Вы находитесь на странице: 1из 9

PERJANJIAN LINGGARJATI

Masuknya

AFNEI

yang

memboncengi

NICA

ke

Indonesia

sebab

Jepang

menetapkan status quo di Indonesia menyebabkan erjadinya konflik antara


Indonesia dengan Belanda, semacam contohnya Momen 10 November, tidak
hanya itu pemerintah Inggris menjadi penanggung jawab untuk menyelesaikan
konflik politik serta militer di Asia, oleh sebab itu, Sir Archibald Clark Kerr,
diplomat Inggris, mengajak Indonesia serta Belanda untuk berunding di Hooge
Veluwe, tetapi perundingan tersebut gagal sebab Indonesia meminta Belanda
mengakui kedaulatannya atas Jawa, Sumatera serta Madura, tetapi Belanda
hanya mau mengakui Indonesia atas Jawa serta Madura saja.

Pada akhir Agustus 1946, pemerintah Inggris mengirimkan Lord Killearn ke


Indonesia untuk menyelesaikan perundingan antara Indonesia dengan Belanda.
Pada tanggal 7 Oktober 1946 bertempat di Konsulat Jenderal Inggris di Jakarta
dibuka perundingan Indonesia-Belanda dengan dipimpin oleh Lord Killearn.
Perundingan ini menghasilkan persetujuan gencatan senjata (14 Oktober) serta
meratakan jalan ke arah perundingan di Linggarjati yang dimulai tanggal 11
November 1946.
Linggarjati merupakan kota kecil yang berda dikurang lebih 21 km sebelah barat
Cirebon. Perundingan Linggarjati dilaksanakan pada tanggal 10-15 November
1946. dalam perundingan Linggarjati delegasi Indonesia dipimpin perdana
Menteri Sutan Syahrir, sedangkan delegasi Belanda diwakili oleh Prof. S.
Schemerhorn serta Dr. H,J. Van. Mook. Penengah serta pemimpin perundingan
dari pihak Inggris, yaitu Lord Killeam. Hasil perundingan diumumkan pada

tanggal 15 November 1946 serta sudah tersusun sebagai naskah persetujuan


yang terdiri atas 17 pasal, antara lain berisi sebagai berikut:

, Jawa serta Madura. Belanda wajib meninggalkan wilayah de facto paling


lambat 1 Januari 1949.

Belanda mengakui dengan cara de facto Republik Indonesia dengan wilayah


kekuasaan yang meliputi Sumatra Republik Indonesia serta Belanda bakal
bekerja sama dalam membentuk Negara Indonesia Serikat, dengan nama
Republik Indonesia Serikat, yang salah satu tahapnya merupakan Republik
Indonesia

Republik Indonesia Serikat serta Belanda bakal membentuk Uni Indonesia Belanda dengan Ratu Belanda sebagai ketuanya.

Hasil perundingan Linggarjati menimulkan beberapa pendapat pro serta kontra


di kalngan partai politik di Indonesia. Perundingan Linggarjati memenyesalkan
pihak Reopublik Indonesia krena wilayahnya terus sempit, yaitu hanya meliputi
Jawa, Madura serta Sumatera. Faktor ini menyebababkan terjadinya pergolakan
di Bali Novmber 1946 dibawah ceo Letnan Kolonel Gusti Ngurah Rai, dengan
perang puputan/ perang habis-habisan (puputan Margarana ) serta pertempuran
Manado dipimpin Letkol Taulu yang dibantu oleh Residen Lapian melawan tentara
KNIL (Belanda).[gs]

B . PERJANJIAN RENVILLE
Perjanjian Linggajati ternyata merugikan perjuangan bangsa Indonesia, oleh
karena itu kedua belah pihak tidak mampu menjalankan isi perjanjian itu.
Pertempuran terus menerus terjadi antara Indonesia dengan Belanda. Dalam
upaya mengawasi pemberhentian tembak-menembak antara pasukanBelanda
dengan TNI, Dewan Keamanan PBB membentuk suatu komisi jasajasa baik yang
dikenal dengan Komisi Tiga Negara (KTN). Untuk melaksanakan tugas dari Dewan
Keamanan PBB, KTN mengadakan perundingan untuk kedua belah pihak. Tempat
perundingan diupayakan di wilayah netral. Amerika Serikat mengusulkan agar
perundingan dilaksanakan di atas kapal pengangkut pasukan angkatan laut
Amerika Serikat USS Renville.

Kapal Renville
Kapal yang berlabuh di Teluk Jakarta ini menjadi tempat perundingan yang
dimulai tanggal 8 Desember 1947. Delegasi Indonesia dipimpin oleh Mr. Amir
Sjarifuddin, sedangkan pihak Belanda diwakili oleh R. Abdulkadir Widjojoatmodjo,
yaitu orang Indonesia yang memihak Belanda. Perjanjian ini menghasilkan
persetujuan yang pada intinya sebagai berikut:
Perjanjian Renville terdiri dari:
1.
10 pasal persetujuan gencatan senjata
2.

12 pasal prinsip politik

3.

6 pasal prinsip tambahan dari KTN

Isi Perjanjian Renville :


1. Belanda tetap berdaulat sampai terbentuknya Republik Indonesia Serikat
(RIS).
2. Republik Indonesia sejajar kedudukannya dalam Uni Indonesiaa Belanda.
3. Sebelum

Republik

Indonesia

Serikat

terbentuk,

Belanda

dapat

menyerahkan kekuasaannya kepada pemerintah federal sementara.


4. Republik Indonesia menjadi negara bagian dari Republik Indonesia Serikat.
5. Antara enam bulan sampai satu tahun akan diselenggarakan pemilihan
umum untuk membentuk Konstituante RIS.
6. Tentara Indonesia di daerah pendudukan Belanda (daerah kantong) harus
dipindahkan ke daerah Republik Indonesia.

Dalam Usaha memecah belah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI),


Belanda membentuk Negara-negara boneka, seperti : Negara Borneo Barat,
Negara Madura, Negara Sumatera Timur, dan Negara Jawa Timur. Negara boneka
tersebut tergabung dalam BFO (Bijeenkomstvoor Federal Overslag).
Hasil Akhir Perundingan Renville
a. Wilayah Indonesia diakui sebagai garis demarkasi (garis Van Mook) (Crayon
Pedia). Garis Van Mook yaitu garis khayal yang dibuat oleh Van Mook sebagai
batas wilayah kekuasaan Indonesia dan kekuasaan Belanda berdasarkan
agresi militer Belanda I (Eryadi). Yang mana batas wilayahnya yang di mulai
dari Sumatera Selatan, Jawa Barat sampai dengan wilayah Jawa Timur.
b. Belanda tetap berdaulat atas seluruh wilayah Indonesia, sampai diserahkan
kepada Republik Indonesia Serikat yang segera dibentuk.
c. RIS mempunyai kedudukan yang sejajar dengan negara Belanda dalam Uni
Indonesia-Belanda.
d. Republik Indonesia menjadi bagian dari Negara Republik Indonesia Serikat.
e. Sebelum RIS terbentuk, Belanda dapat menyerahkan sebagian kekuasaannya
f.

kepada pemerintah federal sementara.


Pasukan Republik Indonesia yang berada di daerah kantung harus ditarik ke
daearh Republik Indonesia. Daerah kantung adalah daerah yang berada
dibelakang garis Van Mook, yakni garis yang menghubungkan dua daerah

terdepan yang di duduki oleh Belanda.


g. Pada tanggal 12 Januari 1948 Perjanjian Renville ditandatangani. (Eryadi).
Dampak Perundingan Renville Terhadap Bangsa Indonesia

Dengan ada dan di sepakatinya perjanjian Renvile ini, dilihat justru memojokkan
keadaan bangsa kita dan justru semakin membuka peluang negara Belanda
pada waktu itu untuk menduduki sebagian besar wilayah republic Indonesia, dan
hal inilah yang justru memicu ketidakpercayaan rakyat pada Perdana Menteri
Amir Syarifudin yang dinilai gagal karena terlalu membuka peluang Belanda
untuk lebh dapat menguasai berbagai wilayah Indonesia yang dinilai lebih
memiliki sumber daya alam yang melimpah, oleh karena itu dengan adanya
perjanjian Renvile ini sangatlah memberikan berbagai dampak yang signifikan.
[gs]
C. PERJANJIAN ROEM-ROYEN
Perjanjian Roem-Roijen (juga disebut Perjanjian Roem-Van Roijen) adalah
sebuah

perjanjian

antara Indonesia dengan Belanda yang

dimulai

pada

tanggal 14 April 1949 dan akhirnya ditandatangani pada tanggal 7 Mei 1949 di
Hotel

Des

Indes, Jakarta.

Namanya

diambil

dari

kedua

pemimpin

delegasi, Mohammad Roem dan Herman van Roijen. Maksud pertemuan ini
adalah

untuk

menyelesaikan

beberapa

masalah

mengenai

kemerdekaan

Indonesia sebelum Konferensi Meja Bundar di Den Haag pada tahun yang sama.
Perjanjian ini sangat alot sehingga memerlukan kehadiran Bung Hatta dari
pengasingan di Bangka, juga Sri Sultan Hamengkubuwono IX dari Yogyakarta
untuk mempertegas sikap Sri Sultan HB IX terhadap Pemerintahan Republik
Indonesia di Yogyakarta, di mana Sultan Hamengku Buwono IX mengatakan
Jogjakarta is de Republiek Indonesie (Yogyakarta adalah Republik Indonesia).
[butuh rujukan]

Perjanjian ini hanya menghasilkan pernyataan masing-masing delegasi. Hal ini


disebabkan belum dicapainya kata sepakat mengenai rumusan perjanjian itu.
Pihak Indonesia dalam perundingan itu diwakili oleh Mr. Moh. Roem, sedangkan
Belanda oleh DR. Van Royen. Perjanjian Roem-Royen ini terjadi pada tanggal 7
Mei 1949. Masing-masing pernyataan itu adalah sebagai berikut:

Perjanjian Roem-Royen

1. Pernyataan Mr. Moh. Roem (Indonesia)

Mengeluarkan perintah kepada pengikut RI yang bersenjata untuk


menghentikan perang gerilya

Kerja sama dalam hal pengembalian perdamaian dan menjaga keamanan


dan ketertiban

Turut serta dalam KMB di Den Haag dengan maksud untuk mempercepat
penyerahan kedaulatan yang sungguh-sungguh dan lengkap kepada
Negara Indonesia Serikat dengan tidak bersyarat

2. Pernyataan DR. Van Royen (Belanda)

Menyetujui kembalinya Pemerintah RI ke Yogyakarta

Menjamin penghentian gerakan-gerakan militer dan membebaskan semua


tahanan politik

Tidak akan mendirikan atau mengakui negara-negara yang ada di daerah


yang dikuasai oleh RI sebelum 19-12-1949 dan tidak akan meluaskan
negara atau daerah dengan merugikan Republik

Menyetujui adanya RI sebagai bagian dari Negara Indonesia Serikat

Berusaha dengan sungguh-sungguh agar KMB segera diadakan sesudah


Pemerintah Republik kembali ke Yogyakarta

Kesepakatan
Hasil pertemuan ini adalah:

Angkatan bersenjata Indonesia akan menghentikan semua aktivitas


gerilya

Pemerintah Republik Indonesia akan menghadiri Konferensi Meja Bundar

Pemerintah Republik Indonesia dikembalikan ke Yogyakarta

Angkatan bersenjata Belanda akan menghentikan semua operasi militer


dan membebaskan semua tawanan perang

Pada tanggal 22 Juni, sebuah pertemuan lain diadakan dan menghasilkan


keputusan:

Kedaulatan akan diserahkan kepada Indonesia secara utuh dan tanpa


syarat sesuai perjanjian Renville pada 1948

Belanda dan Indonesia akan mendirikan sebuah persekutuan dengan


dasar sukarela dan persamaan hak

Hindia Belanda akan menyerahkan semua hak, kekuasaan, dan kewajiban


kepada Indonesia

Pasca perjanjian
Pada 6 Juli, Sukarno dan Hatta kembali dari pengasingan ke Yogyakarta, ibukota
sementara Republik Indonesia. Pada 13 Juli, kabinet Hatta mengesahkan
perjanjian

Roem-van

presiden Pemerintahan

Roijen

dan Sjafruddin

Darurat

Republik

Prawiranegara yang

Indonesia (PDRI)

dari

menjabat
tanggal 22

Desember 1948 menyerahkan kembali mandatnya kepada Soekarno dan secara


resmi mengakhiri keberadaan PDRI pada tanggal 13 Juli 1949.
Pada 3 Agustus, gencatan senjata antara Belanda dan Indonesia dimulai
di Jawa (11

Agustus)

Bundar mencapai

dan Sumatera (15

persetujuan

tentang

Agustus). Konferensi

semua

masalah

dalam

Meja
agenda

pertemuan, kecuali masalah Papua Belanda.

D. Perjanjian KMB (Konferensi Meja Bundar)

Sebelum dilaksanakan KMB, terlebih dahulu dilakukan perundingan dengan pihak


Bijeenkomst Federal Overleg (BFO). Karena itu, pada tanggal 9-22 Juli 1949 dan
tanggal 2-8-1949 di Jakarta diadakan konferensi Inter-Indonesia. Salah satu
keputusan penting adalah BFO mendukung tuntutan RI atas penyerahan
kedaulatan tanpa ikatan-ikatan politik dan ekonomi.

Perjanjian KMB
Setelah bangsa Indonesia berhasil menyelesaikan masalahnya sendiri dalam
Konferensi Inter-Indonesia maka bangsa Indonesia secara keseluruhan
menghadapiKonferensi Meja Bundar, Sementara itu pada hulan Agustus 1949,
Presiden Soekamo sebagai Panglima Tertinggi di satu pihak dan Wakil Tinggi
Mahkota Belanda di lain pihak memgumumkan perintah penghentian tembakmenembak. Perintah itu beriaku mulai tanggal 11 Agustus 1949 untuk Jawa dan
15 Agustus 1949 untuk Sumatra. Pada tanggal 11 Agustus 1949, dibentuk
delegasi Republik Endonesia untuk menghadapi Konferensi Meja Bundar.
Delegasi itu terdiri dari Drs. Hatta (ketua), Nir. Moh. Roem, Prof Dr. Mr. Supomo,
Dr. J. Leitnena Mr. Ali Sastroamicijojo, Ir. Djuanda, Dr. Sukiman, Mr. Suyono
Hadinoto, Dr. Sumitro Djojohadikusumo, Mr. Abdul Karim Pringgodigdo, Kolonel
T.B. Simatupang dan Mr. Muwardi. Delegasi BF0 dipimpin oleh Sultan Hamid II
dari Pontianak. Pada tanggal 23 Agustus 1949Konferensi Meja Bundar dimulai di
Den Haag, Belanda. Konferensi ini berlangsung hingga tanggal 2 November 1949
dengan hasil sebagai berikut.
1. Belanda mengakui Republik Indonesia Serikat (RIS) sebagai negara yang
merdeka dan berdaulat.
2. Status Karesidenan Irian Barat diselesaikan dalam waktu setahun, sesudah
pengakuan kedaulatan.
3. Akan dibentuk Uni Indonesia-Belanda berdasarkan kerja sama sukarela
dan sederajat.
4. Republik Indonesia Serikat mengembalikan hak milik Belanda dan
memberikan hak-hak konsesi dan izin baru untuk perusahaan-perusahaan
Belanda.
5. Republik indonesia Serikat harus membayar semua utang Belanda yang
ada sejak tahun 1942.
Sementara itu, pada tanggal 29 Oktober 1949 dilakukan penandatanganan
bersama piagam persetujuan Konstitusi Republik Indonesia Serikat antara
Republik Indonesia dengan BFO. Di samping itu, hasil keputusan Konferensi Meja
Bundar diajukan kepada Komite Nasional indonesia Pusat (KNIP). Selanjutnya,
KNIP bersidang dari tanggal 6-14 Desember 1949 untuk membahas hasil KMB.
Pembahasan hasil keputusan KMB oleh KNIP dilakukan dengan cara pemungutan
suara, hasil yang dicapainya adalah 226 suara setuju, 62 suara menolak, dan 31
suara meninggaikan sidang.

Dengan demikian, KNIP menerima KMB. Pada tanagal 15 Desember 1949


diadakan pemilihan Presiden RIS dengan caIon tunggal Ir. Soekarno dan terpilih
sebagai presiden. Kemudian dilantik dan diambil sumpahnya pada tanggal 17

Desember 1949. Kabinet RIS di bawah pimpinan Drs. Moh. Hatta. Drs. Moh. Hatta
dilantik sebagai perdana menteri oleh Presiden Soekarno pada tanggal 20
Desember 1949. Selanjutnya pada tanggal 23 Desember 1949 delegasi RIS
berangkat ke negeri Belanda untuk menandatangani akta penyerahan
kedaulatan. Pada tanggal 27 Desember 1949, baik di Indonesia maupun di negeri
Belanda dilaksanakan upacara penandatanganan akta penyerahan kedaulatan.

Dampak Konferensi Meja Bundar


Penyerahan kedaulatan yang dilakukan di negeri Belanda bertempat di ruang
takhta Amsterdam, Ratu Juliana, Perdana Menteri Dr. Willem Drees, Menteri
Seberang Lautan A.M.J.A. Sasseu, dan Drs. Moh. Hatta melakukan
penandatanganan akta penyerahan kedaulatan. Pada saat yang sama di Jakarta,
Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan Wakil Tinggi Mahkota Belanda, A.H.S. Lovink
dalam suatu upacara di Istana Merdeka menandatangani naskah penyerahan
kedaulatan.
Dengan penyerahan kedaulatan itu, secara formal Belanda mengakui
kemerdekaan Indonesia dan mengakui kekuasaan negara Indonesia di seluruh
bekas wilayah Hindia Belanda, kecuali Irian Barat yang akan diserahkan setahun
kemudian. Sebulan kemudian, yaitu pada tanggal 29 Januari 1950, Jenderal
Sudirman, Panglima Besar Angkatan Perang Republik Indonesia meninggal dunia
pada usia yang cukup muda, yaitu 34 tahun. Beliau adalah tokoh panutan bagi
para anggota TNI.

Вам также может понравиться