Вы находитесь на странице: 1из 30

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DIABETES

MELLITUS II

SAKTIAN FANI PRATAMA


1410077

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN


ARTHA BODHI ISWARA
PRODI S1 KEPERAWATAN
2016
A. Definisi Diabetes Mellitus (DM)
Diabetes Mellitus (DM) merupakan penyakit kronis yang memerlukan
pengawasan medis dan edukasi perawatan diri pasien secara kontinyu. DM
merupakan sekelompok penyakit yang disebabkan kelainan sekresi insulin, kerja
insulin atau keduanya (Lemone & Burke, 2008).
Diabetes Mellitus merupakan penyakit kronis yang ditandai dengan adanya
defisiensi insulin atau ketidakmampuan tubuh menggunakan insulin sehingga
menyebabkan kadar gula yang tinggi. Diabetes Mellitus dapat menyebabkan berbagai
komplikasi yang serius (Black & Hawks, 2005).
Diabetes Mellitus merupakan sekelompok penyakit metabolik ditandai dengan
peningkatan kadar gula darah (hiperglikemia) akibat kelainan sekresi insulin, kerja

insulin atau keduanya (American Diabetic Association, 2004 dalam Smeltzer & Bare,
2008).
Berdasarkan uraian di atas diabetes mellitus merupakan sekelompok penyakit
sistemik kronis yang ditandai dengan adanya peningkatan kadar glukosa darah
(hiperglikemia) akibat adanya defisiensi produksi insulin atau ketidakmampuan
menggunakan insulin atau keduanya.
B. Klasifikasi Diabetes Mellitus
Menurut ADA (American Diabetic Association) (2004); Smeltzer & Bare
(2008) dalam Mulyati (2009), terdapat empat jenis utama DM , terdiri dari:
1. DM tipe I
Sel beta pankreas yang menghasilkan insulin dirusak oleh proses autoimun
sehingga individu memproduksi insulin dalam jumlah sedikit atau tidak ada
dan memerlukan terapi insulin untuk mengontrol kadar glukosa darah. DM tipe
1 biasanya terjadi pada usia < 30 tahun.
2. DM tipe II
Individu mengalami penurunan sensitivitas terhadap insulin (resistensi insulin)
dan kegagalan fungsi sel beta yang mengakibatkan penurunan produksi insulin.
Insidensi terjadi pada usia > 30 tahun dan obesitas.
3. DM tipe lain
Diabetes dapat berkembang dari gangguan dan pengobatan lain. Kelainan
genetik dalam sel beta dapat memicu berkembangnya DM. Beberapa hormone
seperti hormon pertumbuhan, kortisol, glucagon, dan epinefrin bersifat
antagonis atau melawan kerja insulin. Kelebihan jumlah hormon-hormon
tersebut dapat menyebabkan terjadinya DM.
4. Diabetes gestasional
Diabetes pada wanita yang terjadi peningkatan gula darah ketika kehamilan
dan terjadi 2-5% semua wanita hamil, tetapi hilang setelah melahirkan. Risiko
terjadi pada wanita dengan anggota keluarga riwayat DM dan obesitas.
C. Etiologi
Menurut Lemon & Burke (2008); Smeltzer & Bare (2008) etiologi DM tipe 2
yaitu:
1. DM tipe I
DM tipe I disebabkan timbulnya reaksi autoimun karena peradangan sel beta.
Hal ini terjadi biasanya pada individu yang memiliki antigen HLA (Human

Leucocyte Antigen). Faktor imunologi yaitu respon abnormal dimana Ab


terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan
tersebut sebagai jaringan asing, sedangkan faktor lingkungan yaitu virus atau
toksin yang memacu proses yang dapat menimbulkan destruksi sel beta.
2. DM tipe II
DM tipe II disebabkan oleh faktor obesitas dan hereditas yang menimbulkan
penurunan produksi insulin endogen atau peningkatan resistensi insulin.
3. DM tipe lain
Beberapa hormon seperti hormon pertumbuhan, kortisol, glukagon, dan
epinefrin bersifat antagonis atau melawan kerja insulin. Kelebihan jumlah
hormon-hormon tersebut dapat menyebabkan terjadinya DM.
4. Diabetes gestasional
Diabetes gestasional terjadi selama kehamilan yang disebabkan oleh hormon
yang dieksresikan plasenta dan mengganggu kerja insulin.
D. Faktor-Faktor Risiko Diabetes Mellitus
Menurut Lemon & Burke (2008); Smeltzer & Bare (2008) dalam Mulyati
(2009) faktor risiko DM tipe II meliputi:
1. Riwayat keluarga dengan DM
Penderita DM tipe II akan mewariskan pada anaknya dengan peluang
sebanyak 15-30% resiko berkembang intoleransi glukosa (ketidakmampuan
memetabolisme karbohidrat secara normal).
2. Obesitas ( Berat badan 20 % berat ideal atau BMI 27 kg/m2)
Obesitas khususnya pada tubuh bagian atas menyebabkan berkurangnya
jumlah sel reseptor insulin yang dapat bekerja di dalam sel pada otot skeletal
dan jaringan lemak. Obesitas merusak kemampuan sel beta untuk melepaskan
insulin saat terjadi peningkatan glukosa darah.
3. Usia
Proses menua yang berlangsung setelah usia 30 tahun mengakibatkan
perubahan anatomis, fisiologis, dan biokimia tubuh. Salah satu komponen
tubuh yang mengalami perubahan adalah sel beta pankreas yang
menghasilkan hormon insulin, sel-sel target jaringan yang menghasilkan
glukosa, sistem saraf, dan hormon lain yang mempengaruhi kadar glukosa.
Menurut WHO setelah usia 30 tahun, kadar glukosa darah akan naik 1-2

mg/dl/tahun pada saat puasa dan akan naik 5,6-13 mg/dl pada 2 jam setelah
makan.
4. Pernah teridentifikasi sebagai toleransi glukosa terganggu (TTGT) atau gula
darah puasa terganggu (GDPT).
5. Riwayat menderita hipertensi.
6. Kadar HDL kolesterol 35 mg/dl (0,09 mmol/l) atau kadar trigliserida 259
mg/dl (2,8 mmol/l).
7. Riwayat diabetes gestasional atau melahirkan bayi > 4 kg.
E. Patofisiologi
Diabetes mellitus tipe II disebabkan defisiensi insulin yang menyebabkan
glikogen

meningkat

sehingga

terjadi

proses

pemecahan

glukosa

baru

(glukoneogenesis) yang menyebabkan metabolisme lemak meningkat kemudian


terjadi proses pembentukan keton (ketogenesis). Peningkatan keton di dalam plasma
yang menyebabkan ketonuria (keton di dalam urin) dan kadar natrium menurun serta
pH serum menurun yang menyebabkan asidosis (Price, 2002).
Defisiensi insulin menyebabkan glukosa di sel menurun sehingga kadar
glukosa dalam plasma tinggi (hiperglikemia) jika hiperglikemia melebihi ambang
ginjal maka akan timbul glukosuria. Glukosuria menyebabkan diuresis osmotik yang
meningkatkan pengeluaran urin (poliuri) dan timbul rasa haus (polidipsi) sehingga
terjadi dehidrasi (Riyadi, 2008; Price, 2002).
Glukosuria mengakibatkan kalori negatif sehingga menimbulkan rasa lapar
yang tinggi (polipagi). Penggunaan glukosa oleh sel menurun mengakibatkan
produksi metabolisme energi menjadi menurun sehingga tubuh menjadi lemah
(Riyadi, 2008).
Hiperglikemia mempengaruhi pembuluh darah kecil, arteri kecil sehingga
suplai makanan dan oksigen ke perifer menjadi berkurang yang menyebabkan luka
tidak cepat sembuh karena suplai makanan dan oksigen tidak adekuat yang
menyebabkan terjadinya infeksi. Gangguan pembuluh darah akan menyebabkan
aliran darah ke retina menurun sehingga suplai makanan dan oksigen ke retina
berkurang akibatnya pandangna menjadi kabur. Salah satu akibat utama dari
perubahan mikrovaskuler yaitu pada perubahan struktur dan fungsi ginjal sehingga

terjadi nefropati. Diabates mempengaruhi syaraf-syaraf perifer, sistem syaraf otonom


dan sistem syaraf pusat sehingga menimbulkan neuropati (Smeltzer & Bare, 2002).
F. Manifestasi Klinis
Menurut Smeltzer & Bare (2002), secara umum manifestasi klinis DM tipe II
meliputi:
1. Gejala Awal
a. Penurunan berat badan dan rasa lemah
Penurunan berat badan dalam waktu relatif singkat merupakan gejala awal
yang sering dijumpai, selain itu rasa lemah dan capek.
b. Banyak kencing (poliuri)
Terjadinya peningkatan jumlah dan frekuensi urin. Hiperglikemia
menyebabkan

terjadinya

dieresis

osmotik

yang

berdampak

pada

peningkatan jumlah dan frekuensi buanga air kecil.


c. Banyak minum (polidipsi)
Terjadi peningkatan rasa haus. Hal ini terjadi akibat kelebihan pengeluaran
cairan karena proses diuresisi osmotik.
d. Banyak makan (polifagi)
Peningkatan nafsu makan yang diakibatkan dari keadaan katabolisme yang
dipicu oleh kekurangan insulin dan pemecahan lemak dan protein.
2. Gejala Kronis
a. Gangguan penglihatan
Pada umumnya penderita DM mengeluh penglihatannya kabur.
b. Gangguan syaraf tepi/kesemutan
Pada malam hari penderita sering mengeluh sakit dan kesemutan pada kaki.
c. Gatal-gatal/bisul
Keluhan gatal sering dirasakan oleh penderita biasanya gatal di daerah
kemaluan, daerah lipatan kulit seperti ketiak, paha, di bawah payudara dan
sering timbul bisul dan luka yang lama sembuh.
d. Gangguan fungsi seksual
Gangguan ereksi atau disfungsi seksual sering dijumpai pada penderita
laki-laki yang terkena DM.
e. Keputihan
Pada penderita DM wanita keputihan dan gatal merupakan gejala yang
sering dikeluhkan. Daya tahan penderita DM menurun sehingga mudah
terkena infeksi.
G. Komplikasi
Komplikasi DM terbagi dua berdasarkan lama terjadinya yaitu komplikasi
jangka pendek dan komplikasi jangka panjang (Smeltzer & Bare, 2008; Black &
Hawks, 2005 dalam Mulyati, 2009).

a.

Komplikasi akut
Terdapat 3 komplikasi akut utama pada pasien DM berhubungan dengan
ketidakseimbangan kadar glukosa darah yaitu hiperglikemia, diabetik

ketoasidosis, dan hiperglikemia hiperosmolar nonketotik.


b. Komplikasi kronis
Komplikasi jangka panjang mempengaruhi semua sistem tubuh dan penyebab
utama ketidakmampuan pasien. Komplikasi jangka panjang yaitu penyakit
makrovaskular, mikrovaskular, dan neuropati.
1. Komplikasi makrovaskular
Komplikasi makrovaskular disebabkan oleh perubahan pada pembuluh
darah. Dinding pembuluh darah menebal dan menjadi oklusi oleh plak
yang menempel pada dinding pembuluh darah. Jenis komplikasi yang
paling

sering

terjadi

yaitu

penyakit

arteri

koroner,

penyakit

serebrovaskular, dan penyakit vaskular perifer.


2. Komplikasi mikrovaskular
Komplikasi mikrovaskular pada pasien DM menyebabkan kelainan
struktur membran dasar pembuluh darah kecil dan kapiler. Kelainan
struktur memyebabkan membran dasar kapiler menebal mengakibatkan
penurunan perfusi jaringan. Perubahan membran dasar disebabkan oleh
adanya peningkatan jumlah sorbitol, pembentukan glikoprotein abnormal,
dan masalah pelepasan oksigen dari hemoglobin (Porth, 2005 dalam
Lemone & Burke, 2008). Peningkatan kadar glukosa bereaksi dengan
berbagai respon biokimiawi menyebabkan penebalan membran dasar
kapiler. Dua area yang dipengaruhi oleh perubahan yaitu retina dan ginjal.
Komplikasi mikrovaskuler di retina yaitu retinopati diabetik, sedangkan
komplikasi mikrovaskuler di ginjal yaitu nefropati diabetik.
3. Neuropati
Neuropati menyebabkan gangguan pada saraf perifer, otonom, dan spinal.
Neuropati merupakan gangguan secara progresif dari saraf yang
diakibatkan kehilangan fungsi saraf.
H. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan pasien DM meliputi penatalaksanaan nonfarmakologis dan


farmakologis. Penatalaksanaan nonfarmakologis yaitu edukasi, perencanaan makan,
kegiatan jasmani,penurunan berat badan.

Jika penatalaksanaan nonfarmakologis

belum mencapai sasaran untuk pengendalian DM maka dilanjutkan dengan


penatalaksanaan farmakologis yaitu dengan insulin dan obat antihiperglikemia oral
(OHO). Menurut Soegondo, Soewondo, & Subekti (2007) penatalaksanaan DM
terbagi menjadi 4 pilar utama yaitu:
a. Edukasi
DM merupakan penyakit kronik yang membutuhkan pengaturan perilaku
khusus sepanjang hidup. Berbagai faktor yang dapat mempengaruhi
pengendalian DM yaitu aktivitas fisik, stress emosi dan fisik sehingga pasien
harus menyeimbangkan berbagai faktor tersebut.
Edukasi DM adalah pendidikan dan pelatihan mengenai pengetahuan dan
keterampilan bagi pasien DM untuk mengubah perilaku, meningkatkan
pemahaman pasien tentang penyakitnya sehingga tercapai kesehatan yang
optimal, penyesuaian keadaan psikologis dan peningkatan kualitas hidup.
b. Perencanaan Makan
Prinsip perencanaan makan yaitu harus adanya penyesuaian dengan kebiasaan
setiap individu, jumlah kalori disesuaikan dengan pertumbuhan, status gizi,
umur, stress akut dan kegiatan jasmani.
Perencanaan makan pada penderita DM yaitu:
1. Kebutuhan kalori
Pengendalian asupan kalori total untuk mempertahankan berat badan yang
sesuai

dan

pengendalian

kadar

glukosa

darah.

Jumlah

kalori

diperhitungkan sebagai berikut dengan menggunakan rumus Brocca yaitu:


Berat badan ideal (BBI)= (TB-100)-10%
Status gizi: BB kurang (BB=< 90% BBI), BB normal (BB=90-110%
BBI), BB lebih (BB=110-120% BBI), BB gemuk (BB= >120% BBI).
2. Karbohidrat
Tujuan diet adalah meningkatkan konsumsi karbohidrat kompleks seperti
roti, gandum, sereal, pasta, mie.

Karbohidrat 60-70% dari kebutuhan

kalori. Karbohidrat sederhana tetap harus dikonsumsi dalam jumlah yang


tidak berlebihan dan lebih baik dicampur ke dalam sayuran atau makanan
lain daripada dipisah.

3. Lemak
Pembatasan asupan total kolesterol dari makanan 300 mg/hari untuk
membantu mengurangi kenaikan kadar kolesterol dalam darah. Lemak 2025% dari kebutuhan kalori.
4. Protein
Makanan sumber protein nabati seperti kacang-kacangan, biji-bijian utuh
dapat membantu mengurangi asupan kolesterol serta lemak jenuh. Protein
10-15% dari kebutuhan kalori.
c. Olahraga
Manfaat olahraga bagi pasien DM yaitu meningkatkan kontrol glukosa darah,
menurunkan resiko penyakit kardiovaskular. Latihan menurunkan kadar
glukosa darah dengan meningkatkan pengambilan glukosa oleh otot dan
memperbaiki pemakaian insulin, sirkulasi darah, dan tonus otot. Sebelum
melakukan olahraga pasien DM mengecek gula darah sebelum olahraga,
mengonsumsi snack, dan minum 500 cc.
d. Obat Hipoglikemik Oral
1. Sulfonilurea
Obat golongan sulfonilurea bekerja dengan cara menstimulasi penglepasan
insulin yang tersimpan, menurunkan ambang sekresi insulin, dan
meningkatkan sekresi insulin sebagai akibat rangsangan glukosa. Obat
golongan ini biasanya diberikan pada pasien dengan BB normal dan bisa
dipakai

pada

pasien

yang

beratnya

sedikit

lebih.

Klorpropamid kurang dianjurkan pada keadaan insufisiensi renal dan


orangtua karena resiko hipoglikemi yang berkepanjangan, demikian juga
gibenklamid. Glukuidon dipakai untuk pasien dengan gangguan fungsi
hati atau ginjal.
2. Biguanid
Preparat yang ada dan aman dipakai yaitu metformin. Sebagai obat
tunggal dianjurkan pada pasien gemuk (IMT= 30) untuk pasien yang berat
lebih (IMT= 27-30) dapat dikombinasikan dengan golongan sulfonilurea.
3. Insulin
Indikasi pengobatan dengan insulin adalah :
a. Semua penderita DM dari setiap umur baik DM tipe I maupun DM
tipe II dalam keadaan ketoasidosis.

b. DM gestasional yang tidak terkendali dengan diet (perencanaan


makanan).
c. DM yang tidak berhasil dikelola dengan obat hipoglikemik oral dosis
maksimal. Dosis insulin oral atau suntikan dimulai dengan dosis
rendah dan dinaikkan perlahanlahan sesuai dengan hasil glukosa
darah pasien. Apabila sulfonylurea dan metformin telah diterima
sampai dosis maksimal, tetapi tidak tercapai sasaran glukosa darah
maka dianjurkan penggunaan kombinasi sulfonilurea dan insulin. Jenis
insulin yaitu kerja cepat yaitu regular insulin (RI) masa kerja 2-4 jam,
yang kerja sedang yaitu NPH dengan masa kerja 6-12 jam, dan kerja
lambat yaitu protamine zinc insulin (PZI) dan monotard ultralene
(MC) masa kerja 18-24 jam.
I. Pemeriksaan Diagnostik
Menurut Price (2002); Shahab (2006), pemeriksaan diagonstik DM terdiri dari:
1. Pemeriksaan Darah
a. Pemeriksaan kadar serum glukosa
1. Gula darah puasa: glukosa lebih dari 120 mg/dl pada 2x tes.
2. Gula darah 2 jam pp : 200 mg/dl.
3. Gula darah sewaktu : lebih dari 200 mg/dl.
Tabel 1. Interpretasi kadar glukosa darah (mg/dl)
Bukan DM

Belum pasti DM

DM

Plasma vena

<110

110 199

>200

Darah kapiler

<90

90 199

>200

Plasma vena

<110

110 125

>126

Darah kapiler

<90

90 109

>110

Kadar glukosa
sewaktu

Kadar
puasa

glukosa

darah

darah

b. Tes toleransi glukosa

Nilai darah diagnostik : kurang dari 140 mg/dl dan hasil 2 jam serta satu
nilai lain lebih dari 200 mg/ dlsetelah beban glukosa 75 gr.
c. HbA1C
> 8% mengindikasikan DM yang tidak terkontrol.
2. Pemeriksaan kadar glukosa urin
Pemeriksaan ini untuk mengetahui kerja dan kondisi ginjal karena pada
keadaan DM kadar glukosa darah tinggi sehingga dapat merusak kapiler dan
glomerulus ginjal yang mengakibatkan gagal ginjal. Pemeriksaan reduksi urin
dengan cara Benedic atau menggunakan enzim glukosa. Hasil dapat dilihat
melalui perubahan warna pada urine yaitu:
0 = Berwarna biru, negatif, tidak ada glukosa, bukan DM.
+1 = Berwarna hijau, ada sedikit glukosa, belum pasti DM atau DM stadium
dini/awal.
+2 = Berwarna orange, ada glukosa, jika pemeriksaan kadar glukosa darah
mendukung/sinergis, maka termasuk DM.
+3 = Berwarna orange tua, ada glukosa, positif DM.
+4 = Berwarna merah pekat, banyak glukosa, DM kronik
3. Kultur pus
Mengetahui jenis kuman pada luka dan memberikan antibiotik yang sesuai
dengan jenis kuman.
J. Pengkajian Fokus
Menurut Dongoes (2001); Smeltzer & Bare (2002), pengkajian DM meliputi:
1. Anamnese
a. Identitas penderita
Identitas penderita yaitu nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan,
pekerjaan, alamat, status perkawinan, suku bangsa, nomor register, tanggal
masuk rumah sakit dan diagnosa medis.
b. Keluhan Utama
Keluhan uatama yaitu kesemutan pada tungkai bawah, rasa raba yang
menurun, luka yang tidak sembuh sembuh dan berbau, dan nyeri pada
luka.
c. Riwayat kesehatan sekarang
Riawayat kesehatan sekarang yaitu kapan terjadinya luka, penyebab
terjadinya luka serta upaya yang telah dilakukan oleh penderita untuk
mengatasinya.
d. Riwayat kesehatan dahulu
Riawayat kesehatan dahulu yaitu riwayat penyakit DM atau penyakitpenyakit lain yang ada kaitannya dengan defisiensi insulin misalnya penyakit

pankreas, riwayat penyakit jantung, obesitas, maupun arterosklerosis,


tindakan medis yang pernah didapat maupun obat-obatan yang biasa
digunakan oleh penderita.
e. Riwayat kesehatan keluarga
Riwayat kesehatan keluarga yaitu terdapat salah satu anggota keluarga yang
menderita DM atau penyakit keturunan yang dapat menyebabkan terjadinya
defisiensi insulin misalnya hipertensi, jantung.
f. Riwayat psikososial
Riwayat psikososial meliputi informasi mengenai prilaku, perasaan dan
emosi yang dialami penderita sehubungan dengan penyakitnya serta
tanggapan keluarga terhadap penyakit penderita.
2. Pemeriksaan fisik
a. Status kesehatan umum
Keadaan penderita, kesadaran, suara bicara, tinggi badan, berat badan dan
tanda tanda vital.
b. Kepala dan leher
Kaji bentuk kepala, keadaan rambut, pembesaran pada leher, telinga
berdenging, gangguan pendengaran, lidah sering terasa tebal, ludah
menjadi lebih kental, gigi mudah goyah, gusi mudah bengkak dan
berdarah, penglihatan kabur, diplopia, dan lensa mata keruh.
c. Sistem integumen
Turgor kulit menurun, luka atau warna kehitaman bekas luka, kelembaban
dan suhu kulit di daerah sekitar ulkus dan ganggren, kemerahan pada kulit
sekitar luka, tekstur rambut dan kuku.
d. Sistem pernafasan
Sesak nafas, batuk, sputum, nyeri dada. Pada penderita DM mudah terjadi
infeksi.
e. Sistem kardiovaskuler
Perfusi jaringan menurun,

nadi

perifer

lemah

atau

berkurang,

takikardi/bradikardi, hipertensi/hipotensi, aritmia, kardiomegalis.


f. Sistem gastrointestinal
Polifagi, polidipsi, mual, muntah, diare, konstipasi, perubahan berat
badan, peningkatan lingkar abdomen, obesitas.
g. Sistem urinaria
Poliuri, retensi urin, inkontinensia urin, rasa panas atau sakit ketika
berkemih.
h. Sistem muskuloskeletal

Penyebaran lemak, penyebaran masa otot, perubahn tinggi badan, cepat


lelah, lemah dan nyeri, adanya gangren di ekstremitas.
i. Sistem neurologis
Penurunan sensoris, parastesia, letargi, mengantuk, reflek lambat, kacau
mental, disorientasi.
K. Diagnosa Keperawatan
Menurut Smeltzer & Bare (2002), diagnosa keperawatan yang umum yang
terjadi pada pasien DM tipe II yaitu:
1. Nyeri berhubungan dengan hiperglikemi dan penurunan aliran darah ke kaki.
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan defisiensi
insulin, penurunan intake oral, dan hipermetabolisme.
3. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan diuresis osmotik.
4. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan hiperglikemi, penurunan leukosit,
perubahan sirkulasi.
5. Resiko tinggi cedera berhubungan dengan pandangan kabur.
6. Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakit, prognosis dan kebutuhan
pengobatan berhubungan dengan kurang informasi.
L. Rencana Asuhan Keperawatan
Menurut Smeltzer & Bare (2002), rencana asuhan keperawatan pada pasien
DM yaitu:
1. Nyeri berhubungan dengan hiperglikemi dan penurunan aliran darah ke kaki.
Tujuan: Rasa nyaman meningkat.
Kriteria Hasil: TTV dalam batas normal, skala nyeri berkurang, klien
tampak rileks.
Intervensi Keperawatan:
1. Pertahankan tirah baring ketika pasien mengalami gangguan rasa nyaman
pada kaki.
Rasional: Mengurangi kebutuhan metabolik.
2. Catat skala nyeri dan lapor sifat rasa nyeri dan gangguan rasa nyaman.
Rasional: Memberikan intervensi yang tepat.
3. Ajarkan senam kaki.
Rasional: Meningkatkan sirkulasi darah pada kaki dan mengurangi nyeri.
4. Berikan aromaterapi lavender.

Rasional: Aromaterapi lavender memberikan efek relaksasi dan dapat


mengurangi nyeri.
5. Ukur tanda-tanda vital.
Rasional: Perubahan tanda-tanda vital sebagai indikator nyeri.
6. Kolaborasi dalam pemberian analgetik.
Rasional: Mengurangi nyeri.
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan defisiensi
insulin, penurunan intake oral, dan hipermetabolisme.
Tujuan : Intake adekuat.
Kriteria Hasil: Klien menghabiskan 1 porsi diet yang disediakan sesuai
dengan kalori yang dianjurkan, klien tidak mengeluh mual, Hb dalam batas
normal (normal: wanita 12-14 gr/dl), glukosa darah sewaktu 60-110 mg/dl,
glukosa darah 2 jam PP < 200 mg/dl, kolesterol total dalam batas normal
(normal: 150-250 mg/dl), LLA dalam batas normal (normal= 30 cm).
Intervensi Keperawatan:
1. Timbang berat badan atau ukur lingkar lengan atas seminggu sekali.
Rasional: Mengkaji indikasi terpenuhinya kebutuhan nutrisi dan
menentukan jumlah kalori yang harus dikonsumsi penderita diabetes
mellitus.
2. Tentukan program diet dan pola makan pasien sesuai dengan kondisi
pasien dan kadar glukosa darah.
Rasional: Menyesuaikan antara kebutuhan kalori dan kemampuan saluran
pencernaan untuk mengabsorbsi dan kemampuan sel untuk mengambil
glukosa serta mencegah terjadinya kekurangan energi.
3. Auskultasi bising usus, cata adanya nyeri abdomen, perut kembung, mual,
muntah.
Rasional: Peningkatan peristaltik usus sebagai indikasi peningkatan
4.

rangsang gaster.
Libatkan anggota keluarga pasien dalam memantau waktu makan dan
jumlah nutrisi pasien.
Rasional: Meningkatkan partisipasi keluarga dan mengontrol masukan
nutrisi sesuai dengan kemampuan untuk menarik glukosa ke dalam sel.

5. Observasi tanda-tanda hipoglikemi seperti perubahan tingkat kesadaran,


kulit dingin, pusing, dan lapar.
Rasional: Metabolisme karbohidrat

menyebabkan

glukosa

darah

berkurang.
6. Pantau pemeriksaan laboratorium yaitu glukosa darah.
Rasional: Glukosa darah menurun perlahan dengan penggunaan terapi
insulin. Dengan pemberian insulin dosis optimal glukosa dapat masuk ke
dalam sel dan digunakan untuk sumber kalori.
7. Kolaborasi dalam pemberian insulin.
Rasional: Insulin memfasilitasi masuknya glukosa ke dalam jaringan.
3. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan diuresis osmotik.
Tujuan: Kekurangan volume cairan tidak terjadi.
Kriteria Hasil: TTV (TD:100/80-140/90 mmHg, RR: 20-24 x/menit, HR:
80-100x/menit, nadi perifer teraba pada arteri radialis, brakialis, dorsalis
pedis, turgor kulit < 2detik, urin output 1500 cc/hari, elektrolit dalam batas
normal.
Intervensi Keperawatan:
1. Pantau tanda-tanda vital.
Rasional: Hipovolemi akibat diuresis osmotic dapat dimanifestasikan
hipotensi, takikardi, nadi teraba lemah.
2. Kaji suhu, turgor kulit, dan kelembaban.
Rasional: Dehidrasi dapat menyebabkan suhu tubuh meningkat,
kemerahan dan kering pada kulit. Penurunan turgor kulit sebagai indikasi
penurunan volum cairan pada sel.
3. Pantau nadi perifer dan membran mukosa.
Rasional: Nadi yang lemah dan membran mukosa yang kering
mengindikasikan penurunan cairan dalam tubuh.
4. Pantau masukan dan pengeluaran.
Rasional: Memberikan kebutuhan cairan pengganti.
5. Batasi intake cairan dan makanan yang mengandung gula dan lemak.
Rasional: Menghindari kelebihan ambang ginjal dan menurunkan tekanan
osmosis.
4. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan hiperglikemi, penurunan leukosit,
perubahan sirkulasi.
Tujuan : Tidak terjadi infeksi.
Kriteria Hasil : Tanda-tanda infeksi tidak ada, tanda-tanda vital dalam batas
normal (T : 36,5 37,8 C), gula darah sewaktu 60-100 mg/dl..
Intervensi Keperawatan:

1. Pertahankan teknik aseptik setiap melakukan tindakan dengan mencuci


tangan sebelum dan setelah tindakan.
Rasional: Meminimalkan invasi mikroorganisme.
2. Anjurkan untuk makan sesuai jumlah kalori yang dianjurkan dan
membatasi makanan yang mengandung banyak gula atau manis.
Rasional: Menurunkan risiko kadar gula darah tinggi merupakan media
terbaik bagi mikroorganisme.
3. Anjurkan kepada pasien dan keluarga untuk selalu menjaga kebersihan
diri selama perawatan.
Rasional: Kebersihan diri yang baik merupakan salah satu cara untuk
mencegah infeksi kuman.
4. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian antibiotika dan insulin.
Rasional: Antibiotika dapat menbunuh kuman, pemberian insulin akan
menurunkan kadar gula dalam darah.
5. Resiko tinggi cedera berhubungan dengan pandangan kabur.
Tujuan: Setelah dilaksanakan tindakan keperawatan tidak terjadi cedera.
Kriteria Hasil: Mengidentifikasi untuk mencegah menurunkan resiko
cedera, mendemonstrasikan teknik aktivitas untuk mencegah terjadinya
cedera.
Intervensi Keperawatan:
1. Kaji tingkat persepsi sensori mata.
Rasional: Mengetahui ketajaman atau lapang pandang pada mata.
2. Orientasikan pasien terhadap lingkungan sekitar.
Rasional: Membantu pasien dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari.
3. Jauhkan benda-benda yang dapat menyebabkan cidera.
Rasional: Mengurangi terjadinya peristiwa yang membahayakan.
6. Kelemahan berhubungan dengan penurunan produksi metabolisme energi,
defesiensi insulin dan peningkatan kebutuhan energi.
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan aktifitas dan latihan pasien tidak
terganggu dan tidak mudah lelah.
Kriteria Hasil: Pasien mengungkapkan peningkatan tingkat energi,
menunjukkan perbaikan kemampuan untuk berpartisipasi dalam aktifitas
yang diinginkan.
Intervensi Keperawatan:
1. Diskusikan dengan pasien kebutuhan aktivitas, buat jadwal perencanaan
dengan pasien dan identifikasi aktivitas yang menimbulkan kelelahan.
Rasional : Mempermudah pasien untuk melakukan latihan aktifitas.
2. Berikan aktifitas alternatif dengan istirahat yang cukup.
Rasional : Mencegah kebosanan dalam melakukan aktifitas.
3. Diskusikan cara menghemat energi ketika beraktifitas.
Rasional : Untuk mengetahui seberapa kalori tubuh yang dibutuhkan.

4. Tingkatkan partisipasi pasien dalam melakukan aktifitas sehari-hari sesuai


toleransi.
Rasional: Meningkatkan perasaan dan kondisi pasien dalam beraktifitas.
7. Kurang pengetahuan tentang proses penyakit, prognosis dan kebutuhan
pengobatan berhubungan dengan kurang informasi.
Tujuan: Pasien memperoleh informasi yang jelas dan benar tentang
penyakitnya.
Kriteria Hasil: Pasien mengetahui tentang proses penyakit, diet, perawatan
dan pengobatannya dan dapat menjelaskan kembali bila ditanya, pasien
dapat melakukan perawatan diri sendiri berdasarkan pengetahuan yang
diperoleh.
Intervensi Keperawatan:
1. Kaji tingkat pengetahuan pasien/keluarga tentang penyakit DM dan
gangren.
Rasional: Memberikan informasi pada pasien/keluarga, perawat perlu
mengetahui sejauh mana informasi atau pengetahuan yang diketahui
pasien/keluarga.
2. Kaji latar belakang pendidikan pasien.
Rasional: Perawat dapat memberikan penjelasan dengan menggunakan
kata-kata dan kalimat yang dapat dimengerti pasien sesuai tingkat
pendidikan pasien.
3. Jelaskan tentang proses penyakit, diet, perawatan dan pengobatan pada
pasien dengan bahasa dan kata-kata yang mudah dimengerti.
Rasional: Informasi dapat diterima dengan mudah dan tepat.
4. Jelaskan prosedur yang dilakukan, manfaatnya bagi pasien dan libatkan
pasien di dalamnya.
Rasional: Penjelasan dan ikut secara langsung dalam tindakan yang
dilakukan, pasien akan lebih kooperatif dan cemasnya berkurang.
5. Gunakan gambar-gambar dalam memberikan penjelasan.
Rasional: Gambar-gambar dapat membantu mengingat penjelasan yang
telah diberikan.

DAFTAR PUSTAKA
American Diabetic Association. (2006). Standard of medical care in diabetes.
Diambil dari http://www. uhs.wiss.edu./docs/uwhealth.diabetes-260.pdf
pada 4 September 2010.
Bangun, A. (2009). Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kepatuhan Pasien DM.
Tesis-Jakarta. FK UI. Diambil dari http://www.lib.ui.ac.id pada 4
September 2010.
Budisantoso, A. & Subekti. (2007). Penatalaksanaan Diabetes Terpadu. Jakarta:
FKUI.

Black, J., & Hawks, J. (2005). Medical Surgical Nursing. (7 th ed). St Louis: Elsevier
Saunders.
Doenges, M.E. (2005). Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC.
Martini, S. (2006). Diabetes Mellitus. Diambil dari http://www.adacevidence
library.com/worksheet.efm?worksheetid 251027 pada 4 September 2010.

Mulyati, L. (2009). Pengaruh Masase Kaki terhadap Penurunan Nyeri Kaki pada
Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2. Tesis-Jakarta: FIK UI. Diambil dari
http://www.lib.ui.ac.id pada 4 September 2010.
Shahab, A. (2006). Diagnosis & Penatalaksanaan DM. Subbagian Endokrinologi
Metabolik Bagian Ilmu Penyakit Dalam: FK UNSRI.
Supartondo. (1995). Penatalaksanaan Diet DM. Perkumpulan Endokrinologi
Indonesia: Bandung.

Syahbuddin, S. (2002). Diabetes Mellitus & Pengelolaannya. Balai Penerbit FK UI:


Jakarta.

Smeltzer, S., & Bare. (2008). Brunner & Suddarths Textbook of medical surgical
nursing. Philadelphia: Lippincolt.
Smeltzer, S.C. (2001). Buku Ajar Keperawatan Mediakal Bedah Brunner &
Suddarth. Edisi 8. Jakarta: EGC.
Soegondo, S., Soewondo, P. & Surbekti, J. (2007). Penatalaksanaan Diabetes
Mellitus Terpadu. FK UI.
Waspadji, S. (2007). Diabetes Mellitus: Mekanisme Dasar& Pengelolaannya yang
Rasional. Jakarta: FK UI.
World

Health Organization. (1999). Daibetes facts sheet. Diambil


http://www.who.int/mt/cu/fact 138.html pada 4 September 2010.

dari

ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY.W


DENGAN ULKUS DIABETES MELLITUS GRADE II DI RUANG G
RSUP DR. SOERAJI TIRTONEGORO KLATEN

I. Identitas Diri Klien


Nama

Ny W

Umur

65 tahun

Jenis kelamin

Perempuan

Alamat

Prayan, Jetis, Karang nongko

Pendidikan

SD

Pekerjaan

Petani

Lama bekerja

20 tahuh

Status Perkawinan :

Kawin

Agama

Islam

Suku

Jawa

Tanggal masuk RS :

23 Maret 2016

Tanggal Pengkajian :

28 Maret 2016

Sumber Informasi

Klien, Keluarga, Medical Record

II. Riwayat Penyakit


1.

Keluhan Utama Saat Masuk Rumah Sakit

Luka di tumit kaki kiri dan terasa nyeri skala 5-6.


2.

Riwayat Penyakit Sekarang

Satu bulan sebelum masuk rumah sakit klien kena luka di tumit kaki kiri, namun
klien tidak mengetahui penyebabnya. Mulai saat itu klien lebih berhati-hati dan
pelan-pelan saat berjalan.

2 minggu sebelum masuk rumah sakit keluhan dirasa semakin bertambah, luka pada
tumit menjadi membengkak diperiksakan ke dokter praktek dan hanya diberikan obat
oral.
1 minggu sebelum masuk rumah sakit keluhan luka pada tumit kaki klien makin
bertambah, luka makin membenkak dan oleh cucunya luka tersebut di buka atau diiris
keluar pusnya banyak. Klien hanya istirahat di rumah dan akhirnya karena merasa
tidak kuat dan tidak bisa mengobati luka tersebut maka oleh keuarganya klien dibawa
ke rumah sakit.
Hari masuk rumah sakit, keluhan luka tumit, kemudian dilakukan perawatan luka .
3.

Riwayat Penyakit Dahulu

Klien menderita tekanan darah tinggi sudah sejak 10 tahun yang lalu. Klien terdeteksi
diabetes mellitus saat menjalani perawatan di rumah sakit ini. Klien belum pernah
dirawat di rumah sakit sebelumnya.
4.

Diagnosa Medik Saat Masuk Rumah Sakit:

Ulkus Diabetes mellitus Grade II

DM2NO

Pemeriksaan Penunjang
Hasil pemeriksaan laboratorium:
Tanggal 23 Maret 2016
Normal
ALT

16,4

(10 40)

AST

14,8

(10 42)

BUN

22,1

(7 18)

Creatinin :

1,22

(0,6 1,3)

Glukosa

515, 9 mg/dl

(80 120)

Ureum

47,29

(20 40)

RBC

3,81106/l

(3,7-6,5)

HGB

10,1 9/dl

(12-18)

HCT

31,6 %

(47-75)

MCV

82,9 Fl

(80-99)

MCH

26,5 Fl

(27-31)

PLT

386 103/l

(150-450)

RDW

42,2 Fl

(35-47)

PDW

9,9 Fl

(9-13)

MPV

8,4 Fl

(7,2-11,1)

Differential
MXD

6,2 %

(0-8)

Neut

87,3 %

(40-74)

Lym#

1,6 103/l

(1-3,7)

MXD#

1,6 103/l

(0-1,2)

Neut#

21,9103/l

(1,5-7)

Interpretasi:
-

glukosa = 515, 9 mg/dl ; Hiperglikemi

WBC = 25,1 103/l ; Leukositosis

HGB = 10,1 9/dl

HCT

31,6 %

Tindakan yang telah dilakukan


Diit DM IV (1700 kalori)
-

USG : cista ovarium

Rongent : tidak ada osteomyelitis

EKG : ST elevasi

Infus NaCl 30 tetes per menit

Injeksi Reguler Insulin 3 X 12 iU

Rawat luka dan nekrotomi

Metronidazol : 3 X 500 gr

Captopril : 2 X 12,5 mg

Ceftriaxon : 2 X 1 gr

III.Pengkajian Saat Ini


1.

Persepsi dan Pemeliharaan Kesehatan

Klien dan keluarga belum mengetahui penyakit diabetes mellitus yang diderita klien,
karena klien dan keluarga hanya mengetahui kalau klien tersebut dirawat di rumah
sakit hanya karena adanya luka ulkus di tumit tersebut. Untuk pemerliharaan
kesehatan klien selalu memeriksakan diri ke dokter atau mantri praktek di sekitar
rumahnya.
2.

Pola Nutrisi / metabolik

Program diit RS: DM IV (1700 kalori)


Intake makanan : sebelum sakit klien makan 3 kali sehari, dengan sayur dan lauk.
Klien mempunyai pantangan makanan yaitu daging kambing. Saat sakit / dirawat di
rumah sakit klien hanya menghabiskan rata-rata porsi pemberian. Menurut klien
BB turun dari biasanya, BB tidak terkaji.
Intake cairan
: sebelum sakit klien minum 6 7 gelas sehari, minuman
pantangan kopi. Saat di rumah sakit ini klien mendapat cairan infus 1000 ml sehari
dan minum air putih 3 4 gelas sehari .
3.

Pola Eliminasi

a.

Buang air besar

Sebelum sakit: sekali per dua atau tiga hari. Dan saat sakit di rumah sakit klien sekali
per dua atau tiga hari, dengan konsistensi padat, warna kuning.
b.

Buang air kecil

Sebelum sakit klien BAK 7 8 kali sehari. Dan selama di rumah sakit klien terpasang
dower cateter mulai tanggal 23 Maret 2016. Dalam satu hari 800 CC warna kuning
pekat.

4.

Pola Aktivitas dan Latihan


Kemampuan Perawatan Diri

Makan / Minum

Mandi

Toileting

Berpakaian

Mobilitas di Tempat Tidur

Berpindah

Ambulasi / ROM

0 : mandiri, 1: alat Bantu, 2: dibantu orang lain, 3: dibantu orang lain dan alat, 4 :
tergantung total.
Oksigenasi: Klien bernafas secara spontan tanpa bantuan alat oksigenasi.
5.

Pola Tidur dan Istirahat

Klien tidur selama 7-8 jam setiap hari, tidak ada gangguan tidur. Saat di rumah sakit
klien banyak istirahat dan tidur.
6.

Pola Perceptual

Klien mengatakan bahwa tidak ada perubahan pada penglihatan dan klien tidak
menggunakan alat bantu pendengaran.
7.

Pola Persepsi Diri

Klien mengatakan pasrah dengan penyakit yang dideritanya.


8.

Pola Seksualitas dan Reproduksi

Klien sudah menopouse, klien menikah dua kali. Dengan suami yang pertama
mempunyai 7 anak dan dengan suami yang kedua klien tidak mempunyai anak. Klien
merasa senang dan bahagia karena didampingi oleh suami yang kedua.
9.

Pola Peran-hubungan

Klien lebih dekat dengan suami. Komunikasi dengan perawat sekarang hanya apabila
ditanya, menggunakan bahasa jawa.
10. Pola Managemen koping-stress
Setiap ada permasalahan klien senantiasa didampingi oleh keluarganya.
11. Sistem Nilai dan keyakinan

Sebelum sakit klien taat sholat, saat sakit klien tidak bisa sholat lagi, tapi meyakini
apapun penderitaannya Tuhan yang mengaturNya.
IV. Pemeriksaan Fisik
1.

Keluhan Yang Dirasakan Saat Ini:

Nyeri pada luka di tumit kaki kiri, skala 5-6 , merasa panas seperti terbakar.
2.

Tanda-tanda Vital

(3) Suhu

: 36,5 C

(4) Nadi

: 80 X/menit

(5) Pernafasan

: 20 X/menit

(6) Tekanan Darah

: 160/100 mmHg

4.

BB / TB

TB = 150 cm.
BB tidak terkaji, klien tampak gemuk.
5.

Kepala

Bentuk

: normochepal

Rambut

: lebat, sedikit beruban

Mata

: Conjungtiva : tidak pucat (-/-), Sklera: ikterus (- / -), Reflek cahaya

+/+, fungsi penglihatan baik.


Mulut
6.

: bibir kelihatan kering, gigi banyak yang sudah tanggal.

Leher

Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid, tidak ada pembesaran limfe nodus. Tidak ada
peningkatan JVP.
7.

Thorak

Inspeks

simetris

Perkusi

Sonor kanan kiri

Palpasi

fremitus kanan dan kiri, tidak ada ketinggalan gerak.

Auskultasi :

paru-paru : Vesikuler kanan kiri

Jantung
8.

: S1 S2 murni, iktus cordis teraba

Abdomen

Inspeks

Perut kelihatan lebih besar, dengan diameter 30 cm.

Palpasi

Abdomen supel, hati dan limfe tidak teraba, nyeri tekan (-)

Perkusi

timpani

Auskultasi :
9.

Peristaltik 20 x per menit

Inguinal dan genitalia

Tidak ada kelainan di regio inguinal. Klien terpasang dower catheter sejak tanggal 23
maret 2016.
10. Ekstremitas

Terdapat ulkus di tumit kaki kiri, luas ulkus dengan diameter 5 cm kadalamannya
1 cm, nampak jaringan nekrotik warna putih. Terdapat udema di bagian distal kaki
kiri. Infus terpasang di tangan kiri.
Pergerakan

:
B

B
TB

11. Program Terapi


Tanggal 28 Maret 2016
-

Diit DM IV (1700 kalori)

Infus NaCl 30 tetes per menit

Injeksi Reguler Insulin 3 X 14 iU

Metronidazol : 3 X 500 gr (IV)

Captopril : 2 X 12,5 mg (oral)

Ceftriaxon : 2 X 1 gr (IV)

Perawatan luka; nekrotomi

Cek GDN dan 2 jam PP

Tanggal 29 Maret 2016


-

Diit DM IV (1700 kalori)

Infus NaCl 30 tetes per menit

Injeksi Reguler Insulin 3 X 12 iU

Metronidazol : 3 X 500 gr (IV)

Captopril : 2 X 12,5 mg (oral)

Ceftriaxon : 2 X 1 gr (IV)

Perawatan luka; nekrotomi

Tanggal 30 Maret 2016


-

Diit DM IV (1700 kalori)

Infus NaCl 30 tetes per menit

Injeksi Reguler Insulin 3 X 12 iU

Metronidazol : 3 X 500 gr (IV)

Captopril : 2 X 12,5 mg (oral)

Ceftriaxon : 2 X 1 gr (IV)

Perawatan luka; nekrotomi

Tanggal 31 Maret 2016


-

Diit DM IV (1700 kalori)

Infus NaCl 30 tetes per menit

Injeksi Reguler Insulin 3 X 12 iU

Metronidazol : 3 X 500 gr (oral)

Captopril : 2 X 12,5 mg (oral)

Ceftriaxon : 2 X 1 gr (IV)

Perawatan luka; nekrotomi

Cek GDN dan 2 jam PP

12. Hasil Pemeriksaan Penunjang


Tanggal 23 Maret 2016

Normal
ALT

16,4

(10 40)

AST

14,8

(10 42)

BUN

22,1

(7 18)

Creatinin :

1,22

(0,6 1,3)

Glukosa

515, 9 mg/dl

(80 120)

Ureum

47,29

(20 40)

RBC

3,81106/l

(3,7-6,5)

HGB

10,1 9/dl

(12-18)

HCT

31,6 %

(47-75)

MCV

82,9 Fl

(80-99)

MCH

26,5 Fl

(27-31)

PLT

386 103/l

(150-450)

RDW

42,2 Fl

(35-47)

PDW

9,9 Fl

(9-13)

MPV

8,4 Fl

(7,2-11,1)

Differential
MXD

6,2 %

(0-8)

Neut

87,3 %

(40-74)

Lym#

1,6 103/l

(1-3,7)

MXD#

1,6 103/l

(0-1,2)

Neut#

21,9103/l

(1,5-7)

24 Maret 2016
GDN

407,0 mg/dl

2 Jam PP :

476,9 mg/dl

26 Maret 2016
GDN

2 Jam PP :

261 mg/dl
431,3 mg/dl

28 Maret 2016
GDN

154 mg/dl

2 Jam PP :

327 mg/dl

ANALISA DATA
No

Data

1. S : -

Masalah

Etiologi

PK : Infeksi

O : WBC = 25,1 103/uL


HGB 10,1 gr/dl
luka Ulkus grade 2 di tumit kaki kiri,
skala 5-6 , merasa panas seperti
terbakar
Terpasang DC sejak tanggal 23 Maret
2016
2 S. Klien mengeluh nyeri pada luka

Nyeri akut

Agen injury: fisik

ulkus grade 2 di tumit kaki kiri, skala


5-6, nyeri seperti terbakar.
O. Wajah tegang saat ulkus
dibersihkan
Klien menyeringai saat ulkus di tekan
3. S : Klien mengeluh nyeri pada luka Kerusakan integritas
O : WBC = 25,1 103/uL
HGB 10,1 gr/dl
Ulkus grade 2 di tumit diameter

jaringan

Faktor mekanik:
mobilitas dan
penurunan
neuropati,
perubahan sirkulasi.

5cm
GDN 28 maret 2016 = 154 mg/dl
GD 2 jam PP 28 maret 2016 = 327
mg/dl

4. S : Klien mengatakan tidak bisa

Ketidakseimbangan

menghabiskan diit yang diberikan

nurisi: kurang dari

dan merasa bahwa berat badannya

kebutuhan tubuh

Faktor biologis

turun meskipun tidak ditimbang.


O : Diit yang diberikan habis
HGB 10,1 gr/dl
GDN 28 maret 2016 = 154 mg/dl,
GD 2 jam PP 28 maret 2016 = 327
mg/dl
5. S: Klien mengatakan nyeri saat
melakukan kegiatan

Kerusakan mobilitas

Tidak nyaman nyeri,

fisik

intoleransi aktivitas

O: Seluruh aktivitas dan Kebutuhan


ADL klien dibantu
6. S: Klien mengatakan kalau datang di Defisit pengetahuan:
rumah sakit ini hanya karena luka
proses penyakit dan
ulkus tersebut.
perawatannya
Klien menanyakan tentang
penyakitnya.
O: Klien bingung saat ditanya
tentang penyakit DM
7. S: Klien mengatakan sudah sejak 10 PK: HIpertensi
tahun yang lalu menderita tekanan
darah tinggi
O: Tekanan darah tgl 28 Maret 2016
adalah 160/100 mmHg

Diagnosa Keperawatan:

Kurang familier
dengan sumber
informasi

1.

PK : infeksi

2.

Nyeri akut berhubungan dengan agen injury : fisik

3.

Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan Faktor mekanik: mobilitas

dan penurunan neuropati, perubahan sirkulasi.


4.

Ketidakseimbangan nurisi: kurang berhubungan dengan Faktor biologis

5.

Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan tidak nyaman nyeri, intoleransi

aktivitas.
6.

Defisit pengetahuan tentang proses penyakit DM dan perawatannya

berhubungan dengan Kurang familier dengan sumber informasi


7.

PK: Hipertensi

Вам также может понравиться