Вы находитесь на странице: 1из 15

Bahaya Gas Hidrogen di pabrik Asam Sulfat

Pembentukan gas hidrogen di pabrik asam sulfat adalah fenomena yang dikenal dan merupakan
hasil dari korosi bahan logam pada kondisi tertentu. Kondisi tersebut sangat dipengaruhi oleh
konsentrasi Asam Sulfat dan suhu. Sebagai hasilnya, terjadi ledakan campuran gas hidrogen dan
oksigen dari proses gas yang berpotensi terjadinya ledakan gas hidrogen.
Selama beberapa tahun ini dilaporkan beberapa insiden karena gas hidrogen, kebanyakan terjadi
di sistem absorbsi intermediate, konverter ataupun di sistem penukar panas (heat exchanger).
Pada umumnya insiden terjadi saat perbaikan (maintenance) atau setelah aliran gas berhenti.
Dalam semua kasus masuknya air menyebabkan konsentrasi asam turun sehingga terbentuk gas
hidrogen. Pada kebanyakan kasus masuknya air diabaikan atau tidak diperhitungkan dan
langkah-langkah mitigasi tidak disiapkan. Hal inilah yang menyebabkan keparahan kerusakan
fasilitas pabrik.
Dari latar belakang permasalahan di atas beberapa hal yang harus dipertimbangkan untuk
mencegah terjadinya bencana besar sebagai berikut :
Dasar teori terjadinya insiden hidrogen
Desain pabrik dan peralatan ataupun modifikasi
Pelaksanaan Operasi dan Perbaikan.
Resiko terjadinya ledakan gas hidrogen pada dasarnya disebabkan beberapa faktor yaitu :
Akumulasi terbentuknya gas hidrogen dari hasil korosi logam
Terbentuknya campuran gas mudah meledak dari hidrogen dan oksigen
Gas hidrogen, oksigen bertemu dengan api
Sehingga sangat penting untuk menghindarkan bertemunya hidrogen yang terlepas pada hasil
korosif pada batas mudah meledak (explossion limit).
Tabel 1 : LEL & UFL Hidrogen di udara/nirogen pada suhu kamar (ASTM E681)
================================================
LEL
UFL
================================================
Hidrogen di udara
3.75
75.1
Nidrogen di udara + 40% N2
3.65
37.3
================================================
Reaksi gas hidrogen dengan oksigen :
2H2O + O2 === 2H2O H = -483652 Kj/mol
dari nilai enthalpi diatas merupakan reaksi sangat eksotermis yag berakibat merusakkan.
Reaksi stokiometri terjadinya korosi pada asam sulfat :
H2SO4 + Fe ====== FeSO4 + H2
3H2SO4 + 2Cr ====== Cr2(SO4)3 + 3H2
H2SO4 + Ni ====== NiSO4 + H2

Dari beberapa kasus ledakan dapat terjadi pada Heat Exchanger dan Intermediate Absorption
Tower dan terjadinya pada kondisi kritikal yang menyebabkan konsentrasi asam sulfat tidak
normal yang dapat mempercepat laju korosi.
Setiap pabrik ataupun peralatan dapat mengalami kegagalan, hal tersebut bisa disebabkan oleh
umur peralatan, kesalahan pengoperasian ataupun kerusakan. Seperti yang telah dijelaskan
sebelumnya hidrogen dapat terbentuk dari reaksi asam lemah dan/atau asam sulfat panas dengan
stainless steel seperti Acid Cooler, absorption tower, perpipaan dan lain-lain. Pembentukan gas
hidrogen biasanya pada area yang stagnan sehingga hidrogen dapat terakumulasi di area tersebut.
dan membentuk gas yang mudah meledak.
Untuk menghindari hal tersebut peralatan di desain agar tidak ada area stagnan untuk
menurunkan resikonya.
Beberapa penyebab terjadinya peledakan gas hidrogen :
Terlambat mendeteksi kebocoran
Ketidak mampuan untuk isolasi / memisahkan air dari asam yang ada di sistem
Ketidak mampuan memisahkan asam lemah dari sistem yang mempercepat laju
korosi
Kurangnya petunjuk operasi saat mengatasi masalah / trouble shouting
Dari faktor penyebab di atas dibutuhkan perencanaan yang detail agar tidak terjadi insiden
hidrogen seperti petunjuk pengoperasian, prosedur kerja dan sebagainya. Perencanaan tersebut
meliputi :
Bagaimana menghindari pembentukan hidrogen
Bagaimana menghindari pembentukan pembentukan / reaksi / akumulasi hidrogen dengan
oksigen atau campuran gas yang mudah meledak.
Perencanaan peralatan, pengoperasian serta perawatan.
Mekanisme terbentuknya hidrogen telah diketahui, yang harus dilakukan untuk mencegah
terbentuknya adalah dengan mencegah korosi pada material. Hal tersebut sangat penting saat
melakukan perencanaan pabrik ataupun modifikasi peralatan.
Dapat dilakukan seperti dibawah ini
Memilih material yang lebih tahan korosi
Hindarkan kontak asam lemah dengan metal
Minimalisasi air masuk ke sistem
Lakukan pengukuran kadar air / moisture di tahap awal operasi dibeberapa peralatan
Lakukan HAZOP studies untuk menilai resiko proses.
Beberapa hal yang harus dilakukan agar tidak terjadi akumulasi hidrogen adalah :
Peralatan di desain agar tidak terjadi akumulasi hidrogen, yang biasanya ada di atas tower
Lakukan prosedur purging saat shutdown, saat purging pastikan asam lemah telah habis dan
isolasi peralatan
Lakukan perencanaan mitigasi resiko pada peralatan yang berpotensi terjadinya insiden seperti
Acid cooler, absorption tower, dsb.

Acid cooler berpotensi terjadinya terbentuknya hidrogen karena mengalami kebocoran, asam
kuat bertemu dengan air dan menjadi asam lemah, kemudian kontak dengan metal dan terbentuk
hidrogen, untuk menghindarinya bisa dilakukan dengan :
uji kualitas air pendingin secara berkala.
tekanan asam harus lebih besar dari tekanan air
Bila ada kenaikan kapasitas pabrik perhitungkan kapasitas acid cooler
Lakukan venting apabila acid di drain out.
Lakukan prosedur perawatan dengan benar (pastikan tidak ada air yang tersisa di dalam apabila
melakukan pencucian).
Siapkan prosedur penanganan tumpahan, pisahkan air dengan asam/acid
Intermediate Absorption Tower juga berpotensi terjadinya terbentuknya gas hidrogen, memilih
material harus dipertimbangkan, stainles steel lebih mudah di farikasi, namun pada kondisi tidak
normal tidak dapat menghindarkan kontak asam lemah dengan metal. material dari brick lebih
rendah resiko terjadinya korosi. Desain tower agar tidak ada area stagnan sehingga hidrogen
dapat terakumulasi di area tersebut.

tower
Note : area berwarna menunjukkan gas hidrogen dapat terakumulasi di tempat tersebut.
Pada tahap operasi dan perawatan :
pastikan pekerja telah memahami bahaya hidrogen
Telah tersedia prosedur regular / emergency shutdown
Identifikasi maksimum dan minimum temperatur kerja, tekanan, laju alir masing-masing
peralatan dan pastikan tidak melampaui-nya.

Kesimpulan
Masih banyak faktor yang berpotensi terjadinya peledakan gas hidrogen termasuk umur pabrik,
penggunaan satinless steel, perawatan pabrik yang tidak sesuai, pengoperasian peralatan yang
mengabaikan faktor keselamatan.
Semua pihak harus terlibat untuk mengenali saat kegagalan peralatan tidak dapat dihindari air
ataupun uap air akan masuk ke sistem, asam kuat akan berubah menjadi asam lemah yang
meingkatkan laju korosi.
Artikel ini sebagai leading indikator faktor penyebab insiden hidrogen meledak di pabrik asam
sulfat dan diharapkan semua pihak yang terlibat berusaha mencegah agar tidak terjadi insiden
tersebut.
Sumber : Sulfur Magazine edisi 355

Membentuk karakter K3 di perusahaan


Posted: May 25, 2012 in Artikel K3
Tags: Budaya K3, hse, K3, karakter k3, perubahan karakter k3, promosi k3, Safety, SMK3

Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) merupakan suatu bentuk upaya untuk mencapai situasi
perusahaan, dimana pegawai di dalamnya merasa sehat, dan merasa aman dari suatu Bahaya
maupun Risiko yang muncul. Dapat dikatakan pula, tujuan akhir dari suatu program K3 di
perusahaan adalah tidak adanya angka Kecelakaan kerja, bahkan hingga tidak adanya angka
kesakitan akibat kerja di dalam perusahaan.
Menurut Maslow, di dalam teori hirarki kebutuhan menjelaskan bahwa Kesehatan dan juga
keselamatan merupakan suatu kebutuhan yang paling mendasar. Namun, terkadang hal yang kita
butuhkan tidak semuanya terpenuhi. Apalagi kebutuhan-kebutuhan yang bersifat abstrak seperti
halnya Kesehatan dan juga keselamatan yang memang belum terjadi.
Seseorang akan cenderung memahami, jika orang tersebut mengalaminya sendiri. Hal ini yang
seringkali menjadi permasalahan utama dalam suatu program K3 di perusahaan. Para petugas K3
perusahaan, sering bahkan tidak pernah bosan menjelaskan tentang Bahaya dan Risiko. Namun,
jika di perusahaan yang memang belum pernah mengalami Terpapar oleh Bahaya dan Risiko
tersebut, cenderung mengabaikan. Toh, hal tersebut belum pernah terjadi pada diri saya.
Kalimat tersebut yang sering muncul.
Hal tersebut menjadi sebuah dilemma bagi petugas K3 yang ada. Pada akhirnya, disatu sisi
memang suatu kewajiban dari perusahaan, dilain sisi terkadang petugas K3 kesal dengan
ungkapan-ungkapan tersebut. Kondisi seperti ini memang tidak terjadi di semua perusahaan,
apalagi untuk perusahaan besar yang memang K3 itu sudah menjadi prioritas utama. Segala
sesuatu Aktivitas, Selalu dilihat dari aspek keselamatan dan juga Kesehatan pekerjanya maupun
asset perusahaan yang ada. Ini yang dinamakan perusahaan yang memiliki karakter yang kuat
dalam K3. Ini bukan suatu proses yang singkat atau mudah dilakukan. Justru ini hal tersulit
dilakukan dalam mengimplementasikan K3 di perusahaan.
Menurut kamus besar bahasa Indonesia, Karakter memiliki arti bawaan, hati, jiwa, kepribadian,
budi pekerti, perilaku, personalitas, sifat, tabiat, tempramen, watak . Karakter berasal dari
bahasa Yunan yang berarti to mark atau menandai dan memfokuskan bagaimana
mengaplikasikan nilai kebaikan dalam bentuk tindakan atau tingkah laku, sehingga orang yang
memiliki tindakan tidak baik berkarakter jelek . Sebaliknya orang yang Berperilaku baik disebut
dengan berkarakter baik.
Karakter ini merupakan sifat bawaan, atau suatu sikap maupun perilaku yang di bentuk sejak
kecil. Namun, permasalahan yang muncul adalah Apakah setiap Pekerja yang ada di perusahaan
kita memiliki karakter baik? Atau malah para Pekerja kita terdiri orang yang memiliki karakter
jelek, seperti halnya cuek, tidak peduli, dan bersifat acuh terhadap orang lain? Semua itu kembali
lagi ke visi misi dari sebuah perusahaan, baik secara umum perusahaan maupun visi misi pribadi
dari pemilik perusahaan atau pengelola perusahaan. Tidak jarang kita menemui, perusahan yang
menjadikan program K3 menjadi suatu formalitas untuk mempermudah mendapatkan tender atau

meningkatkan image perusahaan di mata customer. Bukan suatu hal yang sulit, jika kita
Membentuk suatu perusahaan yang berkarakter K3 positif, dengan Kondisi-kondisi di atas.
Semuanya kembali kepada Komitmen perusahaan maupun personal di dalamnya.
Seperti kita ketahui bersama program K3, merupakan suatu program untuk membentuk sikap
maupun perilaku Pekerja yang aman dan sehat. Untuk mencapai sikap dan perilaku yang sehat,
selamat dan aman ini saat ini dipermudah dengan adanya suatu sistem Manajemen K3 (SMK3)
atau dengan adanya sertifikasi OHSAS 18001 dengan Sistem Manajemen K3. Secara normative
di bahas di dalam PER.05/MEN/1996 tentang Sistem Manajemen K3, pasal 1 menjelaskan
SMK3 adalah bagian dari sistem Manajemen keseluruhan yang meliputi struktur organisasi,
perencanaan, tanggungjawab, pelaksanaan, prosedur, proses, dan sumber daya yang dibutuhkan
bagi pengembangan, penerapan, pencapaian pengkajian, dan pemeliharaan Kebijakan
keselamatan dan Kesehatan kerja dalam rangka pengendalian Risiko yang berkaitan dengan
kegiatan kerja guna terciptanya tempa kerja yang aman, efisien dan produktif.
Dalam sistem SMK3 di jelaskan hal yang pertama kali dilakukan adalah membangun sebuah
komitmen serta tanggung Jawab bersama terhadap Kesehatan dan keselamatan kerja, terutama
bagi pimpinan perusahaan. Komitmen dan tanggung Jawab ini merupakan penekanan awal
dalam pembentukan karakter. Jika suatu pimpinan perusahaan berkomitmen terhadap K3, maka
jika melihat atau mendengar suatu laporan adanya pelanggaran maka pimpinan ini mesti
mengambil sikap dan tindakan yang tegas. Sikap dan perilaku pimpinan pun dapat menjadi
contoh bagi setiap karyawan. Ini yang dinamakan pembentukan karakter, seperti anak kecil yang
akan Selalu meniru kedua orang tuanya. Setiap ucapan, maupun tindakan ayah dan ibunya yang
kelak menjadi sikap dan perilaku si anak tersebut.
Seseorang cenderung akan mencontoh orang yang memiliki power kuat, memiliki pengaruh yang
besar, dan dapat dijadikan role model. Hal ini, dapat dilakukan dengan penekanan dari pimpinan
perusahaan bagi para atasan, manajer atau level supervisor. Untuk Selalu, memberikan contoh
sikap dan perilaku yang aman, sehat dan selamat kepada anak buahnya.
Kemudian, di dalam SMK3 juga terdapat klausul yang menjelaskan mengenai implementasi atau
penerapan program K3. Salah satu bagian dari program, adalah dengan adanya pengembangan
dan Pelatihan bagi karyawan terutama terkait aspek K3 di perusahaan. Program ini yang akan
mengedukasi karyawan, memberikan pengetahuan yang cukup sehingga tersimpan dalam benak
karyawan tentang aspek K3 tersebut.
Di dalam klausul implementasi, terdapat juga program Komunikasi dan Promosi K3. Para atasan
menyampaikan kepada bawahannya tentang aspek Bahaya dan Risiko yang ada di tempat kerja.
Hal ini terkesan sangat membosankan. Akan tetapi, ini penting untuk Selalu disampaikan kepada
pekerja. Agar Pekerja akan Selalu ingat, dan bahkan dapat mengingatkan rekan kerja jika

terdapat penyimpangan atau ketidaksesuaian. Ini yang biasa disebut dengan toolbox meeting atau
safety talk yang disampaikan setiap hari.
Kemudian, promosi K3 secara regular dilakukan agar Pekerja dapat Selalu ingat dan lebih
memahami tentang aspek-aspek K3 yang disampaikan. Bentuk promosi K3 dapat dilakukan
dengan visualisasi atau gambar. Seperti poster, Spanduk, banner, pamflet, sticker, dan lain-lain.
Bentuk promosi juga dapat dilakukan dengan suatu program yang menarik, seperti dibuatkan
lomba, kuis, dan bentuk program lainnya. Intinya, petugas K3 melakukan sosialisasi dan
promosi-promosi yang menarik agar Pekerja lebih memiliki awareness yang tinggi terhadap
aspek K3.
Pada pelaksanaannya memang bukan hal yang mudah untuk dilakukan. Melakukan suatu
perubahan karakter individu, budaya organisasi, dan merubah sikap maupun perilaku merupakan
suatu tahapan proses. Dengan sistem Manajemen K3, merupakan suatu cara untuk memberikan
suatu perubahan dari berbagai arah. Dari sisi pimpinan perusahaan, dengan memberikan
komitmen dan tanggung Jawab, serta memberikan contoh sikap dan perilaku. Kemudian,
melakukan penekanan kepada level manajer dan juga level supervisor untuk Selalu bersikap dan
Berperilaku yang aman, sehat dan selamat. Sehingga dapat menjadi role model bagi Pekerja.
Dari sisi pekerjanya pun, dengan pembekalan pengetahuan yang cukup, serta stimulus dengan
Selalu diingatkan, diberikan contoh visualisasi gambar, dan dengan memberikan programprogram yang dapat menarik para Pekerja untuk dapat terlibat.
Membentuk karakter yang kuat terhadap aspek K3 di perusahaan bukan hal yang sulit. Dengan
komitmen, konsistensi, dan keterlibatan Seluruh level di perusahaan hal itu akan mudah
dilakukan.
Oleh: Jamaludin

PROSES SAFETY MANAGEMENT (PSM)

Oleh : M.Nuruddin
Pendahuluan
Secara umum Process Safety Management (PSM)/ Manajemen Keselamatan Proses (MKP)
mengacu kepada prinsip dan sistem manajemen kepada identifikasi, pengertian dan pengontrolan
pada bahaya akibat kegiatan proses produksi sebagai upaya perlindungan pada area kerja.
PSM/MKP
berfokus
kepada:

Pencegahan

Persiapan

Mitigasi

Respons

Pemulihan
dari
bencana
industri
Proses yang dimaksud dalam PSM tersebut adalah untuk perusahaan yang menyimpan,
memproduksi dan menggunakan bahan kimia berbahaya ataupun kombinasi dari aktifitas
tersebut.
Latar
Belakang
Beberapa bencana industri seperti di Bhopal (1984) India yang menyebabkan >2000 orang
meninggal, Pasadena (1989) mengakibatkan 23 orang meninggal dan 132 cidera, Piper Alpha
(1988) mengakibatkan 167 meninngal dan beberapa b encana industri lainnya yang melibatkan
bahan kimia berbahaya yang diikuti dengan kebakaran, peledakan serta paparan bahan kimia
beracun.

Dari beberapa bencana industri di atas menunjukkan bahwa bencana tersebut sulit dicegah
dengan pendekatan traditional occupational safety and health yang berfokus kepada hubungan
individu pekerja dengan peralatan maupun proses. Banyak keputusan penting yang mengarah

kepada insiden serius, kejadian yang tidak terduga diluar kontrol pekerja ataupun atasan.
Dibutuhkan pengontrolan yang efektif yang memperhitungkan aktifitas proses, termasuk
peralatan, prosedur serta organisasi yang dikelola oleh sistem manajemen untuk memastikan
bahwa semua bahaya telah diidentifikasi dan dikontrol demi kelangsungan suatu proses produksi.
Occupational Safety & Health vs Process Safety Management

Untuk membedakan occupational accident dan process safety accident dapat dianalogikan
sebagai
berikut
:
Occupational
Accident
:
Seorang pekerja terjepit tangannya di pulley motor karena ketika melakukan perbaikan motor
tidak
mematikan
motor
sebelumnya
sesuai
instruksi
kerja
yang
ada.
Proses
Safety
Accident:
Sejak pagi diketahui ada kenaikan temperatur pada salah satu bejana tekan, namun dengan
kenaikan temperatur tersebut manajemen berupaya mengatasi dengan mendinginkan temperatur
dengan air sehingga bejana tersebut meledak pada sore harinya, karena material yang ada di
dalam bejana tersebut mudah terbakar maka mengakibatkan kebakaran yang hebat.
Elemen Process Safety Management
Standar PSM sesuai OSHA 29 CFR 1910.119 terdapat 14 elemen sebagai berikut :
1. Employee Participation
2. Process Safety Information
3. Process Hazards Analysis
4. Operating Procedures
5. Training
6. Contractors obligation
7. Pre-startup safety review
8. Mecahnical Integrity
9. Hot Work Permit
10. Management of Change
11. Incident Investigation
12. Emergency Planning and Response
13. Compliance Audit
14. Trade Secret
1. Employee Participation
Organisasi harus merencanakan upaya PSM, dan rencana harus mencakup ruang lingkup upaya,
peran dan tanggung jawab, persyaratan pelaporan, pendekatan analisis bahaya, proses
pengendalian dokumen, dan strategi pengendalian bahaya.

Sebagai bagian dari upaya PSM, pengusaha harus berkonsultasi dengan pekerja dan perwakilan
mereka untuk memastikan bahwa semua pihak memahami bahaya dan risiko dalam proses.
Secara khusus, pekerja harus memiliki akses ke analisis bahaya proses dan informasi yang
digunakan untuk mendukung analisis tersebut. Tanpa partisipasi pekerja risiko mungkin tidak
sepenuhnya dipahami atau tepat dikomunikasikan.
2. Process Safety Information (PSI)
Organisasi / Pengusaha harus mengumpulkan dan mencatat Proses Safety Information (PSI)
sebelum melakukan analisis bahaya.
Tujuan dari informasi tersebut adalah sebagai langkah awal melakukan identifikasi bahaya dan
resiko yang terkait dengan aktifitas proses tersebut. Informasi tersebut meliputi bahan kimia
yang digunakan / diproduksi, teknologi, serta peralatan yang dipergunakan. Secara khusus
apabila mempergunakan bahan kimia berbahaya, informasi meliputi toksisitas, Nilai Ambang
batas, sifat fisika & kimia, reaktifitas, corrosifitas, serta bahaya yang akan timbul saat bereaksi.
MSDS dan P&IDs (diagram alir perpipaan dan instrumentasi) harus dibuat.
Critical Parameter seperti batasan maksimum dan minimum penyimpanan bahan kimia harus
dipersiapkan. Informasi lain terkait sistim keselamatan seperti temperatur, tekanan minimum dan
maksimum, sistem ventilasi dan kode standarisasi harus diperhitungkan dalam desain.
3. Process Hazards Analysis (PHA)
PHA (Process Hazards Analysis) didefinisikan oleh OSHA sebagai pendekatan, menyeluruh,
teratur, sistematis untuk mengidentifikasi, mengevaluasi, dan mengendalikan bahaya dari proses
yang melibatkan bahan kimia berbahaya.
PHA adalah kunci untuk upaya K3 karena memberikan informasi untuk membantu manajemen
dan pekerja meningkatkan keselamatan dan membuat keputusan yang tepat untuk menurunkan
resiko.
Beberapa metode yang digunakan adalah
-Checklist
What-if/checklist
Hazards Operability Study(HAZOP)
Failure Modes and Effect ANalysis(FMEA)\
Fault Tree Analysis
Penekankan analisis tersebut adalah bahwa PHA harus dilakukan olem team yang mengetahui
tentang proses dan teknik analisis bahaya.
Dalam PHA harus dijelaskan jangka waktu untuk melaksanakan rekomendasi tindak lanjut, dan
di analisis ulang apabila ada perubahan.
PHA disarankan dievaluasi ulang tiap 5 tahun sekali.
4. Operating Procedure / Prosedur Operasi
Prosedur Operasi menggambarkan pekerjaan yang harus dilaksanakan, data-data harus dicatat
(kondisi operasi normal, maksimum dan minimum paramater).

Prosedur juga harus mengidentifikasi tindakan pencegahan Kecelakaan dan Penyakit Akibat
Kerja. Prosedur Operasi harus jelas singkat dan konsisten dengan PSI (Process Safety
Information) yang mengacu kepada PHA (Process Hazards Analysis).
Prosedur Operasi harus dievaluasi secara berkala dan diupadate apabila ada perubahan
parameter, konsisten dengan proses yang ada.
Pelatihan untuk pelaksanaan prosedur operasi juga harus menjelaskan apa yang harus dilakukan
pada kondisi darurat.
5. Training / Pelatihan
Pelatihan merupakan elemen yang cukup penting dalam penerapan PSM. Hal-hal yang harus
diperhatikan dalam pelaksanaan training adalah sebagai berikut :
pelaksanaan pelatihan harus dipastikan bahwa peserta dapat memahami resiko pekerjaan
terkait proses ataupun bahayanya bekerja dengan bahan kimia berbahaya, termasuk mengerahui
apa yang harus dilakukan dalam kondisi darurat.
Pelaksanaannya disesuaikan dengan kebutuhan perusahaan
Secara periodik dievaluasi keefektifan dari pelaksanaan teraining tersebut.
6. Contractors Obligation / Kewajiban kontraktor
Banyak perusahaan yang mempekerjakan kontraktor dalam pekerjannya. Meruypakan
tanggungjawab perusahaan untuk memastikan bahwa kontraktor yang bekerja di area kerjanya
telah memiliki cukup pengetahuan dan keahlian dalam melaksanaan pekerjaan sesuai dengan
persyaratan K3 khususnya yang kontak dengan bahan kimia berbahaya. Kontraktor
bertanggungjawab untuk melaksanakan prosedur kerja selamata yang ditetapkan oleh
perusahaan.
Pihak perusahaan harus melakukan evaluasi terhadap kinerja kontraktor dalam melaksanakan
prosedur kerja selamat.
7.Pre-Startup Safety Review
Banyak kecelakaan terjadi masa transisi ke fase operasi stabil, seperti pada saat start up atau
commisioning pada peralatan baru, khususnya apabila ada perubahan /modifikasi peralatan. Pre
startup sangat perlu dilakukam dan ditulis dalam prosedur operasi. Semua parameter telah ditulis
dalam P&ID dan prosedur emergency shutdown telah dikomunikasikan.
8. Mechanical Integrity
Dalam pengoperasian peralatan, hal yang sangat penting adalah perawatan dari peralatan
tersebut. Harus dipastikan bahwa peralatan tersebut dapat dioperasikan dengan baik.
PSM mempersyaratkan terdapat prosedur perawatan tertulis untuk peralatan sebagai berikut :
Bejana Tekan dan tangki penyimpan
Sistim perpipaan (termasuk komponennya seperti valve)
Sistim Relief dan venting
Sistim emergency shutdown

Sistim kontrol (sensor, alarm, interlock)


Pompa
Prosedur tersebut mencakup inspeksi dan testing
9. Hot Work Permit / Ijin Pekerjaan Panas
Pekerjaan perbaikan ataupun modfikasi yang sifatnya tidak rutin, khusunya hot work seperti
aktifitas pengelasan berpotensi terhadap kebakaran dan peledakan. Organisasi harus mempunyai
prosedur ijin pekerjaan panas untuk memastikan pekerjaan tersebut telah di analisa resikonya,
terdapat upaya menurunkan resikonya (mitigasi) dan personil yang terlibat dalam pekerjaan
tersebut telah mengetahui bahaya yang timbul akibat pekerjaan tersebut.
10. Management of Change / Manajemen Perubahan
Sistim yang digunakan dalam operasi seperti mesin, design, prosedur, bahan baku ataupun
personil yang terlibat seringkali terdapat perubahan yang kadang-kadang bisa meningkatkan
resiko. Untuk itu, perubahan tersebut harus dievaluasi untuk memastikan resiko dari segi K3-nya
dapat dikontrol.
Analisis perubahan tersebut meliputi hal-hal sebagai berikut :
Data Teknik perubahan
Pengaruh perubahan terhadap pekerja ditinjua dari K3
Modifikasi prosedur operasi
Waktu yang dibutuhkan untuk perubahan
Otorisasi persyaratan dari perubahan yang diusulkan
Organisasi tidak seharusnya berasumsi sedikit perubahan tidak berpengaruh kepada K3. Banyak
kecelakaan yang berakibat dari perubahan kecil yang dianggap tidak berpengaruh terhadap K3.
11. Investigasi Kecelakaan
Problem atau masalah yang diketahui tidak seharusnya untuk dibiarkan. Kegagalan untuk
investigasi serta memperbaiki dari akar permasahan (root cause) dapat berakibat kecelakaan akan
terulang bahkan dapat berakibat lebih besar. Organisasi harus fokus terhadap pencegahan
kecelakaan tidak hanya melaporkan problem dan ini membutuhkan analsis akar permasalahan.
Organisasi harus memiliki program yang aktif untuk mengidentifikasi problem yang ada
sehingga kecelakaan tidak terjadi. Nearmiss yang dapat berakibat kepada bencana industri harus
segera di tindak lanjuti. Belajar dari bencana industri yang telah terjadi sebagai upaya
pencegahan keelakaan sangatlah penting.
12. Rencana Tanggap Darurat
PSM sebagai upaya yang sangat penting sebagai pencegahan kecelakaan, tetapi bagus apapaun
organisasi berupaya membangun sistim K3, desain bisa gagal, personil dapat berbuat kesalahan
sehingga terjadi insiden diluar kendali perusahaan.
Oleh karena itu, organisasi harus merencanakan untuk keadaan darurat dan siap untuk merespon.
Minimal, pengusaha harus mengembangkan rencana tanggap darurat yang meliputi tempat

evakuasi dan pelatihan dalam penggunaan alat pelindung diri. Karyawan harus dilatih untuk
rencana ini agar bisa efektif, dan sistem alarm harus diterapkan.
13. Compliance Audit
Audit ADALAH sarana untuk memastikan bahwa prosedur dan pelaksanaan PSM dilaksanakan
dan memadai. Persyaratan PSM, audit harus dilakukan setidaknya setiap tiga tahun. Audit harus
dilakukan oleh individu atau tim yang terlatih, dan audit harus direncanakan untuk memastikan
keberhasilan pelaksanannya.
14. Trade Secret / Rahasia Dagang
Organisasi harus membuat informasi keselamatan penting tersedia bagi semua personil yang
terlibat, mengembangkan analisis bahaya, membuat prosedur operasi, menyediakan perencanaan
dan tanggap darurat, melakukan audit, dan berpartisipasi dalam penyelidikan kecelakaan.
Organisasi harus membuat informasi ini tersedia bahkan jika rahasia dagang disertakan. Namun,
organisasi dapat membuat kesepakatan bahwa rahasia dagang tidak disebar luaskan.
KASUS KECELAKAAN DITINJAU DARI ELEMEN PSM

KESIMPULAN
PSM adalah pendekatan proaktif dari sisi manajemen dan teknis untuk melindungi pekerja,
kontraktor dan pihak lain terkait dari bahaya yang ada khususnya bahaya bahan kimia berbahaya.
Bahaya tersebut berpotensi terhadap bencana industri yang tidak terkontrol.
Persyaratan PSM ada 14 elemen yang sangat penting terhadap proses bahaya bahan kimia
berbahaya.
Contoh kasus kecelakaan yang disebutkan dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam
menyusun program PSM.
Referensi
1.
Occupational
Safety
&
Health
Administration,
OHSA,3132,2000
2. Elemen of Process Safety Management: Case Studies, Terry L. Hardy, 2013

Вам также может понравиться