Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
dilakukan
dengan
melibatkan
seluruh
peserta.
Fasilitator
perlu
mempertimbangkan situasi kelas jika menerapkan kegiatan ini. Kegiatan ini dapat
dilakukan di kelas besar atau kelas kecil dengan catatan sebagai berikut :
a. Melibatkan seluruh peserta pada kelas kecil : Peserta 24-30 orang
b. Melibatkan beberapa peserta pada kelas besar : Peserta terdiri dari gabungan kelaskelas kecil dengan total peserta 100 orang
c. Fasilitator membuat kertas ukuran 5x5 cm sejumlah peserta dan fasilitator. Tulis tanda
reaktif sebanyak 10% dan tanda non reaktif sebanyak 80% pada kertas tersebut untuk
simulasi.
2. Selanjutnya fasilitator melakukan rangkuman proses kegiatan kelompok kepada
keseluruh peserta
Proses Kegiatan: Simulasi Penularan HIV (PERMAINAN WILD FIRE)
Kelompok Peserta :
1. Setiap peserta mengambil satu gulungan kertas dan pastikan bahwa tidak ada yang
membuka gulungan kertas sampai instruksi berikutnya.
2. Mintalah para peserta untuk berbaur dan mencari 4-5 teman (diprioritaskan teman baru)
di antara peserta lainnya. Fasilitator juga melakukan hal yang sama. Minta mereka saling
bersalaman dan berkenalan (atau ngobrol ringan jika sesama peserta sudah saling kenal).
3. Setelah tiap peserta bertemu dengan 4-5 temannya, kegiatan dihentikan dan minta semua
orang untuk melihat kertas masing-masing.
4. Tanyakan pada semua peserta siapa yang memiliki tanda R pada kertasnya dan mintalah
untuk maju kedepan. Fasilitator menjelaskan arti tanda R tersebut dianggap sebagai orang
4
yang mengidap HIV positif/reaktif. Apakah sewaktu bersalaman tadi peserta tahu bahwa
mereka hidup dengan HIV?
5. Fasilitator menjelaskan secara umum kaitan penularan HIV dengan kegiatan tersebut.
Kegiatan bersalaman atau ngobrol tadi diumpamakan sebagai berhubungan seksual tidak
aman dan berganti-ganti pasangan (sampai 4-5 orang).
6. Kemudian, mintalah peserta yang pernah bertemu/bersalaman dengan peserta bertanda R
untuk maju kedepan dan bergabung bersama mereka (peserta Odha). Jelaskan bahwa hal
ini menunjukkan adanya orang-orang yang mempunyai risiko tinggi terinfeksi HIV
(kontak langsung dengan pengidap HIV).
7. Terdapat 2 kelompok yang berbeda. Peserta dengan hasil reakif HIV dengan peserta
berisiko tinggi bergabung menjadi satu kelompok. Selanjutnya, lihat siapa saja selebihnya
dari peserta yang berada di sisi lain. Tanyakan apakah mereka dengan status N dan tidak
kontak langsung dengan peserta Odha, apakah sudah merasa aman? Bagaimana dengan
kontak mereka (tidak aman dan berganti-ganti pasangan) dengan peserta yang berisiko
tinggi? Apakah mereka juga bisa ikut terinfeksi HIV
8. Minta peserta yang telah bertemu/bersalaman dengan peserta kelompok risiko tinggi
untuk bergabung, sehingga terlihat ada satu kelompok besar yang terdiri dari orang-orang
yang telah terinfeksi dan yang akan terinfeksi HIV. Jelaskan kita bisa melihat bahwa HIV
yang berasal hanya dari segelintir peserta R telah menjalar begitu cepat dan berdampak
besar.
9. Tegaskan lagi bahwa kegiatan bersalaman tetap tidak menularkan HIV, dan permainan ini
hanya simulasi/perumpamaan saja. Ucapkan terima kasih dan minta peserta bertepuk
tangan mengakhiri permainan simulasi.
Kegiatan 2
Kelompok saudara diminta untuk menjelas Informasi Dasar HIV-AIDS pada populasi pria
berisiko: pengemudi truk jalur pantura atau tenaga bongkar muat kapal di pelabuhan
Kegiatan 3
Kelompok saudara diminta untuk menjelaskan keterkaitan HIV dan penyakit infeksi lainnya
pada kelompok pengguna Napza suntik di salah satu pusat rehabilitasi bagi pecandu Napza
Kegiatan 4
Kelompok saudara diminta untuk menjelaskan perjalanan tahapan HIV AIDS pada kelompok
petugas administrasi, petugas kebersihan dan petugas kesehatan di rumah sakit.
Lembar Kegiatan: Peran Konseling dan Tes HIV dalam Pencegahan, Perawatan, Dukungan
Pengobatan
Peningkatan kualitas
hidup
dan
Perencanaan Masa
depan: Pengasuhan
anak
Konseling lanjutan
dan
berkesinambungan
KTHIV
Pendidikan
dan
informasi masyarakat
untuk normalisasi HIV
AIDS
Memfasilitasi
rujukkan
PMTCT,
akses
kesehatan
reproduksi
dan
kesehatan seksual
Manajemen
dini
pemeriksaan
infeksi
oportunistik
dan
informasi pengobatan
HIV: ART
Dukungan dan
Perawatan di rumah,
komunitas dan
Memfasilitasi informasi dan
Rujukkan terkait dukungan
psikososial dan akses ekonomi
karena dua hari lalu ia harus menyerahkan data catatan kesehatannya. Petugas keamanan ini
mendekati konselor dan minta bantuan agar hasil tes HIV tidak perlu disertakan karena kantor
hanya membutuhkan surat rekomendasi sehat dan bukan hasil tes HIV. Petugas keamanan
takut jika ia dipecat oleh manajemen kantor karena status HIVnya.
Kasus 4
Seorang perempuan (30 tahun) telah menikah selama 2 tahun. Ia datang ke KIA guna
memeriksakan kehamilannya. Selama proses konseling pra tes ia menyangkal semua
kemungkinan perilaku berisikonya. Hasil tes antibodi HIV menunjukkan positif/reaktif. Pada
konseling pasca tes, ia baru mengatakan bahwa 4 tahun yang lalu ia pernah berhubungan intim
dengan teman laki-lakinya. Ia tidak akan mengungkapkan status HIV positifnya kepada
suaminya karena takut ditolak dan diceraian suami.
Kasus 5
Seorang waria (32 tahun) telah menjalani hidup sebagai pekerja seks selama 12 tahun tanpa
diketahui keluarga. Ia datang ke Klinik IMS guna berkonsultasi tentang status kesehatannya.
Konselor menawarkan konseling terkait dengan kesehatan reproduksi dan pemeriksaan HIV.
Namun klien khawatir akan ditolak dan ditinggalkan keluarga dan teman-teman jika hasil
tesnya reaktif.
Kasus 6
Seorang perempuan (21 tahun) telah lulus dari sekolah akademi. Ia datang ke pusat konseling
di akademi untuk mendiskusikan ketergantungannya pada Napza sejak satu tahun yang lalu.
Selama proses konseling adiksi, ia menceritakan latar belakang menggunakan Napza. Pada
proses konseling, ia kuatir masa depannya hancur karena penggunaan Napza.
11
Tugas Fasilitator
1. Kegiatan dilakukan dengan melibatkan seluruh peserta.
2. Bagilah lembar kegiatan tata nilai Mengisi Prioritas kepada peserta dan mintalah
mereka mengisi sendiri prioritas masing-masing.
3. Diskusikan secara umum hasil pilihan masing-masing orang dan kaitkan dengan uraian
materi.
Mengisi Prioritas
Berikan nilai pada prioritas hidup di bawah ini sesuai dengan tata nilai saudara. Nilai 1 berarti
paling penting/utama bagi saudara dan nilai 7 berarti paling kecil kepentingan/keutamaannya.
Anda bebas menentukan prioritas pribadi anda sendiri.
Kesehatan
________________
Pengendalian diri
________________
Kebebasan
________________
Seksualitas
________________
Keluarga
________________
Karier
________________
Kekayaan
________________
12
Tugas Fasilitator
1. Kegiatan dilakukan dengan melibatkan seluruh peserta.
2. Bagilah lembar kegiatan tata nilai Daftar Kata kepada peserta dan mintalah mereka
mengisi dengan cepat daftar yang diberikan.
3. Kumpulkan hasil isian dari seluruh peserta dan bagilah hasil pengisian kembali kepada
peserta secara acak.
4. Pastikan tidak satupun peserta mendapatkan pekerjaannya kembali
5. Diskusikan dengan membacakan hasil pengisian lembar tugas peserta lainnya
Daftar Kata-Kata
Daftar kata dibawah ini akan memicu reaksi spontan saudara. Segera tuliskan dua respon
spontan yang terlintas ketika anda dihadapkan pada kata tersebut, bukan mendeskripsikan atau
menterjemahkan kata tersebut. Misalnya, saudara dihadapkan pada kata HIV, maka respon
spontan saudara mungkin :
1. Penyakit
2. Virus
Mulailah dengan daftar berikut:
Pekerja Seks
Kondom
Masturbasi
AIDS
Orgasme
Ereksi
Bayi lahir dari Ibu positif HIV
Laki-laki berhubungan seks dengan
laki-laki
Kuli Pelabuhan
Pacar Gelap
Orang Bertato
Lelaki bertindik
Perempuan Petinju
Waria
Sopir Truk
Kegiatan Materi Inti I : Kegiatan Keempat Tata Nilai-Pernyataan Kontroversi
13
Tugas Fasilitator
1. Kegiatan dilakukan dengan melibatkan seluruh peserta.
2. Bagilah lembar tugas tata nilai Pernyataan Kontroversi kepada peserta dan mintalah
mereka mengisi SETUJU (S) atau TIDAK SETUJU (TS) pada setiap pernyataan yang
tersedia.
3. Mintalah peserta mendiskusikan perbedaan yang muncul dalam kelompok antara yang
setuju dan tidak setuju.
4. Fasilitasi diskusi perbedaan yang ada dengan penuh makna.
5. Tekankan perbedaan yang tercermin dalam kelompok tentang tata nilai, sikap dan
keyakinan.
Pernyataan Kontroversi
Isilah setiap pernyataan dibawah ini dengan tanda S (Setuju) atau TS (Tidak Setuju) sesuai
pendapat saudara. Kerjakan sendiri tanpa perlu melihat jawaban peserta lain.
1. _______ Perempuan terinfeksi HIV tidak boleh punya anak.
2. _______ AIDS merupakan masalah perilaku tidak bermoral
3. _______ Laki-laki berhubungan seks dengan laki-laki tidak normal
4. _______ Merawat Odha adalah tanggung jawab bersama
5. _______ Saya sulit membicarakan perihal seks dengan lawan jenis
6. _______ Laki-laki boleh berhubungan seks sebelum menikah
7. _______ Keperawanan dan keperjakaan tidak terkait dengan moral
8. _______ Laki-laki harus mempunyai bukti tertulis bebas HIV sebelum menikah
9. _______ Pengguna NAPZA melalui suntikan wajib tes HIV
10. _______ Konselor KTHIV harus berstatus non reaktif
Kegiatan Materi Inti I : Kegiatan Kelima Melatih kebiasaan terkait dengan olahraga
dalam komunikasi perubahan perilaku
Tugas Fasilitator
1. Kegiatan dilakukan dengan melibatkan seluruh peserta.
2. Fasilitator meminta peserta menentukan level komitmen masing-masing terhadap olah
raga yaitu sebagai berikut:
14
c. Level Ketiga
d. Level Keempat
e. Level Kelima
3. Fasilitator memfasilitasi diskusi dengan peserta dalam kelas besar. Tanyakan secara
berurutan kepada peserta, siapa yang berada di level 1, 2, 3, 4 dan 5 serta mintalah
penjelasan kepada peserta kenapa ada di level 1, 2, 3, 4 dan 5 secara acak. Diskusikan
hal-hal yang membuat peserta bergerak dari satu level ke level lainnya.
4. Fasilitator mencari tahu bagaimana kebiasaan olah raga mereka. Setelah seluruh peserta
menjelaskan, minta peserta yang mencapai level 5 untuk menjelaskan bagaimana mereka
mampu mencapai olahraga secara teratur, Apa yang mendorong sampai berada di level 5
dan apa saja yang membantu hingga mampu mempertahankan kebiasaan olahraga secara
teratur.
Kaitkan dengan teori:
1. Pengetahuan terkait dengan pra kontemplasi
2. Bermakna bagi diri sendiri terkait dengan kontemplasi
3. Menimbang untung rugi terkait dengan persiapan
4. Membanguan kapasitas diri terkait dengan persiapan
5. Ujicoba dan percobaan penerapan terkait dengan tindakan
6. Perubahan perilaku terkait dengan rumatan
TIDAK BERISIKO
Gunakan Empat Prinsip Penularan HIV (Exit, Survive, Sufficient, dan Enter).
1. Membersihkan muntahan orang dengan HIV menggunakan sarung tangan
2. Menggunakan Napza termasuk minuman beralkohol sebelum melakukan hubungan
sanggama tanpa kondom
3. Menggunakan alat makan yang juga digunakan oleh orang terinfeksi HIV
4. Bertukar kaos olah raga dengan orang yang terinfeksi HIV
5. Berenang bersama dengan orang terinfeksi HIV di kolam renang
6. Hubungan seks penetratif kemudian segera ditarik sebelum ejakulasi/coitus
interuptus: risiko bagi penerima
7. Berpelukan dengan orang yang terinfeksi HIV
8. Makan makanan buatan orang yang terinfeksi HIV
9. Menghapus air mata orang yang terinfeksi HIV
10. Sanggama dengan orang terinfeksi HIV menggunakan kondom
11. Oral Seks dengan orang terinfeksi HIV menggunakan kondom
12. Ciuman dalam yang bersemangat dengan orang terinfeksi HIV
13. Hubungan seks penetrasi menggunakan kondom namun kondom robek sebelum
dilepas
14. Jepit susu dilanjutkan dengan anal seks tanpa kondom
15. Menerima transplatasi ginjal dari orang terinfeksi HIV
16. Gigitan nyamuk
17. Mata terpercik darah HIV saat membantu proses kelahiran
18. Menggunakan sabun dan shampo yang digunakan orang terinfeksi HIV
19. Rimming mulut kontak dengan anus: Risiko buat orang yang di-rimming
16
Kegiatan Materi Inti I: Kegiatan Kedelapan Konseling HIV dalam Strategi Komunikasi
Perubahan Perilaku
Langkah-langkah Kegiatan Pemecahan Masalah.
1. Fasilitator membagi peserta dalam tiga kelompok
2. Fasilitator meminta peserta mendiskusikan kasus berdasarkan tabel berikut ini :
Prioritas
Pilihan
Masalah
Pemecahan
Masalah
Evaluasi Pilihan
Kekuatan Tantangan
Pemecahan
Rencana
Ketrampilan
Masalah
Tindak
dan
Yang
Lanjut
yang
Tersedia
Strategi
dibutuhkan
Kasus 1
Laki-laki, 32 tahun, heteroseksual, menikah, punya seorang anak laki-laki berumur 18 bulan.
Sering tugas keluar kota dan sesekali kencan dengan perempuan di diskotik. Saat ini isterinya
sedang hamil dua bulan dan sejak 17 hari klien tak bertemu dengan isterinya. Dia datang ke
klinik karena keluar cairan dari penisnya, dokter mendiagnosis ia menderita IMS dan
mengobati penyakit tersebut. Dokter merujuk klien kepada konselor untuk KTHIV. Hasil
KTHIV mengatakan bahwa klien non reaktif saat ini dan konselor membantu klien
meningkatkan keterampilan menggunakan kondom. Klien takut menggunakan kondom dan
18
Kasus 2
Perempuan, 23 tahun, kost, bekerja sebagai kasir. Klien datang ke konselor karena batuk tidak
sembuh-sembuh selama dua bulan. Menurut brosur yang dibaca klien, batuk yang
berkepanjangan merupakan gejala HIV. Klien datang untuk KTHIV karena merasa berisiko
terkait dengan kegiatan menggunakan jarum suntik bergantian pada waktu duduk di perguruan
tinggi. Klien menggunakan Napza suntik sejak tingkat 3 dan berhenti enam bulan lalu. Klien
hidup sebatang kara dan malam hari bekerja sebagai pemijat profesional untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya. Baru-baru ini atasan menggumumkan bahwa akan ada pemeriksaan HIV
secara langsung atau karyawan boleh periksa dipelayanan kesehatan manapun asalkan hasilnya
dilaporkan. Klien memilih melakukan pemeriksaan sendiri karena takut hasilnya diketahui
atasan dan diberhentikan.
Kasus 3
Waria 29 tahun, memiliki rumah sekaligus salon. Kadangkala klien menjadi pekerja seks tidak
langsung. Laki-laki yang datang ke tempat tinggalnya dalam satu hari sebanyak 3-7 orang.
Minggu lalu klien mengalami infeksi dan peradangan pada kulit karena suntikan silikon.
Silikon di pantatnya pecah dan mengeluarkan cairan berwarna kuning dan berbau. Seorang
dokter yang mengobatinya menyarankan untuk melakukan pemeriksaan HIV karena
perilakunya berisiko. Klien takut tetapi ingin tahu status dirinya. Klien tidak tahu apa yang
harus klien hadapi jika hasil pemeriksaan reaktif HIV. Klien kuatir pelanggannya hilang dan
teman-teman waria mengucilkannya.
19
Ada satu masalah sangat penting yang perlu kita bahas hari ini. Para penderita TB juga
memiliki kemungkinan besar terinfeksi HIV. Kenyataannya, sebagian besar infeksi HIV
memunculkan gejala TB. Hal ini disebabkan karena pengidap HIV tidak dapat menangkal
penyakit infeksi.
Ketika TB dan HIV secara bersama-sama diderita oleh seseorang, maka kesehatan orang tersebut
sangat terancam. Dan seringkali mengancam jiwa. Karena itu, diperlukan diagnosis dan tindakan
segera dan tepat. Dengan merawat HIV maka kesempatan untuk menjadi lebih baik dan hidup
lebih lama dapat dijangkau.
Demikian pula, jika kami mengetahui bahwa anda mengidap HIV, maka kami dapat merawat TB
anda dengan cara yang lebih baik.
HIV merupakan salah satu virus yang hidup dalam sel pertahanan diri dari serangan infeksi .Bila
sel pertahanan diri diduduki virus maka tubuh sulit bertahan dari serangan infeksi. Tes HIV akan
menentukan apakah anda telah terinfeksi oleh virus HIV. Tes ini merupakan tes darah sederhana
yang akan dapat memungkinkan kami untuk memberikan diagnosis yang lebih jelas. Setelah tes,
kami akan memberikan berbagai layanan konseling untuk membahas secara lebih mendalam lagi
mengenai HIV AIDS. Jika hasil tes HIV anda positif, kami akan memberi anda informasi dan
pengetahuan untuk mengelola penyakit tersebut, yang kemungkinan juga termasuk pemberian
obat-obatan anti virus dan obat-obatan lain yang dapat digunakan untuk mengobati penyakit
anda. Disamping itu, kami akan membantu anda untuk melakukan pencegahan dan membuka
pengungkapan diri. Jika hasil tes anda negatif, maka perhatian akan dipusatkan pada akses ke
berbagai pelayanan dan hal-hal yang akan membantu anda tetap mempertahankan hasil negatif
tersebut.
Dengan alasan inilah maka kami menganjurkan semua penderita TB menjalani tes HIV. Jika
anda tidak berkeberatan, kami akan menjalankan tes HIV tersebut hari ini.
20
Naskah di atas menggabungkan anjuran untuk tes HIV pada semua pasien TB dengan semua
informasi pra-tes. Menurut anda pendekatan mana yang terkandung dalam komunikasi di atas?
Apakah Tesing Diagnostik atau Penawaran Rutin?
2. Bacalah naskah komunikasi berikutnya:
Hasil tes HIV ini hanya akan kami sampaikan kepada anda saja dan tim medis yang akan
merawat anda, artinya adalah bahwa hasilnya bersifat rahasia dan membocorkannya kepada siapa
pun tanpa izin tertulis dari anda akan sangat bertentangan dengan kebijakan lembaga kami.
Apakah anda ingin memberitahu orang lain mengenai hasil tes anda ini atau tidak, sepenuhnya
merupakan keputusan anda.
Apakah anda siap menjalani tes? Atau apakah anda memerlukan lebih banyak waktu untuk
membahas berbagai implikasi dari hasil positif atau negatif-nya bagi diri anda?
21
22
23
24
2. Mulailah berkenalan dengan konselor dan menceritakan pengalaman masa kecil atau
masa remaja atau masa kini yang paling berkesan (pengalaman membahagiakan atau
yang mengharukan)
3. Anda diminta jujur menceritakan kisah anda selama 5 menit.
Kegiatan Materi Inti II : Kegiatan Kedua Membuat Pertanyaan
Membuat Pertanyaan
Peserta di bagi menjadi tiga kelompok. Mintalah masing-masing kelompok membuat contoh
pertanyaan sebanyak 9 pertanyaan. Masing-masing tiga untuk pertanyaan tertutup, tiga untuk
pertanyaan
terbuka
dan
tiga
untuk
pertanyaan
mengarahkan.
Setiap
kelompok
Pertanyaan Tertutup :
Pertanyaan Mengarahkan :
25
Peserta diminta untuk mengisi formulir di bawah untuk melakukan kegiatan penilaian risiko
klinis berdasarkan pilihan kasus berikut ini.
Kasus 1
Laki-laki (35 tahun) sudah menikah, mempunyai dua orang anak berusia 2 dan 4 tahun. Dia
memutuskan untuk melakukan pemeriksaan tes HIV atas saran dokter karena saat ini ia
didiagnosis menderita gonorhoea. Dia menceritakan bahwa ia sering berhubungan seksual
dengan laki-laki, terakhir ia melakukannya tiga minggu yang lalu. Dia juga mempunyai
kebiasaan minum alkohol dan tidak menggunakan kondom ketika melakukan hubungan seks
dengan siapa saja. Istrinya tidak tahu dengan kegiatan seks suaminya dan mereka berhubungan
dua minggu yang lalu. Dia bingung apa yang akan dilakukannya bila hasil tes HIV nya positif.
Bagaimana cara mengatakan pada istrinya dan bagaimana pula reaksi istrinya
Kasus 2
Perempuan 28 tahun, menikah. Minggu lalu ia dinyatakan hamil enam bulan oleh dokternya.
Ketika kabar hamilnya disampaikan pada suami, suami mengatakan bahwa ia HIV positif.
Karena alasan ini perempuan tersebut ingin tes HIV. Ia sangat marah akan situasinya sekarang.
Ia marah pada suami, kuatir pada diri sendiri dan anak dalam kandungan. Suami mengatakan
bahwa ia berhubungan dengan pekerja seks komersial. Hubungan seks dengan suami
berlangsung dua minggu lalu secara vaginal.
26
Kasus 3
Perempuan 21 tahun, Ia mendengar tentang HIV dari temannya dan ia mulai mengkuatirkan
dirinya. Ia mengatakan berhubungan seks vagina tanpa pelindung beberapa kali dengan teman
laki-laki yang berbeda. Yang diingatnya adalah berhubungan seks oral pada bulan lalu,
sedangkan hubungan seks yang terakhir adalah 2 hari yang lalu. Dalam konseling ditemukan
bahwa ia pengguna NAPZA suntik. Ia sering menggunakan jarum suntik bersama dengan
teman-teman tanpa dibersihkan lebih dahulu. Terakhir peristiwa menyuntik terjadi pada 3
bulan yang lalu.
Kasus 4
Waria (26 tahun) bekerja di salon. Ia pernah tes HIV dua tahun lalu dan hasilnya negatif.
Sejak berumur 20 tahun ia memiliki pasangan laki-laki. Ia berharap hasil tes HIV nya negatif
dan kini ingin tes lagi untuk memastikan status HIV nya. Ia mengatakan selalu melakukan seks
aman dan jika tanpa kondom maka ia atau pasangannya segera menarik penis ketika ejakulasi.
Ia mengatakan berhubungan seks tanpa kondom dan menarik penis sebelum ejakulasi 13 hari
yang lalu. Dalam diskusi dia ingat bahwa pernah dua kali kondom robek saat hubungan seks.
Kejadian ini berlangsung lebih dari 3 minggu yang lalu.
__ __ /__ __ /__ __
1. Baru 2. Lama
1. Ingin tahu saja 2. Mumpung gratis 3.
Status Pasien
5.
Akan menikah
7.
6.Merasa berisiko
rujukan ................................
ulang (window period)
8.Tes
9. dirujuk dari
5.
Teman
7.
6. Petugas Outreach
2.
Tidak
1. Ya, kapan ................. hr/Bln/Thn
2.
Tidak
Bergantian peralatan 1. Ya, kapan ................. hr/Bln/Thn
2.
Hubungan
vaginal berisiko
Anal seks berisiko
KONSELIN
G PRA TESKAJIAN
TINGKAT
suntik
Transfusi darah
Transmisi Ibu ke Anak
RISIKO
Lainnya (sebutkan)
Periode
Tidak
1. Ya, kapan ................. hr/Bln/Thn
2.
Tidak
1. Ya, kapan ................. hr/Bln/Thn
2.
Tidak
..
kapan .................
hr/Bln/Thn
jendela 1. Ya, kapan ................. hr/Bln/Thn
(window periode)
Kesediaan Untuk Tes
Tidak
1. Ya
2.
2. Tidak
28
__ __ /__ __ /__ __
TES
ANTIBODI
HIV
__ __ /__ __ /__ __
Jenis Tes HIV
1. Rapid Tes
2. EIA
1. Non Reaktif
Hasil Tes R1
Nama Reagen :
2. Reaktif
1. Non Reaktif
Hasil Tes R2
Nama Reagen :
2. Reaktif
1. Non Reaktif
Hasil Tes R3
Nama Reagen :
2. Reaktif
Kesimpulan Hasil Tes 1. Non Reaktif
2. Reaktif
HIV
Tanggal
Indeterminate
Konseling
Pasca Tes
__ __ /__ __ /__ __
1. Rujuk ke MK
Rujuk ke Rehab
Tindak Lanjut
satu)
PASCA
3.
9. Rujuk ke klinik
Terima hasil
Skrining Gejala TB
1. Ya
6.
8. Rujuk ke klinik TB
Metadon
TES
2. Rujuk ke RS
4. Rujuk ke LSM
3.
11.
2. Tidak
Nama Konselor
Status Klinik
Jenis Pelayanan
1. Klinik Utama
2.
Klinik
Satelit
1. Klinik Menetap
2.
Klinik
Bergerak
1. Fasilitator membagi peserta menjadi kelompok kecil yang terdiri dari tiga orang. Masingmasing berperan sebagai konselor, pengamat dan klien.
2. Fasilitator menjelaskan dan membagi lembaran pegangan konselor sebagai berikut:
a. Lembar kasus konselor - klien - pengamat
b. Lembar formulir penilaian risiko dan kasus dan akan dibahas untuk masa jendela
dan penilaian risiko
c. Lembar kasus yang akan digunakan dalam konseling pra tes HIV dan konseling
pasca tes HIV
3. Adapun aturan dalam kegiatan konselor, pengamat dan klien sebagai berikut ini:
a. Fasilitator memberikan penjelasan mengenai proses bermain peran dan
perlengkapan yang akan digunakan
b. Bagi peserta atas kelompok konselor, klien, pengamat
c. Pada kegiatan konseling pra tes HIV dan konseling pasca tes HIV peserta diatur
dalam kelompok yang sama dan beranggotakan tiga orang.
d. Dipandu oleh fasilitator, kelompok konselor membahas daftar cek konseling,
formulir-formulir dan aturan main sebagai konselor. Kelompok klien mempelajari
skenario/kasus yang dipilih dan perannya. Kelompok pengamat membahas daftar
cek pengamat dan aturan main sebagai pengamat.
e. Pada putaran pertama, peserta bermain peran selama 15 menit.
f. Fasilitator mengatur posisi duduk agar pengamat dapat memperhatikan konselor
dengan baik. Konselor dan klien duduk dengan posisi huruf L
Putaran 1
A sebagai konselor
B sebagai pengamat
C sebagai klien
30
Putaran 2
C sebagai konselor
A sebagai pengamat
B sebagai klien
C sebagai pengamat
A sebagai klien
Putaran 3
B sebagai konselor
4. Pada setiap selesai satu putaran bermain peran para pengamat berkumpul di depan kelas
memberikan umpan balik tentang konselor dan proses konseling. Fasilitator mencatat
hasil pengamatan. Pengamatan mencakup hal-hal yang positif dan yang perlu
ditingkatkan dari seorang konselor.
5. Setiap kali kelompok pengamat selesai memberikan umpan balik, persilahkan klien untuk
menambahkan komentar.
6. Fasilitator membacakan hasil temuan dan menekankan agar hal positif dipertahankan dan
meningkatkan aspek keterampilan konseling lain
7. Setelah putaran ketiga selesai dan pengamat putaran ketiga selesai memberikan umpan
balik umum, peserta kembali duduk dalam kelas besar.
8. Beri kesempatan kepada beberapa konselor untuk mengungkapkan tantangan-tantangan
dalam proses konseling
9. Di akhir sesi fasilitator memberikan klarifikasi dan kesimpulan
alkohol dan menggunakannya juga. Saat bekerja klien tidak pernah menggunakan kondom.
Berhubungan seks dengan istri tanpa kondom terakhir dua minggu yang lalu. Klien juga
memikirkan apa yang akan dikatakan pada isterinya dan bagaimana reaksi isterinya jika ia
reaktif HIV
Kasus 2
Laki-laki, 17 tahun, lajang. Klien mendengar tentang HIV dari beberapa temannya dan mulai
merasa khawatir apakah telah terinfeksi. Klien menceritakan telah melakukan praktek seks
yang tidak aman dengan beberapa pekerja seks tanpa sepengetahuan orangtua. Hubungan seks
terakhir yang dilakukannya seminggu yang lalu. Dalam diskusi selanjutnya terungkap klien
juga pengguna narkotika dengan jarum suntik sejak kelas satu SMA. Klien selalu bergantian
jarum tanpa dibersihkan lebih dahulu dengan temannya dan terakhir melakukannya satu
minggu yang lalu. Sejak itu klien merasa cemas terinfeksi HIV, tidak nafsu makan dan
mengalami sulit tidur. Klien khawatir bila hasil tesnya positif akan ditolak oleh keluarga dan
temannya. Klien menyatakan akan bunuh diri bila hasil tes HIV
Kasus 3
Perempuan, 40 tahun, menikah, datang ke konselor karena kuatir tertular HIV dari suaminya.
Suaminya adalah seorang tokoh terkemuka yang setiap kali bertugas ke luar kota atau ke luar
negeri mencari fasilitas hiburan untuk berhubungan seks dengan perempuan penghibur. Klien
pernah mendapatkan informasi HIV AIDS dan ingin melakukan tes HIV. Klien ingat bahwa
selama beberapa bulan ini suaminya sering mengeluh mudah lelah dan batuk-batuk. Mereka
masih aktif berhubungan seksual dan terakhir melakukannya lima minggu yang lalu tanpa
kondom. Klien mencurigai bahwa suaminya mendapatkan HIV dari pasangan seksualnya
sewaktu bertugas ke luar negeri. Ia merasa tidak nyaman dengan situasi ini sehingga sangat
bingung dan khawatir. Klien yakin bahwa ia telah terinfeksi HIV dari suaminya yang tidak
setia.
Kasus 4
Laki- laki, 28 tahun, sudah mulai berhubungan seks dengan laki-laki sejak kelas dua SMP.
32
Pengalaman seksual pertamanya didapatkan dari pamannya yang suka berhubungan seksual
dengan laki-laki atau perempuan. Sekarang klien hidup bersama dengan kekasihnya. Selain itu
klien suka berganti-ganti pasangan. Dua bulan yang lalu ia berpacaran dengan seorang
pengguna Napza suntik yang positif HIV. Klien merasa gelisah dan kuatir jika dirinya tertular
HIV dari hubungan seksual terakhirnya dengan pengguna Napza suntik tersebut
Kasus 5
Perempuan 26 tahun, baru menikah satu bulan yang lalu. Satu minggu ini dia mengeluh sering
sakit kepala, mudah lelah dan batuk-batuk. Klien menceritakan pernah menggunakan Napza
suntik tidak steril bergantian semasa SMA bersama mantan pacarnya. Terakhir menggunakan
Napza tiga bulan yang lalu. Ketika menikah suaminya tidak tahu bahwa klien pengguna napza
suntik. Klien sangat bingung dan khawatir bagaimana cara mengatakan hal ini kepada suami,
jika hasil tes reaktif
Kasus 6
Peremuan, 21 tahun, menikah untuk kedua kalinya empat bulan yang lalu. Klien memiliki
seorang anak berusia tiga tahun. Klien berniat untuk melakukan tes HIV karena khawatir
tertular HIV dari suaminya yang sudah meninggal. Selama menikah mereka tidak pernah
menggunakan kondom karena ingin mempunyai anak. Klien mendapat informasi bahwa ia
bisa tertular HIV dari mendiang suami dan sekarang kandungan berusia dua bulan. Klien
menghawatirkan janinnya dan berharap bisa menggugurkan kandungan jika hasilnya tes
reaktif.
Kasus 7
Laki-laki, 28 tahun, menikah, mempunyai seorang anak berusia 2 tahun. Dia menceritakan
bahwa dia pernah menggunakan Napza suntik sejak kelas dua SMA dan terakhir menyuntik
tiga bulan lalu. Selama menggunakan napza suntik, biasanya dia menggunakannya secara
bersamaan dengan sesama penasun tanpa disterilkan terlebih dahulu. Hubungan seksual
dengan istrinya terakhir dilakukan enam minggu yang lalu
33
Kasus 8
Perempuan, 21 tahun dan baru sembilan bulan lalu menikah. Klien kuatir tertular HIV dari
perilaku seksnya dahulu. Selama berhubungan seks dengan suami klien tidak pernah
menggunakan kondom. Klien kuatir dirinya atau suaminya sebenarnya sudah HIV positif.
Karena berencana punya anak, maka klien dan suami datang ke konselor untuk KTHIV.
Terakhir mereka berhubungan seksual dua hari yang lalu.
YA
TIDAK
YA
TIDAK
35
(disimpan konselor)
Tanda Tangan
(Nama Konselor)
36
Kode. Klien
Ya Tidak
Ya Tidak
Ya Tidak
Kode. Klien
:
Tanda Tangan:
Nama Dokter:
37
Tanggal : __/__/__
Hasil
Reaktif
Non Reaktif
Reaktif
Non Reaktif
Reaktif
Non Reaktif
2.
3.
HASIL AKHIR
Non Reaktif
HIV Reaktif
_________________________
Tanda tangan yang berwenang
Lokasi serta alamat dan nomor telepon harus disertakan dibawah ini.
Salinan dari laporan ini tidak boleh diberikan kepada klien
38
FORMULIR KTHIV
RAHASIA
Nomor Registrasi
Alamat _______________________________________
Kota/Kab :
Umur
Tahun
Status Perkawinan: 1. Menikah
Laki-laki
2. Perempuan
2. Belum/Tidak Menikah
2. II
3. III
4. Tidak hamil
2.Waria
7. Pasangan Risti
Status kehamilan:
3. Penasun, Lamanya
................Bln/Thn
6. Pasien TB
1.
9. Tidak tahu
Jenis Kelamin:
3. Cerai
4. Gay
5. Pelanggan PS
8. WBP
9. Lainnya .................... .
Pekerjaan:
1. Tidak Bekerja
menikah
6.Merasa
rujukan ................................
(window period)
5. Akan
berisiko
7.
8.Tes ulang
Lainnya :...........................
39
Pernah
__ __ /__ __ /__ __
1. Brosur
2. koran
Teman
HIV
sebelumnya
4. Dokter
6. Petugas Outreach
Lay Konselor
1. Ya,
tes
3.TV
7. Poster
5.
8.
9. Lainnya
Dimana ......................
2. Tidak
2. Tidak
2. Tidak
Transfusi darah
2. Tidak
hr/Bln/Thn
1. Ya, kapan ................. hr/Bln/Thn
1. Ya
2. Tidak
2. Tidak
__ __ /__ __ /__ __
1. Rapid Tes
2. EIA
1. Non Reaktif
Nama Reagen :
2. Reaktif
1. Non Reaktif
Nama Reagen :
2. Reaktif
1. Non Reaktif
Nama Reagen :
2. Reaktif
1. Non Reaktif
2. Reaktif
3.
Indeterminate
__ __ /__ __ /__ __
1. Rujuk ke MK 2. Rujuk ke RS
Rehab
3. Rujuk ke
4. Rujuk ke LSM
40
__ __ /__ __ /__ __
5. Datang kembali karena masa jendela
6.
Rujuk ke dokter
8.
Rujuk ke klinik TB
ARV
1. Ya
2. Tidak
Skrining Gejala TB
1. Ya
2. Tidak
Nama Konselor
Status Klinik
Jenis Pelayanan
1. Klinik Utama
1. Klinik Menetap
2. Klinik Satelit
2. Klinik Bergerak
41
meminta
peserta
mendiskusikan
kasus
di
dalam
kelompok
dan
Kasus 1
Perempuan, 30 tahun, bidan, menikah 10 tahun dan memiliki anak 2 orang, 7 dan 5 tahun. Klien
datang untuk pemeriksaan darah HIV setelah terpajan ketika membantu proses kelahiran.
Matanya terpercik darah dalam proses itu pada dua hari yang lalu. Klien dan suami memegang
teguh perkawinan monogami. Klien sangat cemas dan berusaha untuk mengetahui status HIV
pasiennya.
Suaminya memprihatinkan kejadian isterinya dan semakin lama kecemasan istrinya semakin
meningkat. Klien tidak menderita gangguan psikologis sebelumnya. Keluarganya akan
mendukung meskipun jika hasilnya reaktif. Namun yang ia kuatirkan justru dari koleganya
(kebanyakan rekan sekerjanya mengetahui proses pajanan tersebut).
Kasus 2
Perempuan, 35 tahun, perawat, belum menikah. Klien tertusuk jarum infus ketika sedang
memasang infus satu jam yang lalu. Ia sangat tertekan karena pasiennya Odha. Tusukan jarum
mengenai kulit, tidak dalam dan klien saat itu tidak menggunakan sarung tangan.
Klien takut dilarang bekerja sampai hasil laboratoriumnya diperoleh. Klien tidak ingin
seorangpun mengetahui kejadian ini. Sementara peraturan rumah sakit mengharuskan setiap
orang yang terkena pajanan melapor dengan cara mengisi formulir. Klien takut petugas
42
laboratoriuam tidak dapat menjaga kondfidensialitas. Klien juga takut teman kerja menghindari
bergaul dengannya.
Kasus 3
Perempuan, 22 tahun, mahasiswa keperawatan, belum menikah dan sedang praktek di RS. Ketika
sedang membantu memandikan pasien Odha yang dirawat, klien tertusuk jarum bekas pasien
yang tertinggal di pinggir tempat tidur. Tusukan jarum mengenai
terlindung. Klien takut tertular HIV dan kuatir tidak dapat meneruskan praktek karena diketahui
pihak perguruan tinggi tidak menerapkan kewaspadaan umum.
KEGIATAN MATERI INTI IV
MANAJEMEN PENCEGAHAN BUNUH DIRI
Tugas Fasilitator
1. Memberikan penjelasan ulang secara singkat penggunaan pedoman penilaian risiko
bunuh diri.
2. Fasilitator membagi peserta dalam dua kelompok dan meminta salah satu peserta dalam
kelompok untuk membacakan kasus secara bergantian.
3. Fasilitator meminta peserta dalam kelompok mendiskusikan kasus sesuai dengan
panduan penilaian bunuh diri yang pertama selama 20 menit.
4. Fasilitator meminta perwakilan peserta maju untuk menyampaikan hasil diskusi
kelompok, menyimpulkan dan mengarisbawahi inti dari proses materi penilaian risiko
dan strategi manajemen bunuh diri.
43
Tidak
diri?
4. Sudahkah saudara memutuskan waktu untuk bunuh diri?
5. Apakah saudara pernah mencoba bunuh diri sebelumnya?
a. Direncanakan?
b. Tidak direncanakan?
c. Menggunakan alkohol/NAPZA sebelum melakukan tindakan
bunuh diri?
6. Jika saudara pernah melakukan usaha bunuh diri sebelumnya,
mengetahui suaminya positif, ia telah mencoba bunuh diri dengan cara meminum racun tikus
yang dicampur dengan gerusan pil KB. Namun ketika klien akan meminum, anaknya menangis
dan klien memutuskan untuk menghentikan tindakannya demi anaknya. Klien takut anaknya
hidup dengan suaminya jika Klien mati akibat bunuh diri. Dalam pengakuannya kepada
konselor, Klien mengatakan jikan hasil positif HIV, akan bunuh diri setelah menyerahkan
anaknya kepada orangtuanya. Namun jika hasil negatif, klien akan melindungi diri dengan
meminta cerai dan kembali bekerja agar bisa mendukung hidupnya dan anak.
Kasus 2
Laki-laki, 20 tahun, HIV positif. Klien menceritakan bahwa sudah lima kali merencanakan
bunuh diri namun usaha tersebut selalu gagal karena pertolongan dari masyarakat sekitar yang
melihatnya. Hidupnya tidak berarti dan orangtua selalu menyalahkannya sebagai anak yang
nakal dan tidak memiliki tanggungjawab hidup. Orangtua sudah mengatakan berkali-kali bahwa
mereka tidak peduli akan nasib klien.Teman yang menjaganya mengatakan bahwa dua jam lalu
klien baru saja melakukan tindakan bunuh diri dengan menantang truk yang melaju dengan
kecepatan tinggi di jalan toll. Usaha ini gagal karena ada petugas yang menyelamatkannya.
Klien kemudian dibawa ke rumah sakit dan baru bicara ketika konselor datang. Sejak klien
positif HIV tidak ada keluarga bersedia bersamanya dan berhubungan lagi. Ia mengatakan
kepada konselor bahwa ia sangat kecewa ketika usaha bunuh dirinya 2 jam lalu. Sekarang ia
merasa menjadi beban bagi kelompok dukungan sebayanya. Ia merasa mengakhiri kehidupan
adalah sebuah penyelesaian yang paling baik
45
KASUS ADHERENCE
Kasus 1
Anda/ klien laki-laki 45 tahun, tamat SMA, pekerjaan supir. Anda di diagnosis terinfeksi HIV
AIDS 2 tahun yang lalu.
pemeriksaan CD4 anda adalah 100. Dokter menyarankan anda mulai memakai ARV dan dokter
mengatakan bahwa obatnya harus diminum seumur hidup. Anda datang kembali ke konselor
yang dulu memberi konseling HIV dan pernah mengatakan hal yang sama mengenai obat yang
harus diminum seumur hidup. Anda ingin mengetahui lebih banyak mengenai pengobatan ARV.
Istri anda juga positif HIV dan anda mempunyai seorang anak laki-laki usia 10 tahun yang
belum diketahui status HIVnya.
Tugas :
a. Identifikasi hambatan klien
b. Diskusikan langkah-langkah yang dapat mendukung klien dalam kepatuhan berobat
Kasus 2
Anda/ klien laki-laki 36 tahun, tamat SMA, pekerjaan pramusaji. Anda didiagnosis terinfeksi
46
HIV AIDS 3 tahun yang lalu. Teman di tempat kerja dan keluarga tidak tahu tentang status ini.
Anda selalu sarapan pagi dan makan bersama keluarga istri, anak dan mertua perempuan yang
tinggal satu rumah. Seminggu yang lalu anda kedokter karena diare yang bertambah sering serta
badan terasa lemas dan tidak bergairah untuk kerja. Hasil pemeriksaan CD4 adalah 150. Dokter
menyarankan memakai ARV, anda datang kembali ke konselor yang dulu memberi konseling
HIV dan pernah mengatakan hal yang sama. Anda mengatakan bahwa teman anda yang samasama dulu satu kelompok pemakai putau suntik, seorang yang berbadan ideal dan pemberani,
tidak tahan terhadap obat ARV, selalu mual dan tidak nafsu makan. Anda takut akan efek
samping ini namun ingin minum ARV untuk pengobatan. Anda ingin mengetahui lebih banyak
mengenai pengobatan ARV.
Tugas :
a. Identifikasi hambatan klien
b. Diskusikan langkah-langkah yang dapat mendukung klien dalam kepatuhan berobat
Kasus 4 :
Seorang laki-laki 24 tahun baru mengetahui dirinya HIV positif, ingin segera untuk
memulai terapi ARV, saat ini ia sudah berhenti menggunakan napza lebih kurang 3
minggu, hasil Lab. Belum ada, pemeriksaan fisik secara lengkap dari dokter belum
dilakukan, keluhan yang disampaikan akhir-akhir ini sering kali sariawan dan mulut
bercak-bercak putih.
Tugas :
a. Identifikasi hambatan klien
b. Diskusikan langkah-langkah yang dapat mendukung klien dalam kepatuhan
berobat
Kasus 5 :
Seorang perempuan 22 tahun, mantan PSK, keluarga sudah mengetahui tentang HIV
yang dideritanya, ingin segera menjalankan terapi ARV karena akan segera menikah, dan
ingin segera memiliki anak, Keluarga akan mendukung semua proses pengobatan yang
akan dijalaninya. Ia mangatakan selama ini tidak secara rutin menggunakan kondom,
hasil lab. Ro thorax, dan pemeriksaan fisik oleh dokter sudah lengkap. Keluarga
47
mendukung seluruh proses tetapi keluarga belum memahami betul tentang HIV/AIDS
dan proses pengobatan bagi dirinya.
Tugas
:
a. Identifikasi hambatan klien
b.
Kasus 6 :
Seorang ibu RT 26 tahun HIV positif, memiliki 2 orang anak , kedua anaknya HIV
negatif, CD4 6 bulan terakhir 550, ia sudah menjalankan terapi ARV selama 2 tahun dan
merasa sudah cukup sehat sehingga berhenti minum ARV selama kurang lebih 2 bulan
disebabkan bosan dan ia mendapat informasi dari teman dekatnya sesama HIV positif
bahwa bila CD4 sudah normal, maka ia boleh berhenti minum ARV.
Tugas
:
a. Identifikasi hambatan klien
b.
______________________
Instruksi:
Alat bantu ini ditujukan untuk digunakan bersama-sama dengan formulir konseling Lanjutan Pasca tes
HIV untuk hasil tes positif.
Informasikan hal berikut ini kepada klien:
Banyak klien mengalami kesulitan untuk minum obat. Saya ingin menanyakan beberapa pertanyaan
yang akan membantu layanan klinik VCT kami dalam rangka merencanakan terapi Anda. Mohon
disimak pertanyaan saya dan jawablah dengan hati-hati. Saya benar-benar ingin memastikan bahwa
48
Anda akan memperoleh terapi terbaik yang dapat kami berikan.
BAGIAN 1
Konsumsi narkoba dan alkohol1 (lingkari salah satu)
1. Apakah saat ini Anda mengkonsumsi Narkoba dan/atau alkohol?
YA/TIDAK
Jika ya, tanyakan yang mana (beri tanda sesuai dengan jawaban):
Solvent
Narkotik
Alkohol
Analgesik
Ganja
Obat penenang
Heroin
Opium
Lain-lain
Jika
klien
menjawab
lain-lain,
catat
jenisnya:
____________________________________________________
2.Berapa banyak Anda menggunakannya (jumlah dan frekuensi)? Tanyakan pertanyaan ini untuk
setiap obat
Narkoba/alko
hol
Frekuensi
Narkoba/alko
Jumlah
Frekuensi
hol
Jika klien menggunakan narkoba dan alkohol setiap hari. Isi pertanyaan di sini lalu rinci lebih lanjut mengenai
narkoba dan alkohol tersebut
YA/TIDAK
49
Kebanyakan lupa
2. Apakah ada perubahan dalam hal seberapa baik Anda mengingat pembicaraan?
Jauh lebih baik
3. Seberapa baik Anda mengingat peristiwa dari beberapa tahun yang lalu (memori jangka
panjang)?
Sangat baik
Kebanyakan lupa
4. Apakah ada perubahan dalam hal mengingat peristiwa beberapa tahun lalu?
Jauh lebih baik
5. Ketika keluarga atau teman Anda berbicara pada Anda, bisakah Anda mengikuti
perkataan mereka atau apakah Anda lupa apa yang mereka katakan bahkan ketika mereka
masih berbicara dengan Anda?
Mengikuti dengan baik
Tidak dapat
mengikuti
50
saya mengalami
masalah (ceroboh)
2. Apakah ada perubahan dalam hal keterampilan halus?
Jauh lebih baik
saya mengalami
masalah (ceroboh)
2. Apakah ada perubahan dalam hal menggunakan kata?
Jauh lebih baik
Mudah
Apakah ada perubahan dalam hal ini (mudah tersinggung dan frustrasi)?
Jauh lebih baik
3.
Tidak cemas
4.
5.
6.
Sangat cemas
Sangat tertekan
Apakah ada perubahan dalam hal ini (tertekan, sedih kurang motiavsi)?
Jauh lebih baik
7. Apakah Anda merasakan gejala manik (sangat, sangat aktif, tidak dapat beristirahat, sulit
tidur, berbicara dengan sangat cepat, menghabiskan banyak uang tanpa memperoleh
sesuatu yang berarti)
Tidak sama sekali
Kadang kadang
Sering
9. Apakah Anda pernah mendengar suara-suara atau melihat sesuatu yang tidak dapat
didengar atau dilihat orang lain? (Ini tidak berlaku dalam kondisi klien yang sedang
berada dalam pengaruh narkoba/alkohol atau sedang mengalami sakaw)
Tidak sama sekali
Kadang kadang
Sering
_____________________
______________________
_____________
Nama petugas/ konselor:
Tanda tangan:
Tanggal:
52
HAMBATAN
Cek
di Keterangan
sini ( )
INDIVIDUAL
Pemahaman
o Komunikasi
o
o
(budaya,
biaya) (15)
Jam buka klinik (15)
Biaya pengobatan
terjangkau (15)
o Biaya
pemeriksaan
(dokter)
lab
tidak
tidak
terjangkau (15)
o Stok obat tidak memadai (15)
o Data kelahiran/perumahan terbatas
(15)
OBAT - OBATAN
o Rumitnya regimen obat (16)
o Frekuwensi dosis (17)
o Jumlah pil terlalu banyak (18)
53
PENJELASAN :
a.
b.
c.
d.
teridentifikasi
e. Tambahkan jenis hambatan pada kolom bila terindentifikasi jenis hambatan yang tidak ada
dalam daftar di atas
Formulir
54
: .......................................................................................
Jenis Kelamin
: .......................................................................................
: .......................................................................................
Pendidikan
: .......................................................................................
Status Perkawinan
: .......................................................................................
: .......................................................................................
CD4 Terakhir
: .......................................................................................
Alamat Lengkap
: .......................................................................................
No Telp
: .......................................................................................
Bogor, 201
Yang mengajukan permohonan
Dr. .
Nama jelas
(N 5)
(N 5)
REGISTRASI
(
(N 3)
(N 3)
BAHASA
(
(N 2)
(N 1)
(N 3)
56
(N 1)
(N 1)
(N 1)
________________________________________________________________________
JUMLAH NILAI : 30
.
ADIKSI
Kasus 7
Perempuan, 19 tahun, sudah berhenti menggunakan Napza suntik 6 bulan lalu. Ia belum
pernah tes HIV tapi diketahui mengidap Hepatitis C. Ia bercerita akan menikah dengan
pacarnya yang juga sesama pecandu. Pacarnya ini HIV positif dan masih menyuntik bersama
kelompoknya. Mereka selama ini berhubungan seks tanpa menggunakan kondom. Ia ingin
sekali menikah tetapi bingung karena orangtua belum tahu pacarnya HIV.
57
Kasus 8
seorang pengguna napza suntik laki-laki 25 tahun, menggunakan bermacam-macam
Napza mulai dari Alkohol, shabu dan ganja serta heroin secara bergantian selama 4 tahun, saat
ini. Pasien sering mengeluh curiga, cemas dan gelisah, sudah 3 bulan ini ia hanya Mengkonsumsi
ganja sehari 2 linting. Klien bercerita bahwa ia juga sering kali menggunakan jarum sunti secara
bergantian dan berhubungan seks dengan sesama pengguna tanpa menggunakan kondom
Kasus 9
Seorang perempuan 18 tahun berhenti mengunakan heroin 5 bulan lalu karena Takut tertular HIV
dan Hepatitis C dan IMS, riwayat penggunaan jarum secara bergantian, hubungan seks tanpa
kondom kerap dilakukan dahulu. saat ini ia
Hanya minum alkohol (bir) bila malam menjelang tidur dan jumlahnya 3 gelas,
Merokok tetap dilakukan 1 bungkus sehari, kondisi fisik dan jiwa tak ada kelainan
58
59
berada di rumah dan tidak memiliki hubungan yang dekat dengan anak-anaknya. Saat SMP, Joe
mulai tertarik minum alkohol dan berpacaran dengan beberapa perempuan. Kebiasaannya ini
terus berlanjut saat ia SMA. Karena kebiasaannya itu, ia sering konflik dengan ibunya karena
nilai-nilainya sangat buruk. Hanya kakaknya yang tertua yang masih sering mengobrol
dengannya dan mendengarkan curhat Joe. Ibu Joe kemudian datang untuk berkonsultasi
dengan psikolog dengan harapan Joe dapat lebih rajin belajar dan memikirkan masa depan
karena tidak lama lagi ia akan kuliah.
Kasus 11
Rad adalah pengguna narkoba selama lebih dari 4 tahun. Dua minggu yang lalu ia terdeteksi
HIV positif sehingga merasa sangat shok dan cemas. Ia tidak berani memberitahu kondisinya
tersebut kepada orangtua karena ayahnya adalah pemuka agama yang cukup dikenal masyarakat.
Rad lebih bingung lagi bagaimana menjelaskan kepada pacarnya yang juga mantan pengguna
narkoba. Selama ini pacarnya sudah sangat baik kepadanya dan membantu Rad untuk berusaha
berhenti sebagai pecandu. Rad juga merasa sangat bersalah kepada orangtuanya, pesimis
terhadap masa depan, dan ingin mengakhiri hidupnya.
Kasus 12
Mei merupakan seorang wanita yang masih berduka karena suaminya meninggal beberapa
bulan yang lalu. Belum lagi kondisi emosinya pulih, ia harus menerima kenyataan bahwa ia
tertular virus HIV dari suaminya. Setelah keluarganya tahu mengenai kondisinya, mereka
menjauh dari Mei. Kini Mei harus menghidupi seorang anaknya sendiri (perempuan, usia 6
tahun). Mei termasuk wanita yang tangguh karena sejak kecil hidup berkekurangan dalam
keluarga miskin. Setelah menikah Mei ikut membantu suaminya mencari nafkah. Mei tahu
bahwa beberapa kali suaminya berselingkuh, tetapi ia tetap bertahan demi anaknya. Ketika
suaminya sakit, ia juga masih merawatnya walaupun merasa marah dan sakit hati terhadap
perlakuan suami terhadapnya. Walaupun sepanjang kehidupannya ia banyak mengalami
pengalaman buruk, tetapi Mei tetap percaya bahwa Tuhan akan membantunya melewati
kesulitan yang dihadapinya.
61
Kasus 14
Klien anda adalah seorang anak perempuan usia 10 tahun. Ia dirawat di bangsal anak rumah
62
sakit. Ayahnya telah meninggal 2 tahun yang lalu. Ibunya baru keluar dari perawatan karena
mengalami diare dan Tuberculosis paru. Seorang anak lain yang satu ruangan dengan klien
anda meninggal dunia kemarin. Klien anda selalu bertanya apakah ia akan meninggal dunia juga
dan ia merasa takut. Klien anda tidak tahu bahwa ia terinfeksi HIV sama seperti ayah dan
ibunya.
Tugas:
a. Diskusikan bagaimana menceritakan tentang kematian pada klien anda/seorang anak usia 10
tahun.
b. Bagaimana anda sebagai konselor mengemukakan bahwa anda akan mendukungnya melewati
proses/masa-masa yang ia takutkan ini
Kasus 15
Klien anda seorang ayah berusia 40 tahun, anak satu-satunya laki-laki usia 17 tahun meninggal
dunia seminggu yang lalu karena infeksi HIV. Ia menyalahkan dirinya karena tidak bisa
melindungi anaknya dari pergaulan pecandu Napza. Ia sangat menyayanginya dan selalu
memberi uang walaupun ia tahu uang itu untuk membeli putau. Ia juga mengatakan bahwa
dirinya peminum alkohol, sering mabuk dan juga pemakai putau. Ia juga merasa bersalah pada
istrinya yang begitu baik dan setia yang sekarang sedang amat berduka.
Tugas :
a. Diskusikan bagaimana membantu klien anda mengatasi rasa bersalah
b. Diskusikan apa strategi klien untuk membantu istrinya
c. Apa dukungan anda pada klien dalam hal perilaku peminum alkohol dan pemakai putau?
d. Berperan sebagai seorang konselor yang memberi konseling dukacita dan berkabung
2. Fasilitator membagi kasus pada setiap kelompok. Kelompok diminta mendiskusikan tugas selama
15 menit.
3. Fasilitator memfasilitasi presentasi hasil diskusi kelompok di depan kelas.
Kasus 1
PMTCT
Seorang bidan memberitahu pasangan laki-laki dan perempuan bahwa mereka segera memiliki
bayi karena perempuan telah hamil sepuluh minggu. Laki-laki, 24 tahun terkejut dan tidak siap
memiliki anak. Laki-laki ini menyadari bahwa ia memiliki status reaktif HIV sejak 2 tahun lalu
dan belum membicarakan kepada siapapun. Pasangannya, 18 tahun bingung karena masih duduk
di sekolah menengah atas dan akan mengikuti ujian nasional 3 bulan lagi. Dia kuatir ketahuan
hamil sehingga tidak bisa mengikuti ujian nasional dan diusir dari rumah orangtua. Bidan
menyarankan agar mereka berdua segera menikah agar bayi memiliki status resmi. Laki-laki
tersebut bingung dan takut karena banyak faktor seperti kemungkinan pasangan tertular HIV
karena tidak pernah menggunakan kondom sejak mereka berhubungan seks 1 tahun lalu. Ketika
pasangannya tidak berhenti menangis, laki-laki itu memutuskan akan mencari hari yang tepat
untuk menjumpai konselornya kembali bersama pasangannya.
Kasus 2
PMTCT
TKI-Perempuan, 23 tahun, pulang dari negara tempatnya bekerja dan sedang hamil 5 bulan.
Tubuhnya memiliki gejala lesi pada kulit, bercak pada mulut, diare kronik dan batuk kering yang
menetap. TKI ini berasal dari daerah dan pernah di periksa kesehatan secara umum di klinik
penampungan TKI Indonesia. Atas saran koordinator wilayah kepulangan TKI, perempuan ini
diminta untuk langsung dirawat di RS Umum daerah dengan memberitahu keluarganya.
Perempuan ini menolak dan melarikan diri hingga akhirnya ditemukan tidak berdaya di tempat
umum. Seorang petugas kebersihan membawa perempuan ini ke RS. Dokter penyakit dalam
yang menanganinya curiga jika perempuan TKI ini reaktif HIV lalu mendiskusikan sejumlah
rencana penanganan dengan konselor HIV sebelum dilakukan
64
Kasus 3
PMTCT
Pekerja seks umur 21 tahun, dinyatakan reaktif HIV di klinik IMS-KTHIV. Dia bingung
karena dua hari lalu dia mendapatkan dirinya hamil dari pemeriksaan kehamilan oleh bidan.
Kepada sahabat dekatnya, Ia menceritakan bahwa Mami pelindungnya akan mengusirnya dan
pasangannya tidak akan mengakui anaknya. Sahabat menyarankannya menemui konselor
KTHIV
kembali
dan
mencoba
mencari
alternatif
lainnya.
Klien
mencoba
Kasus 4
Pekerja Seks
Laki-laki, 23 tahun, telah menikah. Istri dan anak-anak tinggal di kampung. Ia bekerja sebagai
buruh pabrik di kota dan menyewa rumah kecil bersama beberapa temannya. Biasanya
terutama pada waktu libur kerja ia dan teman-teman satu rumah bekerja sebagai pemijat plusplus dengan menerima tamu lali-laki ataupun perempuan untuk berkencan. Pemakaian kondom
hanya terjadi bila tamunya menghendaki. Sebulan sekali ia pulang kampung menengok
keluarga. Sudah dua kali ia terkena penyakit kencing nanah namun selalu sembuh setelah ke
dokter. Kali ini ia periksa ke klinik sebuah LSM dan diketahui terkena Herpes di sekitar
kelaminnya. Di klinik tersebut ia ditawari tes HIV.
Kasus 5
Laki-laki, lajang 20 tahun. Bekerja sebagai sales. Ia tinggal di asrama yang disediakan
perusahaan. Penghuni asrama semua laki-laki. Selama ini ia berhubungan seks secara oral
dengan beberapa teman lelaki sesama penghuni asrama tanpa kondom. Pacarnya kost di dekat
asrama dan mereka sering berhubungan seks vaginal tanpa kondom. Ia bercerita pernah satu
kali dipaksa melakukan seks anal tanpa kondom oleh salah seorang manajernya (laki-laki).
Setelah hubungan seks anusnya berdarah. Setelah menjalani tes HIV, hasil tesnya Reaktif. Ia
cemas sekali karena sekarang pacarnya hamil dan ia dituntut orangtua pacar untuk segera
menikahi anaknya.
65
Kasus 6
Waria
Seorang waria, 26 tahun, pemilik sebuah salon. Ia sudah 2 tahun hidup bersama laki-laki yang
juga memiliki keluarga (istri dan anak-anak) di kota lain. Ia dirawat karena TB dan Hepatitis di
rumah sakit. Ia disarankan dokter untuk tes HIV dan ternyata hasil tesnya Reaktif. Sekarang ia
sedang bingung dan cemas bagaimana memberitahu pasangannya karena laki-laki ini adalah
tempatnya bergantung, menyewakan rumah dan memberinya modal untuk menjalani bisnis
salon. Ia takut diusir dan ditinggalkan. Ia tidak mau kembali lagi menjadi pekerja seks jalanan.
Ia juga tahu pasangannya sering selingkuh dengan teman-teman waria lain
Kasus 7
Warga Binaan
Laki-laki, 58 tahun, menjadi warga binaan karena terkait kasus korupsi. Seminggu lagi ia akan
bebas setelah sekitar 3 tahun menjadi warga binaan Lapas. Ia ikut program KTHIV di Lapas
karena rasa ingin tahu dan bebas biaya. Pada saat konseling pra tes ia mengaku tidak pernah
melakukan semua perilaku berisiko terinfeksi HIV selama menjadi warga binaan Lapas.
Perilaku berisiko terjadi justru sebelum masuk ke Lapas. Ia dulu sering berhubungan seksual
tanpa kondom dan berganti-ganti pasangan karena kesepian menjadi duda. Ia mengaku punya
rencana akan pergi ke rumah bordil dan berhubungan seks sepuas-puasnya segera setelah
bebas. Hasil tes HIV reaktif. Ia ketakutan nanti jika bebas tidak bisa pulang ke rumah karena
ditolak anak-anak dan kerabat
66
Kegiatan 1
Persiapan untuk mengembangkan Layanan konseling dan tes HIV di Rumah Sakit sementara
untuk pengungsi: Sumber Daya, Hambatan dan Strategi.
Kegiatan 2
Persiapan untuk mengembangkan Layanan konseling dan tes HIV untuk Kelompok Penasun : Sumber
Daya, Hambatan dan Strategi.
Kegiatan 3
Persiapan untuk mengembangkan Layanan konseling dan tes HIV bagi Tenaga Kerja Indonesia (TKI) :
Sumber Daya, Hambatan dan Strategi
Catatan :
Pembahasan Strategi : Model layanan dapat digabungkan antara model layanan mandiri dengan
kegiatan bergerak (mobile) sesuai kebutuhan. Misal, sebuah klinik mandiri yang dikelola LSM:
1) dapat melayani perempuan usia subur setiap hari kerja di klinik dan 2) menjangkau para ibu
hamil di daerah dekat lokalisasi Pekerja Seks bekerja sama dengan Puskesmas terdekat. Sumber
dana, sumber daya manusia, sarana dan fasilitas, perlengkapan dan peralatan membutuhkan
koordinasi antar lembaga yang efektif.
67
Kegiatan 1
Membuat standar prosedur operasional (SPO) dan alurnya guna memastikan rujukan tepat
dijalankan dalam layanan konseling dan tes
Kegiatan 2
Merancang surat rujukkan dan kesepakatan bersama kerjasama antara kedua belah pihak untuk
merujuk klien.
Kegiatan 3
Merancang dan memperagakan secara simulasi di depan kelas tentang proses rujukan yang
efektif dan sesuai prosedur.
68
69
Nama Instansi
Kegiatan Pokok
Nama :
Waktu
Tempat
Biaya
Pelaksanaan
Keterangan
Tujuan :
Nama :
Tujuan :
Nama :
Tujuan :
Nama :
Tujuan :
Nama :
70
Tujuan :
71
2. Alamat :
Tulis alamat lengkap dengan Rukun Tetangga (RT) dan Rukun Warga (RW) atau
keterangan tempat tinggalnya untuk mempermudah kegiatan penanganan lebih lanjut.
Apabila dimungkinkan ditambahkan informasi no telp klien.
3. Kab/kota :
Isi asal Kab/Kota klien berasal, bersumber dari informasi KTP
4. Umur :
Tulis umur sesuai dengan umur klien dalam tahun kelahiran
5.
Status Perkawinan :
Lingkari angka 1 "Menikah": bila klien masih terikat tali perkawinan
Lingkari angka 2 "Tidak Menikah" bila klien belum pernah menikah
Lingkari angka 3 "Pernah Nikah" bila klien pernah terikat tali perkawinan tapi
sekarang sudah tidak lagi (janda, duda)
6. Jenis kelamin :
Lingkari angka sesuai jawaban klien
Lingkari angka 1 "Laki-laki" bila seksualitasnya Laki-laki
Lingkari angka 2 "Perempuan" bila seksualitasnya Perempuan
7. Pendidikan terakhir :
Tulis pendidikan terakhir klien. Apabila klien klien putus sekolah maka tetap dicatat
berdasarkan jenjang pendidikannya, contoh kelas 3 SD maka dicatat pendidikannya
SD.
8. Jumlah anak kandung
Jumlah anak kandung yang dimiliki klien dengan pasangan seksnya (tidak termasuk
anak angkat)
9. Umur anak terkecil
Diisi umur anak kandung terkecil yang dimiliki klien
10. Status Kehamilan (khusus klien perempuan) :
Lingkari angka Trimester I jika kehamilan berumur antara bulan pertama hingga
bulan ketiga.
Lingkari angka Trimester II jika kehamilan berumur antara bulan ketiga hingga
keenam.
Lingkari angka Trimester III jika kehamilan berumur antara bulan keenam hingga
kesembilan.
2
c. Pasangan PPS
d. Pasangan MSM
e. Pasangan waria
8. Warga Binaan Penjara: Apabila klien adalah penghuni Lembaga Pemasyarakatan
atau Rumah Tahanan
9. Lainnya : Jika tipe kelompok risiko klien tidak termasuk dalam kategori tersebut
diatas
12. Pekerjaan
Pilihlah jawaban apabila klien berstatus memiliki pekerjaan kemudian tuliskan
pekerjaan klien ketika statusnya bekerja.
13. Tanggal Konseling Pretest HIV:
Tuliskan terlebih dahulu bulan, tanggal dan tahun sesuai saat klien datang ke klinik
untuk konseling pra tes
14. Status Pasien :
Tulis angka 1. Baru jika kunjungan klien untuk pertama kali melakukan kegiatan
KTHIV atau pernah melakukan kegiatan KTHIV namun belum pernah mengetahui
status HIVnya, angka 2 Lama Apabila klien datang untuk mengkonfirmasi hasil
test sebelumnya
15. Alasan tes
Lingkari dalam kolom tersebut latar belakang klien mengikuti KTHIV.Keterangan
dapat ditulis sesuai dengan penjelasan klien kenapa perlu mengikuti KTHIV
berdasarkan pilihan
1. Ingin tahu saja, cukup jelas
2. Mumpung gratis, cukup jelas
3. Untuk bekerja, cukup jelas
4. Ada gejala tertentu, apabila pasien merasa dirinya memiliki gejala yang
mengarah ke penyakit HIV AIDS
5. Akan menikah, cukup jelas
6. Merasa berisiko, apabila pasien merasa dirinya memiliki risiko penularan
HIV
4
7. Rujukan , dapat diisi dengan sumber rujukan klien kelayanan KTHIV dapat
berupa rujukan dari dalam atau diluar istitusi
8. Tes ulang (window period), apabila pasien diminta melakukan test ulang
karena penegakan diagnosis belum bisa dilakukan pada test sebelumnya
9. Dirujuk dari LSM, apabila klien datang karena hasil pendampingan mitra
LSM
10. Lainnya : ............................
16. Mengetahui adanya tes dari :
Lingkari dalam kolom tersebut sumber informasi klien terhadap keberadaan layanan
tes HIV
1. Brosur
2. koran
3. TV
4. Dokter
5. Teman
6. Petugas Outreach
7. Poster
8. Lay Konselor
9. Lainnya
17. Pernah Tes Sebelumnya
Lingkari jawaban dalam kolom berdasarkan pengakuan klien apakah pernah
melakukan Tes HIV sampai tahu hasilnya sebelumnya
17.1 Dimana : dimana melakukan tes HIV sebelumnya
17.2 Kapan : kapan tes HIV itu dilaksanakan
17.3 Hasil : hasil dari pemeriksaan sebelumnya
18. Kajian Tingkat Risiko
Lingkari 1. Ya, jika klien melakukan kegiatan yang berisiko, serta isi dengan kapan
terakhir melakukan kegiatan berisiko tersebut, adapaun risikonya sebagai berikut
18.1 Hubungan seks vaginal berisiko
18.2 Hubungan seks anal berisiko
18.3 Bergantian peralatan suntik
5
Strategi program
5. Target program
6. Kegiatan Program
POKOK BAHASAN
Dalam modul ini akan dibahas pokok bahasan sebagai berikut :
METODE
Metode yang digunakan dalam proses pembelajaran yaitu :
1. Curah pendapat
2. Ceramah dan Tanya Jawab (CTJ)
3. Diskusi Kelompok
10
11
URAIAN MATERI
POKOK BAHASAN 1 : Situasi Epidemi HIV - AIDS
Epidemi HIV merupakan masalah dan tantangan serius terhadap kesehatan masyarakat di dunia.Pada
tahun 2007 jumlah ODHA di seluruh dunia diperkirakan sudah mencapai 33.2 juta (30.636.1 juta).
Setiap hari, lebih 6800 orang terinfeksi HIV dan lebih dari 5700 meninggal karena AIDS, yang
disebabkan terutama kurangnya akses terhadap pelayanan pengobatan dan pencegahan HIV.
Kecenderungan epidemik baik pada tingkat global maupun regional, secara umum membentuk 3 pola
epidemi, yaitu :
1. Epidemi meluas (generalized epidemic), HIV sudah menyebar di populasi (masyarakat) umum.
Bila prevalensi HIV lebih dari 1% diantara ibu hamil.
2. Epidemi terkonsentrasi (concentrated epidemic), HIV menyebar di kalangan sub populasi
tertentu (seperti kelompok LSL, penasun, pekerja seks dan pasangannya). Bila prevalensi lebih
dari 5% secara konsisten pada sub populasi tersebut.
12
3. Epidemi rendah (low epidemic), HIV telah ada namun belum menyebar luas pada sub populasi
tertentu. Infeksi yang tercatat terbatas pada sejumlah individu yang berperilaku risiko tinggi,
misalnya pekerja seks, penasun, dan LSL. Prevalensi HIV dibawah 5% pada sub populasi
tertentu.
Perkiraan kematian akibat AIDS seluruh dunia pada akhir tahun 2011 sekitar 3.5 juta, dengan jumlah
kematian sebesar sekitar 1,7 juta jiwa dimana 70% kematian tersebut terjadi di sub Sahara Afrika.
Penurunan kematian telah terjadi sebesar 32% dalam 7 tahun terakhir sebagian disebabkan oleh
perluasan pelayanan pengobatan ARV
13
Pada tingkat nasional, Indonesia berada pada tingkat epidemi terkonsentrasi (concentrated
epidemic). Dari beberapa tempat sentinel, pada tahun 2006, prevalensi HIV berkisar antara 21% - 52%
pada penasun, 1% - 22% pada WPS, dan 3% - 17% pada waria. Sejak tahun 2000 prevalens HIV
mulai konstan di atas 5% pada beberapa sub-populasi berisiko tinggi tertentu. Namun demikian, dua
provinsi paling timur di Indonesia, Provinsi Papua dan Papua Barat, memiliki karakteristik epidemi
populasi umum pada tingkat rendah dengan prevalensi HIV pada populasi umum 2,4% (STHP,
Kemenkes, 2007). Perkiraan prevalensi HIV di provinsi-provinsi di Indonesia cukup bervariasi,
berkisar antara kurang dari 0.1% sampai 4% (lihat Gambar 1).Hal ini menunjukkan bahwa tingkat
risiko infeksi HIV maupun beban terkait HIV ini berbeda di antara provinsi-provinsi di Indonesia.
Gambar 1.
14
15
Keterangan:
TG = Waria; TG Client = Pelanggan waria; MSM = LSL, FSW = WPS; FSW Client = Pelanggan WPS, IDU
= penasun, General men = lelaki dari populasi umum, General women = perempuan dari populasi
POKOK BAHASAN 2 :
Tujuan Program
Memahami tujuan program sangat penting bagi seorang manajer dan pengelola program untuk
mengarahkan dan memprioritaskan kegiatan yang memiliki dampak besar terhadap pencapaian tujuan
program.Tujuan program secara umum juga dapat menjadi kompas jalannya suatu program dan
indikator dalam melakukan monitoring dan evaluasi kemajuan program. Pada tingkat nasional tujuan
program dirumuskan sebagai berikut:
Tujuan Umum
Mencegah dan mengurangi penularan HIVdengan memaksimalkan manfaat perluasan akses
ARV, meningkatkan kualitas hidup ODHA serta mengurangi dampak sosial dan ekonomi akibat HIV
dan AIDS pada individu, keluarga dan masyarakat.
Tujuan Khusus
1. Menurunkan hingga meniadakan infeksi HIV baru;
2. Menurunkan hingga meniadakan kematian yang disebabkan oleh keadaanyang berkaitan
dengan AIDS;
3. Meniadakan diskriminasi terhadap ODHA;
4. Meningkatkan kualitas hidup ODHA; dan
16
5. Mengurangi dampak sosial ekonomi dari penyakit HIV dan AIDS padaindividu,
keluarga dan masyarakat.
6. Menyediakan dan meningkatkan mutu pelayanan perawatan, dukungan dan
pengobatan bagi ODHA yang terpadu dengan upaya pencegahan.
A. Kebijakan Umum
Permenkes No 21 Tahun 2013 mengatur Penanggulangan HIV dan AIDS dengan
menerapkan prinsip sebagaiberikut :
1. Memperhatikan nilai-nilai agama, budaya, dan norma kemasyarakatan;
2. Menghormati harkat dan martabat manusia serta memperhatikan keadilandan kesetaraan
gender;
17
B. Kebijakan Operasional
1.
Tugas dan tanggung jawab Pemerintah dalam penanggulangan HIV dan AIDS meliputi :
a. membuat kebijakan dan pedoman dalam pelayanan promotif, preventif, diagnosis,
pengobatan/perawatan, dukungan, dan rehabilitasi;
b. bekerjasama dengan pemerintah daerah dalam mengimplementasikan kebijakan
serta memonitor dan mengevaluasi pelaksanaan kebijakan;
c. menjamin ketersediaan obat dan alat kesehatan yang diperlukan dalam
penanggulangan HIV dan AIDS secara nasional;
d. mengembangkan sistem informasi; dan
e. melakukan kerjasama regional dan global dalam rangka pencegahan dan
penanggulangan HIV dan AIDS.
2.
Tugas dan tanggung jawab pemerintah daerah provinsi dalam penanggulangan HIV dan
AIDS meliputi :
a. melakukan koordinasi penyelenggaraaan berbagai upaya pengendalian dan
penanggulangan HIV dan AIDS;
18
POKOK BAHASAN 4 :
Sektor Kesehatan
Strategi merupakan langkah langkah yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan. Secara
umum strategi yang dipergunakan dalam melakukan kegiatan Penanggulangan HIV dan AIDS
meliputi:
1.
2.
3.
19
4.
Meningkatkan upaya penanggulangan HIV dan AIDS yang merata, terjangkau, bermutu,
dan berkeadilan serta berbasis bukti, dengan mengutamakan pada upaya preventif dan
promotif;
5.
6.
7.
Meningkatkan pengembangan dan pemberdayaan sumber daya manusia yang merata dan
bermutu dalam penanggulangan HIV dan AIDS;
8.
9.
POKOK BAHASAN 5 :
Sektor Kesehatan
Scaling up program dijabarkan lebih lanjut menjadi beberapa sasaran kunci, yang juga sejalan dengan
upaya mewujudkan universal access, yaitu sebagai berikut: 100% ODHA yang ditemukan dan
memenuhi syarat pengobatan menerima ARV dan 95% ODHA patuh minum ARV selama 1 tahun
20
5. Rehabilitasi.
Kegiatan tersebut di atas diselenggarakan oleh Pemerintah dan masyarakat dalam bentuk layanan
komprehensif dan berkesinambungan. Layanan komprehensif dan berkesinambungan merupakan
upaya yang meliputi semua bentuk layanan HIV dan AIDS yang dilakukan secara paripurna mulai dari
rumah, masyarakat sampai ke fasilitas pelayanan kesehatan yang pelaksanaannya sesuai dengan
Pedoman Layanan Komprehensif dan Berkesinambungan.
21
Tuberkulosis.
22
b. Pencegahan penularan HIV melalui hubungan non seksual ; yang ditujukan untuk
mencegah penularan HIV melalui darah dan meliputi hal sebagai berikut :
1) Uji saring darah pendonor ;
2) Pencegahan infeksi HIV pada tindakan medis dan non medis yangmelukai tubuh;
dan
3) Pengurangan dampak buruk pada pengguna napza suntik yang terdiri dari; a)
program layanan alat suntik steril dengan konseling perubahanperilaku serta
dukungan psikososial;b)mendorong pengguna napza suntik khususnya pecandu
opiate menjalani program terapi rumatan;c) mendorong pengguna napza suntik
untuk melakukan pencegahanpenularan seksual; dan d) layanan konseling dan tes
HIV serta pencegahan/imunisasi hepatitis.
c. Pencegahan penularan HIV dari ibu ke anaknya; dilaksanakan melalui 4 (empat)
kegiatan yang meliputi :
1) Pencegahan penularan HIV pada perempuan usia reproduktif ;
2) Pencegahan kehamilan yang tidak direncanakan pada perempuan dengan HIV ;
3) Pencegahan penularan HIV dari ibu hamil dengan HIV ke bayi yang dikandungnya
; dan
4) Pemberian dukungan psikologis, sosial dan perawatan kepada ibu dengan HIV
beserta anak dan keluarganya.
3. Pemeriksaan diagnosis HIV.
Pemeriksaan diagnosis HIV dilakukan untuk mencegah sedini mungkin terjadinya
penularan atau peningkatan kejadian infeksi HIV berdasarkan prinsip konfidensialitas,
persetujuan, konseling, pencatatan, pelaporan dan rujukan. Pemeriksaan diagnosis HIV
tersebut dilakukan melalui pendekatan KTS atau TIPK.
4. Pengobatan, perawatan dan dukungan ; dan
Setiap fasilitas pelayanan kesehatan dilarang menolak pengobatan dan perawatan
ODHA. Bila tidak mampu memberikan pengobatan dan perawatan, wajib merujuk ODHA
ke fasilitas pelayanan kesehatan lain yang mampu atau ke rumah sakit rujukan ARV. Dalam
23
perawatan setiap orang terinfeksi HIV wajib mendapatkan konseling pasca pemeriksaan
diagnosis HIV, diregistrasi secara nasional dan mendapatkan pengobatan.Pengobatan HIV
bertujuan untuk mengurangi risiko penularan HIV, menghambat perburukan infeksi
oportunistik dan meningkatkan kualitas hidup pengidap HIV.
Perawatan dan dukungan HIV dan AIDS harus dilaksanakan dengan pilihan
pendekatan sesuai dengan kebutuhan: Perawatan berbasis fasilitas pelayanan kesehatan dan
Perawatan rumah berbasis masyarakat (Community Home Based Care).
5. Rehabilitasi.
Rehabilitasi pada kegiatan Penanggulangan HIV dan AIDS dilakukan terhadap setiap pola
transmisi penularan HIV pada populasi kunci terutama pekerja seks dan Pengguna Napza
Suntik yang bertujuan untuk mengembalikan kualitas hidup untuk menjadi produktif secara
ekonomis dan social.
24
MATERI DASAR II
INFORMASI DASAR HIV AIDS DAN PEMERIKSAAN HIV
I.
DESKRIPSI SINGKAT
Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus yang menyebabkan AIDS.
Pengetahuan terkait dengan informasi HIV AIDS merupakan dasar bagi seorang
konselor konseling dan tes HIV. Seseorang yang terinfeksi HIV, akan mengalami infeksi
seumur hidup. Kebanyakan orang dengan HIV/AIDS (Odha) tetap asimtomatik (tanpa
tanda dan gejala dari suatu penyakit ) untuk jangka waktu panjang dan dapat
menularkan kepada orang lain.
Orang dengan HIV AIDS sangat rentan tertular infeksi lain seperti IMS, Hepatitis dan
TB. Dimana Infeksi ini dapat berdiri sendiri maupun bersifat ko-infeksi terhadap HIV,
pengetahuan ini oenting dipahami karena infeksi-infeksi tersebut sangat mempengaruhi
kualitas hidup Odha maupun meningkatkan angka kematian pada Odha secara
signifikan.
25
Salah satu prinsip untuk mengetahui apakah seseorang tertular HIV melalui
pemeriksaan darah yang disebut dengan tes HIV. Tes HIV dalam Konseling dan Tes
HIV dilaksanakan setelah klien memberikan persetujuan (informed consent) untuk tes
HIV. Diagnosis infeksi HIV yang lazim digunakan berdasarkan atas penemuan antibodi
HIV dalam darah orang yang terinfeksi. Ketepatan hasil pemeriksaan darah akan
dipelajari dalam bab ini yang akan menambah pengetahuan konselor akan informasi
dasar HIV dan Tes HIV. WHO merekomendasikan tiga strategi pemeriksaan untuk
memaksimalkan ketepatan dan menekan biaya.
II.
III.
IV.
POKOK BAHASAN
Dalam modul ini akan dibahas pokok bahasan sebagai berikut :
1. Informasi Dasar HIV AIDS, IMS, Hepatitis dan TB
2. Pelaksanaan pemerikasaa HIV (Tes Darah) dan strategi tes HIV
V.
METODE
Metode yang digunakan dalam proses pembelajaran yaitu :
1. Curah pendapat
2. Ceramah Tanya Jawab (CTJ)
VI.
1.
2.
3.
4.
5.
VII.
Komputer
LCD
Bahan tayang (slide powerpoint)
Modul
Whiteboard/filpchart + spidol
memberikan
apresiasi
atas
berbagai
pendapat
yang
URAIAN MATERI
Pokok Bahasan 1. Informasi Dasar HIV AIDS, IMS, Hepatitis dan TB.
A. Informasi dasar HIV AIDS
27
28
29
CMV / MAC
Starting ARV
TB
= Tuberculosis
HZV
OHL
OC
PPE
PCP
CM
CMV
MAC
= Herpes Zooster
= Oral Hairy Cell Leukoplakia
= Oral candidiasis
= Papular Pruritic Eruption
= Pneumocystis carinii pneumonia
= Cryptococcal meningitis
= Cytomegalovirus retinitis
= Mycobacterium avium complex
Orang yang terinfeksi HIV tetap dapat terlihat sehat tanpa gejala dan tanda untuk
jangka waktu cukup panjang bahkan sampai 10 tahun atau lebih. Sesudah suatu
jangka waktu, yang bervariasi dari orang ke orang, virus memperbanyak diri secara
cepat dan diikuti dengan perusakan limfosit CD4 dan sel kekebalan lainnya
sehingga terjadilah gejala berkurangnya daya kekebalan tubuh yang progresif
(progressive immunodeficiency syndrome). Progresivitas tergantung pada beberapa
faktor seperti: usia kurang dari 5 tahun atau diatas 40 tahun, infeksi lainnya, dan
faktor genetik. Cepatnya perkembangan AIDS dipengaruhi oleh muatan virus dalam
plasma (viral load) dan jumlah sel T CD4.
30
c.
31
33
Semakin tinggi viral load dan semakin rendah jumlah CD4 maka
semakin cepat progresivitas menjadi AIDS. Kematian dapat
disebabkan oleh infeksi oportunistik.
Infeksi oportunistik bisa disebabkan oleh berbagai virus, jamur dan bakteri
Infeksi dapat terjadi pada berbagai bagian tubuh termasuk kulit, paru-paru,
mata dan otak
infeksi melalui hubungan seksual diikuti dengan perilaku yang menempatkan individu
dalam risiko tertular HIV, seperti berganti-ganti pasangan seksual, pasangan berisiko
tinggi, dan tidak konsisten menggunakan kondom. Pencegahan terhadap IMS akan
melindungi diri tertular HIV.
C. Hepatitis Virus
Menurut WHO, dalamA Strategy for Global Action, tahun 2012, virus hepatitis B
telah menginfeksi 2 milyar orang didunia, lebih dari 350
merupakan pengidap virus hepatitis B kronis, 150 juta penderita hepatitis C kronis, 350
ribu diantaranya meninggal karena hepatitis C setiap tahunnya, antara 850.000 - 1,05
juta penduduk didunia meninggal dunia setiap tahun yang disebabkan oleh infeksi
hepatitis B dan C.
Di Indonesia, berdasarkan hasil RISKESDAS 2007, tergolong negara dengan
endemisitas tinggi, sehingga Indonesia merupakan negara dengan pengidap hepatitis
terbesar nomor 2 diantara negara negara SEARO. Diperkirakan 9 diantara 100 orang
Indonesia terinfeksi Hepatitis B. Estimasi penderita Hepatitis B & C diperkirakan 25
juta, 50 %nya (12.500.000) diperkirakan akan menjadi chronic liver disease, dan 10
%nya menjadi liver fibrosis dan kemudian akan menjadi liver cancer (1,25 juta).
Berdasarkan kondisi tersebut diatas maka setiap konselor wajib mempelajari infeksi
Hepatitis baik sebagai mono inifeksi maupun sebagai ko-infeksi HIV
a) Hepatitis A
1. Etiologi
Penyebab penyakit adalah virus hepatitis A (VHA), merupakan RNA virus. Virus
Hepatitis A bersifat termostabil, tahan asam dan tahan terhadap empedu. Virus ini
diketahui dapat bertahan hidup dalam suhu ruangan selama lebih dari 1 bulan.
Pejamu infeksi VHA hanya terbatas pada manusia dan beberapa binatang primata.
Virus dapat diperbanyak secara in vitro dalam kultur sel primer monyet kecil atau
secara invivo pada simpanse.
2. Cara Penularan
Virus Hepatitis A ditularkan secara fecal-oral. Virus ini masuk kedalam saluran
pencernaan melalui makanan dan minuman yang tercemar tinja penderita VHA.
Virus kemudian masuk ke hati melalui peredaran darah untuk selanjutnya
menginvasi sel-sel hati (hepatosit), dan melakukan replikasi di hepatosit. Jumlah
virus yang tinggi dapat ditemukan dalam tinja penderita sejak 3 hari sebelum
muncul gejala hingga 1-2 minggu setelah munculnya gejala kuning pada
35
penderita. Ekskresi virus melalui tinja pernah dilaporkan mencapai 6 bulan pada
bayi dan anak.
minggu pertama setelah ikterus. Eksresi kronis pada VHA tidak pernah
terlaporkan
Infeksi Hepatitis A sering terjadi dalam bentuk Kejadian Luar biasa (KLB)
dengan pola common source, di mana umumnya sumber penularan berasal dari
air minum yang tercemar, makanan yang tidak masak, makanan yang tercemar,
dan sanitasi yang buruk. Selain itu, walaupun bukan merupakan cara penularan
yang utama, penularan melalui transfusi atau penggunaan jarum suntik bekas
penderita dalam masa inkubasi juga pernah dilaporkan.
3. Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala awal infeksi virus Hepatitis A sangat bervariasi dan bersifat
tidak spesifik. Demam, kelelahan, anoreksia (tidak nafsu makan) dan gangguan
pencernaan (mual, muntah, kembung) dapat ditemukan pada awal penyakit.
Dalam waktu 1 minggu, beberapa penderita dapat mengalami gejala kuning
disertai gatal (ikterus), buang air kecil berwarna seperti teh, dan tinja berwarna
pucat. Infeksi pada anak berusia dibawah 5 tahun umumnya tidak memberikan
gejala yang jelas dan hanya 10% yang akan berkembang menjadi ikterus. Pada
anak yang lebih tua dan dewasa gejala yang muncul biasanya lebih berat, dan
ikterus terjadi pada lebih dari 70% penderita.
4. Masa Inkubasi
Masa inkubasi 15-50 hari, rata-rata 28-30 hari.
5. Diagnosis
Disamping gejala dan tanda klinis yang kadang tidak muncul, diagnosis Hepatitis
A dapat ditegakkan berdasarkan hasil pemeriksaan IgM-antiHAV serum
penderita.
6. Pencegahan
Hepatitis A memang seringkali tidak berbahaya, namun lamanya masa
penyembuhan dapat memberikan kerugian ekonomi dan sosial. Penyakit ini juga
tidak memiliki pengobatan spesifik yang dapat mengurangi lama penyakit, maka
dalam penatalaksanaan Hepatitis A, tindakan pencegahan adalah yang paling
diutamakan. Pencegahan Hepatitis A dapat dilakukan baik dengan pencegahan
non-spesifik (perubahan perilaku) maupun dengan pencegahan spesifik
(imunisasi).
36
b)
Hepatitis B
1. Etiologi
Penyebab penyakit adalah virus Hepatitis B (VHB) Virus Hepatitis B
merupakan virus DNA dan sampai saat ini terdapat 8 genotip VHB yang telah
38
intra muscular (di deltoid, bukan gluteus) pada 0, 2,3 sdan 4 bulan.
(program imunisasi nasional). Indonesia telah memasukkan imunisasi
Hepatitis B dalam program imunisasi rutin Nasional pada bayi baru lahir
pada tahun 1997.
Imunisasi Hepatitis B mampu memberikan perlindungan terhadap infeksi
Hepatitis B selama lebih dari 20 tahun. Keberhasilan imunisasi dinilai dari
terdeteksinya anti-HBs di serum penderita setelah pemberian imunisasi
Hepatitis B lengkap (3-4 kali). Tingkat keberhasilan imunisasi ditentukan
oleh factor usia penderita, dengan lebih dari 95% penderita mengalami
kesuksesan imunisasi pada bayi, anak dan remaja, kurang dari 90% pada
usia 40 tahun, dan hanya 65-70% pada usia 60 tahun. Penderita dengan
sistem imun yang terganggu juga akan memberikan respon kekebalan
yang lebih rendah. Bayi dari ibu dengan HBsAg (-) tidak akan terpajan
virus Hepatitis B selama proses persalinan, namun risiko bayi tersebut
untuk terpajan virus Hepatitis B tetap tinggi, mengingat endemisitas
penyakit ini di Indonesia. Seperti telah disebutkan di atas, infeksi virus
Hepatitis B pada anak memiliki risiko perkembangan kea rah Hepatitis B
kronis yang lebih besar. Maka setiap bayi yang lahir di Indonesia
diwajibkan imunisasi Hepatitis B. Vaksin yang digunakan adalah vaksin
rekombinan yang mengandung HBsAg yang diproduksi ragi.
Vaksin ini diberikan secara intramuscular pada saat bayi lahir dan
dilanjutkan minimal pada bulan ke-1 dan ke-6. Namun panduan imunisasi
yang berlaku di Indonesia menyarankan pemberian imunisasi pada saat
bayi lahir, pada bulan ke-2, bulan ke-4, dan bulan ke-6. Pemberian
imunisasi dilakukan oleh tenaga medis terlatih di masing-masing daerah.
Monitoring
secara
berkala
terhadap
penderita
yang
belum
memerlukan pengobatan.
b.
HBeAg negatif yang disertai peningkatan ALT >2 kali di atas batas atas
normal atau gambaran biopsi yang menunjukkan adanya tanda inflamasi
atau fibrosis derajat sedang.
c.
d.
e.
f.
c) Hepatitis C
1. Etiologi
Edukasi yang bisa diberikan mencakup:
1. Tidak diperbolehkan bertukar sikat gigi ataupun pisau cukur.
2. Menutup luka yang terbuka agar darah tidak tersentuh orang lain.
3. Penderita yang menggunakan obat-obatan terlarang injeksi sebaiknya diminta
berhenti, dan bila tidak bisa, penderita diminta tidak menggunakan jarum
suntik dan alat-alat lain yang berhubungan dengan darah secara bergantian dan
untuk membuang jarum bekas ke tempat khusus yang mencegah orang lain
tertusuk secara tidak sengaja.
4. Tidak diperbolehkan mendonorkan darah, organ, ataupun sperma.
5. Penderita perlu diberitahu bahwa risiko penularan VHC lewat hubungan
seksual sebenarnya cukup rendah dan penggunaan barier untuk pasangan
monogamy sebetulnya tidak begitu diperlukan, namun penderita dengan
pasangan multipel sebaiknya disarankan untuk menghentikan kebiasaan
tersebut.
44
d. Pencegahan sekunder dan tersier bila seseorang terpajan cairan tubuh penderita
Hepatitis C dapat berupa :
1)
Edukasi
dan
konseling
untuk
2)
positif
untuk
terinfeksi
2. Cara penularan
VHD ditularkan dengan cara yang sama denganVHB, yaitu lewat pajanan
terhadap caian tubuh penderita Hepatitis D. Cara penularan yang paling utaa
diduga melalui jalur parenteral.
3. Tanda dan gejala
Perjalanan penyakit Hepatitis D mengikuti perjalanan penyakit Hepatitis B.
Artinya, bila Hepatitis B yang diderita penderita bersifat akut dan lalu sembuh,
VHD juga akan hilang seluruhnya. Namun bila VHD menginfeksi penderita yang
sudah menderita Hepatitis B kronik, maka penderita tersebut juga akan menderita
Hepatitis D kronik. Gejala infeksi Hepatitis D sama persis dengan Hepatitis B,
45
namun kehadiran virus ini terbukti mempercepat proses fibrosis pada hati,
meningkatkan risiko kanker hati, dan mempercepat dekompensasi pada keadaan
sirosis hati.
4. Masa Inkubasi
Rata-rata 2-8 minggu
5. Diagnosis
Semua penderita Hepatitis B sebaiknya dihimbau untuk menjalani pemeriksaan
Hepatitis D. Pemeriksaan awal dilakukan dengan mencari anti-HDV di serum.
Apabila positif, pemeriksaan dilanjutkan dengan memeriksa HDV RNA.
Penderita yang HDV RNA-nya positif saja yang dianjurkan untuk menjalani
terapi Hepatitis D. Perlu diingat bahwa karena infeksi VHD memiliki cara
penularan yang sama dengan VHB, VHC, dan HIV, maka pemeriksaan untuk
virus-virus ini juga perlu dilakukan.
6. Pencegahan
Mengingat infeksi VHD hanya bisa terjadi pada orang dengan Hepatitis B, maka
pencegahan infeksi VHD sama persis dengan pencegahan infeksi VHB. Imunisasi
terhadap VHB telah terbukti efektif menekan prevalensi Hepatitis D di beberapa
daerah di Eropa.
7. Penanganan Penderita, Kontak dan Lingkungan sekitar
a.
b.
c.
d.
e.
e) HEPATITIS E
1. Etiologi
Penyebab Hepatitis E adalah virus Hepatitis E (VHE), sebuah virus RNA
berbentuk sferis, baru pada tahun 1983 virus ini berhasil diidentifikasi.
2. Cara penularan
VHE ditularkan melalui jalur fecal oral. Air minum yang tercemar tinja
merupakan media penularan yang paling umum. Penularan secara perkutan dan
46
b.
c.
d.
f) TB (Tuberculosis)
Tiga IO utama di kawasan Asia Tenggara adalah tuberculosis (TB), pneumocystis
carinii pneumonia dan extra pulmonaryvcryptococcosis (biasanya meningitis).
Pencegahan dan terapi IO mempunyai dampak menguntungkan dalam progresivitas
infeksi HIV. HIV mempercepat epidemi TB dan dapat mengaktifkan progresivitas
TB baik bagi mereka yang mempunyai TB yang didapat maupun infeksi M.
tuberculosis yang laten. Risiko berkembangnya TB pada Odha (PLWHA) dengan
komorbiditas M. tuberculosis bervariasi antara 5-15%. Sekitar 60% Odha teraktivasi
TB nya selama hidup dibandingkan dengan mereka yang HIV negatif, hanya 10%.
HIV meningkatkan kambuhnya TBi yang disebabkan oleh reaktivasi endogen (true
relapse) atau eksogen. Meningkatnya kasus TB pada Odha akan meningkatkan
penularan TB pada populasi umum, baik terinfeksi HIV maupun tidak. Sekitar
sepertiga dari 42 juta Odha didunia pada akhir tahun 2000 mempunyai ko-infeksi
dengan M. tuberculosis. Sub-Saharan Afrika adalah negara dengan prevalensi infeksi
TB/HIV tertinggi. Klien yang mempunyai gejala gangguan saluran pernapasan
(misalnya batuk lebih dari 3 minggu), Narapidana di lembaga pemasyarakatan,
petugas kesehatan atau orang yang kontak dengan penderita HIV-positif di rumah
dengan kasus index infectious TB lebih besar risiko untuk mendapatkan infeksi TB.
Pokok Bahasan 2. Tes HIV
Sesi 1: Pengkondisian
1. Fasilitator menyapa peserta dengan ramah dan hangat. Apabila belum berkenalan
mulai
dengan
perkenalan.
Sampaikan
tujuan
pembelajaran
sebaiknya
URAIAN MATERI
Tes HIV
a. Diagnosis Infeksi HIV
Diagnosis infeksi HIV didasarkan atas penemuan antibodi dalam darah orang yang
terinfeksi. Tersedia bermacam-macam assay antibodi HIV. Assay ini dapat secara
luas diklasifikasikan kedalam tiga kelompok:
1) ELISA (enzyme-linked immunosorbent assay): antibodi HIV dideteksi dengan
teknik penangkapan berlapis. Jika terdapat antibodi dalam tes serum ini, ia
terperangkap dalam lapisan antara antigen HIV, yang melekat dalam tes, dan
enzim yang ditambahkan kedalam tes. Kemudian dilakukan pencucian secara
seksama untuk melepaskan enzim yang tak terikat. Reagen pewarna
ditambahkan, setiap enzim yang terikat akan dikatalisasi sehingga terjadi
49
perubahan warna pada reagen. Adanya antibodi HIV akan mengubah warna
tersebut. Berdasarkan standar laboratorium Kementerian Kesehatan RI, tes
ELISA bukan sebagai tes konfirmasi.
2) Western blot: antibodi HIV dideteksi dengan cara reaksi berbagai protein
virus. Protein virus dipisahkan berbentuk pita-pita dalam gel elektroforesis
berdasarkan berat molekulnya. Protein ini kemudian dipindahkan kedalam
kertas nitroselulose dalam bentuk
diinkubasikan dalam serum pasien. Antibodi HIV spesifik untuk protein HIV
akan mengikat kertas nitroselulose secara tepat pada titik target migrasi
protein. Ikatan antibodi dideteksi dengan teknik colouriometric.
3) Rapid test: berbagai macam rapid test tersedia dan digunakan berdasarkan
bermacam-macam teknik termasuk aglutinasi partikel, lateral flow membrane;
aliran membran dan sistem assay comb atau dipstick. Rapid test sekarang
lebih banyak digunakan terutama pada tempat pelayanan kesehatan yang kecil
dimana hanya memproses beberapa sampel darah setiap hari. Rapid test lebih
cepat dan tidak memerlukan alat khusus. Rapid test, hanya memerlukan waktu
10 menit. Sebagian besar immuniassay noda darah atau agglutinasi tidak
membutuhkan alat atau pelatihan khusus dan hanya menyita waktu 10-20
menit. Sebagian besar rapid test mempunyai sensitivitas dan spesifisitas diatas
99% dan 98%. Hanya tes yang direkomendasikan WHO untuk memastikan
tingginya sensitivitas dan spesifisitas.
Dalam kebijakan operasional Kementerian Kesehatan RI dalam peningkatan
layanan konseling dan tes HIV, menegaskan bahwa Rapid tes memiliki keuntungan
utama:
1) Memberikan hasil pada hari yang sama sehingga mengurangi angka drop out
untuk mengetahui sero status HIV klien
2) Klien lebih mudah menerima hasil dari konselor yang sama sehingga pre tes
dan pasca tes dilakukan oleh orang yang sama
Dalam Pedoman Pengelolaan Program HIV AIDS di Indonesia ditekankan
tentang 3 Strategi Tes di Indonesia
1) Keamanan transfusi dan transplantasi (untuk keamanan resipien)
2) Surveilans (untuk mengetahui besarannya di populasi)
3) Diagnosis HIV ( termasuk untuk layanan Konseling dan Tes HIV dan
50
ditemukan true case. Tes dengan sensitivitas tinggi akan memberikan hasil
false negative yang sangat kecil. Tes dengan sensitivitas tinggi digunakan
ketika dibutuhkan hasil absolut dengan sangat sedikit false negative seperti
pada pelayanan transfusi darah.
2) Spesifisitas: Menggambarkan kemampuan ketepatan tes sebagai true noncase. Tes dengan spesifisitas tinggi akan memberikan hasil false positive
sangat rendah. Tes dengan spesifisitas tinggi digunakan ketika kebutuhan hasil
absolut dengan sangat sedikit false positive seperti, pada penentuan
diagnosis klinis individu dengan infeksi HIV.
3) Nilai Prediksi:
A1 +
A1 Laporkan Negatif
A2 (Pemeriksaan II)
A1 + A2 +
A1 + A2 Ulangi A1 dan A2
53
A1 + A2 +
A1 + A2 -
A1 - A2 Laporkan Negatif
A3 (Pemeriksaan III)
A1+ A2+ A3 -
Laporkan Positif
Indeterminate
Risiko
Tinggi
Risiko
Rendah
Indeterminate
Dianggap
Negatif
Keterangan:
A1, A2 dan A3 merupakan tiga jenis pemeriksaan antibodi HIV yang berbeda.
1) Spesimen darah yang tidak Reaktif sesudah tes cepat pertama dikatakan
sebagai sero negatif, dan kepada klien disampaikan bahwa hasilnya negatif.
Tidak dibutuhkan tes ulang.
2) Spesimen darah yang sero-Reaktif pada tes cepat pertama membutuhkan tes
ulang dengan tes kedua yang mempunyai prinsip dan metode reagen yang
berbeda.
3) Bila hasil tes pertama Reaktif dan hasil tes kedua Reaktif maka dikatakan
hasilnya positif. perlu dilanjutkan dengan testing cepat ketiga.
4) Apabila ketiganya Reaktif maka dikatakan positif.
5) Apabila dari ketiga tes cepat salah satu hasilnya non Reaktif maka dikatakan
tidak dapat ditentukan/indeterminate.
54
6) Bila setelah tes kedua salah satunya non Reaktif dan dilanjutkan dengan tes
ketiga hasilnya juga non Reaktif maka dikatakan hasilnya tidak dapat
ditentukan/indeterminate.
7) Hasil yang dikatakan positif tidak diperlukan tes konfirmasi pada laboratorium
rujukan.
8) Hasil yang tidak dapat ditentukan/indeterminate perlu dilakukan konfirmasi
dengan WB (Western Blot).
9) Bila tetap indeterminate setelah dua belas bulan maka dapat dikatakan
hasilnya negatif.
Pendaftaran / Administrasi
Klien
Konseling
Pasca tes HIV
Pengambilan
sampel darah
55
56
Tanda Tangan
(Nama Konselor)
Kode. Klien
Ya Tidak
Ya Tidak
Ya Tidak
Tanggal : __/__/__
LAPORAN LABORATORIUM
Nama Tes
1.
Hasil
_________________________________
Reaktif
Non Reaktif
Reaktif
Non Reaktif
Reaktif
Non Reaktif
2.
_________________________________
3.
_________________________________
HASIL AKHIR
_________________________
Tanda tangan yang berwenang
58
59
POKOK BAHASAN
Dalam modul ini akan dibahas pokok bahasan sebagai berikut:
1. Tujuan dan latar belakang pemeriksaan HIV
2. Prinsip Dasar Tes dan Konseling HIV
3. Pendekatan Pemeriksaan HIV
4. Model Layanan Tes dan Konseling HIV
5. Alur Pemeriksaan Dan Konseling HIV
METODE
Metode yang digunakan dalam proses pembelajaran yaitu :
1. Curah pendapat
2. Ceramah Tanya Jawab (CTJ)
60
1. Komputer
2. LCD
3. Bahan tayang (slide powerpoint)
4. Modul
5. Whiteboard/filpchart + spidol
61
Pada ibu hamil yang masuk dalam program pencegahan penularan HIV dari ibu ke anak
(PPIA)
62
Tatalaksana profilaksis pasca pajanan (PPP) setelah terjadinya tusukan pada kecelakaan
kerja okupasional.
Kasus perkosaan
dan sebagainya
Tabel 1. Penggunaan Strategi Pemeriksaan HIV berdasarkan Tujuan dan Prevalensei Setempat
Kondisi
Tujuan Pemeriksaan
Donor
darah
Klinis
&
Prevalensi Setempat
yang
terpilih
Semua prevalensi
>10%
<10%
II
Simtomatik
>10%
II
Asimtomatik
<10%
III
transplantasi
Surveilans
Diagosis
Strategi
Pemeriksaan HIV dan konseling merupakan pintu masuk utama pada layanan pencegahan, perawatan,
dukungan dan pengobatan. Seperti telah diketahui bahwa:
63
dan menjauhkan dari kematian, serta dapat mencegah terjadinya penularan dari ibu ke
bayinya.
Bila mendapat pengobatan yang efektif maka akan mengurangi (hingga 96%)
kemungkinan seseorang dengan HIV akan menularkan kepada pasangan seksualnya.
Bagi yang ternyata HIV negatif dapat mempertahankan diri agar tetap negatif melalui
upaya pencegahan berbasis bukti seperti: perilaku seksual yang aman, penggunaan
kondom, sirkumsisi, perilaku menyuntik yang aman, mengurangi pasangan seksual.
Sesuai dengan kebijakan dan strategi nasional Indonesia telah mencanangkan konsep
akses universal untuk mengetahui status HIV, akses terhadap layanan pencegahan,
perawatan, dukungan dan pengobatan HIV dengan visi getting to zero, yaitu zero
infeksi baru, zero diskriminasi dan zero kematian oleh karena AIDS.
Bagan 1. Peran Konseling dan Tes HIV sebagai pintu masuk menuju Pencegahan, Perawatan,
Dukungan, dan Pengobatan
64
65
Penerimaan status, Perawatan diri, Komunikasi perubahan perilaku, dan pencegahan positif
Peningkatan kualitas hidup dan perencanaan masa depan:
pengasuhan
anakPPIA, akses kesehatan reproduksi dan kesehatan seksual
Memfasilitasi
rujukan
Memfasilitasi informasi dan rujukan terkait dukungan psikososial dan akses ekonomi
66
67
2. Konseling dan tes HIV secara sukarela yang disingkat dengan KTS
Tes HIV atas inisiatifpemberi layanan kesehatan dan konseling (TIPK) yaitu pemeriksaan HIV yang
dianjurkan atau ditawarkan oleh petugas kesehatan kepada pasien pengguna layanan kesehatan
sebagai komponen standar layanan kesehatan di fasilitas tersebut.Tujuan umum dari Konseling dan
Tes HIV tersebut adalah untuk menemukan diagnosis HIV secara lebih dini dan memfasilitasi pasien
untuk mendapatkan pengobatan lebih dini pula.Sebagian lagiuntuk memfasilitasi pengambilan
keputusan klinis atau medis terkait pengobatan yang dibutuhkan dan yang tidak mungkin diambil
tanpa mengetahui status HIV nya.
Konseling dan tes HIV atas insiatif klien ataukonseling dan tes HIV sukarela (KTS) adalah
layanan pemeriksaan HIV yang menuntut peran aktif dari klien untuk mencari layanan tersebut baik di
fasilitas kesehatan atau layanan pemeriksaan HIV berbasis komunitas.Layanan semacam biasanya
menekankan penilaian pengelolaan risiko infeksi HIV dari klien yang dilakukan oleh seorang
konselor, membahas perihal keinginan klien untuk menjalani pemeriksaan HIV dan strategi untuk
mengurangi risiko tertular HIV.KTS dilaksanakan di berbagai macam tatanan seperti fasilitas layanan
kesehatan, layanan KTS mandiri diluar institusi kesehatan, layanan bergerak, dan layanan di
komunitas, dan lainnya.Konseling dan Pemeriksaan HIV atas inisiatif klien ini bertujuan untuk:
68
69
manfaat diagnosis dan intervensi dini dapat diperoleh, terutama untuk populasi kunci atau untuk
penduduk di wilayah epidemi yang menyeluruh.
Penawaran pemeriksaan HIV secara rutin di layanan kesehatan akan menormalkan
(destigmatisasi) pemeriksaan HIV dan tidak hanya mengandalkan motivasi individu dalam mencari
layanan pemeriksaan tersebut karena motivasi masyarakat untuk mencari layanan mungkin rendah
mengingat masih adanya ketakutan akan stigma dan diskriminasi. Meskipun demikian, penting untuk
ditekankan bahwa sekalipun berdasarkan inisiatif petugas, pemeriksaan HIV tidak boleh
dikembangkan menjadi pemeriksaan mandatori atau memeriksa klien tanpa menginformasikannya.
Perubahan paradigma tersebut perlu terus didorong perluasan pelaksanaannya, terutama di
layanan kesehatan yang banyak melayani pasien dengan masalah TB, IMS, layanan PTRM, LASS
bagi penasun, layanan bagi populasi kunci lain (seperti PS, LSL, Waria) dan di KIA, karena pasienpasien tersebut memiliki risiko tinggi untuk tertular HIV.
Pada situasi/ wilayah tertentu, seringkali pemeriksaan HIV atas inisiatif petugas kesehatan
dan konseling tersebut tidak dapat dilaksanakan karena berbagai alasan, misalnya klien tidak
mengetahui adanya layanan atau klien enggan datang ke layanan kesehatan.Dalam situasi seperti
tersebut, perlu dikembangkan upaya yang dapat memperluas cakupan melalui kegiatan penjangkauan
yang dilakukan oleh lembaga swadaya masyarakat atau komponen masyarakat lainnya.
Layanan pemeriksaan HIV atas inisiatif petugas kesehatan dan konseling di fasilitas layanan
kesehatan meliputi penawaran pemeriksaan HIV bagi ibu hamil, bagi pasien TB, IMS, PTRM, LASS,
kesehatan anak dan tatanan klinik lain serta layanan kesehatan bagi populasi kunci. Pemeriksaan HIV
atas inisiatif petugas kesehatan dan konseling bagi ibu hamil merupakan strategi penting untuk
pencegahan penularan dari ibu ke anak (PPIA). Di samping itu pemeriksaan diagnostik HIV secara
rutin sangat dianjurkan bagi semua pasien yang terdiagnosis atau suspek TB di Indonesia, untuk
mendorong pemberian ARV kepada pasien HIV dengan TB sedini mungkin terutama TB masih
menjadi penyebab kematian terbanyak pada ODHA.
Secara teknis, berikut ini adalah penjelasan penerapan pemeriksaan HIV atas inisiatif petugas di
fasilitas layanan kesehatan didasarkan atas tingkat epideminya.
Di tingkat epidemi meluas maka TIPK diterapkan pada semua pasien (dewasa, remaja dan anak)
pengunjung fasilitas kesehatan, termasuk di layanan medis dan bedah; IMS; layanan untuk
hepatitis; TB; baik di fasyankes pemerintah maupun swasta; rawat jalan dan rawat inap; layanan
medis bergerak atau melalui penjangkauan; layanan antenatal; KB; kesehatan anak; layanan bagi
populasi kunci; kesehatan reproduksi
70
dewasa, remaja, dan anak pengunjung semua fasilitas layanan kesehatan dengan tanda
dan gejala atau kondisi klinis/medis yang diduga terkait dengan infeksi HIV, termasuk
TB;
anak yang terpajan oleh HIV, atau anak yang terlahir dari ibu ternfeksi HIV serta bayi dan
anak yang simtomatis.
TIPK harus diterapkan juga di layanan IMS; hepatitis; TB; antenatal dan layanan bagi
populasi kunci (misalnya: LSL, waria, PSK dan penasun)
jaminan konfidensialitas.
71
Bagan 2.
72
Sesi informasi pra-pemeriksaan dapat dilaksanakan secara kelompok, pasangan atau individual dan
diikuti dengan sesi individual singkat.Pemberian konseling pada pemeriksaan HIV ditekankan pada
konseling pasca-tes untuk memastikan ODHA mengakses pengobatan ARV pada waktu yang tepat dan
tetap menjalani perawatan secara patuh.Konseling tersebut harus selalu dilakukan dengan bahasa yang
mudah dipahami oleh klien.
MATERI INTI I
KONSELING HIV DALAM STRATEGI KOMUNIKASI
PERUBAHAN PERILAKU
I.
DESKRIPSI SINGKAT
73
III.
perubahan
perilaku
dalam
proses
konseling
IV.
Pemecahan masalah
POKOK BAHASAN
Dalam modul ini akan dibahas pokok bahasan sebagai berikut :
1. Orientasi Konseling
2. Tata Nilai Konseling
3. Prinsip Komunikasi Perubahan Perilaku
4. Penularan HIV
5. Model Perubahan Perilaku
6. Pemecahan Masalah
V.
METODE
Metode yang digunakan dalam proses pembelajaran yaitu :
1. Curah pendapat
2. Ceramah Tanya Jawab (CTJ)
3. Diskusi kasus
74
VI.
VII.
konseling
2. Fasiilitator meminta peserta membaca secara bergantian dari uraian
materi Orientasi konseling
Fasilitator menjelaskan secara rinci mengenai langkah- langkah
3.
4.
1.
renungan
atau
membaca
puisi,
berdoa
bersama,
memberikan nasihat dari awal hingga akhir, interogasi nilai pribadi dan
diskusi hal tidak terkait
Penyuluhan Kelompok
pemahaman
Orientasi pada isi
Berbasis
kebutuhan
dan
kesehatan
masyarakat
Dalam proses konseling pra tes HIV, penyuluhan kelompok yang beranggotakan 510
orang menjadi strategi untuk meningkatkan jumlah klien yang hendak mengikuti prates
HIV. Setelah itu, jika ada anggota kelompok yang ingin berproses terpisah (sendiri),
tetap harus difasilitasi. Dengan demikian, maka dua kegiatan yang berbeda namun
dapat diterapkan secara harmoni dalam proses prates HIV.
Konseling HIV AIDS
Konseling HIV AIDS merupakan strategi komunikasi perubahan perilaku yang bersifat
rahasia dan saling percaya antara klien dan konselor. Tujuan konseling yaitu untuk
meningkatkan kemampuan klien menghadapi tekanan dan pengambilan keputusan
terkait dengan HIV AIDS. Proses konseling HIV AIDS termasuk konseling pra tes HIV,
konseling penilaian risiko, konseling pasca tes HIV dan konseling perubahan perilaku.
Konseling ini menggunakan teknik keterampilan komunikasi berfokus pada kebutuhan
klien (fisik, psikososial dan spiritual seseorang). Penting untuk diketahui bahwa
mungkin ada masalah lain terkait dengan HIV seperti penyesuaian diri klien dengan
masalah klien yang belum terselesaikan di masa lalu. Seperti misalnya masalah
orientasi seksual, identitas seksual, perasaan tidak nyaman sebagai pekerja seks dan
ketergantungan Napza atau masalah keluarga lainnya.
Konseling HIV AIDS merupakan proses strategi komunikasi dengan tiga tujuan umum:
1
II.
III.
2.
(American Psychology
konselor HIV adalah orang yang dilatih untuk menolong orang yang
mengalami berbagai masalah psikologi terkait HIV. Masalah dapat terjadi ketika
seseorang menghadapi kejadian penting , merasa diri terancam atau tak mampu
menghadapinya, sehingga terjadi gejolak emosional. Gejolak emosional dapat
dimanifestasikan dalam gangguan mood (perasaan, suasana hati) , gangguan fungsi
tubuh (makan, minum, tidur, seks, gerak) dan kemampuan berpikir.
Dalam hal HIV atau sakit terkait HIV, informasi tentang penyakit
merupakan bagian penting. Melalui pemahaman akan sakitnya, diharapkan dapat
membuat pasien mengerti
Penatalaksanaan Konseling dalam Tes HIV; dan materi inti V: Konseling Lanjutan
dan Berkesinambungan Guna memahami konseling, berikut ini dijabarkan secara
ringkas beberapa terapi psikologi yang mempunyai pendekatan yang berbeda-beda,
sesuai dengan tipe pendekatannya.
cara
80
2. Teori Psikoanalitik
Berbasis psikoanalisis, terapi psikoanalitik juga fokus pada cara pikir
nirsadar individu yang memengaruhi mereka.
3. Terapi Psikodinamik
81
2.
Terapi Gestalt
Terapi Gestalt dapat diartikan secara kasar sebagai 'keseluruhan' dan fokus
pada keseluruhan pengalaman individu, termasuk pikiran, perasaan dan
aksi mereka. Meningkatkan kesadaran diri pada DISINI dan KINI sebagai
kunci dari Terapi Gestalt.
3.
Analisis Transaksional
Analisis transaksional berdasar pada teori bahwa manusia mempunyai tiga
status ego: Orangtua, Dewasa, dan Kanak. Dengan mengenali status ego,
analisis
transaksional
berupaya
mengidentifikasi
cara
individu
Terapi eksistensial
Terapi eksistensial fokus pada penggalian arti isu tertentu melalui
perspektif filosofi, sebagai ganti pendekatan berdasar teknik .
D. Terapi lainnya
Meski pada umumnya terapi psikologi terbagi dalam tiga kategori diatas,
masih ada beberapa terapi lainnya.
1. Terapi Keluarga/ Sistemik
Terapi Keluarga, atau Terapi Sistemik, merupakan pendekatan konseling
dengan keluarga dan mereka yang berhubungan dekat, tanpa memandang
adanya hubungan darah atau tidak. Perubahan dilihat dalam sistem
interaksi setiap orang dalam keluarga.
2. Terapi Seni/Psikoterapi Seni
Terapi seni digunakan materi seperti kuas, cat, lilin, kertas dsb. Alat-alat
ini digunakan untuk mengomunikasikan isu, emosi dan perasaan dan dapat
mendorong tilikan diri terhadap konflik yang muncul.
3. Eye Movement Desensitisation and Reprocessing (EMDR)
EMDR merupan bentuk psikoterapi yang dikembangkan tahun 1980 oleh
psikolog Amerika Dr Francine Shapiro. EMDR digunakan untuk menerapi
trauma
peikologik
seperti
kecelakaan,
bencana,
perkosaan
dan
pembunuhan.
83
4. Integratif
Konseling integratif berarti mencampur tipe terapi spesifik. Pendekatan ini
tidak terikat pada tipe terapi psikologi tertentu. Konseling integrative
dipraktikan dalam konseling HIV yang diyakini dapat menolong
klien/pasien dalam hampir semua situasi.
Rujukan
1. America Psychological Association Division 17 : What is Counseling Psychology,
2013
2. Counselling Directory: Types of Therapy, Coliseum, Riverside , Camberley, Surrey,
2013
3. State Government of Victoria, Better Health Channel : Counsellors, 2013
Pokok Bahasan 2. Tata Nilai
Sesi 1 : Pengkondisian
1. Fasilitator menyapa
berkenalan
mulai dengan
86
PRINSIP
COGNITIVE
BEHAVIOUR
Penyebab tidaksuka?
Triad Kognisi
Situasi, peristiwa,
Orang, Obyek
THERAPY
KONDOM
Teori ini merupakan cara pikir cognitive behavioural therapy (CBT). Kita dapat mengubah
respon emosi dan perilaku kita terhadap suatu situasi, orang maupun kejadian dengan cara
mengubah atau menantang pikiran kita. Pada dasarnya bukan mengubah sistem tatanilai
intitetapi lebih memodifikasi intensitas respon.
Contoh gambar di atas dapat memodifikasi pikiran negatif terhadap kondom (misalnya karena
mempunyai pengalaman ketidaksetiaan) menjadi alat pencegahan dalam HIV AIDS.
87
atas
pilihan peserta dan akan mengingatkan perubahan perilaku bukan suatu yang
mudah.
3. Fasilitator menjelaskan tentang perubahan Perilaku dengan menggunakan
tayangan Power Point
4. Fasilitatator membantu peserta untuk belajar memahami proses tahapan- tahapan
perubahan pada klien dan tujuan nya dengan meminta peserta membacakan materi perubahan perilaku secara bergantian dan menjelaskan secara
rinci dalam menilai kemampuan klien untuk dapat melakukan Perubahan
Perilaku
Sesi 3 : Refleksi
1. Fasilitator mengajak seluruh peserta untuk melakukan refleksi bersama tentang
pembahasan materi ini. Apakah tujuan pembelajaran yang ditetapkan sudah
tercapai
88
URAIAN MATERI
Prinsip Komunikasi Perubahan Perilaku
Deskripsi Singkat
Konselor harus mampu berkomunikasi dengan baik agar tercapai perubahan perilaku yang
diharapkan. Apa yang terjadi jika seseorang dengan HIV tetap menggunakan Napza suntik
bergantian tanpa disterilkan terlebih dahulu? Apa yang terjadi jika seseorang dengan HIV
tetap berganti-ganti pasangan tanpa menggunakan kondom?
Seorang konselor memiliki peran dalam membantu klien mengenali perilaku yang merugikan,
mengerti alternatif yang tersedia, dapat berperilaku sesuai pengetahuan perilaku yang sehat
dan menerima dukungan yang diperlukan untuk mempertahankan perubahan perilaku.
Tantangan sebagai konselor adalah Perubahan Perilaku
Hal ini sulit namun harus dilakukan untuk memperoleh perilaku yang
tidak berisiko
masa
mendatang.
Klien telah memahami dan mengakui adanya masalah, dapat
mengambil keputusan untuk menetapkan mau berubah, mau
91
Berubah
Tidak Berubah
Ajak klien menilai pilihannya. Gunakan alat bantu kartu di bawah ini
untuk membantu menilai motivasi klien untuk mengubah perilaku
berisikonya. Setelah itu, klien dapat memutuskan bersedia berubah atau
tidak mau berubah perilakunya.
Keuntungan
Keuntungan pertama
Kerugian
Kerugian pertama
Apa yang menyebabkan Anda berada di skor Anda sekarang dan tidak
berada di skor 10?
Apa yang Anda perlukan agar dapat meraih skor lebih tinggi?
Apa yang membuat perubahan ini penting bagi Anda atau mengapa
Anda tidak berada di titik nol?
93
Jumlah perilaku berisiko tinggi dan infeksi-infeksi baru akan meningkat jika
intervensi dihentikan. Berlangsungnya pengurangan risiko tergantung pada
program-program perubahan perilaku yang berkelanjutan, dorongan dan
dukungan konselor.
94
Survive (Hidup)
Sufficient (Cukup)
Enter (Masuk)
6. Fasilitator
mengajak
seluruh
peserta
untuk
melakukan
KONTRA
memerlukan Model ini agak sulit diikuti meski menjamin
individu
ultimatum dan model ini sebagai langkah 100% bebas terinfeksi. Kebanyakan klien
awal untuk kehidupan yang lebih baik. sukar berhenti dan mengubah perilaku
Prinsip
ini
detoksifikasi,
digunakan
klien
dalam
dihentikan
pusat dengan
cepat.
dari tinggalkan
Perilaku
adalah
yang
mereka
perilaku
yang
NAPZA, kemudian selama masa itu menyenangkan mereka. Model ini tidak
diajak berdialog tentang perilaku mereka. membiarkan alternatif lain masuk, dan kita
harus menutup semua akses ketergantungan.
b. Model Pengurangan Risiko Gunakan Kondom atau Gunakan Jarum Baru pada
Program Harm Reduction
Model ini tetap menerima bahwa ada orang yang berhubungan seks berganti pasangan
dengan menggunakan kondom agar dapat mengurangi risiko penularan. Kalau klien
97
memiliki pasangan tetap, terapkan keuntungan memiliki satu pasangan dan gunakan
kondom untuk melindungi diri anda dan pasangan. Pada program konseling
pengurangan dampak buruk diterapkan kepada para pengguna napza suntik.
Pertimbangan seperti ini muncul mengingat bahwa ada orang yang tidak mampu
mengelola dengan baik untuk mengurangi perilaku berisikonya. Konselor akan
menawarkan alternatif penggunaan kondom atau dengan jarum steril pada pengguna
napza suntik.
Model ini mengajarkan bahwa risiko adalah bagian hidup seseorang dan
memprioritaskan risiko individu terhadap infeksi HIV, sehubungan dengan kondisi
kesehatan, status pekerjaan, dan penggunaan narkoba.
dengan memperhatikan risiko yang terdapat pada setiap pilihan perilaku. Dalam model
ini terjadi perubahan perilaku secara bertahap dalam waktu yang panjang. Setiap
perubahan perilaku positif dianggap baik dan makin mendekatkan diri pada perilaku
yang sehat. Konselor bersama klien bekerjasama untuk mengenali perilaku berisiko,
memahami
alasan
mengapa
klien
terus
melakukan
perilaku
berisiko
dan
mengembangkan strategi untuk mengenali apa yang dapat klien mulai lakukan menuju
perilaku sehat.
Beberapa konselor merasa ada dilema karena model ini tetap membuat klien dapat
terinfeksi. Model bisa bergantian sesuai dengan kebutuhan klien dan kurun waktu yang
diperlukan. Isu terpenting bagi konselor HIVAIDS adalah mengetahui model-model ini.
Meskipun bukan suatu hal yang mutlak tetapi dapat dijadikan sebagai alat intervensi
yang tepat bagi klien sesuai dengan kebutuhan dan kondisinya.
c. Unsur Penting Konseling Perubahan Perilaku untuk Kondom dan Menyuntik
yang Aman
1)
2)
penggunaan
harus
ditekankan
guna
memotivasi
3)
4)
5)
sesuai kemampuan dana dan daya yang tersedia tanpa meninggalkan segi kualitas
kondom. Langkah untuk menggunakan cara menyuntik yang aman. Jika mungkin
memberikan akses penyediaan bahan habis pakai (kondom, jarum suntik, bahan
dan alat suntik lainnya) sesuai kemampuan.
6)
7)
Lingkungan
yang
Mendukung.
Ciptakan
lingkungan
yang
6) Pastikan bagian bergulung atau cincin kondom di sisi luar. Tekan dan pegang
puncak kondom dengan ibu jari untuk menekan udara keluar.
7) Letakkan puncak kondom pada kepala penis dan gunakan tangan lain. Dorong
gulungan kondom menyusuri batang penis sampai pangkal.
8) Gunakan kondom selama sanggama. Setelah ejakulasi, ketika penis masih
ereksi, pegang
ejakulatnya.
9) Bungkus kondom dengan kertas toilet, buanglah sesegera mungkin sehingga
tak terjangkau siapapun. JANGAN masukkan kondom ke dalam lubang toilet.
10) Kondom tidak boleh digunakan ulang. Kondom digunakan satu kali saja
d. Cara Menggunakan Kondom Perempuan
1)
2)
3)
4)
5)
6)
7)
8)
9)
10)
11)
12)
Ketika sanggama selesai dan penis sudah dicabut, pilin cincin luar
agar cairan tak tumpah. Tarik kondom keluar dari vagina dan bungkus kondom
dalam kertas dan buanglah di tempat sampah. JANGAN masukkan dalam lubang
WC.
e. Akses LASS
A.
ntang dampak buruk Napza dan HIV DAN AIDS, rujukan kepada layanan medis, hukum dan sosial dalam ra
1. Ruang Lingkup
Ruang lingkup pedoman pelaksanaan LASS meliputi beberapa aspek di dalamnya,
termasuk pendekatan untuk mengurangi dampak buruk Napza, penasun serta
penyelenggaraan administratif dan teknis program LASS.
1. Pengurangan dampak buruk Napza yang dimaksud merupakan suatu tatanan
intervensi kesehatan untuk menanggulangi epidemi HIV dan AIDS pada populasi
penasun di Indonesia.
2. Penasun merupakan pusat dari intervensi ini dan diposisikan sebagai individu yang
membutuhkan akses layanan untuk mencapai derajat kesehatan yang setinggitingginya sebagai warga negara Indonesia sekaligus sebagai komponen kunci
keberhasilan program melalui keterlibatan aktif di dalam penyelenggaraannya.
101
membutuhkan
acuan
102
Lembaga pelaksana
Penasun dapat mengkases LASS. Petugas lapangan LASS harus rutin dan teratur
datang di tempat dan waktu dimana pertemuan (kontak) dengan Penasun dapat
dilakukan, informasi, edukasi dan rujukan layanan dapat diberikan.
Keterbatasan jam pelayanan LASS harus dapat diantisipasi dengan metode satelit
layanan yang beroperasi diluar kedua waktu layanan menetap dan bergerak
dengan mempertimbangkan rutinitas penasun di wilayah kerja program untuk
menjamin ketersediaan akses LASS
103
Menyiapkan kartu identitas klien program LASS yang berisi informasi penasun
yang berkaitan dengan program LASS. Proses registrasi klien LASS sepenuhnya
dilakukan untuk tujuan terselenggaranya kegiatan intervensi yang akuntibel dan
sistimatis tanpa melanggar asas kerahasiaan klien yang merupakan prinsip
pelaksanaan LASS.
Pemberian paket materi pencegahan dan pengambilan jarum suntik bekas pakai
4. Usia Klien :
Penasun dari beragam usia mungkin akan mengakses program LASS. termasuk ,
diharapkan dapat mengurangi risiko kaum muda terinfeksi HIV dan virus lain yang
ditularkan melalui darah. Klien dengan usia di bawah 18 tahun harus dinilai terlebih
dahulu dan jika dimungkinkan mendapatkan proses konseling. Hal ini bertujuan agar
pemberian jarum suntik ini tepat sasaran kepada orang yang sesuai dengan persyaratan
peserta program LASS yang telah ditentukan tanpa mengabaikan hak-hak anak, sesuai
dengan undang-undang perlindungan anak yang berlaku
5. Pendistribusian Jarum dan Alat Suntik Steril :
Pendistribusian materi pencegahan penularan HIV & AIDS dalam LASS dilaksanakan
dengan pemberian paket materi pencegahan kepada klien yang sudah terdaftar dalam
program. Paket materi pencegahan terdiri dari alat dan jarum suntik steril, kapas
beralkohol, dan media informasi tentang HIV & AIDS dan Napza dalam bentuk leaflet
atau brosur. Jumlah alat dan jarum suntik steril yang di distribusikan kepada penasun
harus mencukupi kebutuhan.
6. Pengamanan dan Pemusnahan Jarum Bekas:
a) Mempromosikan pengembalian jarum suntik bekas pakai. Jelaskan bahwa jarum
suntik bekas pakai yang dibuang secara sembarangan akan meninbulkan masalah
lingkungan dan akan menjadi alasan kuat ditutupnya program LASS.
b) Menyediakan tempat/wadah untuk menampung jarum suntik bekas pakai yang
dikembalikan oleh Penasun maupun yang ditemukan di lapangan.
c)
d) Apabila ada jarum suntik yang dikembalikan dan menurut laporan bersih dan
tidak dipakai, harus tetap dibuang.
e) Wadah penyimpanan jarum bekas pakai tidak boleh terlalu penuh dan disegel.
104
maka dapat
lapangan. Kartu tersebut dapat dibuat oleh lembaga dengan sepengetahuan pihak
pemerintah yang terkait (KPA dan Dinas Kesehatan setempat)
3. Kartu identitas klien; Penasun sebagai Klien yang menerima layanan ini akan
mendapatkan kartu yang menunjukkan bahwa Penasun sedang mengikuti program
LASS. Kartu ini berisi informasi singkat mengenai program LASS, lembaga
pelaksana dan kode klien (bukan nama dan alamat lengkap). Kartu tersebut disediakan
oleh lembaga yang memberikan layanan dengan sepengetahuan pihak pemerintah
setempat.
4. Peralatan yang harus disediakan:
a) Jarum suntik steril berikut tabungnya dengan model dan jenis yang biasa diapakai
oleh Penasun di daerah tersebut.
b) Kapas beralkohol, digunakan untuk membersihkan permukaan kulit yang akan
disuntikan,untuk membersihkan peralatan menyuntik lainnya serta dapat pula
digunakan untuk membersihkan tangan. Paling sedikit disediakan 2 kapas
beralkohol untuk setiap jarum suntik dan tabung yang diberikan.
c) Alat penyaring, dalam bentuk sejenis kapas atau bahan berserat lain yang
berfungsi untuk memisahkan sisa Napza yang tidak larut ketika dicampurkan
dengan air sehingga tidak ikut masuk kedalam tabung suntik.
d) Media informasi terkait dengan HIV & AIDS dan Napza, berupa brosur, buklet,
stiker atau yanglainnya.
e) Tabung atau wadah untuk menampung jarum suntik bekas pakai yang ditemukan
dilapangan atau yang dikembalikan oleh Penasun ke Puskesmas atau DIc LSM
f) Penjepit (pincer) yang digunakan untuk mengambil jarum suntik bekai pakai yang
ditemukan dilapangan
g) Sarung tangan (hand gloves) yang digunakan oleh petugas LASS agar terhindar
dari risiko tertusuk jarum ketika menerima atau mengambil jarum suntik bekai
pakai.
h)
manusia
penasun
per
minggu
untuk
menyelenggarak
an
program
LASS
2. Tersedianya
pendanaan untuk
program LASS
3. Adanya
yang
yang menyuntik
yang
mendapatkan alat
dengan
diperbolehkan
2. Jam operasional
meminjam jarum
steril
di tempat umum
layanan LASS di 2. Jumlah alat suntik 2. Proporsi penasun
fasilitas
kesehatan
3. Jumlah
layanan
hari
operasional LASS
di
fasilitas
yang meminjam
yang terdistribusi
jarum
untuk
penasun
setiap
penasun dalam 1
5.
bergerak
program LASS
satelit
Tersedianya 5. Jumlah
fasilitas
untuk
penyelenggaraan
LASS
LASS
dan
yang
dikenal.
3. Proporsi penasun
tahun
kebijakan
layanan kesehatan 3. Jumlah
jarum
4. Distribusi layanan
Pemerintah
bekas pakai yang
LASS
yang
untuk program
dikembalikan
beroperasi dengan
LASS
penasun
4. Tersedianya
metode menetap,
4.
supalai material
dari
yang
meminjamkan
jarum
kepada
penasun lain.
Proporsi penasun
yang
menggunakan
rujukan
dari
petugas lapangan
selalu
menggunakan
107
penasun
yang
tidak
berbagi
jarum
dalam
penyuntikan
bulan terakhir
Pokok Bahasan 6. Pemecahan Masalah
Sesi 1 : Pengkondisian
1. Fasilitator menyapa peserta dengan ramah dan hangat. Apabila belum berkenalan
mulai dengan
sebaiknya
108
109
110
disepakati sangat baik, solusi itu tidak akan bermanfaat jika tidak
dilaksanakan. Kebanyakan orang gagal dalam melaksanakan sebuah solusi
karena kurangnya perencanaan. Konselor harus memastikan klien terbantu
mengembangkan rencana tindak yang dapat dilaksanakan.
j) Fasilitasi pengembangan keterampilan dan strategi. Konselor perlu
memastikan klien
mempunyai
ketrampilan
yang
dibutuhkan,
misal
111
Contoh kasus.Seorang ibu rumah tanggga, mantan pekerja seks baru saja mengetahui dirinya terinfeksi HIV. Dia bingung dan
khawatir untuk membuka status pada pasangannya.
Prioritas
Pilihan
masalah
pemecahan
Evaluasi Pilihan
Kelebihan
Kekurangan
masalah
Bingung
sebenarnya
Rencana Tindak
Ketrampilan
masalah yang
Lanjut
dan Strategi
dipilih
khawatir
Pemecahan
merasa Klien
pasangan
yang
dibutuhkan
waktu Berlatih peran
akan pasangan akan sebenarnya kepada dan kondisi yang membuka status
membuka status
menghargai
ke pasangan
kejujurannya
menceraikannya pasangan
tepat
memberitahu
pasangan
Langkah sukses diawali dari rencana yang baik. Jika perencanaan tidak dapat terwujud, maka akan
ada kesempatan untuk mencari pilihan-pilihan lain dan kesempatan untuk menganalisa mengapa
rencana awal tak dapat dilaksanakan. Rencana bagus dapat gagal karena
respon-respon
psikologis/perilaku dari orang lain atau keadaan lingkungan yang tidak dapat diduga sebelumnya.
112
MATERI INTI II
PENATALAKSANAAN KONSELING DALAM TES HIV
I. DESKRIPSI SINGKAT
Penerapan penatalaksanaan konseling dalam tes HIV memuat sejumlah prinsip yang harus
dimiliki oleh seorang konselor dan petugas kesehatan. Konseling pra tes HIV akan
menjelaskan bagaimana seorang konselor perlu membuat keseimbangan antara pemberian
informasi, penilaian risiko dan merespon kebutuhan emosi klien. Agar jumlah klien
meningkat, konselor perlu melakukan modifikasi pra tes dengan penyuluhan
kelompok.Penatalaksanaan ini merupakan komponen penting seorang konselor dalam
membangun kepercayaan dengan klien. Sebagai komponen pokok konseling, konselor
penting memahami penatalaksanaan konseling dalam tes HIV. Pada pelaksanaan pokok
konseling, seorang konselor HIV terlatih harus menguasai keterampilan dasar konseling, tata
nilai dan orientasi konseling. Tata nilai akan mempermudah konselor memahami situasi dan
kondisi klien. Keterampilan dasar konseling mempermudah proses komunikasi dengan klien
dan orientasi konseling menjadi model pendekatan kepada klien. Pada Konseling dan Tes
Sukarela HIV (Voluntary Counseling and Testing) seorang konselor harus bersikap
profesional. Tata nilai dalam pedoman etik konseling menjadi dasar pelaksanaan konseling.
Tes HIV memunyai peran penting dalam program pencegahan yang berbasis bukti (evidence
based) dan dalam mengembangan akses pada perawatan, dan pengobatan antiretroviral yang
berkualitas.
Sejak awal epidemi HIV/AIDS tes HIV sudah digunakan dalam kegiatan surveilans guna
memantau kecenderungan epidemic tersebut. Dengan terus berkembangnya epidemic HIV,
maka kebutuhan akan tes HIV bagi individu yang ingin mengetahui status HIVnya semakin
meningkat pula. Namun demikian masih banyak orang yang terinfeksi HIV tidak mengetahui
statusnya, sehingga tes dan konseling HIV menjadi unsur penting pada program layanan
pencegahan, perawatan, dan pengobatan. Penyebaran HIV akan dapat dikurangi apabila
113
ODHA menyadari status mereka sedini mungkin dan mendaptkan bantuan untuk mencegah
penularan infeksi ke orang lain.
Untuk mencapai target Universal Access, maka tes dan konseling HIV harus dilaksanakan
lebih luas dan dalam skala besar dalam tatanan perawatan klinis. Bersamaan dengan
perluasan layanan konseling dan tes HIV baik secara sukarela (KTS/VCT) yang
mengandalkan pasien yang datang secara sukarela juga diharapkan kemampuan petugas
kesehatan untuk dapat menginisiasi penawaran tes HIV kepada pasien yang datang ke
layanan Kesehatan. Dengan adanya 2 jenis pilihan untuk melakukan tes HIV maka
diharapakan akan terjadi Peningkatan akses KTHIV sehingga secara signifikan akan
meningkatkan jumlah orang yang mengetahui status mereka.
Dengan Penawaran tes HIV kepada Pasien yang datang ke layanan Kesehatan Jangkauan
terhadap tes dan konseling HIV telah diperluas hingga ke layanan ibu hamil, klinik TB dan
klinik IMS dan lainnya. Pada tes dan konseling atas inisiasi petugas kesehatan (PITC), maka
para pengunjung layanan kesehatan yang mungkin dapat mengambil manfaat karena
mengetahui status HIVnya, secara rutin ditawari untuk menjalani tes dan konseling HIV
dengan pendekatan option-out. Pendekatan PITC tersebut, setiap pertemuan pasien dengan
petugas dianggap sebagai:
Peluang bagi seseorang yang belum pernah tahu status HIVnya untuk
mengetahuinya
Peluang bagi seseorang yang pernah menjalani tes HIV dengan hasil negative
untuk mengulang tes HIV dengan frekwensi yang logis.
114
IV. METODE
Metode yang digunakan dalam proses pembelajaran yaitu :
2.
Curah pendapat
3.
115
4.
bermain peran
Komputer
2.
LCD
3.
4.
Modul
5.
Whiteboard/filpchart + spidol
6.
Skenario
Sesi 1: Pengkondisian
1. Fasilitator menyapa peserta dengan ramah dan hangat. Apabila belum berkenalan
mulai dengan perkenalan. Sampaikan tujuan pembelajaran sebaiknya
116
menggunakan
bahan tayang
2. Menggali pendapat/pemahaman peserta terkait Pemberian Informasi dalam
Penawaran Tes HIV (PITC)
117
b. Jika anda adalah pasien yang sedang mempertimbangkan diri untuk menjalani
test HIV, maka pikirkan kemungkinan adanya hal buruk / risiko menjalani tes
HIV
6. Fasilitator membagi peserta secara berpasangan dan melakukan simulasi tehnik
pemberian informasi HIV dan penawaran tes HIVkepada pasien yang datang
pelayanan Kesehatan dengan menggunakan naskah pada panduan kegiatan
peserta Modul inti 2. Pemberian Informasi dan tes HIV oleh petugas Kesehatan
5. Fasilitator mengajak berdiskusi dengan peserta dan EPT hasil dari simulasi dan
menanggapi semua tantangan dan kendala ketika menjalankan simulasi
6. Fasilitator menekankan kembali prinsip 5C dalam PITC
118
URAIAN MATERI
Provider-Initiated HIV Testing and Counselling (PITC)
Adalah suatu tes HIV dan konseling atau tepatnya pemberian informasi selama 5-10 menit
yang diinisiasi oleh petugas kesehatan kepada pengunjung sarana layanan kesehatan sebagai
bagian dari standar pelayanan medis. Tujuan utamanya adalah untuk membuat keputusan
klinis dan/atau menentukan pelayanan medis khusus yang tidak mungkin dilaksanakan tanpa
mengetahui status HIV seseorang seperti misalnya ART.
Seperti halnya VCT, PITC pun harus mengedepankan 5C yaitu 5 komponen dasar
yang disebut informed consent, confidentiality, counseling, correct testing and
connection/linkage to prevention, care, and treatment services) . PITC dikenal
sebagai pelayanan konseling dan tes HIV yang diinisiasi oleh petugas kesehatan
secara aktif kepada klien atau pasien. PITC akan memperkuat konseling dan tes yang
merupakan pintu masuk semua layanan tersebut di atas. Di Indonesia, PITC adalah
bagian dari pendekatan konseling dan tes HIV serta diperuntukkan bagi pasien rawat
inap atau rawat jalan di rumah sakit, puskesmas dan klinik kesehatan. PITC akan
melakukan identifikasi kepada pasien yang memiliki gejala TB, IMS, Hepatitis atau
IO yang lain. Petugas kesehatan terdiri dari dokter, perawat, bidan dan harus
bekerjasama dengan konselor untuk layanan konseling lanjutan bila dibutuhkan.
Konselor VCT harus berkoordinasi dengan petugas kesehatan untuk peningkatan
kualitas konseling untuk memenuhi kebutuhan pasien.
119
120
4. Informasi tambahan bila diperlukan dapat diberikan melalui rujukan untuk konseling
tambahan.
Pendekatan PITC dapat merupakan jalan keluar dalam mengatasi keterbatasan waktu
petugas kesehatan di tatanan klinis dan menyediakan anjuran yang jelas dan langsung
tentang cara intervensi.
Banyak tantangan bagi petugas kesehatan untuk menawarkan dan melaksanakan tes HIV
pada pasien yang datang ke sarana kesehatan mengingat konsekuensi dan dampak masalah
yang terkait dengan hasil tes HIV tersebut bagi pasien maupun petugas. Diantara tantangan
tersebut adalah:
Waktu: salah satu tugas penting tenaga kesehatan adalah menyadari adanya
keterbatasan waktu dari dokter dalam memberikan pelayanan medis karena
kesibukannya; juga perjalanan penyakit akan makin lanjut dengan berjalannya waktu.
Menanggapi masalah tersebut, disarankan agar melakukan langsung PITC begitu
berhadapan dengan pasien yang diperkirakan terkait HIV.
Sumber Daya Manusia: Pilihan melakukan konseling dan menawarkan tes oleh
petugas kesehatan membuat petugas kesehatan lainnya seperti konselor dan dokter
ahli dapat bekerja secara berkesinambungan mencegah kecepatan penularan.
Stigma: Salah satu alasan penting yang menyebabkan para petugas kesehatan
menolak menawarkan tes HIV adalah ketidak nyamanan pasien. Jika pasien merasa
terstigma karena ditawari tes HIV, maka akan sangat mengganggu hubungan antara
petugas kesehatan dengan para pasiennya. Di lain pihak, jika pelayanan tersebut
secara rutin ditawarkan kepada seluruh atau hampir seluruh pasien di dalam suatu
lingkungan tertentu, maka prosedur dan penawaran prosedurnya akan dianggap
biasa.
Beragamnya kebutuhan pasien: Ada beberapa petugas kesehatan yang mungkin
akan menolak menawarkan tes HIV ketika pasien memiliki banyak masalah medis
atau psikologik lainnya. Dalam hal tersebut petugas kesehatan merasa terbebani.
121
122
Edukasi kelompok
Banyak
pasien
tertentu
juga
mengidap HIV
Diagnosis HIV untuk kepentingan
perawatan medis
Sekarang tersedia obat untuk HIV
Informasi tentang kebijakan UPK
123
Rujukan
Beri informasi tentang klinik KTS terdekat
Rujukan
124
menggunakan
bahan tayang
2. Menggali pendapat/pemahaman peserta terkait materi mikro konseling dan etika
dalam Konseling
125
Sesi 3: Refleksi
1. Fasilitator mengajak seluruh peserta untuk melakukan refleksi bersama tentang
pembahasan materi ini. Apakah tujuan pembelajaran yang ditetapkan sudah
tercapai
2. Dilanjutkan dengan menutup sesi ini dengan memberikan apresiasi atas
keterlibatan
aktif seluruh peserta
URAIAN MATERI
126
Empati
disampaikan
dengan
menggunakan
keterampilan mendengarkan.
a) Mendengar Aktif terdiri dari
Bagaimana
konselor
memberikan
perhatian
dengan
anggukan kepala.
127
Bagaimana
konselor
parafrasing,
refleksi
menerapkan
perasaan,
teknik
bertanya,
klarifikasi
ataupun
128
Pertanyaan terbuka
Jenis pertanyaan dengan jawaban yang berkembang dan
membuka kesempatan klien mendiskusikan dengan lebih
banyak. Pertanyaan terbuka umumnya dimulai dengan
pertanyaan Apa, Dimana, Bagaimana, Kapan.
Apa yang anda ketahui tentang HIV AIDS?
Pertanyaan mengarahkan
Pertanyaan mengarahkan adalah pertanyaan dalam proses
konseling yang menuntun klien untuk memberikan jawaban
yang konselor harapkan agar mencapai tujuan konseling.
Kondom itu penting. Anda akan menggunakannya,
bukan?
d) Menciptakan suasana hening dan nyaman
Alasan pentingnya menciptakan suasana hening dan nyaman yaitu:
129
e) Perilaku non-verbal
Sebagian besar komunikasi dilakukan secara non verbal. Konselor
perlu sadar akan apa yang dikomunikasikannya kepada klien
melalui perilaku non verbal. Ingat, cara mengatakan lebih
bermakna dari pada apa yang dikatakan.
BAHASA TUBUH
Postur tubuh
Gerakan tubuh
Ekspresi wajah
Orientasi tubuh
Kedekatan tubuh/jarak
Kontak mata
Menjadi cermin (mirroring)
Menghilangkan jarak/pembatas
PARALINGUISTIK
Hembusan nafas
Bersungut-sungut
Perubahan tinggi nada
Perubahan keras suara
Kelancaran suara
Senyum terpaksa
130
kondom
setiap
kali
131
2) Konseling Supervisi
a) Setiap konselor perlu mengenali batas kompetensi dan hanya
bekerja atas dasar keterampilan dan wewenang yang ada padanya
sesuai pelatihan dan praktek yang telah diperolehnya.
132
Setelah
konseling,
Odha
tidak
menunjukkan
persetujuan
pemberitahuan
kepada
pasangan.
tidak
mampu
bertanggungjawab.Pengungkapan
keseimbangan
personal
dan
profesional
dalam
upaya
134
135
136
Sesi 1: Pengkondisian
1. Fasilitator menyapa peserta dengan ramah dan hangat. Apabila belum
berkenalan
137
6. Fasilitator mengajak peserta untuk membahas materi Konseling Pra tes HIV dan
menayangkan komponen penting dalam konseling pra tes dan pasca tes HIV dalam
bentuk tayangan Power Point (piramida kkomponen penting proses konseling HIV)
7. Fasilitator kembali mengingatkan peserta akan materi sebelumnya mengenai mikro
konseling dan menjelaskan bagaimana mikro konseling menjadi ketrampilan
komunikasi dalam konseling pra tes
8. Fasilitator juga mengingatkan sebagian besar proses komunikasi dalam konseling
pra tes digunakan untuk menggali penilaian risiko klinis
9. Fasilitator meminta peserta untuk membaca uraian materi tentang konseling pra tes
10. Kemudian Fasilitator akan mengingatkan 3 kunci dalam konseling pra tes dan
elemen penting dalam penilaian risiko
138
URAIAN MATERI
Penilaian Risiko Klinis dan Konseling Pra Tes
Penilaian Risiko Klinis
139
Komponen utama dalam konseling pre-tes adalah melakukan penilaian lengkap tentang
risiko penularan. Konselor hendaklah melakukan penilaian risiko penularan yang
sesungguhnya terjadi dan bukan hanya atas persepsi klien maupun asumsi konselor.
1. Pentingnya penilaian risiko klinis pada proses konseling pra tes HIV adalah:
a) Mendorong peningkatan kewaspadaan akan infeksi menular seksual dan
HIV karena klien menunjukkan sikap, perilaku, keyakinan dan
pengetahuan yang berbeda-beda tentang penularan HIV.
b) Memberi kesempatan untuk konseling dan edukasi atas aktivitas tidak
berisiko.
aktivitas
yang
dapat
VCT
harus
melindungi
klien
dengan
menjaga
141
142
j)
143
Dialog tentang kemungkinan tertular infeksi lain dengan cara penularan yang sama
seperti HIV ; IMS, Hepatitis
Diskusikan tentang pengurangan risiko dan tes bagi pasangan dan bermain peran
terkait dengan pengurangan risiko dan tes bagi pasangan.
Dialog untuk mengetahui bagaimana perasaan klien dalam menerima hasil tes
Motivasi klien untuk tes saat itu juga dan perolehan hasil pada hari yang sama
144
Jika klien TIDAK bersedia menerima hasil tes, tariklah suatu dugaan (klien menutupi
perilaku berisikonya, takut hasil reaktif, takut mendapatkan stigma dan diskriminasi,
klien belum siap dll)
Saya yang bernama dibawa ini telah menerima informasi dan konseling yang menyangkut
hal-hal sebagai berikut:
i. Informasi dasar HIV dan AIDS
j. Kegunaan dari tes HIV
k. Keuntungan dan tantangan yang saya peroleh setelah tes HIV
l. Pencegahan HIV dan peningkatan kualitas hidup dengan HIV
Saya secara sukarela menyetujui untuk menjalani pemeriksaan darah HIV dengan ketentuan
bahwa hasil tes akan tetap rahasia dan terbuka hanya kepada saya. Saya menyetujui untuk
diambil darah untuk pemeriksaan HIV dan kemudian mendiskusikan kembali hasil tes dan
cara-cara untuk meningkatkan kualitas hidup dengan HIV AIDS.
Saya dengan ini menyetujui tes HIV.
Tanda Tangan/Cap Jempol
Nama Klien
Tanda Tangan
Nama Konselor
145
Mencari tahu siapa saja yang mengetahui bahwa klien datang ke layanan VCT
Mencari tahu kepada siapa klien akan menyampaikan hasil tes HIV (reaktif atau
non reaktif) seperti kepada kerabat dekat, pasangan dan lainnya. Mencari tahu
alasan menyampaikan hasil, bagaimana, kapan dan dimana hal itu akan
dilakukan
146
FORMULIR VCT
RAHASIA
Nomor Registrasi
Alamat ________________________________
Umur
Tahun
Kota/Kab :
2. Belum/Tidak Menikah
147
3. Cerai
Jenis Kelamin:
1. Laki-laki
2. Perempuan
Pendidikan
Terakhir _______________
Jumlah anak kandung _______ orang
Status kehamilan:
1. Trimester I
2. II
3. III
4. Tidak hamil
9. Tidak tahu
2.Waria
Bln/Thn
4.Gay 5.Pelanggan PS
7. Pasangan Risti
Pekerjaan:
8. WBP
6. Pasien TB
9. Lainnya .................... .
1. Tidak Bekerja
6.Merasa berisiko 7.
rujukan ................................
(window period)
5. Akan
8.Tes ulang
Lainnya :...........................
1. Brosur 2. koran 3.TV 4. Dokter
Teman
6. Petugas Outreach
5.
7. Poster
8.
2. Tidak
148
2. Tidak
2. Tidak
2. Tidak
2. Tidak
2. Tidak
3.
3. Rujuk ke
4. Rujuk ke LSM
Rujuk ke klinik TB
2. Tidak
Skrining Gejala TB 1. Ya
2. Tidak
8.
6.
149
2. Klinik Satelit
2. Klinik Bergerak
YA
TIDA
K
150
Sesi 1: Pengkondisian
1. Fasilitator menyapa peserta dengan ramah dan hangat. Apabila belum berkenalan
mulai dengan perkenalan. Sampaikan tujuan pembelajaran sebaiknya
menggunakan
bahan tayang
2. Menggali pendapat/pemahaman peserta terkait materi penyuluhan kelompok dalam
konseling pra tes HIV
151
URAIAN MATERI
Penyuluhan Kelompok dalam Konseling Pra Tes HIV
Penyuluhan kelompok dalam pra tes HIV merupakan strategi konseling pra
tes yang paling efektif. Di banyak tempat, tuntutan konseIing sangat tinggi
sementara sumber dana dan daya terbatas. Kondisi ini seringkali membuat
klien masuk dalam daftar tunggu yang panjang atau menunggu lama di ruang
tunggu. Menghadapi hal ini, maka dilakukan pengurangan waktu untuk
konseling individual dengan cara penyuluhan kelompok. Beberapa informasi
kelompok dapat diberikan dengan menggunakan video atau oleh tim terlatih
di tempat layanan ketika jumlah konselor terbatas.
Penyuluhan kelompok diawali dengan pembentukan kelompok. Kelompok
terbentuk ketika orang bergabung dalam satu tempat yang memiliki kesamaan
latar belakang. Misalnya kelompok pecandu di pusat rehabilitasi, kelompok
ibu hamil di puskesmas, kelompok pekerja seks di lokalisasi atau warga
binaan di lapas.
a. Berikut materi dalam penyuluhan kelompok
1) Informasi dasar tentang HIV AIDS
2) Informasi dasar tentang cara penularan dan mengurangi risiko HIV
3) Demonstrasi dan diskusi tentang penggunaan kondom atau cuci jarum
152
154
155
Sesi 3: Refleksi
1. Fasilitator mengajak seluruh peserta untuk melakukan refleksi bersama tentang
pembahasan materi ini. Apakah tujuan pembelajaran yang ditetapkan sudah
tercapai
2. Dilanjutkan dengan menutup sesi ini dengan memberikan apresiasi atas
keterlibatan
aktif seluruh peserta
URAIAN MATERI
Konseling Pasca Tes HIV
a. Gambaran Umum Konseling Pasca tes
Konseling pasca tes HIV membantu klien memahami dan menyesuaikan
diri dengan hasil tes. Konselor mempersiapkan klien untuk menerima hasil
156
(HIV positif)
seringkali mengalami
ketidakseimbangan emosi.
Penting Diperhatikan
Konselor yang memberikan konseling pra tes dan konseling pasca tes
HIV sebaiknya orang yang sama
157
5) Jika ada permintaan hasil tes dari klien sendiri dan/atau pihak ketiga,
semua hasil tes hendaknya dijaga dari berbagai kepentingan.
6) Ketika klien akan memberitahu hasil tes pada pasangan, hendaknya
dibuatkan janji untuk dapat disampaikan dalam pertemuan bersama
klien (konseling pasangan).
b. Penyampaian Hasil Tes Non-Reaktif (HIV Negatif)
Ingat akan semua kunci tersebut diatas. Selain itu diskusikan hal-hal
berikut:
1) Informasikan tentang masa jendela
2) Tekankan informasi tentang penularan dan rencana penurunan risiko
3) Buatlah ikhtisar dan gali lebih lanjut berbagai hambatan untuk perilaku
seks aman dan penggunaan jarum suntik yang aman
4) Amati kembali reaksi klien
c. Penyampaian Hasil Tes Reaktif (HIV Positif)
Seorang konselor seharusnya menciptakan konseling yang nyaman,
empati dan menerima untuk memberikan kesempatan pada klien
mendiskusikan perasaan dan pikiran mereka. Waktu yang cukup perlu
diberikan pada klien untuk memfokuskan diri dan mengeluarkan reaksi
emosionalnya dan menerapkan mekanisme manajemen emosi. Besarnya
dukungan yang tersedia bagi klien merupakan sesuatu yang penting untuk
dipelajari. Jika tidak ada dukungan yang dimiliki klien, maka harus ada
upaya rujukan pada layanan konseling lanjutan, layanan manajemen kasus
atau kelompok pendukung dan penjelasan tentang hal yang dapat
difasilitasi oleh layanan VCT di tempat konselor bekerja. Konselor
berkewajiban membantu klien menyusun rencana selanjutnya yang
realistis dan memastikan bahwa klien dapat mengatasi masalahnya.
Klien dengan hasil reaktif memerlukan informasi terkait dengan
pencegahan positif. Tawarkan konseling lanjutan atau konseling
158
Lengkapi
159
Marah
Tak Berespon
Menyangkal
160
YA
TIDA
K
161
Sampaikan hasil tes dengan hati-hati, nilai kemampuan mengelola perasaan terhadap hasil tes, sediakan w
HIVHIV
Negatif
Positif
Konseling
Konseling
perubahan
penerimaan
perilaku
status
Berikan
materi
KIE
Informasi
pemeriksaan
kesehatan terkait IO, ART, d
Sarankan
Konseling
pemeriksaan
peningkatan
ulang
kualitas
setelah
hidup
12 minggu
termasuk pen
Rujuk ke layanan perawatan, dukungan dan pengo
Konseling lanjutan
162
I.
DESKRIPSI SINGKAT
Tenaga kesehatan, petugas sosial dan penjangkau dalam program harm
reduction serta petugas lainnya mungkin berisiko terhadap pajanan okupasional
terhadap HIV dan infeksi lainnya. Mereka penting memperoleh pengetahuan
tentang pajanan okupasional dan proses yang harus dijalani ketika terpajan.
Mereka yang secara nyata terpajan risiko harus dinilai untuk mendapat
profilaksis pasca pajanan (PPP) / post exposure prophylaxis (PEP) pada kasus
163
pajanan HIV. PPP harus dilakukan dalam waktu 2 - 4 jam pertama dimungkinkan
sampai 72 jam. Semakin cepat profilaksis diberikan, efektifitasnya semakin baik.
II.
III.
IV.
POKOK BAHASAN
Dalam modul ini akan dibahas pokok bahasan sebagai berikut :
Tatalaksana konseling pasca pajanan Okupasional :
a. Kaitan antara pajanan Okupasional dan Penularan HIV
b. Konseling dan Tes HIV dalam Penanganan Pajanan Okupasional
c. Konseling dan Dukungan untuk Petugas Terpajan
V.
METODE
Metode yang digunakan dalam proses pembelajaran yaitu :
1. Curah pendapat
2. Ceramah Tanya Jawab (CTJ)
3. studi Kasus
164
VI.
VII.
Komputer
LCD
Bahan tayang (slide powerpoint)
Modul
Whiteboard/filpchart + spidol
Materi Kasus
165
3. Diskusikan hasil bacaan tersebut lanjutakn materi Konseling dan Tes HIV
dalam Penanganan Pajanan Okupasional dan dukungan untuk petugas
terpajan
4. Fasilitator meminta peserta melakukan :
URAIAN MATERI
Pajanan Okupasional dan Penularan HIV
Beberapa hal terkait pajanan okupasional:
a. Tenaga kesehatan, petugas sosial, penjangkau dalam program harm reduction
dan petugas lainnya mungkin dalam risiko pajanan okupasional terhadap HIV
dan infeksi lainnya.
b. Mereka penting memperoleh pengetahuan tentang pajanan okupasional dan
proses yang harus dijalani ketika terpajan.
166
c. Mereka yang secara nyata terpajan, risiko harus dinilai untuk mendapat
profilaksis pasca pajanan pada kasus pajanan HIV. PPP harus dilakukan dalam
waktu 2 - 4 jam pertama dimungkinkan sampai 36 jam kemudian. Semakin
cepat profilaksis diberikan, efektifitasnya semakin baik.
d. Seringkali mereka juga mengalami krisis untuk tes dan menganggap tes lebih
prioritas daripada konseling.
e. Mereka juga sering tes tanpa konseling atau informed consent sehingga banyak
yang menerima informasi tidak tepat disamping berbagai kesulitan potensial
yang mereka hadapi ketika menerima PPP dan konfidensialitas yang tidak
terjaga.
f. Perkiraan umum risiko infeksi HIV sesudah pajanan melalui kulit atau mukosa
kurang dari 0.3% dalam beberapa studi meskipun studi dengan kontrol
menunjukkan risiko lebih tinggi sedangkan risiko tertinggi lewat pajanan
percutan.
g. Sebagian besar pajanan terjadi pada tenaga kesehatan dan petugas penjangkau
HR sesudah kontak dengan darah orang terinfeksi HIV.
Pertolongan
Pertama
h. Sebagai tambahan pada penilaian
risiko pajanan,
mereka yang terpajan harus
melakukan pemeriksaan untuk HBV, HCV dan VDRL (pemeriksaan untuk
sifilis).
Penilaian Risiko Pajanan
167
Dokumentasi Formal
Misalnya untuk tusukan jarum, darah yang menetes atas luka dicuci
dengan air bersabun lembut (sabun mandi)
Misal semburan darah ke dalam mata, cuci mata dengan air steril segera.
Misal jelaskan apakah itu sebuah bor berongga atau semburan darah dari
luka, kedalaman luka, durasi pajanan dan sebagainya.
168
LAPORAN PAJANAN
Petunjuk Pengisian
Formulir dibuat 2 ( dua ) rangkap
FORMULIR B
Setiap kotak dapat di isi
Diperiksa dokter gawat darurat
Dirujuk
ke
dokter
pribadi
atau
perusahaan
Memilih untuk mencari pertolongan
169
Darurat
dokter pribadi
Untuk perhatian
Panitia
Infeksi
Nasional
Poliklinik
: ...................................................................................................
Ruang rawat
: ...................................................................................................
_______________________
______________________________
170
171
MATERI INTI IV
MANAJEMEN PENCEGAHAN BUNUH DIRI
ENDAHULUAN
I.
DESKRIPSI SINGKAT
Materi
bunuh
diri
adalah
bagian
dari
konseling
lanjutan
dan
IV.
POKOK BAHASAN
Dalam modul ini akan dibahas pokok bahasan sebagai berikut :
1. Beberapa alasan Bunuh Diri Terkait HIV AIDS
2. Penilaian Risiko Bunuh Diri
3. Strategi Manajemen Pencegahan Bunuh Diri
V.
METODE
Metode yang digunakan dalam proses pembelajaran yaitu :
1. Curah pendapat
2. Ceramah dan Tanya Jawab (CTJ)
3. Studi Kasus
VI.
VII.
Komputer
LCD
Bahan tayang (slide powerpoint)
Modul
Whiteboard/filpchart + spidol
Materi studi Kasus
173
mengenai
langkah-
langkah
174
URAIAN MATERI
1. Alasan Bunuh Diri terkait HIV AIDS
Ada dua periode krisis dimana seseorang memiliki kecenderungan
melakukan usaha bunuh diri dalam perjalanan hidupnya karena terinfeksi HIV.
Periode pertama pada saat mengetahui status HIV dan periode kedua pada saat
penyakit berkembang lebih lanjut dan menyerang sistim saraf pusat sebagai
komplikasi HIV.Tindakan bunuh diri merupakan tanggapanyang impulsif
berkaitan dengan kekacauan emosionalnya. Impulsif adalah reaksi emosi
langsung yang muncul akibat ketidakseimbangan emosi.
a. Faktor pencetus bunuh diri diantaranya:
1) Kondisi
ekonomi
seperti
kehilangan
pekerjaan,
kehilangan
175
diri,
terjun
dari
ketinggian,
atau
merencanakan
kecelakaan.
2) Tanpa Kekerasan:Tindakan bunuh diri ini dilakukan klien tanpa
perlu melukai tubuhnya. Cara yang digunakan seperti minum obat
sampai over dosis, meracuni diri, menghisap gas dalam ruang tertutup,
dan menyumbat jalan nafas hingga mati lemas.
3) Pasif: Cara ini dipilih klien karena sifat bunuh diri terlihat lebih
tenang sehingga tidak menimbulkan kecurigaan dari orang lain.
Contoh bunuh diri pasif adalah menolak terapi atau menolak
perawatan.
176
178
179
Tidak
bunuh diri?
Sudahkah saudara memutuskan waktu untuk bunuh diri?
Apakah saudara pernah mencoba bunuh diri sebelumnya?
Direncanakan
Tidak direncanakan?
Menggunakan alkohol/Napza sebelum melakukan tindakan
bunuh diri?
Jika saudara
pernah
melakukan
usaha
bunuh
diri
diri sekarang?
Besarkah pengaruh bunuh diri sebelumnya dengan usaha
Ya
Tidak
2) Panduan Kedua
Berisi daftar pertanyaan dan membutuhkan penggalian lebih lanjut
sehingga dapat mengungkapkan realitas subjektif yang dihadapi setiap
orang yang berisiko.
Catatan Konselor
180
sekarang ?
Apa yang dirasakan sulit saat ini?
mengatasikesulitan?
Bagaimana kesulitan ini mempengaruhi
saudara?
Bagaimana
saudara
menyelesaikan
dapat berhasil?
Kapan kesulitan ini mulai terasa?
Siapa
masalahsaudara?
Kondisi untuk bertahan hidup
10
Pertolongan
11
butuhkan?
Siapa yang ingin anda beritahu/tidakingin
12
13
saudarasendiri?
Apa saja yang dapat mengubah pikiran
14
saudara?
Bagaimana
saja
yang
seperti
jika
terpengaruh
apa
anda
yang
dapat
oleh
anda
terus
meneruskan hidup?
181
Hasil dari pengisian kedua panduan penilaian risiko ini dapat digunakan
konselor melihat secara cepat tingkat risiko bunuh diri dan membantu
melengkapi penentuan penilaian bunuh diri.
3) Penentuan Tingkat Risiko
Konselor perlu mempelajari penentuan tingkat risiko berikut agar dapat
mengukur secara rinci tingkat risiko klien dengan melengkapi panduan
penilaian risiko bunuh diri. Menilai tingkat risiko merupakan hal penting
untuk menentukan langkah selanjutnya
Indikator Penentuan Risiko Bunuh Diri
Risiko Tinggi
Risiko Rendah
Memiliki pemikiran bunuh diri saat ini Memiliki pemikiran bunuh diri dengan
dengan cara yang mematikan
menggunakan
cara
yang
kurang
mematikan
Masih dapat mengungkapkan perasaan
dan harapan
Tidak memiliki kemampuan menerapkan Klien dapat mengembangkan respon
pemecahan masalah dan penyesuaian diri
Beberapakali
memiliki
usaha
lalu
yang Tidak memiliki cara yang mematikan
mematikan
dan ragu untuk memulai
Usaha dilakukan ketika tidak ada orang Masih ada oranglain tidak jauh dari
didekatnya
Klien menyatakan
kembali
dengan
akan
usaha
mematikan
melakukan bunuh diri lagi
Kondisi kesehatan menurun dan tidak Kondisi kesehatan membaik
memiliki
kehidupannya
pilihan
dan
182
Klien tertekan
183
Risiko rendah
Rencana
bunuh diri
Risiko menengah
b. Ketersediaan
Alat
Tidak
e. Terdapat
Intervensi
ditangan
Memiliki
dalam 24 jam
Meramu
Senjata,
terjun
kulit
nadi
atau pohon
Ada
Tidak pernah
orang
masa
sebelumnya
Tidak ada
namun
bisa
dan
riwayat
Reaksi sedang
ketinggianatau
siapapun
Lebih
dari dua kali
dari
Ada orang
dilakukan
Segera
3. Stres
Alat
rencana waktu
Menggunaka
Memiliki
rencana yang matang
Memiliki
Tidak punya
alat
rencana waktu
d. Cara
Rencana
ada namun tidak khusus
memiliki alat
c. Waktu
Risiko Tinggi
Ada rencana
tetapi tidak jelas
a. Rinci
pada
Nama:__________________________Tanggal :_______________
Kondisi
bunuh diri cukup bervariasi
4. Gejala
a. Perilaku
b. Depresi
tanpa perubahan
Aktivitas
harian
5.
Sumber-sumber
6. Aspek-
aspekkomunikasi
menetap
Mood terganggu
Keluarga dan teman
bersedia, namun tidak bersedia
mengekpresikan
mengacam
akan
emosi
krisis
mulai tergantu
Banyak
Gangguan
berat
Terabaikan
dan
Diri
melakukan
Ekspresi
Bunuh
tidak
bersedia
dan
dikendalikan
kembali
7.
Gaya hidup
8. Status medik
Jumlah
Tidak
stabil
dan
Berubah ekstim
Penyakit kronis dan BB turun
185
187
188
MATERI INTI V
KONSELING LANJUTAN DAN BERKESINAMBUNGAN
I. DESKRIPSI SINGKAT
Salah satu peran Konselor VCT adalah melakukan konseling lanjutan dan
berkesinambungan yang membantu klien positif HIV untuk memperoleh hidup yang
berkualitas. Dalam materi ini akan dipelajari tentang bagaimana konselor dapat
membantu dan mengenali masalah psikososial yang biasa dialami klien positif terkait
189
pasangan,
keluarga
dan
konseling
dukacita.
2.
3.
Melakukan konseling bagi klien dengan status reaktif untuk menerima status
4.
5.
6.
2.
3.
4.
5.
6.
V. METODE
Metode yang digunakan dalam proses pembelajaran yaitu :
1.
Curah pendapat
2.
3.
Main peran
190
VI.
Komputer
2.
LCD
3.
4.
Modul
5.
Whiteboard/filpchart + spidol
6.
Skenario
191
Uraian Materi :
Pencegahan Positif
Perkembangan terapi ARV mampu menunjukkan adanya perbaikan kualitas hidup
orang terinfeksi HIV. Penggunaan ARV sebagai cara pencegahan penularan HIV dari
ibu ke anak telah membuka harapan baru bagi orang yang terinfeksi HIV. Namun hal
ini menjadi tantangan baru bagaimana memenuhi kebutuhan pencegahan bagi orang
yang terinfeksi HIV dan pasangannya.
Pencegahan positif lebih dimaksudkan/ditekankan pada orang yang terinfeksi HIV
(HIV positif) dan pasangannya Pada hakekatnya pencegahan positif bertujuan untuk
meningkatkan harga diri, kepercayaan diri dan kemampuan orang yang terinfeksi
HIV. Pencegahan positif harus diimplementasikan dalam suatu kerangka etis yang
menghargai hak dan kebutuhan akan hubungan seks dan pilihan kesehatan reproduksi
orang yang terinfeksi HIV serta didukung oleh peraturan yang melindungi hak - hak
orang yang terinfeksi HIV.
a. Prinsip Panduan Umum Pencegahan Positif
1) Pencegahan Positif didasarkan pada perspektif dan realita orang yang terinfeksi
HIV. Pencegahan positif seharusnya mengakui bahwa orang yang terinfeksi HIV
mempunyai hak untuk memilih apakah ia akan atau tidak akan berhubungan seks.
Oleh karena itu dibutuhkan informasi yang rinci tentang seks sehingga dapat
membuat keputusan tentang bagaimana melakukan hubungan seks yang aman.
2)
perubahan kebijakan, tanpa stigmatisasi pada orang yang terinfeksi HIV dari latar
belakang yang berbeda-beda.
3)
yang terinfeksiHIV. Ini dapat dilakukan dengan memberi dukungan dan dorongan
agar mereka turut mendiskusikan, menentukan dan memutuskan setiap komponen
program dan kebijakan yang sesuai dengan kebutuhan dan kondisinya. Oleh
karena itu perlu menjalin jejaring dan kemitraandengan pemerintah maupun
lembaga penyedia pelayanan.
192
4)
kelompok dukungan dan LSM ke dalam program HIV. Dalam hal ini sangatlah
penting untuk menyediakan informasi tentang seks aman, infeksi ulang, pilihan
kesehatan produksi, dampak pengobatan ARV, menyuntik yang aman tersedia pada
setiap organisasi pelayanan HIV termasuk rumah sakit, PKM, klinik, KB, LSM
dan kelompok dukungan
5)
Pencegahan Positif menjunjung hak asasi manusia, termasuk hak hidup sehat,
itu
juga memenuhikewajiban
tidak
pada
satu
orang
yang
tidakterinfeksi
HIV
karena
hanya
193
Terdapat empat pilihan utama yang HARUS dilakukan untuk pencegahan HIV
bagi orang denganHIV:
Pilihan 1: Tidak mempunyai pasangan seks dan berhenti menggunakan napza suntIk
bergantian
Pilihan 2: Hanya berhubungan seks terlindung dengan satu pasangan dan
ataumenggunakan napza bukan suntik (substitusi)
Pilihan 3: Berhubungan dengan banyak pasangan dan selalu memakai kondom dan
atau selalu menggunakan jarum suntik baru
Pilihan 4: Melakukan aktivitas seksual tanpa penetrasiatau menggunakan Jarum
Suntik yang sudah didekontaminasi (bleaching)
194
Membuka status HIV adalah hak orang yang terinfeksi HIV dan harus
dihargai.
Alasan dan tujuan membuka status HIV
Membuka status HIV kepada siapa
Dampak membuka status HIV
Cara mengungkapkan buka status HIV
a)
Pengobatan ARV
b)
c)
Konseling KB
d)
e)
195
Implementasi pencegahan positif kedalam program kegiatan dapat dibagi atas 4 tema
dan 15 strategi.
1)
dasar
air,
jarum suntik)
Pengembangan jejaring dan rujukan
c)Mobilitas masyarakat
manajemen kasus
Penguatan pencegahan positif melalui HR dan LJSS
program
Advokasi pencegahan HIV
Menciptakan lingkungan (peraturan dan kebijakan) yang mendukung
pencegahan
positif
berkualitas dan produktif disebabkan Adherence yang tepat membuat Odha tidak
akan masuk kedalam fase Aids lebih cepat. Banyak orang berpikir bahwa membuat
perubahan hanya masalah membuat keputusan, tapi jika hal ini semudah itu mengapa
rumah sakit penuh orang yang mempunyai gaya hidup yang tidak sehat yang telah
membuat mereka sakit? Kenyataannya adalah, membuat perubahan yang terarah dan
bertujuan merupakan hal yang sukar.
Sistem dukungan akan mempengaruhi pola rumatan pada kepatuhan bila selalu ada
pendukung baik dari pasangan, keluaga maupun konselor dan kelompok
pendampingan dan peers group.
TUJUAN PEMBELAJARAN UMUM :
Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu memahami dan menerapkan konseling
Adherence
TUJUAN
PEMBELAJARAN
KHUSUS
POKOK
BAHASAN
Dalam pokok bahasan ini akan dibahas Sub pokok bahasan sebagai berikut:
1. Kepatuhan minum Obat
2. Tahap-tahap Konseling Adherence dalam kepatuhan minum obat
Sesi 1:
Pengkondisian
1. Fasilitator menyapa peserta dengan ramah dan hangat. Apabila belum berkenalan
mulai
dengan perkenalan. Sampaikan tujuan pembelajaran sebaiknya menggunakan bahan
tayang
2. Menggali pendapat/pemahaman peserta terkait adherence
Sesi 2:
Pembahasan
materi
197
Sesi 3: Refleksi
1. Fasilitator mengajak seluruh peserta untuk melakukan refleksi bersama tentang
pembahasan
materi ini. Apakah tujuan pembelajaran yang ditetapkan sudah tercapai?.
2. Dilanjutkan dengan menutup sesi ini dengan memberikan apresiasi atas
keterlibatan
aktif
seluruh peserta
URAIAN MATERI
Subpokok bahasan 1. Konseling Adherence dalam Kepatuhan Minum Obat
Kepatuhan berobat adalah kemampuan klien untuk melakukan pengobatan sesuai
petunjuk medik.Artinya dosis, waktu dan cara pemberian tepat. Pengobatan yang
harus dilakukan untuk jangka panjang adalah hal yang biasa pada setiap penyakit
kronis, termasuk HIVAIDS. Pengobatan termasuk pemberian ARV, profilaksi atau
pengobatan untuk infeksi oportunistik. Pengobatan yang bermacam-macam
menghasilkan suatu rejimen kompleks yang harus diikuti oleh klien. Misalnya,
pengobatan ARV diberikan dalam bentuk kombinasi dua atau lebih jenis ARV.Bagi
198
merekomendasikan
kepatuhan
berobat
dipromosikan
sebagai
2)
3)
4)
Cara mendengarkan
5)
Waktu konsultasi
6)
Setting klinik
7)
8)
199
b. Edukasi Pasien
Ketika dokter menulis resep, penting diingat bahwa pasien harus
memahami:
1) Jenis pengobatan
2) Manfaat obat
3) Lamanya pengobatan
4) Efek samping yang mungkin terjadi banyak pasien berhenti minum
obat karena menderita efek samping yang sebelumnya tidak
diantisipasi
5) Bagaimana cara minum obat yang benar
6) Konsultasi rutin
Medikasi yang benar mereka mengambil medikasi yang cocok untuk penyakitnya.
Ketika mereka mencampur obatnya dalam satu wadah atau kemasan untuk pagi, dan
malam misalnya, mereka harus paham betul nama obat, warna dan bentuk, dosis, agar tak
terjadi kebingungan.
Cara yang benar bahwa obat betul masuk tubuh sesuai anjuran, yakni dengan cara
ditelan, atau dikunyah, dihisap, dioles di kulit, disuntikkan dan sebagainya . Beberapa
medikasi harus masuk pada saat lambung kosong, artinya 30 menit sebelum makan atau
1 jam sesudah makan. Ada obat yang harus dimakan bersama makanan, artinya
bersamaan dengan makan atau makanan kecil.
Jumlah yang benar dosis yang ditelan harus tepat, jangan melebihi aturan, atau kurang
dari aturannya. Ada pendapat salah mengatakan makin banyak diminum cepat sembuh,
atau untuk menghemat obat maka dimakan sedikit kurang dari ketentuan dosis.
Waktu yang tepat mereka harus minum obat pada jam yang ditentukan, misalnya setiap
empat jam. Lebih baik jika dituliskan waktu minum obat agar tidak membingungkan
misalnya pukul 08.00, 12.00, 16.00 atau 20.00
200
c. Strategi Perilaku
Beberapa saran untuk membantu mengatur pengobatan adalah sebagai
berikut :
1) Membuat jadual pengobatan. Gunakan kalender atau buku harian
untuk membantu penggunaan obat sesuai aturan seperti kapan
diminum dan bagaimana caranya. Misalnya mulai minggu pertama
tulis dosis lalu beri tanda pada kalendar kalau hari itu obat sudah
diminum.
2) Bagi obat dalam jumlah harian atau mingguan. Dapat juga dimasukkan
dalam wadah kemudian diberi label. Petugas kesehatan dapat
membantu pada awalnya.
3) Minumlah obat pada jam yang sama setiap hari (sesuaikan dengan
petunjuk)
4) Minum obat dimasukkan dalam jadual rutin harian klien seperti
sesudah makan atau akan pergi kerja atau pulang kerja (sesuaikan
dengan petunjuk)
5) Rencanakan kapan membeli obat lagi, sehingga persediaan tak sampai
kosong dan dosis terlewati.
6) Jika bepergian, jangan lupa bawa obat dan bawa cadangan juga untuk
menjaga bila hilang.
7) Minum obat dijadikan prioritas setiap hari.
8) Membangun keterampilan dan mendorongnya untuk minum obat lebih
teratur, menggunakan alat bantu manajemen diri sendiri. Buat klien
merasa senang dan sebagai individu tampil beda. Gunakan dukungan
sosial, konseling, kunjungan rumah dan mintalah bantuan anggota
keluarga.
201
Konseling Adherence merupakan salah satu mata rantai dalam proses pemberian
ARV, sebelum akhirnya pasien mendapatkan comprehensive treatment plan ,
peresepan ARV dan pasien pulang dengan membawa ARV dan akan memulai
pengobatan untuk seumur hidup. Karakteristik dari virus HIV yang selalu bermutasi,
mudah terjadinya resisten pada pengobatan ARV jika pasien tidak minum dengan
benar ( mendapatkan ARV yang tepat, rejimen yang tepat, dosis yang adekuat serta
cara minum obat yang benar), terbatasnya pilihan ARV yang ada di Indonesia serta
pendanaan yang terbatas, maka Adherence mutlak harus di evaluasi sebelum
seseorang di putuskan dinyatakan memenuhi syarat secara medis dan non medis.
Alur pasien di layanan rumah sakit terbagi 2 yaitu untuk pasien baru dan pasien lama.
Pemberian konseling pada pasien lama dan baru mempunyai tujuan yang berbeda,
dimana pada pasien baru akan dilakukan hal sebagai berikut :
1. Testing HIV
2. Pemeriksaan
klinis
untuk
mencari
infeksi
oportunistik,
pemberian
202
Reaktif
Dokter melakukan
pemeriksaa fisik,
pengobatan IO,
pemberian kotrimoksasol
dan menentukan stadium
Non reaktiReaktif
Kembali ke konselor
untuk perubahan
perilaku
Konseling adherence
dalam 4 tahap
203
Eligible untuk
mendapatkan
ARV
Tidak eligible
untuk
mendapatkan
Kembali ke
dokter untuk
peresepan ARV
Kembali ke dokter
untuk kotri
profilaksis
Perawat
Dokter
Konselor
Informasi pencegahan
penularan
Evaluasi hambatan
adherence
Evaluasi psiko-sosial
Re-konseling
adherence
Buat perencanaan pada
pasien yg tidak patuh
Informasi pencegahan
penularan
Manajer
kasus/Pekerja
sosial
Kunjungan
rumah bagi
yg tidak
ambil ARV
Evaluasi
masalah204
sosial
Farmasi
Pengkajian resep
205
Tahap pertama
Pada pertemuan pertama konselor melakukan kegiatan sbb
1. Pengkajian di catatan medis untuk melihat apa saja tindakan yang telah
diberikan dan melihat rencana dokter untuk memberikan ARV
2. Melakukan pengkajian singkat dan cepat untuk kondisi mental, personaliti dan
kemungkinan pasien masih menggunakan Napza
3. Mengkaji pengertian dan persepsi pasien tentang penyakit yang diderita dan
informasi yang pernah diterima dari team lain
4. Mengkaji persepsi keluarga tentang kondisi yang diderita oleh pasien. Jika
keluarga pasien terlihat keberatan untuk merawat, dilakukan konseling untuk
merubah persepsi pihak keluarga dan persiapan untuk melihat jejaring mana
yang dapat diperkenalkan kepada pihak pasien dan keluarga jika selama sesi
keluarga masih keberatan untuk membantu pasien.
5. Tidak mengulangi semua rangkaian proses agar pasien tidak bosan
6. Meyakinkan pasien untuk aspek konfidensialitas tidak akan keluar dari system
pelayanan kesehatan.
206
207
Hal yang harus diperhatikan sehubungan dengan gangguan jiwa adalah bahwa :
1. Gangguan jiwa yang terjadi harus dibedakan dengan memang disebabkan
karena faktor psikologis atau gangguan jiwa yang disebabkan karena
penggunaan obat psikotropika atau keduanya
2. Gangguan jiwa harus dibedakan dengan tanda gejala putus obat ( withdrawel
syndrom )
Tujuan dari pengenalan gangguan jiwa ini adalah untuk dapat membuat strategi guna
membantu pasien minum obat, salah satu strategi yang dapat dilakukan adalah
dengan melibatkan keluarga atau orang yang dekat dengan pasien. Jika tidak
memiliki keluarga, maka pasien harus dirujuk untuk penanganan gangguan jiwa.
Secara umum sulit untuk membedakan gangguan jiwa yang timbul karena obat Napza
dengan faktor psikologi karena tampilan gejalanya sama.Jika pasien didapat masih
aktif menggunakan Napza, maka konselor merujuk kepada unit psikiatri atau dokter
yang telah terlatih untuk penanganan Napza.
Selain gangguan jiwa, hal yang dapat mengganggu Adherence ialah pengaruh Napza.
Napza bisa menyebabkan gangguan dalam Adherence dengan cara
1. Penggunaan dari beberapa jenis Napza jangka panjang akan menyebabkan
kerusakah otak dan gangguan jiwa
2. Efek kecanduan, pada kondisi withdrawal, pasien akan lebih mencari Napza
daripada ARV
Narkotika yaitu :
1. Opiat ; madat, candu, morfin, heroin
2. Canabis ; Ganja, hashis
3. coca ; kokain
Alkohol yaitu :
Minuman yang berasal dari peragian dan mengandung ethanol, dalam jumlah tertentu
akan menyebabkan mabuk dan bila diminum dalam waktu relatif lama akan
menyebabkan kerusakan hati dan pada beberapa kondisi mengakibatkan gangguan
kepribadian.
Obat psikotropika terbagi menjadi 3 golongan yaitu :
1. Golongan Amphetamin : Ektasy (XTC), Inex, shabu
2. Golongan Obat tidur: Pil BK, Mogadon, Dll
3. Golongan Obat penenang: Lexotan, Valium, dll
Zat Aditif yaitu :
1. Inhaler (thiner, lem dll)
208
2. Nikotin (rokok)
3. Kafein (kopi, teh )
Napza dibagi menjadi 3 golongan yaitu :
1. Golongan depresan : Heroin, Zat Aditif/obat-obat penenang
2. Golongan stimulan : Cocain, derivat Amphetamin (shabu, ekstasy)
3. Golongan halusinogen : Alkohol, ganja, LSD, Kecubung, jamur
Dampak psikotropika dan Halusinogen yang tersering adalah gangguan perilaku
sampai dengan gangguan kepribadian atau gangguan jiwa organik
Dampak narkotika yang tersering adalah infeksi Hepatitis C, HIV
dikarenakan
sebagian besar pengguna , biasa menyuntikan heroin secara bergantian dan tentu saja
gannguan perilaku.
Beberapa cara pemakaian Napza yang lazim dilakukan pengguna napza :
1. disuntik ; Heroin, shabu, penenang
2. dihisap : ganja/canabis, shabu, heroin
3. dihirup : Halusinogen (LSD), cocain
4. ditelan : obat tidur, obat penenang, LSD, ektasy
5. ditempelkan : stimulantia, analgetik kuat
6. dimakan : jamur, bunga kecubung, pinang
Beberapa hal yang harus selalu diingat adanya interaksi dan efek samping tumpang
tindih antara ARV dan napza, seperti :
1. EVP meningkatkan risiko depresi dan bunuh diri
2. NVP berisiko terjadinya hepatotoksisitas pada ODHA dengan ko-infeksi
HCV/HBV
3. Kenaikan konsentrasi zidovudine 40% bila diberi bersama-sama dengan
methadone
4. Penurunan didanosine 60% dengan penggunaan bersama methadone
5. Penggunaan methadone dengan rifampisin menurunkan kadar methadone 50%
6. NVP, EVP dapat mengakibatkan putus zat opiat yang hebat pada beberapa
kasus karena penurunan efek methadone
Jika dalam kajian awal didapat data bahwa pasien masih dalam kondisi psikotik,
depresi, cemas, gangguan maladaptif maupun gangguan kepribadian lainnya
termasuk penggunaan napza aktif maka pasien direncanakan untuk dirujuk kepada
team yang berkompetensi yang tersedia di tempat konselor bekerja.
209
Jika dalam kajian awal pasien tidak didapat gangguan jiwa dan dievaluasi dapat
melanjutakan ke tahap kedua maka pada akhir sesi, konselor membuat jadwal untuk
kunjungan berikut dan memberikan gambaran apa yang akan dilakukan pada tahap
kedua.
Tahap kedua
Pada pertemuan kedua, konselor melakukan kegiatan
1. Pengkajian lebih dalam tentang persepsi pasien mengenai HIV, penularan dan
cara pencegahan untuk tidak menularkan kepada orang lain.
2. Menjelaskan rencana pemberian ARV yang telah ditetapkan oleh dokter dan
rencana pemeriksaan laboratorium sehubungan dengan terapi ARV
3. Menjelaskan semua aspek yang berhubungan dengan ARV termasuk
didalamnya rejimen yang akan diberikan, dosis, cara minum obat, interaksi
dengan makanan, logistic pasien jika hendak bepergian, efek samping yang
mungkin timbul dan tindakan yang harus diambil oleh pasien/keluaga pasien
jika timbul efek samping.
4. Analisa aspek sosial lain yang dapat menghambat Adherence dan solusinya
jika memungkinkan
5. Memberikan informasi tentang hepatitis B, C jika pasien menderita ko- infeksi
hepatits B maupun Hepatitis C
Tahap ke tiga
Pada pertemuan ketiga, konselor meminta pasien dan keluarga pasien untuk
mengulang apa yang sudah didapat pada pertemuan pertama dan kedua. Jika sudah
benar, maka tahap berikutnya adalah memberikan kesempatan untuk bertanya tentang
sehubungan dengan penyakit dan rencana pengobatan. Informasi dasar mengenai
kewaspadaan universal dapat diajarkan pada pertemuan ini untuk mengurangi
ketakutan dari keluarga pasien untuk tertular HIV.
Konselor pada pertemuan ketiga ini, jika pada pertemuan pertama dan kedua berhasil
menggali informasi, mendapatkan kepercayaan, pasien mau terbuka, akan bisa
menentukan apakah pasien akan direkomendasikan untuk mendapatkan ARV atau
tidak.
Tahap ke 4
210
Proses persalinan.
Pemberian kotrimoksasol.
Rencana tindak lanjut sampai anak mencapai usia 18 bulan untuk dilakukan
testing HIV.
Pada pasien yang rajin dan rutin mengambil dan minum obat, harus diingatkan secara
teratur oleh semua petugas kesehatan untuk tetap patuh minum obat. Menyediakan
waktu untuk berkomunikasi merupakan salah satu cara yang dapat digunakan.
211
Pada pasien yang mengalami putus obat (drop out), konseling Adherence harus
dilakukan secara lebih teliti sebelum diputuskan untuk memberikan ARV kembali.
Pada kasus putus obat, evaluasi dilakukan dengan metoda 5 A yaitu
1. Asses (mengkaji)
2. Advice (menyarankan)
3. Agree ( menyetujui)
4. Assistance ( membantu)
5. Arrange (menata)
Pada kasus putus obat, terutama jika pasien berasal dari kelompok berisiko seperti
penasun, jika pada daerah tersebut ada kelompok sebaya, dan jika konselor
mempertimbangkan perlunya keterlibatan kelompok sebaya, untuk menggali
informasi lebih jauh sebelum dilakukan evaluasi dan diberikan ARV kembali,
konselor dapat meminta kelompok sebaya untuk mengevaluasi pasien drop out. Hasil
evaluasi, analisis dan rekomendasi diberikan secara tertulis kepada konselor di rumah
sakit untuk menjadi bahan pertimbangan.
Evaluasi pada kasus putus obat, lebih ditekankan untuk melihat
1. Motivasi diri pasien
2. Masalah psikologi dan sosial
3. Menilai kemungkinan pasien relaps dalam penggunaan napza
Jika dalam evaluasi, konselor mendapatkan bukti bahwa pasien belum dapat minum
obat secara teratur dan terus menerus, maka penundaan pemberian ARV untuk kedua
kalinya dapat dipertimbangkan dan direkomendasikan.
Jika ARV ditunda untuk diberikan, maka kotrimoksasol diberikan kembali untuk
tujuan profilaksis.
Pengobatan ARV yang diberikan mengacu kepada Pedoman Terapi ARV Nasional
Kementerian Kesehatan RI
212
1. Pasien telah diberi penjelasan cukup tentang, keuntungan, risiko dan dampak
sebagai akibat dari tindakannya dan pasien menyetujuinya.
2. Pasien mempunyai kemampuan menangkap pengertian dan mampu
menyatakan persetujuannya (secara intelektual dan psikiatris).
3. Pasien tidak dalam paksaan untuk memberikan persetujuan meski konselor
memahami bahwa mereka memang sangat memerlukan ART
4. Untuk pasien yang tidak mampu mengambil keputusan bagi dirinya karena
keterbatasan dalam memahami informasi maka tugas konselor untuk berlaku
jujur dan obyektif dalam menyampaikan informasi sehingga pasien
memahami
5. dengan benar dan dapat menyatakan persetujuannya.
Referensi :
1. Manual for primary care providers: effectively caring for active substance
User
2. Delivering HIV care and Treatment for people who use drugs
3. International Harm Reduction development Program, Open society Institute
4. Sperry, L.dkk. 2nd.ed. Health Promotion and Health Counseling. Effective
Counseling and Psychotherapeutic Strategies.Boston: Pearson Education,
Inc.28-29.
Buku Pedoman Nasional Terapi AntiRetroviral , Kementerian Kesehatan RI,
Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit dan penyehatan Lingkungan
5.
6.
213
214
Penerimaan
dan
Pembukaan
Status
215
2)
3)
4)
5)
6)
1)
Lingkaran Dalam Orang yang kita percayai dan akan membantu kita
dalam kondisi apapun.
216
2)
3)
ODH
A
Membangun penerimaan diri adalah hal vital bagi kesejahteraan dan kesehatan
seksual pada orang yang terinfeksi HIV. Hal ini karena membantu membangun lebih
banyak dukungan dan gambaran komunitas yang nyata. Setiap orang mengetahui
situasi yang sesungguhnya berkaitan dengan HIV, memahami perilaku yang
mempunyai risiko dan yang tidak dan dapat mengambil tindakan untuk melindungi
217
Tujuan Pembelajaranumum :
Pada akhir sesi, peserta mampu melakukan konseling dasar adiksi Napza, khususnya
intervensi singkat.
Tujuan Pembelajaran Khusus:
1. Menjelaskan ruang lingkup konseling dasar adiksi Napza
2. Menjelaskan pengetahuan dan ketrampilan dasar untuk intervensi singkat
218
menggunakan
bahan tayang
2. Menggali pendapat/pemahaman peserta terkait Konseling dasarAdiksi Napza
dan permasalahnnya
Sesi 2: Pembahasan materi
1. Fasilitator memberikan apresiasi atas berbagai pendapat yang disampaikan dan
melanjutkan dengan penjelasan tentang Ruang lingkup konseling dasar adiksi
Napza mengunakan tayangan Power point kemudian peserta diminta membuka
bersama-sama uraian materi sub pokok bahasan 1.
2. Fasilitator melakukancurah pendapat tentang pemahaman dan arti dari ruang
lingkup Konseling dasar Adiksi Napza
3. Fasilitator melakukan kegiatan tanya jawab terkait materi diatas
4. Fasilitator melanjutkan memberikan materi Pengenalan derajat masalah
penggunaan Napza dan menerangkan tahap demi tahap cara penilaian tersebut
5. Fasilitator mengajak peserta untuk melakukan kegiatan derajat penggunaan Napza
peserta membuka materi sub pokok bahasan 2.
6. Lanjutkan kegiatan ke sub Pokok Bahasan 3 mengenai Pengetahuan dan
ketrampilandasar untuk intervensi singkat, facilitator tidak lupa meminta peserta
untuk membuka dan membaca uraian materi tersebut
7. Fasilitator melanjutkan kegiatan ke sub pokok bahasan 4 mengenai Tujuan
intervensi
singkat dengan mengunakan tayangan Power point
219
8. Ajak peserta untuk berdiskusi mengenai tujuan intervensi singkat dan kegunaannya
dalam penanganan Adiksi Napza
9. Fasilitator kembali melanjutkan ke sub pokok bahasan tentang tujuan komponen
intervensi singkat, peserta diminta membuka sub.pokok bahasan 5
10. Fasilitator mengajak seluruh peserta untuk melakukan kegiatan :
ROLE PLAY KONSELING ADIKS DASAR
Sesi 3: Refleksi
1. Fasilitator mengajak seluruh peserta untuk melakukan refleksi bersama tentang
pembahasan materi ini. Apakah tujuan pembelajaran yang ditetapkan sudah
tercapai
2. Dilanjutkan dengan menutup sesi ini dengan memberikan apresiasi atas
keterlibatan
aktif seluruh peserta
URAIAN MATERI
Sub Pokok Bahasan 1. Ruang Lingkup Konseling Dasar Adiksi Napza
Mempelajari konseling adiksi Napza membutuhkan waktu yang cukup lama,
yang tidak mungkin dikuasai hanya dengan 10 jam pelatihan. NAADAC (Asosiasi
Profesional Adiksi) di Amerika Serikat yang juga diadopsi oleh Colombo Plan di Asia
mengklasifikasi beberapa tingkatan (level) konselor adiksi profesional, yaitu level I
hingga level III. Sebagai gambaran, sertifikasi level I dapat ditempuh oleh mereka
yang memiliki 270 jam pelatihan dalam bidang gangguan penggunaan Napza,
setidaknya 3 tahun bekerja dengan supervisi di bidang terapi gangguan penggunaan
Napza, bekerja sebagai konselor adiksi dan lulus ujian sertifikasi level I. Hal ini
didasari oleh kenyataan bahwa kecuali dokter spesialis kedokteran jiwa (psikiater),
tidak ada satu profesipun yang mempelajari gangguan penggunaan Napza secara
intensif dalam kurikulum dasar mereka. Pada umumnya ilmu ini merupakan ilmu
tambahan dalam bentuk pelatihan maupun kursus singkat.
220
Atas dasar gambaran di atas, yang akan dipelajari dalam konseling dasar adiksi
Napza dalam modul ini lebih kepada intervensi singkat yang dapat diberikan oleh
semua petugas kesehatan terlatih kepada klien HIV-AIDS dengan riwayat gangguan
penggunaan Napza. Definisi intervensi singkat bervariasi, kadangkala berarti
nasehat sederhana, di lain waktu berarti intervensi minimal, bisa juga disebut
sebagai konseling singkat atau konseling jangka pendek. Heather (1994)
mengatakan bahwa intervensi singkat dapat dipandang sebagai suatu rangkaian
prinsip intervensi yang berbeda - tapi tetap menggunakan teknik dasar terapi
konvensional. Jangka waktu sesi intervensi singkat berkisar dari 5 menit hingga 1
jam, dengan waktu rata-rata umumnya adalah 15 menit.
Tujuan utama intervensi singkat adalah untuk meningkatkan kesadaran klien
terhadap adanya korelasi antara masalah yang saat ini dialami dengan penggunaan
Napzanya. Selain itu juga untuk memberikan rekomendasi pada klien untuk
perubahan perilaku berisiko dalam konteks yang alamiah dan dikendalikan oleh klien
yang bersangkutan.
Intervensi singkat umumnya bekerja dengan baik jika terapi yang lebih spesifik
dan mendalam tidak tersedia, klien tidak bersedia untuk dirujuk, atau jika klien
resisten atas suatu terapi. Intervensi singkat juga sesuai untuk klien dengan riwayat
penggunaan Napza yang bersifat ringan hingga sedang. Apabila klien memiliki
riwayat ketergantungan Napza maka intervensi singkat tidak bisa terus menerus
digunakan untuk membantu pemulihan. Klien perlu dirujuk untuk mengikuti terapi
rehabilitasi Napza yang sesuai dengan kebutuhannya. Gambar berikut ini
memperjelas bagaimana posisi intervensi singkat dalam kaitannya dengan derajat
keparahan penggunaan Napza.
Tidak
pakai
Ringan
Sedang
Signifikan
221
Berat
Terapi Napza
Intervensi Singkat
Pencegahan primer
formulir
Addiction
Severity
Index
(ASI)
yang
telah
222
ini. Penerapan ASI Lite tidak dianjurkan bila konselor belum mengenal klien. Waktu
yang dibutuhkan untuk pengisiannya adalah sekitar 15 30 menit. Pertanyaan 30 hari
terakhir menggambarkan penggunaan Napza terkini (pengguna aktif), sementara
penggunaan sepanjang hidup menggambarkan derajat keseriusan klien dalam
penggunaan zatnya.
Apapun cara yang digunakan untuk mengetahui pola penggunaan tidak
menjadi masalah. Yang terpenting adalah konselor dapat memperoleh gambaran
umum tentang derajat masalah yang dialami klien terkait pola penggunaan Napzanya.
Dengan demikian dapat disusun suatu strategi untuk perubahan perilaku yang
diinginkan. Pada kondisi dimana klien tampak mengalami gangguan penggunaan
Napza yang serius, disarankan konselor melakukan rujukan pada institusi penerima
wajib lapor (IPWL) pecandu narkotika yang memiliki layanan rehabilitasi medis
sesuai dengan kebutuhan klien.
223
aktif.Intervensi singkat dari sudut pandang terminologi berarti terbatas dalam waktu,
dimana hal ini tentu meningkatkan kesulitan dalam menerapkan keterampilan
mendengar aktif. Teknik mendengar aktif yang mutlak ditampilkan dalam berbagai
keterbatasan adalah:
Ketrampilan Konseling
Ketrampilan dasar konseling yang sangat diperlukan sebagaimana telah
disebutkan adalah mendengar aktif, yaitu kemampuan untuk membaca isi, perasaan
dan arti pernyataan klien secara akurat. Dalam perkataan lain disebut sebagai refleksi
(reflective listening) atau parafrase. Tabel berikut ini memberi gambaran ringkas
tentang tahapan mendengar aktif:
konseling
berikutnya
adalah
menggali
dan
mengatasi
individu
iklan
saran).
Fasilitas kesehatan Memfasilitasi terapi Napza yang bersifat rujukan
Program
terapi Intervensi berguna sebagai tindakan pengganti sementara bagi
Napza
225
Bertahan dan konsisten dengan prinsip sekarang dan saat ini (just
for now).
Intervensi singkat umumnya dilakukan dengan cara tatap muka, dengan atau
tanpa materi-materi tambahan yang tertulis seperti manual panduan diri, buku kerja
atau buku harian kontrol diri. Beberapa intervensi ditujukan pada permasalahan
kesehatan yang spesifik, tidak terkait dengan perilaku penyalahgunaan Napzanya.
Sebagai contoh, intervensi mungkin diarahkan untuk menolong klien agar terhindar
dari penularan HIV dengan mendorongnya mengikuti program layanan jarum suntik
steril. Contoh lain adalah bertanya pada klien tentang upaya untuk berhenti
menggunakan Napza, untuk melihat sejauh mana mereka dapat berhenti atas dasar
keinginannya sendiri, mendorong klien untuk secara ajeg datang pada kelompok
tolong diri (AA, NA).
Berikut adalah tujuan intervensi singkat bagi klien pada masing-masing
tahapan:
Situasi klien
Tujuan intervensi singkat yang disarankan
Mereka yang tidak Walaupun tidak membutuhkan intervensi secara khusus,
menggunakan
Napza
Pengguna
atau sedang
akan datang.
ringan Memberi edukasi tentang dampak penggunaan yang berisiko
tinggi dan masalah potensial yang mungkin terjadi saat
penggunaan meningkat. Intervensi singkat dapat meningkatkan
tilikan diri klien terhadap konsekuensi terkait dengan
Pengguna
berisiko
penyalahgunaan Napza.
yang Kelompok ini mungkin
belum
sampai
pada
tahapan
Penyalahguna
Pecandu
klien
masuk
pada
program
terapi,
untuk
Sub
Pokok
Bahasan
228
praktek perilaku seks yang tidak aman. Pertanyaan ini dapat menggiring Dewi
untuk berpikir lebih jauh tentang alasan menggunakan Napzanya. Dengan
eksplorasi yang sistematis tentang alasan menggunakan atau tidak menggunakan
Napza, kita dapat membantu Dewi untuk menimbang perubahan perilaku yang
konstruktif.
FRAMES
Feedback (umpan balik) diberikan pada klien tentang risiko-risiko personal
atau hendaya yang mungkin dihadapi;
Menu (berbagai pilihan) atas pilihan terapi atau kelompok tolong diri
diberikan kepada klien;
Puskesmas
atau RSKO
saya dari unit Napza. Dokter apakah anda bersedia untuk
masalah
anda
tadi
meminta
unit
Napza
disini. bisa
membantu
pemulihan
dalam
tidak
mendukung
229
berhenti
menggunakan tidak
anda
jalankan,
valium?
jalan
keluar
agar
adalah
saya
anda
buruk.
melihat frekuensi penggunaan bisakah
umpan balik
anda
menceritakan
valiumnya
dan
kesadaran ada
kesulitan
dalam
anda.
menjalankan kontrak tersebut?
Berbicara tentang minum valium rata-rata 3 kali
ini
kontrak
tidak
perubahan
menetapkan
kacau.
tujuan
Anda
perlu
situasi-situasi
yang
bagaimana
Menyimpulkan
dan mengakhiri
belum
siap
untuk
230
obat
dokter
bertemu
lagi
minggu
kemajuan
ini
dapat
231
untuk
mengungkap
status
HIV
positif
kepada
pasangan/keluarga
232
Untuk dapat membantu penderita HIV/AIDS, juga pasangan dan keluarganya, untuk
mengatasi stres, mengambil keputusan yang tepat, serta beradaptasi terhadap kondisi
krisis, dibutuhkan konseling lanjutan oleh konselor yang sudah berpengalaman dan
memiliki keterampilan yang memadai untuk melakukan konseling tersebut.
Konseling HIV/AIDS bagi pasangan dan keluarga ditujukan untuk
memberikan dukungan psikologis, yaitu dengan mendengarkan keluhan dan
pengungkapan masalah klien yang berkaitan dengan HIV/AIDS secara empatik.
Selanjutnya pasangan dan keluarga dibantu untuk memecahkan masalah, yaitu
dengan mendiskusikan alternatif-alternatif solusi serta mempertimbangkan dampak
negatif dan positif dari setiap alternatif. Klien juga dibantu untuk dapat menerima
masalah yang tidak bisa dipecahkan dari sudut pandang yang lebih positif. Klien juga
belajar ketrampilan untuk menjalin komunikasi dan interaksi yang lebih positif
diantara
pasangan
dan
anggota
keluarga.Dengan
demikian
mereka
dapat
mengembangkan pola interaksi dengan pasangan dan keluarga secara lebih efektif
dan bermanfaat untuk mengatasi masalah-masalah selanjutnya.
TUJUAN PEMBELAJARAN UMUM :
Setelah mengikuti pelatihan peserta mampu memahami teknik dan tahapan-tahapan
dalam konseling keluarga dan pasangan terkait HIV AIDS
TUJUAN PEMBELAJARAN KHUSUS :
Setelah mengikuti pelatihan peserta mampu menerapkan teknik dan tahapan-tahapan
dalam konseling keluarga dan pasangan, serta mengintegrasikan ketrampilan yang
dipelajari dalam membahas kasus-kasus HIV/AIDS :
1.
2.
3.
4.
5.
233
perkenalan. Sampaikan
tentang
234
HIV
AIDS
Sesi 3: Refleksi
1. Fasilitator mengajak seluruh peserta untuk melakukan refleksi bersama
tentang
pembahasan materi ini. Apakah tujuan pembelajaran yang ditetapkan sudah
tercapai
2. Dilanjutkan dengan menutup sesi ini dengan memberikan apresiasi atas
keterlibatan aktif seluruh peserta
URAIAN MATERI
Sub Pokok Bahasan 1. Johari Windows
Dalam melakukan proses konseling, seorang konselor perlu memahami siapa
dirinya. Pemahaman diri bisa dilihat dari bagaimana cara konselor memandang orang
lain dan bagaimana orang lain memandang diri konselor. Pemahaman diri di sini
bukan hanya sebatas mengenali Siapa Saya?. Yang penting dalam pemahaman diri
bagi seorang konselor adalah apa dampak dari atribut/karakteristik/kepribadian yang
konselor miliki saat berhadapan dengan orang lain. Pemahaman diri dan penerimaan
terhadap segala kekurangan dan kelebihan akan membantu konselor untuk mengenali
perbedaan dan keunikan pada setiap klien.
Inisiatif untuk melakukan eksplorasi terhadap diri sendiri sebaiknya berasal dari
masing-masing
individu.
Proses
mengenali
aspek-aspek
dalam
diri
dapat
1. Area Publik (The Public Self). Area ini adalah bagian dalam diri yang
kita perlihatkan kepada orang lain. Hal ini melibatkan fakta mengenai
latar belakang serta keterbukaan terhadap pikiran dan perasaan. Orang
dengan area publik yang besar biasanya terlihat lebih santai dan terbuka.
Proses konseling bisa dilihat sebagai proses untuk membuka area publik
dari klien dengan cara membuat klien bisa membicarakan masalahnya
236
karena takut hal itu dapat merusak self-image yang sudah mereka bentuk.
Sebagai bentuk pertahanan diri, ia suka memiliki pikiran irasional,
berbicara berlebihan, dan kurang bisa mendengarkan orang lain untuk
menghindari orang lain melihat area buta tersebut. Hal ini membuat
konselor terlihat kurang terbuka terhadap masukan, hanya melihat dari
sudut pandanganya sendiri, dsb. Ketika berhadapan dengan klien yang
memiliki area buta yang besar, konselor seringkali mengalihkan,
menantang atau melakukan konfrontasi untuk membuktikan bagaimana
konselor salah menilai mereka.
4. Area Gelap (The Undiscovered Self / Unknown Self). Ini adalah area
yang tidak ketahui oleh diri dan juga orang lain. Orang yang menutup diri
atau jarang berhubungan dengan orang lain seringkali memiliki area gelap
yang besar. Konselor maupun klien yang memiliki area buta yang besar
sering memiliki masalah komunikasi. Dalam kehidupan sehari-hari sering
terjadi kesalahan persepsi maupun kesalahan perlakuan kepada orang lain
karena tidak saling mengenal baik kelebihan, kekurangan dan juga
statusnya.
Sub Pokok Bahasan 2. Intervensi Krisis model ABC
Seseorang mengalami situasi krisis saat ia mengetahui bahwa ia mengidap
HIV positif karena ia memikirkan adanya ketidakstabilan, ancaman kematian,
membayangkan masalah kesehatan, penolakan sosial dan perubahan pola hidup di
masa yang akan datang. ODHA mulai merasa bahwa sumber daya untuk
memecahkan masalah hilang, timbul emosi-emosi negatif, dan ia tidak dapat melihat
pilihan lain yang tersedia untuk membantu proses coping. Situasi krisis adalah
kondisi dimana:
-
dan/atau internal.
Individu mengalami peristiwa yang menimbulkan ketidakstabilan emosi.
238
ODHA akan mencoba untuk mengkaji masalah-masalah yang mereka hadapi. Namun,
karena adanya krisis, maka berdampak pada berbagai area seperti masalah personal,
pekerjaan, sosial dan ekonomi, dan pada jangka waktu tertentu mengakibatkan
adanya stres akut. Situasi yang intens dapat mengganggu kemampuan individu untuk
menghadapi situasi krisis dengan cara yang adaptif.Mereka gagal untuk memecahkan
masalah karena mereka tidak terbiasa, keterampilan coping terbatas dan kurangnya
dukungan.
Fase II: Ketidakteraturan (Disorganization)
Ketidakmampuan untuk menyelesaikan masalah-masalah yang muncul dari situasi
krisis menimbulkan intensitas emosi semakin meningkat, perasaan tidak berdaya,
putus asa, tidak aman dan tidak mampu berbuat apa - apa. Individu merasa tidak
mampu mengatasi situasi krisis dan menyelesaikan masalah-masalah yang
dihadapi.Muncul kebingungan dan gejala yang berhubungan dengan stres bisa
mengganggu fungsi fisik, emosional, sosial dan perilaku. Perilaku coping yang baik
menjadi semakin sulit terbentuk dan muncul gejala stress lain yang ditandai adanya
gangguan tidur, gelisah, dan perasaan tidak aman (insecure).
Fase III: Mengambil langkah panik untuk coping
Dalam situasi krisis, kemampuan untuk berpikir secara rasional tertutupi oleh adanya
penolakan (denial), keinginan untuk menyakiti diri (percobaan bunuh diri, melukai
diri sendiri),
239
240
241
memberikan harapan seperti Kamu terkena HIV dan kamu tidak bisa
merubah itu. Tapi kamu bisa memilih bagaimana kamu menjalani sisa hidup
kamu
4) Reframing
Restrukturisasi kognitif dari suatu peristiwa krisis menjadi peristiwa yang
memiliki harapan untuk diselesaikan.
C: Coping (teknik mengatasi stres)
Tahap akhir adalah melihat perilaku coping (cara-cara mengatasi stres)
sebelum saat sesudah peristiwa krisis. Cara coping klien sebelum peristiwa krisis
bisa digunakan untuk menyelesaikan masalah saat ini dan masalah yang akan
dihadapi nantinya. Untuk melakukan ini konselor perlu menanyakan bagaimana cara
klien menyelesaikan permasalahan di masa lalu.Setiap cara, baik itu membantu atau
tidak, perlu dicatat sehingga klien bisa melihat mana cara yang berhasil dan mana
yang tidak.
Jika klien tidak bisa mengidentifikasi perilaku coping, konselor perlu menyemangati
klien untuk mencoba menemukannya.
dengan efektif. Namun sebaliknya, bila pola interaksi keluarga tergolong maladaptif
maka masalah yang muncul akan memperburuk interaksi secara keseluruhan.
Simtom/masalah yang muncul pada individu dapat dipandang sebagai
ekspresi dari kebiasaan dan pola interaksi dalam keluarga. Dengan demikian masalah
individu dapat: a) memiliki fungsi atau tujuan dalam keluarga, b) terus berlanjut
karena dipertahankan oleh proses-proses dalam keluarga, c) mencerminkan
ketidakmampuan keluarga dalam mencapai produktivitas, terutama pada masa
transisi, d) merupakan simtom yang turun temurun dari generasi sebelumnya. Dengan
demikian, cara terbaik untuk mengatasi simtom/masalah yang dihadapi individu
adalah dengan memahami pola interaksi dalam keluarga dan mengubahnya menjadi
interaksi yang lebih adaptif.
b. Family Rules
Interaksi dalam keluarga biasanya mengikuti pola-pola yang menetap
berdasarkan struktur keluarga. Pola-pola tersebut memungkinkan anggota keluarga
untuk mengetahui apa yang diperbolehkan, dilarang, diharapkan dalam hubungan
keluarga. Dalam setiap keluarga terdapat aturan-aturan tidak tertulis yang membantu
mengarahkan dan menstabilkan fungsi keluarga sebagai suatu kesatuan.Aturan yang
berlaku berkaitan erat dengan nilai-nilai yang dianut keluarga, yang biasanya
merupakan hal yang turun temurun.
Bila meminta sesuatu pada ibu, tunggu saat moodnya baik
Istri harus taat pada suami dan suami punya hak untuk mengambil keputusan yang
tidak bisa diganggu gugat
c. Family Homeostasis
Homeostasis keluarga adalah usaha-usaha regulasi dalam keluarga untuk
mempertahankan stabilitas dan menghindari perubahan.Setiap keluarga biasanya
memiliki rentang perubahan yang bisa diterima. Perubahan yang terlalu besar atau
terjadi tiba-tiba akan memperoleh reaksi yang bertentangan. Mekanisme homeostasis
tidak selamanya tepat dan efektif untuk memperoleh keseimbangan dalam keluarga.
Dalam mempertahankan homeostasis, usaha untuk kembali ke kondisi semula
tidak selamanya tepat dan justru dapat menghambat potensi dan kemampuan keluarga
untuk membentuk ikatan yang lebih kuat (resiliensi). Dalam proses konseling,
pasangan dan keluarga perlu didukung untuk beradaptasi dan mencari solusi terhadap
masalah sehingga akan tercapai keseimbangan baru.
d. Family Subsistem
243
dapat berperan sebagai anak, istri, ibu, kakak dan sepupu. Dengan
demikian ia perlu belajar untuk berintaraksi dalam berbagai situasi dan memiliki
tanggungjawab yang berbeda-beda. Subsistem yang menetap dalam setiap keluarga
adalah pasangan, orangtua, dan saudara sekandung.
e. Family Boundaries
Dalam setiap keluarga terdapat garis-garis batas yang tidak nyata namun
memberi batas antar anggota keluarga dan antara keluarga dengan lingkungan luar.
Garis batas atau boundaries ini berfungsi untuk memberi batas diantara anggota
keluarga, menentukan siapa yang termasuk orang dalam dan orang luar,
mengatur keluar masuknya informasi. Boundaries muncul dalam bentuk aturanaturan, baik yang tertulis maupun tidak.Keluarga dapat berfungsi secara efektif bila
boundaries yang ada jelas dan fleksibel. Boundaries berkaitan erat dengan family
rules, seperti yang terlihat pada contoh di bawah ini:
Anak-anak harus meminta ijin kepada orangtua sebelum pergi ke luar rumah
Suami dan istri punya privasi terhadap barang-barangnya
Masalah keluarga harus diselesaikan secara intern, tanpa melibatkan orang lain
f. Pola Komunikasi Keluarga
Salah satu tokoh terapis keluarga yang banyak membahas tentang komunikasi
dalam keluarga adalah Virginia Satir yang mengembangkan Experiential Family
Therapy. Menurutnya, gaya komunikasi dalam keluarga mencerminkan perasaan dan
harga diri masing-masing anggota. Pada keluarga yang tidak harmonis terjadi
komunikasi disfungsional, yaitu yang komunikasi yang tidak jelas, tidak langsung,
terdistorsi dan tidak lengkap. Dari pengamatannya, Satir menemukan 5 gaya
komunikasi yang dilakukan anggota keluarga saat menghadapi masa stres. Gaya
komunikasi ini tampil dalam ungkapan verbal dan juga bahasa tubuh dalam
kehidupan sehari-hari.
a) Placater: lemah, cenderung menurut pada orang lain, banyak meminta maaf,
mencoba menyenangkan semua pihak
b) Blamer: mendominasi, mencari kesalahan orang lain, merasa paling benar
c) Super-reasonable: kaku dalam berpikir, tampak tenang, rasional, berusaha
tidak terlibat secara emosional
244
dilihat
perbedaan
diantara
konseling
individual
dengan
konseling
pasangan/keluarga:
Konseling Individual
Konseling Pasangan/Keluarga
Memfokus pada diagnosis yang akurat Melakukan eksplorasi terhadap pola interaksi,
berdasarkan ICD-10 atau DSM
Proses
konseling
hanya
pada
anak)
penyebab,
individu
untuk
dan
bagaimana
hubungan
tersebut
masalahnya sendiri
245
secara jelas.Disamping itu genogram juga dapat membantu anggota keluarga untuk
memandang keluarga dan masalah mereka secara berbeda. Beberapa manfaat dari
genogram:
garis hubungan antar anggota keluarga, bentuk interaksi diantara dua orang atau
lebih, jenis masalah yang dimiliki oleh masing-masing anggota keluarga (lihat
Lampiran 1). Pembuatan genogram meliputi 3 tahapan :
a) Pembuatan struktur keluarga
Dasar dari genogram adalah penggambaran dari hubungan secara biologis
dan hukum dari para anggota keluarga, dari satu generasi ke generasi
246
2.
247
3.
4.
5.
6.
pertemuan
kedua
biasanya
sudah
terjadi
perubahan
yang
signifikan.Jumlah sesi pada pendektan ini berkisar hanya 4-5 sesi. Yang
penting adalah kerjasama terapis dan klien dalam menciptakan realitas baru.
7.
Tidak ada satu cara benar dalam melihat sesuatu, pandangan yang berbeda
tetap valid dan cocok dengan fakta
Tidak ada istilah benar dan salah dalam mempersepsi suatu hal.Tetapi diantara
persepsi yang berbeda-beda tersebut ada yang bermanfaat dan ada yang
tidak.Bagaimana seseorang berusaha mengatasi masalahnya tergantung pada
persepsinya terhadap masalah tersebut.Contoh : anak membolos bisa
248
Fokus terapi pada apa yang mungkin dan dapat diubah, bukan yang tidak
mungkin dan tidak dapat diselidiki
Terapi jangka panjang seringkali berusaha untuk mengubah hal-hal yang
relatif stabil, seperti kepribadian.Pada pendekatan ini, tujuan terapi
dirumuskan secara kongkrit dan sesuai dengan waktu terapi.Jadi dipilihlah
situasi sosial yang paling mungkin diubah.Contoh : bukan mengubah
kepribadian penderita borderline, tetapi berusaha membantu klien untuk
memperoleh pekerjaan, membentuk hubungan persahabatan atau mencegah
tindakan bunuh diri.
b. Teknik-teknik
Dalam Pendekatan Berfokus Solusi, penggunaan bahasa yang tepat sangat penting
sebab wawancara dilihat pula sebagai intervensi. Beberapa teknik khusus yang
digunakan adalah :
a) First session formula task
Mulai sekarang sampai dengan pertemuan kita selanjutnya, saya ingin Anda
melakukan observasi terhadap hal-hal apa yang ada atau terjadi dalam diri
Anda/hubungan dengan pasangan/perkawinan/keluarga, yang Anda inginkan
untuk tetap ada atau terjadi
Tugas ini diberikan kepada semua klien pada akhir sesi pertama dengan tujuan
untuk mengubah fokus klien dari hal-hal yang negatif menjadi berpikir dan
mengharapkan hal-hal positif.
b) Presuppositional questioning
Pertanyaan ini ditujukan untuk mengarahkan persepsi klien kepada
pemecahan masalah. Dasar pembuatan pertanyaan ini adalah : berupa
249
REFERENSI
Corey, G. 2009. Theory and Practice of Counseling and Psychotherapy. Belmont:
250
Thomson Brooks/Cole
Goldberg, H. & Goldberg, I. 2008.Family Therapy: An overview. 7th ed. Belmont:
Thomson Brooks/Cole
Kanel, K. 1999. A guide to crisis intervention. Pacific Grove: Brooks/Cole)
Nichols, N.P & Schwartz, R.C. 2010.Family Therapy: Concepts and methods. 9thed.
Boston: Allyn and Bacon.
reaksi
terhadap
kematian.
Teori
yang
terkennal
dibuat
Konseling Dukungan
251
POKOK BAHASAN :
Konseling dukungan menjelang kematian, dukacita dan berkabung
Sesi 1: Pengkondisian
1. Fasilitator menyapa peserta dengan ramah dan hangat. Apabila belum berkenalan
mulai dengan
menggunakan
bahan tayang
2. Menggali pendapat/pemahaman peserta terkait Konseling Dukungan Menjelang
Kematian,Duka cita dan Berkabung
Sesi 2: Pembahasan Materi
1. Fasilitator memberikan apresiasi atas berbagai pendapat yang disampaikan dan
melanjutkan dengan penjelasan tentang Konseling Dukungan Menjelang Kematian,
Duka Cita dan Berkabungdengan meminta peserta membaca secara bergantian
UraIn materi pokok bahasan diatas
2. Fasilitator meminta peserta melakukan aktifitas dengan mencoba melakukan
latihanlatihan komunikasi dengan kalimat-kalimat pertanyaan dalam uraian materi
tersebut
secara bergantian
2. Fasilitator melakukan kegiatan tanya jawab terkait materi diatas
3. fasilitator mengajak peserta untuk melakukan :
Kegiatan Materi Inti V.Pokok Bahasan 6.
Konseling dukungan menjelang Kematian , duka cita dan berkabung
Sesi 3: Refleksi
1. Fasilitator mengajak seluruh peserta untuk melakukan refleksi bersama tentang
pembahasan materi ini. Apakah tujuan pembelajaran yang ditetapkan sudah
tercapai
2. Dilanjutkan dengan menutup sesi ini dengan memberikan apresiasi atas
keterlibatan
aktif seluruh peserta
252
URAIAN MATERI
Dalam menghadapi kematian terkait perjalanan infeksi HIV dapat terjadi konflik
yang tidak dapat dihindarkanseperti rasa kegagalan, ketakutan, putus asa dan
marah.Namun dapat juga kematian dihadapi tanpa konflik dan timbul perasaan
damai dan sukacita.
Kematian mungkin memiliki berbagai arti psikologis, baik untuk orang yang
hampir meninggal maupun bagi masyarakat. Sebagai contoh, beberapa orang
memandang kematian sebagai hukumanyang sepantasnya diterima untuk apa yang
dianggap sebagai gaya hidup tidak bermoral atau memalukan.
Perubahanperilakuyangharusdiperhatikandalamkasus-kasusterminaladalah
reaksiterhadapkematian.Teori yang terkenal dibuat oleh Elizabeth Kubler-Roos
yaitu : shock denial anger bargaining depression acceptance.
a. Tahapan penyesuaian seseorang terhadap suatu stresor:
1) Stadium1.Goncangan
dan
Penyangkalan
(Shock
Denial).Saatdikatakanbahwamerekaakanmeninggal,
klienmengalamireaksiawalgoncangan emosi. Klien mungkin tampak
bingung pada awalnya dan selanjutnya menolak untuk mempercayai
diagnosis atau menyangkal bahwa semuanya itu adalah salah. Dalam
kasus seperti ini konselor harus berkomunikasi dengan klien dan
keluargaklien
tentang
prognosis(ramalan
informasi
kondisi
dasar
perjalanan
mengenai
penyakit)
dan
penyakit,
pilihan
253
karena
bunuh diri yang aktif dapat diturunkan derajatnya dan tidak boleh
dianggap sebagai suatu reaksi normal terhadap ancaman kematian.
Seseorang yang menderita akibat gangguan depresi berat mungkin
tidak mampu mempertahankan harapan. Harapan dapat mempertinggi
martabat dan kualitas hidup pasien.
254
suasana hati yang netral sampai suasana hati gembira.Di dalam situasi
yang ideal, pasien menguasai perasaan mereka mengenai kematian
yang tidak dapat dihindari dan mampu untuk berbicara tentang
kematian pada orang yang tidak mengetahuinya. Orang
yang
Pada
usia
kira-kira
atau
10
tahun,
anak-anak
orang
yang
ditinggalkan.Berkabung(mourning)
adalahproses
255
menggantikan
orangtuanya.Anak
mungkin
mengalihkan
256
konsisten,masalah
psikologis
yang
berat
pada
anak
dapat
jika
penyakit
anak
disebabkan
oleh
257
berkabung
Grief adalah rasa duka yang muncul karena kehilangan. Hal ini dapat tejadi
sebelum kehilangan itu terjadi (anticipatory grief) atau setelah kehilangan
terjadi.
258
Rasa duka yang normal biasanya diekspresikan dalam bentuk gangguan tidur, tingkat
aktifitas dan kemampuan untuk melakukan kegiatan sehari hari. Intensitas dari rasa
duka biasanya akan berkurang dengan berjalannya waktu. Bentuk lain dari rasa duka
dapat juga muncul dalam bentuk:
Reaksi emosi yang ekstrim, rasa tidak mampu mengatasi masalah dan tanpa
diselingi oleh periode emosi yang normal.
Rasa duka bisa dialami oleh pasien HIV AIDS sendiri atau oleh keluarganya. Bagi
keluarga, tingkat rasa duka tersebut dipengaruhui oleh :
Membicarakan tentang
Apa yang telah saya perbuat sehingga saya menderita seperti ini?
Pentingnya mendengarkan secara aktif, bukan saja ucapan verbal tetapi juga
non verbal
TAK
SEORANGPUN
MAMPU
MENJAWAB
PERTANYAAN-
260
Menurut anda apa yang akan terjadi di waktu yang akan datan?
Apakah akhir akhir ini merasakan hari yang tidak menyenangkan? Apa yang
membuat hal tsb?
Apa yang dapat saya lakukan agar anda dapat mencapai hal tsb?
Apa yang dapat saya lakukan agar anda bisa merasa lebih nyaman?
MATERI INTI VI
PENGEMBANGAN PROGRAM LAYANAN KONSELING DAN TES HIV
PADA KELOMPOK BERISIKO
I.
DESKRIPSI SINGKAT
Pengembangan program pelayanan konseling dan tes HIV pada materi ini
akan menekankan pada materi : program Pencegahan Penularan dari Ibu ke
Anak/bayi (PPIA) atau dikenal dengan PMTCT (Prevention of Mother to
261
III.
IV.
POKOK BAHASAN
Dalam modul ini akan dibahas pokok bahasan sebagai berikut :
1. Konseling dan tes HIV dalam layanan pencegahan penularanHIV dari
ibu ke anak (PPIA)
2. Konseling dan tes HIV pada perempuan pekerja seks
3. Konseling dan tes HIV pada kelompok GWL
4. Konseling dan tes HIV pada warga binaan lapas dan rutan
V.
METODE
Metode yang digunakan dalam proses pembelajaran yaitu :
VI.
1.
Curah pendapat
2.
3.
Studi Kasus
Komputer
LCD
Bahan tayang (slide powerpoint)
Modul
Whiteboard/filpchart + spidol
Materi Studi Kasus
262
VII.
Sesi 1 : Pengkondisian
1. Fasilitator menyapa peserta dengan ramah dan hangat. Apabila belum
berkenalan mulai dengan perkenalan. Sampaikan tujuan pembelajaran
sebaiknya menggunakan bahan tayang
2. Menggali pendapat/pemahaman peserta terkait PPIA
Sesi 2 : Pembahasan materi
1. Fasilitator
memberikan
apresiasi
atas
berbagai
pendapat
yang
2.
URAIAN MATERI
Pokok Bahasan 1. Konseling dan Tes HIV dalam Layanan Pencegahan
Penularan
HIV Dari Ibu Ke Anak (PPIA) atau Prevention Mother to Child
Transmission (PMTCT)
a. Alur Program Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke Anak/bayi
263
HIV Negatif
Perempuan
VCT
Pertahankan
2. hamil
Cegah kehamilan tidak direncanakan/dikehe
Tidak
HIV Positif
primer
Infeksi
pasangannya
Merespon
faktor
kontekstual
yang
meningkatkan
Prong II :
Pencegahan kehamilan yang
tidak
diinginkan
pada
264
Konseling
perempuan
dan
pasangannya
guna
Prong III:
Pencegahan penularan
HIV
HIV
yang
ingin
menghentikan
kehamilannya.
Pastikan perempuan HIV mempunyai akses ke sistem
pelayanan antenatal dan PMTCT
pada perempuan
Prong
IV:MTCT
Plus
Menyelenggarakan perawatan
dan
dukungan
untuk
265
266
bayinya dari infeksi HIV. Hal ini juga dapat dijadikan motivasi yang
kuat untuk menerapkan praktek-praktek seks yang aman, mendorong
pasangan melakukan tes serta membahas perencanaan keluarga
d) Penularan HIV dari ibu ke anak (Mother to Child Transmission,
MTCT)
Tabel berikut di bawah ini menjelaskan faktor-faktor yang menyebabkan
bayi memiliki risiko tertular HIV dari ibunya
FAKTOR RISIKO MTCT
Bukti kuat
Maternal
Bukti terbatas
Status gizi ibu
Defisiensi vitamin A
Karakteristik virus
Anemia
Penyakit lanjut
IMS
Chorio-amnionitis
Pemberian ASI
Merokok
Obstetrik
Monitoring
sesar
Episiotomi
dalam
jangka panjang
Bayi
lapisan mukosa
Prematur
ASI
cerna
Infeksi neonatal
267
HIV tidak menular melalui plasenta ke janin. Plasenta melindungi bayi dari
HIVtetapiperlindungan menjadi tidak efektif bila ibu :
a) Mengalami infeksi viral yang lain, bakterial dan parasit (terutama
malaria) pada plasenta selama kehamilan
b) Terinfeksi HIV selama kehamilanmembuat meningkatnya muatan
virus pada saat itu
c) Mempunyai daya tahan tubuh yang sangat menurun berkaitan dengan
AIDS
d) Mengalami malnutrisi selama kehamilan yang secara tak langsung
berkontribusi untuk penularan dari ibu kepada anak
2) Penularan HIV selama proses kelahiran
Bayi yang terinfeksi dari ibu, mempunyai risiko lebih tinggi pada saat
dilahirkan.Kebanyakan bayi tertular HIV pada proses kelahiran, didapat
melalui proses menelan atau mengaspirasi darah ibu atau sekresi
vagina.Faktor yang mempengaruhi tingginya risiko penularan dari ibu ke
anak selama proses melahirkan adalah :
a) Lama robeknya selaput ketubanseringkali dalam bentuk ketuban
pecahdini (KPD)
b) Chorioamnionitis akut (disebabkan tidakditerapinya IMS atau infeksi
lainnya)
c) Teknik invasif saat melahirkan yangmeningkatkan kontak bayi
dengandarah
ibu
misalnya,
episiotomi,
EF(ekstraksi
forceps),
EV(ekstraksi vacum).
d) Anak pertama dalam kelahiran kembar.
3)
268
pemberian
ASI
pada
bayi
dari
ibu
HIV
harus
269
dapat
menggunakan
makanan
pengganti
dan
pemberianmakanan
didukung
bayi:
terus
menerus.
kebijakan,
hasil
(HIV
dan
kolaborasi
UNAIDS/WHO/UNICEF, 1997).
c) Beberapa butir pertimbangan akan perlunya ASI diberikanatau tidak,
maka :
270
dapat diterima
layak dimakan/diberikan
terjangkau
aman
pengetahuan
tentang
cara
mempersiapkan
makanan
dimana
tingkat
kematian
bayi
akibat
infeksi
tinggi,
mengurangi
risiko
penularan
HIV,
begitu
keadaan
Sosial budaya
Kondisi ibu
271
Para ibu perlu dukungan terus menerus dan informasi agar dapat
mengambil keputusan
bagi bayinya.
f.
272
tidak diganti dengan makan lebih banyak, berat badan akan turun dan otot
melemah sehingga tubuh kurang dapat mengatasi infeksi.
b) Mengurangi asupan makanan
Seseorang dengan HIV AIDS dalam keadaan tertentu mengurangi asupan
makanan, yakni bila
1) jamur merata di mulut, sakit pada mulut atau tenggorokan
2) sulit menelan
3) mual, muntah, diare
4) tidak nafsu makan
5) gangguan pada lidah sehingga cita rasa makanan yang berbeda
6) lelah, depresi, apatis dan faktor psikologis lainnya
7) tidak cukup uang atau kemampuan untuk mendapatkan makanan
8) kesulitan membeli, menyiapkan makanan dan memakannya
9) kurangnya kesadaran mengenai pentingnya gizi, khususnya pada saat
baru sembuh
c) Gangguan Penyerapan makanan
Makanan yang masuk sistem pencernaan akan mengalami proses yaitu
dihancurkan lalu dilumatkan dan diolah oleh enzym menjadi nutrien yang
akan diserap melalui usus dan masuk kepembuluh darah yang selanjutnya
dipakai tubuh. Bila ada kerusakan mukosa usus akibat infeksi yang merusak
sel usus, maka penyerapan akan berkurang.
Odha mungkin tidak dapat menyerap makanan dengan baik dan tubuh
mereka tidak dapat menggunakan nutrisi dalam makanan secara optimal.
Hal tersebut mengakibatkan kurangnya penyerapan nutrisi dari makanan
yang mereka makan.
Diare merupakan cerminan tingginya gerak peristaltik usus yang tidak
memberi kesempatan cukup untuk proses absorbsi makanan. Bila tubuh
tidak dapat menyerap nutrisi dengan baik, maka tidak akan didapat nutrisi
yang dibutuhkan dan mengakibatkan gangguan fungsi tubuh.
d) Beberapa perubahan terkait metabolisme, yaitu :
1) Tubuh memproses makanan secara salah, dalam hal metabolisme
karbohidrat akan dapat berakibat meningginya kadar gula darah.
2) Pemecahan dan pengambilan tenaga dari otot secara berlebihan akan
merusak otot tubuh yang mengakibatkan bengkak pada kaki dan
tubuh.
3) Penggunaan lemak yang berbeda dari biasanya akan meningkatkan
kadar lemak dalam darah.
273
4) Tubuh tidak dapat memproduksi cairan tubuh seperti air liur dan cairan
pencernaan untuk memecah makanan menjadi nutrien sehingga
penyerapan makanan berkurang.
e) Makanan dan Obat
Obat ARV dan anti tuberkulosis seringkali membuat sistem cerna
terganggu sehingga gizi dan asupan makanan mengalami hambatan. Selain
itu infeksi HIV dapat mengganggu fungsi pencernaan. Secara umum, obatobatan akan bekerja lebih efektif pada orang dengan gizi baik. Beberapa
obat mungkin perlu dimakan bersama dengan makanan atau cairan atau
saat lambung kosong. Oleh karena itu makanan menjadi penting dalam
pengobatan.
f) Gizi mempengaruhi kualitas hidup
Kebutuhan gizi dan dampaknya bervariasi tergantung pada stadium dari
infeksi HIV. Pada stadium manapun, gizi merupakan faktor penting dalam
perawatan Odha. Bila asupan gizi baik, maka sangat mungkin berdampak
pada :
1) Kualitas hidup yang lebih baik
2) Tetap aktif dan mampu memelihara kesehatannya sendiri
3) Mengurangi seringnya jatuh sakit dan sembuh lebih cepat akibat
infeksi
4) Mempertahankan selera makan dan berat badan
Makanan juga merupakan sumber energi. Asupan yang memadai membuat
setiap Odha akan dapat beraktivitas lebih baik termasuk untuk mencari
nafkah maupun tugas sehari-hari. Anak dengan HIV yang mempunyai gizi
baik akan :
1) Tidak terhambat untuk sekolah, sehingga mendapat pendidikan dan
pengetahuan lebih baik
2) Mempunyai cukup tenaga untuk bermain dan tumbuh-kembang lebih
baik
Status gizi yang buruk akan memperburuk sistem kekebalan tubuh
sehingga berakibat makin banyaknya infeksi oportunistik yang menguasai
tubuh.
274
g) Konseling Gizi
Konseling gizi memberikan pengetahuan pada Odha
tentang fungsi
h) Keamanan Makanan
Makan makanan yang bersih dan aman adalah penting bagi setiap orang.
Infeksi dari air dan makanan dapat mengakibatkan seseorang menderita
sakit. Karena itu, pencegahan infeksi melalui makanan dan air sangat
penting.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan :
1) Lebih baik mencegah infeksi daripada mengobatinya.
2) Diskusikan dengan klien anda tentang cara-cara menjaga kebersihan
dan keamanan makanan di rumah, seperti :
a) Jagalah kebersihan tangan, peralatan makan dan tempat
penyiapan/pengolahan makanan
b) Pisahkan makanan mentah dan makanan yang telah dimasak
c) Masak makanan sampai matang
d) Jaga makanan pada temperatur yang aman
e) Pergunakan air dan makanan yang bersih
f) Sering membersihkan mulut, kumur-kumur dengan air garam
yang hangat, gunakan air masak yang bersih
275
276
Pada perempuan yang teridentifikasi HIV positif sebelum atau selama hamil,
konseling yang berkaitan dengan tes akan membantu mereka dapat membuat
keputusan akan perlunya intervensi lanjutan seperti profilaksi ARV dan pemilihan
pemberian makanan pada bayinya. Konseling dan tes HIV membantu perempuan
tersebut merencanakan masa depannya dan keluarganya, juga membantu untuk
mengambil
langkah
selanjutnya
dalam
memelihara
kesehatannya,
tidak
277
2) Dampak hasil tes reaktif dan tantangan yang harus didiskusikan antara lain :
a) Stres dan perasaan ketidakpastian : Klien HIV positif mungkin tidak
berhasil mengatasi hasil tes HIV reaktif misalnya klien menjadi cemas,
menunggu perkembangan tanda dan gejala HIV AIDS, menjaga rahasia.
b) Klien mungkin menghadapi stigma jika informasi diungkapkan kepada
keluarga dan teman.
c) Membangun dan membina relasi, terutama hubungan perkawinan.
d) Pembatasan akses untuk
bekerja.
h. Isu gender, HAM, stigma dan diskriminasi pada perempuan terinfeksi HIV
1) Perempuan sering mendapatkan status HIV melalui kejadian tak terduga,
sesudah suami/pasangan/anak menunjukkan gejala, sehingga perempuan
mengalami beban krisis ganda. Di beberapa kasus, perempuan HIV positif
selain dirnya terinfeksi HIV juga dicap sebagai perempuan amoral (juga
menjadi sumber wabah).
2) Perempuan selalu disalahkan dalam hal penularan infeksi di dalam keluarga
sehingga menimbulkan konflik dengan suami. Hal ini dapat menimbulkan
kekerasan dalam rumah tangga.
3) Infeksi pada perempuan dapat merupakan indikasi bahwa ia atau pasangannya
mempunyai mitra seks lain dan membuka hal ini merupakan aib dalam
keluarga.
4) Ketakutan terhadap stigma sosial, tersingkir dan perasaan terisolasi, kesepian
sehingga status tetap dirahasiakan.
5) Ketakutan akan tindak kekerasan membuat perempuan sulit membuka diri
pada pasangannya.
6) Kesejahteraan perempuan terinfeksi HIV sangat memprihatinkan. Perempuan
biasanya lebih mendahulukan kebutuhan anaknya dan menganggap rendah
kepentingan dirinya sendiri.
7) Perempuan terinfeksi mungkin akan tabah dalam mengambil keputusan
tentang hidupnya, meski menyakitkan. Keputusan itu termasuk :
a) Apa perlu mencegah kehamilan dan memilih kontrasepsi?
b) Apa hubungan seksual perlu diteruskan dan apakah kondom perlu
digunakan?
c) Bagaimana jika ingin memiliki keturunan?
278
i.
psikologis perempuan
terinfeksi HIV :
1) Perempuan memerlukan bantuan konseling
Konselor dan pendampingan dibutuhkan bagi perempuan yang baru saja
mengetahui status HIV mereka untuk menyesuaikan diri dengan reaksi
emosional berikut :
a) Marah kepada orang yang menulari dirinya
b) Sedih akan kehilangan status dan kesehatan, mengubah citra diri dan
seksualitas.
c) Adanya kemungkinan tidak memperoleh anak dan/atau meninggalkan
anak hidup sendirian.
d) Rasa bersalah berkaitan dengan kesakitan anaknya dan beban keluarga
untuk merawat orang sakit.
e) Depresi pasca melahirkan
2) Keprihatinan perempuan terkait faktor budaya dan sosio-ekonomi
Tuntutan pasangan, budaya dan sosio-ekonomi membuatperempuan:
a) Meminta izin pasangan laki-lakinya untuk menjalani tes
b) Kurangnya perlindungan terhadap HIV (penggunaan kondom)
c) Kurangnya pengendalian atas keputusan pemberian makanan pada bayi
d) Kurangnya kontrol berkaitan dengan keluarga berencana
Terbukti perempuan terinfeksi HIV mempunyai banyak keprihatinan dan
karena itu membutuhkan banyak dukungan dari anggota keluarga, temanteman, profesional dan masyarakat. Mereka perlu dibantu untuk dapat
melindungi diri dari HIV dan oleh karena itu perlu dibahas masalah dampak
yang menyakitkan, misalnya penularan kepada anaknya.
Konseling untuk memberikan informasi dengan pemahaman dalam masalah
sosial, kepedulian, pengetahuan akan situasi rumah tangga, kemampuan
279
untuk
mengungkapkan
status
dan
memperoleh
memutuskan keberlangsungan
Mengembangkan layanan konseling dan tes HIV di klinik ibu dan anak
(KIA)
1) Strategi yang efektif
a) Memperkenalkan layanan konseling dan tes HIV dan manfaat dari tes
HIV pada populasi perempuan berusia subur.
b) Konseling dan tes HIV dapat diperkenalkan pada klinik keluarga
berencana untuk perempuan yang mempertimbangkan kehamilan
c) Memperbaiki kualitas pelayanan konseling dan tes HIV di KIA
d) Mengadopsi pelayanan konseling dan tes HIV dengan strategi bisa
berhenti kapan klien mau berhenti (option out), konseling dan tes HIV
280
Jika
perempuan
tersebut
ingin
berhenti
sewaktu-waktu
Keuntungan pelayanan konseling dan tes HIV di klinik Ibu dan anak
(KIA):
a) Membuat konseling dan tes HIV sebagai pelayanan rutin di KIA
(ditawarkan pada semua klien KIA) dapat membantu mengurangi
stigma berkaitan dengan konseling dan tes HIV dan infeksi HIV.
b) Konseling dan tes HIV ditawarkan di setiap KIA lebih dapat diterima
oleh kebanyakan perempuan dari pada di pusat rawat jalan untuk lakilaki dan perempuan.
c) Pelayanan konseling dan tes HIV berbasis klinik KIA dapat mencapai
persentasi tinggi perempuan hamilterutama jika rutin ditawarkan.
d) Perempuan hamil yang tidak menyadari risiko diri dan pasangannya
mempunyai kesempatan mendapatkan penilaian risiko dalam proses
konseling dan tes HIV.
e) Melanjutkan pelayanan dalam sistem kesehatan ibu dan anak dapat
menunjang integrasi program HIV AIDS seperti PPIA, terapi IMS,
Hepatitis, TB dan infeksi lainnya, KB, dukungan gizi dan rujukan ke
layanan yang dibutuhkan.
pada
sebelum dilakukan konseling pra tes. Pada sesi ini disampaikan informasi
dasar tentang HIV dan penularannya, strategi pengurangan penularan,
prosedur tes, dan keuntungan/kerugian umum melaksanakan tes. Pemberian
informasi dalam kelompok akan mengurangi waktu konseling individual.,
karena pembicaraan tentang hal yang disebut diatas telah diberikan saat
pemberian informasi, sehingga konseling dapat langsung menuju pada
281
penilaian risiko individu, kesiapan individu untuk tes serta isu tentang
dampak penularan terhadap individu dan pengurangan risikonya.
4) Sistem option in dan option out
Perempuan yang datang ke layanan KIA, KB mendapatkan informasi HIV
AIDS. Setelah perempuan mendapatkan informasi tersebut, ada dua pilihan
yang dapat diambil :
a) Option in, suatu pilihan klien untuk menyatakan persetujuannya secara
jelas atas pelaksanaan tes HIV setelah menerima informasi pra tes.
b) Option out, klien ditawari tes HIV secara rutin dan yang bersangkutan
dapat menolak tes HIV setelah menerima informasi pra tes.
Pokok Bahasan 2. Konseling danTes HIV pada Perempuan Pekerja Seks
Sesi 1 : Pengkondisian
1. Fasilitator menyapa peserta dengan ramah dan hangat. Apabila belum
berkenalan mulai dengan perkenalan. Sampaikan tujuan pembelajaran
sebaiknya menggunakan bahan tayang
2. Menggali pendapat/pemahaman peserta terkait PPIA
Sesi 2 : Pembahasan materi
1. Fasilitator
memberikan
apresiasi
atas
berbagai
pendapat
yang
282
URAIAN MATERI
Pokok Bahasan 2. Penularan HIV pada pekerja seks dan pencegahannya
a.
pemahaman
melakukanpekerjaan
seks,
bahwa
pekerja
tetapi
berbagai
seks
bukan
dimensi
hanya
kehidupan
yang
283
284
strategi
bagaimana
mempengaruhi
pelanggan
agar
setuju
286
Gay,
memberikan
apresiasi
atas
berbagai
pendapat
yang
287
288
kalangan penasun dan hubungan seks tanpa pelindung di kalangan lelaki yang
berhubungan seks dengan lelaki.
berbeda jauh dengan di negara Asia lainnya dan dinilai mempunyai risiko
yang cukup serius dalam penularan HIV. Keterbatasan dalam mendapatkan
data tentang perilaku seks sesama jenis ini masih ada terutama karena masih
kuatnya diskriminasi terhadap mereka yang berhubungan seks sesama jenis.
b.
bakteri
serta
lendir
yang
bermanfaat,
sehingga
289
290
Menjaga konfidensial.
2)
3)
4)
5)
6)
7)
Pokok Bahasan 4. Konseling dan Tes HIV Untuk Warga Binaan Lapas dan
Rutan
Sesi 1 : Pengkondisian
1. Fasilitator menyapa peserta dengan ramah dan hangat. Apabila belum
berkenalan
mulai dengan perkenalan. Sampaikan tujuan pembelajaran sebaiknya
menggunakan bahan tayang
2. Menggali pendapat/pemahaman peserta terkaitprogram layanan HIV
untuk warga binaan lapas dan Rutan
Sesi 2 : Pembahasan materi
291
1. Fasilitator
memberikan
disampaikan dan
apresiasi
atas
melanjutkan dengan
berbagai
pendapat
yang
warga
binaan
terkait
HIV
AIDS.
Hampir
diseluruh
dunia,
HIV
sebelum
proses
hukum
berjalan.
Penasun,
pekerja
293
294
295
b)
c)
d)
e)
f)
Konseling
sebelum
bebas
hukuman:
penguranganrisiko,
296
g)
Kegiatan Materi Inti VI : Pengembangan Program Layanan Konseling dan Tes HIV
Pada Kelompok Berisiko
297
(mobile). Layanan konseling dan tes HIV dapat dilakukan di berbagai tatanan
seperti Lapas dan Rutan, institusi TNI, institusi Polri, klinik TKI dan tempattempat kerja atau perusahaan.
2.
V. METODE
e. Metode yang digunakan dalam proses pembelajaran yaitu :
1. Curah pendapat
2. Ceramah dan Tanya Jawab (CTJ)
VI. MEDIA DAN ALAT BANTU
f. Pembelajaran disampaikan dengan menggunakan media dan alat bantu :
1.
2.
3.
4.
5.
Komputer
LCD
Bahan tayang (slide powerpoint)
Modul
Whiteboard/filpchart + spidol
298
terkait
Adaptasi
layanan
memberikan
apresiasi
atas
berbagai
pendapat
yang
Kegiatan Materi Inti VII : Adaptasi dan Model Layanan Konseling dan Tes HIV
Sesi 3: Refleksi
a. Fasilitator mengajak seluruh peserta untuk melakukan refleksi bersama
tentang pembahasan materi ini. Apakah tujuan pembelajaran yang
ditetapkan sudah tercapai.
b. Dilanjutkan dengan menutup sesi ini dengan memberikan apresiasi atas
keterlibatan aktif seluruh peserta.
299
URAIAN MATERI
300
301
kelompok
menyiapkan
tempat
dan
perlengkapannya.
Pelayanan
302
Akses untuk kaum muda Konseling dan tes HIV dapat dimasukkan
dalam layanan yang bersahabat bagi kaum muda dan dapat dimulai di
Puskesmas yang telah melakukan layanan kesehatan reproduksi dan
klinik remaja.
303
Rumah Sakit.
304
agar mereka dapat mengakses. Bila perlu sediakan peta, informasi dan jadwal.
Menggunakan tes cepat akan sangat membantu karena hasil diperoleh pada
hari yang sama.
a) Kekuatan Layanan Bergerak
2. Pokok Bahasan 2. Model Layanan Konseling dan Tes HIV pada Berbagai
Tatanan
Sesi 1: Pengkondisian
a. Fasilitator menyapa
306
b)
c)
d)
Layanan konseling dan tes HIV untuk anak dan remaja korban kekerasan
seksual
e)
f)
g)
h)
307
308
309
Model layanan konseling dan tes HIV untuk TKI mengikuti Pedoman
pelayanan konseling dan tes HIV berdasarkan keputusan SK MENKES RI No
029/ MENKES/SK/I/2008, yaitu:
a) Mekanisme/Alur Pelayanan Terpadu Pelayanan Poliklinik dan Pelayanan
Pendampingan Psikologis Setiap Tenaga Kerja Indonesia (TKI) dari luar negeri
yang kembali ke Indonesia dengan menggunakan pesawat, akan diarahkan
menuju Gedung Pendataan Kedatangan (GPK) Selapajang BNP2TKI untuk
dilakukan pendataan. Data yang diambil meliputi identitas TKI : Nama, Usia,
Asal daerah, Negara tempat bekerja, Nomor Paspor dan Nama PT yang
mengirimnya. Dalam proses pendataan TKI akan dikelompokkan menjadi TKI
sehat dan atau tidak bermasalah dan TKI sakit dan atau bermasalah. TKI yang
sehat dan atau tidak bermasalah, selanjutnya menjalani alur pelayanan
kepulangan ke daerah masing-masing. Bagi TKI yang sakit langsung dibawa ke
Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP). Petugas KKP akan menghubungi pihak
poliklinik Gedung Pendataan Kepulangan (GPK) Selapajang untuk datang ke
KKP agar menangani TKI tersebut dan segera merujuk pasien tersebut ke
pelayanan poliklinik.
b) Pelayanan Poliklinik
seperti Nama, Usia, Asal daerah, Negara tempat bekerja, Nomor Paspor
dan Nama PT yang mengirim. Setelah itu, petugas akan melakukan tugas
pendampingan dan mempertimbangkan perlu atau tidak dirujuk ke
Poliklinik, kemudian melanjutkan proses ke bagian pengaduan untuk
melaporkan permasalahan yang ada.
310
dilaksanakan
menggunakan
dengan
berbagai
pendekatan
meliputi
konseling dan tes atas inisiasi klien (VCT), konseling dan tes atas inisiasi
petugas kesehatan (PITC), konseling dan tes atas perintah dinas/Mandatory
Testing & Counseling (MTC) dan tes untuk pencegahan penularan HIV
dari ibu kepada anaknya (PMTCT) serta penawaran rutin setiap kali
melaksanakan periksaan kesehatan/uji badan (Rikkes/ Ubad).
b) Tes Wajib
Untuk menjamin agar anggota TNI tetap sehat dan siap kapanpun negara
memerlukan, maka dinas mengadakan pemeriksaan dan tes HIV wajib
(Mandatory Testing and Counseling). Tes ini diberlakukan pada:
311
Pemeriksaan
HIV
dilakukan
bersama
dengan
pemeriksaan
langsung
dikembalikan
ke
satuan
asal.
Lakukan
312
4. Layanan Konseling dan Tes HIV untuk Anak dan Remaja Korban
Kekerasan Seksual.
Pada setiap tahap konseling, hak anak perlu dihormati. Konselor
melakukan konseling berfokus pada anak dan remaja korban kekerasan seksual.
Kadang-kadang anak dan remaja perlu mendapat pendampingan pihak hukum.
Pada kondisi ini para petugas kesehatan perlu mendapatkan keterampilan
konseling anak dan remaja. Dalam melaksanakan pelatihan konseling untuk
anak dan remaja, ajaklah juga mendiskusikan sisi hukum serta hak anak dan
remaja. Jika anak menjadi korban kekerasan, konselor perlu merujuk kepada
ahlinya. Konselor harus tetap memberikan dukungan pada anak, remaja dan
keluarga atau pengampunya.
Sebagian besar peraturan hukum dibanyak negara mengatakan bahwa
setiap anak memerlukan persetujuan orang tua dalam melakukan tindakan
medik atau pernyataan persetujuan hanya dilakukan dengan pendampingan
orangtua. Pernyataan hukum ini juga berlaku bagi tes HIV yang ditawarkan
kepada remaja. Dalam melaksanakan tes HIV, pastikan konfidensialitas medik
merupakan hal amat penting dan hak untuk tetap menjaga konfidensialitas
tersebut sesuai dengan UN Convention on the Rights of the Child. Pertimbangan
hukum lainnya untuk konseling dan tes HIV bagi anak dan remaja termasuk
wajib pada kejadian kekerasan seksual (status perkosaan) dan mereka yang
dipekerjakan sebagai pekerja seks.
314
Keyakinan akan persepsi bahwa mereka tidak akan tertular atau tidak
akan berisiko
Pada anak dan remaja, mereka seringkali tidak tahu akan arti stigma dan
diskriminasi yang disebabkan oleh HIV AIDS.
Jika anak telah remaja atau berumur sekitar 13-18 tahun atau ketika
telah aktif secara seksual, mereka memerlukan pengetahuan dan
keterampilan untuk bertanggung jawab akan seks aman.
Gunakan bahasa dan konsep sesuai dengan pemahaman dan tingkat usia
315
Pertama tanyakan apa yang mereka pikirkan dan diskusikan apa yang
mereka ketahui tentang HIV AIDS
Tanyakan apakah masih ada hal-hal yang belum jelas atau belum
dimengerti atau mereka ingin mengajukan pertanyaan
50-75%
Satu dari tiga kasus kematian terkait AIDS di dunia disebabkan oleh TB.
316
pengendalian
TB.
DOTS
merupakan
strategi
yang
Komitmen politik
317
318
kepada
pekerja/buruh
dilakukan
melalui
kegiatan
maupun
petugas
terlatih
HIV
AIDS
lainnya
akan
I.
DESKRIPSI SINGKAT
319
kebutuhan
perawatan
kesehatan
berkelanjutan
(Puskesmas,
II.
III.
320
IV.
POKOK BAHASAN
Dalam modul ini akan dibahas pokok bahasan sebagai berikut :
1. Pembangunan Sistem Rujukan dan Jejaring di Wilayah
2. Pengembangan Sistem Rujukkan dan Jejaring di Wilayah
V.
METODE
Metode yang digunakan dalam proses pembelajaran yaitu :
1.
2.
3.
4.
VI.
Curah pendapat
Ceramah Tanya Jawab (CTJ)
Main peran
Diskusi Kelompok
VII.
Komputer
LCD
Bahan tayang (slide power point)
Modul
Whiteboard/filpchart + spidol
Materi diskusi kelompok dan simulasi
mulai dengan
pembelajaran
sebaiknya menggunakan bahan tayang.
2. Menggali pendapat/pemahaman peserta terkait membangun sistem
rujukan layanan
penjelasan tentang
rujukan layanan.
2. Fasiilitator meminta peserta membaca secara bergantian dari
uraian materi tentang rujukan layanan di wilayah.
3. Fasilitator menjelaskan secara rinci mengenai langkah dan tujuan
dari merujuk.
4. Fasilitatator melakukan kegiatan Tanya jawab terkait materi
diatas
5. Fasilitator mengajak peserta melakukan
Kegiatan Materi Inti VII : LK . Membangun sistem Rujukan dalam
layanan
Sesi 3 : Refleksi
1. Fasilitator mengajak seluruh peserta untuk melakukan refleksi
bersama tentang pembahasan materi ini. Apakah tujuan
pembelajaran yang ditetapkan sudah tercapai
2. Dilanjutkan dengan menutup sesi ini dengan memberikan
apresiasi atas keterlibatan aktif seluruh peserta
URAIAN MATERI
1. Pembangunan Sistem Rujukan dan Jejaring di Wilayah
a. Sistem Rujukan
Melakukan rujukan dalam konseling dan tes HIV adalah tindakan yang
penting. Hal ini mengingat keunikan setiap klien dengan berbagai
permasalahan dan kebutuhan yang berbeda-beda. Selain itu hampir tidak ada
layanan yang memiliki semua pelayanan yang dibutuhkan. Melakukan
rujukan dalam sistem pelayanan kesehatan bukanlah hal yang luar biasa.
Rujukan merupakan proses ketika petugas kesehatan atau staf klinik
melakukan penilaian bahwa klien mereka memerlukan pelayanan tambahan
lainnya. Rujukan merupakan alat penting guna memastikan terpenuhinya
pelayanan berkelanjutan yang dibutuhkan klien untuk mengatasi keluhan
fisik, psikologis dan sosial.
Klien yang menerima hasil tes HIV reaktif dapat dirujuk untuk memperoleh
berbagai pelayanan seperti berikut :
322
323
Apabila
pelayanan
rujukan
tidak
menghargai
kunjungan
langsung
ke
tempat
layanan
dan
325
2. Gratis : a.
b.
c. dst
3. Bayar : a.
b.
c. dst
Alamat
Jam Bukua
No Telefon / Fax
Email
Prosedur dan alur pelayanan
326
memberikan
dan
apresiasi
melanjutkan
atas
dengan
berbagai
pendapat
penjelasan
yang
bagaimana
Sesi 3 : Refleksi
1. Fasilitator mengajak seluruh peserta untuk melakukan refleksi bersama
tentang pembahasan materi ini. Apakah tujuan pembelajaran yang
ditetapkan sudah tercapai
2. Dilanjutkan dengan menutup sesi ini dengan memberikan apresiasi atas
keterlibatan aktif seluruh peserta
URAIAN MATERI
Pengembangan Sistem Rujukan dan Jejaring
327
328
dilakukan
pembaharuan
bentuk
kerja
sama
dengan
kesepakatan-
kesepakatannya.
A.
B.
MATERI INTI IX
I. Deskripsi Singkat
Seluruh proses penatalaksanaan pencatatan Konseling dan Test HIV (KT)
yang meliputi registrasi, pra konseling, tes HIV, dan pasca konseling dicatat
secara benar dan lengkap. Setiap petugas administrasi di layanan Konseling dan
Tes HIV harus memahami serta memiliki keterampilan dalam melakukan
pencatatan tersebut.
Pencatatan dan pelaporan layanan KT dilaksanakan oleh petugas
administrasi berwewenang terhadap kelengkapan data yang ada, proses
pencatatan dilakukan dengan bantuan formulir pencatatan yang telah
distandarkan oleh Kementerian Kesehatan, kegiatan pencatatan di layanan KT
saat ini dibantu oleh alat bantu pencatatan berupa aplikasi komputer, alat bantu
ini telah dibangun sejak tahun 2006 dan saat ini aplikasi ini sudah siap untuk
diimplementasikan ke setiap layanan VCT.
II.
Tujuan pembelajaran
Tujuan pembelajaran umum :
Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu melakukan pencatatan layanan
Konseling dan Tes HIV.
Tujuan pembelajaran khusus :
Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu:
1.
2.
3.
4.
III.
Pokok Bahasan
Dalam materi ini akan dibahas pokok bahasan sebagai berikut :
Pokok Bahasan 1. Proses pencatatan
a. Pengertian pencatatan
329
Metode
Metode yang digunakan dalam materi ini adalah :
1. CTJ
2. Curah pendapat
3. Latihan pengisian formulir
4. Latihan Instalasi SIHA (Sistem Informasi HIV AIDS)
5. Latihan menginput data
6. Latihan mengeluarkan laporan
7. Latihan Upload laporan ke SIHA online (website SIHA)
V.
VI.
Pada sesi materi ini, peserta akan mempelajari 4 (empat) pokok bahasan.
Berikut ini merupakan panduan bagi fasilitator dan peserta dalam proses
pembelajaran. Pada sesi ini fasilitator akan memberikan sesi dalam bentuk bahan
tayang. Praktek akan dilakukan di setiap akhir pokok bahasan.
Sesi 1 Pengkondisian
Langkah-langkah pembelajaran:
1. Fasilitator menyapa peserta dengan ramah dan hangat. Apabila belum
berkenalan mulai dengan perkenalan.
2. Sampaikan tujuan pembelajaran, sebaiknya dengan menggunakan bahan
tayang.
3. Menggali pendapat/pemahaman peserta tentang Pencatatan Layanan
Konseling dan Tes HIV.
Sesi 2 Pembahasan Materi: Proses pencatatan
Langkah - langkah pembelajaran:
1. Fasilitator menjelaskan pentingnya pencatatan, sehingga peserta bersedia
secara sukarela melakukan pencatatan yang baik dan benar.
2. Fasilitator
pencatatan.
3. Fasilitator menekankan bahwa pencatatan yang tidak tepat akan berakibat
pembuatan laporan yang salah dan berujung pada pengambilan keputusan
yang keliru (garbage in garbage out)
4. Fasilitator memberi contoh kejadian yang mudah diingat tentang
pencatatan yang salah dan akibat fatal yang ditimbulkannya.
5. Diskusi dan curah pendapat mengenai manfaat pencatatan di layanan.
6. Fasilitator membagikan formulir-formulir pencatatan Konseling dan Tes
HIV.
7. Fasilitator menjelaskan fungsi dan cara pengisian formulir-formulir
pencatatan Konseling dan Tes HIV.
8. Fasilitator menjelaskan cara validasi formulir
9. Fasilitator bersama-sama dengan peserta latihan mengisi formulirformulir pencatatan Konseling dan Tes HIV.
Sesi 3 Pembahasan Materi: Pengisian Formulir Pencatatan Layanan
Langkah - langkah pembelajaran:
1. Fasilitator memberikan contoh formulir yang ada di layanan VCT
331
menjelaskan
spesifikasi
minimal
komputer
dengan
332
Uraian Materi
Pokok Bahasan 1. Proses pencatatan
a. Definisi Pencatatan
Pencatatan adalah proses entry data hasil kegiatan di unit pelayanan
kesehatan ke dalam kartu registrasi maupun formulir pencatatan yang
berkontribusi terhadap pengumpulan data rutin (facility based).
Judul
Janji menjamin kerahasiaan
Uraian
Ditandatangani oleh petugas VCT dan laboratorium
yang melaksanakan konseling dan tes Petugas ini
harus menjaga kerahasiaan hasil tes dan senantiasa
intervensi VCT
Formulir Ringkasan
Bulanan
333
VCT
Formulir Persetujuan Klien untuk
Tes HIV
Formulir
Pengambilan
Data
Formulir
Konseling
Tindak
Lanjut
berisiko.
Formulir ini diberikan kepada klien kepada petugas
Persetujuan
untuk
melepas
informasi
ke klinik rujukan.
Bagi klien yang membayar, bukti pembayaran harus
VCT
Formulir
diterbitkan
Formulir ini diisi oleh konselor yang meminta tes
Permintaan
Pemeriksaan Laboratorium
konselor.
Dilengkapi oleh teknisi laboratorium berdasarkan hasil
Laboratorium HIV
Register
Tahunan
Hasil
Laboratorium
Pokok Bahasan 2. Pengisian Formulir Pencatatan layanan
a. Pegenalan Formulir
Didalam layanan konseling dan tes HIV, terdapat beberapa formulir yang
digunakan untuk mencatat informasi tentang kegiatan konseling dan tes HIV.
Berikut ini beberapa formulir yang digunakan di layanan konseling dan tes HIV.
1) Formulir Jaminan kerahasiaan
334
menjaga hal-hal yang tidak diinginkan di layanan Konseling dan tes HIV
terutama tentang kebocoran informasi hasil tes HIV klien/pasien. formulir ini
ditandatangani oleh setiap petugas yang bertugas di layanan Konseling dan
tes HIV dengan diketahui oleh saksi dan penangung jawab layanan.
Formulir ini hendaknya dikoordinir dan disimpan dengan baik oleh
petugas admin. Proses penandatanganan dilakukan saat layanan konseling
dan
tes
mulai
beroprasi
atau
jika
ada
penambahan
staf
baru.
335
______________________
NAMA DARI
DARI PENANGGUNGJAWAB
LAYANAN
336
akan diberikan, dan tahu segala akibat yang mungkin timbul dari penyakit dan
tindakan medis yang akan dilakukan.
Formulir ini berisi pernyataan klien untuk bersedia menjalankan tes
HIV secara sukarela, Formulir ini ditandatangani ketika pasien hendak
melakukan pemeriksaan HIV. penandatanganan formulir ini tidak boleh
dilakukan pemaksaan kepada klien, apabila klien menolak konselor tidak
berhak melanjutkan pemeriksaan. Berikan kesempatan kepada klien untuk
membaca atau membimbingnya bila klien tidak bisa baca tulis dan hendaknya
petugas konselor menjelaskan isi dari formulir ini kepada klien.
Petugas admin bertugas menjamin keberadaan formulir ini, formulir
ini hendaknya dijadikan satu dengan map status klien sehingga memudahkan
konselor menyodorkannya saat klien tertarik untuk melakukan tes.
3) Formulir Persetujuan Untuk Tes HIV
Sebelum menanda tangani formulir persetujuan ini, harap mengatahui bahwa :
dasar kerahasiaan
Anda mempunyai hak untuk menarik persetujuan dari tes HIV sebelum
pemeriksaan tersebut dilangsungkan.
Saya telah menerima informasi dan konseling menyangkut hal-hal berikut ini:
a. Keberadaan dan kegunaan dari tesing HIV
b. Tujuan dan kegunaan dari tes HIV
c. Apa yang dapat dan tidak dapat diberitahukan dari tes HIV
d. Keuntungan serta resiko dari tes HIV dan dari mengatahui hasil tes HIV saya
e. Pemahaman dari positif, negatif, false negatif, false positif, dan hasil tes
intermediate serta dampak dari masa jendela.
f. Pengukuran untuk pencegahan dari pemaparan dan penularan akan HIV.
Saya dengan sukarela menyetujui untuk menjalani tes HIV pemeriksaan HIV
dengan ketentuan bahwa hasil tes tersebut akan tetap rahasia dan terbuka hanya
kepada saya seorang.
Saya menyetujui untuk menerima pelayanan konseling setelah menjalani tes HIV
pemeriksaan untuk mendiskusikan hasil hasil tes HIV saya dan cara-cara untuk
mengurangi resiko untuk terkena HIV atau menyebarluaskan HIV kepada orang lain
untuk waktu kedepannya.
337
Saya mengerti bahwa pelayanan kesehatan saya pada klinik ini tidak akan
mempengaruhi keputusan saya secara negatif terhadap tes HIV atau tidak menjalani
tes HIV atau hasil dari tes HIV saya.
Saya telah diberikan kesempatan untuk bertanya dan pertanyaan saya ini telah
diberikan jawaban yang memuaskan saya.
_________________
_________________
Klien/pasien
Tanggal: __/__/__
_____________________
KLIEN/PASIEN SUDAH MENANDATANGANI IZIN INFORMASI
Ya
Tidak
I. Jenis Pemeriksaan
338
Nama Pemeriksaan
REAKTIF
2. ________________ ___________ ___________
NONREAKTIF
NON
Nama Pemeriksaan
REAKTIF
3. ________________ ___________ ___________
REAKTIF
NON
Nama Pemeriksaan
II. HIV 1*
Negatif
III. ADAKAH HASIL
REAKTIF
REAKTIF
Ya
Tidak
Tidak
Tidak Perlu
MERAGUKAN
Jika
Ya,
apakah
sampel
V1
darah Ya
diminta
Alasan untuk melakukan tes Kendali Mutu eksternal
ulang
IX.
Hasil
yang
diterima
Intermediate
* Dalam area dimana juga terdapat HIV tipe 2, tambahkan 2 kotak dibawah baris ini.
Satu untukHIV tipe 2 dan satu untuk HIV tipe 1&2
KOMENTAR TAMBAHAN
............................................................................................................................................
............................................................................................................................................
............................................................................................................................................
............................................................................................................................................
_____________________
_______________________ ____________________
Petugas Lab/nama dokter
Tanda tangan
____ Tanggal
339
Tanggal :
__/__/__
LAPORAN LABORATORIUM
Nama Tes
1. _________________________________
2. _________________________________
3. _________________________________
Hasil
Reaktif
Reaktif
Reaktif
Non Reaktif
Non Reaktif
Non Reaktif
HASIL AKHIR
Negatif
V1*
* Dalam area dimana juga terdapat HIV tipe 2, tambahkan 2 kotak di bawah baris ini.
Satu untuk HIV tipe 2 dan satu untuk HIV tipe 1 & 2.
NOTE :
Hasil tes Negatif tidak termasuk pemaparan terhadap HIV yang terjadi baru-baru ini
(Klien/pasien mungkin sedang dalam masa jendela dari infeksi HIV).
_________________________
Tanda tangan yang berwenang
Lokasi serta alamat dan nomor telepon harus disertakan dibawah ini
(Salinan dari laporan ini tidak boleh diberikan kepada klien/pasien)
6) Formulir Konseling dan Tes HIV
Formulir Konseling dan Tes HIV digunakan untuk mencatat segala informasi
klien/pasien pada saat melakukan Konseling dan Tes HIV. Formulir ini diisi
340
341
342
Formulit PITC
dilakukan
oleh
konselor.
Seorang
petugas
administrasi
berhak
343
2.
2 digit kedua
2 digit ketiga
2 digit keempat
Alamat:
Tulis alamat lengkap dengan Rukun Tetangga (RT) dan Rukun Warga (RW)
atau keterangan tempat tinggalnya sesuai dengan kartu tanda pengenal
yang dimiliki pasien untuk mempermudah kegiatan penanganan lebih
lanjut. Apabila dimungkinkan ditambahkan informasi no telp klien.
4.
5.
Provinsi:
Diisi provinsitempat klien tinggal
344
6.
Jenis Kelamin:
Contreng () Lingkaran sesuai jawaban klien
7.
8.
Tanggal Lahir:
Tulis tanggal lahir klien berdasarkan dengan kartu tanda pengenal yang
dimiliki klien atau berdasarkan dengan pengakuan klien. Isikan sesuai
format 2 digit tanggal, 2 digit bulan, dan 4 digit tahun.
Catatan: Apabila klien tidak dapat menyebutkan tanggal lahir maka
gunakan umur sebagai patokan pengisian kemudian gunakan tanggal 1
januari sebagai adjusment tanggal lahir, Apabila klien tidak dapat
menyebutkan tanggal lahir gunakan asumsi menurut pendapat kita dan
untuk tanggal tetap menggunakan 1 januari sebagai adjusment.
9.
Pendidikan terakhir :
Jenjang pendidikan terakhir yang pernah dijalani oleh klien.
Contreng () Lingkaran sesuai jawaban klien
Contreng
()
Lingkaran
"SD/Sederajat"
bila
klien
pernah
345
Contreng
()
Lingkaran
"SMP/Sederajat"
bila
klien
pernah
bila
klien
pernah
Contreng
()
Lingkaran
"SMA/Sederajat"
pernah
mengenyam/lulus
pendidikan
Akademi/Perguruan
Tinggi/sederajat.
Apabila klien putus sekolah maka tetap dicatat berdasarkan jenjang
pendidikannya, contoh kelas 3 SD maka dicatat pendidikannya SD.
10.
Status Perkawinan:
Contreng () Lingkaran sesuai jawaban klien.
11.
12.
13.
Pekerjaan:
Contreng () Lingkaran sesuai jawaban klien.
346
14.
Kelompok Risiko:
Contreng () Lingkaran jawaban yang sesuai dengan pilihan yang tersedia
dan satu klien dapat memiliki lebih dari satu kelompok risiko.
a. Pekerja seks (PS), berdasarkan jenisnya dibagi menjadi dua
b. Gay adalah laki-laki yang Suka Hubungan seks dengan sesama Lakilaki
(LSL):
adalah
laki-laki
yang
melakukan
seks
anal
(receptive/dianal maupun penetrative/menganal) dengan sesama laklaki. meskipun berperilaku biseksual (melakukan seks baik dengan
laki-laki maupun dengan wanita).
c. Pelanggan PS: adalah pria/wanita berperilaku risiko tinggi yang
menjadi pelanggan atau berpotensi sebagai pelanggan dari WPS, PPS
(pria pekerja seks) dan/atau waria.
347
Pasangan LSL.
Pasangan waria
Pasangan penasun.
Status Kunjungan:
Contreng () Lingkaran sesuai jawaban klien.
16.
Status Rujukan:
Contreng () Lingkaran sesuai jawaban klien.
17.
348
18.
19.
20.
21.
perempuan
dan
pasangan
perempuannya
telah
perempuan
dan
belum
memeriksakan
status
kehamilannya
349
22. Tanggal Lahir Pasangan Klien (Khusus klien yang memiliki pasangan
atau menjawab ya pada poin 19 atau 20):
Tulis tanggal lahir pasangan klien berdasarkan dengan kartu tanda
pengenal yang dimiliki klien atau berdasarkan dengan pengakuan klien.
Isikan sesuai format 2 digit tanggal, 2 digit bulan, dan 4 digit tahun.
Catatan: Apabila klien tidak dapat menyebutkan tanggal lahir maka
gunakan umur sebagai patokan pengisian kemudian gunakan tanggal 1
januari sebagai adjusment tanggal lahir.
23. Status HIV Pasangan Klien (Khusus klien yang memiliki pasangan
atau menjawab ya pada poin 19 atau 20):
Isikan status HIV pasangan sesuai jawaban klien.
24. Tanggal Tes HIV Terakhir Pasangan (Khusus klien yang memiliki
pasangan atau menjawab ya pada poin 19 atau 20):
Tulis tanggal tes HIV terakhir pasangan klien berdasarkan jawaban klien
apabila pasangan klien pernah melakukan tes HIV. Isikan sesuai format 2
digit tanggal, 2 digit bulan, dan 4 digit tahun.
Catatan: Apabila klien tidak dapat menyebutkan tanggal tes terakhir maka
gunakan lama waktu tes (bulan atau tahun)sebagai patokan pengisian,
kemudian gunakan tanggal 1 untuk lama waktu tes dalam bulan dan 1
januari untuk lama waktu tes dalam tahun sebagai adjusment tanggal tes
terakhir.
25. Tanggal Konseling PraTes HIV:
Tuliskan tanggal sesuai saat klien datang ke klinik untuk konseling pra tes
HIV.Isikan sesuai format 2 digit tanggal, 2 digit bulan, dan 4 digit tahun.
26. Status Klien:
Contreng () Lingkaran sesuai jawaban klien.
350
Lainnya, apabila alasan tes klien selain dari pilihan yang ada
Brosur
koran
TV
Dokter
Teman
Petugas Outreach
Poster
Lay Konselor
Lainnya
351
352
353
354
e. Hasil tes R3 :
hasil
:Kesimpulan
hasil
ditentukan
dari
hasil
pemeriksaan laboratorium.
Contreng
()
Lingkaran
Tidak
jika
klien
yang
hasil
355
356
B.2. Formulir Tes HIV atas Inisiasi Pemberi Pelayanan Kesehatan dan
Konseling (TIPK)
Pokok Bahasan 3. Instal Aplikasi Sistem Informasi HIV AIDS
A.
357
358
359
h. Tekan Enter
i. Tekan Enter
361
o. Klik
p. Selesai
2. Instalasi Aplikasi SIHA 1.7
a. Buka folder Aplikasi SIHA 1.7
b. Klik 2x pada file APLIKASI_SIHA_VER(1.7).exe
362
c. Pilih folder htdocs pada tempat install XAMPP, setelah itu klik Install
pada
363
f.
Selesai
364
e. Klik finish
f. Buka folder tempat instalasi firefox portable, rename
menjadi
g. Copy SIHA.exe, Paste di desktop.
h. Buka SIHA.exe di desktop, klik
365
366
d. Klik restore hingga muncul tulisan Berhasil Restore Database dari file
sim_aids.sql, silahkan di cek.
e. Selesai
A.2.
367
368
Masukkan semua informasi sesuai dengan yang ada di formulir konseling dan tes
HIV. Berikut ini beberapa petunjuk detail cara pengisian masing-masing
pertanyaan:
Tanggal Entry (harus diisi): diisi tanggal saat entry data. Klik pada form
isian, pilih tahun terlebih dahulu, kemudian bulan, dan terakhir klik pada
tanggal yang dimaksud.
No Rekam Medis (harus diisi): diisi nomor rekam medis klien sesuai
dengan yang tertulis di formulir KTS
No registrasi (harus diisi): diisi nomor registrasi klien sesuai dengan yang
tertulis di formulir KTS
Alamat: diisi alamat klien sesuai dengan yang tertulis di formulir KTS
Provinsi: klik pada form isian, kemudian pilih provinsi alamat klien sesuai
dengan yang tertulis di formulir KTS
Kabupaten (hanya bisa diisi setelah provinsi diisi):klik pada form isian,
kemudian pilih kabupaten/kota alamat klien sesuai dengan yang tertulis di
formulir KTS
369
Jenis kelamin (harus diisi): klik pada form isian, kemudian pilih jenis
kelamin klien sesuai dengan yang dicentang di formulir KTS
Tanggal Lahir (harus diisi): diisi tanggal lahir klien. Klik pada form isian,
pilih tahun terlebih dahulu, kemudian bulan, dan terakhir klik pada tanggal
yang dimaksud.
(Catatan: Jika tahun yang dimaksud tidak muncul, maka klik pada tahun
terakhir muncul, kemudian cari tahun yang dimaksud kembali. Contoh:
jika tanggal lahir tahun 1965, maka klik terlebih dahulu tahun 1975,
kemudian klik kembali pilihan tahun dan tahun 1965 akan muncul.
Status Kehamilan (hanya bisa diisi jika klien perempuan): klik pada form
isian, kemudian pilih status kehamilan klien sesuai dengan yang dicentang
di formulir KTS
Jumlah Anak Kandung: diisi jumlah anak kandung klien sesuai dengan
yang tertulis di formulir KTS
Umur Anak Terakhir (hanya bisa diisi jika klien perempuan): diisi umur
anak terkecil sesuai dengan yang tertulis di formulir KTS
Pekerjaan: klik pada form isian, kemudian pilih pekerjaan klien sesuai
dengan yang dicentang di formulir KTS
Klien Punya Pasangan Tetap (hanya bisa diisi jika klien perempuan): klik
pada form isian, kemudian pilih status apakah klien mempunyai pasangan
tetapsesuai dengan yang dicentang di formulir KTS
Klien Punya Pasangan Perempuan (hanya bisa diisi jika klien laki-laki):
klik pada form isian, kemudian pilih status apakah klien mempunyai
pasangan perempuansesuai dengan yang dicentang di formulir KTS
Pasangan Perempuan Klien Hamil (hanya bisa diisi jika klien laki-laki
dan mempunyai pasangan perempuan): klik pada form isian, kemudian
370
Status HIV Pasangan (hanya bisa diisi jika klien mempunyai pasangan):
klik pada form isian, kemudian pilih status HIV pasangan kliensesuai
dengan nomor pilihan di formulir KTS
Tanggal Tes HIV Terakhir Pasangan (hanya bisa diisi jika klien
mempunyai pasangan): diisi tanggal tes HIV terakhir pasangan klien. Klik
pada form isian, pilih tahun terlebih dahulu, kemudian bulan, dan terakhir
klik pada tanggal yang dimaksud.
Status Kunjungan: klik pada form isian, kemudian pilih status kunjungan
kliensesuai dengan yang dicentang di formulir KTS
Status Rujukan (hanya bisa diisi jika status kunjungan klien dirujuk):
klik pada form isian, kemudian pilih status rujukan kliensesuai dengan
yang dicentang di formulir KTS
Klien Pasien TB: klik pada form isian, kemudian pilih apakah klien
merupakan pasien TB sesuai dengan yang dicentang di formulir KTS
Klien WBP: klik pada form isian, kemudian pilih apakah klien merupakan
warga binaan pemasyarakatan sesuai dengan yang dicentang di formulir
KTS
Tanggal Konseling Pra Tes HIV: diisi tanggal klien datang untuk
konseling pra tes. Klik pada form isian, pilih tahun terlebih dahulu,
kemudian bulan, dan terakhir klik pada tanggal yang dimaksud.
Status Klien: klik pada form isian, kemudian pilih status kliensesuai
dengan yang dicentang di formulir KTS
Alasan Tes HIV: Centang alasan klien melakukan tes HIV sesuai dengan
yang dicentang di formulir KTS.
(Catatan: dapat dicentang lebih dari satu pilihan)
Mengetahu Adanya Tes HIV Dari: klik pada form isian, kemudian pilih
sumber klien mengetahu adanya tes HIV di klinik ini sesuai dengan yang
dicentang di formulir KTS
Pernah Tes HIV Sebelumnya: Centang apakah klien pernah melakukan tes
HIV sebelumnya sesuai dengan yang dicentang di formulir KTS.
371
Catatan:
Jika klien baru sampai tahap tes dan datanya sudah dimasukkan kedalam SIHA,
maka apabila klien tersebut datang kembali untuk post-tes dilain hari/bulan,
lakukan edit data, bukan diisi dalam form yang baru. Masukkan informasi
tentang post tes seperti tanggal post tes, kesimpulan, dsb.
372
2. Cari data klien yang akan di edit. Jika data sudah banyak, dapat menggunakan
fasilitas Search
edit.
4. Klik edit pada bagian pojok kanan
373
7. Selesai
C. Proses Pembuatan Laporan KTS (Untuk di Print)
1. Arahkan kursor ke menu Report Report KT , klik KT Edit
2. Pilih Bulan dan Tahun laporan yang akan di proses. Klik tombol load
374
3. Maka akan muncul tampilan laporan seperti berikut. Jika data yang
ditampilkan sudah sesuai, kemudian klik tombol save dibagian paling
bawah.
5. Pilih Bulan dan Tahun laporan yang akan di proses. Klik tombol load
375
6. Maka akan muncul tampilan laporan seperti berikut.Jika data yang ditampilkan
sudah sesuai, kemudian klik tombol Excel dibagian paling bawah.
7. Muncul tampilan cara penyimpanan file, pilih open with microsoft excel
376
2. Pilih Bulan dan Tahun laporan yang akan di proses. Klik tombol load
377
3. Maka akan muncul tampilan laporan seperti berikut. Jika data yang
ditampilkan sudah sesuai, kemudian klik tombol save dibagian paling
bawah.
378
5. Pilih Bulan dan Tahun laporan yang akan di proses. Klik tombol load
6. Maka akan muncul tampilan laporan seperti berikut. Jika data yang
ditampilkan sudah sesuai, kemudian klik tombol Export Table dibagian
paling bawah.
379
7. Muncul tampilan file untuk di download. Klik pada huruf yang berwarna
merah.
8. Muncul tampilan cara penyimpanan file, pilih save, pilih direktori tempat
file akan disimpan.
9. Selesai
E. Proses Upload Laporan ke Wesbite SIHA
1. Buka website siha.depkes.go.id
Login menggunakan username dan password UPK.
380
2. Pastikan versi aplikasi yang ada di laptop dan yang ada di website sama versinya.
Untuk mengeceknya bisa dilihat seperti tampilan berikut.
3. Jika versi aplikasi berbeda, maka download aplikasi yang terbaru terlebih dahulu.
Bisa dilihat di panduan update aplikasi. Setelah di update, lakukan ulang proses
pembuatan laporan KTS (untuk diupload). Dan ulangi dari langkah 1.
4. Jika versi aplikasi telah sama, Arahkan kursor ke menu Tools Import
Laporan , klik Import Laporan
381
6. Pilih file yang akan diupload dengan cara klik browse, kemudian open.
7. Klik import
8. Jika upload telah selesai akan muncul tulisan sebagai berikut
9. Untuk mengecek laporan yang telah masuk bisa menggunakan fungsi ceklis
laporan
10. Selesai
382
2. Pilih tahun laporan yang akan di cek akan di cek. Default adalah tahun saat
ini. Jika ingin merubah tahun, klik pada
untuk tahun
untuk
3. Jika laporan sudah masuk ke website SIHA, maka bulan laporan akan
bertanda centang.
DAFTAR PUSTAKA
1. Pedoman Pelayanan Konseling dan Tesing HIV/AIDS Secara Sukarela
2. Pedoman nasional monitoring dan evaluasi
383
384
LEMBAR LATIHAN
SKRENARIO PERAN
Peserta 1 : Peserta pertama bertindak sebagai klien yang datang ke layanan VCT,
klien yang diperankan sebagai seorang penjaja seks wanita berusia 29
tahun ia menjalani kegiatan ini sejak usia 19 tahun, ia datang karena
merasa berisiko. Sehari sebelumnya ia mennyaksikan tayangan di
385
I.
DESKRIPSI SINGKAT
Sistem pelaporan layanan Konseling dan Tes HIV (Konseling dan Tes)
dibuat agar dapat melaporkan hasil dari kegiatan konseling di layanan VCT,
saat ini terdapat sebelas indikator yang wajib dilaporkan oleh setiap layanan
Konseling dan Tes yang ada di Indonesia , laporan layanan Konseling dan Tes
membantu kementrian kesehatan dalam melakukan monitoring dan evaluasi
terhadap layanan Konseling dan Tes yang ada, selain itu data yang dilaporkan
juga dapat dijadikan bahan perencanaan berbasis data dalam merencanakan
program penanggulangan HIV di masa yang akan datang.
386
Pelaporan layanan Konseling dan Tes dimulai dari laporan bulanan dari
setiap layanan Konseling dan Tes yang ada ke dinas kesehatan di
kabupaten/kota tempat layanan tersebut berada, kemudian setiap bulannya
laporan tersebut dilaporkan kembali ke level provinsi dan pusat(subdit AIDS
dan PMS) kementrian kesehatan, setiap bulan laporan tersebut di berikan
umpan balik secara berjenjang untuk memantau kualitas pelaporan.
Dari
sebelas indikator yang ada terdapat satu indikator kunci yang dijadikan
indikator MDG
yaitu
menerima hasil
II.
TUJUAN PEMBELAJARAN
Tujuan pembelajaran umum :
Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu menerapkan sistem pelaporan
data layanan Konseling dan Tes HIV
Tujuan pembelajaran khusus :
Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu :
1.
2.
3.
4.
III.
POKOK BAHASAN
Dalam sesi ini akan dibahas pokok bahasan sebagai berikut
Pokok Bahasan 1 : Pelaporan
a.
b.
c.
d.
METODE
Metode yang digunakan dalam proses ini adalah
1. CTJ
2. Curah pendapat
3. Latihan mengisi variabel
387
4. Diskusi
V.
VI.
2.
3.
388
4.
2.
perlu
mengklarifikasi
pendapat
peserta,
dengan
5.
6.
Fasilitator
membagikan
kepada
masing-masing
kelompok 1 set bahan latihan yang terdiri dari formulir pelaporan yang
masih kosong/ belum terisi dan formulir klien yang sudah terisi
7.
8.
Fasilitator
mempresentasikan
meminta
formulir
wakil
pelaporan
yang
kelompok
telah
diisi
untuk
oleh
kelompoknya.
9.
Fasilitator
memberi
kesempatan
kepada
peserta
11.
389
Fasilitator
menyampaikan
paparan
tentang
3.
URAIAN MATERI
Pokok bahasan 1. Konsep pelaporan
A. Pengertian dan ruang lingkup pelaporan
Setelah pelayanan VCT mengumpulkan data dan memasukkannya, maka
data perlu dianalisis dan kemudian melaporkannya. Pertanyaan khusus yang
perlu dijawab mengenai laporan termasuk :
1. Siapa yang bertanggung jawab menganalisis data dan menulis laporan?
390
membutuhkan
ketepatan
waktu.
Laporan
kepada
stakeholders yang menggambarkan situasi saat ini adalah penting agar dapat
diambil keputusan yang tepat guna mendapatkan efektivitas dan efisiensi
pelayanan..
Pengumpulan data, manajemen dan pelaporan pelayanan yang
tersedia akan dapat dilaksanakan jika tersedia anggaran untuk keseluruhan
proses pengumpulan data, manajemen dan pelaporan, misalnya ongkos
cetak, pengadaan barang-barang yang dibutuhkan, pelatihan petugas,
ketersediaan waKonseling dan Tesu dari petugas, ada petugas yang
memasukkan dan menganalisis data, ongkos cetak, untuk pelaporan dan
formulir dan sebagainya. Sebuah pelayanan harus dapat memastikan pospos anggaran untuk rencana yang akan diambil , bila tidak maka monitoring
dan evaluasi tak dapat diselenggarakan.
Hasil dari studi harus dibicarakan dengan seluruh stakeholders
pelayanan sehingga keputusan dapat diambil guna perbaikan pelayanan
pada target populasi.
B. Tujuan dan manfaat pelaporan
Tujuan pelaporan adalah
C. Alur pelaporan
Alur pelaporan berguna untuk memantau jalannya proses pelaporan,
alur ini didesain dengan konsep berjenjang agar setiap level dapat merespon
data yang masuk dan memberikan umpan balik (feed back) sebagai bagian
dari sistem pelaporan. Dalam modul ini akan dibahas alur pelaporan mulai
dari level layanan hingga ke tingkat pusat
Periode laporan
- Laporan bulanan dibuat mulai dari tingkat unit pelayanan VCT,
dimana laporan bulanan memuat data mulai tanggal 26 bulan
sebelumnya sampai dengan tanggal 25 bulan berjalan.
391
Alur laporan adalah sesuai skema berikut, yaitu dari Unit Pelayanan ke
Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota , Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota ke
Dinas Kesehatan Propinsi , Dinas Kesehatan Propinsi ke Kementrian
Kesehatan RI (Subdit AIDS & PMS).
392
KEMENTERIAN KESEHATAN
DIRJENPP&PL
Principal Recipient
: Laporan
: Supervisi
Survei
- Berbasis Masyaraat
- Berbasis Sarana
Unit Pelayanan
Klinik
ART,IMS, MST di Rumah Sakit/Puskesmas
Unit VCT,
Pelayanan
Klinik
VCT,
ART,IMS, MST di Rumah Sakit/Puskesmas
Unit
Unit
Pelayanan
Pelayanan
Klinik
Klinik
MMT,
VCT,
IMS,
ART,IMS,
VCT, ART,
MST
PMTCT
di Rumah
di Rumah
Sakit/Puskesmas
Sakit/Puskesmas
D. Format pelaporan
Tiap layanan Konseling dan Tes HIV wajib melaporkan data hasil
kegiatannya sesuai format pelaporan yang tersedia setiap bulan ke Dinas
Kesehatan kabupaten/kota, laporan yang dikirimkan terlebih dahulu
ditandatangani oleh Penanggungjawab Unit Pelayanan serta dibubuhi
stempel dan nama jelasnya. Form yang digunakan pada unit pelayanan
adalah Laporan Bulanan Konseling dan Testing Sukarela (KTS/VCT), Form
HA-UPK-1.
Form yang digunakan pada Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota
adalah Laporan Bulanan Konseling dan Testing Sukarela (KTS/VCT), Form
393
Definisi Operasional
Adalah jumlah orang
ke
layanan
Sumber data
yang dari
variabel
VCT tanggal pre tes,
bulan ini
pada bulan ini
(baru/lama)
Jumlah orang yang Adalah jumlah orang baru yang
baru
bulan
ini
dirujuk
2a
pasien
oleh pada bulan ini yang dirujuk oleh status pasien dan
penjangkau LSM
penjangkau LSM.
alasan kunjungan
Adalah jumlah orang yang telah
konseling
ditesing HIV
post-tes hasil
konseling
5
menerima hasil
tesing
dan (menerima
hasil
dari
konselor
tesing)
pada
bulan ini
tanggal post tes
Adalah jumlah orang HIV yang
HIV positif
kesimpulan hasil
394
ibu
hamil pre
tes
konseling
tesing
dan
HIV
tes
status kehamilan
yang HIV positif dan Adalah jumlah ibu hamil yang dan tanggal post
8
menerima hasil
HIV positif pada bulan ini
Jumlah pasangan ibu Adalah jumlah pasangan
hamil
yang
tes
ibu status kehamilan
status
positif
bulan ini
pernikahan
Jumlah orang yang Adalah jumlah orang yang HIV
HIV positif dirujuk positif dirujuk ke PDP (CST) pada
10 ke PDP (CST)
bulan ini
Pokok bahasan 3 Indikator
tindak lanjut
tandatangan
dan
stempel
untuk
keabsahannya
yang
395
Di Unit Pelayanan Konseling dan Tes HIV dilakukan proses sebagai berikut :
Data dari register pasien di-entry setiap hari, selanjutnya setiap bulan data dari
register direkapitulasi dalam format laporan bulanan
Validasi data laporan dilakukan oleh pimpinan klinik untuk memeriksa
kebenaran data yang dilaporkan sebelum ditandatangani dan dikirimkan
Analisa data dilakukan secara berkala oleh pimpinan klinik terhadap data
yang dicatat. Analisa dilakukan dengan membandingkan hasil pelayanan
(capaian) terhadap target serta menjelaskan alasannya.
Setiap bulan tabel rekapitulasi di olah sebagai data kedalam format laporan.
Laporan
Validasi data laporan dilakukan oleh Kepala Dinas Kesehatan/ Kota untuk
memeriksa kebenaran data yang dilaporkan sebelum ditandatangani dan
dikirimkan
Analisa data dilakukan secara berkala oleh Kepala Dinas Kesehatan/ Kota
terhadap data yang diterima dari unit pelayanan. Analisa dilakukan dengan
membandingkan hasil pelayanan (capaian) terhadap target serta menjelaskan
alasannya.
396
Setiap bulan tabel rekapitulasi di olah sebagai data kedalam format laporan.
Laporan
Validasi data laporan dilakukan oleh Kepala Dinas Kesehatan Propinsi untuk
memeriksa kebenaran data yang dilaporkan sebelum ditandatangani dan
dikirimkan
Analisa data dilakukan secara berkala oleh Kepala Dinas Kesehatan Propinsi
terhadap data yang diterima dari unit pelayanan. Analisa dilakukan dengan
membandingkan hasil pelayanan (capaian) terhadap target serta menjelaskan
alasannya.
ditentukan
Data yang diterima Kementrian Kesehatan /Subdit Aids Dan PMS dari Dinas
Kesehatan Provinsi dilakukan proses sebagai berikut :
Setiap bulan tabel rekapitulasi di olah sebagai data kedalam format laporan.
Laporan
Validasi data laporan dilakukan oleh Subdit AIDS & PMS Kemenkes untuk
memeriksa kebenaran data yang dilaporkan
Analisa data dilakukan secara berkala oleh Subdit AIDS & PMS Kemenkes
terhadap data yang diterima dari unit pelayanan. Analisa dilakukan dengan
membandingkan hasil pelayanan (capaian) terhadap target serta menjelaskan
alasannya.
Umpan balik (feedback) : Subdit Aids Dan PMS melakukan umpan balik
secara berjenjang atas ketepatan dan kelengkapan laporan, hasil capaian,
analisa dan rekomendasi, serta memantau tindak lanjut dari rekomendasi
tersebut.
397
VIII. REFERENSI:
1. PEDOMAN NASIONAL MONITORING DAN EVALUASI PROGRAM
PENGENDALIAN HIV dan AIDS, Ditjen P2 dan PL Kemenkes RI 2009
2. Pedoman Konseling dan Tes HIV , Ditjen P2 dan PL Kemenkes RI
398
LEMBAR LATIHAN
Penjelasan diskusi kelompok
1. Setiap kelompok mengisi formulir pelaporan yang masih kosong/ belum terisi
2. Setiap kelompok mempresentasikan formulir pelaporan yang telah diisi
sebagai hasil kerja kelompoknya
MATERI PENUNJANG I
3. MEMBANGUN KOMITMEN BELAJAR (BUILDING
LEARNING COMMITMENT)
h.
I. DESKRIPSI SINGKAT
Melakukan perkenalan dan pencairan suasana diantara peserta, fasilitator dan
panitia. Peserta, fasilitator dan panitia merumuskan kesepakatan tentang harapan
dan kekhawatiran peserta terhadap pelatihan, nilai, dan norma yang akan
disepakati bersama sebagai komitmen belajar dan aturan organisasi kelas. BLC
diterapkan untuk memfasilitasi perbedaan pendidikan, agama, sosial, budaya
serta suku bangsa peserta yang mengikuti pelatihan. Peserta, fasilitator dan
penyelenggara perlu membangun suatu kesepakatan agar proses belajar
berlangsung dalam suasana yang nyaman.
399
III.
POKOK BAHASAN
tugas
pengorganisasian
selama
pelatihan.
Selanjutnya
400
memfasilitasi
kegiatan
curah
pendapat
tentang
kebutuhan/harapan peserta yang akan diperoleh selama pelatihan serta halhal apa saja yang menjadi kehawatirannya. Fasilitator kemudian
menegaskan hal-hal yang dicakup dan tidak dicakup dalam pelatihan serta
mencocokkannya dengan harapan dan kebutuhan peserta.
4. Norma dan Aturan Kelas
Demi tercapainya suasana belajar yang nyaman, fasilitator memfasilitasi
curah pendapat tentang aturan main selama pelatihan berlangsung.Aturan
main kelas berisi hal-hal yang oleh dan tidak boleh dilakukan selama
pelatihan.Biasanya aturan main kelas berisikan hal mengenai ketepatan
waktu (mulai dan berakhir), terlambat menghadiri sesi, sibuk dengan HP,
menjaga kebersihan kelas, tidak merokok, tidak mengganggu peserta lain,
401
fasilitator
mendiskusikan
dengan
peserta
mengenai
402
I.
DESKRIPSI SINGKAT
Menjelaskan secara singkat tentang Komunikasi Efektif, setelah mengikuti
penjelasan ini sebagai coordinator Jaminan Pelaksana
akan mampu
II.
komunikasi efektif.
III.
403
2. Menerapkan
komunikasi
dengan
pendekatan
Neuro
Languistic
Programming/NLP
3. Menerapkan komunikasi asertif
IV.
V.
LANGKAH-LANGKAH PEMBELAJARAN
Berikut disampaikan langkah-langkah kegiatan dalam proses pembelajaran
materi ini.
Langkah 1. Pengkondisian
Langkah pembelajaran :
1. Fasilitator memperkenalkan diri, kemudian menyampaikan tujuan
pembelajaran serta waktu yang tersedia untuk materi ini.
2. Fasilitator menggali pendapat peserta mengenai modul/materi yang
diperlukan
dalam
pelatihan.
Peserta
diberi
kesempatan
untuk
404
URAIAN MATERI
Pokok bahasan 1 : Konsep Komunikasi
A. Pengertian Komunikasi
Apakah Komunikasi itu?
Definisi yang paling sederhana, komunikasi berarti proses penyampaian suatu
pernyataan oleh seseorang kepada orang lain (Ruben dan Steward, 1996:16).
Beberapa ahli mendefinisikan komunikasi sebagai berikut:
John R. Wenburg dan William William Willmot: Komunikasi adalah suatu
usaha memperoleh makna
Steward L Tubbs dan Sylvia Moss: Komunikasi adalah proses pembentukan
makna di antara dua orang atau lebih.
Donald Byker dan Loren J. Anderson: Komunikasi (manusia) adalah berbagi
informasi antara dua orang atau lebih.
Para ahli tersebut mendefinisikan komunikasi sebagai proses, karena
komunikasi merupakan kegiatan yang ditandai dengan tindakan, perubahan,
pertukaran dan perpindahan.
Dari pendapat tersebut maka dapat disimpulkan bahwa keterampilan dasar
berkomunikasi bagi seorang pengendali diklat adalah :
1. Mampu saling memahami kelebihan dan kekurangan individu
2. Mampu mengkomunikasikan pikiran dan perasaan
3. Mampu saling menerima, menolong, dan mendukung
4. Mampu mengatasi konflik yang terjadi dalam komunikasi
5. Saling menghargai dan menghormati.
6. Mampu berkomunikasi dengan peserta, fasilitator dan penyelenggara.
B. Unsur-unsur komunikasi
406
yang
akan
disampaikan/dikomunikasikan
kepada
penerima
407
Dalam proses komunikasi ada tiga unsur yang mutlak harus dipenuhi karena
merupakan suatu bentuk kesatuan yang utuh dan bulat. Bila salah satu unsur
tidak ada, maka komunikasi tidak akan pernah terjadi. Dengan demikian,
setiap unsure dalam komunikasi itu memiliki hubungan yang sangat erat dan
saling ketergantungan satu dengan lainnya. Artinya, keberhasilan komunikasi
ditentukan oleh semua unsur tersebut .
penerima
pesan
atau
berita
yang
disampaikan
oleh
408
409
410
411
412
413
B.
2. 38% ditentukan oleh intonasi suara (voice tone) Anda, kalimat yang sama
disampaikan dengan tone berbeda akan member arti (meaning) yang
berbeda.
3. 7% ditentukan oleh isi pesan (content) yang Anda ucapkan, dengan
perkataan lain sebagus apapun anda merangkai kata hanya akan member
efek 7% daalam komunikasi yang dilakukan.
Contoh :
Anda pernah mendengar pujian dari seseorang, yang meskipun katakatanya
manis, raut wajahnya sinis, sehingga anda merasa bahwa orang itu hanya basa
basi ? Mana yang lebih anda percayai: kalimatnya atau ekspresi wajahnya ?
Jadi komunikasi bukan hanya apa yang kita sampaikan, tetapi juga bagaimana
kita menyampaikannya. Ternyata menurut penelitian Mehrabion, cara kita
menyampaikannya jauh lebih berpengaruh daripada isi komunikasi itu sendiri.
Perselisihan antar orang semakin lama semakin sering terjadi. Dari mulai
operator telepon dengan prospek pelanggan, dendam anak terhadap orang tuanya,
sampai pada konflik kekeras kepalaan antar dua kepala negara yang berakhir
dengan perang berkepanjangan. Komunikasi yang uruk dapat berakhir dengan
pertikaian dan kebencian tetapi komunikai yang tepat dapat menggerakkan
seseorang pada potensi maksimalnya.
414
Pacing-Leading
Apa sebenarnya komunikasi? tepatnya, bagaimana cara kita berkomunikasi, agar
lawan bicara kita menangkap pesan kita lebih utuh?
Menurut NLP (Neuro Linguistic Programming) yang diajarkan Richard Bandler
penciptanya, ada dua hal yang harus kita pahami dalam komunikasi. Tujuan kita
berkomunikasi pada dasarnya membangun kepercayaan. Kalau kita sudah
percaya lawan bicara, selanjutnya komunikasi berjalan jauh lebih mudah.
Kalau kita membuka restoran dan pelanggan sudah percaya pada kita,
selanjutnya mereka menyukai kita dan kita lebih mudah menjual produk yang
kita hasilkan. Namun, dari mana datangnya suka pelanggan pada kita ? dari
kesamaan. Ambil contoh, bila ada tiga took yang menjual barang yang kualitas,
harga dan warnanya sama, mengapa anda cenderung membeli di salah toko
tersebut, apa yang mendorong anda membeli ditoko tersebut ? produknya atau
penjualnya ? jawabannya ialah penjualnya karena produknya sama. Dengan kata
lain, kalu produknya sama persis, pertimbangan orang membeli karena
menyukai penjualnya. Bila kita orang Indonesia dan kebetulan tidak mampu
berbahasa Inggris, mana yang lebih kita sukai berbicara dengan orang Inggris,
Australia atau Malaysia ? tentu saja orang Malaysia alasannya ada kesamaan
bahasa dan rumpun.
Contoh lain adalah tentang si Anak Emas ,mengapa ada istilah atau sebutan
Anak Emas yang diberikan samasama staf dilingkungan organisasi? di unit
manapun setiap petugas sudah mempunyai tugas dan fungsi yang jelas, kalau
415
begitu apa yang membedakan kualitas dari individu tersebut? Jawabannya, cara
berkomunikasi vertical atau horizontal terutama pada atasan yang bersangkutan.
Jadi, mengapa seseorang menyukai orang lain, kata kuncinya : Kesamaan.
Kesamaan dalam hal apa saja ? ingat, tiga kanal komunikasi ialah Kata
(Content/Isi Pembicaraan), Intonasi Suara (Voice Tone), dan fisiologis (Body
Language). Gunakan kata yang sama dengan lawan bicara kita misalnya lawan
bicara kita orang Sunda dan bila mampu berbahasa Sunda orang itu tentu lebih
menyukai. Kalau dia berdiri, usahakan kita juga dengan sopan berdiri. Kesamaan
tiga hal ini : Kata, Suara, dan Sikap Tubuh akan menimbulkan kesan yang baik
dan akhirnya timbul kepercayaan (Trust) orang itu kepada kita.
Dalam NLP, menyamakan ketiga hal diatas disebut dengan Passing, yang bias
diterjemahkan dengan longgar berarti: Memahami, Mengerti, Menyamakan atau
Menyesuaikan. Setelah timbuk keakraban (rapport) dan kepercayaan (trust)
barulah kita leading (mengarahkan kearah komunikasi yang kita inginkan).
Passing dan Leading inilah kunci komunikasi alami yang kita butuhkan dalam
keseharian kita.
Contoh:
Kadang orang tua terlalu cepat Leading tanpa mau Passing terlebih dahulu,
sehingga meski tujuannya baik caranya salah dan timbul keributan. Juga sebagi
pemimpin, Leader bertugas Leading. Namun, Leader yang baik dipercaya ialah
yang memahami (Passing) anak buah terlebih dahulu. Sama halnya ketika anda
berbicara dengan staf anda, tapi anda menggunakan kata dan kalimat yang
banyak istilah rumit, dan staf anda tidak memahami. Siapa yang salah ? staf anda
bodoh, atau anda yang tidak efektif karena tidak mau Passing (memahami)
keterbatasan dunia staf anda ?
Sekarang, alangkah indahnya dinegeri kita bila orang tua mau Passing lebih dulu
pada anakanaknya sebelum Leading kearah yang produktif dan bermanfaat.
Alangkah enaknya bila para bos dikantor mau Passing (katakata, intonasi dan
visiologis) pada anak buahnya, sebelum Leading mereka kearah visi dan misi
organisasi. Dan terakhir alangkah nikmatnya kita sebagi warga negara, apabila
para Elite (legislatif, eksekutif dan yudikatif) kita mau memahami harapan,
problem dan kesengsaraan rakyatnya.
416
Mutu Suara
Rapport (Keakraban)
Trust (Kepercayaan
Fisiologis
Leading (Mengarahkan)
Pacing (Menyesuaikan)
D.
417
(umumnya kata kerja, kata keterangan dan kata sifat), yang beberapa diantaranya
merefleksikan modalitas indrawi tertentu. Misalnya: saya dapat mengamatinya,
atau saya dapat mendengarnya, atau saya dapat menangkapnya.
Predikat dalam ketiga kalimat tersebut yakni mengamati, mendengar dan
menangkap, menunjukkan sistem representasi visual, auditori dan kinestetik.
Ketiga kalimat itu menunjukkan arti yang lebih kurang sama, yakni : saya tahu.
Kalimat itu merepresentasikan pengalaman subjektif yang berbeda terlepas dari
bagaimana tahu itu diperoleh. Orang pada kalimat pertama tahu dari gambaran,
orang pada kalimat kedua tahu dari suara dan yang ketiga dari perasaannya.
Cara mendeteksi sistem representasi seseorang biasanya melalui gaya
penuturannya, sbb:
1. Seseorang yang menceritakan detail dengan memberikan gambaran dan
warna-warna, maka sistem representasi cenderung VISUAL. Tipe visual lebih
peduli pada apa yang mereka lihat. Individu yang mempunyai tipe ini suka
menyela pembicaraan orang lain,bergerak cepat,makan cepat,penuh energi dan
berbicara dengan nada tinggi,mereka juga cepat mengambil keputusan.
Berkomunikasi
dengan
tipe
visual
ini,kita
harus
memvisualisasikan
418
Latihan
Untuk menemukan sistem representasi kita, anda bisa mencoba melakukan
latihan dengan instrumen 1. (terlampir).
b.
c.
2.
a.
b.
c.
d.
e.
3.
Karakteristik
a.
Tidak menghakimi.
b.
c.
d.
Percaya diri.
e.
f.
g.
h.
Mantap.
i.
j.
k.
l.
Konsisten.
m.
4.
b.
c.
d.
Percaya diri.
e.
f.
5.
b.
c.
6.
b.
c.
7.
Antusiame.
b.
Mantap.
c.
d.
Terus termotivasi.
e.
Jelas saat ini bahwa tipe asertif inilah yang seharusnya dimiliki oleh setiap orang.
Namun, ingatlah bahwa tidak ada seseorang yang memiliki karakter ini secara
sempurna. Artinya, dalam diri setiap orang pasti ada yang namanya sikap agresif,
pasif dan asertif.
Permasalahannya hanya pada porsi yang mendominasinya.
420
tentu memerlukan
pendekatan yang tidak sama dengan orang-orang yang berkarakter agresif dan pasif.
Mereka lebih menyukai hal-hal yang tidak berat sebelah, yang mencakup ke dua
belah pihak. Hal ini diutamakan untuk mendapatkan keputusan yang lebih
komprehensif.
Dengan demikian, pendekatan yang harus dilakukan terhadap orang-orang dengan
karakter asertif ini adalah :
1.
2.
Sampaikan topik dengan rinci dan jelas karena mereka adalah pendengar yang
baik.
3.
4.
5.
6.
7.
Public Speaking
Keberanian pembicara public modern
421
Hasrat (passion).
2.
Energi
3.
Percaya diri
4.
5.
Kemampuan
untuk
berbagi
422
orang, bukan hanya individu tertentu, masalahnya adalah setiap orang punya
kemampuan berbeda dalam mengendalikan rasa takutnya
Tehnik menundukakan rasa takut antara lain adalah :
a. Tetapkan tujuan yg realistis
b. Kemampuan memvisualisasikan masa depan
c. Menghilangkan pikiran negative
d. Berpikir positif
e. Latihan
f. Berbicara dengan catatan kecil
g. Datang lebih awal
h. Bersosialisasi
i. Memvisualisasi kesuksesan
j. Kendalikan nafas anda
k. Jadi diri sendiri, dan kreatif.
l. Jaga makanan dan minuman
m. Cintai ketakutan itu, ubah untuk memicu kreatifitas anda
n. Transformasi energy rasa takut menjadi antusiasme
o. Fokus pada pesan dan audiens
423
Rasa percaya diri itu muncul ketika anda mulai dapat memperkirakan atau
menghitung kapan kesuksesan dapat kita raih. Dan anda sudah cukup
mempunyai persyaratan untuk mencapai sukses tersebut. Tepatnya anda telah
memiliki sumberdaya yang cukup untuk digunakan.
Ada 3 (tiga) hal yang penting untuk meningkatkan rasa percaya diri, yaitu:
1.
2.
3.
seorang
naskah
pembicara
harus
betul-betul
sudah
melalui
Latihan bicara.
Evaluasi
Melakukan simulasi berkomunikasi antara:
I.
RANGKUMAN
Yang dimaksud dengan komunikasi menurut definisi yang paling sederhana,
komunikasi berarti proses penyampaian suatu pernyataan oleh seseorang kepada
orang lain (Ruben dan Steward, 1996:16).
Dalam komunikasi dikenal ada 5 unsur yang meliputi 1) Komunikator, 2) Pesan,
3) Media, 4)Komunikan dan 5) Effek. Dalam komunikasi yang efektif perlu
425
diperhatikan bahwa adanya Information over flow dan dengan didasari oleh
kepentingan dan kebutuhan
otomatis
II.
DAFTAR PUSTAKA
1. Charles Bonar Sirait,The Power of Public Speaking, kiat sukses berbicara di
depan public, Kompas Gramedia,2010
2. Dr.Ibrahim Elfiky,Terapi Komunikasi Efektif ,dengan metode praktis
NLP,2009.
3. Firti Rasmita SE, dkk, Pintar Soft Skill Membentuk Pribadi Unggul, B.Media,
Desember 2009.
4. Kementrian kesehatan RI, Kurikulum Modul Pelatihan Fasilitator Desa Siaga,
Jakarta 2010.
5. Kementrian kesehatan RI, Kurikulum Modul Pelatihan Fasilitator Desa Siaga,
Jakarta 2010.
6. Kementrian kesehatan RI, Kurikulum Modul NLP , Jakarta 2011.
7. Kementrian kesehatan RI, Kurikulum Modul Peningkatan Kapasitas pejabat
struktural UPT/UPTD , Jakarta 2011.
426
427
2.
dirumuskan
dengan
mengikuti
prinsip
428
tersebut.
Pelaksana
kegiatan
bisa
individual
atau
kelompok/instansi
h. Biaya yang akan dibutuhkan
Mencantumkan sumber dan perkiraan biaya yang dibutuhkan
untuk
3.
FormulirIsian RTL
429
430