Вы находитесь на странице: 1из 13

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1. Permasalahan Bersifat Umum
Kata operasi atau pembedahan memang sebagian orang memberikan
makna yang sangat mendalam, menyakitkan bahkan mengerikan. Tindakan
pembedahan sering kali memberikan kesan yang tidak menyenangkan atau
identik dengan hal-hal yang menyedihkan, tetapi pasien pasti menyadari bahwa
seringkali justru tindakan operasi ini merupakan solusi yang sangat baik dan
dapat menghindarkan pasien dari ancaman jiwa (Effendy, 2005).
Istilah operasi baru muncul di indonesia mulai awal tahun 1990. Istilah
operasi sebelumnya lebih sering digunakan dalam bidang kedokteran manakala
seorang pasien harus dilakukan pembedahan untuk penyembuhan penyakitnya
(Kosasih, 2009).
Dalam penatalaksanaan penyakit dengan proses pembedahan, ada 3
faktor penting yang terkait yaitu penyakit pasien, jenis pembedahan yang
dilakukan dan pasien sendiri. Dari ketiga faktor tersebut faktor pasien merupakan
hal yang paling penting, karena bagi penyakit tersebut tindakan pembedahan
adalah hal yang baik atau benar. Tetapi bagi pasien sendiri pembedahan
mungkin merupakan hal yang paling mengerikan yang pernah mereka alami.
Seiring dengan kemajuan teknologi dan peningkatan status sosial ekonomi yang
semakin meningkat, masalah kesehatan juga muncul dimasyarakat yang
disebabkan kurangnya pengetahuan terutama tentang pola hidup yang tidak
sehat sehingga menyebabkan penyakit dari saluran pencernaan yang salah
satunya adalah apendisitis (Nursalam, 2004).
2. Permasalahan Bersifat Khusus

Insidensi pada lelaki dan perempuan umumnya sebanding, kecuali pada


umur 20-30 tahun, insiden lelaki lebih tinggi. Apendisitis dapat ditemukan pada
semua umur, hanya pada anak kurang dari satu tahun jarang dilaporkan.
Apendiks merupakan organ berbentuk tabung, panjang kira-kira 10 cm dan
berpangkal di sekum, lumennya sempit dibagian proksimal dan melebar dibagian
distal namun demikian pada anak kurang dari satu tahun apendiks berbentuk
kerucut, lebar pada pangkalnya dan menyempit ke arah ujungnya, keadaan inilah
yang mungkin menjadi penyebab rendahnya insiden apendisitis pada usia itu
( Mansjoer, 2000 ).

3. Data WHO
Berdasarkan

data

World

Health

Organization

(2007)

Amerika

menganalisis data dari 35,539 pasien bedah dirawat di unit perawatan intensif
antara 10 Oktober 2003 sampai dengan 30 September 2007, dari 8.992 pasien
didapatkan 2.248 pasien yang menjalani pembedahan appendiks, 1.120
diantaranya mengalami tingkat nyeri sedang sampai dengan berat dengan
tingkat kecemasan berat. Di indonesia sendiri appendisitis merupakan penyakit
urutan keempat terbanyak tahun 2006. Kelompok usia yang umumnya
mengalami apendisitis yaitu pada usia antara 10 sampai 30 tahun. Satu orang
dari 15 orang pernah menderita appendisitis dalam hidupnya (Eylin, 2009).
4. Data Depkes
Berdasarkan data yang didapatkan menurut Depkes RI (2009), jumlah
pasien yang menderita penyakit apendisitis di Indonesia berjumlah 27% dari
jumlah penduduk di Indonesia.

5. Data Provinsi
Jumlah pasien apendisitis rawat inap yang telah menjalani apendiktomi
berdasarkan data dari rekam medik di Rumah Sakit Umum (RSU) Dokter
Soedarso pada tahun 2009 sebanyak 262 pasien, tahun 2010 sebanyak 308
pasien, pada tahun 2011 sebanyak 219 pasien dan pada tahun 2012 sebanyak
206. Dari tahun 2010 sampai tahun 2012 terjadi penurunan yang cukup besar
(Medical Record. RSU Dokter Soedarso, 2013)
6. Data RSUD Dr. Abdul Aziz
Profil RSUD Dr. Abdul Aziz Singkawang didapatkan hasil pembedahan
apendisitis pada tahun 2014 mulai dari bulan Januari sampai dengan September
berjumlah 28 orang.

7. Dampak Dari Masalah


Rasa nyeri yang dirasakan pasien bukanlah akibat sisa pembedahan
yang tidak dapat dihindari tetapi ini merupakan komplikasi bermakna pada
sebagian besar pasien. Definisi dari nyeri itu sendiri adalah pengalaman sensorik
dan motorik yang tidak menyenangkan, yang berhubungan dengan jaringan yang
rusak, cenderung rusak atau segala sesuatu yang menunjukkan kerusakan.
Nyeri pasca bedah sangat bersifat individual, tindakan yang sama pada pasien
yang kurang lebih sama keadaan umumnya tidak selalu melibatkan nyeri pasca
bedah yang sama. Pengalaman penderita terhadap derajat atau intensitas nyeri
pasca bedah sangat bervariasi (Ifan, 2010).
Dari beberapa literatur menyebabkan bahwa tindakan appendiktomi ini
dapat timbul berbagai masalah keperawatan, salah satu diantaranya nyeri. Nyeri
pasca bedah mungkin seringkali disebabkan oleh luka operasi. Pada setiap

keluhan nyeri, terdapat suatu nosisepsi disuatu tempat pada tubuh yang
disebabkan oleh suatu noksa. Baru kemudian mengalami sensasi nyeri.
Akhirnya, timbul reaksi terhadap sensasi nyeri dalam bentuk sikap dan perilaku
verbal maupun non-verbal untuk mengemukakan apa yang dirasakannya
(Sjamsuhidajat dkk, 2005).
Nyeri

adalah

pengalaman

sensori

dan

emosional

yang

tidak

menyenangkan akibat dari kerusakan jaringan yang aktual atau potensial


(Brunner, 2006).
Berdasarkan lama waktu terjadinya nyeri, nyeri dibagi menjadi dua yaitu
nyeri akut dan nyeri kronik . Nyeri akut terjadi setelah cedera penyakit akut, atau
intervensi bedah dan memiliki awitan yang cepat, dengan intensitas bervariasi,
dan berlangsung untuk waktu singkat. Sedangkan nyeri kronik berlangsung lama,
intensitas yang bervariasi, dan biasanya berlangsung lebih dari enam bulan
(Potter, 2009).
Nyeri yang tidak diatasi secara adekuat mempunyai efek yang
membahayakan diluar ketidaknyamanan yang disebabkannya. Banyak teori
berusaha untuk menjelaskan dasar neurologis dari nyeri. Bagaimanapun, tidak
ada satu teoripun yang menjelaskan secara sempurna bagaimana nyeri
ditransmisikan atau dicerap, tidak juga menjelaskan kompleksitas dari cara yang
mempengaruhi transmisi impuls nyeri, sensasi nyeri, dan perbedaan individual
dalam sensasi nyeri. Pelaksanaan efektif nyeri pasien pasien membutuhkan
pemahaman tentang persepsi nyeri. Juga disebut sebagai nosisepsi. Selain itu,
penting artinya memahami strategi pengkajian nyeri dan intervensi yang
digunakan untuk meredakan nyeri individu, juga tentang keuntungan, kerugian,
dan keterbatasan dari setiap intervensi (Brunner, 2006).

Selain dapat menimbulkan nyeri dari proses apendiktomi, pasien juga


berisiko mengalami infeksi luka operasi. Hasil akhir yang diharapkan pada pasien
adalah bahwa pasien mengetahui langkah - langkah apa yang diperlukan untuk
mencegah infeksi.
Pasien perlu belajar dan ikut serta dalam perawatan luka pasca operatif. Ia juga
harus menyadari pentingnya melaporkan setiap perubahan sensorik ke petugas
kesehatan segera setelah perubahan tersebut dirasakan.
Selain nyeri dan terjadi resiko infeksi menjadi masalah setelah dilakukan
apendiktomi pasien juga berisiko mengalami gangguan mobilitas akibat
intoleransi aktivitas, penurunan kekuatan dan daya tahan, nyeri dan rasa tidak
nyaman, serta gangguan muskuloskletal. Hasil akhir yang diharapkan pada
pasien adalah bahwa pasien ikut serta dalam aktivitas-aktivitas untuk mencegah
gangguan mobilitas. Pasien harus didorong untuk menyeimbangkan istirahat
dengan aktivitas, ikut serta dalam program latihan pergerakan kaki pasca
apendiktomi, dan semakin meningkatkan aktivitas seiring dengan penyembuhan
(Gruendemann, 2006).

8. Pendapat Dari Pakar


Apendisitis akut adalah kasus gawat bedah abdomen yang paling sering
terjadi. Kejadian paling tinggi ditemukan pada usia dekade kedua dan ketiga.
Apendisitis didapatkan 1,3 1,6 kali lebih sering pada laki-laki dari pada wanita
(Soeparman, 1990).
Apendik periformis merupakan saluran kecil dengan diameter kurang
lebih sebesar pensil dengan panjang 2-6 inci.

Lokasi apendik pada daerah illiaka kanan, di bawah katup iliocaecal, tepatnya
pada dinding abdomen di bawah titik Mc. Burney (Dermawan, 2010).
Apendisitis adalah peradangan dari apendik periformis, dan merupakan
penyebab abdomen akut yang paling sering. Appendisitis akut adalah keadaan
yang disebabkan oleh peradangan yang mendadak pada suatu appendiks
(Dermawan, 2010).
Apendisitis merupakan penyakit bedah mayor yang paling sering terjadi,
walaupun appendisitis dapat terjadi setiap usia, namun paling sering pada orang
dewasa muda, sebelum era antibiotik, mortalitas penyakit ini tinggi (Dermawan,
2010).
Apendisitis adalah peradangan akibat infeksi pada usus buntu atau umbai
cacing (apendiks). Usus buntu sebenarnya adalah sekum (cecum). Infeksi ini
bisa mengakibatkan peradangan akut sehingga memerlukan tindakan bedah
segera untuk mencegah komplikasi yang umumnya berbahaya ( Jong et al.
2005).
Apendiksitis akut adalah penyebab paling umum inflamasi akut pada
kuadran bawah kanan rongga abdomen, penyebab paling umum untuk bedah
abdomen darurat (Smeltzer, 2001).

9. Hasil Penelitian Terdahulu


Menurut Sjamsuhidajat (2010), peradangan akut appendiks memerlukan
tindakan pembedahan segera untuk mencegah komplikasi yang umumnya
berbahaya. Menurut Brunner (2006), appendiktomi ( pembedahan untuk
mengangkat appendiks ) dilakukan segera mungkin untuk mengurangi resiko
perforasi.

10. Hasil Peneliitian Terkini


Telah diketahui lebih dari 1000 penyakit bedah dan non bedah sebagai
penyebab nyeri abdomen akut. Dari sekian banyak penyebab, apendisitis akut
masih menempati insiden tertinggi di negara sedang berkembang maupun di
negara maju.
Pada banyak kasus nyeri abdomen akut untuk semua golongan umur, maka
diagnosis apendisitis akut mendekati 75%, walaupun masih diperhadapkan
dengan diagnosis banding lainnya ( Wijaya, 2013 ).
Sekarang ini, kerasionalan penggunaan obat di Indonesia masih sangat
rendah. Hal ini disebabkan karena kurangnya informasi para praktisi medis
terhadap pemilihan obat. Obat yang diresepkan harus aman dan efikasinya tepat
bagi pasien. Akan tetapi, proses pengambilan keputusan dalam pemilihan obat
saat ini sering tidak didasarkan pada bukti-bukti ilmiah yang terkini dan valid.
Perlu adanya pedoman penggunaan obat di setiap rumah sakit untuk
meningkatkan kerasionalan oabt dan keberhasilan terapi. Penggunaan obat di
rumah sakit diatur dalam Standar Pelayanan Medis (SPM) dan Formularium
Rumah Sakit (FRS). Standar pelayanan medis adalah dokumen sistematis untuk
membantu praktisi kesehatan dalam membuat keputusan guna pemberian
pelayanan kesehatan yang sesuai dengan kondisi medis tertentu suatu pasien.
Standar pelayanan medis ini digunakan oleh praktisi medis di rumah sakit
sebagai standar tearp terhadap pasien. Sedangkan formularium rumah sakit
merupakan daftar produk obat yang telah disepakati untuk digunakan di rumah
sakit yang bersangkutan, beserta informasi yang relevan mengenai indikasi, cara
penggunaan, dan informasi lin mengenai tiap produk (Depkes RI,2009).
11. Fenomena

Keluhan apendisitis biasanya bermula dari nyeri didaerah umbilikus atau


periumbilikus yang disertai dengan muntah. Dalam 2-12 jam nyeri akan beralih
kekuadran kanan bawah, yang akan menetap dan diperberat bila berjalan.
Terdapat juga keluhan anoreksia, malaise, dan demam yang tidak terlalu tinggi.
Biasanya juga terdapat konstipasi, tetapi kadang-kadang terjadi diare, mual, dan
muntah. Pada permulaan timbulnya penyakit belum ada keluhan abdomen yang
Menetap. Namun dalam beberapa jam nyeri abdomen bawah akan semakin
progresif, dan dengan pemeriksaan seksama akan dapat ditunjukkan satu titik
dengan nyeri maksimal. Perkusi ringan pada kuadran kanan bawah dapat
membantu menentukan lokasi nyeri. Nyeri lepas dan spasme biasanya juga
muncul. Bila tanda rovsing, psoas, dan obturator positif, akan semakin
meyakinkan diagnosa klinis (Mansjoer,2000).
Secara praktis apendiktomi diindikasikan untuk semua kasus apendisitis
akut yang ditemukan dalam 72 jam pertama. Ini tidak berlaku bagi anak-anak.
Sesudah 72 jam mungkin terdapat massa peradangan. Pada kasus-kasus
seperti ini pengobatan yang mengandung harapan harusdipertimbangkan, diikuti
dengan apendiktomi tertunda atau sering disebut interval yang dilakukan kirakira 6 minggu kemudian. Apendektomi juga diindikasikan pada beberapa kasus
apendisitis kronik (penulis menyukai istilah obstruktif). Keadaan-keadaan jarang
lainnya yang melibatkan appendik seperti karsinoid dan tumor juga harus
ditambahkan ke dalam daftar indikasi (Brunner, 2006).

Dari latar belakang tersebut, penulis tertarik melakukan pengelolahan


kasus keperawatan dalam bentuk karya tulis ilmiah dengan judul asuhan

keperawatan pada pasien dengan post-operasi apendiktomi di bangsal bedah


RSUD Dr. Abdul Aziz Singkawang tahun 2015.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut maka rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah bagaimanakah asuhan keperawatan pada pasien dengan
post-operasi apendiktomi di bangsal bedah RSUD Dr. Abdul Aziz Singkawang
tahun 2015.

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Mengetahui gambaran asuhan keperawatan pada pasien dengan postoperasi apendiktomi di bangsal bedah RSUD Dr. Abdul Aziz Singkawang
tahun 2015.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui pengkajian keperawatan pada pasien dengan post-operasi
apendiktomi di bangsal bedah RSUD Dr. Abdul Aziz Singkawang tahun
2015.
b. Mengetahui diagnosa keperawatan yang sering muncul pada pasien
dengan post operasi appendisitis di bangsal bedah RSUD Abdul Aziz
tahun 2015.
c. Mengetahui intervensi keperawatan pada pasien dengan post-operasi
apendiktomi di bangsal bedah RSUD Dr. Abdul Aziz Singkawang tahun
2015.
d. Mengetahui hasil evaluasi asuhan keperawatan pada pasien dengan
post-operasi apendiktomi di bangsal bedah RSUD Dr. Abdul Aziz
Singkawang tahun 2015.

10

D. Manfaat Penelitian
1. Bagi penulis
Agar dapat menerapkan ilmu yang telah didapatkan, khususnya
tentang penanganan pasien post-operasi appendisitis.
2. Bagi RSUD Dr. Abdul Aziz Singkawang
Sebagai bahan masukan atau dapat digunakan sebagai pedoman
dalam memberikan asuhan keperawatan kepada pasien, cara penanganan
pasien post-operasi appendisitis.
3. Bagi Jurusan Keperawatan di Singkawang
Dapat digunakan sebagai tambahan bahan/ referensi di perpustakaan
yang dapat membantu kelancaran program pendidikan.

E. Keaslian Penelitian
Sepengetahuan peneliti, penelitian tentang studi kasus asuhan keperawatan
pada pasien dengan post operasi apendiktomi oleh:

Tabel 1. Keaslian Penelitian


No
1

Nama
Niya
Fittarsih

Jenis

Judul

Lokasi

Tahun

Penelitian
Deskriptif

Penelitian
Evaluasi

Penelitian
RSUD.

Penelitian
2010

penuruna

Dr. Rubini

takikardia

Mempaw

setelah

ah

musik sebanyak

nyeri

pada klien

Hasil Penelitian
Respon

terapi

appendisit

2 0rang (16%),

is dengan

respon

pemberia

berkeringat

setelah

terapi

musik
ruang

di

diberikan terapi
musik sebanyak

11

perawata

8 orang (57%),

respon

bedah

pucat

RSUD.

setelah

Dr. Rubini

diberikan terapi

Mempaw

musik sebanyak

Maria

Quasy

ah
Efektifitas

RSUD Dr.

Merry

Experime

pendidika

Rubini

responden

Mempaw

paling

banyak

kesehata

ah

SMA

dengan

2011

13 orang (92%).
Pendidikan

persentase

terhadap

38,9% yaitu 7

tingkat

responden,

kecemasa

sebanyak

responden

pasien

pre

dengan

operasi

persentase

appendisit

33,3%,

is

sebanyak

di

SD

SMP
3

ruang

responden

kenanga

dengan

RSUD Dr.

persentase

Rubini

16,7%

dan

Mempaw

paling

sedikit

ah

berpendidikan
perguruan tinggi
dengan
persentase 11,1

12

%
3

Ulandari

Analitik

responden.
11
responden

Hubunga

RSUD

Pemangk

(61,1%) dengan

at

tingkat

tingkat

nyeri

2013

yaitu

dengan

kecemasan

tingkat

sedang

kecemasa

dari 7 ( 38,9)

dengan

pasien

terdiri

tingkat

pasca

nyeri

operasi

dan

appendikt

(22,2%) dengan

omi

tingkat

di

sedang,
4

respon

nyeri

ruang

berat,

perawata

responden

(38,9%) dengan

bedah

dari

RSUD

tingkat

Pemangk

kecemasan

at

berat terdiri dari


4

responden

(22,2%) dengan
tingkat
berat,

nyeri
dan

responden
(16,7%) dengan
tingkat
sedang.

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian di atas adalah:

nyeri

13

Penelitian yang dilakukan peneliti saat ini berjudul studi kasus asuhan
keperawatan pada pasien dengan post operasi apendiktomi menggunakan
metode kualitatif yang menggunakan pendekatan studi kasus. Studi kasus ini
menggambarkan pelaksanaan asuhan keperawatan secara menyeluruh dan
mendalam mulai dari pengkajian, perumusan diagnosa, rencana keperawatan,
implementasi dan evaluasi. Perbedaan lainnya yaitu dari lokasi penelitian yaitu di
RSUD Dr.Abdul Aziz, dan tahun penelitian yaitu tahun 2015.

Вам также может понравиться