Вы находитесь на странице: 1из 21

ARTIKEL

PENGARUH TERAPI VIDEO HUMOR TERHADAP TINGKAT


KECEMASAN PADA NARAPIDANA DI LEMBAGA PERMASYARAKATAN
KELAS II B SLAWI
TAHUN 2014

Disusun Oleh
INDAH DWI SETYONINGSIH
C1010016

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
BHAKTI MANDALA HUSADA
2014
Indah Dwi Setyoningsih 2014: The Effect of Therapy Video Humor On The Level
Anxiety of prisoners in Correctional Institutions Class II B Slawi 2014. Master

Science Treatment Of STIKes BHAMADA Slawi. Supervisor I: Firman Hidayat,


M.Kep.,Ns.,Sp.Kep.J. Supervisor II: Nurhakim Yudhi W, S.Kep., Ns. 105 pages
THE EFFECT OF HUMOR VIDEOS THERAPY TOWARD PRISONERS
ANXIETY LEVEL IN II B CLASS AT CORRECTIONAL INSTITUTIONS
SLAWI 2014
Prisoners in a certain period should be in place that limited scope, limited
activities, limited communication and limited everything. In these conditions the
inmates have a tendency to experience anxiety. Anxiety must be managed so as to
avoid negative impacts. Humor as an instigator positive energy. This study aims
to determine the effect of therapy Video Humor On The Level Anxiety of
prisoners in Correctional Institutions Class II B Slawi 2014. This research uses a
pre-experiment with the design of pre-test and post-test one group design. The
population in this study some 213 Prisoners. Sampling technique in this study is
purposive sampling so that the number of respondents in this study a total of 70
Prisoners. statistical test with the formula paried t test with 5% significance. This
study used a questionnaire Halminton Rating Scale of Anxiety (HRS-A) to test the
level of anxiety. The results of this study states that the average number of pre-test
score of 23.20 there is a category of middle anxiety, after doing humor videos
therapy during 6 times result the average number of post-test score of 16.54 which
there is a category of mild anxiety. This shows a decrease in the average level of
anxiety inmates. There is a significant influence between Video Humor Therapy
Against Anxiety Level Correctional Institution Prisoners in Class II B Slawi 2014
with a value of 10,948 and the results count t2 value of 0.000. Conclusion humor
videos therapy can reduce anxiety levels of Prisoners. Prisoners are expected to
increase sense of humor, with increase sense of humor, prisoners easier feel
contented and laughing in order to reduce anxiety levels.
Keywords: Humor Videos Therapy, Anxiety, Prisoners
Indah Dwi Setyoningsih 2014: Pengaruh Terapi Video Humor Terhadap Tingkat
Kecemasan Narapidana di Lembaga Permasyarakatan Kelas II B Slawi Tahun
2014. Sarjana Ilmu Keperawatan STIKes BHAMADA Slawi. Pembimbing I:
Firman Hidayat, M.Kep.,Ns.,Sp.Kep.J. Pembimbing II: Nurhakim Yudhi W,
S.Kep., Ns. 105 halaman.

PENGARUH TERAPI VIDEO HUMOR TERHADAP TINGKAT


KECEMASAN PADA NARAPIDANA DI LEMBAGA
PERMASYARAKATAN KELAS II B SLAWI TAHUN 2014

Seorang narapidana dalam jangka waktu tertentu harus berada di dalam


tempat yang dibatasi ruang lingkupnya, aktifitas yang terbatas, komunikasi
terbatas dan segala sesuatu yang terbatas. Dalam kondisi ini narapidana
mempunyai kecenderungan mengalami kecemasan. Rasa cemas tersebut harus
terkelola sehingga tidak menimbulkan dampak negatif. Tertawa sebagai
pembangkit energi positif. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Pengaruh
Terapi Video Humor Terhadap Tingkat Kecemasan Narapidana di Lembaga
Permasyarakatan Kelas II B Slawi Tahun 2014. Penelitian ini menggunakan jenis
pre experiment dengan rancangan pre test and post test one group design.
Populasi dalam penelitian ini sejumlah 213 narapidana. Teknik sampling dalam
penelitian ini adalah Purposive Sampling sehingga jumlah responden dalam
penelitian ini sejumlah 70 narapidana. uji statistik dengan rumus paried t tes
dengan signifikan 5 %. Penelitian ini menggunakan kuesioner Halminton Rating
Scale of Anxiety (HRS-A) untuk menguji tingkat kecemasan. Hasil penelitian ini
menyebutkan bahwa rata-rata jumlah skor pre test ada 23,20 yang merupakan
kategori kecemasan sedang, Setelah dilakukan terapi video humor selama 6 kali,
jumlah rata-rata skor post test ada 16,54 yang merupakan kategori kecemasan
ringan. Hal ini menunjukan adanya penurunan rata-rata tingkat kecemasan
narapidana. Ada Pengaruh yang signifikan antara Terapi Video Humor Terhadap
Tingkat Kecemasan Narapidana di Lembaga Permasyarakatan Kelas II B Slawi
Tahun 2014 dengan nilai t2 hitung 10,948 dan hasil value 0,000. Kesimpulan terapi
video humor dapat menurunkan tingkat kecemasan narapidana. Narapidana
diharapkan dapat meningkatkan sense of humor, dengan meningkatkan sense of
humor narapidana akan mudah untuk merasa senang dan tertawa agar dapat
menurunkan rasa cemas.
Kata kunci: Terapi Video Humor, Kecemasan, Narapidana

PENDAHULUAN
Indonesia sebagai negara dengan penduduk terbesar keempat di dunia,
memiliki tingkat kejahatan yang tinggi pula. Tingkat kejahatan di Indonesia
mengalami kenaikan 6% tiap tahunnya. Dapat dilihat bahwa kriminalitas
merupakan salah satu persoalan rumit yang dihadapi pemerintah dan masyarakat
di Indonesia saat ini, baik itu yang terjadi di kota-kota besar maupun kota kecil,
dari tindakan kriminal ringan sampai tindakan kriminal yang meresahkan
masyarakat. Setiap hari masyarakat juga selalu disuguhi laporan tindakan kriminal
yang terjadi hampir di seluruh wilayah Indonesia melalui berita-berita di televisi
dan koran (Patosisuru, 2010).
Menurut Humas Ditjen Pemasyarakatan Kemenkumham Akbar Hadi, di
Jakarta, seperti dilansir suara pembaruan, (2013). Akbar mengungkapkan jumlah
penghuni Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) dan Rumah Tahanan (Rutan) seluruh
Indonesia yaitu sebanyak 161.566 orang, terdiri atas 109.803 narapidana dan
51.763 tahanan. Namun jumlah Kapasitas Lapas/Rutan saat ini 102.466 orang,
sehingga mengalami kondisi over kapasitas 163 persen dari 439 Lapas/Rutan di
seluruh Indonesia.
Di Indonesia hukuman penjara saat ini menganut falsafah pembinaan
narapidana yang dikenal dengan nama Pemasyarakatan, dan istilah penjara telah
diubah menjadi Lembaga Pemasyarakatan. Lembaga pemasyarakatan berfungsi
sebagai wadah pembinaan untuk melenyapkan sifat-sifat jahat melalui pendidikan
pemasyarakatan. Hal ini berarti kebijaksanaan dalam perlakuan terhadap
narapidana yang bersifat mengayomi masyarakat dari gangguan kejahatan
sekaligus mengayomi para narapidana dan memberi bekal hidup narapidana
setelah narapidana kembali ke masyarakat (Saheroji dalam Patosisuru, 2010).
Narapidana yang menjalani pidana di Lembaga Pemasyarakatan, pada
dasarnya selama menjalani pidana telah kehilangan kebebasan untuk bergerak,
artinya narapidana yang bersangkutan hanya dapat bergerak di dalam Lembaga
Pemasyarakatan saja. Kebebasan bergerak, kemerdekaan bergerak telah dirampas
untuk jangka waktu tertentu, atau bahkan seumur hidup. Pada kenyataannya,

bukan hanya kemerdekaan bergerak saja yang hilang, tetapi juga berbagai
kemerdekaan yang lain ikut terampas (Harsono, 1995 dalam Patosisuru, 2010).
Seorang narapidana dalam jangka waktu tertentu harus berada di dalam
tempat yang dibatasi ruang lingkupnya, aktifitas yang terbatas, komunikasi
terbatas dan segala sesuatu yang terbatas. Dalam kondisi ini narapidana
mempunyai kecenderungan mengalami kecemasan. Viktoria (2007) dalam
Patosisuru (2010) menyatakan bahwa seseorang yang dipenjara berarti telah
terbukti melakukan pelanggaran, yang tentu saja tidak disukai dan ditentang oleh
masyarakat. Masyarakat pun pada akhirnya mendiskreditkan atau menurunkan
status seorang narapidana dari seseorang yang seutuhnya menjadi seseorang yang
tercemar dan diabaikan karena perbuatan yang pernah dilakukan oleh para
terpidana.
Menjadi seorang narapidana adalah sebuah kenyataan sangat pahit yang
selalu dirasakan oleh orang-orang yang harus mempertanggung jawabkan
kesalahannya. Di dalam UU No 12/1995 tentang Pemasyarakatan, pengertian
narapidana

adalah

terpidana

yang

hilang

kemerdekaan

di

lembaga

pemasyarakatan. Sedangkan pengertian terpidana adalah seseorang yang dipidana


berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap
(Agustina, 2009).
Keterlibatan seseorang dalam masalah hukum dapat merupakan sumber
stress (stressor). Misalnya, tuntutan hukum, pengadilan, penjara dan lain
sebagainya. Selain dari pada itu tidak ditegakkannya sepremasi hukum yang
berdampak pada ketidakadilan dapat pula merupakan sumber stress (Hawari,
2008).
Bagi mereka yang sudah terbiasa keluar masuk lembaga pemasyarakatan
(LAPAS), mungkin hal ini tidak akan menjadi beban pikiran yang dapat
mengakibatkan mereka menjadi cemas, tetapi bagi orang yang baru pertama kali
masuk lembaga pemasyarakatan karena mempertanggung jawabkan kejahatannya,
berada di dalam lingkungan baru yang penuh dengan peraturan, bergaul dengan
orang-orang baru yang sebagian besar pernah melakukan kejahatan, jauh dengan
Keluarga dan orang-orang yang disayangi, merasa hidupnya tidak bebas,

memikirkan bagaimana nasib keluarga yang ditinggalkannnya, memikirkan


bagaimana nasib dia setelah bebas dari lembaga pemasyarakatan, dan masih
banyak lagi kekhawatiran yang dirasakan oleh seorang narapidana. Sehingga
sebagian besar narapidana mengalami tingkat kecemsan berat (Agustina, 2009).
Menurut CEO Multi Health System yang meneliti tentang kecerdasan
emosional seseorang meliputi penelitian tentang rasa cemas, stres dan depresi
penduduk Amerika mengungkapkan bahwa reasearch tahun 2012 di Amerika,
tingkat kecemasan paling sering terjadi dan paling berat adalah ketika seseorang
mengalami masalah hukum dengan prevelensi kejadian sampai 73%. Di Indonesia
sendiri menurut lembaga survey Indonesia beberapa kasus menyebutkan banyak
narapidana mengalami kecemasan sangat berat hingga menimbulkan kasus bunuh
diri di Lapas (Adisty, 2013).
Apabila kecemasan berlebihan terjadi terus menerus, hal ini sama dengan
membunuh sel syaraf otak. Maka rasa cemas tersebut harus terkelola sehingga
tidak menimbulkan dampak negatif. Tertawa sebagai pembangkit energi positif.
Setelah tertawa, tubuh menjadi lebih rileks, pandangan mata jernih, dan pikiran
dapat bekerja optimal. Tertawa dapat menurunkan hormon pemicu stress dan
cemas. Salah satu terapi untuk menimbulkan tawa adalah terapi humor (Asadi,
2011).
Humor dalam penelitian ini disajikan dalam bentuk tayangan visual atau
video. Menurut Ross (1999) dalam Paskah (2009), humor yang dihadirkan secara
visual memiliki efek yang lebih kuat namun bukan berarti humor dalam bentuk
lainnya tidak memiliki pengaruh. Tayangan humor yang merupakan input sensori
akan masuk ke dalam hipotalamus yang berfungsi untuk mengirimkan input
sensori. Inpuls sensori akan masuk dalam amygdala yang berfungsi untuk
membentuk pengalaman emosional.
Penelitian tentang terapi humor sudah dilakukan sebelumnya, salah
satunya penelitian yang diteliti oleh astrid pada tahun 2004 menunjukan bahwa
terapi humor dapat menurunkan tingkat kecemasan pada ibu saat menghadapi
trimester pertama kehamilan.

Berdasarkan uraian di atas terapi humor dapat digunakan untuk terapi


menurunkan tingkat kecemasan yang dialami seseorang. Karena terapi humor
dapat memicu seseorang untuk tertawa, dengan tertawa tubuh dan pikiran akan
menjadi rileks serta dapat menurunkan hormon pemicu stress dan cemas. Salah
satu jenis terapi humor yang bisa digunakan untuk membuat seseorang tertawa
adalah menggunakan tayangan video humor. Namun apakah terapi video humor
ini dapat berpengaruh apabila diberikan pada narapidana yang segala sesuatunya
serba terbatas. Oleh karena itu peneliti tertarik untuk membuat penelitian dengan
judul Pengaruh Terapi Video Humor Terhadap Tingkat Kecemasan Narapidana di
Lembaga Permasyarakatan Kelas II B Slawi Tahun 2014.
Tujuan

dari

penelitian

ini

adalah

untuk

mengetahui

Pengaruh Terapi Video Humor Terhadap Tingkat Kecemasan


Narapidana di Lembaga Permasyarakatan Kelas II B Slawi Tahun
2014. Manfaat bagi Aplikatif, bagi Metodologi, dan bagi Keilmuan.
BAHAN DAN CARA KERJA
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan jenis
pre experiment tanpa kelompok pembanding dengan rancangan
penelitian menggunakan pre test and post test one group
design. Alat yang digunakan dalam penelitian ini ada 2 kuesioner
yaitu kuesioner karakteristik responden dan kuesioner yang
bertujuan untuk mengukur

tingkat kecemasan responden

dengan menggunakan kuesioner Halminton Rating Scale of


Anxiety (HRS-A). Alat ukur ini terdiri dari 14 kelompok gejala
yang masing-masing kelompok dirinci lagi menjadi lebih spesifik.
Adapun hal-hal yang dinilai dalam alat ukur HRS-A adalah
perasaan
gangguan

cemas,

ketegangan,

kecerdasan,

ketakutan,

perasaan

depresi

gangguan
(murung),

tidur,
gejala

somatik atau fisik (sensorik), gejala kardiovaskuler (jantung dan


pembuluh darah (Saryono, 2010). Sedangkan lembar observasi
berfungsi untuk mengecek hasil observasi seperti dilakukan atau
tidaknya terapi video humor.

Selain kuesioner

alat yang digunakan selama penelitian

berlangsung yaitu laptop, proyektor dan 6 video. Ketiga alat dan


media ini berfungsi untuk menayangkan terapi video humor.
Kemudian ruang aula sebagai tempat berkumpulnya narapidana
ketika penayangan video humor (terapi video humor). Cara
pengumpulan data dalam penelitian ini Sebelum melakukan
penelitian ini, peneliti meminta surat pengantar penelitian
Kepada Ketua STIKes Bhamada Slawi, Kesbangpol Linmas dan
Bappeda kemudian Kepala Lembaga Permasyarakatan Kelas II B
Slawi untuk mendapatkan persetujuan melaksanakan penelitian.
Kemudian peneliti menjelaskan maksud dan tujuan penelitian,
yakni memberikan pemahaman tentang video humor yang akan
ditayangkan dan menyeleksi video yang akan digunakan dengan
menanyakan kepada beberapa narapidana video mana yang
sekiranya dapat membuat tertawa, didapatkan hasil dengan
video yang banyak gerakan lucu. Bagi yang setuju berpartisipasi
dalam penelitian ini diminta untuk menandatangani lembar
persetujuan penelitian. Pada hari pertama dilakukan (pre test)
terhadap responden. Kemudian diberikan perlakuan terapi video
humor selama 6 hari berturut-turut dengan 6 video dan dengan
durasi 30 menit setiap pertemuan. Setelah diberikan perlakuan
kemudian dilakukan (post test) pada hari ke 6.
Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian, teknik pengambilan sampel
pada penelitian ini adalah Purposive Sampling. Penelitian ini akan dilakukan di
Lembaga Permasyarakatan Kelas II B Slawi yang terletak di Desa Tegalandong
Kecamatan Slawi Kabupaten Tegal dan penelitian ini akan dilaksanakan pada
bulan 14-24 Juni 2014.
HASIL PENELITIAN
Hasil penelitian ini dibagi menjadi 2 yaitu karakteristik responden berupa
pendidikan terakhir dan umur, analisa univariat yaitu analisa masing-masing
variabel dan analisa bivariat yaitu analisa pengaruh terapi video humor terhadap

tingkat kecemasan narapidana di Lembaga Permasyarakatan Kelas II B Slawi


Tahun 2014. Sebagian besar responden berumur 25 tahun sejumlah 19 orang
(27,1%), dengan rata-rata umur responden 30,83. sebagian besar responden
mempunyai pendidikan terakhir SMA sejmlah 38 orang (54,3%). sebagian besar
responden yang mempunyai tingkat kecemasan dalam kategori sedang sejumlah
34 orang (48,6%). sebagian besar responden yang mempunyai tingkat kecemasan
dalam kategori ringan sejumlah 31 orang (44,3%). Dari hasil analisis lembar
perlukuan didapat 24 responden masih mengalami kecemasan yang sama antara
sebelum dan sesudah terapi video humor.
Hasil uji normalitas Kolmogrov-Smirnov distribusi data 0,06 lebih dari
0,05 berarti hasil distribusi data rata-rata dari pre test dan post test tingkat
kecemasan distribusi normal. Sedangkan uji homogenitas Levene Statistic
didistribusi 1,000 lebih dari 0,05 yang berarti hasil distribusi data rata-rata dari
pre test dan post test tingkat kecemasan distribusi homogen.
Karakterstik responden dari umur dan pendidikan sebelum dan sesudah
perlakuan masih sama, tidak ada yang berubah. Pengaruh Terapi Video Humor
Terhadap Tingkat Kecemasan Narapidana di Lembaga Permasyarakatan Kelas II
B Slawi Tahun 2014 dapat diketahui bahwa rata-rata jumlah skor pre test ada
23,20 yang merupakan kategori kecemasan sedang, sedangkan rata-rata jumlah
skor post test ada 16,54 yang merupakan kategori kecemasan ringan. Hal ini
menunjukan adanya penurunan rata-rata tingkat kecemasan narapidana.
Hasil uji paired sampel t-test diketahui bahwa t2 hitung ada 10,948 dengan df
138 (n1+n2-2 = 138) didapat dari t
hitung

>t

tabel

tabel

1,980 , sehingga jika dibandingkan maka t2

yaitu 10,948 > 1,980. Dan hasil value 0,000 lebih kecil dari 0,05

sehingga kedua kriteria ini menunjukan bahwa Ho ditolak dan Ha diterima yaitu
ada pengaruh yang signifikan antara Terapi Video Humor Terhadap Tingkat
Kecemasan Narapidana di Lembaga Permasyarakatan Kelas II B Slawi Tahun
2014.
PEMBAHASAN
Hasil penelitian berdasarkan umur Karaktristik responden berdasarkan
umur sebagian besar berumur 25 tahun sebesar 27,1%.

Menurut Hurlock (2004) dalam Patotisuro (2006) yang membagi masa usia
dewasa menjadi tiga bagian yaitu dewasa awal 18-40 tahun, dewasa madya 41-60
tahun dan dewasa akhir lebih dari 60 tahun. Berdasarkan pendapat yang
dikemukakan oleh Hurlock (2004) narapidana di lembaga pemasyarakatan kelas
IIB Slawi berada pada kategori dewasa awal yaitu 18-40 tahun dimana pada
rentang usia ini pengalaman hidup seseorang masih sedikit sehingga ketika
masalah dalam kehidupan muncul akan menimbulkan stres yang berlebihan.
Ini diperkuat dengan adanya data statistik di banyak negara, termasuk pula di
Indonesia menunjukkan bahwa kejahatan itu paling banyak dilakukan oleh orangorang muda pada usia 18-40 tahun, khususnya kejahatan yang menggunakan
kekerasan. Pernyataan tersebut berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh
Kartono (2007) yang berjudul pengaruh pemberian masa kebebasan dengan
tingkat kecemasan di lembaga permasyarkatan II B Surabaya. Hal ini diperkuat
oleh Shinkfield (2004) dikutip dari Kartono (2007), yang menyatakan bahwa usia
merupakan faktor yang mempengaruhi tingkat kecemasan pada narapidana. Usia
yang lebih tua kemungkinan lebih rendah untuk menjadi cemas atau tertekan
sebelum masa pembebasan dari pada usia yang lebih muda. Hal ini disebabkan
oleh pengalaman yang terjadi sebelumnya pada usia yang lebih tua.
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Mukhlis (2011) tentang
pengaruh terapi membatik terhadap depresi pada narapidana Rumah Tahanan
Kelas II B Rembang Jawa Tengah yang menyebutkan bahwa sebagian besar
narapaidana berumur antara 18-40 tahun sebanyak 56,7% yang merupakan
klasifikasi dari dewasa awal.
Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIB Slawi memiliki tingkat
kecemasan sedang, dimungkinkan karena pengalaman hidup warga binaan jika
dilihat pada usia ini tergolong masih sedikit sehingga dalam menyikapi setiap
permasalahan yang ada akan menjadi besar. Berbeda ketika usia seseorang
tersebut berada pada usia yang jauh lebih tua dimana pengalaman hidupnya sudah
sangat banyak sehingga dalam menyikapi permasalahan yang ada akan menjadi
semakin bijak. Oleh karena itu usia yang lebih muda akan lebih mudah
mengalami kecemasan.

Hasil

penelitian

berdasarkan

pendidikan

Karakteristik

responden

berdasarkan pendidikan sebagian besar berpendidikan terakhir SMA sebesar


54,3%. Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan beberapa pendapat ahli bahwa
pendidikan adalah salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kecemasan
seseorang. Secara teori dikatakan bahwa tingkat pendidikan seseorang akan
berpengaruh terhadap kemampuan berfikir, semakin tinggi tingkat pendidikan
seseorang akan semakin mudah berfikir rasional dan menangkap informasi baru
termasuk dalam menguraikan masalah yang baru (Stuart & Sundeen, 2005).
Hal ini tidak sesuai dengan teori menurut Hawari (2008) yang menyatakan
bahwa tingkat pendidikan mempengaruhi seseorang dalam cara menangani
kecemasan. Tingkat kognitif seseorang akan mempengaruhi cara penanganan
kecemasan, jika seseorang yang mempunyai koognitif yang rendah, maka
kebanyakan orang tersebut tidak dapat menangani kecemasan dengan benar
sehingga kecemasan pun tak tertangani. Menurut Notoatmodjo (2010) yang
menyatakan bahwa kurangnya pengetahuan dan informasi akan meningkatkan
kekahawatiran tentang suatu hal.
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Ike Herdiana (2009) yang
berjudul Profil Kecemasan Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan di Kota
Bandung, yang menyebutkan bahwa 57% narapidana yang mengalami kecemasan
di Lembaga Pemasyarakatan di Kota Bandung mempunyai latarbelakang
pendidikan SMA.
Hasil penelitian menyebutkan sebagian besar responden yang mengalami
kecemasan adalah responden yang berpendidikan SMA, sedangkan pendidikan
SMA merupakan pendidikan menengah akhir yang termasuk kategori pendidikan
yang tinggi. Hal ini kemungkinan dikarenakan kurangnya informasi tentang
lembaga permasyarakatan sehingga narapidana masih banyak yang menglami
kecemasan.
Tingkat kecemasan sebelum dilakukan terapi video humor di Lembaga
Permasyarakatan Kelas II B Slawi Tahun 2014 mempunyai rata-rata tingkat
kecemasan sedang 48,6%.
Kecemasan adalah perasaan yang menetap berupa kekuatan atau
kecemasan (was-was, khawatir dan cemas) yang merupakan respons terhadap
ancaman yang akan datang, kecemasan dianggap berbahaya karena dapat

merasakan perasaan yang ditekan ke dalam alam bawah sadar kita bila terjadi
peningkatan akan adanya bahaya dari dalam. Kecemasan dalam kategori
kecemasan sedang memungkinkan seseorang untuk memusatkan pada hal yang
penting dan mengesampingkan yang lain sehingga seseorang mengalami perhatian
yang selektif namun dapat melakukan sesuatu yang lebih terarah (Ibrahim, 2012).
Berdasarkan penelitian oleh Harson (2005) yang berjudul Pengaruh
Pemberian Terapi Rohani Terhadap Penurunan Tingkat Kecemasan pada
Narapidana Menjelang Masa Pembebasan di Lapas Semarang, menyebutkan
bahwa kecemasan narapidana menjelang kebebasan di Lembaga Pemasyarakatan
Semarang, pada dasarnya selama menjalani pidana telah kehilangan kebebasan
untuk bergerak, artinya narapidana yang bersangkutan hanya dapat bergerak di
dalam Lembaga Pemasyarakatan saja. Kebebasan bergerak, kemerdekaan
bergerak telah dirampas untuk jangka waktu tertentu, atau bahkan seumur hidup.
Pada kenyataannya, bukan hanya kemerdekaan bergerak saja yang hilang, tetapi
juga berbagai kemerdekaan yang lain ikut terampas.
Hasil penelitian ini juga sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Tim
Pengabdian Masyarakat Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta
pada tahun 2006 yang berjudul study kasus faktor-faktor kecemasan narapidana di
lapas Surakarta. Didapatkan data sebagai berikut dibandingkan dengan narapidana
yang menjalani pidana lebih dari 5 tahun dan sudah menjalani pidana kurang dari
setengah dari vonis, narapidana yang mendapat putusan baru dengan pidana lebih
dari 1 tahun, narapidana yang mendapat putusan baru dengan pidana kurang dari 1
tahun, dan tahanan, bahwa narapidana yang menjelang bebas memiliki
kecenderungan mengalami kecemasan dalam kategori kecemasan sedang.
Masuknya seseorang dalam penjara dapat menyebabkan munculnya
dampak dari stres yang dirasakan oleh narapidana. Kecemasan dalam kategori
sedang yang dialami oleh narapidana yang dapat mengganggu fisik dan psikis
namun kecemasan tersebut masih bisa mereka atasi.
Tingkat kecemasaan sesudah dilakukan terapi video humor di Lembaga
Permasyarakatan Kelas II B Slawi Tahun 2014 mempunyai rata-rata tingkat
kecemasan ringan 44,3%. Hal ini terlihat ada peningkatan jumlah kecemasan

ringan, namun jika dibandingkan dengan kecemasan sedang mengalami


penurunan.
Menurut Ibrahim (2012) menyatakan bahwa tingkat kecemasan ringan
berhubungan dengan ketegangan dalam kehidupan sehari-hari dan menyebabkan
seseorang menjadi memotivasi belajar dan menghasilkan pertumbuhan dan
kreativitas. Kecemasan ringan tidak terlalu berbaya bagi psikologis seseorang.
Seorang narapidana yang mengalami kecemasan mental tidak akan terlau banyak
tanda dan gejala yang keluar dalam perlaku sehar-hari, hal ini dikarenakan
keterbatasan ruang gerak sehingga kecemasan yang muncul dalam bentuk
pengurangan komunikasi verbal.
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Agustina
(2009) dengan judul pengaruh terapi tertawa dengan media video terhadap tingkat
kecemasan pengguna NAPZA di Pondok Pesantren Al Bukharah Jakarta yang
menyebutkan terjadi penurunan tingkat kecemasan setelah dilakukan penayangan
video humor dengan rata-rata responden mengalami kecemasan ringan sebesar
63%.
Penanyangan video humor selama 6 hari telah membuat narapidana ratarata mengalami penurunan tingkat kecemasan. Hal ini dikarenakan terapi video
humor memiliki kemampuan audio visual yang komunikatif sehingga cepat
masuk dalam otak. Keunggulan penggunaan video humor adalah tayangan video
humor dapat menampilkan gerak fisik ataupun permainan kata yang membuat
seseorang merasa senang. Humor dalam jenis ini mempunyai stimulus yang
sangat kuat baik berupa audio maupun visual yang dapat dengan mudah untuk
tertawa atau merasa senang. Sehingga tingkat kecemasan dapat berangsur-angsur
mengalami penurunan (Gunawan, 2004).
Berdasarkan hasil penelitian diketahui tidak ada responden yang
mengalami peningkatan tingkat kecemasan. Jika dilihat dari total skor yang
didapat tiap responden terdapat penurunan jumlah skor yang yang didapat, namun
jika dilihat dari kategori tingkat kecemasan didapat 24 responden masih
mengalami kecemasan yang sama antara sebelum dan sesudah terapi video humor.

Hal ini dimungkinkan karena peneliti tidak menetahui latarbelakang stressor tiap
responden dan peneliti tidak dapat mengawasi 24 jam penuh sehingga apa yang
dilakukan responden dan segala bentuk tindakan atau yang dapat mempengaruhi
emosi responden tidak diketahui pasti oleh peneliti dimana semua itu dapat
berpengaruh pada peningkatan maupun penurunan tingkat kecemasan.
Hasil penelitian menyebutkan bahwa pengaruh yang signifikan antara
Terapi Video Humor Terhadap Tingkat Kecemasan Narapidana di Lembaga
Permasyarakatan Kelas II B Slawi Tahun 2014. Hal ini diperkuat dengan hasil
rata-rata skor tingkat kecemasan yang di uji menggunakan alat kuesioner HRSA
bahawa terdapat penurunan jumlah rata-rata antara pre test dan post test.
Penurunan tingkat kecemasan ini karena humor pada penelitian ini
disajikan dalam bentuk tayangan visual. Menurut Ross (1999) dalam Paskah
(2012)

dengan

Peningkatan

judul

Pengaruh

Memori

Pada

Tayangan
Mahasiswa

Humor

Terhadap

Fakultas

Psikologi

Universitas Sumatra Utara, yang menyatakan bahwa humor dalam bentuk


tayangan visual memiliki efek yang lebih kuat dibandingkan dengan bentuk
lainnya.
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Agustina
(2009) dengan judul pengaruh terapi tertawa dengan media video terhadap tingkat
kecemasan pengguna NAPZA di Pondok Pesantren Al Bukharah Jakarta yang
menyebutkan terjadi penurunan tingkat kecemasan setelah dilakukan penayangan
video humor.
Hasil analisa peneliti dilapangan adalah peneliti melihat berubahnya
ekspresi yang keluar saat menonton tayangan video humor. Hal ini didukung juga
dengan peneliti meminimalisir masuknya variabel pengganggu melalui cara
peneliti memilih tayangan humor dengan durasi humor yang tidak terlalu lama,
yaitu 30 menit. Pertimbangan peneliti adalah jika terlalu lama menonton maka
rasa bosan dan perhatian individu berkurang instensitasnya, inilah yang
memungkinkan akan mempengaruhi hasil. Pada saat penanyangan video humor,
peneliti memodifikasi ruangan dan peneliti tidak menanyakan serta melakukan

sesuatu hal yang dapat mengganggu penayangan video humor. Hal ini bertujuan
agar tidak mengganggu keadaaan emosi responden.
Narapidana yang menjalani pidana di Lembaga Pemasyarakatan, pada
dasarnya selama menjalani pidana telah kehilangan kebebasan untuk bergerak,
artinya narapidana yang bersangkutan hanya dapat bergerak di dalam Lembaga
Pemasyarakatan saja. Kebebasan bergerak, kemerdekaan bergerak telah dirampas
untuk jangka waktu tertentu, atau bahkan seumur hidup. Pada kenyataannya,
bukan hanya kemerdekaan bergerak saja yang hilang, tetapi juga berbagai
kemerdekaan yang lain ikut terampas (Harsono, 1995 dalam Patosisuru, 2010).
Keterlibatan seseorang dalam masalah hukum dapat merupakan sumber stres
(stressor). Misalnya, tuntutan hukum, pengadilan, penjara dan lain sebagainya.
Selain dari pada itu tidak ditegakkannya sepremasi hukum yang berdampak pada
ketidakadilan dapat pula merupakan sumber stres (Hawari, 2008).
Gangguan emosional yang dialami narapidana ini jika tidak ditangani
dengan baik akan beresiko pada gangguan kejiwaan seperti bunuh diri. Penerapan
berupa terapi video humor dalam Lapas dapat memberikan alternative penurunan
kecemasan selama masa tahanan berlangsung.
Emosi yang keluar saat penanyangan video humor berupa emosi positif.
Proses tawa dalam terapi video humor akan menghasilkan perasaan lega pada
individu. Ini disebabkan tawa secara alami menghasilkan pereda stres dan rasa
sakit (Ariana, 2006 dalam Agustina, 2009). Penelitian yang dilakukan oleh
Agustina (2009) dengan judul pengaruh terapi tertawa dengan media video
terhadap tingkat kecemasan pengguna NAPZA di Pondok Pesantren Al Bukharah
Jakarta memberikan keterangan bahwa pemberian stimulasi humor berupa video
dalam pelaksanaan terapi diperlukan karena beberapa orang mengalami kesulitan
untuk memulai tertawa tanpa adanya alasan yang jelas. Stimulasi humor yang
dimaksud dapat diberikan dalam bentuk berbagai media, seperti VCD, notes,
badut, dan komik. Apabila humor diberikan sebagai satu-satunya stimulus untuk
menghasilkan tawa dalam setting terapi akan disebut sebagai terapi humor, namun
jika dikombinasikan dengan hal-hal lain dalam rangka untuk menciptakan tawa

alami (misalnya dengan yoga atau meditasi) akan disebut sebagai terapi tawa
(Agustina, 2009).
Ketika terapi video humor dilakukan setidaknya seseorang akan
melakukan gerakan senyuman. Menurut Estefan Zlatandove (dalam Agustina,
2009) tersenyum dan bergembira selama beberapa menit dalam setiap hari dapat
banyak membantu menjaga kestabilan kondisi kejiwaan seseorang.
Para pakar ilmu jiwa menyatakan bahwa mengulang-ulang senyuman akan
melapangkan manusia dan menjadikannya merasa emosinya lebih stabil. Lebih
dari itu, mereka mendapati bahwa senyuman ini dapat meminimalisir depresi yang
kadang-kadang mendera manusia. Ada cukup banyak data dari penelitian medis
yang menunjukkan bahwa kendati seseorang hanya berpura-pura tertawa atau
bersikap gembira, tubuh telah menghasilkan zat-zat kebahagiaan. Menurut prinsip
Neurolinguistic Programming apapun yang terkait dengan usaha memunculkan
tawa tetap merupakan suatu bentuk latihan. Tubuh tidak mengetahui perbedaan
antara berpikir mengenai sesuatu dengan benar-benar melakukannya. Maka
apapun sumbernya, tawa menimbulkan serangkaian perubahan fisiologis yang
sama di dalam tubuh kita (Kataria, 2004, dalam Agustina, 2009).
Fisiologis terapi humor audiovisual atau terapi video humor dengan cara
memberikan input sensori berupa audio maupun visual yang nantinya akan masuk
ke otak dan diproses di amygdala sehingga menimbulkan muatan emosi yang
positif. Amygdala yaitu bagian sistem limbic yang menangani emosi. Terapi video
humor secara emosi akan menghasilkan tawa yang dapat merangsang pengeluaran
endophine, serotonin dan metanonin, yaitu sejenis morfin alami tubuh. Secara
fisik seseorang tidak dapat tertawa dan merasa cemas secara bersamaan. Dalam
otak manusia sudah terprogram bahwa jika seseorang tertawa secara otomatis
mengurangi rasa cemas, hal ini dikarenakan ketiga zat inilah yang dapat membuat
seseorang merasa tenang dan dapat menurunkan produksi CRV yaitu sejenis
senyawa yang dapat meningkatkan produksi hormon aderenal dan kortisol yang
sering disebut-sebut sebagai hormon pemicu rasa takut, kecemasan dan stres
(Gunawan, 2004).

Pada penelitian yang dilakukan oleh levi (1999) Secret of Connecting


Leadership & Learning with Humor dalam Paskah (2012), ditemukan bahwa
terjadi peningkatan hormon pada subjek penelitian yang menonton tayangan yang
dapat membangkitkan rasa senang pada seseorang. Rasa senang pada seseorang
merupakan salah satu jenis emosi positif. Sehingga video humor merupakan
metode efektif untuk mengatur stres, cemas, dan bahkan depresi.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan tentang pengaruh terapi video
humor terhadap tingkat kecemasan narapidana di Lembaga Permasyarakatan
Kelas II B Slawi Tahun 2014, dapat disimpulkan sebagai berikut : Hasil
karakteristik narapida yang mengalami kecemasan sebagian besar responden
berumur 25 tahun sebanyak 27,1%, dan lebih dari setengah jumlah responden
54,3% mempunyai pendidikan terakhir SMA, hasil analisa tingkat kecemasan
sebelum dilakukan terapi video humor dalam kategori sedang sejumlah 34 orang
(48,6%), hasil analisa tingkat kecemasaan sesudah dilakukan terapi video humor
dalam kategori ringan sejumlah 31 orang (44,3%), hasil analisa pengaruh terapi
video

humor

terhadap

tingkat

kecemasan

narapidana

di

Lembaga

Permasyarakatan Kelas II B Slawi menunjukan ada pengaruh yang signifikan


terapi video humor terhadap tingkat kecemasan narapidana di Lembaga
Permasyarakatan Kelas II B Slawi Tahun 2014 dengan t 2 hitung 10,948 > 1,980 dan
value 0,000.
Saran
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan tentang pengaruh terapi video
humor terhadap tingkat kecemasan narapidana di Lembaga Permasyarakatan
Kelas II B Slawi Tahun 2014, terdapat beberapa saran peneliti sebagai berikut :
Bagi Penghuni Lapas (Narapidana) Narapidana diharapkan dapat meningkatkan
sense of humor, dengan meningkatkan sense of humor narapidana akan mudah
untuk merasa senang dan tertawa agar dapat menurunkan rasa cemas.
Bagi Lembaga Permasyarakatan Kelas II B Slawi diharapkan dapat membuat
jadwal untuk melakukan terapi video humor setiap 1 minggu sekali dengan durasi
30 menit.

Bagi Ilmu Pengetahuan Diharapkan penelitian ini ada yang

melanjutkan dalam dimensi yang berbeda dan lebih luas sehingga dapat
membantu kesehatan jiwa para narapidana.
DAFTAR PUSTAKA

Adisty. (2012). CEO Multi Health System. Diakses pada tanggal 16 Maret 2014
melalui http://detik.com
Agustina, E. (2009). Pengaruh Terapi Tertawa Dengan Media Video Terhadap
Tingkat Kecemasan Pengguna NAPZA di Pondok Pesantren Al Bukharah
Jakarta. Diakses pada tanggal 13 Maret 2014 melaui http://lib.ui.ac.id
Arikunto, S. (2006). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta:
Rineka Cipta
Asadi, M. (2011). Tertawalah biar Sehat. Yogyakarta: Diva Press
Fahruliana, R. (2008). Pengaruh Pemberian Terapi Humor Terhadap Penurunan
Tingkat Kecemasan pada Narapidana Menjelang Masa Pembebasan.
Diakses pada tanggal 14 Maret 2014 melaui http://lib.uin-malang.ac.id
Gunawan, AW. (2004). Genius Learning Strategy. Edisi 2. Jakarta: Ikrar
Mandiriabadi
Hawari, D. (2008). Manajemen Stres, Cemas dan Depresi. Jakarta: FKHarson.
(2005). Pengaruh Pemberian Terapi Rohani Terhadap Penurunan Tingkat
Kecemasan pada Narapidana Menjelang Masa Pembebasan di Lapas
Semarang. Diakses pada tanggal 14 Juni 2014 melaui http://undip.ac.id
Herdiana, I. (2009). Profil Kecemasan Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan
di Kota Bandung. SKRIPSI Fakultas Psikologi Tahun 2009. Diakses
pada tanggal 30 Juli 2014 melaui http://unpad.ac.id
Marmiyati. (2013). Jumlah Narpidana Indonesia. Diakses pada tanggal 13 Maret
2014 melalui http://suarapembaruan.com

Ibrahim, AS. (2012). Panik Nekrosis dan Gangguan Cemas. Jakarta: Jelajah Nusa
Lyndon, S. (2013). Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta: Binarupa
Aksara
Nanda. (2009). Asuhan Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC
Nasir, dkk. (2011). Metodologi Penelitian Kesehatan. Yogyakarta: Nuha Medika
Nita, dkk. (2013). Laporan Pendahuluan tentang Masalah Psikososial. Jakarta:
Salemba Medika
Notoatmodjo. (2010). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta
Nursalam. (2008). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu
Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika
Paskah, AS. (2009). Pengeruh Tayangan Humor Terhadap Peningkatan Memori
Pada Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Sumatra Utara. Skripsi
Fakultas Psikologi Universitas Sumatra Utara. Diakses pada tanggal 13
Maret 2014 melalui http//www.usu.ac.id
Patosisuru, LB. (2010). Hubungan Berfikir Positif Dengan Kecemasan
Menghadapi Masa Bebas Pada Narapidana. Skripsi Fakultas Psikologi
Universitas Mercu Buana. Diakses pada tanggal 13 Maret 2014 melalui
http//www.bmj.com
Purwanto, B. (2013). Herbal dan keperawatan kompelementer: Teori, Praktik,
Hukum dalam Asuhan Keperawatan. Yogyakarta: Nuha Medika
Rahmanadji, D. (2007). Sejarah, Teori, Jenis dan Fungsi Humor. Artikel Bahasa
dan

Seni.

Diakses

pada

tanggal

14

Maret

2014

melalui

http://sastra.um.ac.id
Rani, F. (2011). Pengaruh Pemberian Terapi Humor Terhadap Penurunan Tingkat
Kecemasan Pada Narapidana Menjelang Kebebasan di Lapas Malang.

Skripsi Fakultas Psikologi Universitas Islam Negri Maulana Malik Ibrahim


Malang. Diakses pada tanggal 13 Maret 2014 melalui http//www.bmj.com
Reifsnyder, H. (2012). Laughter research (new research shows that humor
enhances short-term memory in elderly). Diakses pada tanggal 13 Maret
2014 melalui http://www.llu.edu.com
Riwidikdo, H. (2009). Statistika Kesehatan. Yogyakarta: Mitra Medika
Riyanto, A. (2011). Aplikasi Metodologi Penelitian Kesehatan. Yogyakarta: Nuha
Medika
Safaria, S. (2009). Manajemen Emosi. Jakarta: Salemba Medika
Saryono. (2010). Kumpulan Instrumen Penelitian Kesehatan. Yogyakarta: Nuha
Medika
Savitri. (2008). Kecemasan Bagaimana Mengatasi Penyebabnya. Jakarta: Pustaka
Populer Obor
Stuart, GW. (2006). Buku Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC
Stuart, Sundeen. (2005). Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC
Suprana, J. (2013). Humorologi. Jakarta: Elex Media Komputindo
Tim Pengabdian Masyarakat Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah
Surakarta. (2006). Study Kasus Faktor-Faktor Kecemasan Narapidana di
Lapas Surakarta. Jurnal Publikasi No.2. Diakses pada tanggal 13 Juni
2014 melalui http//ums.ac.id
Undang-undang Nomor 12 tahun 1995 tentang Pemasyarakatan Lembaran Negara
R.I Tahun 1995
Wiyanna, M. (2010). Terapi Tertawa dan Kecemasan Mahasiswa Program
Ekstensi Dalam Menghadapi Skripsi di Fakultas Keperawatan Universitas

Sumatra Utara. Diakses pada tanggal 13 Maret 2014 melalui


http//www.usu.ac.id.

Вам также может понравиться