Вы находитесь на странице: 1из 17

Kehutanan

simbiosis mutualisme

Daftar Blog Saya


Jumat, 05 April 2013

makalah manajemen hutan


pengelolaan taman nasional
MENAJEMEN HUTAN
PENGELOLAAN TAMAN NASIONAL

DISUSUN OLEH
AHMAD JAYLANI

JURUSAN KEHUTANAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS RIAU
2013
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
rahmat dan karunia-Nya lah penulis dapat menyelesaikan makalah Menajemen Hutan
dengan judul Pengelolaan Taman Nasional. Shalawat beserta salam juga penulis sampaikan
kepada Nabi Muhammad SAW karena berkat perjuangan beliau yang mampu membawa kita
dari alam jahiliah ke alam yang berilmu pengetahuan seperti yang kita rasakan saat ini.
Terima kasih juga penulis ucapkan kepada dosen yang telah
membimbing penulis dalam menyelesaikan makalah ini dan terima kasih juga penulis
ucapkan kepada orang tua,keluarga dan teman-teman yang telah memberikan motivasi
kepada penulis. Penulis menyadari masih banyak kekurangan-kekurangan yang terdapat
dalam pembuatan makalah ini. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang
membangun dari pembaca. Mudah-mudahan dengan makalah ini mampu menambah iilmu
pengetahuan kita.

Pekanbaru, April 2013


Penulis

DAFTAR ISI
Kata Pengantar ...................................................................................i
Daftar Isi
....................................................................................ii
Bab I Pendahuluan..............................................................................1
1.1 Latar Belakang.............................................................................1
1.2 Tujuan
.................................................................................... 2
Bab II Tinjauan Pustaka..................................................................... 3
Bab III Pembahasan........................................................................... 5
3.1 Pengertian Taman Nasional......................................................... 5
3.2 Manfaat Taman Nasional............................................................. 6
3.3 Rencana Pengelolaan Taman Nasional........................................ 7
3.4 Persoalan-Persoalan Pengelolaan.................................................10
Bab IV Penutup..................................................................................17
4.1 Kesimpulan ............................................................................. 17
4.2 Saran
................................................................................ 19
Daftar Pustaka................................................................................ iii

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Di Indonesia pertumbuhan jumlah taman nasional cukup cepat, sampai tahun 2004
terdapat 50 unit taman nasional dengan total luasan 12.4 juta hektar. Taman nasional memiliki
fungsi strategis dan dapat memberikan manfaat dari kegiatan konservasi. Kebijakan

pengelolaan kawasan konservasi selama ini terfokus pada konservasi sumberdaya alam.
Meskipun kawasan konservasi mempunyai tujuan utama pada upaya konservasi sumberdaya
alam, tetapi secara normatif perlu diupayakan untuk memenuhi tujuan yang lebih luas untuk
merekonsiliasi ketegangan antara sistem alam dengan sistem manusia. Perubahan politik
yang lebih demokratis dan otonomi daerah memberikan konsekuensi bahwa pemerintah pusat
tidak lagi menjadi satu-satunya institusi yang bertanggung jawab dalam mengelola kawasan
konservasi. Pemerintah daerah dan masyarakat lokal dapat mempunyai peran yang lebih
besar dalam mendukung efektifitas pengelolaan kawasan konservasi. Perubahan lingkungan
ini bisa berdampak positif maupun negatif terhadap kawasan konservasi, dampak negatif
yang sering dijumpai antara lain perambahan lahan, perburuan ilegal, maupun fragmentasi
habitat jika kebijakan pengelolaannya hanya terfokus pada sistem ekologi. Perubahanperubahan ini tidak bisa dihindari. Untuk itu, diperlukan pendekatan kebijakan yang dapat
menyeimbangkan aspek sosial ekonomi dengan aspek ekologi.
Dengan demikian hutan dapat dikelompokkan berdasarkan fungsinya, seperti hutan
lindung, hutan konservasi dan hutan produksi. Dimana dari setiap jenis hutan dapat dibagi
lagi seperti hutan konservasi yang terdiri dari taman nasional,suaka margasatwa, cagar alam
dan lain sebagainya.
Secara gamblang Taman Nasional dapat diartikan sebagai daerah/kawasan/areal atau tanah
yang dilindungi oleh negara. Taman Nasional sendiri dapat diartikan sebagai tanah yang dilindungi,
biasanya oleh pemerintah pusat, dari perkembangan manusia dan polusi. Taman Nasional
merupakan kawasan yang dilindungi (protected area) oleh World Conservation Union Kategori II.
Namun menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya
Alam Hayati dan Ekosistemnya, Taman Nasional didefinisikan sebagai kawasan pelestarian alam
yang mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan
penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata, dan rekreasi.

1.2 TUJUAN
Mengetahui apa itu Taman Nasional
Mengetahui manfaat dari Taman Nasional
Mengetahui rencana pengelolaan Taman Nasional

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam
Hayati dan Ekosistemnya, Taman Nasional didefinisikan sebagai kawasan pelestarian alam yang
mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian,
ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata, dan rekreasi.
Saat ini terdapat 50 Taman Nasional di Indonesia, yang pengelolaannya di bawah
Kementerian Kehutanan Republik Indonesia. Enam diantaranya, ditetapkan sebagai Situs Warisan
Dunia (World Heritage Sites) dan dua dalam Ramsar Sites.
Daftar Taman Nasional yang diterima sebagai Situs Warisan Dunia UNESCO, diantaranya
adalah, Taman Nasional Komodo di Nusa Tenggara Timur, Taman Nasional Lorentz di Papua Barat
dan,Taman Nasional Ujung Kulon di Banten. Taman Nasional Gunung Leuser di Sumatera Utara dan
Aceh, Taman Nasional Kerinci Seblat di Jambi dan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan di
Sumatera Utara, Sumatera Barat, Bengkulu, dan Sumatera Selatan, juga di termaksud Situs Warisan
Dunia UNESCO yang tergabung sebagai Warisan Hutan Hujan Tropis Sumatera.

Kriteria suatu wilayah dapat ditunjuk dan ditetapkan sebagai kawasan taman nasional
meliputi:
1.

memiliki sumber daya alam hayati dan ekosistem yang khas dan unik yang masih
utuh dan alami serta gejala alam yang unik;

2.

memiliki satu atau beberapa ekosistem yang masih utuh;

3.

mempunyai luas yang cukup untuk menjamin kelangsungan proses ekologis secara
alami; dan

4.

merupakan wilayah yang dapat dibagi kedalam zona inti, zona pemanfaatan, zona
rimba, dan/atau zona lainnya sesuai dengan keperluan.

Taman nasional dapat dimanfaatkan untuk kegiatan:


1.

penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan; misalnya : tempat penelitian, uji


coba, pengamatan fenomena alam, dll

2.

pendidikan dan peningkatan kesadartahuan konservasi alam; misalnya : tempat


praktek lapang, perkemahan, out bond, ekowisata, dll

3.

penyimpanan dan/atau penyerapan karbon, pemanfaatan air serta energi air, panas,
dan angin serta wisata alam; misalnya : pemanfaatan air untuk industri air kemasan,
obyek wisata alam, pembangkit listrik (mikrohidro/pikohidro), dll

4.

pemanfaatan tumbuhan dan satwa liar; misalnya : penangkaran rusa, buaya, anggrek,
obat-obatan, dll

5.

pemanfaatan sumber plasma nutfah untuk penunjang budidaya; misalnya : kebun


benih, bibit, perbanyakan biji, dll.

6.

pemanfaatan tradisional. Pemanfaatan tradisional dapat berupa kegiatan pemungutan


hasil hutan bukan kayu, budidaya tradisional, serta perburuan tradisional terbatas
untuk jenis yang tidak dilindungi.

Mekanisme

pemanfaatan

terlebih

dahulu

membangun

kesepahaman/kesepakatan/kolaborasi dengan pengelola Taman Nasional dalam rangka


pemanfaatan potensi kawasan (sesuai Permenhut nomor P19/ Menhut/2004).
Terhadap masyarakat di sekitar Taman Nasional dilakukan kegiatan pemberdayaan
masyarakat. Pemberdayaan masyarakat di sekitar Taman Nasional dilakukan melalui:

pengembangan desa konservasi;

pemberian izin untuk memungut hasil hutan bukan kayu di zona atau blok
pemanfaatan, izin pemanfaatan tradisional, serta izin pengusahaan jasa wisata alam;

fasilitasi kemitraan pemegang izin pemanfaatan hutan dengan masyarakat.

BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Pengertian Taman Nasional
Taman Nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli
dikelola dengan system zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian,ilmu pengetahuan,

pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata, dan rekreasi (pasal 1 butir 14 UU No. 5 Tahun
1990).
Kawasan Pelestarian Alam adalah kawasan dengan ciri khas tertentu, baik di darat
maupun di perairan yang mempunyai fungsi perlindungan sistem penyangga kehidupan,
pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa, serta pemanfaatan secara lestari
sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya (Pasal 1 butir 13 UU No. 5 Tahun 1990).
Di indonesia sendiri hingga tahun 2006, telah ditetapkan 50 kawasan yang telah ditetapkan
menjadi Taman Nasional yang tersebar di beberapa pulau di Indonesia. Untuk pulau bali dan Nusa
Tenggara trdapat enam (6) Taman Nasional, di pulau Jawa ada dua belas (12) Taman Nasional, di
pulau kalimantann ada delapan (8) Taman Nasional, di pulau maluku dan irian jaya ada lima (5)
Taman Nasional, di pulau sulawesi ada (8) Taman Nasional ,dan di pulau sumatera ada sebelas (11)
Taman Nasional, enam (6) diantaranya ditetapkan sebagai situs warisan dunia (World Heritage Sites).
Pembagian Taman Nasional di indonesia dibagi dalam dua kategori yaitu :Taman Nasional
darat dan tanam nasional laut. Total jumlah luasan Taman Nasional yang ada di indonesia hingga
tahun 2004 tercatat telah mencapai 16.380.491.64 Ha dengan perincian untuk darat 12.336.950.34
Ha sedangkan laut 4.043.541.30 Ha

Kriteria Penetapan Kawasan Taman Nasional (TN) adalah sebagai berikut:

Kawasan yang ditetapkan mempunyai luas yang cukup untuk menjamin kelangsungan proses
ekologis secara alami;

Memiliki sumber daya alam yang khas dan unik baik berupa jenis tumbuhan maupun satwa
dan ekosistemnya serta gejala alam yang masih utuh dan alami;

Memiliki satu atau beberapa ekosistem yang masih utuh;

Memiliki keadaan alam yang asli dan alami untuk dikembangkan sebagai pariwisata alam;

Merupakan kawasan yang dapat dibagi kedalam Zona Inti, Zona Pemanfaatan, Zona Rimba
dan Zona lain yang karena pertimbangan kepentingan rehabilitasi kawasan, ketergantungan
penduduk sekitar kawasan, dan dalam rangka mendukung upaya pelestarian sumber daya
alam hayati dan ekosistemnya, dapat ditetapkan sebagai zona tersendiri.
3.2 Manfaat Taman Nasional
Pengelolaan taman nasional dapat memberikan manfaat antara lain:

Ekonomi
Dapat dikembangkan sebagai kawasan yang mempunyai nilai ekonomis, sebagai
contoh potensi terumbu karang merupakan sumber yang memiliki produktivitas dan
keanekaragaman yang tinggi sehingga membantu meningkatkan pendapatan bagi nelayan,
penduduk pesisir bahkan devisa negara.

Ekologi
Dapat menjaga keseimbangan kehidupan baik biotik maupun abiotik di daratan
maupun perairan.

Estetika
Memiliki keindahan sebagai obyek wisata alam yang dikembangkan sebagai usaha
pariwisata alam / bahari.

Pendidikan dan Penelitian


Merupakan obyek dalam pengembangan ilmu pengetahuan, pendidikan dan
penelitian.

Jaminan Masa Depan


Keanekaragaman sumber daya alam kawasan konservasi baik di darat maupun di
perairan memiliki jaminan untuk dimanfaatkan secara batasan bagi kehidupan yang lebih
baik untuk generasi kini dan yang akan datang.
3.3 Rencana pengelolaan Taman Nasional
Kawasan taman nasional dikelola oleh pemerintah dan dikelola dengan upaya
pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya. Suatu kawasan
taman nasional dikelola berdasarkan satu rencana pengelolaan yang disusun berdasarkan
kajian aspek-aspek ekologi, teknis, ekonomis dan sosial budaya. Rencana pengelolaan taman
nasional sekurang-kurangnya memuat tujuan pengelolaan, dan garis besar kegiatan yang
menunjang upaya perlindungan, pengawetan dan pemanfaatan kawasan.
Pengelolaan Taman nasional didasarkan atas sistem zonasi, yang dapat dibagi atas:

Zona inti;

Zona pemanfaatan;

Zona rimba;

dan atau yang ditetapkan Menteri berdasarkan kebutuhan pelestarian sumberdaya alam
hayati dan ekosistemnya.
Kriteria zona inti, yaitu:

mempunyai keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya; mewakili


formasi biota tertentu dan atau unit-unit penyusunnya;

mempunyai kondisi alam, baik biota maupun fisiknya yang masih asli dan atau tidak atau
belum diganggu manusia;

mempunyai luas yang cukup dan bentuk tertentu agar menunjang pengelolaan yang efektif
dan menjamin berlangsungnya proses ekologis secara alami;

mempunyai ciri khas potensinya dan dapat merupakan contoh yang keberadaannya
memerlukan upaya konservasi;

mempunyai komunitas tumbuhan dan atau satwa beserta ekosistemnya yang langka atau
yang keberadaannya terancam punah.
Kriteria zona pemanfaatan, yaitu:

mempunyai daya tarik alam berupa tumbuhan, satwa atau berupa formasi ekosistem tertentu
serta formasi geologinya yang indah dan unik;

mempunyai luas yang cukup untuk menjamin kelestarian potensi dan daya tarik untuk
dimanfaatkan bagi pariwisata dan rekreasi alam;

kondisi lingkungan di sekitarnya mendukung upaya pengembangan pariwisata alam.


Kriteria zona rimba, yaitu:

kawasan yang ditetapkan mampu mendukung upaya perkembangan dari jenis satwa yang
perlu dilakukan upaya konservasi;

memiliki keanekaragaman jenis yang mampu menyangga pelestarian zona inti dan zona
pemanfaatan;

merupakan tempat dan kehidupan bagi jenis satwa migran tertentu.


"Upaya pengawetan kawasan taman nasional dilaksanakan sesuai dengan sistem zonasi
pengelolaannya" Upaya pengawetan pada zona inti dilaksanakan dalam bentuk kegiatan:

perlindungan dan pengamanan;

inventarisasi potensi kawasan;

penelitian dan pengembangan dalam menunjang pengelolaan.


Upaya pengawetan pada zona pemanfaatan dilaksanakan dalam bentuk kegiatan:

perlindungan dan pengamanan;

inventarisasi potensi kawasan;

penelitian dan pengembangan dalam menunjang pariwisata alam;


Upaya pengawetan pada zona rimba dilaksanakan dalam bentuk kegiatan:

perlindungan dan pengamanan;

inventarisasi potensi kawasan penelitian dan pengembangan dalam menunjang pengelolaan;

pembinaan habitat dan populasi satwa.

Pembinaan habitat dan populasi satwa, meliputi kegiatan:

pembinaan padang rumput;

pembuatan fasilitas air minum dan atau tempat berkubang dan mandi satwa;

penanaman dan pemeliharaan pohon-pohon pelindung dan pohon-pohon sumber makanan


satwa;

penjarangan populasi satwa;


penambahan tumbuhan atau satwa asli, atau pemberantasan jenis tumbuhan dan satwa
pengganggu.
Beberapa kegiatan yang dapat mengakibatkan perubahan fungsi kawasan taman nasional
adalah:

merusak kekhasan potensi sebagai pembentuk ekosistem;

merusak keindahan dan gejala alam;

mengurangi luas kawasan yang telah ditentukan;

melakukan kegiatan usaha yang tidak sesuai dengan rencana pengelolaan dan atau rencana
pengusahaan yang telah mendapat persetujuan dari pejabat yang berwenang.
Sesuatu kegiatan yang dapat dianggap sebagai tindakan permulaan melakukan kegiatan yang
berakibat terhadap perubahan fungsi kawasan adalah:

memotong, memindahkan, merusak atau menghilangkan tanda batas kawasan;

membawa alat yang lazim digunakan untuk mengambil, menangkap, berburu, menebang,
merusak, memusnahkan dan mengangkut sumberdaya alam ke dan dari dalam kawasan.
Taman nasional dapat dimanfaatkan sesuai dengan sistem zonasinya :

Pemanfaatan Zona inti: penelitian dan pengembangan yang menunjang pemanfaatan; ilmu
pengetahuan; pendidikan; kegiatan penunjang budidaya.

Pemanfaatan zona pemanfaatan: pariwisata alam dan rekreasi; penelitian dan pengembangan
yang menunjang pemanfaatan; pendidikan dan atau kegiatan penunjang budidaya.

Pemanfaatan zona rimba: penelitian dan pengembangan yang menunjang pemanfaatan; ilmu
pengetahuan; pendidikan; kegiatan penunjang budidaya; wisata alam terbatas.
3.4 Persoalan-persoalan Pengelolaan
Pengelola kawasan-kawasan konservasi menghadapi berbagai persoalan yang kompleks dan
beragam. Persoalan dapat dikelompokkan ke dalam persoalan internal dan eksternal.
a. Persoalan Internal
Yang dimaksud persoalan internal adalah menyangkut organisasi dan kelembagaan Balai.
a.1. Sistem Perencanaan

Rencana Pengelolaan (RP).Pengelolaan suatu kawasan konservasi didasarkan pada suatu


RP yang berjangka 20-25 tahun, yang diterjemahkan ke dalam Rencana Karya Lima tahun (RKL),
dan Rencana Karya Tahunan (RKT). Persoalan yang pada umumnya muncul adalah sebagian besar
kawasan konservasi belum memiliki rencana pengelolaan tersebut.
Dari 535 kawasan konservasi, baru 34,4 % yang telah memiliki Rencana Pengelolaan. Pada
umumnya TN dan TWA. Sedangkan penyusunan zonasi/blok pengelolaan, baru tercapai 8,4%. Untuk
21 Taman Nasional Model, semua telah memiliki Rencana Pengelolaan, namun demikian masih 19%
belum disahkan.
Kelemahan dari RP secara eksternal adalah kurangnya proses konsultasi publik, sehingga
banyak pihak tidak memahami apa saja yang akan dikerjakan oleh Balai. Kelemahan kedua adalah
bahwa RKL yang lebih bersifat strategis jangka lima tahun didasarkan pada data dan informasi yang
masih lemah. Isu-isu strategis yang harus dikerjakan belum dapat diidentifikasi. Kawasan belum
ditetapkan zonasinya, batas kawasan masih belum mantap (batas belum temu gelang, batas digugat
pihak lain, pal batas hilang/dipindahkan/dirusak, dan atau tidak diakui masyarakat). RKL tidak
dijadikan dasar RKT dan sebagai dasar dalam pengusulan anggaran. Kelemahan terdapat di daerah
dan di pusat, karena pusat (Bagian Program Anggaran) tidak (sempat) menganalisis usulan kegiatan
UPT berdasarkan pada dokumen RP, RKL, dan RKT yang sudah ada.
a.2. Tata Batas dan Pemangkuan Kawasan
Tata batas sebagai salah satu prakondisi pengelolaan kawasan konservasi menjadi salah
satu kendala. Kondisi perkembangan tata batas kawasan konservasi adalah sebagai berikut :
belum tata batas (24,8%),
sudah tata batas-belum temu gelang (18,2%),
sudah tata batas temu gelang (17,6%),
sudah temu gelang dengan BATB sudah selesai (16,5%),
sudah penetapan (24,6%).
Organisasi belum mampu membangun sistem pengelolaan yang berbasis pada pola
pemangkuan kawasan. Resort-resort sebagai unit terkecil manajemen kawasan di tingkat lapangan
belum dibangun. Di beberapa taman nasional di Pulau Jawa telah dimulai sistem ini. Kita dapat
mencontoh konsep Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Perum Perhutani, di mana kawasan
hutannya dibagi habis sampai ke dalam RPH (Resort Polisi Hutan). Mereka bekerja di tingkat
lapangan, dengan peta kerja skala 1 : 10.000. Dengan demikian, maka semua informasi tentang
kawasan dapat dipetakan dan dijadikan dasar untuk melakukan tindakan perencanaan dan
manajemen kawasan secara detil.
Ditjen PHKA sedang mengarahkan pola pengelolaan dengan basis resort ini, tentu saja
disesuaikan dengan tipologi setiap kawasan, dan bahkan tipologi setiap resort. Resort di kawasan
konservasi tidak akan melakukan tindakan polisional, tetapi lebih pada mengembangkan pola-pola
kolaborasi, pendampingan, dan fasilitasi. Masyarakat diposisikan sebagai bagian dari solusi
pengelolaan: masyarakat sebagai subyek pengelolaan kawasan-kawasan konservasi. Kebijakan
berbasis resort ini dipertegas dalam rumusan Raker Kepala UPT se Indonesia pada tanggal 30 Juni

s/d 3 Juli di Jakarta. Di mana pembenahan jangka pendek untuk kawasan-kawasan konservasi
adalah penataan kawasan dan menetapkan resort-resort sebagai unit manajemen terkecil dari
kawasan konservasi. Pesan singkatnya adalah: kembali bekerja di lapangan.
a.3. Leadership dan Manajemen
Pola ini mensyaratkan kemampuan leadership dan kemampuan manajerial keproyekan
yang mencukupi. Dukungan kebijakan dari Pusat untuk merealisasikan konsep inipun harus dilakukan
secara konsisten dan komprehensif. Leader akan mengarahkan ke mana organisasi akan di bawa
untuk mencapai tujuan yang mana. Tujuan pengelolaan dapat dilihat kembali pada di SK Penunjukan
kawasan tersebut, yang tercantum dalam butir menimbang. Manajemen akan mengawal Tim DIPA
untuk mendukung tujuan yang telah ditetapkan agar dapat dilakukan secara efektif (tepat sasaran)
dan efisien (hasil optimaly ang diperoleh dicapai per satuan waktu).
Dasar pemikiran dari kebijakan baru ini sangat sederhana. Terjadinya illegal logging,
perambahan kawasan, perburuan satwa, dan kebakaran hutan dan lahan, disebabkan karena
absennya kehadiran staf di lapangan. Jadi illegal logging, perambahan kawasan, perburuan satwa,
dan kebakaran lahan dan hutan hanya merupakan sympton atau gejala. Penyakit atau core
problemnya adalah kawasan tidak dijaga, atau tidak dikelola di tingkat lapangan. Strategi penjagaan
kawasan tentunya tidak akan pernah berhasil bila dilakukan secara sepihak, karena jelas bahwa
SDM, dana, dan sarana/prasarana tidak akan pernah mencukupi sampai kapanpun. Oleh karena itu,
strategi baru yang dikembangkan adalah kolaborasi multipihak. Arahan kebijakan ini telah
dituangkan dalam Permenhut P.19/2004 tentang Kolaborasi Pengelolaan KPA/KSA. Diperlukan
waktu 24 tahun (apabila dihitung dari deklarasi 5 taman nasional pertama pada tahun 1980), untuk
mendorong pola-pola baru dalam pengelolaan kawasan konservasi, yang lebih inklusif dengan
melibatkan para pihak.
b. Persoalan Eksternal
Dalam rentang waktu 38 tahun pembangunan nasional Indonesia, telah merubah wajah
ruang dan lahan, di hampir seluruh pulau kecuali Papua. Perubahan tutupan lahan di Sumatera yang
didominasi oleh sawit, HTI, dan kawasan terbuka open access, akan berdampak langsung pada polapola tekanan ke dalam kawasan konservasi. Kawasan konservasi menjadi lebih terbuka, mudah
dijangkau, terpotong-potong (fragmented) karena kepentingan pembangunan ruas jalan HPH, jalan
tambang, jalan HTI, jalan transmigrasi, perluasan kabupaten/kota,dan seterusnya.
Perubahan politik menuju otonomi daerah sejak tahun 1998, telah melahirkan banyak provinsi
dan kabupaten/kota baru. Kesemuanya memerlukan kawasan hutan. Banyak kabupaten baru yang
seluruh arealnya masuk dalam kawasan konservasi, seperti Kab.Wakatobi, Kab.Raja Ampat. Provinsi
NAD membengkak menjadi 23 kabupaten/kota-atau hampir 200%; Provinsi Kalteng dari 6 menjadi 13
kabupaten, dan seterusnya. Lahirnya kabupaten/provinsi baru jelas memerlukan ruang, dan kawasan
hutan menjadi sasaran pertama untuk diminta.
b.1. Perebutan Ruang dan Aset Ekonomi
Kabupaten dan atau provinsi baru akan mendorong investasi yang cepat saji. Pada
umumnya, investasi perkebunan terutama sawit menjadi pilihan pertama, diikuti dengan
pertambangan baik yang terbuka dan tertutup. Muncullah tumpang tindih perijinan antara kebun

dengan HPH/HTI, tambang dengan HPH.HTI, dan seterusnya. Dalam kondisi kompetisi ini, peran
kawasan konservasi terus dipertanyakan. Apa manfaat adanya kawasan kosnervasi bagi pemerintah
daerah dan masyarakat?
Perebutan atau lebih tepatnya penyerobotan ruang atau kawasan konservasi untuk
perambahan dengan motif ekonomi telah lama terjadi seperti di TN.Bukit Barisan Selatan
(perambahan > 50.000 Ha untuk perkebunan kopi rakyat), TN.Gunung Leuser (20.000 Ha kawasan
rusak, 4.000 Ha kawasan sudah ditanami dengan sawit yang diorganisir kelompok elite); SM Karang
Gading di Pantai Timur Sumut dibongkar untuk tambak dan bakaunya ditebang untuk industri arang;
SM Bentayan dan SM Dangku dirambah untuk PETI; TN Kutai yang kaya akan kandungan batubara,
terancam dilepaskan kawasannya seluas 23.000 Ha atas permintaan Bupati Kutai Timur, dengan
mengatasnamakan kepentingan legalisasi 7 desa di 2 kecamatan; dan masih berderet panjang
kasus-kasus serupa di seluruh Indonesia. Terhadap kasus seperti ini, penegakan hukum harus
dilakukan secara konsisten. Dukungan dari aparat penegak hukum (Polres, PN, Kejaksaan), dan
dukungan politik dari DPR, media massa, dan lembaga swadaya masyarakat.
b.2. Posisi Masyarakat Adat
Persoalan khusus yang pada era reformasi dan desentralisasi semakin urgen untuk ditangani
secara komprehensif adalah keberadaan masyarakat asli, masyarakat setempat, masyarakat
tradisional yang berada di sekitar atau di dalam kawasan konservasi. Beberapa taman nasional
memiliki ciri khas yang seperti ini. Contoh : TN.Kayan Mentarang-diakui miliki 12 suku Dayak; TN
Betung Kerihun, TN Bukit Dua Belas-Masyarakat Kubu; TN.Bukit Tigapuluh-Suku Talangmamak; TN
Lore Lindu; TN Siberut-Suku Mentawai, dan pada umumnya sebagian besar kawasan konservasi di
Papua (Wasur, SM Mamberamo-Foja).
Pola pengelolaan kawasan konservasi dengan latar belakang yang seperti ini perlu dilakukan
dengan melibatkan sepenuhnya masyarakat adat tersebut. Pemberlakuan UU No.5/1990 ataupun UU
No 41/1999, beserta peraturan pemerintah tidak akan efektif dapat diberlakukan sepenuhnya. Isu-isu
yang akan muncul apabila salah melakukan pendekatan adalah persoalan HAM, hak adat, dan
Kehutanan akan dibenturkan dengan persoalan-persoalan sosial yang dapat memicu konflik
horizontal.
Masyarakat khususnya masyarakat setempat, seharusnya diposisikan sebagai subyek dan
bagian dari solusi pengelolaan kawasan konservasi. Pola pengelolaan berbasis resort, akan
mendorong staf Balai untuk bekerja di tingkat lapangan dan bekerja dengan masyarakat. Masyarakat
setempat ikut terlibat dalam menjaga dan pengelolaan kawasan konservasi. Permenhut P.19/2004
adalah payung untuk memulai melakukan berbagai inisiatif kemitraan.
c. Sinergitas Kemitraan
Ditjen PHKA adalah Eselon I Dephut yang memiliki mitra paling banyak, baik yang berupa
kerjasama bilateral, multilateral, maupun dukung lembaga konservasi internasional. Beberapa
lembaga konservasi yang memiliki peran penting antara lain WALHI dengan jaringannya di seluruh
kabupaten, WWF, The Nature Conservancy (TNC), Conservation International Indonesia (CII), Fauna
Flora Internatioal (FFI), Borneo Orangutan Society (BOS), Sumatra Orangutan Conservation Program

(SOCP), Yayasan KEHATI, Yayasan Burung Indonesia, Yayasan Leuser International, WARSI-Jambi,
Jikalahari-Riau, dan sebagainya.
Dukungan dari berbagai negara antara lain dari JICA (Jepang), DFID (Inggris), USAID,
AusAID, GTZ, UNESCO, dan lain sebagainya. Isu kunci dalam pengembangan kemitraan adalah
bagaimana membangun Visi Bersama sebagai dasar bagi program-program yang sinergis.
Perbedaan titik padang terhadap isu-isu strategis akan berdampak pada perbedaan prioritas program.
Hal ini dapat menjadi salah satu kendala tercapainya tujuan konservasi.

BAB IV
PENUTUP
4.1 KESIMPULAN
Taman Nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli
dikelola dengan system zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian,ilmu pengetahuan,
pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata, dan rekreasi (pasal 1 butir 14 UU No. 5 Tahun
1990).
Kawasan Pelestarian Alam adalah kawasan dengan ciri khas tertentu, baik di darat
maupun di perairan yang mempunyai fungsi perlindungan sistem penyangga kehidupan,
pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa, serta pemanfaatan secara lestari
sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya (Pasal 1 butir 13 UU No. 5 Tahun 1990).
Dalam menyikapi berbagai kendala, hambatan dan tantangan, Balai Taman Nasional
Bali Barat menempuh strategi sebagai berikut :
1. Pemantapan kawasa

2. Penyusunan Rencana
3. Pembangunan sarana dan prasarana
4. Pengelolaan potensi kawasan
5. Perlindungan dan Pengamanan Kawasan
6. Pengelolaan Penelitian dan Pendidikan
7. Pengelolaan Wisata Alam
8. Pengembangan Integrasi dan Koordinasi
9. Pengelolaan potensi kawasan
Dari berbagai persoalan dalam pengelolaan , beberapa hal dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Pengelolaan kawasan konservasi menyangkut berbagai persoalan yang beragam, kompleks,
dengan dinamika perubahan yang tinggi. Diperlukan dukungan berbagai cabang ilmu dan kepakaran,
sesuai dengan tipologi persoalan dan atau potensi yang dapat dikembangkan.
2. Perubahan-perubahan tata guna lahan di sekitar kawasan konservasi, sebagai akibat dari
perkembangan pembangunan, perubahan politik menuju otonomi, harus dijadikan salah satu
pertimbangkan arah pengelolaan ke depan.
3. Penguatan organisasi Balai merupakan salah satu upaya terpenting, khususnya yang menyangkut
pola perencanaan, arah pengelolaan, pembinaan staf, kemampuan leadership dan manajerial, serta
upaya membangun berbagai mekanisme kolaborasi pengelolaan. Organisasi Balai harus mampu
menjadi organisasi yang selalu belajar (learning organization), agar dapat mengadaptasi perubahan
dan mensinkronkannya dengan tujuan-tujuan utama konservasi.
4. Perlu perubahan paradigmatik pola pengelolaan kawasan konservasi, dengan membangun
berbagai inisiatif, terobosan, dan inovasi pengelolaan, dengan mempertimbangan faktor internal dan
eksternal yang mempengaruhi arah pengelolaan dan kelestarian kawasan konservasi.
5. Pola-pola pengambilan keputusan terhadap berbagai persoalan dan pengembangan potensi
pengelolaan harus didasarkan pada data dan informasi spatial dan non spatial yang up to date dan
akurat, dengan mendorong dikembangkannya scientific-based decision making process.

4.2 SARAN
Dalam melakukan pengelolaan terhadap kawasan konservasi seperti Taman Nasional,
dalam hal ini pemerintah daerah dan masyarakat local memiliki peran yang sangat besar
dalam mendukung efektifitas pengelolaan kawasan konservasi. Diharapkan agar pengelolaan
taman nasional dapat memberikan hasil yang bagus, karena berkaitan dengan kelangsungan
dan kesejahteraan makhluk hidup yang ada di berbagai daerah.

DAFTAR PUSTAKA
Anonym.2012.http://pengertian-definisi.blogspot.com/2012/04/hutan-indonesia.html (diakses
tanggal 31 April 2013)
Anonym.http://kkji.kp3k.kkp.go.id/index.php/beritabaru/109-capaian-mpag (diakses tanggal 31
April 2013)
Anonym.2010.http://id.orangutancentre.org/2010/11/apa-itu-taman-nasional/(diakses tanggal 31
April 2013)
Anonym.2011.http://foresterlife.blogspot.com/2011/01/taman-nasional.html (diakses tanggal 31
April 2013)
Anonym.2006.http://ecopedia.wordpress.com/2006/01/08/kawasan-konservasi/ (diakses tanggal
31 April 2013)
Anonym.http://www.dephut.go.id/INFORMASI/TN%20INDO-ENGLISH/tn_index.htm
(diakses tanggal 31 April 2013)
Anonym.http://id.wikipedia.org/wiki/Taman_nasional (diakses tanggal 31 April 2013)

Diposkan oleh ahmad jailani di 02.28


Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest

Tidak ada komentar:


Poskan Komentar
Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda
Langganan: Poskan Komentar (Atom)

Translate
Uzbek

Diberdayakan oleh

Ahvie

Terjemahan

Mengenai

Saya
dalam pengembangan materi ini, saya mengucapkan terima kasih kepada
teman, senior, dan dosen kehutanan.
follow @lakha_jeilani

ahmad jailani
aku rimbawan
Lihat profil lengkapku

Arsip Blog

2013 (18)
o

November (1)

Oktober (1)

September (1)

Juni (1)

April (12)

Keanekaragaman Hayati mamalia di Indonesia

Sawit dan Karet akan Diperjuangkan pada APEC

makalah manajemen hutan pengelolaan taman nasional...

MENAJEMEN HUTANPENGELOLAANTAMAN NASIONAL DISUSU...

MAKALAH PerubahanSosial dan Budaya dalam Masyaraka...

makalah perubahan sosial dan budaya dalam masyarak...

Beberapa bentuk perubahan sosial dan kebudayaan ma...

SUKU, MARGA DAN JENIS - JENIS POHON PENTING

Sistem Silvikultur Tebang Pilih Tanam Indonesia TP...

Sistem Silvikultur Tebang Pilih Tanam Indonesia ...

Niat Dan Amal

Jangan Pernah Berrgeser dari Niat yang Ikhlas

Maret (2)

jailani

semua tentang kita

Ada kesalahan di dalam gadget ini

Pengikut
Daily Calendar
Template Watermark. Gambar template oleh Cimmerian. Diberdayakan oleh Blogger.

Вам также может понравиться