Вы находитесь на странице: 1из 17

BAB 1

PENDAHULUAN
Pada umumnya setiap kehamilan berakhir dengan lahirnya bayi yang
sempurna. Tetapi dalam kenyataannya

tidak selalu demikian. Seringkali

perkembangan kehamilan mendapat gangguan yang dapat terjadi pada berbagai


tahap. Tergantung pada tahap mana gangguan itu terjadi, maka hasil kehamilan
dapat berupa keguguran, kehamilan ektopik, prematuritas, kematian janin dalam
rahim atau kelainan kongenital. Kesemuanya merupakan kegagalan fungsi
reproduksi.1
Pada sejumlah wanita kehamilan abnormal dapat terjadi, yakni menjadi
mola hidatidosa. Mola hidatidosa tergolong penyakit trofoblast yang tidak ganas,
tetapi bisa menjadi ganas (mola distruens atau penyakit trofoblast ganas jenis
villosum) dan sangat ganas (koriokarsinoma atau penyakit trofoblast ganas jenis
nonvillosum).1,2
Secara makroskopik, mola hidatidosa mudah dikenal yaitu berupa
gelembung-gelembung putih, tembus pandang, berisi cairan jernih, dengan ukuran
bervariasi dari beberapa milimeter sampai 1 atau 2 cm. Pada umumnya penderita
mola hidatidosa akan menjadi baik kembali, tetapi ada kalanya yang kemudian
menglami degenerasi keganasan berupa koriokarsinoma. Jadi yang termasuk
penyakit trofoblas adalah molahidatidosa yang jinak dan koriokarsinoma yang
ganas.2,3,4
Penyakit trofoblas gestasional (PTG) adalah sekumpulan penyakit yang
terkait dengan vili korialis, terutama sel trofoblasnya. Trofoblast memegang
peranan penting dalam proses implantasi blastokista berhubung dengan
kemampuannya menghancurkan jaringan endometrium. Setelah zigote memasuki
endometrium (yang kini berubah menjadi desidua), trofoblast dan khususnya
sitotrofoblast tumbuh terus. Sitotrofoblast yang bersifat invasif, dapat membuka
pembuluh darah, dan lewat jalan darah dapat dibawa ke paru-paru. Pada kurang
lebih 50% wanita yang melahirkan dapat ditemukan sel-sel trofblast dalam paruparu, sel tersebut mati berhubung dengan kemampuan imunologik wanita yang
bersangkutan.5
1

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Mola hidatidosa adalah suatu kehamilan yang berkembang tidak wajar di
mana tidak ditemukan janin dan hampir seluruh vili korialis mengalami perubahan
berupa degenerasi hidropik. Dengan ciri-ciri stroma villi korialis langka
vaskularisasi, dan edematous. Janin biasanya meninggal tetapi villus-villus yang
membesar dan edematous itu hidup dan tumbuh terus. Gambaran yang diberikan
ialah sebagai segugus buah anggur. Mola hidatidosa merupakan salah satu dari
penyakit karena kelainan plasenta yang meliputi mola hidatidosa komplit dan
parsial, tumor plasenta situs trofoblas, koriokarsinoma dan mola invasif.1,2

Gambar 1. Mola Hidatidosa1,3


Kehamilan mola secara histologis ditandai oleh kelainan vili korionik yang
terdiri dari proliferasi trofoblas dengan derajat bervariasi dan edema stroma vilus
dan mengeluarkan hormon, yakni Human chorionic gonadrotropin (HCG) dalam
jumlah besar daripada kehamilan biasa. Mola biasanya terletak di rongga uterus,
namun kadang-kadang terletak di tuba fallopi dan bahkan ovarium. Ada tidaknya

janin atau unsur embrionik pernah digunakan untuk mengklasifikasikan mola


menjadi mola sempurna (complete) dan parsial.1,2,3
2.2 Epidemiologi
Frekuensi mola umumnya pada wanita di Asia lebih tinggi (1 dari 120
kehamilan) daripada wanita di negara-negara Barat (1 dari 2000 kehamilan). Di
Asia, insiden mola hidatidosa komplit tertinggi adalah Indonesia yaitu 1 dari 77
kehamilan dan 1 dari 57 persalinan. Di Amerika, dari study yang dilakukan
terhadap terminasi kehamilan, mola hidatidosa ditemukan pada 1 dari 1200
kehamilan.2
2.3 Faktor Resiko
1. Usia
Faktor risiko terjadinya mola yaitu usia ibu yang sangat muda (belasan
tahun) dan usia 36 hingga 40 tahun memiliki risiko 2 kali lipat. Wanita
dengan usia lebih dari 40 tahun memiliki risiko 10 kali lebih tinggi
menderita kehamilan mola, hal ini dikaitkan dengan kualitas sel telur yang
kurng baik pada wanita usia ini.1,2
2. Riwayat Mola
Riwayat kehamilan mola sebelumnya juga dapat meningkatkan kejadian.
Dalam suatu kajian terhadap 12 penelitian yang total mencakup hampir
5000 kelahiran, frekuensi mola rekuren adalah 1,3 %. Faktor resiko 1,5 %
untuk mola hidatidosa komplit dan 2,7% mola hidatidosa parsial.1,2
3. Faktor Lain
Kontrasepsi oral, defisiensi variasi vitamin (kekurangan protein (Acosta
Sison), asam folat dan histidin (Reynold), B-karoten (Parazzini,
Berkowitz)), perokok.1,2
2.4 Etiologi
Walaupun mola hidatidosa sudah dikenal sejak abad keenam, sampai
sekarang masih belum diketahui apa yang menjadi penyebabnya, oleh karena itu
pengetahuan tentang faktor resiko menjadi penting agar dapat menghindari
3

terjadinya mola hidatidosa, seperti tidak hamil pada usia yang tua dan
memperbaiki gizi.1,2
2.5 Klasifikasi
Ada berbagai macam klasifikasi penyakit trofoblas gestasional:1,2,3,4
1.

Menurut International Union Against Cancer (IUAC)


a. Penyakit trofoblast yang berhubungan dengan kehamilan
b. Penyakit trofoblast yang tidak berhubungan dengan kehamilan
2. Menurut FIGO (Federation International of Gynecology and Obstetric)
a. Mola Hidatidosa
1. Mola Hidatidosa Komplit
2. Mola Hidatidosa Parsial
b. Neoplasia Trofoblas Gestasional
1. Mola Invasif
2. Koriokarsinoma
3. Placental Site Trophoblastic Tumor (PSTT)
4. Tumor Trofoblastik Epiteloid
A. MOLA HIDATIDOSA KOMPLIT
Mola hidatidosa komplit adalah kehamilan abnormal tanpa embrio dan
seluruh vili korialis mengalami degenerasi hidropik. Vili korionik berubah
menjadi suatu massa vesikel-vesikel jernih. Ukuran vesikel bervariasi dari
sulit dilihat sampai yang berdiameter beberapa sentimeter dan sering
berkelompok-kelompok menggantung pada tangkai kecil. Pada mola
hidatidosa komplit tidak ditemukan gambaran janin. Degenerasi hidropik
atau degenerasi mola, yang mungkin sulit dibedakan dari mola sejati, tidak
digolongkan sebagai penyakit trofoblastik.1,2,3,4
Pada pemeriksaan sitogenetik terhadap kehamilan mola hidatidosa
komplit menemukan sebuah ovum yang tidak berinti (kosong) atau yang
intinya tidak berfungsi dibuahi oleh sebuah sperma haploid 23 X, sehingga
terbentuk hasil konsepsi dengan kromosom 23 X. Kromosom ini kemudian
mengadakan penggandaan sendiri (endoreduplikasi) menjadi 46 XX.
Kromosom MHK menyerupai kromosom seorang perempuan, yakni
4

homozigot, tetapi kedua kromosom X-nya berasal dari ayah dan tidak ada
faktor ibu. Teori ini disebut sebagai teori Diploid Androgenetik.1,2
Gambaran histopatologis yang khas dari mola hidatidosa komplit
adalah edema stroma vili, tidak ada pembuluh darah pada vili dan proliferasi
sel-sel trofoblas. Secara makroskopik, pada kehamilan trimester pertama,
vili korialis mengandung cairan dalam jumlah sedikit, bercabang dan
mengandung sinsitiotrofoblas dan sitotrofoblas hiperplastik dengan banyak
pembuluh darah. Pada trimester dua, mola hidatidosa komplit berbentuk
seperti anggur karena vili korialis mengalami pembengkakan secara
menyeluruh.1,2

Gambar 2. Mola Hidatidosa Komplit4


B. MOLA HIDATIDOSA PARSIAL
Mola hidatidosa parsial adalah hanya sebagian vili korialis mengalami
degenerasi hidropik, sehingga unsur janin selalu ada. Perkembangan janin
akan bergantung kepada luas plasenta yang akan mengalami degenerasi,
tetapi janin biasanya tidak dapat bertahan lama dan akan mati dalam
rahim.1,2
Apabila perubahan hidatidosa bersifat lokal dan kurang berkembang
dan mungkin tampak sebagian jaringan janin, biasanya paling tidak
kantung amnion, keadaan ini diklasifikasikan sebagai mola hidatidosa
parsial. Terjadi pembengkakan hidatidosa yang berlangsung lambat pada
sebagian vili yang biasanya avaskular, sementara vili-vili berpembuluh
lainnya dengan sirkulasi janin-plasenta yang masih berfungsi tidak
5

terkena.

Hiperplasia

trofoblastik

lebih

bersifat

fokal

daripada

generalisata.1,2
Secara sitogenetik MHP terjadi karena satu ovum yang normal dibuahi
oleh dua sperma. Hasil konsepsi meliputi 69 XXX, 69 XXY, atau 69 XYY.
MHP mempunyai satu haploid ibu dan dua haploid bapak, sehingga
disebut Diandro Triploid. Komposisi unsur ayah dan ibu yang tidak
seimbang menyebabkan pembentukan plasenta tidak wajar, yang
merupakan gabungan vili korialis yang normal dan yang mengalami
degenerasi hidropik. Biasanya kematian janin terjadi sangat dini.1,2
MHP umumnya dianggap sebagai missed abortion dan diagnosisnya
ditegakkan atas dasar pemeriksaan patologi anatomi yang memperlihatkan
degenerasi hidropik vili korialis setempat dan hiperplasia sinsitiotrofoblas.
Gambaran khas MHP adalah crinkling atau scalloping vili dan inklusi
trofoblas di stroma (stromal trophoblastic inclusion), serta terdapat
jaringan embrionik atau janin.1,2,4

Gambar 3. Mola Hidatidosa Parsial4

Tabel 1. Perbandingan Gambaran Mola Hidatidosa Parsial dan Komplit1,4


Gambaran
Kariotipe

Mola Hidatidosa Parsial


Moal Hidatidosa Komplit
Umumnya 69 XXX atau 69 46 XX atau 46 XY
XXY

Patologi
2
3

Janin
Kadang-kadang
Amnion, sel darah merah Kadang-kadang

4
5

janin
Edema vilus
Proliferasi Trofoblas

Bervariasi, fokal
Bervariasi, fokal,

Tidak ada
Tidak ada
Difus
ringan- Bervariasi, ringan-berat

sedang
Gambaran Klinis
6 Diagnosis
7 Ukuran uterus

Missed abortion
Kecil untuk masa kehamilan

Gestasi mola
50% besar

8 Kista teka-lutein
9 Penyulit medis
10 Penyakit pasca-mola

Jarang
Jarang
1-5%

kehamilan
25-30%
Sering
15-20%

untuk

Kadang ditemukan juga kehamilan kembar, antara janin dengan mola


komplit. Nieman (2006) melaporkan bahwa 5% terjadi kehamilan kembar janin
dengan mola komplit. Kemampuan janin untuk bertahan hidup tergantung dari
pemuatan diagnosis dan penyulit dari mola, misalnya pre-eklamsia atau
perdarahan. Dari pengamatan Vejerslev (1991) terhadap 113 kasus kehamilan
gemeli mola, 45% berkembang mencapai usia 28 minggu dan 70% di antaranya
bertahan hidup. Dibandingkan dengan mola parsial, wanita dengan kehamilan
gemeli mola memiliki resiko yang lebih besar menjadi keganasan, tapi tidak
sebesar pada kehamilan mola komplit.1,2,4

masa

Gambar 4. Kehamilan kembar dengan mola komplit4


2.6 Tanda dan Gejala
Pada permulaannya, gejala mola tidak seberapa berbeda dengan kehamilan
biasa, yaitu mual, muntah, pusing dan lain-lain, hanya saja derajat keluhannya
sering lebih hebat. Selanjutnya, perkembangannya lebih cepat, sehingga pada
umumnya besar uterus lebih besar daripada umur kehamilan. Ada pula kasus yang
uterusnya lebih kecil atau sama besar walau jaringannya belum dikeluarkan.
Dalam hal ini perkembangan jaringan trofoblas tidak begitu aktif sehingga perlu
dipikirkan kemungkinan adanya jenis dying mole. Beberapa gejala klinis yang
sering dijumpai :1,2,3,4
1. Pendarahan
Pendarahan adalah gejala utama mola. Biasanya keluhan perdarahan inilah
yang membawa pasien datang ke rumah sakit. Pendarahan dapat terjadi antara
bulan

pertama

sampai

ketujuh dengan

rata-rata

12-14

minggu.

Sifat

pendarahannya bisa intermitten, sedikit-sedikit atau langsung banyak. Kadangkadang terjadi perdarahan berat yang tertutup didalam uterus sehingga
menyebabkan uterus mengalami distensi karena terisi banyak darah dan kadang
tampak cairan berwarna gelap yang keluar dari vagina, gejala ini dapat muncul
pada 50% kasus. Akibat pendarahan ini, selain anemia juga dapat terjadi syok atau
kematian.
2. Pembesaran ukuran uterus
Pembesaran uterus yang tidak sesuai dengan usia kehamilan adalah gejala
klasik dari mola hidatidosa komplit. Pembesaran ini disebabkan karena
perkembangan sel trofoblas yang berlangsung dengan sangat cepat. Uterus
mungkin sulit diidentifikasi secara pasti dengan palpasi, terutama pada wanita
nulipara karena konsistensi yang lunak di bawah dinding abdomen yang kencang.
Kadang-kadanag ovarium sangat membesar akibat kista-kista lutein sehingga sulit
dibedakan dengan uterus yang membesar.
3. Hiperemesis
Hiperemesis gravidarum adalah gejala yang wajar dan sering pada trimester
pertama kehamilan. Hal ini dipengaruhi oleh kadar hormon HCG yang berlebihan.
8

4. Pre-eklamsia
Mola hidatidosa bisa disertai dengan pre-eklamsia, terjadinya lebih muda
daripada kehamilan biasa (yang menetap sampai trimester kedua). Karena
hipertensi akibat kehamilan jarang dijumpai sebelum usia gestasi 24 minggu, preeklamsia yang terjadi sebelum waktu ini sedikitnya harus mengisyaratkan mola
hidatidosa atau adanya mola yang luas.
5. Kista Lutein
Pada mola hidatidosa sering disertai dengan kista lutein, baik unilateral
maupun bilateral. Kista lutein ini terbentuk karena respon terhadap kadar hormon
HCG yang meningkat dan biasanya disertai dengan hydrops fetalis dan hipertrofi
plasenta. Pasien biasanya megeluh adanya nyeri pada pelvis karena pembesaran
dari ovarium. Karena ada pembesaran ovarium, otomatis ada resiko terjadinya
torsi kista lutein, infark dan pendarahan yang dapat mengakibatkan gejala akut
abodmen. Dengan pemeriksaan klinis insidensi kista lutein lebih kurang 10,2%
(biasanya tidak teraba dengan palpasi bimanual), tetapi bila menggunakan USG
angka-nya meningkat sampai 50%.

Gambar 5. Gambaran USG Kista Lutein4


Umumnya kista ini menghilang setelah jaringan mola dikeluarkan, kista
akan mengalami regresi karena penurunan kadar hormone HCG. Membutuhkan
waktu sekitar 12 minggu untuk mengalami regresi secara sempurna. Oleh karena
itu oophorectomy tidak perlu dilakukan kecuali kista mengalami infark yang luas.
9

Kasus mola dengan kista lutein mempunyai risiko 4 kali lebih besar untuk
mendapat degenerasi keganasan di kemudian hari daripada kasus tanpa kista.
6. Tirotoksikosis
7. Terjadi akibat rangsangan kadar B-hCG yang tinggi.
8. Emboli sel trofoblas
Sebenarnya dalam setiap kehamilan selalu ada migrasi sel trofoblas ke
peredaran darah kemudian ke paru-paru tanpa memberikan gejala apapun. Tetapi
pada mola, kadang-kadang jumlah sel trofoblas ini terlalu banyak sehingga dapat
menimbulkan emboli paru akut yang bisa menyebabkan kematian. Semakin besar
ukuran uterus, resiko terjadinya komplikasi ini semakin besar terutama saat usia
kehamilan 16 minggu.
Ada beberapa gejala pada mola hidatidosa parsial agak berbeda dengan
mola hidatidosa komplit, antara lain :
1) Pasien dengan mola parsial tidak memiliki gejala klinis seperti mola
hidatidosa komplit. Pasien tersebut biasanya datang dengan gejala dan
tanda seperti abortus inkomplet atau missed abortion, yaitu perdarahan per
vaginam dengan tidak ditemukannya aktivitas janyung janin.
2) Pembesaran uterus dan pre-eklamsia hanya terjadi pada 5% pasien kista
lutein, hiperemesis dan komplikasi hipertiroid sangat amat jarang
ditemukan.
2.7 Patofisiologi
Patofisiologi

dari

kehamilan

mola

hidatidosa

yaitu

karena

tidak

sempurnanya peredaran darah fetus, yang terjadi pada sel telur patologik yaitu :
hasil pembuahan dimana embrionya mati pada umur kehamilan 3 5 minggu dan
karena pembuluh darah villi tidak berfungsi maka terjadi penimbunan cairan di
dalam jaringan mesenkim villi.1,3,6
Analisis sitogenetik pada jaringan yang diperoleh dari kehamilan mola
memberikan beberapa petunjuk mengenai asal mula dari lesi ini. Kebanyakan
mola hidatidosa adalah mola lengkap dan mempunyai 46 kariotipe XX.
Penelitian khusus menunjukkan bahwa kedua kromosom X itu diturunkan dari
ayah. Secara genetik, sebagian besar mola hidatidosa komplit berasal dari
10

pembuahan pada suatu telur kosong (yakni, telur tanpa kromosom) oleh satu
sperma haploid (23 X), yang kemudian berduplikasi untuk memulihkan
komplemen kromosom diploid (46 XX). Hanya sejumlah kecil lesi adalah 46
XY.1,3,6
Pada mola yang tidak lengkap atau sebagian, kariotipe biasanya suatu
triploid, sering 69 XXY (80%). Kebanyakan lesi yang tersisa adalah 69 XXX atau
69 XYY. Kadang-kadang terjadi pola mozaik. Lesi ini, berbeda dengan mola
lengkap, sering disertai dengan janin yang ada secara bersamaan. Janin itu
biasanya triploid dan cacat.1,3,6

Gambar 6. Susunan sitogenetik dari mola hidatidosa. A. Sumber kromosom dari


mola lengkap. B. Sumber kromosom dari mola sebagian yang triploid
Ada beberapa teori yang diajukan untuk menerangkan patogenesis dari
penyakit trofoblas:2
1. Teori missed abortion.
Teori ini menyatakan bahwa mudigah mati pada usia kehamilan 3-5 minggu
(missed abortion). Hal inilah yang menyebabkan gangguan peredaran darah
sehingga terjadi penimbunan cairan dalam jaringan mesenkim dari villi dan
akhirnya terbentuklah gelembung-gelembung. Menurut Reynolds, kematian
mudigah itu disebabkan karena kekurangan gizi berupa asam folik dan histidine
pada kehamilan hari ke 13 dan 21. Hal ini menyebabkan terjadinya gangguan
angiogenesis.
2. Teori neoplasma
11

Teori ini pertama kali dikemukakan oleh Park. Pada penyakit trofoblas, yang
abnormal adalah sel-sel trofoblas dimana fungsinya juga menjadi abnormal. Hal
ini menyebabkan terjadinya reabsorpsi cairan yang berlebihan kedalam villi
sehingga menimbulkan gelembung. Sehingga menyebabkan gangguan peredaran
darah dan kematian mudigah.
Secara makroskopik, mola hidatidosa mudah dikenal yaitu berupa
gelembung-gelembung putih, tembus pandang, berisi cairan jernih, sehingga
menyerupai buah anggur, atau mata ikan. Karena itu disebut juga hamil anggur
atau mata ikan. Ukuran gelembung-gelembung ini bervariasi dari beberapa
milimeter sampai 1-2 cm. Secara mikroskopik terlihat trias: (1) Proliferasi dari
trofoblas; (2) Degenerasi hidropik dari stroma villi dan kesembaban; (3)
Hilangnya pembuluh darah dan stroma. Sel-sel Langhans tampak seperti sel
polidral dengan inti terang dan adanya sel sinsitial giantik (syncytial giant cells).
Pada kasus mola banyak dijumpai ovarium dengan kista lutein ganda berdiameter
10 cm atau lebih (25-60%). Kista lutein akan berangsur-angsur mengecil dan
kemudian hilang setelah mola hidatidosa sembuh.
2.8 Diagnosis
Adanya mola hidatidosa harus dicurigai bila pasien datang dengan
amenorea, perdarahan per vaginam, uterus yang lebih besar dari usia
kehamilannya dan tidak ditemukan tanda-tanda kehamilan pasti seperti
ballotement dan detak jantung janin. Untuk memperkuat diagnosis dapat
dilakukan pemeriksaan kadar Human Chorionic Gonadotropin (hCG) dalam darah
atau urin. Peninggian hCG >100,000 mIU/mL, terutama dari hari ke-100 sangat
sugestif. Bila belum jelas dapat dilakukan pemeriksaan USG, dimana kasus mola
menunjukkan gambara yang khas, yaitu berupa badai salju (snow flake pattern)
atau gambaran seperti sarang lebah (honey comb). Diagnosis yang paling tepat
setelah kita melihat keluarnya gelembung mola.3,4
Dari pemeriksaan histopatologis didapatkan pada mola hidatidosa komplit
ditemukan villi yang edema, hiperplasia sel trofoblas, dan penurunan atau bahkan
tidak adanya aliran darah janin. Kromosom menunjukkan 46 XX pada sebagian
besar kasus dan 46 XY pada 10-15% kasus. Pada mola hidatidosa parsial kadang12

kadang ditemukan adanya janin, dan juga plasenta serta pembuluh darah janin
dengan eritrosit janin di dalamnya. Dapat ditemukan juga edema villi dan
proliferasi trofoblas seperti pada mola komplit.3,4

Gambar 7. Mola Hidatidosa Komplit dengan snow flake pattern 4


2.9 Penatalaksanaan
Pengelolaan mola hidatidosa dapat terdiri atas 4 tahap berikut ini :3,4
1. Perbaikan keadaan umum
2. Pengeluaran jaringan mola
3. Terapi profilaksis dengan sitostatika
4. Pemeriksaan tindak lanjut
Perbaikan keadaan umum3,4
Pada pasien dengan syok atau anemia dapat diberikan rehidrasi cairan dan
transfusi darah, penangan pre-eklamsia dan eklamsia sama dengan kehamilan
biasa, sedangkan untuk tirotoksikosis diobati dengan protokol dari penyakit
dalam.
Pengeluaran jaringan mola3,4
Pengeluaran jaringan mola dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu :
A. Kuretase

13

Kuretase dilakukan setelah keadaan umum diperbaiki. Bila canalis servikalis


belum terbuka, dapat dipasang laminaria dan 24 jam kemudian baru dilakukan
kuretase

(dilatasi

dan

kuretase).

Dapat

ditambahkan

uretonika

untuk

meningkatkan kontraksi uterus yang dapat membantu menghentikan perdarahan.


Tindakan kuret cukup dilakukan 1 kali saja. Kuret yang kedua dilakukan jika ada
indikasi. Setelah dilakukan kuretase harus diperiksa ulang dengan pemeriksaan
USG untuk mengetahui apakah masih ada sisa-sisa jaringan.
B. Histerektomi
Histerektomi ini sangat jarang dilakukan pada kasus mola. Tindakan ini
dilakukan pada wanita yang telah cukup umur dan cukup mempunyai anak.
Alasan untuk melakukan histerektomi ialah karena umur tua dan paritas tinggi
merupakan faktor predisposisi untuk terjadinya keganasan. Batasan yang dipakai
adalah umur 35 tahun dengan anak hidup tiga. Tidak jarang bahwa pada sediaan
histerektomi bila dilakukan pemeriksaan histopatologis sudah tampak ada tanda
keganasan berupa mola invasif.
Terapi profilaksis dengan sitostatiska3,4
Kemoterapi diberikan kepada penderita golongan resiko tinggi bila mereka
menolak atau tidak dapat menjalani histerektomi, atau bila penderita masih
berusia muda dan menunjukkan hasil patologi anatomi yang mencurigakan.
Kemoterapi diberikan berupa :
1. Methotrexate (MTX) 20 mg/hari selama 5 ahri berturut-turut
2. Asam folat sebagai antidotum
3. Actinomycin D 1 flakon/hari selama 5 hari berturut-turut
Pemeriksaan tindak lanjut3,4
Sesudah evakuasi, dilakukan pengawasan baik secara klinis, laboratorium
dan radiologi. Hal ini perlu dilakukan mengingat adanya kemungkinan keganasan
setelah mola hidatidosa. Lama pengawasan berkisar antara satu atau dua tahun.
Tujuannya adalah memastikan pada mola hidatidosa telah sembuh sempurna dan
pemberian kemoterapi jika diperlukan.
14

Pemeriksaan serum hCG dilakukan segera setelah dilakukan evakuasi mola,


biasanya sekitar 48 jam pasca evakuasi. Kadar hCG serum seharusnya mengalami
penurunan membentuk gambaran sebuah kurva dan tidak akan meningkat lagi.
Beberapa sumber mengatakan kadar hCG serum akan mencapai normal 7 minggu
pasca evakuasi untuk mola parsial dan 9 minggu pasca evakuasi untuk mola
komplit. Beberapa sumber mengatakan kadar normal hCG serum akan tercapai
setelah 8-12 minggu pasca evakuasi.7

Gambar 8. Skematic evakuasi post mola hCG serum


Karena kadar hCG serum juga meningkat pada kehamilan, agar tidak
mengacaukan pemeriksaan selama periode ini, pasien dianjurkan untuk tidak
hamil dulu dengan menggunakan kondom, diafragma atau pil. Pemberian
kemoterapi tidak di indikasi selama terjadi penurunan kadar hCG serum bertahap.
Apabila ada peningkatan hCG serum membentuk pleateu curve atau terjadi
kelainan trofoblas yang persisten, kemoterapi diberikan. Peningkatan signifikan
proliferasi trofoblas yang ditandai dengan peningkatan kadar hCG biasanya
karena keganasan, kecuali wanita tersebut hamil. Jika kadar hCG serum telah
mencapai normal selama 3-4 minggu, pemeriksaan ulangan dilakukan 6 bulan
kemudian dan wanita tersebut diijinkan hamil kembali jika hasilnya tetap normal.8
2.10 Prognosis
Risiko kematian penderita mola hidatidosa meningkat akibat perdarahan,
perforasi uterus, pre-eklamsia berat/eklamsia, tirotoksikosis atau infeksi. Akan
tetapi, kematian akibat mola saat ini sudah jarang terjadi. Segera setelah jaringan
mola dikeluarkan, uterus akan mengecil, kadar B-hCG menurun dan akan
mencapai kadar normal sekitar 10-12 minggu pasca evakuasi. Sebagian besar
15

penderita mola akan kembali sehat setelah menjalani kuretase. Bila ingin kembali
hamil, umumnya kehamilan akan berjalan normal.7,8

BAB 3
PENUTUP
3.1

Kesimpulan
Mola hidatidosa adalah suatu kehamilan yang berkembang tidak wajar di

mana tidak ditemukan janin dan hampir seluruh vili korialis mengalami perubahan
berupa degenerasi hidropik. Dengan ciri-ciri stroma villi korialis langka
vaskularisasi, dan edematous. Janin biasanya meninggal tetapi villus-villus yang
membesar dan edematous itu hidup dan tumbuh terus. Gambaran yang diberikan
ialah sebagai segugus buah anggur. Mola hidatidosa merupakan salah satu dari
penyakit karena kelainan plasenta yang meliputi mola hidatidosa komplit dan
parsial, tumor plasenta situs trofoblas, koriokarsinoma dan mola invasif.
Banyak ditemukan pada wanita keturunan Asia. Faktor risiko terjadinya
mola yaitu usia ibu yang sangat muda (belasan tahun) dan usia 36 hingga 40 tahun
memiliki risiko 2 kali lipat. Wanita dengan usia lebih dari 40 tahun memiliki
risiko 10 kali lebih tinggi. Mola hidatidosa dibagi menjadi 2 yaitu mola hidatidosa
kompliy yang tidak ditandai dengan adanya janin dan mola hidatidosa parsial
yang ditandai dengan adanya janin.
Gejala-gejala sebelumnya tidak berbeda dengan kehamilan biasa seperti
mual, muntah, pusing. Gejala utama mola hidatidosa ada perdarahan yang
biasanya disertai anemia, hiperemesis, tidak dirasakan tanda-tanda janin seperti
gerakan janin maupun ballotement, tanda pasti ditemukan adanya gelembung pada
darah yang keluar pervaginam. Pemeriksaan tambahan adalah pengukuran kadar
hCG serum meningkat, ditemukan snow flake pattern atau honey comb pada
pemeriksaan USG.
Penanganan mola dilakukan secara bertahap, yaitu memperbaiki kondisi
umum, evakuasi mola dengan kuretase atau histerektomi, pemberian terapi
16

profilaksis dan pemeriksaan tindakan lanjut. Saat dilakuakn tndakan lanjut, pasien
dilarang hamil dahulu. Prognosis mola masih bagus asal tidak menjadi keganasan.

DAFTAR PUSTAKA

1. Cuningham FG. Williams Obstetric. 23th edition. USA: The McGraw-Hill.


2010. Page: 257-261
2. Prawirohardjo S. Ilmu Kandungan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo. 2011. Hal: 488-490
3. Martaadisoebrata D. Obstetri Patologi. Bagian Obstetri dan ginekologi. FK
UNPAD. 2012. Hal 12-19
4. Departemen Obstetri & Ginekologi FK UNPAD. Panduan Praktik Klinis
Obstetri dan Ginekologi. FK UNPAD : Bandung. 2015
5. Rustam M. Penyakit Trofoblas : Sinopsis Obstretri. Edisi 2. Jakarta : EGC.
2011.
6. Errol R, Nowitz. Obsetric and Gynecology AT A Glance. Chapter 32.
7. Berek AS, Adashi EY, Hillard PA. Novaks Gynecology. 20th ed, Wiliams &
Wilkins, Baltimore. 1996
8. Martaadisoebrata D. Buku Pedomen Pengelolaan Penyakit Trofoblas
Gestasional. Jakarta: EGC. 2005; hal 7-42

17

Вам также может понравиться