Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
1. Kadar ureum pada gagal ginjal kronik
a. Pengertian
Ureum adalah salah satu produk dari pemecahan protein dalam tubuh
yang disintesis di hati dan 95% dibuang oleh ginjal dan sisanya 5% dalam feses.
Secara normal kadar ureum dalam darah adalah 7 25 mg dalam 100 mililiter
darah. Kadar ureum di luar negeri sering disebut sebagai Blood Urea Nitrogen
(BUN) dan jika akan dikonversi menjadi ureum maka rumus yang digunakan
adalah :
Ureum = 2,2 X BUN (milligram per desiliter)
10
dengan laju filtrasi glomerulus kurang dari 60 mL/menit selama lebih dari 3
bulan
11
12
13
3). Progression
Merupakan faktor resiko yang memperburuk kerusakan ginjal. Contoh:
glikemia, peningkatan tekanan darah, anemia, proteinuria, obesitas dan
merokok.
(Joy et al., 2008)
c. Asupan Nutrisi
Asupan protein pada pasien gagal ginjal kronik harus dibatasi karena
terjadinya disfungsi ginjal dengan salah satu cirinya adalah terjadinya uremia
atau tingginya ureum. Ureum merupakan substansi endogen yang merupakan
metabolit dari protein. Protein makanan dipecah menjadi asam amino, kemudian
akan dipecah menjadi senyawa amonia oleh bakteri. Di dalam hati, senyawa
amonia tersebut akan diubah menjadi ureum dan masuk kedalam sirkulasi
kemudian di eksresikan ke urin melalui ginjal. Lebih dari 90% ureum darah
dibersihkan lewat ginjal. Kadar ureum bergantung pada jumlah protein yang
dimakan dan fungsi hati dalam pembentukan ureum (Rubeinstein, 2005)
Asupan protein bagi penderita gagal ginjal kronik dibedakan menjadi dua yaitu :
a.
% asupan protein berasal dari protein bernilai biologi tinggi, yang lebih
lengkap kandungan asam amino esensialnya biasanya dari golongan hewani,
misalnya telur, daging ayam, ikan, susu, dan kerang dalam jumlah yang
sesuai anjuran. Asupan protein rendah ini diberikan untuk memperlambat
progresi menuju gagal ginjal digunakan untuk pasien gagal ginjal yang belum
menjalani hemodialisa secara rutin (Rubeinstein,2005)
b.
14
15
a. Penurunan aliran darah ke ginjal seperti pada syok, kehilangan darah, dan
dehidrasi.
b. Peningkatan katabolisme protein seperti pada perdarahan gastrointestinal
disertai pencernaan hemoglobin dan penyerapannya sebagai protein
dalam makanan, perdarahan ke dalam jaringan lunak atau rongga tubuh,
hemolisis, leukemia (pelepasan protein leukosit), cedera fisik berat, luka
bakar, demam.
Uremia renal terjadi akibat gagal ginjal (penyebab tersering) yang
menyebabkan gangguan ekskresi urea. Gagal ginjal akut dapat disebabkan oleh
glomerulonefritis, hipertensi maligna, obat atau logam nefrotoksik, nekrosis
korteks ginjal. Gagal ginjal kronis disebabkan oleh glomerulonefritis,
pielonefritis, diabetes mellitus, arteriosklerosis, amiloidosis, penyakit tubulus
ginjal, penyakit kolagen-vaskular.
Uremia pascarenal terjadi akibat obstruksi saluran kemih di bagian bawah
ureter, kandung kemih, atau urethra yang menghambat ekskresi urin. Obstruksi
ureter bisa oleh batu, tumor, peradangan, atau kesalahan pembedahan. Obstruksi
leher kandung kemih atau uretra bisa oleh prostat, batu, tumor, atau peradangan.
Urea yang tertahan di urin dapat berdifusi masuk kembali ke dalam darah.
e. Mekanisme kadar ureum pada gagal ginjal kronik
Ureum bersifat racun dalam tubuh, pengeluarannya dari tubuh melalui
ginjal berupa air seni. Bila ginjal rusak atau kurang baik fungsinya maka kadar
ureum akan meningkat dan meracuni sel-sel tubuh. Ureum sangat bergantung
pada Laju filtrasi glomerulus (LFG) di ginjal. Karena ureum seluruhnya akan
difiltrasi di ginjal dan sedikit di reabsorpsi dengan masuk ke kapiler peritubulus,
namun tidak mengalami sekresi ditubulus. Kadar ureum akan meningkat jika
terjadi kerusakan fungsi filtrasi, sehingga ureum akan berakumulasi dalam
darah. Pada gangguan gagal ginjal kronik akan menyebabkan penurunan laju
16
Manifestasi klinis
Peningkatan kadar ureum darah merupakan penyebab umum terjadinya
kumpulan gejala yang disebut sindroma uremia pada pasien gagal ginjal kronik.
Sindroma uremia terjadi saat laju filtrasi glomerulus kurang dari 10
ml/menit/1,73 m . peningkatan kadar ureum darah akibat gangguan fungsi
ekskresi ginjal menyebabkan gangguan pada multi system. Sehingga
memunculkan gejala bersifat sistemik. (Lewis et al., 2011)
Berikut menunjukkan tanda dan gejala sindroma uremik pada pasien
gagal ginjal kronik menurut Lewis et,.al (2011) :
Tabel 2.1
Sistem
1. Gastrointestinal
2. Hematologik
3. Kardiovaskuler
Manifestasi klinik
- Anoreksia
- Nausea
- Vomiting
- Perdarahan gastrointestinal
- Gastritis
- Anemia
- Perdarahan
- Infeksi
- Hipertensi
- Gagal jantung
- Penyakit arterikoroner
- Pericarditis
17
4. Endokrin
5. Metabolik
6. Neurologik
7. Respirasi
8. Muskuloskletal
9. Integumen
- Hiperparatiroidism
- Abnormalitas tiroid
- Amenore
- Disfungsi ereksi
- Intoleransi karbohidrat
- Hiperlipidemia
- Fatigue
- Nyeri kepala
- Parastesia
- Gangguan tidur
- Encephalopati
- Restless legs sindroms
- Odema paru
- Pleuritis uremik
- Pneumonia
- Kalsipitasi vaskuler dan jaringan lunak
- Osteomalacia
- Osteitis fibrosa
- Pluritus
- Ekimosis
- Kulit kering
- Hypertensive retinophaty
- Cemas
- Depresi
- Strees
Dilihat dari penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG) tanda dan gejala
10. Penglihatan
11. Psikologis :
yang timbul yaitu Laju filtrasi glomerulus 60%, pasien masih belum merasakan
keluhan, namun sudah terjadi peningkatan kadar ureum dan kreatinin. Kemudian
pada LFG sebesar 30%, pasien mulai mengalami nokturia, badan lemah, mual,
nafsu makan kurang dan penurunan berat badan. Sampai pada LFG dibawah
30%, pasien memperlihatkan gejala dan tanda uremia seperti anemia, pruritus,
mual dan muntah. Pasien juga mudah terkena infeksi saluran cerna, gangguan
keseimbangan air seperti hipo dan hypervolemia, gangguan keseimbangan
elektrolit antara natrium dan kalium. Pada LFG dibawah 15% akan terjadi gejala
dan komplikasi yang lebih serius dan pasien sudah memerlukan terapi pengganti
ginjal antara lain dialysis atau transplantasi ginjal. Pada keadaan ini pasien
dikatakan sampai pada stadium akhir gagal ginjal (Suwitra, 2007).
18
19
(heme) dan protein globulin. Terdapat 300 molekul hemoglobin dalam satu sel
darah merah. Hemoglobin bertugas menyerap karbon dioksida dan ion hidrogen
serta membawanya ke paru tempat zat- zat tersebut dilepaskan ke udara.
Hemoglobin didalam darah yang berada dalam keadaan lebih rendah dari
keadaan nilai normal dapat didefinisikan sebagai anemia. Nilai batasan anemia
ini ditentukan berdasarkan umur, misalnya nilai Hb normal untuk balita adalah
11 g/ 100 ml, wanita dewasa 12 g/100 ml dan untuk laki- laki dewasa adalah 13
g/100 ml. Mereka dikatakan mengalami anemia apabila nilai HB berada di
bawah nilai normal tersebut ( Faisal & komsan, 2009)
The
European
Best
Practice
Guidelines
20
21
22
23
piridoksin dan asam askorbat. Hormon eritropoitin dibentuk oleh sel fibroblast
yang spesifik pada jaringan interstisium tubulus proksimal ginjal sebagai respon
eritropoisis terhadap hipoksia tidak efektif sehingga terjadi anemia.
Anemia akibat uremia dapat terjadi melalui mekanisme supresi sumsum
tulang. Supresi sumsum tulang terjadi akibat dari uremic toxin karena tingginya
kadar ureum dalam darah. Zat toksik akan menyebabkan inhibisi dari Coloni
Forming Unit Granulocyte Erytroid Macrophage Megakariocyte (CFU
GEMM). Racun ini juga akan menghambat kerja growth factor erytroid coloni
unit. Kedua hal ini akan menyebabkan penurunan proses eritropoiesis sehingga
terjadi anemia. (PIT IPD - 2010)
Mekanisme lain penyebab anemia akibat tingginya kadar ureum pada
penyakit ginjal kronik adalah pemendekan umur eritrosit. Means (2005)
menyatakan bahwa 20 70% pemendekan umur eritrosit berhubungan dengan
kadar ureum. Proses hemolitik ekstrakorpuskular merupakan mekanisme utama
akibat tingginya zat toksik akibat peninggian kadar ureum darah. Subtansi toksik
yang diekskresi dan dimetabolisme ginjal, dalam hal ini guanidine, akan
mempengaruhi survival eritrosit. Peroksidasi membran lipid oleh radikal bebas
akan merusak membran eritrosit sehingga memperpendek umur eritrosit.
Anemia gizi disebabkan oleh kekurangan zat gizi yang berperan dalam
pembentukan hemoglobin, baik karena kekurangan konsumsi atau karena
gangguan absorpsi. Zat gizi yang bersangkutan adalah besi, protein, piridoksin
(vitamin B6), yang berperan sebagai katalisator dalam sintesis hem di dalam
molekul hemoglobin, vitamin C yang mempengaruhi absorpsi dan pelepasan
besi dari transferin ke dalam jarangan tubuh, dan vitamin E yang mempengaruhi
24
stabilitas membrane sel darah merah (Almatsier, 2005). Pada pasien gagal ginjal
kronik Prosedur Hemodialisa dapat menyebabkan kehilangan zat gizi,
dikarenakan Protein seringkali dibatasi sampai 0,6/ kg/ hari bila GFR turun
sampai dibawah 50 ml/ menit untuk memperlambat progresi menuju gagal ginjal
terminal. Rubenstein,(2005). Pembatasan protein dilakukan karena terjadinya
disfungsi ginjal dengan salah satu cirinya adalah terjadinya uremia. Pada
keadaan normal ginjal akan mengeluarkan produk sisa metabolisme protein
(ureum) yang berlebihan didalam tubuh dalam bentuk urin namun sebaliknya
apabila terjadi kerusakan pada ginjal maka akan terjadi penumpukan ureum
didalam
darah
sehingga
ginjal
tidak
mampu
mengeluarkannya
dan
25
demikian
pembatasan
asupan
protein
akan
mengakibatkan
26
Pembatasan
fosfat
perlu
untuk
mencegah
terjadinya
hiperfosfatemia.
(Bastiansyah, 2008).
Jadi, untuk mengurangi sindrom uremik dilakukan pembatasan asupan
nutrisi yang kemungkinan penyebab anemia pada pasien gagal ginjal kronik,
bisa terjadi karena produksi hormone eritroprotein berkurang seiring dengan
kurangnya zat besi (Fe) dalam tubuh dan pemberian terapi eritropoetin EPO ini
status besi harus selalu mendapat perhatian karena EPO memerlukan besi dalam
mekanisme kerjanya. Oleh karena itu pemberian besi kadang diperlukan pada
pasien yang akan diberi therapi eritropoetin, karena besi diperlukan oleh
sumsum tulang untuk proses eritopoesis. Selain itu, jika asupan penderita yang
buruk ini juga dapat memperburuk status anemia. Sehingga makanan bersumber
protein dengan nilai biologis tinggi dapat membantu meringankan fungsi ginjal
serta membantu mempertahankan ataupun menaikkan kadar hemoglobin,
sehingga apabila asupan protein pada penderita gagal ginjal rendah, maka kadar
hemoglobin juga ikut turun.
f.
27
28
Tekanan darah target untuk pasien GGK <130/80mmHg. ACEI dan ARB
merupakan pilihan pertama yang digunakan untuk terapi hipertensi pada GGK.
b). Proteinuria
Ditemukan sejumlah protein dalam urin. Hal ini biasa terjadi seiring dengan
meningkatnya keparahan penyakit GGK. Jika rasio albumin dengan kreatinin >
0,3 sebaiknya diterapi dengan ACEI atau ARB .
c). Dislipidemia
Target k adar LDL adalah < 100mg/dl pada pasien GGK. Obat yang sering
digunakan adalah golongan statin .
d). Diabetes, merupakan komplikasi umum pada GGK. Target penurunan kadar
HgbA1C <7% .
e). Abnormalitas mineral tulang
Pada GGK stadium 3 paling banyak terjadi hiperparatiroidisme, sehingga terapi
yang dilakukan adalah memperbaiki kekurangan vitaminD. Selain itu menjaga
kadar hormone tiroid 35-70 pg/mL pada GGK stadium 3, dan 70-110 pg/mL pada
stadium 4 .
f). Anemia
Pilihan terapi adalah eritropoietin atau penambahan zat besi dan transfuse
darah .Akan tetapi Pemberian transfusi pada penyakit ginjal kronik harus
dilakukan secara hati-hati, berdasarkan indikasi yang tepat dan pemantauan yang
cermat.
Transfusi
darah
yang
dilakukan
secara
tidak
cermat
dapat
29
B. Kerangka Teori
Kerangka teori dalam penelitian ini adalah
Gagal ginjal
kronik
Filtrasi
Glomerulus
dan tubulus
Kadar Ureum
Tinggi
Defisiensi
Eritropoeitin
Kadar
Hemoglobin
Rendah
- Zat Besi
- Pemendekan Umur
Eritrosit
- Defisiensi Nutrisi
- Defisiensi Eritropoeitin
- Zat Besi
- Defisiensi Nutrisi
Keterangan :
: Diteliti
: Tidak Diteliti
D. Hipotesis
Kadar
hemoglobin
30
Hipotesis (Ha) dalam penelitian ini adalah Ada hubungan kadar ureum dengan
kadar hemoglobin pada pasien gagal ginjal kronik di RSUD dr. R. Goeteng
Taroenadibrata Purbalingga.