Вы находитесь на странице: 1из 19

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bila anda mengalami perubahan pada kebiasaan buang air kecil,
misalnya merasakan nyeri atau panas saat berkemih, atau rasa sakit pada suatu
daerh tertentu dari salah satu sisi panggung sedikit di atas pinggng, atau
keluarnya urin lebih banyak dari biasanya, maka anda perlu mencurigai ada
gangguan pada ginjal anda. Misalnya, bila anda nyeri pada waktu buang air
kecil dan terasa sakit pada pinggang, kemungkinan terjadi infeksi ginjal akut
yang perlu segera diperiksakan ke dokter. Bila tidak disertai dengan nyeri pada
pinggang, kemungkinan terjadi infeksi pada saluran kemih (VitaHealth, 2007)
Bila tidak terasa nyeri sewaktu buang air kecil, tetapi keluarnya urin
lebih banyak dri biasanya, perhatikanlah apakah ada satu atau lebih dari gejalagejala berikut: letih yang tidak jelas sebabnya. Gejala-gejala tersebut
mengindikasikan

anda

mengalami

diabetes

melitus,

yang

berpotensi

mengakibatkan terjadinya gagal ginjal nkronis. Untuk memastik annya,


sebaiknya periksakan ke dokter. Bila tidak muncul gejala-gejala tambahan
tersebut, kemungkinan anda mengalami kelainan ginjal yang perlu pertolongan
dokter(VitaHealth, 2007).
Di negara maju, angka penderita gangguan ginjal tergolong cukup tinggi.
Di Amerika Serikat misalnya, angka kejadian gagal ginjal meningkat dalam 10
tahun. Pada 1990, terjadi 166 ribu kasus GGT (gagal ginjal tahap akhir) dan
pada 2000 menjadi 372 ribu kasus. Angka tersebut diperkirakan terus naik.
Pada 2010, jumlahnya diestimasi lebih dari 650 ribu.Selain data tersebut, 6
juta-20 juta individu di AS diperkirakan mengalami GGK (gagal ginjal kronis)
fase awal (VitaHealth, 2007).
B. Rumusan masalah
1. Bagaimana Anatomi dan Fisiologi Ginjal?
2. Bagaimana konsep medis Gagal Ginjal Kronis?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui Anatomi dan Fisiologi Ginjal.
2. Untuk mengetahui konsep medis Gagal Ginjal Kronis

BAB II
PEMBAHASAN

A. Defenisi
Gagal ginjal kronik merupakan perkembangan gagal ginjal yang
progresif dan lambat (biasanya berlangsung beberapa tahun). Gagal ginjal
kronik terjadi setelah bebagai macam penyakit yng merusak massa nefron
ginjal.ebagian besar penyakit ini merupakan gagal ginjal parenkin ginjal traktus
dan bilateral meskipun lesi obstruktif pada traktus urinarus juga dapat
menyebabkan gagal ginjal kronik (Price,2006).
Penyakit ginjal kronik adalah suatu proses patofisiologis dengan etiologi
yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif, dan
pada umumnya berakhir dengan gagal ginjal. Selanjutnya, gagal ginjal adalah
suatu keadaan klinis yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang
ireversible, pada suatu derajat yang memerlukan terapi pengganti ginjal yang
tetap, berupa dialisis atau transplantasi ginjal. Uremia adalah suatu sindrom
klinik dan laboratorik yang terjadi pada semua organ, akibat penurunan fungsi
ginjal pada penyakit ginjal kronik (Sudoyo, 2007).
B. Anatomi dan Fisiologi
1. Anatomi Ginjal

Gambar 1 Letak Ginjal


Anatomi ginjal menurut price dan Wilson (2006) dan Smletzer dan
Bare (2001), ginjal merupakan organ berbentuk seperti kacang yang
terletak pada kedua sisi kolumna vertebralis. Ginjal kanan sedikit lebih
rendah dibandingkan ginjal kiri karena tekanan ke bawah oleh hati. Katub
atasnya terletak setinggi iga kedua belas. Sedangkan katub atas ginjal kiri
terletak setinggi iga kesebelas. Ginjal dipertahankan oleh bantalan lemak

yang tebal agar terlindung dari trauma langsung, disebelah posterior


dilindungi oleh iga dan otot-otot yang meliputi iga, sedangkan anterior
dilindungi oleh bantalan usus yang tebal. Ginjal kiri yang berukuran
normal biasanya tidak teraba pada waktu pemeriksaan fisik karena dua
pertiga atas permukaan anterior ginjal tertutup oleh limfa, namun
katub bawah ginjal kanan yang berukuran nor mal dapat diraba secara
bimanual.
Ginjal terbungkus oleh jaringan ikat tipis yang dikenal sebagai
kapsula

renis.

Disebelah

anterior

ginjal

dipisahkan

dari

kavum

abdomen dan isinya oleh lapisan peritoneum. Disebelah posterior organ


tersebut dilindungi oleh dinding toraks bawah. Darah dialirkan kedalam
setiap ginjal melalui arteri renalis dan keluar dari dalam ginjal melalui
vena renalis. Arteri renalis berasal dari aorta abdominalis dan vena
renalis membawa darah kembali kedalam vena kava inferior. Pada orang
dewasa panjang ginjal adalah sekitar 12 sampai 13 cm (4,7-5,1

inci)

lebarnya 6 cm (2,4 inci) tebalnya 2,5 cm (1 inci) dan beratnya sekitar


150 gram. Permukaan anterior dan posterior katub atas dan bawah
serta tepi lateral ginjal berbentuk cembung sedangkan tepi lateral ginjal
berbentk cekung karena adanya hilus. Gambar anatomi ginjal dapat dilihat
dalam gambar. 2

Gambar 2 Anatomi Khusu Ginjal

Apabila dilihat melalui potongan longitudinal, ginjal terbagi


menjadi dua bagian yaitu korteks bagian luar dan medulla di bagian dalam.
Medulla terbagi-bagi
piranidpiramid

menjadi

biji segitiga

yang disebut

piramid,

tersebut diselingi oleh bagian korteks yang disebut

kolumna bertini. Piramid-piramid tersebut tampak bercorak karena


tersusun oleh segmen-segmen tubulus dan duktus pengumpul nefron.
Papilla (apeks)dari piramid membentuk duktus papilaris bellini dan
masukke dalam perluasan ujung pelvis ginjal yang disebut kaliks minor
dan bersatu membentuk kaliks mayor, selanjutnya membentuk pelvis
ginjal.
Ginjal tersusun dari beberapa nefron. Struktur halus ginjal terdiri
atas

banyak

nefron

yang

merupakan

satuan

fungsional

ginjal,

jumlahnya sekitar satu juta pada setiap ginjal yang pada dasarnya
mempunyai struktur dan fungsi yang sama. Setiap nefron terdiri dari
kapsula bowmen yang mengintari rumbai kapiler glomerulus, tubulus
kontortus proksimal, lengkung henle dan tubulus kontortus distal yang
mengosongkan diri ke duktus pengumpul. Kapsula bowman merupakan
suatu invaginasi dari tubulus proksimal. Terdapat ruang yang mengandung
urine antara rumbai kapiler dan kapsula bowman dan ruang yang
mengandung urine ini dikenal dengan nama ruang bowmen atau ruang
kapsular. Kapsulabowman dilapisi oleh sel - sel epitel. Sel epitel parielalis
berbentuk gepeng dan membentuk bagian terluar dari kapsula, sel epitel
veseralis jauh lebih besar dan membentuk bagian dalam kapsula dan juga
melapisi bagian luar dari rumbai kapiler. Sel viseral membentuk tonjolan tonjolan atau kaki -kaki yang dikenal sebagai pedosit, yang bersinggungan
dengan membrana basalis pada jarak - jarak tertentu sehingga terdapat
daerah-daerah yang bebas dari kontak antar sel epitel. Daerah - daerah
yang terdapat diantara pedosit biasanya disebut celah pori - pori.

Gambar 3 Anatomi Nefron


Vaskilari ginjal terdiri dari arteri renalis dan vena renalis. Setiap
arteri renalis bercabang waktu masuk kedalam hilus ginjal. Cabang
tersebut menjadi arteri interlobaris yang ber jalan diantara pyramid dan
selanjutnya membentuk arteri arkuata yang melengkung melintasi basis
pyramid-piramid ginjal. Arteri arkuata kemudian membentuk arteriola
arteriola interlobaris yang tersusun oleh parallel dalam korteks, arteri
ini selanjutnya membentuk arteriola aferen dan berakhir pada rumbairumbai kapiler yaitu glomerolus. Rumbai-rumbai kapiler atau glomeruli
bersatu membentuk arteriola eferen yang bercabang-cabang membentuk
sistem portal kapiler yang mengelilingi tubulus dan kapiler peritubular.

Gambar 4 Anatomi Glomerulus

Darah yang mengalir melalui system portal akan dialirkan ke


dalam

jalinan

vena

menuju

vena

intelobaris

dan

vena

renalis

selanjutnya mencapai vena kava inferior. Ginjal dilalui oleh darah


sekitar 1.200 ml permenit atau 20%-25% curah jantung (1.500 ml/menit).
2. Fisiologi Ginjal
a. Fungsi ginjal
Menurut Price dan Wilson (2005), ginjal mempunyai berbagai
macam fungsi yaitu ekskresi dan fungsi non-ekskresi. Fungsi
ekskresi diantaranya adalah :
1) Mempertahankan osmolaritas plasma sekitar 285 mOsmol
dengan mengubah-ubah ekskresi air.
2) Mempertahankan kadar masing-masing elektrolit plasma dalam
rentang normal.
3) Mempertahankan pH plasma sekitar 7,4 dengan mengeluarkan
kelebihan H+dan membentuk kembali HCO3
4) Mengekresikan produk akhir nitrogen dari metabolism protein,
terutama urea, asam urat dan kreatinin.
Sedangkan fungsi non-ekresi ginjal adalah :
1) Menghasilkan rennin yang penting untuk pengaturan tekanan
darah.
2) Menghasilkan eritropoetin sebagai factor penting dalam
stimulasi produksi sel darah merah olehsumsum tulang.
3) Metabolism vitamin D menjadi bentuk aktifnya.
4) Degradasi insulin.
5) Menghasilkan prostaglandin.
b. Fisiologi pembentukan urine
Pembentukan urine diginjal dimulai dari proses filtrasi plasma
pada glomerolus. Sekitar seperlima dari plasma atau 125 ml/menit
plasma dialirkan di ginjal melalui glomerolus ke kapsula
bowman.
Halini dikenal dengan istilah laju filtrasi glomerolus/glomerular
filtration rate (GFR) dan proses filtrasi pada glomerolus disebut
ultrafiltrasi glomerulus. Tekanan darah menentukan beberapa tekanan
dan kecepatan alirn darah yang melewati glomeruls. Ketika darah
berjalan melewati struktur ini, filtrasi terjadi. Airdan molekul-molekul
yang kecila akan dibiarka lewat sementara molekul-molekul besar
tetap bertahan dalam aliran darah. Cairan disaring melalui dinding
jonjot -jonjot kapilerglomerulus dan memasukitubulus.cairan ini
disebut filtrate. Filrat terdiri dari air, elektrolit dan molekul kecil
lainnya. Dalam tubulus sebagian substansi ini secara selektif diabsobsi
ulang kedalam darah. Substansi lainnya diekresikan dari darah

kedalam filtrat ketika filtrat tersebut mengalir di sepanjang


tubulus.
Filtrate akan dipekatkan dalam tubulus distal serta duktud pengumpul
dan kemudian menjadi urine yang akan mencapainpelvis ginjal.
Sebagian substansi seperti glukosa normalnya akan diabsorbsi
kembali seluruhnya dalam tubulus dan tidak akan terlihat dalam urine.
Berbagai substansi yang secara normal disaring oleh glomerulus,
diabsorbsi oleh tubulus dan diekresikan kedalam urine mencakup
natrium, klorida, bikarbinat, kalium, glukosa, ureum, kreatinin dan
asam urat.
Terdapat 3 proses penting yang berhubungan dengan proses
pembentukan urine, yaitu :
a. Filtrasi (penyaringan) : kapsula bowman dari badan malpighi
menyaring darah dalam glomerus yang mengandung air, garm,
gula, urea dan zat bermolekul besar (protein dan sel darah)
sehingga dihasilkan filtrat glomerus (urine primer). Di dalam
filtrat ini terlarut zat yang masih berguna bagi tubuh maupun zat
yang tidak berguna bagi tubuh, misal glukosa, asm amino dan
garam-garam.
b. Reabsorbsi (penyerapan kembali) : dalam tubulus kontortus
proksimal zat dalam urine primer yang masih berguna akan
direabsorbsi yang dihasilkan filtrat tubulus (urine sekunder)
dengan kadar urea yang tinggi.
c. Ekskesi (pengeluaran) : dalam tubulus kontortus distal, pembuluh
darah menambahkan zat lain yang tidak digunakan dan terjadi
reabsornsi aktif ion Na
+
dan Cl- dan sekresi H
+
dan K+
. Di tempat
sudah terbentuk urine yang sesungguhnya yang tidak terdapat
glukosa dan protein lagi, selanjutnya akan disalurkan ke tubulus
kolektifus ke pelvis renalis.
Perbandingan jumlah yang disaring oleh glomerulus setiap hari
dengan jumlah yang biasanya dikeluarkan kedalam urine maka dapat
dilihat besar daya selektif sel tubulus:

C. Etiologi
Menurut Sudoyo (2007) Etiologi penyakit gagal ginjal kronik sangat bervariasi
anata satu Negara dengan Negara lain. Tabel menunjukkan penyebab utama dan
insiden penyakit ginjal kronik di amerika.
Sedangkan perhimpungan nefrologi indonesi (pernefri) tahun 2000
mencatat penyebab gagal ginjal yang menjalani hemodialysis di Indonesia, seperti
pada tabel.
Dikelompokkan pada sebab lain antara lain diantranya, nefritis lupus,
nefropati urat, intoksikasi obat, penyakit ginjal bawaan, tumor ginjal, dan
penyebab yang tidak diketahui
Penyebab penyakit Ginjal Kronik Di Amerika Serikat (1995-1999)

Penyebab
Diabetes mellitus
- Tipe 1 (7%)
- Tipe 2 (337%)

Insiden
44%
27%

Hipertensi dan penyakit pembuluh darah besar


Glomerulunefritis

10%
4%

Nefritis interstitialis

3%

Kista dan penyakit bawaan lain

2%

Penyakit sistemik (missal, lupus dan vaskulitis)

2%

Neoplasma

4%

Tidak diketahui

4%

Penyakit lain
Penyebab Gagal Ginjal yang menjalani hemodialysis di Indonesia tahun 2000
Penyebab

Insiden

Glomerulunefritis

46,36%

Diabetesmelitus

18,65%

Obstruksi dan infeksi

12,85%

Hipertensi

8,46%

Sebab lain

13,65%

Menurut Price dan Wilson (2005) klasifikasi penyebab gagal ginjal kronik
adalah sebagai berikut :
1. Penyakit infeksi tubulointerstitial: Pielonefritis kronik atau refluks
nefropati
2. Penyakit peradangan: Glomerulonefritis

3.

Penyakit

vaskuler

hipertensif:

Nefrosklerosis

benigna,

Nefrosklerosis
maligna, Stenosis arteria renalis
4. Gangguan jaringan ikat: Lupus eritematosus sistemik, poliarteritis
nodosa, sklerosis sistemik progresif
5. Gangguan congenital dan herediter: Penyakit ginjal polikistik,
asidosis
tubulus ginjal
6. Penyakit metabolik: Diabetes mellitus, gout, hiperparatiroidisme,
amiloidosis
7. Nefropati toksik: Penyalahgunaan analgesi, nefropati timah
8. Nefropati obstruktif: Traktus urinarius bagian atas (batu/calculi,
neoplasma, fibrosis, retroperitineal), traktus urinarius bawah
(hipertropi
prostat, striktur uretra, anomaly congenit al leher vesika urinaria dan
uretra)
D. Patofisiologi
Patofisiologi penyakit ginjal kronik pada awalnya tergantung pada
penyakit yang mendasarinya, tapi dalam perkembangan selanjutnya proses
yang terjadi kurang sama. Pengurangan massa ginjal

mengakibatkan

hipertropi structural dan fungsional nefron yang masih tersisis (surviving


nephrons) sebagai upaya kompensasi, yang diperantarai oleh melekul
vasoaktif seperti hiperfiltrasi, yang diikuti oleh peningkatan tekanan kapiler
dan aliran dan aliran darah glomerulus. Proses adaptasi berlangsung
singkat,akhirnya diikuti oleh proses maladaptasi berupa skelerosis nefron yang
masih tersisisa. Proses ini akhirnya diikutidengan penurungan fungsi nefron
yang progresif, walaupun penyakit dasarnya sudah tidak aktif lagi adanya
peningkatan

aktivitas

aksis

renin-agiotensin-aldosteron

internal,

ikut

memeberikan kontribusi terhadap terjadinya hiperfiltrasi, skelrosis dan


progresifitas tersebut. Aktivitas jangka panjang aksis reninangiotansinaldeosteron, sebagian diperantarai oleh growth factor seperti transforming
growth factor (TGF-). Beberapa hal yang juga dianggap berperan terhadap
terjadinya progresifitas penyakit ginjal kronik adalah albuminuria, hipertensi,
hiperglikemia, dyslipidemia. Terdapat variabilitas interindividual untuk

terjadinya sclerosis dan fibrosis glomerulus maupun tubulointerstinal (Sudoyo,


2007)
Pada stadium paling dini penyakit ginjal kronik, terjadi kehilangan
daya cadangan (renal reserve), pada keadaan mana basal LPG maasih normal
atau malah meningkat. Kemudian secara perlahan tapi p[asti, akan terjadi
penurunan fungsi nefron yang progresif, yang ditandai dengan peningkatan
kadar urea dan kreatinin serum.. sampai LPG sebesar 60%, pasien masih
belum merasakan keluhan (asimtomatik), tapi sudah terjadi peningkatan kadar
urea dan kreatinin serum. Sampai pada LPG sebesar 30%, mual, muntah,
nafsu makan kurang dan penurunan berate badan. Sampai pada LPG di bawah
30%, pasien memperlihatkan gejala dan tanda uremia yang nyata seperti,
anemia, peningkatan tekanan darah, gangguan metabolism fosfor dan kalsium,
pruritus, mual, muntah dan lainsebagainya. Pasien juga mudah terkena infeksi
seperti infeksi kemih, infeksi saluran nafas, maupun infeksi saluran cerna juga
akan gangguan keseimbangan elektrolit antara lain nutrium dan kalium. Pada
LPG dibawah 15% akan terjadi gejala dan komplikasi yang serius, dan pasien
sudah memerlukan terapi pengganti ginjal (renal replacement therapy) anta
lain dialysis atau transplantasi ginjal. Pada keadaan ini pasien dikatakan
sampai pada stadium gagal ginjal Patofisiologi penyakit ginjal kronik pada
awalnya tergantung pada penyakit yang mendasarinya, tapi dalam
perkembangan selanjutnya proses yang terjadi kurang sama. Pengurangan
massa ginjal mengakibatkan hipertropi structural dan fungsional nefron yang
masih tersisis (surviving nephrons) sebagai upaya kompensasi, yang
diperantarai oleh melekul vasoaktif seperti hiperfiltrasi, yang diikuti oleh
peningkatan tekanan kapiler dan aliran dan aliran darah glomerulus. Proses
adaptasi berlangsung singkat,akhirnya diikuti oleh proses maladaptasi berupa
skelerosis nefron yang masih tersisisa. Proses ini akhirnya diikutidengan
penurungan fungsi nefron yang progresif, walaupun penyakit dasarnya sudah
tidak aktif lagi adanya peningkatan aktivitas aksis renin-agiotensin-aldosteron
internal, ikut memeberikan kontribusi terhadap terjadinya hiperfiltrasi,
skelrosis dan progresifitas tersebut. Aktivitas jangka panjang aksis

reninangiotansin-aldeosteron, sebagian diperantarai oleh growth factor seperti


transforming growth factor (TGF-). Beberapa hal yang juga dianggap
berperan terhadap terjadinya progresifitas penyakit ginjal kronik adalah
albuminuria, hipertensi, hiperglikemia, dyslipidemia. Terdapat variabilitas
interindividual untuk terjadinya sclerosis dan fibrosis glomerulus maupun
tubulointerstinal (Sudoyo, 2007)
E. Manifestasi Klinis
Karena pada gagal ginjal kronis setiap sistem tubuh dipengaruhi oleh
kondisi uremia, maka pasien akan memperlihatkan sejumlah tanda dan gejala.
Keparahan tanda dan gejala bergantung pada bagian dan tingkat kerusakan
ginjal, kondisi lain yang mendasari, dan usia pasien (Smeltzer, 2001)
1. Manifestasi kardiovaskuler, pada gagal ginjal kronis mencakup
hipertensi (akibat retensi cairan dan natrium dari aktivitass sistem
renin-angiotensin-aldosteron), gagal jantung kongestif, dan edema
pulmoner (akibat cairan berlebih), dan perikarditis (akibat iritasi pada
lapisan pericardial oleh toksin uremik) (Smeltzer, 2001)
2. Gejala dermatologi yang sering terjadi mencakup rasa gatal yang parah
(pruritis). Butiran uremik, suatu penumpukan Kristal urea di kulit, saat
inijarang terjadi akibat penanganan yang dini dan agresif pada
penyakit ginjal tahap akhir. Gejala gastrointestinal juga sering terjadi
dan

mencakup

perubahan

tingkat

kesadaran,

tidak

mampu

berkonsentrasi, kedutan, otot dan kejang (Smeltzer, 2001)Mekasnisme


yang pasti untuk setiap manifestasi tersebut belum dapat diidentifikasi.
Namun demikian, produk sampaah uremik sangat dimungkinkan
sebagai penyebabnya. Bafan 43-4 meringkaskan tanda dan gejala yang
sering dijumpai pada gagal ginjal kronis (Smeltzer, 2001).
3. Azotemia. Tes yang sensitive untuk menilai GGK ialah klirens
kreatinin (Nasar dkk, 2010).
4. Asidosis metabolic. Kegagalan

mengekskresi

ion

hydrogen

mengakibatkan akumulasi asam dalam darah (tubuh memproduksi


asam berlebihan sewaktu metabolisme sel) (Nasar dkk, 2010).

5. Ketidaksangupan untuk menkonsentrasikan urin. Merupakan suatu


manefestasi klinis awal GGK. Hal ini menyebabkan poliuria (curah
urine bertambah), nokturia (kencing berlebihan malam hari) dan
issosstenuria (ekskresi urin dengan osmolalitas yang sama dengan
plasma; berat jenis urin tidak bervariasi banyak dari 1,010 (Nasar dkk,
2010).
6. Hiperparatiroidisme sekunder dan osteodistrofi renal (Nasar dkk,
2010).
7. Kelainan

hematologic.

Anemia

normokrom

normisitik

akibat

berkurangnya produksi eritropoetin. Fungsi trombosit terganggu,


sehuingga ada kecenderungan pendarahan, antara lain sering
ditemukan pendarahan gastrointestinal (Nasar dkk, 2010).
8. Kelainan kardiovaskuler. GGK sering disertai hipertensi akibat retensi
natrium dan air oleh ginjal. Pada GGK tingkat lanjut dapat terjadi
perikarditis fibrinosa atau hemoragik akut yang sebabnya belum
diketahui (Nasar dkk, 2010).
9. Ensefalopati. GGK sering berhubungan dengan kelainan fungsi otak,
menyebabkan gangguan pada tingkat kesadaran (Nasar dkk, 2010).
F. Stadium
Menurut Price (2006) stadium dari Gagal Ginjal Kronis adalah:
a. Stadium 1
Disebut penurunan Cadangan Ginjal. Pada stadium ini kadarkretini
serum dan kadar BUN (Nitrogen Urea Darah masih normal. Dan klien
masih Asimtomatik (Price 2006).
b. Stadium 2
Disebut insufiensi ginjal. Leboh dari 75% jaringan ginja telah rusak.
Pada stadium ini kadar kreatinin serum juga mulai menngkat melebihi
kadar normal. Pada stadium ini mulai muncul gejala Nokturia dan
Poliuria perubahan pola makan (Price 2006).
c. Stadium 3
Disebut stadium gagal ginjal progresif. Pada stadium ini lebih 90%
massa nefron telah hancur atau sekitar 200.000 yang masih utuh. Pada
stadium ini jumlah kreatini serum dan kadar BUN akan meningkat
sehingga GFR (Laju Fltrasi Glomelurus) akan menurun sehingga pada

stadium ini klien akan menagalami penurunan jumlah pengeluran


urine (Price 2006).
Pembagian stadium gagal ginjal kronik menurut Smletzer dan Bare (2001)
adalah :
a. Stadium I
Stadium I ini disebut dengan penurunan cadangan ginjal, tahap inilah yang
paling ringan, dimana faal ginjal masih baik. Pada tahap ini penderita
ini belum merasakan gejala-gejala dan pemeriksaan laboratorium faal
ginjal masih dalam batas normal. Selama tahap ini kreatinin serum dan
kadar BUN (Blood Urea Nitrogen) dalam batas normal dan penderita
asimtomatik, laju filtrasi glomerolus/glomeruler Filtration rate (GFR) < 50 %
dari normal, bersihan kreatinin 32,5-130 ml/menit. Gangguan fungsi ginjal
mungkin hanya dapat diketahui dengan memberikan beban kerja yang
berat, sepersti tes pemekatan kemih yang lama atau dengan mengadakan test
GFR yang teliti (Smletzer dan Bare, 2001).
b. Stadium II
Stadium II ini disebut dengan Insufiensi ginjal, pada tahap ini lebih
dari 75 % jaringan yang berfungsi telah rusak, GFR besarnya 25 %
dari normal, kadar BUN baru mulai meningkat diatas batas normal.
Peningkatan konsentrasi BUN ini berbeda beda, tergantung dari kadar
protein dalam diit. Pada stadium ini kadar kreatinin serum mulai
meningkat melebihi kadar normal. Pasien mengalami nokturia dan
poliuria, perbandingan jumlah kemih siang hari dan malam hari adalah 3:1
atau 4:1, bersihan kreatinin 10-30 ml/menit. Poliuria akibat gagal ginjal
biasanya lebih besar pada penyakit yang terutama menyerang tubulus,
meskipun poliuria bersifat sedang dan jarang lebih dari 3 liter/hari.
Biasanya ditemukan anemia pada gagal ginjal dengan faal ginjal
diantara 5 %-25 % . faal ginjal jelas sangat menurun dan timbul gejala

gejala kekurangan darah, tekanan darah akan naik, aktifitas penderita


mulai terganggu.
c. Stadium III
Stadium ini disebut gagal ginjal tahap akhir atau uremia, timbul
karena 90% dari massa nefron telah hancur atau sekitar 200.000
nefron yang utuh, Nilai GFR nya 10% dari keadaan normal dan kadar
kreatinin mungkin sebesar 5-10 ml/menit atau kurang, uremia akan
meningkat dengan mencolok dan kemih isoosmosis. Pada stadium
akhir gagal ginjal, penderita mulai merasakan gejala yang cukup parah
karena ginjal tidak sanggup lagi mempertahankan homeostatis caiaran dan
elektrolit

dalam

(pengeluaran

tubuh.

kemih)

Penderita

kurang

dari

biasanya
500/hari

menjadi
karena

oliguri

kegagalan

glomerulus meskipun proses penyakit mula-mula menyerang tubulus


ginjal,

kompleks

perubahan

biokimia

dan

gejala

gejala

yang

dinamakan sindrom uremik mempengaruhi setiap sistem dalam tubuh,


dengan pengobatan dalam bentuk transplantasi ginjal atau dialisis.
G. Komplikasi
Komplikasi penyakit gagal ginjal kronik menurut Smletzer dan Bare (2001)
yaitu :
1. Hiperkalemia akibat penurunan eksresi, asidosis metabolic,
katabolisme dan masukan diet berlebihan.
2. Perikarditis, efusi pericardial dan tamponade jantung akibat retensi
produk sampah uremik dan dialysis yang tidak adekuat.
3. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi system
rennin-angiostensin-aldosteron.
4. Anemia akibat penurunan eritropoetin, penurunan rentang usia sel
darah merah, perdarahan gastrointestinalakibat iritasi oleh toksin dan
kehilangan darah selama hemodialisis.
5. Penyakit tulang serta kalsifikasi metastatic akibat retensi fosfat, kadar
kalsium serum yang rendah, metabolism vitamin D abnormal dan
peningkatan kadar alumunium
H. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan untuk mengatasi penyakit gagal ginjal kronik menurut
Smeltzer dan Bare (2001) yaitu :
1. Penatalaksanaan untuk mengatasi komplikasi

a) Hipertensi

diberikan

(Aldomet), Propanolol
Klonidin

antihipertensi
(Inderal),

yaitu

Metildopa

Minoksidil

(Loniten),

(Catapses), Beta Blocker, Prazonin (Minipress),

Metrapolol Tartrate (Lopressor).


b) Kelebihan cairan diberikan diuretic diantaranya adalah
Furosemid (Lasix),

Bumetanid

(Bumex),

Torsemid,

Metolazone (Zaroxolon), Chlorothiazide (Diuril).


c) Peningkatan trigliserida diatasi dengan Gemfibrozil.
d) Hiperkalemia diatasi dengan Kayexalate, Natrium Polisteren
Sulfanat.
e) Hiperurisemia diatasi dengan Allopurinol.
f) Osteodistoofi
diatasi
dengan
Dihidroksiklkalsiferol,
alumunium hidroksida.
g) Kelebihan fosfat dalam darah diatasi dengan kalsium
karbonat, kalsium asetat, alumunium hidroksida.
h) Mudah terjadi perdarahan diatasi dengan desmopresin, estrogen
i) Ulserasi oral diatasi dengan antibiotic.
2. Intervensi diet yaitu diet rendah protein (0,4-0,8 gr/kgBB), vitamin B
dan C, diet tinggi lemak dan karbohirat
3. Asidosis metabolic diatasi dengan suplemen natrium karbonat.
4. Abnormalitas neurologi diatasi dengan Diazepam IV (valium),
fenitonin (dilantin).
5. Anemia diatasi dengan rekombion eritropoitein manusia (epogen IV
atau SC

3x

seminggu),

kompleks

besi

(imferon),

androgen

(nandrolan dekarnoat/deca durobilin) untuk perempuan, androgen


(depo -testoteron) untuk pria, transfuse Packet Red Cell/PRC.
6. Cuci darah (dialisis) yaitu dengan hemodialisa maupun peritoneal
dialisa.
7. Transplantasi ginjal.
I. Pemeriksaan penunjang
Menurut Mubin (2013) adapun pemeriksaan penunjang yang dapat
diberikan adalah:
1. Pemeriksaan Laboratorium
a. Laboratorium darah : BUN, Kreatinin, elektrolit (Na, K, Ca,
Phospat), Hematologi (Hb, trombosit, Ht, Leukosit), protein,
antibody (kehilangan protein dan immunoglobulin)

b. Pemeriksaan Urin Warna, PH, BJ, kekeruhan, volume, glukosa,


protein, sedimen, SDM, keton, SDP, TKK/CCT
2. Pemeriksaan EKG
Untuk melihat adanya hipertropi ventrikel kiri, tanda perikarditis,
aritmia, dan gangguan elektrolit (hiperkalemi, hipokalsemia).
3. Pemeriksaan USG Menilai besar dan bentuk ginjal, tebal korteks
ginjal, kepadatan parenkim ginjal, anatomi system pelviokalises, ureter
proksimal, kandung kemih serta prostate.
4. Pemeriksaan Radiologi Renogram, Intravenous

Pyelography,

Retrograde Pyelography, Renal Aretriografi dan Venografi, CT Scan,


MRI, Renal Biopsi, pemeriksaan rontgen dada, pemeriksaan rontgen
tulang, foto polos abdomen.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran

DAFTAR PUSTAKA
Mubin, Halim. 2013. Panduan Praktis Ilmu Penyakit Dalam: Diagnosis
dan Terapi Ed 2. Jakarta: EGC
Smeltzer dan Bare. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta:
EGC
Price dan Wilson. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit ed. 6. Jakarta: EGC
Nasar, dkk. 2010. Buku Ajar Patologi II (Khusus) Ed. 1. Jakarta: Sagung
Seto
Vitahealth. 2007. Gagal Ginjal. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka
Sudoyo, Aru W. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: EGC

Вам также может понравиться