Вы находитесь на странице: 1из 13

ADHESIVE PEREKAT

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT, karena hanya atas kehendak-Nya lah Laporan
akhir Praktikum Pembuatan adhesive ini dapat terselesaikan tanpa halangan suatu apapun
Penyusunan laporan ini adalah sebagai syarat untuk memenuhi tugas praktek pembuatan
adhesive yang penulis jalani. Di dalam laporan ini, berisi mengenai laporan hasil
praktikum penulis selama satu semester, yang merupakan hasil pengeditan dari laporanlaporan praktek pembuatan adhesive sebelumnya.
Akhirnya, besar harapan penulis bahwa Laporan Lengkap Praktikum ini dapat bermanfaat
bagi segenap akademisi maupun pihak yang berkepentingan lainnya. Penulis memahami
bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu dengan segala kerendahan
hati, besar harapan penulis menerima saran dan kritik dari para pembaca laporan ini.

Yogyakarta, 22 Februari 2009

Penulis

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI

DAFTAR GAMBAR
DAFTAR TABEL

LEMBAR PENGESAHAN

BAB I LATAR BELAKANG


TUJUAN

RUANG LINGKUP

TINJAUAN PUSTAKA
ALAT DAN BAHAN
PROSES KERJA

13

14

BAB II DATA HASIL PENGAMATAN


PEMBAHASAN

16

18

BAB III KESIMPULAN


DAFTAR PUSTAKA

21

22

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Tanaman sagu 9


Gambar 1.2 Produksi sagu

Gambar 2.1 Struktur amilopektin

20

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Alat 13


Tabel 1.2 Bahan

14

Tabel 2.1 Data hasil pengamatan

16

LEMBAR PENGESAHAN

Mengetahui
Dosen

Ir Iswahyuni, MSCE

Praktikan

Rusdita Eka Perdana

BAB I
Pendahuluan

1. Latar Belakang
Adhesive atau lem atau juga sering disebut perekat merupakan suatu bahan yang
digunakan untuk menyatukan dua benda yang sejenis, maupun yang tidak sejenis bersama
dengan aksi permukaan, sehingga kedua benda tersebut bisa bertahan terhadap aksi
pemisahan.
Konon lem sudah ada sejak tahun 4000 SM. Pada situs dari zaman prasejarah ditemukan
jenazah bersama makanan dalam tempat keramik pecah, yang direkatkan kembali dengan
resin dari getah pohon. Di kuil Babilonia pun ditemukan sejumlah patung dengan biji mata
dari gading yang ditempelkan dengan tar di rongga mata. Ini bukti, "lem" tar mampu
bertahan selama 6000 tahun.
Namun, referensi tertulis pertama tentang cara membuat dan memakai lem baru muncul
tahun +2000 SM. Sejumlah lukisan dinding menampilkan secara mendetail proses
pemakaian lem pada kayu. Berbagai benda seni dan perabot dari makam para Firaun Mesir
menampilkan peran lem binatang sebagai perekat atau pelapis.
Di tahun 1 - 500, semenjak Romawi dan Yunani mengembangkan seni pernis dan pelapisan
kayu, makin berkembang pembuatan lem dari binatang dan ikan. Bangsa Romawilah yang
pertama kali memanfaatkan tar dan lilin lebah untuk mendempul papan di perahu dan
kapal. Pada masa ini pula ditemukan lem baru, yakni "lem" putih telur. Lucunya, lem ini
mengandung bahan alamiah "aneh" seperti darah, tulang, kulit, susu, keju, sayuran, dan
biji-bijian.
Selain untuk merekatkan, lem juga ampuh membuat orang jadi tersohor. Konon, Jenghis
Khan bisa mengalahkan musuh-musuhnya karena kekuatan senjata pasukannya. Busur
mereka dibuat dari kayu jeruk lemon yang sudah dilapisi zat tertentu, lalu dengan lem
batang itu disatukan dengan tanduk kerbau. Sayangnya, ramuan lem itu tak tercatat baik.
Demikian pula formula lem untuk melapis kayu yang sudah diproses khusus untuk
membuat biola ajaib Antonio Stradivari. Meski sudah dicari dengan alat paling canggih
pun, formula itu belum juga tersingkap.
Perubahan fenomenal sejarah lem terjadi tahun 1700-an, saat berdiri pabrik lem komersial
pertama di Belanda yang memproduksi lem binatang. Setengah abad kemudian paten
pertama dikeluarkan di Inggris untuk lem dari ikan. Dengan cepat disusul terbitnya
sejumlah paten untuk lem berbahan karet alam, tulang hewan, ikan, kanji, dan kasein.
Sedangkan pabrik pengolahan lem berbahan itu mulai banyak berdiri di AS tahun 1900-an.

Pengaruh Revolusi Industri tampak dengan ditemukannya bahan dasar baru lem, yakni
plastik. Tahun 1920 - 1940-an plastik dan karet sintetis mulai diproduksi. Maka, lem pun
menjadi lebih kuat, lentur, cepat menempel, tahan terhadap suhu dan bahan kimia.
(sumber: www.intisari.com/usutasal-lem)
Salah satu jenis lem yang banyak digunakan atau diaplikasikan adalah lem dari jenis bahan
dasar karbohidra. Rata-rata lem ini digunakan untuk aplikasi sederhana, seperti untuk
merekakan kertas, atau label. Walaupun aplikasinya sederhana lem atau perekat ini banyak
memiliki keunggulan, seperti murah, bahan dasarnya melimpah, maupun pembuatannya
relatif sederhana.

1. Tujuan
Adapun praktikum ini bertujuan untuk:
1. Memperkenalkan cara pembuatan lem dari bahan dasar tepung karbohidrat
2. Menganalisis karakteristik fisis dari lem yang dibuat
3. Ruang lingkup
Adapun ruang lingkup yang dilakukan maupun yang dibahas dalam praktikum ini meliputi:
1. Cara pembuatan adhesive dari bahan dasar fatliquor
2. Membandingkan ciri fisik adhesive dari berbagai jenis lem karbohidrat yang
dibuat
3. Menguji serta membandingkan kekuatan kerekatan adhesive dari berbagai
jenis lem karbohidra yang dibuat.
1. Tinjauan Pustaka
1. Karbohidrat
Karbohidrat secara harfiah berarti karbon yang terhidrasi. Nama ini berasal dari hasil
percobaan, bila gula didalm tabung reaksi yang terbuka dibakar untuk waktu yang lama
memberikan sisa karbon hitam dan tetesan air yang mengembun pada dinding tabung.
Karbohirat merupakan kostituen utama kebanyakan tumbuhan, berkisar 60-90% dari berat
kering. Molekul karbohidrat terdiri atas atom-atom karbon, hidrogen dan oksigen. Jumlah
atom hidrogen dan oksigen merupakan perbandingan 2: 1 seperti pada molekul air. Pada
glukosa tampak bahwa jumlah atom hidrogen berbanding jumlah atom oksigen ialah 12 : 6
atau 2 : 1. Berdasarkan gugus yang ada. pada molekul karbohidrat, maka karbohidrat dapat
didefinisikan sebagai polihidroksialdehida atau polihidroksiketon serta, senyawa yang
menghasilkannya pada proses hidrolisis.

Berbagai senyawa yang termasuk kelompok karbohidrat mempunyai molekul yang


berbeda-beda ukurannya, yaitu dari senyawa yang sederhana yang mernpunyai berat
molekul 90 hingga senyawa yang mempunyai berat molekul 500.000 bahkan lebih.
Berbagai senyawa itu dibagi dalam tiga golongan, Tumbuhan memanfaatkan karbohidrat
sebagai sumber energi maupun jaringan penunjang yang berfungsi seperti protein pada
binatang. Selain berfungsi sebagai bahan makanan, karbohidrat dapat berfungsi sebagai
perekat.
B. Sagu
Sagu (Metroxylon sp.) di duga berasal dari Maluku dan Irian. Hingga saat ini belum ada
data yang mengungkapkan sejak kapan awal mula sagu ini dikenal. Di wilayah Indonesia
bagian Timur, sagu sejak lama dipergunakan sebagai makanan pokok oleh sebagian
penduduknya terutama di Maluku dan Irian Jaya. Teknologi eksploitasi, budidaya dan
pengolahan tanaman sagu yang paling maju saat ini adalah di Malaysia.

Gambar 1.1. Tanaman Sagu

Gambar 1.2. Areal Sagu di Dunia


Tanaman Sagu dikenal dengan nama Kirai di Jawa Barat, bulung, kresula, bulu,
rembulung, atau resula di Jawa Tengah; lapia atau napia di Ambon; tumba di Gorontalo;
Pogalu atau tabaro di Toraja; rambiam atau rabi di kepulauan Aru. Tanaman sagu masuk
dalam Ordo Spadicflorae, Famili Palmae. Di kawasan Indo Pasifik terdapat 5 marga
(genus) Palmae yang zat tepungnya telah dimanfaatkan, yaitu Metroxylon, Arenga,
Corypha, Euqeissona, dan Caryota. Genus yang banyak dikenal adalah Metroxylon dan
Arenga, karena kandungan acinya cukup tinggi.
Sagu dari genus Metroxylon, secara garis besar digolongkan menjadi dua, yaitu : yang
berbunga atau berbuah dua kali (Pleonanthic) dan berbunga atau berbuah sekali
(Hapaxanthic) yang mempunyai nilai ekonomis penting, karena kandungan karbohidratnya
lebih banyak. Golongan ini terdiri dari 5 varietas penting yaitu :
1. Metroxylon sagus, Rottbol atau sagu molat
2. Metroxylon rumphii, Martius atau sagu Tuni.
3. Metroxylon rumphii, Martius varietas Sylvestre Martius atau sagu ihur
4. Metroxylon rumphii, Martius varietas Longispinum Martius atau sagu Makanaru
5. Metroxylon rumphii, Martius varietas Microcanthum Martius atau sagu Rotan

Dari kelima varietas tersebut, yang memiliki arti ekonomis penting adalah Ihur, Tuni, dan
Molat.
Sagu mempunyai peranan sosial, ekonomi dan budaya yang cukup penting di Propinsi
Papua karena merupakan bahan makanan pokok bagi masyarakat terutama yang bermukim
di daerah pesisir. Pertanaman sagu di Papua cukup luas, namun luas areal yang pasti belum
diketahui. Berdasarkan data penelitian dan pengambangan pertanian dapat diperkirakan
luas hutan sagu di Papua mencapai 980.000 ha dan kebun sagu 14.000 ha, yang tersebar
pada beberapa daerah, yaitu Salawati, Teminabuan, Bintuni, Mimika, Merauke, Wasior,
Serui, Waropen, Membramo, Sarmi dan Sentani.
Sentra penanaman sagu di dunia adalah Indonesia dan Papua Nugini, yang diperkirakan
luasan budi daya penanamannya mencapai luas 114.000 ha dan 20.000 ha. Sedangkan luas
penanaman sagu sebagai tanaman liar di Indonesia adalah Irian Jaya, Maluku, Riau,
Sulawesi Tengah dan Kalimantan.
Syarat Tumbuh
Jumlah curah hujan yang optimal bagi pertumbuhan sagu antara 2.000 4.000
mm/tahun, yang tersebar merata sepanjang tahun. Sagu dapat tumbuh sampai pada
ketinggian 700 m di atas permukaan laut (dpl), namun produksi sagu terbaik ditemukan
sampai ketinggian 400 m dpl. Suhu optimal untuk pertumbuhan sagu berkisar antara 24,50

29oC dan suhu minimal 15oC, dengan kelembaban nisbi 90%. Sagu dapat tumbuh baik di
daerah 100 LS - 150 LU dan 90 180 darajat BT, yang menerima energi cahaya matahari
sepanjang tahun. Sagu dapat ditanam di daerah dengan kelembaban nisbi udara 40%.
Kelembaban yang optimal untuk pertumbuhannya adalah 60%.
Tanaman sagu membutuhkan air yang cukup, namun penggenangan permanen dapat
mengganggu pertumbuhan sagu. Sagu tumbuh di daerah rawa yang berair tawar atau
daerah rawa yang bergambut dan di daerah sepanjang aliran sungai, sekitar sumber air,
atau di hutan rawa yang kadar garamnya tidak terlalu tinggi dan tanah mineral di rawarawa air tawar dengan kandungan tanah liat > 70% dan bahan organik 30%. Pertumbuhan
sagu yang paling baik adalah pada tanah liat kuning coklat atau hitam dengan kadar bahan
organik tinggi. Sagu dapat tumbuh pada tanah vulkanik, latosol, andosol, podsolik merah
kuning, alluvial, hidromorfik kelabu dan tipe-tipe tanah lainnya. Sagu mampu tumbuh pada
lahan yang memiliki keasaman tinggi. Pertumbuhan yang paling baik terjadi pada tanah
yang kadar bahan organiknya tinggi dan bereaksi sedikit asam pH 5,5 6,5.
Sagu paling baik bila ditanam pada tanah yang mempunyai pengaruh pasang surut,
terutama bila air pasang tersebut merupakan air segar. Lingkungan yang paling baik untuk
pertumbuhannya adalah daerah yang berlumpur, dimana akar nafas tidak terendam.
Pertumbuhan sagu juga dipengaruhi oleh adanya unsur hara yang disuplai dari air tawar,
terutama potasium, fosfat, kalsium, dan magnesium.
Pengertian mengenai hutan sagu adalah hutan yang didominasi oleh tanaman sagu.
Selain sagu, masih bnyak tanaman lain yang ditemukan dalam kawasan tersebut. Selain itu,
dalam satu hamparan hutan sagu tidak hanya tumbuh satu jenis sagu, tetapi terdapat
beragam jenis sagu dan struktur tanaman.

Adhesive
Adhesive merupakan suatu komponen kompleks yang berfungsi menyambung 2 benda
atau lebih. Adapun komponen penyusun adhesive adalah sebagi berikut:
Pengencer
merupakan pelarut bagi komponen perekat yang lain disamping untuk mengatur viskositas
agar perekat dapat disebarkan merata pada permukaan yang hendak direkatkan.
Katalis
Merupakan zat curing bagi sistem perekat dan resin termoset. Meningkatkan ikatan silang
polimernya. Katalis dapat berupa asam, basa, garam, senyawa belerang dan peroksida,
kuantitas pemakaiannya sedikit.
Pengeras
Bergabung secara kimia dengan rekatannya. Pengeras dapat berupa monomer, polimer,
atau senyawa campuran. Jumlah pemakaiannya tertentu.

Akselerator,inhibitor dan retarder


Digunakan untuk mengatur laju curing, akselerator mempercepat, inhibitor menghambat
drastis, sedangkan retarder untuk memperlambat sehingga dapat memperlama masa simpan
dan pemakaiannya.
Modifier
meliputi, filler ( pengisi ) zat bukan perekat yang memperbaiki sifat kerja, keawetan dan
kekuatan rekatan. Bahan yang lazim dipakai adalah tepung kanji, silika dan aluminium.
Ekstender
zat yang bersifat perekat yang ditambahkan dalam rekatan untuk mengencerkan,
mengurangi kadar komponen lain agar lebih ekonomis.
Pelarut
cairan atsir yang ditambahkan ke perekat untuk meningkatkan konsistensi berbagai
sifatnya.

Penstabil
ditambahkan untuk meningkatkan ketahanan kerja perekat, misalnya terhadap

1.3 Alat dan Bahan


a. Alat
Tabel 1.1
No

Nama alat

Ukuran

Merek

Jumlah yang dibutuhkan

Neraca analitis

AMD HF-300

Pengaduk kaca

Gelas Beker

250 ml

Pyrex

Gelas arloji

Gelas ukur

100 ml

Pyrex

Pipet volume

25 ml

Pyrex

b. Bahan
Tabel 1.2
No

Nama bahan

Air

Berat atau Volume

50 cc (per pembuatan lem)

Tepung ketan

Tepung jagung

Tepung maizena

Tepung beras

Tepung kanji

Tepung hungkwe

Tepung sagu

Natrium karbonat

35 gr (per pembuatan lem)

0,1 gr (per pembuatan lem)

Natrium Hidroksida

8 gr (per pembuatan lem)

Formalin

0,6 gr (per pembuatan lem)

1. Proses kerja
Mencuci gelas beker dan mengeringkanya, kemudian ditimbang berat kosongnya.
Selanjutnya menimbang 35 gr tepung sampel dan memasukkan kedalam gelas beker.
Proses selanjutnya adalah melarutkan natrium karbonat kedalam air 25 cc. Kemudian
menambahkan larutan natrium karbonat kedalam tepung sedikit demi sedikkit sambil
mengaduknya sehingga homogen. Proses mengaduk campuran dilakukan selama 4 jam.
Setelah itu masukkan formaldehide kedalam campuran tersebut sambil terus diaduk hingga
merata. Proses akhir yang dilakukan adalah menimbang gelas beker berisi lem dan hitung
berat lem yang dihasilkan. Untuk lebih jelasnya proses kerja pembutan lem ini dapat dilihat
pada diagram proses berikut.

Вам также может понравиться