Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
Masuknya
AFNEI
yang
memboncengi
NICA
ke
Indonesia
sebab
Jepang
Republik Indonesia Serikat serta Belanda bakal membentuk Uni Indonesia Belanda dengan Ratu Belanda sebagai ketuanya.
B . PERJANJIAN RENVILLE
Perjanjian Linggajati ternyata merugikan perjuangan bangsa Indonesia, oleh
karena itu kedua belah pihak tidak mampu menjalankan isi perjanjian itu.
Pertempuran terus menerus terjadi antara Indonesia dengan Belanda. Dalam
upaya mengawasi pemberhentian tembak-menembak antara pasukanBelanda
dengan TNI, Dewan Keamanan PBB membentuk suatu komisi jasajasa baik yang
dikenal dengan Komisi Tiga Negara (KTN). Untuk melaksanakan tugas dari Dewan
Keamanan PBB, KTN mengadakan perundingan untuk kedua belah pihak. Tempat
perundingan diupayakan di wilayah netral. Amerika Serikat mengusulkan agar
perundingan dilaksanakan di atas kapal pengangkut pasukan angkatan laut
Amerika Serikat USS Renville.
Kapal Renville
Kapal yang berlabuh di Teluk Jakarta ini menjadi tempat perundingan yang
dimulai tanggal 8 Desember 1947. Delegasi Indonesia dipimpin oleh Mr. Amir
Sjarifuddin, sedangkan pihak Belanda diwakili oleh R. Abdulkadir Widjojoatmodjo,
yaitu orang Indonesia yang memihak Belanda. Perjanjian ini menghasilkan
persetujuan yang pada intinya sebagai berikut:
Perjanjian Renville terdiri dari:
1.
10 pasal persetujuan gencatan senjata
2.
3.
Republik
Indonesia
Serikat
terbentuk,
Belanda
dapat
Dengan ada dan di sepakatinya perjanjian Renvile ini, dilihat justru memojokkan
keadaan bangsa kita dan justru semakin membuka peluang negara Belanda
pada waktu itu untuk menduduki sebagian besar wilayah republic Indonesia, dan
hal inilah yang justru memicu ketidakpercayaan rakyat pada Perdana Menteri
Amir Syarifudin yang dinilai gagal karena terlalu membuka peluang Belanda
untuk lebh dapat menguasai berbagai wilayah Indonesia yang dinilai lebih
memiliki sumber daya alam yang melimpah, oleh karena itu dengan adanya
perjanjian Renvile ini sangatlah memberikan berbagai dampak yang signifikan.
[gs]
C. PERJANJIAN ROEM-ROYEN
Perjanjian Roem-Roijen (juga disebut Perjanjian Roem-Van Roijen) adalah
sebuah
perjanjian
dimulai
pada
tanggal 14 April 1949 dan akhirnya ditandatangani pada tanggal 7 Mei 1949 di
Hotel
Des
Indes, Jakarta.
Namanya
diambil
dari
kedua
pemimpin
delegasi, Mohammad Roem dan Herman van Roijen. Maksud pertemuan ini
adalah
untuk
menyelesaikan
beberapa
masalah
mengenai
kemerdekaan
Indonesia sebelum Konferensi Meja Bundar di Den Haag pada tahun yang sama.
Perjanjian ini sangat alot sehingga memerlukan kehadiran Bung Hatta dari
pengasingan di Bangka, juga Sri Sultan Hamengkubuwono IX dari Yogyakarta
untuk mempertegas sikap Sri Sultan HB IX terhadap Pemerintahan Republik
Indonesia di Yogyakarta, di mana Sultan Hamengku Buwono IX mengatakan
Jogjakarta is de Republiek Indonesie (Yogyakarta adalah Republik Indonesia).
[butuh rujukan]
Perjanjian Roem-Royen
Turut serta dalam KMB di Den Haag dengan maksud untuk mempercepat
penyerahan kedaulatan yang sungguh-sungguh dan lengkap kepada
Negara Indonesia Serikat dengan tidak bersyarat
Kesepakatan
Hasil pertemuan ini adalah:
Pasca perjanjian
Pada 6 Juli, Sukarno dan Hatta kembali dari pengasingan ke Yogyakarta, ibukota
sementara Republik Indonesia. Pada 13 Juli, kabinet Hatta mengesahkan
perjanjian
Roem-van
presiden Pemerintahan
Roijen
dan Sjafruddin
Darurat
Republik
Prawiranegara yang
Indonesia (PDRI)
dari
menjabat
tanggal 22
Agustus)
Bundar mencapai
persetujuan
tentang
Agustus). Konferensi
semua
masalah
dalam
Meja
agenda
Perjanjian KMB
Setelah bangsa Indonesia berhasil menyelesaikan masalahnya sendiri dalam
Konferensi Inter-Indonesia maka bangsa Indonesia secara keseluruhan
menghadapiKonferensi Meja Bundar, Sementara itu pada hulan Agustus 1949,
Presiden Soekamo sebagai Panglima Tertinggi di satu pihak dan Wakil Tinggi
Mahkota Belanda di lain pihak memgumumkan perintah penghentian tembakmenembak. Perintah itu beriaku mulai tanggal 11 Agustus 1949 untuk Jawa dan
15 Agustus 1949 untuk Sumatra. Pada tanggal 11 Agustus 1949, dibentuk
delegasi Republik Endonesia untuk menghadapi Konferensi Meja Bundar.
Delegasi itu terdiri dari Drs. Hatta (ketua), Nir. Moh. Roem, Prof Dr. Mr. Supomo,
Dr. J. Leitnena Mr. Ali Sastroamicijojo, Ir. Djuanda, Dr. Sukiman, Mr. Suyono
Hadinoto, Dr. Sumitro Djojohadikusumo, Mr. Abdul Karim Pringgodigdo, Kolonel
T.B. Simatupang dan Mr. Muwardi. Delegasi BF0 dipimpin oleh Sultan Hamid II
dari Pontianak. Pada tanggal 23 Agustus 1949Konferensi Meja Bundar dimulai di
Den Haag, Belanda. Konferensi ini berlangsung hingga tanggal 2 November 1949
dengan hasil sebagai berikut.
1. Belanda mengakui Republik Indonesia Serikat (RIS) sebagai negara yang
merdeka dan berdaulat.
2. Status Karesidenan Irian Barat diselesaikan dalam waktu setahun, sesudah
pengakuan kedaulatan.
3. Akan dibentuk Uni Indonesia-Belanda berdasarkan kerja sama sukarela
dan sederajat.
4. Republik Indonesia Serikat mengembalikan hak milik Belanda dan
memberikan hak-hak konsesi dan izin baru untuk perusahaan-perusahaan
Belanda.
5. Republik indonesia Serikat harus membayar semua utang Belanda yang
ada sejak tahun 1942.
Sementara itu, pada tanggal 29 Oktober 1949 dilakukan penandatanganan
bersama piagam persetujuan Konstitusi Republik Indonesia Serikat antara
Republik Indonesia dengan BFO. Di samping itu, hasil keputusan Konferensi Meja
Bundar diajukan kepada Komite Nasional indonesia Pusat (KNIP). Selanjutnya,
KNIP bersidang dari tanggal 6-14 Desember 1949 untuk membahas hasil KMB.
Pembahasan hasil keputusan KMB oleh KNIP dilakukan dengan cara pemungutan
suara, hasil yang dicapainya adalah 226 suara setuju, 62 suara menolak, dan 31
suara meninggaikan sidang.
Desember 1949. Kabinet RIS di bawah pimpinan Drs. Moh. Hatta. Drs. Moh. Hatta
dilantik sebagai perdana menteri oleh Presiden Soekarno pada tanggal 20
Desember 1949. Selanjutnya pada tanggal 23 Desember 1949 delegasi RIS
berangkat ke negeri Belanda untuk menandatangani akta penyerahan
kedaulatan. Pada tanggal 27 Desember 1949, baik di Indonesia maupun di negeri
Belanda dilaksanakan upacara penandatanganan akta penyerahan kedaulatan.