Вы находитесь на странице: 1из 5

Museum Prabu Geusan Ulun

Berdirinya Museum Prabu Geusan Ulun


Peninggalan benda-benda bersejarah dan barang-barang pusaka Leluhur Sumedang, sejak
Raja-raja Kerajaan

Sumedang

Larang dan

Bupati-bupati

yang

memerintahKabupaten

Sumedang dahulu, merupakan koleksi yang membanggakan dan besar artinya bagi kita semua,
terlebih bagi keluarga Sumedang.
Kumpulan benda-benda tersebut disimpan di Yayasan Pangeran Sumedang sejak tahun 1955.
Timbullah suatu gagasan, ingin memperlihatkan kepada masyarakat Sumedang khususnya dan
masyarakat di luar Sumedang pada umumnya, bahwa di Sumedang dahulu terdapat kerajaan
besar yaitu Kerajaan Sumedang Larang, dengan melihat benda-benda peninggalan Raja-raja
tersebut dan sebagainya.
Gagasan tersebut ditanggapi dengan penuh keyakinan oleh keluarga, maka direncanakan
membuat museum. Setelah diadakan persiapan-persiapan yang matang dan terencana, lima
tahun setelah tahun 1968 baru terlaksana, tepatnya tanggal 11 Nopember 1973 Museum
Keluarga berdiri.
Museum tersebut diberi nama Museum Yayasan Pangeran Sumedang, dan dikelola langsung
oleh Yayasan Pangeran Sumedang. Pada tahun 1974, di Sumedang diadakan Seminar Sejarah
oleh ahli-ahli sejarah se-Jawa Barat dan diikuti ahli sejarah dari Yayasan Pangeran Sumedang,
dalam seminar tersebut dibahas nama museum Sumedang. Diusulkan nama museum adalah
seorang tokoh dalam Sejarah Sumedang, ternyata yang disepakati nama Raja Sumedang
Larang terakhir yang memerintah Kerajaan Sumedang Larang dari tahun 1578 - 1601, yaitu
Prabu Geusan Oeloen.
Kemudian nama museum menjadi Museum Prabu Geusan Ulun dengan ejaan baru untuk
memudahkan generasi baru membacanya.
Gedung yang dipergunakan untuk museum yaitu Gedung Srimanganti, Bumi Kaler, Gedung
Gendeng dan Gedung Gamelan. Pada tahun 1980, Pemerintah melalui Dinas Jawatan
Permuseuman dan Kepurbakalaan Kebudayaan Jawa Barat, mengulurkan tangan dan memugar
Gedung Srimanganti dan Bumi Kaler.
Pada hari Rabu tanggal 21 April 1982, Direktur Jenderal Kebudayaan Departemen Pendidikan
dan Kebudayaan, Prof. DR. Haryati Soebadio, meresmikan dan menyerahkan kedua bangunan
yang selesai dipugar kepada Yayasan Pangeran Sumedang dan bernaung di bawah Momenten
Ordonnatie Nomor 19 Tahun 1931 (Staatsblad Tahun 1931 Nomor 238).

Letak Museum Prabu Geusan Ulun


Museum Prabu Geusan Ulun terletak di tengah kota Sumedang, 50 meter dari Alun-alun ke
sebelah selatan, berdampingan dengan Gedung Bengkok atau Gedung Negara dan berhadapan
dengan Gedung-gedung Pemerintah. Jarak dari Bandung 45 kilometer, sedangkan jarak
dari Cirebon 85 kilometer, jarak tempuh dari Bandung 1 jam, sedangkan dari Cirebon 2 jam.

Museum Prabu Geusan Ulun


Museum Prabu Geusan Ulun dikelilingi tembok/dinding yang tingginya 2,5 meter, dibuat pada
tanggal 16 Agustus 1797.
Luas halaman Museum seluas 1,88 ha, dengan dihiasi taman-taman dan ditanami pohon-pohon
langka.
Gedung yang berada di sekitarnya terdiri dari:

Srimanganti
Didirikan pada tahun 1706, masa pemerintahan Dalem Adipati Tanumaja dari tahun 1706 - 1709.
Pendirian gedung tersebut direncanakan oleh Pangeran Panembahan yang memerintah dari
tahun 1656 - 1706, yang pernah diserbu oleh laskar-laskar Cilikwidara cs dari pasukan
gabungan Banten.
Sejak selesai dibangun, maka pemerintahan pindah ke daerah baru yang disebut Regol.
Sejak itu Srimanganti dijadikan gedung tempat tinggal dan kantor oleh para bupati tempo dulu.
Sedangkan untuk keluarga dibangun Bumi Kaler.

Gedung Bengkok / Gedung Negara


Didirikan

pada

tahun 1850,

masa

pemerintahan Pangeran

Soeria

Koesoemah

Adinata (Pangeran Soegih) dari tahun 1836 - 1882. Gedung tersebut didirikan di atas tanah
beliau untuk keperluan upacara-upacara resmi, peristirahatan bagi tamu-tamu dari Jakarta jika
berkunjung ke Sumedang.
Halaman Gedung Bengkok cukup luas, di depan dibuat taman-taman dan ditanami dengan
pelbagai buah-buahan. Di bagian barat didirikan Panggung Gamelan untuk menyimpan
gamelan-gamelan kuno. Di bagian belakang sebelah barat, sekarang SMP Negeri 2 Sumedang
memajang istal kuda dan tempat menyimpan kereta-kereta, diantaranya Kereta Naga Paksi.
Sedangkan di belakang gedung dibuat kolam yang besar disebut Empang, yang kedalamannya
setinggi bambu dan berbentuk kerucut.

Empang
Di tepi Empang, dibangun Bale Kambang, tempat istirahat bagi keluarga para Bupati dan Tamutamu Agung, sambil memancing ikan dengan dihibur Gamelan Buhun atauDegung.
Masa pemerintahan Pangeran Aria Soeria Atmadja dari tahun 1882 - 1919, ikan yang ada di
Empang diganti dengan Ikan Kancra, sehingga merupakan peternakan ikan Kancra yang
beratnya bisa mencapai 10 atau 15 kilogram.
Ikan Kancra tersebut diambil setiap bulan Mulud, untuk keperluan pesta Maulid Nabi Muhammad
SAW yang dibagikan kepada fakir miskin dan sebagainya.

Bumi Kaler
Didirikan tahun 1850, masa pemerintahan Pangeran Soeria Koesoemah Adinata (Pangeran
Soegih) dari tahun 1836 - 1882.
Berhadapan dengan Bumi Kidul, sayangnya pada masa pemerintahan Pangeran Aria Soeria
Atmadja (Pangeran Mekkah) Bumi Kidul dibongkar karena lapuk dimakan umur.
Bumi Kaler dibuat keseluruhan dari kayu jati, dan di atas tiang bentuknya khas rumah orang
Sunda.
Dengan ruangan-ruangan dan kamar-kamar yang luas, sedangkan jendela dan pintu-pintunya
tinggi-tinggi.

Gedung Yayasan Pangeran Sumedang


Didirikan tahun 1955, Yayasan Pangeran Sumedang yang mengelola seluruh Wakaf Pangeran
Aria Soeria Atmadja dan Museum Prabu Geusan Ulun juga makam-makam seperti :

Makam Gunung Puyuh

Makam Gunung Ciung Pasaran Gede

Makam Gunung Lingga

Makam Dayeuh Luhur

Makam Manangga

Makam Panday

Makam Sunan Pada - Karedok

Makam Nyai Mas Gedeng Waru - Cigobang

Makam Prabu Gajah Agung - Cicanting, Kampung Sukamenak,


Kecamatan Darmaraja

Makam Prabu Lembu Agung - Cipaku, Kecamatan Darmaraja

Gedung Gendeng
Didirikan tahun 1850 dan dipugar tahun 1950. Gedung tersebut aslinya dibuat dari :

Lantai merah

Dinding bilik

Tiang kayu jati

Atap genting

Tempat menyimpan barang-barang pusaka, senjata-senjata dan gamelan kuno.

Gedung Gamelan
Didirikan tahun 1973 oleh Pemerintah Daerah Sumedang atas sumbangan dari Gubernur
Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Bapak H. Ali Sadikin.
Gedung tersebut diperuntukkan tempat menyimpan gamelan-gamelan dan tempat berlatih taritarian.

Lumbung Padi
Semula Lumbung Padi terletak di luar benteng di tepi Empang, demi keamanan kemudian
dipindahkan ke dalam komplek di dalam benteng.
Lumbung tersebut dipergunakan tempat menyimpan padi hasil dari sawah-sawah wakaf
Pangeran Aria Soeria Atmadja
Padi tersebut dipergunakan untuk menyumbang wargi-wargi yang tidak mampu, sampai
sekarang tercatat sejumlah 180 keluarga yang disumbang, besarnya hampir 12 ton per bulan.
Dan keperluan pemeliharaan pusaka-pusaka, wakaf dan pelestarian seluruh wakaf Pangeran
Aria Soeria Atmadja.

Вам также может понравиться