Вы находитесь на странице: 1из 26

A.

PENGERTIAN BATUAN METAMORF


Batuan asal atau batuan induk baik berupa batuan beku, batuan
sedimen maupun batuan metamorf dan telah mengalami perubahan
mineralogi, tekstur serta struktur sebagai akibat adanya perubahan
temperatur (di atas proses diagenesa dan di bawah titik lebur; 200 o-350oC
< T < 650o-800oC) dan tekanan yang tinggi (1 atm < P < 10.000 atm)
disebut batuan metamorf. Proses metamorfisme tersebut terjadi di dalam
bumi pada kedalaman lebih kurang 3 km 20 km. Winkler (1989)
menyatakan bahwasannya proses-proses metamorfisme itu mengubah
mineral-mineral suatu batuan pada fase padat karena pengaruh atau
respons terhadap kondisi fisika dan kimia di dalam kerak bumi yang
berbeda dengan kondisi sebelumnya. Proses-proses tersebut tidak
termasuk pelapukan dan diagenesa.
Batuan beku dan sedimen dibentuk akibat interaksi dari proses
kimia, fisika, biologi dan kondisi-kondisinya di dalam bumi serta di
permukaannya. Bumi merupakan sistim yang dinamis, sehingga pada saat
pembentukannya, batuan-batuan mungkin mengalami keadaan yang baru
dari kondisi-kondisi yang dapat menyebabkan perubahan yang luas di
dalam tekstur dan mineraloginya. Perubahan-perubahan tersebut terjadi
pada tekanan dan temperatur di atas diagenesa dan di bawah pelelehan,
maka akan menunjukkan sebagai proses metamorfisme.
Suatu batuan mungkin mengalami beberapa perubahan lingkungan
sesuai dengan waktu, yang dapat menghasilkan batuan polimetamorfik.
Sifat-sifat yang mendasar dari perubahan metamorfik adalah batuan
tersebut terjadi selama batuan berada dalam kondisi padat. Perubahan
komposisi di dalam batuan kurang berarti pada tahap ini, perubahan
tersebut adalah isokimia yang terdiri dari distribusi ulang elemen-elemen
lokal dan volatil diantara mineral-mineral yang sangat reaktif. Pendekatan
umum untuk mengambarkan batas antara diagenesa dan metamorfisme
adalah menentukan batas terbawah dari metamorfisme sebagai
kenampakan pertama dari mineral yang tidak terbentuk secara normal di
dalam sedimen-sedimen permukaan, seperti epidot dan muskovit.
Walaupun hal ini dapat dihasilkan dalam batas yang lebih basah. Sebagai
contoh, metamorfisme shale yang menyebabkan reaksi kaolinit dengan
konstituen lain untuk menghasilkan muskovit. Bagaimanapun juga,
eksperimen-eksperimen telah menunjukkan bahwa reaksi ini tidak
menempati pada temperatur tertentu tetapi terjadi antara 200C 350C
yang tergantung pada pH dan kandungan potasium dari material-material
disekitarnya. Mineral-mineral lain yang dipertimbangkan terbentuk pada
awal metamorfisme adalah laumonit, lawsonit, albit, paragonit atau
piropilit. Masing-masing terbentuk pada temperatur yang berbeda di
bawah kondisi yang berbeda, tetapi secara umum terjadi kira-kira pada
150C atau dikehendaki lebih tinggi. Di bawah permukaan, temperatur di
sekitarnya 150C disertai oleh tekanan lithostatik kira-kira 500 bar.
Batas atas metamorfisme diambil sebagai titik dimana kelihatan
terjadi pelelehan batuan. Di sini kita mempunyai satu variabel, sebagai
variasi temperatur pelelehan sebagai fungsi dari tipe batuan, tekanan

lithostatik dan tekanan uap. Satu kisaran dari 650C 800C menutup
sebagian besar kondisi tersebut. Batas atas dari metamorfisme dapat
ditentukan oleh kejadian dari batuan yang disebut migmatit. Batuan ini
menunjukkan kombinasi dari kenampakan tekstur, beberapa darinya
muncul menjadi batuan beku dan batuan metamorf yang lain.
B.
PEMBENTUKAN BATUAN METAMORF
Batuan beku dan sedimen dibentuk akibat interaksi dari proses
kimia, fisika, biologi dan kondisi-kondisinya di dalam bumi serta di
permukaannya. Bumi merupakan sistim yang dinamis, sehingga pada saat
pembentukannya, batuan-batuan mungkin mengalami keadaan yang baru
dari kondisi-kondisi yang dapat menyebabkan perubahan yang luas di
dalam tekstur dan mineraloginya. Perubahan-perubahan tersebut terjadi
pada tekanan dan temperatur di atas diagenesa dan di bawah pelelehan,
maka akan menunjukkan sebagai proses metamorfisme.
Suatu batuan mungkin mengalami beberapa perubahan lingkungan
sesuai dengan waktu, yang dapat menghasilkan batuan polimetamorfik.
Sifat-sifat yang mendasar dari perubahan metamorfik adalah batuan
tersebut terjadi selama batuan berada dalam kondisi padat. Perubahan
komposisi di dalam batuan kurang berarti pada tahap ini, perubahan
tersebut adalah isokimia yang terdiri dari distribusi ulang elemen-elemen
lokal dan volatil diantara mineral-mineral yang sangat reaktif. Pendekatan
umum untuk mengambarkan batas antara diagenesa dan metamorfisme
adalah menentukan batas terbawah dari metamorfisme sebagai
kenampakan pertama dari mineral yang tidak terbentuk secara normal di
dalam sedimen-sedimen permukaan, seperti epidot dan muskovit.
Walaupun hal ini dapat dihasilkan dalam batas yang lebih basah. Sebagai
contoh, metamorfisme shale yang menyebabkan reaksi kaolinit dengan
konstituen lain untuk menghasilkan muskovit. Bagaimanapun juga,
eksperimen-eksperimen telah menunjukkan bahwa reaksi ini tidak
menempati pada temperatur tertentu tetapi terjadi antara 200C 350C
yang tergantung pada pH dan kandungan potasium dari material-material
disekitarnya. Mineral-mineral lain yang dipertimbangkan terbentuk pada
awal metamorfisme adalah laumonit, lawsonit, albit, paragonit atau
piropilit. Masing-masing terbentuk pada temperatur yang berbeda di
bawah kondisi yang berbeda, tetapi secara umum terjadi kira-kira pada
150C atau dikehendaki lebih tinggi. Di bawah permukaan, temperatur di
sekitarnya 150C disertai oleh tekanan lithostatik kira-kira 500 bar.
Batas atas metamorfisme diambil sebagai titik dimana kelihatan
terjadi pelelehan batuan. Di sini kita mempunyai satu variabel, sebagai
variasi temperatur pelelehan sebagai fungsi dari tipe batuan, tekanan
lithostatik dan tekanan uap. Satu kisaran dari 650C 800C menutup
sebagian besar kondisi tersebut. Batas atas dari metamorfisme dapat
ditentukan oleh kejadian dari batuan yang disebut migmatit. Batuan ini
menunjukkan kombinasi dari kenampakan tekstur, beberapa darinya
muncul menjadi batuan beku dan batuan metamorf yang lain.

Gambar: memperlihatkan batuan asal yang mengalami metamorfisme


tingkat rendah medium dan tingkat tinggi (ODunn dan Sill, 1986).
Pembentukan batuan metamorf selain didasarkan pada tingkat
malihannya juga
didasarkan
pada
penyebabnya.
Berdasarkan
penyebabnya batuan metamorf dibagi menjadi tiga yaitu (1)
Metamorfisme kontak/ termal, pengaruh T dominan; (2) Metamorfisme
dinamo/ kataklastik/dislokasi/kinematik, pengaruh P dominan; dan (3)
Metamorfisme regional, terpengaruh P & T, serta daerah luas.
Metamorfisme kontak terjadi pada zona kontak atau sentuhan langsung
dengan tubuh magma (intrusi) dengan lebar antara 2 3 km.
Metamorfisme dislokasi terjadi pada daerah sesar besar/ utama yaitu
pada lokasi dimana masa batuan tersebut mengalami penggerusan.
Sedangkan metamorfisme regional terjadi pada kulit bumi bagian dalam
dan lebih intensif bilamana diikuti juga oleh orogenesa. penyebaran tubuh
batuan metamorf ini luas sekali mencapai ribuan kilometer.

Gambar memperlihatkan lokasi batuan metamorf (Gillen, 1982).

C.

PENGENALAN BATUAN METAMORF


Pengenalan batuan metamorf dapat dilakukan melalui kenampakankenampakan yang jelas pada singkapan dari batuan metamorf yang
merupakan akibat dari tekanan-tekanan yang tidak sama. Batuan-batuan
tersebut mungkin mengalami aliran plastis, peretakan dan pembutiran
atau rekristalisasi. Beberapa tekstur dan struktur di dalam batuan
metamorf mungkin diturunkan dari batuan pre-metamorfik (seperti: cross
bedding), tetapi kebanyakan hal ini terhapus selama metamorfisme.
Penerapan dari tekanan yang tidak sama, khususnya jika disertai oleh
pembentukan mineral baru, sering menyebabkan kenampakan penjajaran
dari tekstur dan struktur. Jika planar disebut foliasi. Seandainya struktur
planar tersebut disusun oleh lapisan-lapisan yang menyebar atau melensa
dari mineral-mineral yang berbeda tekstur, misal: lapisan yang kaya akan
mineral granular (seperti: felspar dan kuarsa) berselang-seling dengan
lapisan-lapisan kaya mineral-mineral tabular atau prismatik (seperti:
feromagnesium),
tekstur
tersebut
menunjukkan
sebagai gneis.
Seandainya foliasi tersebut disebabkan oleh penyusunan yang sejajar dari
mineral-mineral pipih berbutir sedang-kasar (umumnya mika atau klorit)
disebutskistosity. Pecahan batuan ini biasanya sejajar dengan skistosity
menghasilkan belahan batuan yang berkembang kurang baik.
Pengenalan batuan metamorf tidak jauh berbeda dengan jenis
batuan lain yaitu didasarkan pada warna, tekstur, struktur dan
komposisinya. Namun untuk batuan metamorf ini mempunyai kekhasan
dalam penentuannya yaitu pertama-tama dilakukan tinjauan apakah
termasuk dalam struktur foliasi (ada penjajaran mineral) atau non foliasi
(tanpa penjajaran mineral) (Tabel 3.12). Pada metamorfisme tingkat
tinggi akan berkembang struktur migmatit (Gambar 3.12). Setelah
penentuan struktur diketahui, maka penamaan batuan metamorf baik
yang berstruktur foliasi maupun berstruktur non foliasi dapat dilakukan.
Misal: struktur skistose nama batuannya sekis; gneisik untuk genis;
slatycleavage untuk slate/ sabak. Sedangkan non foliasi, misal: struktur
hornfelsik nama batuannya hornfels; liniasi untuk asbes.

Gambar diagram alir untuk identifikasi batuan metamorf secara


umum (Gillen, 1982)
D.

STRUKTUR BATUAN METAMORF


Secara umum struktur yang dijumpai di dalam batuan metamorf
dibagi menjadi dua kelompok besar yaitu struktur foliasi dan struktur non
foliasi. Struktur foliasi ditunjukkan oleh adanya penjajaran mineralmineral penyusun batuan metamorf, sedang struktur non foliasi tidak
memperlihatkan adanya penjajaran mineral-mineral penyusun batuan
metamorf.
1.
Struktur Foliasi

Struktur Skistose: struktur yang memperlihatkan penjajaran mineral


pipih (biotit, muskovit, felspar) lebih banyak dibanding mineral butiran.

Struktur Gneisik: struktur yang memperlihatkan penjajaran mineral


granular, jumlah mineral granular relatif lebih banyak dibanding mineral
pipih.

Struktur Slatycleavage: sama dengan struktur skistose, kesan


kesejajaran mineraloginya sangat halus (dalam mineral lempung).

Struktur Phylitic: sama dengan struktur slatycleavage, hanya mineral


dan kesejajarannya sudah mulai agak kasar.
2.
Struktur Non Foliasi

Struktur Hornfelsik: struktur yang memperlihatkan butiran-butiran


mineral relatif seragam.

Struktur Kataklastik: struktur yang memperlihatkan adanya


penghancuran terhadap batuan asal.

Struktur Milonitik: struktur yang memperlihatkan liniasi oleh adanya


orientasi mineral yang berbentuk lentikuler dan butiran mineralnya halus.

Struktur Pilonitik: struktur yang memperlihatkan liniasi dari belahan


permukaan yang berbentuk paralel dan butiran mineralnya lebih kasar
dibanding struktur milonitik, malah mendekati tipe struktur filit.

Struktur Flaser: sama struktur kataklastik, namun struktur batuan


asal berbentuk lensa yang tertanam pada masa dasar milonit.

Struktur Augen: sama struktur flaser, hanya lensa-lensanya terdiri


dari butir-butir felspar dalam masa dasar yang lebih halus.
Struktur Granulose: sama dengan hornfelsik, hanya butirannya
mempunyai ukuran beragam.
Struktur Liniasi: struktur yang memperlihatkan adanya mineral yang
berbentuk jarus ataufibrous.

Gambar Sturuktur batuan metamorf (Comton; 1985)


E.

TEKSTUR BATUAN METAMORF


Tekstur yang berkembang selama proses metamorfisme secara
tipikal penamaanya mengikuti kata-kata yang mempunyai akhiran blastik. Contohnya, batuan metamorf yang berkomposisi kristal berukuran
seragam disebut dengan granoblastik.Satu atau lebih mineral yang hadir
berbeda lebih besar dari rata-rata; kristal yang lebih besar tersebut
dinamakan porphiroblast. Porphiroblast, dalam pemeriksaan sekilas,
mungkin membingungkan dengan fenokris (pada batuan beku), tetapi
biasanya mereka dapat dibedakan dari sifat mineraloginya dan foliasi
alami yang umum dari matrik. Pengujian mikroskopik porphiroblast sering
menampakkan butiran-butiran dari material matrik, dalam hal ini
disebut poikiloblast. Poikiloblast biasanya dianggap terbentuk oleh
pertumbuhan kristal yang lebih besar disekeliling sisa-sisa mineral
terdahulu, tetapi kemungkinan poikiloblast dapat diakibatkan dengan cara
pertumbuhan sederhana pada laju yang lebih cepat daripada mineralmineral matriknya, dan yang melingkupinya. Termasuk material yang
menunjukkan (karena bentuknya, orientasi atau penyebarannya) arah
kenampakkan mula-mula dalam batuan (seperti skistosity atau perlapisan
asal); dalam hal ini porphiroblast atau poikiloblast dikatakan
mempunyai tekstur helicitik. Kadangkala batuan metamorf terdiri dari
kumpulan butiran-butiran yang berbentuk melensa atau elipsoida; bentuk
dari kumpulan-kumpulan ini disebut augen (German untuk mata), dan

umumnya hasil dari kataklastik (penghancuran, pembutiran, dan rotasi).


Sisa kumpulan ini dihasilkan dalam butiran matrik. Istilah umum untuk
agregat adalah porphyroklast.
1.
Tekstur Kristaloblastik
Tekstur batuan metamorf yang dicirikan dengan tekstur batuan asal
sudah tidak kelihatan lagi atau memperlihatkan kenampakan yang sama
sekali baru. Dalam penamaannya menggunakan akhiran katablastik.

Tekstur Porfiroblastik: sama dengan tekstur porfiritik (batuan beku),


hanya kristal besarnya disebut porfiroblast.

Tekstur Granoblastik: tekstur yang memperlihatkan butir-butir


mineral seragam.

Tekstur Lepidoblastik: tekstur yang memperlihatkan susunan mineral


saling sejajar dan berarah dengan bentuk mineral pipih.

Tekstur Nematoblastik: tekstur yang memperlihatkan adanya mineralmineral prismatik yang sejajar dan terarah.

Tekstur Idioblastik: tekstur yang memperlihatkan mineral-mineral


berbentuk euhedral.

Tekstur Xenoblastik: sama dengan tekstur idoblastik, namun


mineralnya berbentuk anhedral.
2.
Tekstur Palimpset
Tekstur batuan metamorf yang dicirikan dengan tekstur sisa dari batuan
asal masih bisa diamati. Dalam penamaannya menggunakan awalan
katablasto.

Tekstur Blastoporfiritik: tekstur yang memperlihatkan batuan asal


yang porfiritik.

Tekstur Blastopsefit: tekstur yang memperlihatkan batuan asal sedimen


yang ukuran butirnya lebih besar dari pasir.

Tekstur Blastopsamit: sama dengan tekstur blastopsefit, hanya ukuran


butirnya sama dengan pasir.

Tekstur Blastopellit: tekstur yang memperlihatkan batuan asal sedimen


yang ukuran butirnya lempung.

Gambar 3.13 Tekstur batuan metamorf (Compton, 1985).


A. Tekstur Granoblastik, sebagian menunjukkan tekstur mosaik; B.
Tekstur Granoblatik berbutir iregular, dengan poikiloblast di kiri atas; C.
Tekstur Skistose dengan porpiroblast euhedral; D. Skistosity dengan
domain granoblastik lentikuler; E. Tekstur Semiskistose dengan meta
batupasir di dalam matrik mika halus; F. Tekstur Semiskistose dengan
klorit dan aktinolit di dalam masa dasar blastoporfiritik metabasal; G.
Granit milonit di dalam proto milonit; H. Ortomilonit di dalam ultramilonit;
I. Tekstur Granoblastik di dalam blastomilonit.
F.

KOMPOSISI BATUAN METAMORF


Pertumbuhan dari mineral-mineral baru atau rekristalisasi
dari mineral yang ada sebelumnya sebagai akibat perubahan
tekanan dan atau temperatur menghasilkan pembentukan kristal
lain yang baik, sedang atau perkembangan sisi muka yang jelek;
kristal ini dinamakan idioblastik, hypidioblastik, atau xenoblastik.
Secara umum batuan metamorf disusun oleh mineral-mineral tertentu,
namun secara khusus mineral penyusun batuan metamorf dikelompokkan
menjadi dua yaitu (1) mineral stress dan (2) mineral anti stress.
Mineral stress adalah mineral yang stabil dalam kondisi tekanan,
dapat berbentuk pipih/tabular, prismatik dan tumbuh tegak lurus
terhadap arah gaya/stress meliputi: mika, tremolit-aktinolit,
hornblende, serpentin, silimanit, kianit, seolit, glaukopan, klorit,
epidot, staurolit dan antolit. Sedang mineral anti stress adalah
mineral yang terbentuk dalam kondisi tekanan, biasanya
berbentuk equidimensional, meliputi: kuarsa, felspar, garnet,
kalsit dan kordierit.

Setelah kita menentukan batuan asal mula metamorf, kita harus


menamakan batuan tersebut. Sayangnya prosedur penamaan batuan
metamorf tidak sistematik seperti pada batuan beku dan sedimen. Namanama batuan metamorf terutama didasarkan pada kenampakan tekstur
dan struktur. Nama yang umum sering dimodifikasi oleh awalan yang
menunjukkan kenampakan nyata atau aspek penting dari tekstur (contoh
gneis augen), satu atau lebih mineral yang ada (contoh skis klorit), atau
nama dari batuan beku yang mempunyai komposisi sama (contoh gneis
granit). Beberapa nama batuan yang didasarkan pada dominasi mineral
(contoh metakuarsit) atau berhubungan dengan facies metamorfik yang
dipunyai batuan (contoh granulit).
Metamorfisme regional dari batulumpur melibatkan perubahan
keduanya baik tekanan dan temperatur secara awal menghasilkan
rekristalisasi dan modifikasi dari mineral lempung yang ada. Ukuran
butiran secara mikroskopik tetap, tetapi arah yang baru dari orientasi
mungkin dapat berkembang sebagai hasil dari gaya stres. Resultan
batuan berbutir halus yang mempunyai belahan batuan yang baik sekali
dinamakan slate. Bilamana metamorfisme berlanjut sering menghasilkan
orientasi dari mineral-mineral pipih pada batuan dan penambahan ukuran
butir dari klorit dan mika. Hasil dari batuan yang berbutir halus ini
dinamakan phylit, sama seperti slate tetapi mempunyai kilap sutera pada
belahan permukaannya. Pengujian dengan menggunakan lensa tangan
secara teliti kadangkala memperlihatkan pecahan porpiroblast yang kecil
licin mencerminkan permukaan belahannya. Pada tingkat metamorfisme
yang lebih tinggi, kristal tampak tanpa lensa. Disini biasanya kita
menjumpai mineral-mineral yang pipih dan memanjang yang terorientasi
kuat membentuk skistosity yang menyolok. Batuan ini dinamakanskis,
masih bisa dibelah menjadi lembaran-lembaran. Umumnya berkembang
porpiroblast; hal ini sering dapat diidentikkan dengan sifat khas mineral
metamorfik seperti garnet, staurolit, atau kordierit. Masih pada
metamorfisme tingkat tinggi disini skistosity menjadi kurang jelas; batuan
terdiri dari kumpulan butiran sedang sampai kasar dari tekstur dan
mineralogi yang berbeda menunjukkan tekstur gnessik dan batuannya
dinamakan gneis. Kumpulan yang terdiri dari lapisan yang relatif kaya
kuarsa dan feldspar, kemungkinan kumpulan tersebut terdiri dari mineral
yang mengandung feromagnesium (mika, piroksin, dan ampibol).
Komposisi mineralogi sering sama dengan batuan beku, tetapi tekstur
gnessik biasanya menunjukkan asal metamorfisme; dalam kumpulan
yang cukup orientasi sering ada. Penambahan metamorfisme dapat
mengubah gneis menjadi migmatit. Dalam kasus ini, kumpulan berwarna
terang menyerupai batuan beku tertentu, dan perlapisan kaya
feromagnesium mempunyai aspek metamorfik tertentu.
Jenis batuan metamorf lain penamaannya hanya berdasarkan pada
komposisi mineral, seperti:Marmer disusun hampir semuanya dari kalsit
atau dolomit; secara tipikal bertekstur granoblastik. Kuarsit adalah batuan
metamorfik bertekstur granobastik dengan komposisi utama adalah

1.
2.

3.

4.

5.

6.

7.

kuarsa, dibentuk oleh rekristalisasi dari batupasir atau chert/rijang.


Secara umum jenis batuan metamorfik yang lain adalah sebagai berikut:
Amphibolit: Batuan yang berbutir sedang sampai kasar komposisi
utamanya adalah ampibol (biasanya hornblende) dan plagioklas.
Eclogit: Batuan yang berbutir sedang komposisi utama adalah piroksin
klino ompasit tanpa plagioklas felspar (sodium dan diopsit kaya alumina)
dan garnet kaya pyrop. Eclogit mempunyai komposisi kimia seperti basal,
tetapi mengandung fase yang lebih berat. Beberapa eclogit berasal dari
batuan beku.
Granulit: Batuan yang berbutir merata terdiri dari mineral (terutama
kuarsa, felspar, sedikit garnet dan piroksin) mempunyai tekstur
granoblastik. Perkembangan struktur gnessiknya lemah mungkin terdiri
dari lensa-lensa datar kuarsa dan/atau felspar.
Hornfels: Berbutir halus, batuan metamorfisme thermal terdiri dari
butiran-butiran yang equidimensional dalam orientasi acak. Beberapa
porphiroblast atau sisa fenokris mungkin ada. Butiran-butiran kasar yang
sama disebut granofels.
Milonit: Cerat berbutir halus atau kumpulan batuan yang dihasilkan
oleh pembutiran atau aliran dari batuan yang lebih kasar. Batuan mungkin
menjadi protomilonit, milonit, atau ultramilomit, tergantung atas jumlah
dari fragmen yang tersisa. Bilamana batuan mempunyai skistosity dengan
kilap permukaan sutera, rekristralisasi mika, batuannya disebut philonit.
Serpentinit: Batuan yang hampir seluruhnya terdiri dari mineral-mineral
dari kelompok serpentin. Mineral asesori meliputi klorit, talk, dan
karbonat. Serpentinit dihasilkan
dari
alterasi
mineral
silikat
feromagnesium yang terlebih dahulu ada, seperti olivin dan piroksen.
Skarn: Marmer yang tidak bersih/kotor yang mengandung kristal dari
mineral kapur-silikat seperti garnet, epidot, dan sebagainya. Skarn terjadi
karena perubahan komposisi batuan penutup (country rock) pada kontak
batuan beku.

Tabel 3.14 Klasifikasi Batuan Metamorf (ODunn dan Sill, 1986).


G.

TIPE-TIPE METAMORFOSA
Bucher dan Frey (1994) mengemukakan bahwa berdasarkan tatanan
geologinya, metamorfosa dapat dibedakan menjadi dua, yaitu :
1.
Metamorfosa regional / dinamothermal
Metamorfosa
regional
atau
dinamothermal
merupakan
metamorfosa yang terjadi pada daerah yang sangat luas. Metamorfosa ini
terjadi pada daerah yang sangat luas. Metamorfosa ini dibedakan menjadi
tiga yaitu : metamorfosa orogenik, burial, dan dasar samudera (oceanfloor).

Metamorfosa Orogenik
Metamorfosa ini terjadi pada daerah sabuk orogenik dimana terjadi
proses deformasi yang menyebabkan rekristalisasi. Umumnya batuan
metamorf yang dihasilkan mempunyai butiran mineral yang terorientasi
dan membentuk sabuk yang melampar dari ratusan sampai ribuan
kilometer. Proses metamorfosa ini memerlukan waktu yang sangat lama
berkisar antara puluhan juta tahun lalu.

Metamorfosa Burial
Metamorfosa ini terjadi oleh akibat kenaikan tekanan dan temperatur
pada daerah geosinklin yang mengalami sedimentasi intensif, kemudian
terlipat. Proses yang terjadi adalah rekristalisai dan reaksi antara mineral
dengan fluida.

Metamorfosa Dasar dan Samudera


Metamorfosa ini terjadi akibat adanya perubahan pada kerak
samudera di sekitar punggungan tengah samudera (mid oceanic
ridges). Batuan metamorf yang dihasilkan umumnya berkomposisi basa

dan ultrabasa. Adanya pemanasan air laut menyebabkan mudah


terjadinya reaksi kimia antara batuan dan air laut tersebut.
2.
Metamorfosa Lokal
Merupakan metamorfosa yang terjadi pada daerah yang sempit
berkisar antara beberapa meter sampai kilometer saja. Metamorfosa ini
dapat dibedakan menjadi
Metamorfosa Kontak
Terjadi pada batuan yang mengalami pemanasan di sekitar kontak
massa batuan beku intrusif maupun ekstrusif. Perubahan terjadi karena
pengaruh panas dan material yang dilepaskan oleh magma serta oleh
deformasi akibat gerakan massa. Zona metamorfosa kontak disebut
contact aureole. Proses yang terjadi umumnya berupa rekristalisasi,
reaksi antara mineral, reaksi antara mineral dan fluida serta penggantian
dan penambahan material. Batuan yang dihasilkan umumnya berbutir
halus.
Pirometamorfosa/ Metamorfosa optalic/Kaustik/Thermal.
Adalah jenis khusus metamorfosa kontak yang menunjukkan efek
hasil temperatur yang tinggi pada kontak batuan dengan magma pada
kondisi volkanik atau quasi volkanik. Contoh pada xenolith atau pada zone
dike.
Metamorfosa Kataklastik/Dislokasi/Kinemati/Dinamik
Terjadi pada daerah yang mengalami deformasi intensif, seperti pada
patahan. Proses yang terjadi murni karena gaya mekanis yang
mengakibatkan penggerusan dan sranulasi batuan. Batuan yang
dihasilkan bersifat non-foliasi dan dikenal sebagai fault breccia, fault
gauge, ataumilonit.
Metamorfosa Hidrotermal/Metasotisme
Terjadi akibat adanya perkolasi fluida atau gas yang panas pada
jaringan antar butir atau pada retakan-retakan batuan sehingga
menyebabkan perubahan komposisi mineral dan kimia. Perubahan juga
dipengaruhi oleh adanya confining pressure.
Metamorfosa Impact
Terjadi akibat adanya tabrakan hypervelocity sebuah meteorit. Kisaran
waktunya hanya beberapa mikrodetik dan umumnya ditandai dengan
terbentuknya
mineral coesite danstishovite.
Metamorfosa
ini
erat
kaitannya dengan panas bumi (geothermal).
Metamorfosa Retrogade/Diaropteris
Terjadi akibat adanya penurunan temperature sehingga kumpulan
mineral metamorfosa tingkat tinggi berubah menjadi kumpulan mineral
stabil pada temperature yang lebih rendah (Combs, 1961).

END 1

BATUAN METAMORF
ANALISIS BATUAN METAMORF
Batuan asal atau batuan induk baik berupa batuan beku, batuan sedimen
maupun batuan metamorf dan telah mengalami perubahan mineralogi,
tekstur serta struktur sebagai akibat adanya perubahan temperatur (di atas
proses diagenesa dan di bawah titik lebur; 200-350oC < T < 650-800oC) dan
tekanan yang tinggi (1 atm < P < 10.000 atm) disebut batuan metamorf.
Proses metamorfisme tersebut terjadi di dalam bumi pada kedalaman lebih
kurang 3 km 20 km. Winkler (1989) menyatakan bahwasannya prosesproses metamorfisme itu mengubah mineral-mineral suatu batuan pada fase
padat karena pengaruh atau respons terhadap kondisi fisika dan kimia di
dalam kerak bumi yang berbeda dengan kondisi sebelumnya. Proses-proses
tersebut tidak termasuk pelapukan dan diagenesa.
Pembentukan Batuan Metamorf
Batuan beku dan sedimen dibentuk akibat interaksi dari proses kimia, fisika,
biologi dan kondisi-kondisinya di dalam bumi serta di permukaannya. Bumi
merupakan sistim yang dinamis, sehingga pada saat pembentukannya,
batuan-batuan mungkin mengalami keadaan yang baru dari kondisi-kondisi
yang dapat menyebabkan perubahan yang luas di dalam tekstur dan
mineraloginya. Perubahan-perubahan tersebut terjadi pada tekanan dan
temperatur di atas diagenesa dan di bawah pelelehan, maka akan
menunjukkan sebagai proses metamorfisme.
Suatu batuan mungkin mengalami beberapa perubahan lingkungan sesuai
dengan waktu, yang dapat menghasilkan batuan polimetamorfik. Sifat-sifat
yang mendasar dari perubahan metamorfik adalah batuan tersebut terjadi
selama batuan berada dalam kondisi padat. Perubahan komposisi di dalam
batuan kurang berarti pada tahap ini, perubahan tersebut adalah isokimia
yang terdiri dari distribusi ulang elemen-elemen lokal dan volatil diantara
mineral-mineral yang sangat reaktif. Pendekatan umum untuk
mengambarkan batas antara diagenesa dan metamorfisme adalah
menentukan batas terbawah dari metamorfisme sebagai kenampakan
pertama dari mineral yang tidak terbentuk secara normal di dalam sedimensedimen permukaan, seperti epidot dan muskovit. Walaupun hal ini dapat
dihasilkan dalam batas yang lebih basah. Sebagai contoh, metamorfisme
shale yang menyebabkan reaksi kaolinit dengan konstituen lain untuk
menghasilkan muskovit. Bagaimanapun juga, eksperimen-eksperimen telah
menunjukkan bahwa reaksi ini tidak menempati pada temperatur tertentu
tetapi terjadi antara 200C 350C yang tergantung pada pH dan kandungan

potasium dari material-material disekitarnya. Mineral-mineral lain yang


dipertimbangkan terbentuk pada awal metamorfisme adalah laumonit,
lawsonit, albit, paragonit atau piropilit. Masing-masing terbentuk pada
temperatur yang berbeda di bawah kondisi yang berbeda, tetapi secara
umum terjadi kira-kira pada 150C atau dikehendaki lebih tinggi. Di bawah
permukaan, temperatur di sekitarnya 150C disertai oleh tekanan lithostatik
kira-kira 500 bar.
Batas atas metamorfisme diambil sebagai titik dimana kelihatan terjadi
pelelehan batuan. Di sini kita mempunyai satu variabel, sebagai variasi
temperatur pelelehan sebagai fungsi dari tipe batuan, tekanan lithostatik dan
tekanan uap. Satu kisaran dari 650C 800C menutup sebagian besar
kondisi tersebut. Batas atas dari metamorfisme dapat ditentukan oleh
kejadian dari batuan yang disebut migmatit. Batuan ini menunjukkan
kombinasi dari kenampakan tekstur, beberapa darinya muncul menjadi
batuan beku dan batuan metamorf yang lain.
Berdasarkan tingkat malihannya, batuan metamorf dibagi menjadi dua yaitu
(1) metamorfisme tingkat rendah (low-grade metamorphism) dan (2)
metamorfisme tingkat tinggi (high-grade metamorphism) (Gambar 3.9). Pada
batuan metamorf tingkat rendah jejak kenampakan batuan asal masih bisa
diamati dan penamaannya menggunakan awalan meta (-sedimen, -beku),
sedangkan pada batuan metamorf tingkat tinggi jejak batuan asal sudah
tidak nampak, malihan tertinggi membentuk migmatit (batuan yang sebagian
bertekstur malihan dan sebagian lagi bertekstur beku atau igneous).

Gambar: memperlihatkan batuan asal yang mengalami metamorfisme


tingkat rendah medium dan tingkat tinggi (ODunn dan Sill, 1986).
Pembentukan batuan metamorf selain didasarkan pada tingkat malihannya
juga didasarkan pada penyebabnya. Berdasarkan penyebabnya batuan
metamorf dibagi menjadi tiga yaitu (1) Metamorfisme kontak/ termal,
pengaruh T dominan; (2) Metamorfisme dinamo/
kataklastik/dislokasi/kinematik, pengaruh P dominan; dan (3) Metamorfisme
regional, terpengaruh P & T, serta daerah luas. Metamorfisme kontak terjadi
pada zona kontak atau sentuhan langsung dengan tubuh magma (intrusi)
dengan lebar antara 2 3 km (Gambar 3.10). Metamorfisme dislokasi terjadi
pada daerah sesar besar/ utama yaitu pada lokasi dimana masa batuan
tersebut mengalami penggerusan. Sedangkan metamorfisme regional terjadi
pada kulit bumi bagian dalam dan lebih intensif bilamana diikuti juga oleh
orogenesa (Gambar 3.11). penyebaran tubuh batuan metamorf ini luas sekali
mencapai ribuan kilometer.

Gambar 3.10 memperlihatkan kontak aureole disekitar intrusi batuan beku


(Gillen, 1982).

Gambar 3.11 penampang yang memperlihatkan lokasi batuan metamorf


(Gillen, 1982).
Pengenalan Batuan Metamorf
Pengenalan batuan metamorf dapat dilakukan melalui kenampakankenampakan yang jelas pada singkapan dari batuan metamorf yang
merupakan akibat dari tekanan-tekanan yang tidak sama. Batuan-batuan
tersebut mungkin mengalami aliran plastis, peretakan dan pembutiran atau
rekristalisasi. Beberapa tekstur dan struktur di dalam batuan metamorf
mungkin diturunkan dari batuan pre-metamorfik (seperti: cross bedding),
tetapi kebanyakan hal ini terhapus selama metamorfisme. Penerapan dari
tekanan yang tidak sama, khususnya jika disertai oleh pembentukan mineral
baru, sering menyebabkan kenampakan penjajaran dari tekstur dan struktur.
Jika planar disebut foliasi. Seandainya struktur planar tersebut disusun oleh
lapisan-lapisan yang menyebar atau melensa dari mineral-mineral yang
berbeda tekstur, misal: lapisan yang kaya akan mineral granular (seperti:
felspar dan kuarsa) berselang-seling dengan lapisan-lapisan kaya mineralmineral tabular atau prismatik (seperti: feromagnesium), tekstur tersebut
menunjukkan sebagai gneis. Seandainya foliasi tersebut disebabkan oleh
penyusunan yang sejajar dari mineral-mineral pipih berbutir sedang-kasar
(umumnya mika atau klorit) disebut skistosity. Pecahan batuan ini biasanya
sejajar dengan skistosity menghasilkan belahan batuan yang berkembang
kurang baik.

Pengenalan batuan metamorf tidak jauh berbeda dengan jenis batuan lain
yaitu didasarkan pada warna, tekstur, struktur dan komposisinya. Namun
untuk batuan metamorf ini mempunyai kekhasan dalam penentuannya yaitu
pertama-tama dilakukan tinjauan apakah termasuk dalam struktur foliasi
(ada penjajaran mineral) atau non foliasi (tanpa penjajaran mineral) (Tabel
3.12). Pada metamorfisme tingkat tinggi akan berkembang struktur migmatit
(Gambar 3.12). Setelah penentuan struktur diketahui, maka penamaan
batuan metamorf baik yang berstruktur foliasi maupun berstruktur non foliasi
dapat dilakukan. Misal: struktur skistose nama batuannya sekis; gneisik untuk
genis; slatycleavage untuk slate/ sabak. Sedangkan non foliasi, misal:
struktur hornfelsik nama batuannya hornfels; liniasi untuk asbes.
Variasi yang luas dari tekstur, struktur dan komposisi dalam batuan
metamorf, membuatnya sulit untuk mendaftar satu atau lebih dari beberapa
kenampakkan yang diduga hasil dari proses metamorfisme. Oleh sebab itu
hal terbaik untuk mempertimbangkan secara menerus seperti kemungkinan
banyaknya perbedaan kenampakan-kenampakan yang ada.
Table 3.12 Diagram alir untuk identifikasi batuan metamorf secara umum
(Gillen, 1982).

Gambar 3.12 Berbagai struktur pada migmatit dengan leukosom (warna


terang) (Compton, 1985).
Struktur Batuan Metamorf
Secara umum struktur yang dijumpai di dalam batuan metamorf dibagi
menjadi dua kelompok besar yaitu struktur foliasi dan struktur non foliasi.
Struktur foliasi ditunjukkan oleh adanya penjajaran mineral-mineral penyusun
batuan metamorf, sedang struktur non foliasi tidak memperlihatkan adanya
penjajaran mineral-mineral penyusun batuan metamorf.
Struktur Foliasi
a. Struktur Skistose: struktur yang memperlihatkan penjajaran mineral pipih
(biotit, muskovit, felspar) lebih banyak dibanding mineral butiran.
b. Struktur Gneisik: struktur yang memperlihatkan penjajaran mineral
granular, jumlah mineral granular relatif lebih banyak dibanding mineral
pipih.
c. Struktur Slatycleavage: sama dengan struktur skistose, kesan kesejajaran
mineraloginya sangat halus (dalam mineral lempung).

d. Struktur Phylitic: sama dengan struktur slatycleavage, hanya mineral dan


kesejajarannya sudah mulai agak kasar.
Struktur Non Foliasi
a. Struktur Hornfelsik: struktur yang memperlihatkan butiran-butiran mineral
relatif seragam.
b. Struktur Kataklastik: struktur yang memperlihatkan adanya penghancuran
terhadap batuan asal.
c. Struktur Milonitik: struktur yang memperlihatkan liniasi oleh adanya
orientasi mineral yang berbentuk lentikuler dan butiran mineralnya halus.
d. Struktur Pilonitik: struktur yang memperlihatkan liniasi dari belahan
permukaan yang berbentuk paralel dan butiran mineralnya lebih kasar
dibanding struktur milonitik, malah mendekati tipe struktur filit.
e. Struktur Flaser: sama struktur kataklastik, namun struktur batuan asal
berbentuk lensa yang tertanam pada masa dasar milonit.
f. Struktur Augen: sama struktur flaser, hanya lensa-lensanya terdiri dari
butir-butir felspar dalam masa dasar yang lebih halus.
g. Struktur Granulose: sama dengan hornfelsik, hanya butirannya mempunyai
ukuran beragam.
h. Struktur Liniasi: struktur yang memperlihatkan adanya mineral yang
berbentuk jarus atau fibrous.
Tekstur Batuan Metamorf
Tekstur yang berkembang selama proses metamorfisme secara tipikal
penamaanya mengikuti kata-kata yang mempunyai akhiran -blastik.
Contohnya, batuan metamorf yang berkomposisi kristal-kristal berukuran
seragam disebut dengangranoblastik. Secara umum satu atau lebih mineral
yang hadir berbeda lebih besar dari rata-rata; kristal yang lebih besar
tersebut dinamakan porphiroblast. Porphiroblast, dalam pemeriksaan sekilas,
mungkin membingungkan dengan fenokris (pada batuan beku), tetapi
biasanya mereka dapat dibedakan dari sifat mineraloginya dan foliasi alami
yang umum dari matrik. Pengujian mikroskopik porphiroblast sering
menampakkan butiran-butiran dari material matrik, dalam hal ini
disebut poikiloblast. Poikiloblast biasanya dianggap terbentuk oleh
pertumbuhan kristal yang lebih besar disekeliling sisa-sisa mineral terdahulu,
tetapi kemungkinan poikiloblast dapat diakibatkan dengan cara pertumbuhan
sederhana pada laju yang lebih cepat daripada mineral-mineral matriknya,
dan yang melingkupinya. Termasuk material yang menunjukkan (karena

bentuknya, orientasi atau penyebarannya) arah kenampakkan mula-mula


dalam batuan (seperti skistosity atau perlapisan asal); dalam hal ini
porphiroblast atau poikiloblast dikatakan mempunyai tekstur helicitik.
Kadangkala batuan metamorf terdiri dari kumpulan butiran-butiran yang
berbentuk melensa atau elipsoida; bentuk dari kumpulan-kumpulan ini
disebut augen (German untuk mata), dan umumnya hasil dari kataklastik
(penghancuran, pembutiran, dan rotasi). Sisa kumpulan ini dihasilkan dalam
butiran matrik. Istilah umum untuk agregat adalah porphyroklast.
Tekstur Kristaloblastik
Tekstur batuan metamorf yang dicirikan dengan tekstur batuan asal sudah
tidak kelihatan lagi atau memperlihatkan kenampakan yang sama sekali
baru. Dalam penamaannya menggunakan akhiran kata blastik. Berbagai
kenampakan tekstur batuan metamorf dapat dilihat pada Gambar 3.13.
a. Tekstur Porfiroblastik: sama dengan tekstur porfiritik (batuan beku), hanya
kristal besarnya disebut porfiroblast.
b. Tekstur Granoblastik: tekstur yang memperlihatkan butir-butir mineral
seragam.
c. Tekstur Lepidoblastik: tekstur yang memperlihatkan susunan mineral saling
sejajar dan berarah dengan bentuk mineral pipih.
d. Tekstur Nematoblastik: tekstur yang memperlihatkan adanya mineralmineral prismatik yang sejajar dan terarah.
e. Tekstur Idioblastik: tekstur yang memperlihatkan mineral-mineral
berbentuk euhedral.
f. Tekstur Xenoblastik: sama dengan tekstur idoblastik, namun mineralnya
berbentuk anhedral.
Tekstur Palimpset
Tekstur batuan metamorf yang dicirikan dengan tekstur sisa dari batuan asal
masih bisa diamati. Dalam penamaannya menggunakan awalan kata blasto.
a. Tekstur Blastoporfiritik: tekstur yang memperlihatkan batuan asal yang
porfiritik.
b. Tekstur Blastopsefit: tekstur yang memperlihatkan batuan asal sedimen
yang ukuran butirnya lebih besar dari pasir.
c. Tekstur Blastopsamit: sama dengan tekstur blastopsefit, hanya ukuran
butirnya sama dengan pasir.
d. Tekstur Blastopellit: tekstur yang memperlihatkan batuan asal sedimen
yang ukuran butirnya lempung.

Komposisi Batuan Metamorf


Pertumbuhan dari mineral-mineral baru atau rekristalisasi dari mineral yang
ada sebelumnya sebagai akibat perubahan tekanan dan atau temperatur
menghasilkan pembentukan kristal lain yang baik, sedang atau
perkembangan sisi muka yang jelek; kristal ini dinamakan idioblastik,
hypidioblastik, atau xenoblastik. Secara umum batuan metamorf disusun
oleh mineral-mineral tertentu (Tabel 3.13), namun secara khusus mineral
penyusun batuan metamorf dikelompokkan menjadi dua yaitu (1) mineral
stress dan (2) mineral anti stress. Mineral stress adalah mineral yang stabil
dalam kondisi tekanan, dapat berbentuk pipih/tabular, prismatik dan tumbuh
tegak lurus terhadap arah gaya/stress meliputi: mika, tremolit-aktinolit,
hornblende, serpentin, silimanit, kianit, seolit, glaukopan, klorit, epidot,
staurolit dan antolit. Sedang mineral anti stress adalah mineral yang
terbentuk dalam kondisi tekanan, biasanya berbentuk equidimensional,
meliputi: kuarsa, felspar, garnet, kalsit dan kordierit.

Gambar 3.13 Tekstur batuan metamorf (Compton, 1985).


A. Tekstur Granoblastik, sebagian menunjukkan tekstur mosaik; B. Tekstur
Granoblatik berbutir iregular, dengan poikiloblast di kiri atas; C. Tekstur
Skistose dengan porpiroblast euhedral; D. Skistosity dengan domain

granoblastik lentikuler; E. Tekstur Semiskistose dengan meta batupasir di


dalam matrik mika halus; F. Tekstur Semiskistose dengan klorit dan aktinolit
di dalam masa dasar blastoporfiritik metabasal; G. Granit milonit di dalam
proto milonit; H. Ortomilonit di dalam ultramilonit; I. Tekstur Granoblastik di
dalam blastomilonit.
Tabel 3.13 Ciri-ciri fisik mineral-mineral penyusun batuan metamorf (Gillen,
1982)
Tabel 3.13 Ciri-ciri fisik mineral-mineral penyusun batuan metamorf (Gillen, 1982)

Setelah kita menentukan batuan asal mula metamorf, kita harus menamakan batuan
tersebut. Sayangnya prosedur penamaan batuan metamorf tidak sistematik seperti pada
batuan beku dan sedimen. Nama-nama batuan metamorf terutama didasarkan pada
kenampakan tekstur dan struktur (Tabel 3.14). Nama yang umum sering dimodifikasi
oleh awalan yang menunjukkan kenampakan nyata atau aspek penting dari tekstur
(contoh gneis augen), satu atau lebih mineral yang ada (contoh skis klorit), atau nama
dari batuan beku yang mempunyai komposisi sama (contoh gneis granit). Beberapa
nama batuan yang didasarkan pada dominasi mineral (contoh metakuarsit) atau
berhubungan dengan facies metamorfik yang dipunyai batuan (contoh granulit).
Metamorfisme regional dari batulumpur melibatkan perubahan keduanya baik tekanan
dan temperatur secara awal menghasilkan rekristalisasi dan modifikasi dari mineral
lempung yang ada. Ukuran butiran secara mikroskopik tetap, tetapi arah yang baru dari
orientasi mungkin dapat berkembang sebagai hasil dari gaya stres. Resultan batuan

berbutir halus yang mempunyai belahan batuan yang baik sekali dinamakan slate.
Bilamana metamorfisme berlanjut sering menghasilkan orientasi dari mineral-mineral
pipih pada batuan dan penambahan ukuran butir dari klorit dan mika. Hasil dari batuan
yang berbutir halus ini dinamakan phylit, sama seperti slate tetapi mempunyai kilap
sutera pada belahan permukaannya. Pengujian dengan menggunakan lensa tangan
secara teliti kadangkala memperlihatkan pecahan porpiroblast yang kecil licin
mencerminkan permukaan belahannya. Pada tingkat metamorfisme yang lebih tinggi,
kristal tampak tanpa lensa. Disini biasanya kita menjumpai mineral-mineral yang pipih
dan memanjang yang terorientasi kuat membentuk skistosity yang menyolok. Batuan ini
dinamakan skis, masih bisa dibelah menjadi lembaran-lembaran. Umumnya
berkembang porpiroblast; hal ini sering dapat diidentikkan dengan sifat khas mineral
metamorfik seperti garnet, staurolit, atau kordierit. Masih pada metamorfisme tingkat
tinggi disini skistosity menjadi kurang jelas; batuan terdiri dari kumpulan butiran sedang
sampai kasar dari tekstur dan mineralogi yang berbeda menunjukkan tekstur gnessik
dan batuannya dinamakan gneis. Kumpulan yang terdiri dari lapisan yang relatif kaya
kuarsa dan feldspar, kemungkinan kumpulan tersebut terdiri dari mineral yang
mengandung feromagnesium (mika, piroksin, dan ampibol). Komposisi mineralogi sering
sama dengan batuan beku, tetapi tekstur gnessik biasanya menunjukkan asal
metamorfisme; dalam kumpulan yang cukup orientasi sering ada. Penambahan
metamorfisme dapat mengubah gneis menjadi migmatit. Dalam kasus ini, kumpulan
berwarna terang menyerupai batuan beku tertentu, dan perlapisan kaya feromagnesium
mempunyai aspek metamorfik tertentu.
Jenis batuan metamorf lain penamaannya hanya berdasarkan pada komposisi mineral,
seperti: Marmer disusun hampir semuanya dari kalsit atau dolomit; secara tipikal
bertekstur granoblastik. Kuarsit adalah batuan metamorfik bertekstur granobastik
dengan komposisi utama adalah kuarsa, dibentuk oleh rekristalisasi dari batupasir atau
chert/rijang. Secara umum jenis batuan metamorfik yang lain adalah sebagai berikut:
Amphibolit: Batuan yang berbutir sedang sampai kasar komposisi utamanya adalah
ampibol (biasanya hornblende) dan plagioklas.
Eclogit: Batuan yang berbutir sedang komposisi utama adalah piroksin klino ompasit
tanpa plagioklas felspar (sodium dan diopsit kaya alumina) dan garnet kaya pyrop.
Eclogit mempunyai komposisi kimia seperti basal, tetapi mengandung fase yang lebih
berat. Beberapa eclogit berasal dari batuan beku.

Granulit: Batuan yang berbutir merata terdiri dari mineral (terutama kuarsa, felspar,
sedikit garnet dan piroksin) mempunyai tekstur granoblastik. Perkembangan struktur
gnessiknya lemah mungkin terdiri dari lensa-lensa datar kuarsa dan/atau felspar.
Hornfels: Berbutir halus, batuan metamorfisme thermal terdiri dari butiran-butiran yang
equidimensional dalam orientasi acak. Beberapa porphiroblast atau sisa fenokris
mungkin ada. Butiran-butiran kasar yang sama disebut granofels.
Milonit: Cerat berbutir halus atau kumpulan batuan yang dihasilkan oleh pembutiran
atau aliran dari batuan yang lebih kasar. Batuan mungkin menjadi protomilonit, milonit,
atau ultramilomit, tergantung atas jumlah dari fragmen yang tersisa. Bilamana batuan
mempunyai skistosity dengan kilap permukaan sutera, rekristralisasi mika, batuannya
disebut philonit.
Serpentinit: Batuan yang hampir seluruhnya terdiri dari mineral-mineral dari kelompok
serpentin. Mineral asesori meliputi klorit, talk, dan karbonat. Serpentinit dihasilkan dari
alterasi mineral silikat feromagnesium yang terlebih dahulu ada, seperti olivin dan
piroksen.
Skarn: Marmer yang tidak bersih/kotor yang mengandung kristal dari mineral kapursilikat seperti garnet, epidot, dan sebagainya. Skarn terjadi karena perubahan komposisi
batuan penutup (country rock) pada kontak batuan beku.
Tabel 3.14 Klasifikasi Batuan Metamorf (ODunn dan Sill, 1986).

Вам также может понравиться