah menemukan konsepsi pengaturan APBS
dalam upaya penataan kawasan labuh jangkar guna memperlancar arus lalu lintas kapal
dan meningkatkan keselamatan di perairan tersebut dengan pendekatan simulasi
menggunakan ARENA. Hasil dari penelitian ini adalah model APBS yang dituangkan
dalam penentuan zonasi peruntukan penggunaan perairan di sekitar APBS dan skenario
model pengelolaan APBS yang dapat mengurangi waktu tunggu kapal. Parameterparameter skenario yang dipakai dalam model diharapkan dapat dipakai dalam
pertimbangan kebijakan perencanaan tata ruang laut.
Kata kunci: alur pelayaran, lalu lintas kapal, penataan, waktu tunggu, APBS, simulasi,
tata ruang laut

Pendahulua
n
Alur Pelayaran Barat Surabaya terletak di
bagian barat Selat Madura memiliki peran
yang
sangat
penting
terhadap
perekonomian provinsi Jawa Timur.
Alur
pelayaran ini
menghubungkan pelabuhan Tanjung Perak
dengan pelabuhan lainnya. Pelabuhan
Tanjung Perak merupakan pelabuhan
transhipment bagi wilayah Indonesia
Bagian
Timur
untuk
kegiatan
perdagangan,
baik
perdagangan
internasional maupun domestik. Seiring
dengan pertumbuhan barang
dan kunjungan kapal
yang
cukup signifkan,
menyebabkan
intensitas lalu lintas di perairan ini menjadi

padat
dengan
bertambahnya
waktu
tunggu
kapal
yang akan masuk
maupun mendapat layanan di
pelabuhan. Keterbatasan kondisi alur
pelayaran APBS yang sempit dan dangkal
disertai dengan banyaknya hambatan
lalu lintas kapal, sehingga
berpotensi
menciptakan
delay,
kecelakaan dan inefsiensi.

Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota B SAPPK V4N3 | 31

Tinjauan
Literatur
Penataan Ruang
Planning/ MSP)

Laut

(Marine Spatial

Penataan ruang laut merupakan cara


praktis dalam
menciptakan
dan
membangun pengaturan yang
lebih
rasional
dalam
penggunaan ruang laut dan interaksi
antara penggunaannya, untuk
menyeimbangkan tuntutan
kebutuhan
pembangunan
dalam melindungi ekosistem laut,
dan untuk mencapai tujuan sosial dan
ekonomi dengan cara yang terbuka dan
terencana (Ehler & Douvere, 2009). MSP
yang terintegrasi melibatkan semua sektor
yang
memiliki
kepentingan
terhadap pemanfaatan laut.
Zona

fungsional laut (MFZ)


menuntut perlindungan
proses
pembangunan
dan
pengembangan melalui zonasi ilmiah,
akurat, keseimbangan yang
terintegrasi,
distribusi sumber
daya laut yang rasional, koordinasi antar

32 | Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota B SAPPK V4N3

Irwan Dharmawan

sektor

yang
memanfaatkan
laut, mengoptimalkan distribusi
pembangunan
laut dan meningkatkan
pemanfaatan sumber daya alam yang
direncanakan, penggunaan laut yang
intensif berdasarkan pada ketentuan
ekologi, ilmiah
dan
hukum,
untuk
menjaga
kestabilan dan percepatan
pembangunan ekonomi pesisir serta
harmoni sosial (Qiulin, 2012).

efisien dan selamat (PM Nomor 68 Tahun


2011). Untuk mendukung kelancaran
pelayaran,
wilayah
labuh
jangkar
diperuntukkan sebagai wilayah tunggu
kapal yang akan sandar di pelabuhan
untuk
mendapatkan
layanan
bongkar/muat.

Dalam RZWP3K Provinsi Jawa Timur, fungsi


laut dikategorikan dalam
kawasan
pemanfaatan umum (KPU) dan kawasan
konservasi (KK). KPU dalam APBS terdiri
atas perikanan, energi dan pertambangan,
transportasi (alur pelayaran), prasarana
umum (pelabuhan),
pertahanan dan
keamanan,
industri,
dan
pariwisata.
Sedangkan kawasan konservasi seperti
hutan bakau dan konservasi terumbu
karang.

Pendekatan-pendekatan dalam
melakukan analisis lalu lintas
transportasi
laut
dilakukan
dengan
persamaan diferensial
berdasarkan batasan olah gerak
kapal (Sariz et al., 1999). (Frima, 2004;
Kse et al. (2003)) melakukan suatu
pendekatan berbeda, yaitu menganalisis
lalu lintas kapal dengan metode simulasi
kejadian diskrit.

Simulasi Lalu Lintas


Kapal

Dalam artikel ini, metode yang digunakan


adalah metode kedua. Simulasi kejadian
diskrit (discrete event analysis), yaitu
pemodelan sistem yang berubah sesuai
waktu melalui kejadian dimana status
variabel berubah secara langsung pada
titik terpisah dalam waktu. Titik terpisah
dalam waktu adalah keadaan dimana
suatu
kejadian
terjadi.
Kejadian
didefinisikan sebagai kejadian langsung
yang dapat mengubah status sistem.
Meskipun simulasi kejadian diskrit
dapat dilakukan secara manual,
jumlah data yang harus disimpan dan
dimanipulasi
dalam
dunia
nyata
mengharuskan penggunaan komputer.
Secara sederhana, model alur proses
layanan
kapal
di alur
pelayaran
diilustrasikan dalam Gambar 1.

Alur Pelayaran dan Wilayah Labuh


Jangkar
Alur
pelayaran
merupakan
wilayah
perairan aman dimana kapal melakukan
pergerakan mulai dari menyusuri pantai
hingga mendekati pelabuhan dan berada
dalam wilayah terbatas dengan selamat
(Ristianto,
2013;
Triatmodjo,
2009).
Sebagaimana
pengelolaan
jalan
(Putra & Suyanto),
pengelolaan alur pelayaran merupakan
serangkaian upaya dalam
memanfaatkan
semaksimal
mungkin sistem navigasi yang ada yang
dapat menampung sebanyak mungkin
olah gerak kapal dan memperhatikan
keterbatasan lingkungan (Putranto, 2011).
Tujuan pengelolaan alur pelayaran adalah
untuk
menyelenggarakan
sistem
transportasi laut yang aman, nyaman,
Kedatangan
Kapal

Pemindahan
Muatan

Bangkitan
Perjalanan

Ya

Inbound Tidal
Regulation

Tidak

Pemindahan
Muatan

Tidak
Keluar
Kapal
keluar

Tidak
Menunggu
Air Pasang
untuk Masuk
Terminal

Ketersediaan Ya
Terminal
setelah menunggu air
pasang

Ya

Reservasi
Terminal

Model pengaturan Alur Pelayaran Barat Surabaya


Labuh
Jangkar
Kedatangan
kapal setelah

ter
mi
nal
ter
se

dia

Operasional
Terminal

Ya
Tidak

Outbound Tidal
Regulation

Tidak

Terminal
Lain

Prosedur

Ya

Navigasi

Gambar 1. Alur Proses Kapal Memasuki Alur Pelayaran dan Pelabuhan

Tabel 1. Tahapan Pembangunan Model Simulasi APBS


NO TAHAPAN
PERTANYAAN
1 Batasan
Apa yang menjadi cakupan
penelitian?
Bagaimana lalu lintas pelayaran di
2 Perilaku
lalu lintas
wilayah studi dan dengan aturan
3 Analisis
Berapa banyak kapal dengan
lalu lintas
jenis dan ukuran apa yang
menuju lokasi tujuan
4 Implementa Bagaimana aliran lalu lintas dapat
si
disimulasikan dengan baik
5 Analisis
Apakah model menghasilkan output
model
yang
dapat diterima?
6 Studi
Kepadatan
apa yang terjadi dengan
kapasitas
intensitas lalu lintas tertentu

Metode
Penelitian
Terdapat tiga pendekatan penelitian yang
digunakan yaitu pendekatan
kuantitatif,
kualitatif
dan
simulasi.
Metode
pengumpulan data
dengan observasi. Adapun metode analisis
data yang digunakan antara lain deskriptif
eksplanatori,
statistik
deskriptif,
analisis kapasitas
(Salminen, 2013) dan
analisis kelayakan fnansial (Wibowo &
Kochendrfer,
2005)
.
Pendekatan simulasi (Altiok & Melamed,
2010) dilakukan untuk mempelajari dan
mengidentifikasi
faktor-faktor
yang
mempengaruhi lama waktu tunggu kapal,
dimana
faktor-faktor
tersebut merupakan
variabel/
parameter input
yang
digunakan
dalam
simulasi.
Adapun
tahap
dalam
pembangunan
model
simulasi dapat dilihat pada Tabel 1.
Teknik analisis
yang digunakan pada
tahapan
1 adalah analisis deskriptif
eksplanatori dan analisis kuantitatif. GIS
digunakan sebagai alat bantu dalam
menganalisis zona
fungsi
laut
di
perairan
APBS,
yaitu
dalam
mengidentifkasi potensi konflik yang
mungkin
terjadi di
perairan

PENJELASA
N
Menjelaskan alur pelayaran
yang akan
diteliti dan disimulasikan
Pengumpulan aturan navigasi,
pengaruh cuaca dan parameter
Menjelaskan perbedaan rute,
pelabuhan dan alur yang digunakan
kapal dengan ukuran
Membuat model dengan hasil dari
langkah 1,
2 dan 3
Menginterpretasikan
dan mempelajari
hasil yang
dibuat oleh model
dapatyang
di validasi
dan
Mempelajari
model
dibuat
dalam
memperkirakan intensitas lalu lintas

APBS,
serta mengidentifikasi zona aman
yang dapat digunakan sebagai kawasan
alur pelayaran dan wilayah labuh jangkar.
Analisis lebih
lanjut adalah
untuk mengetahui daya dukung
alur pelayaran dan wilayah labuh jangkar
dalam
melayani
lalu
lintas
kapal,
seperti spesifkasi
kapal
yang dapat
memasuki
APBS,
sehingga aturan-aturan yang berlaku
dapat ditentukan dalam tahapan ini.

Selanjutnya,
menganalisis
tingkat
kepadatan lalu lintas yang terjadi di APBS
seperti pola kedatangan kapal, jumlah
pergerakan kapal, rute dan kecepatan
kapal yang melintas, sehingga aturanaturan lalu lintas di APBS dapat ditetapkan
dalam model simulasi.
Tahapan selanjutnya adalah membangun
model simulasi dari parameter-parameter
yang telah diperoleh serta menyusun
skenario yang digunakan dalam model.
Model simulasi yang telah divalidasi dan
diverifikasi,
kemudian
diproyeksikan
melalui simulasi untuk mempelajari faktorfaktor yang berpengaruh
secara
signifkan terhadap
pengurangan
lama
waktu
tunggu.
Berdasarkan hasil simulasi, kelayakan
terhadap skenarioyang
dilakukan melalui analisis pengaruh waktu
tunggu terhadap biaya sewa kapal dan
analisis
kelayakan
finansial
dalam
merencanakan
investasi
yang
akan
dikeluarkan pada masing-masing skenario.
Skenario yang mampu menurunkan lama
waktu tunggu terbanyak,
waktu
berlayar paling
singkat,
penghematan biaya sewa kapal terbesar
akibat waktu tunggu, dan nilai manfaat
terbesar dalam investasi. Selain itu, studi
kapasitas digunakan untuk mengindikasi
kapan terjadinya puncak kepadatan lalu
lintas di APBS dengan skenario pengaturan
yang dilakukan.
Analisis
Diskusi

dan

Zona Fungsional
APBS

Laut

Kawasan alur pelayaran dan wilayah labuh


jangkar di perairan
APBS
berpotensi
konflik terhadap sektor

perikanan, pertambangan dan energi, dan


militer.
Kawasan
alur
pelayaran
dihadapkan
dengan
zona
perikanan
tangkap yang bersinggungan dengan alur
pelayaran. Hal ini dapat menimbulkan
konflik gangguan kelancaran lalu lintas
kapal. Potensi masalah juga terjadi pada
sektor pertambangan dan energi, dimana
terdapat gelaran kabel dan pipa melintang
dan memotong alur pelayaran, sehingga
berpotensi terhadap musibah/kecelakaan,
terutama sekitar Karang Jamuang dan
wilayah
perairan
pelabuhan
Gresik.
Sedangkan potensi masalah yang mungkin
ditimbulkan dengan sektor militer adalah
wilayah perairan APBS yang kerap
digunakan untuk latihan militer, dimana
pada wilayah Sembilangan merupakan
lokasi peluncuran roket dalam latihan TNIAL, selain itu perairan APBS masih banyak
terdapat bom laut/ranjau yang sewaktuwaktu
dapat
menimbulkan
ledakan,
terutama di wilayah perairan pelabuhan
Tanjung Perak.
Kawasan alur pelayaran APBS merupakan
alur sempit dan dangkal, terutama di
sekitar buoy no. 2 s/d 7, sehingga alur ini
hanya mampu melayani kapal yang

memiliki draft 6,95 m atau maksimum 8,85


m dengan syarat pada kondisi air laut
pasang. Lamanya waktu pasang rata-rata
adalah
10
jam.
Kecepatan
kapal
maksimum pada zona ini 4-6 knot.
Wilayah labuh jangkar yang ada saat ini
terletak di 2 (dua) lokasi, outer channel
dan inner channel. Wilayah labuh jangkar
inner channel digunakan untuk menunggu
ketersediaan
terminal
untuk
proses
bongkar/muat di pelabuhan. Selain itu
digunakan juga untuk menunggu waktu
pasang bagi kapal-kapal yang terkena
aturan pasang surut. Letaknya yang tidak
beraturan dan berada tepat di alur
pelayaran, wilayah labuh jangkar inner
channel berpotensi menimbulkan kongesti
dan tubrukan, sehingga perlu dilakukan
penataan. Wilayah labuh jangkar outer
channel merupakan
wilayah
labuh
jangkar
yang
digunakan
apabila
ketersediaan terminal dan wilayah labuh
jangkar di inner channel tidak terpenuhi.
Selain itu, wilayah labuh jangkar ini
digunakan untuk menunggu waktu air laut
pasang bagi kapal-kapal yang terkena
aturan pasang surut.

Gambar 2. Zona Fungsional Laut di Perairan APBS

Irwan Dharmawan

Simulasi
APBS

yang

Pada umumnya, model simulasi alur


pelayaran
menggunakan
sekumpulan
parameter, seperti pada Gambar 3.
Sekumpulan parameter yang digunakan
dalam model, merupakan parameter yang
didapat dari hasil analisis zona fungsi laut,
analisis tingkat kepadatan lalu lintas kapal,
dan
data-data
sekunder
pendukung
lainnya seperti data pasang surut air
laut, kecepatan angin, data kecelakaan
kapal,
data
kunjungan
kapal dan
sebagainya. Dalam model simulasi APBS
pada
penelitian
ini,
tidak
semua
parameter
dijadikan
input
simulasi.
Parameter-parameter
yang
digunakan
dalam simulasi APBS dapat dilihat pada
gambar 3.
1.
Alur
a. Rute: lalu lintas yang diterapkan
dalam sistem adalah lalu lintas dua
arah, yaitu arah utara (laut jawa)
dan selatan (selat madura) dengan
panjang alur 50,8 km.
b. Terminal: terminal dalam model
dibagi berdasarkan jenis kargo dan
ukuran kapal

dilayani

(Setiantoro,

2014).

Satu terminal dapat melayani 2


(dua) jenis ukuran kapal. Terminal
yang dimodelkan dalam simulasi
antara lain :
1) Pelabuhan
Tanjung
Perak
(Surabaya):
Terminal Petikemas 1 dan 2,
Terminal Curah Kering 1 dan 2,
terminal Curah Cair 1 dan 2,
Terminal General Cargo 1 dan 2,
Terminal
Penumpang
1,
dan
Terminal Lainnya;
2) PelabuhanGresik: Terminal
Curah Kering
3,
Terminal
Curah
Cair
3,
Terminal General Cargo 3 dan
Terminal Penumpang 2.
Waktu
layanan
masing-masing
terminal
diasumsikan
berdasarkan
standar produktivitas
kinerja bongkar/muat di masingmasing
terminal,
sebagaimana
disajikan dalam Tabel 2.
c.
Kondisi
cuaca:
tidak
adanya
informasi penutupan alur akibat
cuaca, sehingga dalam penelitian
ini, kondisi cuaca tidak dimodelkan.

Gambar 3. Parameter Sistem Simulasi Alur


Pelayaran
Sumber: Mavrakis dan Kontinakis
(2007)
Tabel 2. Standar Produktivitas Bongkar Muat Pelabuhan Tanjung Perak
dan Gresik
Pelabuhan

Terminal

Standar waktu bongkar muat

Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota B SAPPK V4N3 | 35

Model pengaturan Alur Pelayaran Barat Surabaya

Tanjung Perak
General Cargo 2
Tanjung Perak
General Gargo 1
Gresi
General Cargo 3
k
Tanjung Perak
/ Gresik
Curah Cair
Tanjung Perak/Gresik
Curah Kering 1
Tanjung Perak
Curah Kering 2
Tanjung Perak
Petikemas 1
Tanjung Perak
Petikemas 2
Sumber: SK Dirjen UM. 002/38/18/DJPL-11

36 | Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota B SAPPK V4N3

25 30 ton/gang/jam
30 ton/gang/jam
25 30 ton/gam/jam
100
ton/jam
100
ton/jam
30 40
ton/gang/jam
25 box/crane/jam
10 - 18 box/crane/jam

d.

Probabilitas
kecelakaan
kapal:
minimnya
informasi
terhadap
kejadian kapal yang menyebabkan
alur pelayaran ditutup, sehingga
parameter
probabilitas kecelakaan
tidak dimodelkan.
2. Karakter fisik: sekumpulan aturan
dibuat khusus pada setiap section alur.
Aturan
ini
berdasarkan
data
kedalaman, lebar, pasang surut serta
hambatan-hambatan lalu lintas seperti
kerangka kapal, gelaran pipa dan
kabel
yang
berdampak
langsung
dengan kecepatan kapal.
3. Antrian Kapal
a. Jumlah antrian: satu antrian untuk
setiap kapal pada setiap arah.
b. Skema urutan: prioritas urutan
kapal
berdasarkan
kapal
yang
pertama datang (first come first
service). Selain itu jenis kapal
penumpang dan
petikemas
mendapatkan
prioritas lebih utama.
4. Regulasi:
a. Ketersediaan alur: layanan alur
tersedia untuk
24
jam/hari,
namun
kapal diberlakukan aturan
transit di wilayah tunggu apabila
semua
kapasitas
terminal
dan
wilayah tunggu 1 dan 2 penuh.
b. Trafk searah: kapal yang
memasuki alur,
dikenakan aturan terhadap jarak
aman antar kapal. Jarak antar kapal
dihitung
berdasarkan
kecepatan
rata-rata kapal 6 knot untuk 1 km
adalah 5 menit, sehingga jarak aman
antar dalam model dihitung sebagai
delay selama 6 menit (Frima,
2004)
.
c. Trafk berlawanan: dalam model
ini diasumsikan
tidak ada
kapal yang membawa
muatan berbahaya. Traffk dua arah
tidak akan terjadi jika ada kapal
bermuatan
berbahaya
memiliki
panjang lebih dari 80 meter (Kse
dkk., 2003).

d.

Aturan transit: kapal diberlakukan


aturan transit di WA
1,
jika
semua
utilitas terminal, WA2 dan
WA2 penuh. Selain itu, aturan
pasang surut air laut diberlakukan
kepada kapal yang memiliki sarat
kapal (draft) lebih besar dari 8
meter (ukuran kapal L dan XL).
Aturan transit di WA 2 berlaku jika
utilitas terminal di pelabuhan Gresik
penuh
dan
WA3
jika
utilitas
terminal pelabuhan Surabaya penuh.

5.

Trafic:
Sistem simulasi menggunakan data
histori lalu lintas kapal yang masuk
pelabuhan
Tanjung
Perak
dan
pelabuhan Gresik. Data kapal dibagi
berdasarkan kategori jenis dan dimensi
kapal, sehingga masing-masing
kapal dibedakan berdasarkan
dimensi panjang dan draft kapal
menjadi ukuran S, M, L dan XL.
Distribusi
kemungkinan
tingkat
kedatangan kapal dapat dilihat pada
gambar Gambar 3. Kapal dengan
ukuran
dibawah
500
GT
tidak
disimulasikan dalam model ini.
6.
Skenario:
Untuk mempelajari model pengaturan
mana yang paling signifkan terhadap
pengurangan
waktu
tunggu,
penghematan terbesar pada biaya
sewa kapal serta nilai investasi yang
paling menguntungkan, maka dalam
simulasi APBS dibuatkan 4 (empat)
skenario seperti dapat dilihat pada tabel
3.
Hasil simulasi menunjukkan bahwa
skenario DO-SOMETHING (skenario 2,
3
dan
4) terbukti
dapat
mengurangi lama
waktu
tunggu,
dimana lama waktu tunggu terendah
dicapai
skenario
4,
sehingga
pengurangan lama
waktu
tunggu
yang
dicapai
pada skenario ini
54,85% dari skenario DO- NOTHING
(skenario 1).
Gambar 4
menunjukkan
waktu
total
(waktu
selama di perairan (turn around time)
dan waktu tunggu kapal (waiting time)
yang dihasilkan simulasi. Hasil simulasi
selengkapnya terhadap
pengaruh pengaturan APBS terhadap
waktu tunggu kapal dapat dilihat pada
Tabel 4.
Studi
Kapasitas
APBS memiliki panjang alur sebesar 52,1
km. Jika diasumsikan lebar alur pada awal
hingga akhir section adalah sama,
sehingga Alur Pelayaran Barat Surabaya

pada kondisi eksisting memiliki 1 lajur 2


arah. Peningkatan kapasitas alur yang
dilakukan
adalah
pelebaran
dan
penambahan
kedalaman
alur
pelayaran.
Dengan
asumsi panjang kapal rata-rata 110,9 m
dan asumsi lebar kapal sebesar 20 m dan
dengan rencana pelebaran alur menjadi
400m, maka lajur yang dimiliki
APBS
adalah 3 lajur. Kapasitas APBS dapat
dilihat pada tabel 5.

Kesimpulan
Rekomendasi

dan

Kesimpul
an
Pembangunan model Alur Pelayaran
Barat Surabaya
membantu
dalam
menganalisis
faktor-faktor
yang
mempengaruhi
penataan

kawasan alur pelayaran dan wilayah


labuh jangkar.
Tingkat
keberhasilan
penataan
kawasan
alur
pelayaran dan labuh jangkar adalah
kelancaran lalu lintas kapal yang
diindikasikan besarnya pengurangan
lama waktu tunggu yang dihasilkan.

Tabel 3. Skenario Model


APBS
PARAMETER
Peningkatan
Kapasitas Alur
Pelayaran

SKENARIO 1
TIDAK
Lebar 100 m,
kedalaman -8,5 mLWS
Terdapat hambatan lalu
lintas

Peningkatan
Kapasitas Wilayah
Labuh Jangkar
Peningkatan
Kapasitas
Pelabuhan

TIDAK
WA1 = 2,8 Nmil2
WA2 = 0,4 Nmil2
WA3 = 0,4 Nmil2
TIDAK

SKENARIO 2
YA
Lebar 300 m,
kedalaman -13 mLWS
(2014)
Lebar 400 m,
kedalaman -14 mLWS
(2020)
Tidak ada hambatan
lalu lintas
YA
WA1 = 10,5 Nmil2
WA2 = 0,7 Nmil2
WA3 = 1,25 Nmil2
TIDAK

SKENARIO 3
TIDAK
Lebar 100 m,
kedalaman -8,5 mLWS
Terdapat hambatan lalu
lintas

TIDAK
WA1 = 2,8 Nmil2
WA2 = 0,4 Nmil2
WA3 = 0,4 Nmil2
YA
Peningkatan Kapasitas
dan Produktivitas
Terminal Petikemas,
peningkatan
produktivitas terminal
curah kering dan
general cargo (2014)
Peningkatan
produktivitas terminal
petikemas dan curah
kering

SKENARIO 4
YA
Lebar 300 m,
kedalaman -13 mLWS
(2014)
Lebar 400 m,
kedalaman -14 mLWS
(2020)
Tidak ada hambatan
lalu lintas
YA
WA1 = 10,5 Nmil2
WA2 = 0,7 Nmil2
WA3 = 1,25 Nmil2
YA
Peningkatan Kapasitas
dan Produktivitas
Terminal Petikemas,
peningkatan
produktivitas terminal
curah kering dan
general cargo (2014)
Peningkatan
produktivitas terminal
petikemas dan curah
kering

Gambar 4. Waktu Total dan Waktu Tunggu pada


Simulasi APBS
Tabel 4. Hasil Simulasi dan Analisis Pengaruh Pengaturan APBS terhadap Waktu
Tunggu Kapal
Hasil
Pengurangan lama waktu tunggu
Pengurangan lama waktu berlayar
Biaya sewa kapal yang mampu
dihemat
(rata-rata per tahun)

Skenario 2
23,82%
2,11
jam juta
US$ 520,5

Skenario 3
37,53%
US$ 835,1 juta

Skenario 4
54,85%
2,11 jam
US$1.116,4 juta

Nilai

investasi yang dikeluarkan


Payback period
NPV
IRR
IP
BCR

Sumber: Hasil analisis

US$ 117,4 juta


7,36 tahun
US$ 1.377,8 juta
23,11%
1,117
12,77

US$ 705 juta


15,95 tahun
US$ 606,7 juta
5,63%
1,245
1,86

US$ 822 juta


11,65 tahun
US$ 2.342,8 juta
11,08%
1,260
3,63

Tabel 5. Kapasitas Alur Pelayaran dan Wilayah Labuh Jangkar

ALUR PELAYARAN
Kapasitas Statis Teori (STw)
Kapasitas Statis Aktual (SAw)
Kapasitas Dinamis Teori (DTw)
Kapasitas Dinamis Aktual (DAw)
WILAYAH LABUH JANGKAR
Karang Jamuang (WA1)
Gresik (WA2)
Surabaya (WA3)

Setelah Penataan dan


Peningkatan
Kapasitas
704,44 kapal/hari
457,89 kapal/hari
1437,64 kapal/hari
934,46 kapal/hari

Eksistin
g
234
kapal/hari
152,1
kapal/hari
405
kapal/hari
263,25
kapal/hari
390,2 kapal/hari
55,9
kapal/hari
32,5

392,2 kapal/hari
56,2 kapal/hari
32,7 kapal/hari

*)

907,5 kapal/hari
*)
130,1 kapal/hari
*)
75,6 kapal/hari

*) jenis kapal dengan jumlah kapal < 150 kapal tidak diperhitungkan

Sumber: hasil analisis


Tabel 6. Utilitas APBS Tahun 2012 dan 2015
2012

2015

100%

100%

65%

65%

Utilitas berdasarkan kapasitas teoritis

Utilitas berdasarkan kapasitas teoritis setelah


40%

Utilitas berdasarkan kapasitas teoritis


kondisi eksisting

26%

Utilitas berdasarkan kapasitas aktual


setelah dilakukan peningkatan kapasitas
alur

22.5%

Utilitas berdasarkan kapasitas aktual

41.8%

26.8%

Utilitas berdasarkan kapasitas aktual


kondisi eksisting
69%
23%

45%

65%

100%

54.6%

65%

84%

100%

Rendah
T inggi

KAPASITAS STATIS

Rendah

T inggi

KAPASITAS STATIS

APBS yang telah ditingkatkan kapasitasnya

Hasil analisis menunjukkan bahwa


APBS diperkirakan tidak dapat
memenuhi semua pergerakan kapal yang
terjadi pada perairan tersebut pada
tahun 2030.
Permasalahan
tersebut bisa diatasi dengan
pengelolaan
pelabuhan
meliputi
pengelolaan alur pelayaran.
Model pengaturan APBS yang dilakukan
dalam penelitian ini terdiri dari pengaturan
APBS itu sendiri dan pengaturan di sisi
terminal (sebagai sistem
pelayanan
dalam sistem antrian kapal). Pengaturan
APBS dilakukan dengan penataan dan
peningkatan kapasitas APBS,
yaitu
menghilangkan/mengurangi
segala
bentuk hambatan
yang mempengaruhi pergerakan kapal
dan menempatkan sarana
bantu
navigasi pelayaran sesuai dengan
kebutuhan, serta manajemen lalu
lintas kapal dengan VTIS (vessel trafic
information
service).

Sedangkan
peningkatan
kapasitas
dilakukan
dengan
cara
pengerukan
untuk
mendapatkan
kedalaman
dan
lebar
alur
yang
direncanakan. Pengaturan di sisi terminal
dilakukan dengan peningkatan kapasitas
pelabuhan
melalui
penambahan
prasarana dan

fasilitas
terminal,
sehingga
terjadi
peningkatan
produktivitas
kinerja
pelabuhan, khususnya pada kegiatan
bongkar/ muat kapal.
Dari hasil simulasi, skenario 4 merupakan
pilihan terbaik
dalam
mengatasi
persoalan kepadatan lalu lintas di APBS.
Melalui skenario 4, biaya yang dapat
dihemat melalui biaya sewa kapal
mencapai US$ 1,12 milyar/tahun. Selain itu
skenario ini dinilai layak untuk dilakukan
investasi.
Berdasarkan
analisis
kapasitas
alur
pelayaran, kapasitas APBS ditinjau dari sifat
dinamis dan statis pemanfaatan
alur
pelayarandalam
melayani
pergerakan kapal. Sifat statis dilakukan
untuk mengetahui kapasitas alur dalam
kondisi kapal tidak bergerak, sedangkan
sifat dinamis dilakukan
pada kondisi
kapal
melakukan
pergerakan,
sehingga kapasitas dalam satuan waktu
dapat diidentifkasi. Berdasarkan data yang
diperoleh pada tahun 2012, secara teoritis
penggunaan utilitas APBS mencapai 69%,
yang mengindikasikan
pada
tahun
tersebut telah

terjadi kongesti pada APBS dan akan


mengalami kongesti puncak pada tahun
2015.
Melalui peningkatan kapasitas alur dari
lebar 100 m dengan kedalaman ratarata -8.5 mLws menjadi 400 m dengan
kedalaman -13 mLws, secara statis
teoritis, kondisi alur baru mulai mencapai
level padat pada tahun 2017, dimana
pergerakan kapal pada tahun 2017
mencapai 460 kapal/hari. Berdasarkan
perhitungan statis aktual, APBS pada tahu
2017 sudah tidak mampu menampung
pergerakan kapal.
Berdasarkan
perhitungan
dinamis, secara teoritis kapasitas APBS
masih mampu melayani pergerakan kapal
dengan lancar hingga tahun 2029, namun
mulai tahun berikutnya sudah terjadi
kepadatan hingga maksimum kemacetan
terjadi pada tahun ke-28 setelah rencana
pengembangan
kapasitas
alur
dilaksanakan.
Namun,
berdasarkan
perhitungan dinamis aktual, pergerakan
maksimum yang dapat ditampung APBS
diperkirakan terjadi pada tahun 2030
dengan
proyeksi
pergerakan
kapal
sejumlah 949 kapal/hari.

Pembagian zona fungsi laut hanya


berdasarkan sumber peta laut (peta
navigasi) dan perda Provinsi Jawa
Timur no.6 Tahun 2012 tentang
RZWP3K Provinsi Jawa Timur, serta
Perda Kabupaten Gresik No. 8 Tahun
2011 tentang RTRW Kabupaten Gresik.
2. Penelitian ini tidak mengkaji lebih
lanjut tentang
pengaruh
penataan
alur pelayaran

Penanganan kepadatan lalu lintas kapal di


APBS tidak dapat dilakukan hanya dengan
peningkatan kapasitas alur saja, namun
juga harus disertai dengan
penataan
dan peningkatan wilayah tunggu kapal,
serta peningkatan kinerja
operasional pelabuhan seperti
peningkatan
kinerja
bongkar/muat kapal di pelabuhan dan
mengoptimalkan
penggunaan VTIS
dalam manajemen lalu lintas
kapal di perairan APBS.
Kelemahan
Penelitian
Penelitian ini tidak terlepas dari beberapa
kelemahan.
Adapun
beberapa
kelemahan yang terjadi dalam studi ini
antara lain:
1. Penelitian ini tidak mengkaji lebih
dalam mengenai zonasi fungsional laut.
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota B SAPPK V4N3 | 551

terhadap aktivitas lain di luar


sektor transportasi.
3.
Penelitian ini tidak mengkaji lebih
mendalam
tentang
pelayanan
operasional pelabuhan, khususnya di
sisi darat.
Usulan
Lanjutan

Penelitian

Penelitian ini dapat menjadi masukan


dalam penelitian lanjutan secara umum,
antara lain sebagai berikut:
1.
Identifikasi konflik pemanfaatan
ruang laut.
2. Identifikasi kerja sama multi sektoral
dalam
penggunaan
kawasan
pemanfaatan umum laut.
Ucapan
Kasih

Terima

Ucapan terima kasih peneliti berikan


dengan setulus-tulusnya kepada Dr. Ibnu
Syabri selaku dosen pembimbing yang
telah memberikan masukan, dukungan
serta
kritikan
yang membangun
untuk
peneliti
dalam
menyelesaikan jurnal ini.
Daftar
Pustaka
Altiok,

T.

and

B.

Melamed.

(2010).

Simulation modeling and analysis with


Arena: Burlington, MA: Academic press.
Ehler, C. and F. Douvere [United Nations
Educational Scientifc
and
Cultural Organization].
(2009).
Marine

Spatial Planning: A
Step-by-Step
Approach towards Ecosystem Based.
Paris: UNESCO.
Frima, G. A. J. (2004). Capacity Study

For The
Rio de la Plata Waterway, Argentina.
(Master), Delft: Delft University of
Technology.
Kse, E., E. Baar, E. Demirci, A. Gnerolu
and S. Erkebay. (2003). Simulation of
marine
trafc
in
Istanbul
Strait.
552 | Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota B SAPPK V4N3

Simulation Modelling
Theory, 11(7), 597-608.

Practice

and

M. dan Suyanto. Kinerja dan


Rancangan
Simpang Bersinyal Tol Krapyak
sampai
dengan
Simpang
Bersinyal Pasar Jrakah Semarang.
Putra,

(Tugas
Akhir),
Universitas
Diponegoro,
Semarang.
Putranto, C. E. (2011). Studi

Kemitraan
Pemerintah
Swasta
Pengelolaan Alur

dalam

Pelayaran

Barat

Surabaya

(APBS).

(Magister
Teknik), Universitas Indonesia,
Depok.
Qiulin, Z. (2012). Marine Spatial Planning
in China. Paper presented at the East
Asian Seas Congress 2012, Changwon
City, Korea.
Ristianto, B. (2013, Juni). Lecture 3.
"Keselamatan
Pelayaran",
Lecture
Material. Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran.
Jakarta
Salminen, J. B. (2013). Measuring the

Capacity
of a Port System: A Case Study
on a Southeast Asian Port. (Master),
Massachusetts Institute of Technology,
Massachusetts.
Triatmodjo, B. (2009). Perencanaan
Pelabuhan.
Yogyakarta:
Beta
Ofset.
van Dokkum, K. (2012). The Colregs
Guide (4th ed.). Enkhuizen: Dokmar.
Wibowo, A. dan B. Kochendrfer.
(2005). Financial risk analysis of project
fnance in Indonesian toll roads. Journal

of
Construction
Engineering
Management, 131(9), 963-

and

972
.
Kebijakan
International
Life
at

Convention on Safety of
Sea.
(2009).
SOLAS
(consolidated
edition).
London:
International Maritime Organization.

Kabupaten Bangkalan. (2009). Peraturan

Daerah Nomor 10 Tahun 2009 tentang


Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten
Bangkalan.
Kabupaten Gresik. (2011). Peraturan
Daeran Nomor 12 Tahun 2011 tentang
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten
Gresik.
Kementerian Perhubungan. (2011).

Peraturan
Menteri Perhubungan nomor PM 68
Tahun
2011 tentang Alur Pelayaran. Jakarta.
Kota Surabaya. (2014). Peraturan
Daerah Nomor 12 Tahun 2014 tentang
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota
Surabaya Tahun 20142034.
Pemerintah Provinsi Jawa Timur.
(2012). Peraturan Daerah

Nomor 6
Tahun
2012 tentang
Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan
Pulau-Pulau Kecil Provinsi Jawa Timur.
Jawa Timur.
Presiden Republik Indonesia. (2009).

Peraturan
Presiden nomor 61 tahun 2009
tentang
Kepelabuhanan. Jakarta.
Presiden

Republik

Indonesia.

(2010).

Peraturan Pemerintah nomor 5 tahun


2010 tentang Kenavigasian. Jakarta.
Presiden

Republik

Indonesia.

(2008).

Undang- undang nomor 17 tahun


2008 tentang Pelayaran. Jakarta.

Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota B SAPPK V4N3 | 551

Вам также может понравиться