Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
PENDAHULUAN
B. Perumusan Masalah
1. Bagaimana karakteristik pasien gangguan bipolar yang dirawat di Rumah
Sakit Grhasia Yogyakarta dari tahun 2009-2011?
2. Bagaimana pola pengobatan pasien gangguan bipolar yang sedang mengalami
perawatan di Rumah Sakit Grhasia Yogyakarta tahun 2009-2011?
3. Apakah pengobatan gangguan bipolar di RS Grhasia pada tahun 2009-2011
sudah tepat berdasarkan standar American Psyciatric Association 2002, yang
meliputi tepat indikasi, tepat pasien, tepat obat dan tepat dosis?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
a. Mengetahui profil penggunaan obat dan pola pengobatan pasien gangguan
bipolar yang dirawat di Rumah Sakit Grhasia Yogyakarta pada tahun 20092011.
b. Mengetahui pelaksanaan terapi pada pasien gangguan bipolar di Rumah
Sakit Grhasia Yogyakarta pada tahun 2009-2011.
2. Tujuan khusus
a. Untuk mengetahui karakteristik pasien gangguan bipolar yang dirawat di
Rumah Sakit Grhasia Yogyakarta tahun 2009-2011.
b. Mengetahui jenis obat dan variasi jumlah obat yang diresepkan kepada
pasien gangguan bipolar di Rumah Sakit Grhasia Yogyakarta tahun 20092011.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:
1.
3.
4.
E. Tinjauan Pustaka
1. Bipolar
a. Definisi bipolar
Gangguan bipolar adalah suatu gangguan yang ditandai
dengan perubahan mood antara rasa girang yang ekstrim dan depresi
yang parah. Orang dengan gangguan bipolar (bipolar disorder)
seperti mengendarai suatu roller coaster emosional, berayun dari
satu ketinggi rasa girang ke kedalaman depresi tanpa adanya
penyebab eksternal (Nevid, dkk, 2005).
Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder IV Text
Revision ( DSM-IV TR ) mengklasifikasikan gangguan bipolar
menjadi 6 macam, yaitu:
1)
4)
Siklotimik
(Cyclothymic):
ditandai
dengan
sejumlah
kelainan
neurobiologic
(Drayton
&
Weinstein,
(Norepinefrin
dan
serotonin)
merupakan
dua
10
menyebabkan
hipereksitabilitas
syaraf
yang
menjadi
11
e. Prognosis
Gangguan bipolar memiliki tingkat yang cukup signifikan
untuk morbiditas dan mortilitas. Di Amerika Serikat selama bagian
awal 1990-an, sekitar 25%-50% dari orang-orang dengan gangguan
bipolar usaha bunuh diri, dan 11% benar-benar melakukan bunuh
diri (Stephen, 2012).
Pasien dengan Bipolar I memiliki prognosis yang lebih buruk
daripada pasien dengan depresi. Dalam 2 tahun pertama setelah
episode awal, 40-50% dari pasien mengalami serangan mania. Hanya
50-60% dari pasien dengan BPI (Bipolar I) yang mendapat litium
untuk mengontrol gejala mereka. Kira-kira 7% dari pasien tersebut
mengalami gejala tidak terulang, 45% dari pasien mengalami episode
lebih dari satu dan 40% terus memiliki gangguan persisten. Sering
kali, pergantian antara episode depresi dan mania dipercepat dengan
usia (Kaplan, dkk, 1996).
Faktor yang memperburuk prognosis :
1) Riwayat pekerjaan yang buruk / kemiskinan
2) Disertai dengan penyalahgunaan alkohol
3) Disertai dengan gejala psikotik
4) Gejala depresi lebih menonjol (Stephen, 2012)
12
f. Manifestasi Klinis
Gangguan bipolar dibedakan menjadi 2 yaitu gangguan
bipolar I dan II. Gangguan bipolar I atau tipe klasik ditandai dengan
adanya 2 episode yaitu mania dan depresi, sedangkan gangguan
bipolar II ditandai dengan hipomania dan depresi (Lubis, 2009).
Episode mania yaitu pada kelompok ini terdapat efek yang
meningkat, disertai peningkatan dalam jumlah dan kecepatan
aktivitas fisik mental, dalam berbagai derajat keparahan. Sedangkan
episode depresi ditandai dengan gejala utama yaitu: afek depresi,
kehilangan minat dan kegembiraan, serta kekurangan energi yang
menuju meningkatnya keadaan mudah lelah dan menurunnya
aktivitas. Hipomania yaitu derajat gangguan yang lebih ringan dari
mania, afek meninggi atau berubah disertai peningkatan aktivitas
menetap selama sekurang-kurangnya beberapa hari berturur-turut,
pada suatu derajat intensitas dan bertahan melebihi siklotimia serta
tidak ada halusinasi atau waham (Mansjoer, 1999).
Pasien dengan gangguan bipolar juga bisa mendapat episode
campuran yang
mania dan depresi. Episode campuran terjadi hingga 40% dari semua
episode dan lebih umum pada pasien lebih muda dan tua serta wanita
(Drayton & Weinstein, 2008). Serta dapat juga mengalami siklus
cepat ; yaitu bila terjadi paling sedikit empat episode depresi,
13
1. Lima (atau lebih) gejala berikut telah ada hampir setiap hari
selama periode 2-minggu yang sama dan mewakili perubahan
dari fungsi sebelumnya; setidaknya salah satu gejala adalah
perasaan depresi atau kehilangan minat atau kesenangan:
a. Perasaan tertekan atau sedih hampir sepanjang hari
b. Kurang bersemangat atau kesenangan dalam kegiatan
semua, atau hampir semua, sepanjang hari.
c. Penurunan berat badan yang signifikan ketika tidak diet,
peningkatan berat badan (misalnya, perubahan lebih dari 5%
dari berat badan dalam sebulan), atau penurunan atau
peningkatan nafsu makan.
d. Insomnia atau hypersomnia
14
Tabel I. Lanjutan
fungsi dari
bidang-bidang penting
lainnya.
4. Gejala yang tidak disebabkan oleh efek fisiologis langsung zat
(misalnya, penyalahgunaan obat, pengobatan lainnya) atau
kondisi medis umum (misalnya, hipotiroidisme).
5. Gejala yang tidak bisa diperhitungkan dalam keadaan berkabung
(yaitu, setelah kehilangan orang yang dicintai) dan tetap bertahan
selama lebih dari 2 bulan atau ditandai dengan gangguan
fungsional, berkeinginan bunuh diri, gejala psikotik, atau
psikomotorik keterbelakangan.
15
16
17
Siklus cepat yaitu apabila terjadi paling sedikit empat episodedepresi, hipomania atau mania-dalam satu tahun. Seseorang
dengan siklus cepat jarang mengalami bebas gejala dan baisanya
terdapat kendala berat dalam hubungan interpersonal atau
pekerjaan.
18
g. Diagnosis
Keterampilan wawancara, informasi dari keluarga dibutuhkan
untuk menegakkan diagnosis. Salah diagnosis dan terlambatnya
penegakan diagnosis GB sering terjadi sehingga terapi yang akurat
terlambat diterima oleh pasien gangguan bipolar (PDSKJI, 2010)
Belum ditemukan marker biologis yang berhubungan secara
mutlak dengan gangguan bipolar, untuk itu DSM-IV TR atau ICD-10
(International Classification of Diseases, 2010) menentukan
diagnosis seseorang yang mengalami gangguan bipolar dengan cara
melihat kriteria diagnosis berdasarkan episode yang dialami pasien
tersebut. Salah satu instrumen yang dapat digunakan untuk
mengindetifikasi simtom gangguan bipolar adalah The Structured
19
Clinical Interview for DSM-IV (SCID), yaitu wawancara semiterstruktur untuk membuat diagnosis utama DSM-IV Axis I
(gangguan mental utama) dan DSM-IV Axis II (gangguan
kepribadian) (First, 2002). The Present State Examination (PSE),
yaitu instrument yang dirancang untuk mempermudah identifikasi
standar khusus kejiwaan baik untuk penelitian dan dapat pula
digunakan untuk mengindetifikasi simton sesuai dengan ICD-10
(PDSKJI, 2010).
Tabel VIII. Diagnosis Gangguan Bipolar Menurut Kriteria
Diagnostik DSM-IV TR
1. Gangguan Mood Bipolar I
Gangguan Mood Bipolar I, Episode Mania Tunggal
a. Hanya mengalami satu kali episode mania dan tidak ada
riwayat episode depresi mayor sebelumnya.
b. Tidak bertumpang tindih dengan skizofrenia, skizoafektif,
gangguan waham, atau dengan gangguan psikotik yang tidak
dapat diklasifikasikan.
c. Gejala-gejala tidak disebabkan efek fisiologik langsung zat
atau kondisi medik umum
d. Gejala mood menyebabkan penderitanya yang secara klinik
cukup bermakna atau menimbulkan kendala dalam sosial
pekerjaan atau aspek fungsi penting lainnya.
20
mood
pada
kriteria
dan
b tidak
dapat
21
mood
pada
kriteria
dan
b tidak
dapat
mood
pada
kriteria
dan
b tidak
dapat
22
mood
pada
kriteria
dan
b tidak
dapat
3. Gangguan Siklotimia
a. Paling sedikit selama dua tahun, terdapat beberapa periode
dengan gejala-gejala hipomania dan beberapa periode dengan
gejala-gejala depresi yang tidak memenuhi criteria untuk
gangguan depresi mayor. Untuk anak-anak dan remaja
durasinya paling sedikit satu tahun.
b. Selama periode dua tahun diatas penderita tidak pernah bebas
dari gejala-gejala pada kriteria a lebih dari dua bulan pada satu
waktu.
23
tindih
dengan
skizofrenia,
skizofrenoform,
F 31
Gangguan Afektif Bipolar
Sebuah gangguan yang ditandai oleh dua atau lebih di mana
suasana hati pasien dan tingkat aktivitas secara signifikan
terganggu, gangguan ini terdiri dalam beberapa kejadian dari
elevasi mood dan meningkatkan energi dan aktivitas (hypomania
dan mania) dan pada orang lain dari penurunan mood dan
penurunan energi dan aktivitas (depresi).
24
25
2. Terapi bipolar
a. Tujuan terapi
Tujuan terapi untuk gangguan bipolar adalah untuk mencegah
terjadinya kekambuhan episode mania, hypomania, atau depresif,
mempertahankan berfungsi-fungsi normal, dan untuk mencegah
episode lebih lanjut mania atau depresi (Drayton&Weinstein, 2008).
26
b. Algoritma terapi
Pengobatan gangguan bipolar dapat bervariasi tergantung
pada jenis episode pasien mengalami. Setelah didiagnosis dengan
gangguan bipolar pasien harus mendapat mood stabilizer (misalnya
litium, valproat) untuk menjalani kehidupan sehari-hari. Selama
episode akut obat dapat ditambahkan dan kemudian dapat
diturunkan takarannya setelah pasien stabil (Drayton & Weinstein,
2008).
Pedoman Umum :
1. Memeriksa penyebab sekunder dari episode mania atau
campuran (misal, alkohol, penyalahgunaan obat)
2. Penurunan dosis antidepresan, stimulant dan kafein jika
memungkinkan
3. Melakukan terapi untuk penyalahgunaan zat
4. Mendorong pasien untuk memenuhi gizi yang baik (dengan
asupan protein dan asam lemak asensial), olahraga, tidur yang
cukup, mengurnagi stress, dan terapi psikososial
5. Mengoptimalkan dosis obat untuk menstabilkan suasana hati
sebelum menambahkan obat golongan benzodiazepine; jika ada
gejala
psikotik
dapat
ditambahkan
antipsikotik;
ECT
27
Tabel X. Lanjutan
pertimbangkan
sebuah
antipsikotik
pertimbangkan
kombinasi 3 obat :
a. Lithium dan anticonvulsant
dan antipsikotik atipikal.
b.Anticonvulsan
dan
antikonvulsan
dan
antipsikotik atipikal.
atipikal.
b.Antikonvulsan
dan
antipsikotik
atau
antipsikotik atipikal.
28
Tabel XI. Algoritma dan Pedoman Umum Terapi Akut Pada Episode
Depresi (Drayton &Weinstein, 2008)
Pedoman Umum :
1. Memeriksa penyebab sekunder dai episode depresi (misal,
alkohol, penyalahgunaan obat)
2. Penurunan dosis antipsikotik, benzodiazepine atau obat sedativehipnotik jika memungkinkan.
3. Melakukan terapi untuk penyalahgunaan zat.
4. Mendorong pasien untuk memenuhi gizi yang baik (dengan
asupan protein dan asam lemak asensial), olahraga, tidur yang
cukup, mengurangi stres, dan terapi psikososial.
5. Mengoptimalkan dosis obat untuk menstabilkan suasana hati
sebelum menambahkan obat lithium, lamotrigin atau
antidepresan (misal, bupropion atau SSRI); jika ada gejala
psikotik
dapat
ditambahkan
antipsikotik;
ECT
(Electroconvulsasive Therapy) digunakan untuk episode depresi
yang parah atau tidak dapat hanya diterapi atau ada gejala
psikotik.
Gejala ringan sampai sedang Gejala sedang sampai berat
episode depresi :
pada episode depresi :
1. Pertama, kombinasi 2 atau 3
obat : lithium atau lamotrigin
mengoptimalkan
obat
dengan antidepresan ; lithium
dan lamotrigin. Jika ada
penstabil
mood
untuk
gejala
psikotik
dapat
menstabilkan mood : lithium
diberikan antipsikotik atipikal
atau lamotrigin.
dan kombinasi seperti diatas.
2. Alternatif
terapi
karbamazepine
antikonvulsan:
obat: 2. Alternative
valproate,
karbamazepine
atau
atau oxcarbazepine.
oxcarmazepine.
3. Kedua, jika respon tidak
mencukupi, pertimbangkan
penambahan
antipsikotik
atipikal (quetiapine).
29
3.
Pharmaceutical care
Misi dari apoteker adalah memberikan pelayanan farmasi
(Pharmaceutical Care). Pharmaceutical care adalah sebuah praktik
dimana farmasis bertanggung jawab atas kebutuhan yang berhubungan
dengan obat pasien yang bertujuan untuk mencapai outcome yang dapat
meningkatkan kualitas hidup penderita (Cipolle, dkk, 1998).
Unsur-unsur tertentu harus dimiliki farmasis untuk memberikan
pharmaceutical care yang berkualitasi. Beberapa unsur-unsur ini
adalah:
30
pasien),
dan
penelitian
(misal,
data
untuk
pelayanan
farmasi
didukung
dengan
31
32
F. Keterangan Empiris
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui karakteristik pasien
gangguan bipolar yang dilihat dari segi usia, jenis kelamin, domisili,
pendidikan terakhir, pekerjaan, status marital, diagnosis, gangguan jiwa
sebelumnya dan stressor psikososial. Selain itu untuk mengetahui
menganalisis gambaran pola pengobatan pasien gangguan bipolar sehingga
bisa menjadi bahan evaluasi penggunaan obat dan pasien mendapat
pengobatan yang rasional. Beberapa aspek pengobatan yang rasional adalah
ketepatan indikasi, ketepatan pasien, ketepatan obat, dan ketepatan dosis.