Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
Pendahuluan
1.1.
meninggalkan parut dengan diameter 4-8 mm. Apabila dosis terlalu tinggi maka ulkus
yang timbul lebih besar.3,4
Banyak faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan jaringan parut (scar)
setelah mendapatkan imunisasi BCG, diantaranya adalah : faktor genetik, usia saat
mendapatkan imunisasi, jenis kelamin, status gizi saat mendapatkan imunisasi, status imun
pada saat mendapatkan imunisasi, kualitas dan kuantitas vaksin, serta teknik pemberian
vaksin saat imunisasi.4 Menurut penelitian yang dilakukan oleh Dyah Isbagio, dkk di
Jakarta, menunjukkan bahwa kesalahan pemyimpanan vaksin di lemari es mempengaruhi
persentase colony count yang akan mempengaruhi keberhasilan imunisasi. Surekha Rani,
dkk di India juga meneliti bahwa faktor usia saat imunisasi menentukan keberhasilan
imunisasi itu sendiri. S. Floyd, dkk di Malawi Utara juga meneliti tentang gambaran
jaringan parut (scar) pada imunisasi BCG dan didapatkan bahwa anak perempuan lebih
jarang mendapatkan scar BCG daripada anak laki-laki. Eddy Perez, dkk di Republic
Dominica meneliti bahwa terdapat hubungan antara keadaan nutrisi yang buruk dengan
tingkat keberhasilan imunisasi BCG. Moster D, dkk di Norwegia juga melakukan
penelitian bahwa semakin rendahnya usia gestasional bayi saat dilahirkan berhubungan
dengan meningkatnya disabilitas sosial dan terpengaruhnya sistem imun. Sedangkan Hack
M, dkk, pada penelitiannya di Cleveland, mengatakan bahwa terdapat hubungan yang
signifikan antara berat badan lahir bayi yang sangat rendah dengan status imun dan
pertumbuhan anak.
Sampai saat ini, belum ada penelitian mengenai gambaran jaringan parut (scar)
hasil imunisasi BCG dan faktor-faktor yang berhubungan dengan pembentukan scar BCG
di wilayah kerja Puskesmas Kelurahan Sukabumi Selatan, Kecamatan Kebon Jeruk,
Jakarta Barat. Oleh karena itu, peneliti ingin menelusuri lebih lanjut gambaran jaringan
parut (scar) hasil imunisasi BCG pada Batita dengan faktor-faktor yang berhubungan di
wilayah kerja Puskesmas Kelurahan Sukabumi Selatan, Kecamatan Kebon Jeruk, Jakarta
1.2.
Belum diketahuinya sebaran gambaran jaringan parut (scar) hasil imunisasi BCG
pada Batita di wilayah kerja Puskesmas Kelurahan Sukabumi Selatan, Kecamatan
1.3.
Tujuan Penelitian
1.3.1. Tujuan Umum Penelitian
Diketahuinya gambaran jaringan parut (scar) hasil imunisasi BCG pada Batita di
wilayah kerja Puskesmas Kelurahan Sukabumi Selatan, Kecamatan Kebon Jeruk,
Jakarta Barat periode 8 19 September 2014.
1.3.2. Tujuan Khusus Penelitian
Diketahuinya sebaran gambaran jaringan parut (scar) hasil imunisasi BCG
pada Batita di wilayah kerja Puskesmas Kelurahan Sukabumi Selatan,
19 September 2014.
Diketahuinya sebaran status gizi saat mendapatkan imunisasi BCG pada Batita
di wilayah kerja Puskesmas Kelurahan Sukabumi Selatan, Kecamatan Kebon
Manfaat Penelitian
1.4.1. Manfaat bagi Peneliti
Menerapkan ilmu pengetahuan kedokteran yang telah diterima dan
penelitian.
Meningkatkan kemampuan berkomunikasi langsung dengan masyarakat.
1.4.2. Manfaat bagi Puskesmas
Untuk meningkatkan pengetahuan dan bahan masukan bagi para petugas
puskesmas yang akan mempengaruhi pelayanan puskesmas agar menjadi lebih baik
di masa mendatang.
1.4.3. Manfaat bagi Masyarakat
Meningkatkan pengetahuan masyarakat dalam upaya peningkatan cakupan
keberhasilan imunisasi BCG.
1.5.
Sasaran Penelitian
1.5.1. Populasi
Semua Batita yang telah mendapatkan imunisasi BCG dan berada di wilayah kerja
Puskesmas Kelurahan Sukabumi Selatan, Kecamatan Kebon Jeruk, Jakarta Barat
periode 8 19 September 2014.
1.5.2. Sampel
Semua Batita yang telah mendapatkan imunisasi BCG minimal 3 bulan sebelum
dilakukan penelitian (3 bulan sebelum tanggal 8 September 2014) dan memiliki
KMS serta berada di wilayah kerja Puskesmas Kelurahan Sukabumi Selatan,
Kecamatan Sukabumi Selatan, Jakarta Barat periode 8 19 September 2014.
1.5.3. Responden
Ibu atau orang yang mengasuh Batita yang menjadi subjek penelitian.
Bab II
Tinjauan Pustaka
2.1.
Epidemiologi
Tuberculosis (TB) adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh kuman
berbentuk batang, Mycobacterium tuberculosis. Penyakit ini paling sering menyerang paruparu (TB Pulmoner) tetapi juga dapat menyerang organ-organ lain (TB Ekstrapulmoner).
Sampai saat ini penyakit TB merupakan salah satu penyakit infeksi menular yang masih
menjadi masalah kesehatan global. World Health Organization (WHO) menyatakan,
hampir 1/3 penduduk dunia telah terinfeksi oleh M. tuberculosis. Pada tahun 1993, tercatat
sebanyak 8 juta kasus baru TB dan sebanyak 1,6 juta penduduk dunia meninggal akibat TB
setiap tahunnya. Sedangkan pada tahun 2012, tercatat sebanyak 8,6 juta kasus baru TB dan
sebanyak 1,3 juta penduduk dunia meninggal akibat TB setiap tahunnya. Dari jumlah yang
meninggal tersebut, ada sekitar 170 ribu yang meninggal dikarenakan Multi Drug
5
Ressistance TB (MDR-TB), jumlah yang relative besar bila dibandingkan dengan jumlah
total 450 ribu kasus baru MDR-TB. Sebanyak 95% kasus TB dan 98% kematian akibat TB
di dunia, terjadi pada negara-negara berkembang. Indonesia menduduki ranking keempat
penyumbang TB di dunia diantara 22 negara dengan angka penderita TB yang tinggi
setelah India, Cina, dan Afrika Selatan. Pada tahun 2010, di Indonesia, angka insidensi
semua tipe TB adalah 450.000 kasus atau 189 per 100.000 penduduk, angka prevalensi
semua tipe TB sebesar 690.000 atau 289 per 100.000 penduduk dan angka kematian TB
sebesar 64.000 atau 27 per 100.000 penduduk. Sebagian besar penderita TB adalah
penduduk usia produktif yaitu usia 15-55 tahun. Tingginya angka insiden TB paru pada
usia tersebut merupakan ancaman serius penularan TB pada anak. Menurut WHO, di dunia
pada tahun 2012, sedikitnya terdapat 528 ribu kasus TB baru pada anak dibawah 15 tahun.
Jumlah ini sama dengan 6% dari 8,6 juta kasus baru secara global dan 74 ribu diantaranya
meninggal. Di Indonesia proporsi pasien TB anak diantara seluruh kasus TB pada tahun
2008-2010 sebesar 9,4%-11,2%, sedangkan di daerah DKI Jakarta proporsi pasien TB anak
diantara seluruh kasus TB pada tahun 2010-2011 sebesar 13,5%-14,9%. Proporsi pasien TB
anak adalah persentase pasien TB anak (<15 tahun) diantara seluruh pasien TB tercatat.
Angka ini sebagai salah satu indikator untuk menggambarkan ketepatan dalam
mendiagnosis TB pada anak. Angka ini berkisar 15%. Bila angka ini terlalu besar dari
15%, kemungkinan terjadi overdiagnosis.1,2
2.2.
Definisi
Tuberkulosis merupakan suatu penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh basil
kuman Mycobacterium tuberculosis.1
2.3.
Pencegahan
Dalam penanggulangan TB, selain dilakukan penemuan dan pengobatan kasus juga
dilakukan pencegahan melalui pemberian imunisasi Bacille Calmette Guerin (BCG).
Imunisasi adalah pemberian vaksin (antigen) yang dapat merangsang pembentukan
imunitas (antibodi) dari sistem imun di dalam tubuh. Vaksin BCG adalah vaksin hidup
yang dibuat dari strain Mycobacterium bovis yang dilemahkan dengan cara dibiak berulang
selama 1-3 tahun dan digunakan pada manusia terhadap pencegahan tuberkulosis di hampir
seluruh penjuru dunia. Pemberian vaksin BCG bertujuan untuk meningkatkan peranan sel
terutama makrofag untuk meningkatkan imunitas protektif. Berdasarkan jadwal imunisasi
rekomendasi IDAI (Ikatan Dokter Anak Indonesia) tahun 2011, imunisasi BCG pada bayi
optimal diberikan sampai usia 3 bulan dengan dosis 0,05 ml secara intradermal di daerah
lengan atas kanan pada insersio m. deltoideus sesuai anjuran WHO. Bila imunisasi BCG
diberikan pada umur lebih dari 3 bulan, sebaiknya pada anak dengan uji Mantoux
6
darah dapat menyebabkan statis mikrosirkulasi dan iskemia. Adanya predominan dari
aktivasi makrofag mengindikasikan bahwa sekresi sitokin yang terjadi dalam jumlah
banyak bertanggung jawab terhadap kerusakan jaringan yang terjadi.5
2.5.
digunakan sebagai indikator potensi vaksin. Teknik ini digunakan untuk mengontrol
kualitas vaksin sebelum dilepas ke pasaran. Untuk Indonesia, ditetapkan nilai colony count
minimal adalah sebesar 1,5 - 5,0 x 106 partikel kuman/mL. Hasil penelitian menunjukkan
vaksin yang mengalami kesalahan dalam penyimpanan, memiliki colony count di bawah
nilai standar. Kesalahan dalam penyimpanan tersebut antara lain : terlalu sering dibukatutupnya pintu lemari es sehingga terjadi ketidak-stabilan suhu penyimpanannya, atau
karena adanya kenaikan suhu penyimpanan akibat adanya gangguan aliran listrik dan
kurang terlindungnya vaksin terhadap pengaruh sinar matahari secara langsung. Menurut
bentuk pintunya, lemari es dibagi menjadi 2, yaitu : lemari es dengan pintu membuka ke
atas atau lemari es dengan pintu membuka ke depan. Terdapat perbedaan antara kedua
bentuk pintu lemari es ini dimana perbedaan tersebut akan mempengaruhi kualitas vaksin.
Lemari es dengan pintu membuka ke atas memiliki suhu yang lebih stabil dibandingkan
dengan lemari es dengan pintu yang membuka ke depan; selain itu, jika listrik padam,
lemari es dengan pintu membuka ke atas akan lebih lama menahan suhu di dalam lemari es
dibandingkan dengan lemari es dengan pintu yang membuka ke depan. Oleh karena itu
tempat pelaksanaan imunisasi pun berperan dalam menentukan kualitas vaksin dalam
bidang ketersediaan tempat penyimpanan vaksin yang memenuhi standar. Dalam hal ini
klinik anak di Rumah Sakit dan Puskesmas seharusnya sudah memiliki tempat
penyimpanan vaksin yang memenuhi standar dan dianjurkan yaitu lemari es dengan pintu
yang dibuka ke atas. Sedangkan praktek bidan dan posyandu masing-masing menggunakan
lemari es rumah tangga (pintu lemari es membuka ke depan) dan termos yang kurang
dianjurkan karena kurang stabil dalam mempertahankan suhu. Pemantauan vaksin sangat
diperlukan di berbagai tempat penyimpanan vaksin, demi suksesnya Pengembangan
Program Imunisasi di Indonesia.6-8
Teknik pemberian vaksin
juga
mempengaruhi
keberhasilan
imunisasi.
Penyuntikkan yang terlalu dalam, dapat menimbulkan abses lokal dan pembengkakan
kelenjar getah bening setempat yang menyebabkan scar BCG tidak terbentuk. Dari
penelitian di Brazil tahun 2003, didapatkan hasil bahwa suntikan BCG secara subkutan
(lebih profundal dari pada intradermal) lebih sedikit menimbulkan scar dibandingkan
suntikan BCG secara intradermal. Hal ini disebabkan karena suntikan subkutan
menimbulkan reaksi yang minimal dan efek untuk merangsang Th-1 limfosit minimal.9
Pada penelitian sebelumnya oleh Surekha Rani, dkk di India pada tahun 1998,
didapatkan ternyata faktor usia saat anak mendapatkan imunsasi BCG memiliki peranan
dalam pembentukan scar BCG. Peneliti menyimpulkan bahwa, terdapat hubungan antara
usia anak saat mendapatkan imunisasi BCG dengan pembentukan scar BCG. Hal ini sesuai
9
dengan
maturitas imunologik. Pada bayi dan neonatus, fungsi makrofag masih kurang, terutama
fungsi mempresentasikan antigen karena ekspresi HLA (human leukocyte antigen) masih
kurang pada permukaannya. Respons imun seluler terhadap suatu antigen, jumlahnya
belum terdapat secara signifikan sampai usia 4-8 bulan setelah lahir. Jadi dengan
sendirinya, imunisasi pada neonatus akan memberikan hasil yang kurang baik bila
dibandingkan pada anak.10
Pada penelitian sebelumnya yang dilakukan Floyd S, dkk di Malawi pada tahun
2000, didapatkan bahwa terdapat perbedaan ukuran jaringan parut antara pria dan wanita.
Dimana terdapat perbedaan yang signifikan pada ukuran jaringan parut bekas vaksinasi
pada pria dibandingkan wanita apabila divaksinasi di atas usian 15 tahun. Pola usia dan
jenis kelamin dari bentuk dan ukuran jaringan parut, dimana belum pernah dibahas
sebelumnya, berhubungan dengan factor factor determina biologi dari hipersensitivitas
tipe lambat yang ditunjukkan di tes tuberculin pada penetapan yang paling sering dan luas
digunakan, sudah belumnya dilaksanakan vaksinasi BCG, yaitu terbentuknya jaringan
parut.11,12
Pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Eddy Perez, dkk di Republic
Dominica pada tahun 2002, didapatkan hasil bahwa anak dengan keadaan malnutrisi
cenderung lebih besar untuk tidak mendapatkan scar BCG dibandingkan dengan anak
dengan status nutrisi yang adekuat. Hal ini berhubungan dengan teori yang menyatakan
bahwa keadaan gizi yang buruk akan menurunkan fungsi sel sistem imun seperti makrofag
dan limfosit. Imunitas selular maupun humoral menurun fungsinya, sehingga tidak dapat
mengikat antigen dengan baik karena terdapat kekurangan asam amino yang dibutuhkan
untuk sintesis antibodi. Kadar komplemen juga berkurang dan mobilisasi makrofag
berkurang, akibatnya respon terhadap vaksin juga berkurang.13
Moster D, dkk pada tahun 2014 di Norwegia juga melakukan penelitian bahwa
semakin rendahnya usia gestasional bayi saat dilahirkan berhubungan dengan
meningkatnya disabilitas social dan terpengaruhnya sistem imun. 14 Sedangkan Hack M,
dkk, pada penelitiannya di Cleveland, mengatakan bahwa terdapat hubungan ang
signifikan antara berat badan lahir bayi yang sangat rendah dengan status imun, IQ,
perkembangan neurologi, dan pertumbuhan anak. 15
10
2.6.
Kerangka Teori
Jenis
kelamin
Usia saat
mendapatkan
imunisasi BCG
Status
Imun saat
mendapatk
an
imunisasi
Kualitas
vaksin
Tempat
penyimpan
an vaksin
2.7.
Faktor
Gambaran
jaringan
parut
(scar) hasil
imunisasi
Respon
imun
Teknik
pemberian
vaksin
Berat
Badan Lahir
rendah
Kuantitas
Bayi Lahir
Preterm
Kerangka Konsep
Usia saat
mendapatkan
Jenis Kelamin
Gambaran
jaringan
parut
(scar) hasil
vaksinasi
11
12
Bab III
Metodologi Penelitian
3.1.
Desain Penelitian
Desain penelitian yang digunakan adalah studi cross sectional mengenai gambaran
jaringan parut (scar) hasil imunisasi BCG pada Batita dan faktor-faktor yang berhubungan
di wilayah kerja Puskesmas Kelurahan Sukabumi Selatan, Kecamatan Kebon Jeruk,
Jakarta Barat periode 8 19 September 2014.
3.2.
3.3.
Populasi
Populasi target dari penelitian ini adalah semua Batita yang telah mendapatkan
imunisasi BCG pada wilayah kerja Puskesmas Kelurahan Sukabumi Selatan, Kecamatan
kebon Jeruk, Jakarta Barat. Populasi terjangkau dalam penelitian ini adalah semua Batita
yang telah mendapatkan imunisasi BCG di wilayah kerja Puskesmas Kelurahan Sukabumi
Selatan, Kecamatan Kebon Jeruk, Jakarta Barat pada periode 8 19 September 2014.
3.4.
3.5.
Sampel
3.5.1. Besar Sampel
Melalui rumus di bawah ini didapatkan besar sampel penelitian sebagai berikut :
( Z )2 . p. q
n1 =
L2
n2 = n1 + (10% . n1)
n1
: Jumlah sampel minimal
n2
: Jumlah sampel ditambah substitusi 10%
13
Z
p
Variabel
Proporsi
Usia Saat Mendapatkan 0.929
Jumlah Sam
28 orang
Floyd S
Eddy Perez-Then
BCG
Jenis Kelamin
Status
Gizi
100 orang
105 orang
Surekha Rani
mendapatkan BCG
Tempat
Penyimpanan 0.003
0.57
saat 0.55
Vaksin
q
L
: 1 p = 1 0,5 = 0,5
: Derajat kesalahan yang masih dapat diterima adalah 10%
= n1 + ( 10% . n1 )
= 95.08 + ( 10% . 95.08 )
= 95.08 + 9.508
= 104.588 -------------------------- Dibulatkan 105
Jadi jumlah sampel minimal yang dibutuhkan adalah 105 orang.
3.5.2. Teknik Pengambilan Sampel
Pada awal pelaksanaan, teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah
simple random sampling. Namun dalam pelaksanaannya, teknik sampel ini tidak
digunakan karena alamat pada data Batita di puskesmas tidak lengkap dan ibu
Batita yang datang mengunjungi posyandu biasanya membawa KMS sehingga
digunakan teknik pengambilan sampling non probability sampling yaitu
convenience sampling pada ibu yang membawa batita ke 3 Posyandu pada RW 3, 5,
dan 8 di wilayah kerja Puskesmas Kelurahan Sukabumi Selatan, Kecamatan Kebon
Jeruk, Jakarta Barat.
3.6.
Identifikasi Variabel
Dalam penelitian ini digunakan variabel terikat (dependen) dan variabel bebas
(independen). Variabel terikat berupa gambaran jaringan parut (scar) hasil imunisasi BCG.
14
2 orang
Variabel bebas berupa usia, jenis kelamin, status gizi saat mendapatkan imunisasi BCG dan
tempat pelaksanaan imunisasi BCG.
3.7.
Cara Kerja
1. Menghubungi kepala Puskesmas Kelurahan Sukabumi Selatan, Kecamatan Kebon
Jeruk, Jakarta Barat yang menjadi daerah penelitian untuk mengetahui wilayah kerja
puskesmas tersebut serta melaporkan tujuan diadakannya penelitian di daerah
tersebut.
2. Menghubungi kader Posyandu di wilayah kerja Puskesmas Kelurahan Sukabumi
Selatan, Kecamatan Kebon Jeruk, Jakarta Barat untuk mendapatkan data mengenai
jumlah dan identitas Batita yang berada di wilayah tersebut periode 8-19 september
2014.
3. Uji coba kuesioner pada responden di wilayah kerja Puskesmas Kedoya Selatan.
4. Melakukan pengumpulan data-data dengan wawancara pada responden, pemeriksaan
fisik langsung dan melihat KMS yang menjadi sampel penelitian.
5. Melakukan pengolahan, analisis, dan interpretasi data.
6. Penulisan laporan penelitian.
7. Pelaporan penelitian.
3.8.
Manajemen Data
3.8.1. Pengumpulan Data
Data primer didapatkan melalui pemeriksaan fisik langsung terhadap lengan
atas dan bokong Batita yang telah mendapatkan imunisasi BCG untuk melihat adatidaknya scar BCG, serta wawancara langsung kepada responden. Data sekunder
didapatkan melalui data dari KMS Balita yang telah mendapatkan imunisasi BCG
di wilayah kerja Puskesmas Kelurahan Sukabumi periode 8 19 September 2014.
3.8.2. Pengolahan Data
Terhadap data-data yang telah dikumpulkan, dilakukan pengolahan berupa
proses editing, verifikasi, dan koding. Selanjutnya, dimasukkan dan diolah dengan
menggunakan program komputer, yaitu program SPSS 16.0 (Statistical Package
for Social Science 16.0).
3.8.3. Penyajian Data
Data yang didapat, disajikan secara tabular.
3.8.4. Analisis Data
Terhadap data yang telah diolah, dilakukan analisis sesuai dengan uji statistik
yang sesuai.
3.8.5. Interpretasi Data
Data diinterpretasi secara deskriptif-korelatif antar variabel-variabel yang
telah ditentukan.
3.8.6. Pelaporan Data
15
Definisi Operasional
3.9.1. Data Umum
Subyek penelitian
Subyek penelitian adalah Batita yang telah mendapatkan imunisasi BCG
minimal 3 bulan sebelum penelitian dilakukan, memiliki KMS, dan berada di
wilayah kerja Puskesmas Kelurahan Sukabumi Selatan, Kecamatan Kebon
Jeruk, Jakarta Barat periode 8 - 19 September 2014.
Responden
Responden adalah ibu atau orang yang mengasuh Batita yang menjadi subyek
penelitian di wilayah kerja Puskesmas Kelurahan Sukabumi Selatan,
Kecamatan Kebon Jeruk, Jakarta Barat periode 8 - 19 September 2014.
lahir
subyek
penelitian.
Data
mengenai
Usia
subyek
saat
mendapatkan
imunisasi
BCG
adalah
selisih
(Koding 0)
(Koding 1)
Etika Penelitian
Responden yang diwawancara pada penelitian ini telah mendapatkan informed
consent yang jelas sebelumnya mengenai persetujuan penelitian yang akan dilakukan dan
berhak menolak apabila tidak bersedia menjadi responden.
18
Bab IV
Hasil Penelitian
Berdasarkan penelitian yang dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Kelurahan Sukabumi
Selatan, Kecamatan Kebon Jeruk, Jakarta Barat periode 8 19 September 2014 tentang
gambaran jaringan parut (scar) hasil imunisasi BCG pada Batita dan faktor-faktor yang
berhubungan, maka diperoleh hasil pengumpulan data sebanyak 105 sampel dari jumlah populasi
519 orang Batita.
Tabel 1.
Sebaran sampel penelitian mengenai gambaran jaringan parut (scar) hasil imunisasi BCG pada
Batita di wilayah kerja Puskesmas Kelurahan Sukabumi Selatan, Kecamatan Kebon Jeruk,
Jakarta Barat periode 8 19 September 2014
Variabel
Frekuensi
Persentase
Ada scar
76
72,4%
29
27,6%
19
Tabel 2.
Sebaran sampel penelitian berdasarkan usia, jenis kelamin, status gizi serta tempat pelaksanaan
imunisasi saat mendapatkan imunisasi BCG pada Batita di wilayah kerja Puskesmas Kelurahan
Sukabumi Selatan, Kecamatan Kebon Jeruk, Jakarta Barat periode 8 19 September 2014
Variabel
Usia saat mendapatkan imunisasi BCG
>28 hari
3-28 hari
0-2 hari
Jenis Kelamin
Laki-laki
Perempuan
Status gizi saat mendapatkan imunisasi BCG
Gizi baik
Gizi lebih
Gizi kurang
Frekuensi
Persentase
74
25
6
70,5%
23,8%
5,7%
68
37
64,8%
35,2%
76
72,4%
7,6%
21
20%
0%
44
41,9%
61
58,1%
Tabel 3.
Hubungan antara usia saat mendapatkan imunisasi BCG dengan gambaran jaringan parut (scar)
hasil imunisasi BCG pada Batita di wilayah kerja Puskesmas Kelurahan Sukabumi Selatan,
Kecamatan Kebon Jeruk, Jakarta Barat periode 8 19 September 2014
20
Variabel
Scar BCG
Total
Uji
p value
Ho
0.011
Ditolak
59
15
74
X2
0-28 hari
17
14
31
6,462
Tabel 4. Hubungan antara status gizi saat mendapatkan imunisasi BCG dengan gambaran jaringan parut
(scar) hasil imunisasi BCG pada Batita di wilayah kerja Puskesmas Kelurahan Sukabumi
Selatan, Kecamatan Kebon Jeruk, Jakarta Barat periode 8 19 September 2014
Variabel
Scar BCG
Total
df
Uji
p value
Ho
X2
0.000
Ditolak
66
10
76
10
19
29
27.209
merah
Tabel 5.
Hubungan antara tempat pelaksanaan imunisasi BCG dengan gambaran jaringan parut (scar)
hasil imunisasi BCG pada Batita di wilayah kerja Puskesmas Kelurahan Sukabumi Selatan,
Kecamatan Kebon Jeruk, Jakarta Barat periode 8 19 September 2014
Variabel
Scar BCG
Total
df
Uji
p value
61
X2
0.002
Ho
Tabel
Posyandu
Bidan
atau
Praktek
51
10
Ditolak
9.152
25
19
44
6. Hubungan antara jenis kelamin dengan gambaran jaringan parut (scar) hasil imunisasi
BCG pada Batita di wilayah kerja Puskesmas Kelurahan Sukabumi Selatan, Kecamatan Kebon
Jeruk, Jakarta Barat periode 8 19 September 2014
Variabel
Scar BCG
Total
df
Uji
p value
37
X2
0.088
Ho
24
13 21
2.915
Laki Laki
53
15
68
Gagal
Ditolak
22
Bab V
Pembahasan
Pada sebaran gambaran jaringan parut (scar) hasil imunisasi BCG pada Batita di wilayah
kerja Puskesmas Kelurahan Sukabumi Selatan, Kecamatan Kebon Jeruk, Jakarta Barat periode 8
19 September 2014, didapatkan frekuensi tertinggi gambaran jaringan parut (scar) adalah
Batita yang memiliki scar BCG, dengan jumlah sebanyak 76 orang (72,4%).
Pada sebaran usia, jenis kelamin, status gizi, serta tempat pelaksanaan imunisasi pada
Batita saat mendapatkan imunisasi BCG, didapatkan frekuensi tertinggi usia Batita saat
mendapatkan imunisasi BCG adalah pada usia >28 hari dengan jumlah sebanyak 74 orang
(70,5%) dan frekuensi terendah usia Batita saat mendapatkan imunisasi BCG adalah pada usia 02 hari dengan jumlah sebanyak 6 (5,7%). Frekuensi tertinggi jenis kelamin Batita yang telah
mendapatkan imunisasi BCG adalah laki-laki, dengan jumlah sebanyak 68 orang (64,8%).
Frekuensi tertinggi status gizi Batita saat mendapatkan imunisasi BCG adalah status gizi baik,
dengan jumlah sebanyak 76 orang (72,4%) dan tidak ada yang berstatus gizi Bawah Garis Merah
(0%) . Frekuensi tertinggi tempat pelaksanaan imunisasi pada Batita saat mendapatkan imunisasi
BCG adalah di Puskesmas atau Rumah Sakit, dengan jumlah sebanyak 61 orang (58,1%).
Dari hubungan antara usia dengan gambaran jaringan parut (scar) hasil imunisasi BCG
pada Batita, didapatkan hasil bahwa Batita yang mendapatkan imunisasi BCG pada usia >28 hari
dan memiliki scar BCG, lebih banyak daripada Batita yang mendapatkan imunisasi BCG pada
usia 28 hari dan memiliki scar BCG. Uji statistik memberikan hasil yang menunjukkan bahwa
terdapat hubungan antara usia saat mendapatkan imunisasi BCG dengan gambaran jaringan parut
(scar) hasil imunisasi BCG pada Batita (p = 0,011). Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil
penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Surekha Rani, dkk di India pada tahun 2000 (p
<0,05).10
Dari hubungan antara status gizi dengan gambaran jaringan parut (scar) hasil imunisasi
BCG pada Batita, didapatkan hasil bahwa Batita dengan status gizi baik dan gizi lebih yang
memiliki scar BCG lebih banyak daripada Batita dengan status gizi kurang dan gizi bawah garis
merah yang memiliki scar BCG. Uji statistik memberikan hasil yang menunjukkan bahwa
terdapat hubungan antara status gizi saat mendapatkan imunisasi BCG dengan gambaran
jaringan parut (scar) hasil imunisasi BCG pada Batita (p = 0,000). Hal ini sesuai dengan
penelitian yang dilakukan oleh Eddy Perez, dkk di Republik Dominica pada tahun 2002 (p
<0,05). Hal ini dikarenakan pada keadaan gizi yang buruk, fungsi sel sistem imun seperti
makrofag dan limfosit akan menurun. Imunitas selular maupun humoral menurun fungsinya,
sehingga tidak dapat mengikat antigen dengan baik karena terdapat kekurangan asam amino
yang dibutuhkan untuk sintesis antibodi.13
23
Dari hubungan antara tempat pelaksanaan imunisasi BCG dengan gambaran jaringan
parut (scar) hasil imunisasi BCG pada Batita, didapatkan hasil bahwa Batita yang mendapatkan
imunisasi BCG di Puskesmas atau Rumah Sakit dan memiliki scar BCG, lebih banyak
dibandingkan dengan Batita yang mendapatkan imunisasi BCG di Posyandu atau tempat praktek
bidan dan memiliki scar BCG. Uji statistik memberikan hasil yang menunjukkan bahwa terdapat
hubungan antara tempat pelaksanaan imunisasi saat mendapatkan imunisasi BCG dengan
gambaran jaringan parut (scar) hasil imunisasi BCG pada Batita (p = 0,002). Hal ini sesuai
dengan penelitian yang dilakukan oleh Dyah Isbagio, dkk di Jakarta pada tahun 1990 (p <0,05).68
24
Bab VI
Kesimpulan dan Saran
6.1.
Kesimpulan
Dari hasil penelitian mengenai gambaran jaringan parut (scar) hasil imunisasi BCG
pada Batita serta faktor-faktor yang berhubungan di wilayah kerja Puskesmas Kelurahan
Sukabumi Selatan Periode 8 19 September 2014 didapat kesimpulan :
Pada sebaran gambaran jaringan parut (scar) hasil imunisasi BCG pada Batita di wilayah
kerja Puskesmas Kelurahan Sukabumi Selatan, Kecamatan Kebon Jeruk, Jakarta Barat periode 8
19 September 2014, didapatkan frekuensi tertinggi gambaran jaringan parut (scar) adalah
Batita yang memiliki scar BCG, dengan jumlah sebanyak 76 orang (72,4%) dan frekuensi
terendah adalah Batita yang tidak memiliki scar BCG dengan jumlah sebanyak 29 orang
(27,6%).
Pada sebaran usia, jenis kelamin, status gizi, serta tempat pelaksanaan imunisasi pada
Batita saat mendapatkan imunisasi BCG, didapatkan frekuensi tertinggi usia Batita saat
mendapatkan imunisasi BCG adalah pada usia >28 hari dengan jumlah sebanyak 74 orang
(70,5%) dan frekuensi terendah usia Batita saat mendapatkan imunisasi BCG adalah pada usia 02 hari dengan jumlah sebanyak 6 (5,7%). Frekuensi tertinggi jenis kelamin Batita yang telah
mendapatkan imunisasi BCG adalah laki-laki, dengan jumlah sebanyak 68 orang (64,8%).
Frekuensi tertinggi status gizi Batita saat mendapatkan imunisasi BCG adalah status gizi baik,
dengan jumlah sebanyak 76 orang (72,4%) dan tidak ada yang berstatus gizi Bawah Garis Merah
(0%) . Frekuensi tertinggi tempat pelaksanaan imunisasi pada Batita saat mendapatkan imunisasi
BCG adalah di Puskesmas atau Rumah Sakit, dengan jumlah sebanyak 61 orang (58,1%).
Dari hubungan antara usia dengan gambaran jaringan parut (scar) hasil imunisasi BCG
pada Batita, didapatkan hasil bahwa Batita yang mendapatkan imunisasi BCG pada usia >28 hari
dan memiliki scar BCG, lebih banyak daripada Batita yang mendapatkan imunisasi BCG pada
usia 28 hari dan memiliki scar BCG. Uji statistik memberikan hasil yang menunjukkan bahwa
terdapat hubungan antara usia saat mendapatkan imunisasi BCG dengan gambaran jaringan parut
(scar) hasil imunisasi BCG pada Batita (p = 0,011). Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil
penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Surekha Rani, dkk di India pada tahun 2000 (p
<0,05).10
Dari hubungan antara status gizi dengan gambaran jaringan parut (scar) hasil imunisasi
BCG pada Batita, didapatkan hasil bahwa Batita dengan status gizi baik dan gizi lebih yang
memiliki scar BCG lebih banyak daripada Batita dengan status gizi kurang dan gizi bawah garis
25
merah yang memiliki scar BCG. Uji statistik memberikan hasil yang menunjukkan bahwa
terdapat hubungan antara status gizi saat mendapatkan imunisasi BCG dengan gambaran
jaringan parut (scar) hasil imunisasi BCG pada Batita (p = 0,000). Hal ini sesuai dengan
penelitian yang dilakukan oleh Eddy Perez, dkk di Republik Dominica pada tahun 2002 (p
<0,05). Hal ini dikarenakan pada keadaan gizi yang buruk, fungsi sel sistem imun seperti
makrofag dan limfosit akan menurun. Imunitas selular maupun humoral menurun fungsinya,
sehingga tidak dapat mengikat antigen dengan baik karena terdapat kekurangan asam amino
yang dibutuhkan untuk sintesis antibodi.13
Dari hubungan antara tempat pelaksanaan imunisasi BCG dengan gambaran jaringan
parut (scar) hasil imunisasi BCG pada Batita, didapatkan hasil bahwa Batita yang mendapatkan
imunisasi BCG di Puskesmas atau Rumah Sakit dan memiliki scar BCG, lebih banyak
dibandingkan dengan Batita yang mendapatkan imunisasi BCG di Posyandu atau tempat praktek
bidan dan memiliki scar BCG. Uji statistik memberikan hasil yang menunjukkan bahwa terdapat
hubungan antara tempat pelaksanaan imunisasi saat mendapatkan imunisasi BCG dengan
gambaran jaringan parut (scar) hasil imunisasi BCG pada Batita (p = 0,002). Hal ini sesuai
dengan penelitian yang dilakukan oleh Dyah Isbagio, dkk di Jakarta pada tahun 1990 (p <0,05).68
6.2. Saran
Jadwal pelaksanaan imunisasi BCG lebih baik dilakukan saat bayi sudah melewati
rekomendasi IDAI
Melakukan pendataan serta upaya perbaikan status gizi Batita yang ada diwilayah
26