Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
A. Konsep Dasar
1. Pengertian
Tangerang
berbatasan
dengan Kabupaten
Jakarta
dan
Bekasi
di
provinsiJawa Barat.
Istilah kejang demam digunakan untuk bangkitan kejang yg timbul
akibat kenaikan suhu tubuh. Kejang demam ialah bangkitan kejang yg
terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal 38C) yang disebabkan oleh
suatu proses ekstrakranium (Hasan, 1995).
Banyak pernyataan yang dikemukakan mengenai kejang demam, salah
satu diantaranya adalah : Kejang demam adalah suatu kejadian pada bayi
atau anak, biasanya terjadi pada umur 3 bulan sampai 5 tahun, berhubungan
dengan demam tetapi tidak pernah terbukti adanya infeksi intrakranial atau
penyebab tertentu. Anak yang pernah kejang tanpa demam dan bayi berumur
kurang dari 4 minggu tidak termasuk. Kejang demam harus dapat dibedakan
(sistem
saraf
simpatis)
dan
parasymphatis
(sistem
saraf
parasimpatis).
Otak berada di dalam rongga tengkorak (cavum cranium) dan dibungkus
oleh selaput otak yang disebut meningen yang berfungsi untuk melindungi
struktur saraf terutama terhadap resiko benturan atau guncangan. Meningen
terdiri dari 3 lapisan yaitu duramater, arachnoid dan piamater.
Sistem saraf pusat (Central Nervous System) terdiri dari :
a. Cerebrum (otak besar)
Merupakan bagian terbesar yang mengisi daerah anterior dan
superior rongga tengkorak di mana cerebrum ini mengisi cavum cranialis
anterior dan cavum cranialis media.
Cerebrum terdiri dari dua lapisan yaitu : Corteks cerebri dan medulla
cerebri. Fungsi dari cerebrum ialah pusat motorik, pusat bicara, pusat
sensorik, pusat pendengaran / auditorik, pusat penglihatan / visual, pusat
pengecap dan pembau serta pusat pemikiran.
Sebagian kecil substansia gressia masuk ke dalam daerah substansia
alba sehingga tidak berada di corteks cerebri lagi tepi sudah berada di
dalam daerah medulla cerebri. Pada setiap hemisfer cerebri inilah yang
disebut sebagai ganglia basalis.
Yang termasuk pada ganglia basalis ini adalah :
1) Thalamus
Menerima semua impuls sensorik dari seluruh tubuh, kecuali
impuls pembau yang langsung sampai ke kortex cerebri. Fungsi
thalamus terutama penting untuk integrasi semua impuls sensorik.
Thalamus juga merupakan pusat panas dan rasa nyeri.
2) Hypothalamus
Terletak di inferior thalamus, di dasar ventrikel III hypothalamus
terdiri dari beberapa nukleus yang masing-masing mempunyai
kegiatan fisiologi yang berbeda. Hypothalamus merupakan daerah
penting untuk mengatur fungsi alat demam seperti mengatur
metabolisme, alat genital, tidur dan bangun, suhu tubuh, rasa lapar dan
haus, saraf otonom dan sebagainya. Bila terjadi gangguan pada tubuh,
maka akan terjadi perubahan-perubahan. Seperti pada kasus kejang
demam, hypothalamus berperan penting dalam proses tersebut karena
fungsinya yang mengatur keseimbangan suhu tubuh terganggu akibat
adanya proses-proses patologik ekstrakranium.
3) Formation Reticularis
Terletak di inferior dari hypothalamus sampai daerah batang
otak (superior dan pons varoli) ia berperan untuk mempengaruhi
aktifitas cortex cerebri di mana pada daerah formatio reticularis ini
terjadi stimulasi / rangsangan dan penekanan impuls yang akan
dikirim ke cortex cerebri.
b. Serebellum
: Nervus Olfaktorius
2) N. II
: Nervus Optikus
3) N. III
: Nervus Okulamotorius
4) N. IV
: Nervus Troklearis
5) N. V
: Nervus Trigeminus
6) N. VI
: Nervus Abducen
7) N. VII
: Nervus Fasialis
8) N. VIII
: Nervus Akustikus
9) N. IX
: Nervus Glossofaringeus
10) N. X
: Nervus Vagus
11) N. XI
: Nervus Accesorius
12) N. XII
: Nervus Hipoglosus.
System saraf otonom ini tergantung dari system sistema saraf pusat
dan system saraf otonom dihubungkan dengan urat-urat saraf aferent dan
efferent. Menurut fungsinya system saraf otonom ada 2 di mana keduanya
mempunyai serat pre dan post ganglionik yaitu system simpatis dan
parasimpatis.
Yang termasuk dalam system saraf simpatis adalah :
1) Pusat saraf di medulla servikalis, torakalis, lumbal dan seterusnya
2) Ganglion simpatis dan serabut-serabutnya yang disebut trunkus
symphatis
2.
3. Etiologi
Penyebab Febrile Convulsion hingga kini belum diketahui dengan Pasti,
demam sering disebabkan oleh infeksi saluran pernafasan atas, otitis media,
pneumonia, gastroenteritis dan infeksi saluran kemih. Kejang tidak selalu
tinbul pada suhu yang tinggi. Kadang-kadang demam yang tidak begitu tinggi
dapat menyebabkan kejang (Mansjoer, 2000).
Kejang dapat terjadi pada setiap orang yang mengalami hipoksemia
(penurunan oksigen dalam darah) berat, hipoglikemia, asodemia, alkalemia,
dehidrasi, intoksikasi air, atau demam tinggi. Kejang yang disebabkan oleh
gangguan metabolik bersifat reversibel apabila stimulus pencetusnya
dihilangkan (Corwin, 2001).
4. Patofisiologi
Sel neuron dikelilingi oleh suatu membran. Dalam keadaan normal
membran sel neuron dapat dapat dilalui dengan mudah oleh ion kalium dan
sangat sulit dilalui oleh ion natrium dan ion lain, kecuali ion clorida.
Akibatnya konsentrasi natrium menurun sedangkan di luar sel neuron terjadi
keadaan sebaliknya.
Dengan perbedaan jenis konsentrasi ion di dalam dan di luar sel maka
terdapat perbedaan potensial yang disebut potensial membran dan ini dapat
dirubah dengan adanya :
a.
b.
c.
kenaikan
suhu
tubuh
tertentu
dapat
terjadi
perubahan
keseimbangan dari membran dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari
ion kalium maupun ion natrium melalui membran tadi, dengan akibat
terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik ini demikian besarnya
sehingga meluas ke seluruh sel maupun ke membran sel tetangganya sehingga
terjadi kejang.
Tiap anak mempunyai ambang kejang yang berbeda, tergantung dari
tinggi rendahnya ambang kejang tersebut. Pada anak dengan ambang kejang
rendah, kejang dapat terjadi pada suhu 38 C, sedang pada ambang kejang
tinggi baru terjadi pada suhu 40 C atau lebih. Untuk lebih jelas dapat dilihat
pada bagan di bawah ini :
Kejang demam
Inflamasi
Infeksi
Peningkatan suhu tubuh
Metabolisme basal meningkat
Kebutuhan O2 meningkat
Glukosa ke otak menurun
Perubahan konsentrasi dan jenis ion
di dalam dan di luar sel
Kejang
Durasi pendek
Sembuh
Durasi lama
Apnea
O2 menurun
Kebutuhan O2 meningkat
Hipoxemia
Metabolisme otak
meningkat
Hiperkapnia
Hipotensi arterial
7. Penatalaksanaan / Pengobatan
Ada beberapa hal yang perlu dilakukan, yaitu :
a.
b.
Pengobatan Penunjang
Semua pakaian yang ketat dibuka. Posisi kepala sebaiknya miring
untuk mencegah aspirasi isi lambung, usahakan jalan nafas bebas agar
oksigen terjamin, penghisapan lendir secara teratur dan pengobatan
ditambah dengan pemberian oksigen. Tanda tanda vital diobservasi
secara ketat, cairan intravena diberikan dengan monitoring.
c.
Pengobatan di rumah
Profilaksis intermitten
Untuk mencegah terulangnya kejang di kemudian hari diberikan
obat campuran anti konvulsan dan anti piretik yang harus diberikan
pada anak bila menderita demam lagi
2)
d.
B. Asuhan Keperawatan
1.
Pengkajian
Pengkajian adalah pendekatan untuk mengumpulkan data serta
menganalisa data sehingga dapat diketahui masalah dan kebutuhan perawatan
klien (Gaffar, 1997). Dalam upaya pengumpulan data sebagai langkah awal
dari proses keperawatan penulis melakukan pengkajian, baik secara langsung
maupun tidak langsung. Kegiatan yang dilakukan dalam pengkajian adalah
pengumpulan data dan merumuskan prioritas masalah. Sedangkan tujuan dari
pengkajian keperawatan adalah mengumpulkan datadata, mengelompokkan
dan menganalisa data sehingga ditemukan diagnosa keperawatan (Gaffar,
1997).
Tahapan pengkajian merupakan dasar utama dalam memberikan asuhan
keperawatan sesuai dengan kebutuhan individu. Oleh karena itu pengkajian
yang akurat dan lengkap sesuai dengan kenyataan, kebenaran data sangat
penting dalam merumuskan suatu diagnosa keperawatan sesuai dengan
respon individu sebagaimana yang ditentukan dalam standar praktek
keperawatan dari American Nursing Association.
Pengkajian keperawatan data dasar yang komprehensif adalah kumpulan
data yang berisikan mengenai status kesehatan klien untuk mengelola
kesehatan terhadap dirinya sendiri dan hasil konsultasi dari medis (terapis)
atau profesi kesehatan lainnya (Taylor, Lilis Le Mone, 1997).
Berdasarkan sumber data, data dibedakan menjadi dua, yaitu data primer
dan data sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung
dari klien, yaitu data tersebut diperoleh dari klien yang sadar maupun klien
tidak sadar sehingga tidak dapat berkomunikasi misalnya data tentang
kebersihan diri atau data tentang kesadaran. Data sekunder adalah data yang
diperoleh selain dari klien, seperti dari perawat, dokter, catatan perawat, serta
dari pemeriksaan seperti pemeriksaan laboratorium atau pemeriksaan
diagnostik lainnya, dari keluarga atau dari kerabat dekat.
Secara umum ada beberapa cara pengumpulan data dengan observasi,
konsultasi, validasi data, anamnesa, pemeriksaan fisik, observasi adalah
pengumpulan data melalui hasil pengamatan (melihat, meraba atau
mendengarkan) tentang kondisi klien dalam kerangka asuhan keperawatan.
Konsultasi adalah seorang spesialis diminta untuk mengidentifikasikan
caracara untuk pengobatan dan penanganan penyakit klien.
Anamnesa atau wawancara adalah cara pengumpulan data melalui
inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi.
Inspeksi adalah pengamatan secara seksama terhadap status kesehatan
klien, seperti inspeksi kesimetrisan pergerakan dinding dada, penggunaan otot
bantu pernafasan, inspeksi adanya lesi pada kulit dan sebagainya.
10
2)
3)
b. Kesehatan fisik
1) Pola nutrisi
Tidak ada nafsu makan (anoreksia), mual dan bahkan dapat
disertai muntah. Perlu dikaji pola nutrisi sebelum sakit, porsi makan
11
2) Riwayat kelahiran
Kelahiran spontan atau dengan bantuan bantuan, aterm atau
premature. Perlu juga ditanyakan berat badan lahir, panjang badan,
ditolong oleh siapa dan melahirkan di mana.
3) Riwayat yang berhubungan dengan hospitalisasi
Pernahkah dirawat di rumah sakit, berapa kali, sakit apa,
pernahkah menderita penyakit yang gawat.
Riwayat kesehatan dalam keluarga perlu dikaji kemungkinan ada
keluarga yang pernah menderita kejang.
4) Tumbuh kembang
12
perlu
dikaji
adalah
jenis
imunisasi
dan
umur
5) Riwayat psikologis
Reaksi pasien terhadap penyakit, kecemasan pasien dan orang tua
sehubungan dengan penyakit dan hospitalisasi.
e. Pemeriksaan fisik
1) Pengukuran pertumbuhan : Berat badan, tinggi badan, lingkar kepala
2) Pengukuran fisiologis : Suhu biasanya di atas 38 C, nadi cepat,
pernafasan (mungkin dyspnea nafas pendek, nafas cepat, sianosis)
3) Keadaan umum : Pasien tampak lemah, malaise
4) Kulit : Turgor kulit dan kebersihan kulit
13
Diagnosa Keperawatan
Diagnosa Keperawatan adalah pernyataan yang menjelaskan status atau
masalah kesehatan aktual atau rester / resti (Gaffar, 1997). Pada tahap
diagnosa keperawatan penulis akan menganalisa data yang diperoleh dari
hasil pengkajian dan mengidentifikasi masalah keperawatan, baik yang dapat
dicegah, dapat dikurangi maupun yang dapat ditanggulangi dengan tindakan
keperawatan.
14
perubahanperubahan
pada
status
kesehatan
klien.
15
bukti
yang
cukup
untuk
mendukung
pemilihan
diagnosa
keperawatan .
Adapun masalah keperawatan pada klien dengan kasus Febrile
Convulsion menurut Ngastiyah (19997) adalah :
a. Resiko tinggi terhadap kerusakan sel otak berhubungan dengan kejang
b. Hipertermia berhubungan dengan peningkatan metabolisme rata-rata,
proses infeksi
c. Resiko terjadi bahaya / komplikasi berhubungan dengan aktifitas kejang
d. Gangguan rasa aman dan nyaman berhubungan dengan tindakan invasif,
prosedur tindakan
e. Kurang pengetahuan keluarga berhubungan dengan kurangnya informasi.
Menurut
Doenges
(2000), diagnosa
keperawatan
pada
Febrile
Convulsion adalah :
a. Resiko terhadap henti nafas berhubungan dengan perubahan kesadaran,
kehilangan koordinasi otot besar dan kecil
b. Ketidakefektifan pola pernafasan / bersihan jalan nafas berhubungan
dengan gangguan neuromuskuler, hypersekresi trakeobronkial
c. Hipertermia berhubungan dengan peningkatan metabolisme basal ratarata, proses infeksi
d. Kurang pengetahuan keluarga mengenai kondisi, dan aturan pengobatan
berhubungan dengan kurang informasi.
16
Perencanaan
Perencanaan merupakan tahap yang paling penting yang dibuat setelah
merumuskan diagnosa keperawatan. Tujuan perencanaan adalah untuk
mengurangi, menghilangkan dan mencegah masalah keperawatan klien,
sehingga tercapai kondisi kesehatan klien yang optimal (Gaffar, 1997).
Pada tahap perencanaan setelah memprioritaskan masalah keperawatn,
penulis menetapkan tujuan dan kriteria tindakan yang dapat mencegah,
mengurangi dan menanggulangi masalah kesehatan yang disesuaikan dengan
kondisi dan kebutuhan klien saat ini serta menuliskan tujuan yang ditetapkan
harus nyata, dapat diukur dan mempunyai batasan waktu pencapaian.
Adapun komponen tahap perencanaan adalah :
Membuat prioritas urutan diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan diurutkan dengan prioritas tinggi, sedang, ringan
masalah dengan prioritas tinggi mencerminkan situasi yang mengancam
hidup (misalnya bersihan jalan nafas). Masalah dengan prioritas rendah tidak
berhubungan secara langsung dengan keadaan sakit atau prognosis yang
spesifik (misalnya masalah keuangan). Masalah dengan prioritas tingi
membutuhkan perhatian yang cepat dibandingkan dengan prioritas rendah.
Hirarki
kebutuhan
Maslow
(1968)
membantu
perawat
untuk
17
Menunjukkan
efektifitas
pernafasan
selama
kejang
dan
sesudahnya
Rencana Tindakan :
1.1
18
19
tubuh
dalam
batas
normal,
yang
ditunjukkan
dengan
pertumbuhan
organisme
dan meningkatkan
20
4 Diagnosa keperawatan IV
Kurang pengetahuan (kurang belajar) mengenai kondisi, dan aturan
pengobatan berhubungan dengan kurang informasi, kesalahan persepsi
Tujuan dan kriteria hasil :
Mengungkapkan pemahaman tentang gangguan berbagai rangsang yang
dapat menyebabkan aktifitas kejang, dengan kriteria :
Keluarga dapat mengemukakan kondisi dan pengobatan secara sederhana.
Rencana Tindakan :
4.1 Jelaskan kembali mengenai patofisiologi / prognosis penyakit
Rasional : Memberikan kesempatan mengklarifikasi kesalahan
persepsi dan keadaan penyakit yang ada sesuai dengan yang ditangani
4.2 Tinjau kembali obat-obat yang didapat
Rasional : Tidak ada pemahaman terhadap obat-obatan yang dapat
merupakan penyebab kecemasan keluarga
4.
Pelaksanaan
Pelaksanaan adalah intervensi yang dilaksanakan sesuai dengan rencana
setelah dilakukan validasi, penugasan ketrampilan interpersonal, intelektual
dan teknikal (Gaffar, 1997, 49).
Pelaksanaan tindakan keperawatan pada klien vulnus scissum untuk
memenuhi antara lain : mencegah infeksi, meningkatkan penyembuhan luka,
meningkatkan kondisi kesehatan dan koping individu dan keluarga serta
mencegah komplikasi cedera selanjutnya.
Tahap pelaksanaan merupakan bentuk tindakan untuk direncanakan
sebelumnya dan disesuaikan dengan situasi secara cermat dan efisien. Dalam
melaksanakan tindakan keperawatan penulis menyesuaikan dengan kondisi
yang sesuai dengan kebutuhan klien saat itu, tidak semata mata berdasarkan
21
b.
Tindakan
keperawatan
kolaboratif,
Dokumentasi
tindakan
keperawatan
dan
dari
mempertahankan
kejadian
atau
aktifitas
yang
otentik
dengan
tindakan
keperawatan
mandiri
dan
kolaboratif
yang
Evaluasi
Merupakan fase akhir dari proses keperawatan adalah evaluasi terhadap
asuhan keperawatan yang diberikan (Gaffar, 1997). Evaluasi asuhan
keperawatan adalah tahap akhir proses keperawatan yang bertujuan untuk
menilai hasil akhir dari keseluruhan tindakan keperawatan yang dilakukan.
22
b.
23
DAFTAR PUSTAKA
Arif Mansjoer, dkk (2000), Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 2, Media Aesculapius,
Jakarta
Doenges, Marillyn E, dkk (2000), Penerapan Proses Keperawatan dan Diagnosa
Keperawatan, EGC, Jakarta
24
25