Вы находитесь на странице: 1из 31

1

BAB 1
TINJAUAN TEORI
1.1 KONSEP DASAR MEDIS INTRACEREBRAL HEMATOMA (ICH)
1.1.1 PENGERTIAN
Perdarahan intracerebral adalah perdarahan yang terjadi pada jaringan otak
biasanya akibat robekan pembuluh darah yang ada dalam jaringan otak. Secara
klinis ditandai dengan adanya penurunan kesadaran yang kadang-kadang disertai
lateralisasi, pada pemeriksaan CT Scan didapatkan adanya daerah hiperdens yang
indikasi dilakukan operasi jika Single, Diameter lebih dari 3 cm, Perifer, Adanya
pergeseran garis tengah, Secara klinis hematom tersebut dapat menyebabkan
gangguan neurologis/lateralisasi. Operasi yang dilakukan biasanya adalah
evakuasi hematom disertai dekompresi dari tulang kepala. Faktor-faktor yang
menentukan prognosenya hampir sama dengan faktor-faktor yang menentukan
prognose perdarahan subdural. (Paula, 2009).
Intra Cerebral Hematom adalah perdarahan kedalam substansi otak
.Hemorragi ini biasanya terjadi dimana tekanan mendesak kepala sampai daerah
kecil dapat terjadi pada luka tembak ,cidera tumpul. (Suharyanto, 2012)
Intra secerebral hematom adalah pendarahan dalam jaringan otak itu
sendiri. Hal ini dapat timbul pada cidera kepala tertutup yang berat atau cidera
kepala terbuka .intraserebral hematom dapat timbul pada penderita stroke
hemorgik akibat melebarnya pembuluh nadi. (Corwin, 2009)
1.1.2 ETIOLOGI
Etiologi dari Intra Cerebral Hematom menurut Suyono (2011) adalah :
1. Kecelakaan yang menyebabkan trauma kepala
2. Fraktur depresi tulang tengkorak
3. Gerak akselerasi dan deselerasi tiba-tiba
4. Cedera penetrasi peluru
5. Jatuh
6. Kecelakaan kendaraan bermotor
7. Hipertensi
8. Malformasi Arteri Venosa
9. Aneurisma
10. Obat
11. Merokok
1.1.3 MANIFESTASI KLINIK
Intracerebral hemorrhage mulai dengan tiba-tiba. Dalam sekitar setengah
1

orang, hal itu diawali dengan sakit kepala berat, seringkali selama aktifitas.
Meskipun begitu, pada orang tua, sakit kepala kemungkinan ringan atau tidak ada.

Dugaan gejala terbentuknya disfungsi otak dan menjadi memburuk sebagaimana


peluasan pendarahaan.
Beberapa gejala, seperti lemah, lumpuh, kehilangan perasa, dan mati rasa,
seringkali mempengaruhi hanya salah satu bagian tubuh. orang kemungkinan
tidak bisa berbicara atau menjadi pusing. Penglihatan kemungkinan terganggu
atau hilang. Mata bisa di ujung perintah yang berbeda atau menjadi lumpuh. Pupil
bisa menjadi tidak normal besar atau kecil. Mual, muntah, serangan, dan
kehilangan kesadaran adalah biasa dan bisa terjadi di dalam hitungan detik sampai
menit. Menurut Corwin (2009) manifestasi klinik dari dari Intra cerebral
Hematom yaitu :
1. Kesadaran mungkin akan segera hilang, atau bertahap seiring dengan
2.
3.
4.
5.

membesarnya hematom.
Pola pernapasaan dapat secara progresif menjadi abnormal.
Respon pupil mungkin lenyap atau menjadi abnormal.
Dapat timbul muntah-muntah akibat peningkatan tekanan intra cranium.
Perubahan perilaku kognitif dan perubahan fisik pada berbicara dan gerakan

motorik dapat timbul segera atau secara lambat.


6. Nyeri kepala dapat muncul segera atau bertahap seiring dengan peningkatan
1.1.4

tekanan intra cranium.


PATOFISIOLOGI
Perdarahan intraserebral ini dapat disebabkan oleh karena ruptur arteria

serebri yang dapat dipermudah dengan adanya hipertensi. Keluarnya darah dari
pembuluh darah didalam otak berakibat pada jaringan disekitarnya atau
didekatnya, sehingga jaringan yang ada disekitarnya akan bergeser dan tertekan.
Darah yang keluar dari pembuluh darah sangat mengiritasi otak, sehingga
mengakibatkan vosospasme pada arteri disekitar perdarahan, spasme ini dapat
menyebar keseluruh hemisfer otak dan lingkaran willisi, perdarahan aneorismaaneorisma ini merupakan lekukan-lekukan berdinding tipis yang menonjol pada
arteri pada tempat yang lemah. Makin lama aneorisme makin besar dan kadangkadang pecah saat melakukan aktivitas. Dalam keadaan fisiologis pada orang
dewasa jumlah darah yang mengalir ke otak 58 ml/menit per 100 gr jaringan otak.
Bila aliran darah ke otak turun menjadi 18 ml/menit per 100 gr jaringan otak akan
menjadi penghentian aktifitas listrik pada neuron tetapi struktur sel masih baik,
sehingga gejala ini masih revesibel. Oksigen sangat dibutuhkan oleh otak
sedangkan O2 diperoleh dari darah, otak sendiri hampir tidak ada cadangan O2

dengan demikian otak sangat tergantung pada keadaan aliran darah setiap saat.
Bila suplay O2 terputus 8-10 detik akan terjadi gangguan fungsi otak, bila lebih
lama dari 6-8 menit akan tejadi jelas/lesi yang tidak putih lagi (ireversibel) dan
kemudian kematian. Perdarahan dapat meninggikan tekanan intrakranial dan
menyebabkan ischemi didaerah lain yang tidak perdarahan, sehingga dapat
berakibat mengurangnya aliran darah ke otak baik secara umum maupun lokal.
Timbulnya penyakit ini sangat cepat dan konstan dapat berlangsung beberapa
menit, jam bahkan beberapa hari. (Corwin, 2009)

WOC ICH

Trauma kepala, Fraktur depresi tulang tengkorak, , Hipertensi, Malformasi Arteri Venosa,
Aneurisma, Distrasia darah, Obat, Merokok
Pecahnya pembuluh darah
otak (perdarahan intracranial)
Darah masuk ke dalam
jaringan otak

Penatalaksanaan :
Kraniotomi
Luka insisi
Port dentri
pembedahan
Mikroorganisme
Resiko infeksi

Metabolisme
Vasodilatasi
Impuls
ke
Sel
melepaskan
Impuls
ke pusat
pusat
anaerob
pembuluh
darah
nyeri
otak
mediator
:
nyeri di
dinyeri
otak
Somasensori
korteks
(thalamus)
prostaglandin,
(thalamus)
otak : nyeri
sitokinin
dipersepsikan

Peningkatan Tekanan
Intracranial
Kerusakan
Ketidakefektifan
Gangguan aliran
darah mobilitas
Kelemahan
otot
perfusi jaringan
fisik
dan oksigen ke otakprogresif
Gangguan
pemenuhan
cerebral
Kerusakan
ADL
dibantu
kebutuhan
ADL
neuromotorik

Darah membentuk massa


atau hematoma
Penekanan pada jaringan
otak
Anoreksia

Nyeri
Fungsi otak menurun

Ketidakseimbangan
kebutuhan nutrisi
Refleks menelan menurun

1.2.5
1.
2.
1.2.6

KOMPLIKASI
Edema serebri (pembengkakan otak)
Kompresi batang otak, meninggal
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang dari Intra Cerebral Hematom menurut Sudoyo

(2006) adalah sebagai berikut :


1. Angiografi
2. Ct scanning
3. Lumbal pungsi
4. MRI
5. Thorax photo
6. Laboratorium
7. EKG
1.2.7 PENATALAKSANAAN
Pendarahan intracerebral lebih mungkin menjadi fatal dibandingkan stroke
ischemic. Pendarahan tersebut biasanya besar dan catastrophic, khususnya pada
orang yang mengalami tekanan darah tinggi yang kronis. Lebih dari setengah
orang yang mengalami pendarahan besar meninggal dalam beberapa hari. Mereka
yang bertahan hidup biasanya kembali sadar dan beberapa fungsi otak bersamaan
dengan waktu. Meskipun begitu, kebanyakan tidak sembuh seluruhnya fungsi
otak yang hilang.
Pengobatan pada pendarahan intracerebral berbeda dari stroke ischemic.
Anticoagulant (seperti heparin dan warfarin), obat-obatan trombolitik, dan obatobatan antiplatelet (seperti aspirin) tidak diberikan karena membuat pendarahan
makin buruk. Jika orang yang menggunakan antikoagulan mengalami stroke yang
mengeluarkan darah, mereka bisa memerlukan pengobatan yang membantu
penggumpalan darah seperti :
1. Vitamin K, biasanya diberikan secara infuse.
2. Transfusi atau platelet. Transfusi darah yang telah mempunyai sel darah dan
pengangkatan platelet (plasma segar yang dibekukan).
3. Pemberian infus pada produk sintetis yang serupa pada protein di dalam darah
yang membantu darah untuk menggumpal (faktor penggumpalan).
Operasi untuk mengangkat penumpukan darah dan menghilangkan
tekanan di dalam tengkorak, bahkan jika hal itu bisa menyelamatkan hidup, jarang
dilakukan karena operasi itu sendiri bisa merusak otak. Juga, pengangkatan
penumpukan darah bisa memicu pendarahan lebih, lebih lanjut kerusakan otak
menimbulkan kecacatan yang parah. Meskipun begitu, operasi ini kemungkinan

efektif untuk pendarahan pada kelenjar pituitary atau pada cerebellum. Pada
beberapa kasus, kesembuhan yang baik adalah mungkin.
Menurut Corwin (2009) menyebutkan penatalaksanaan untuk Intra
Cerebral Hematom adalah sebagai berikut :
1. Observasi dan tirah baring terlalu lama.
2. Mungkin diperlukan ligasi pembuluh yang pecah dan evakuasi hematom
secara bedah.
3. Mungkin diperlukan ventilasi mekanis.
4. Untuk cedera terbuka diperlukan antibiotiok.
5. Metode-metode untuk menurunkan tekanan intra kranium termasuk
pemberian diuretik dan obat anti inflamasi.
6. Pemeriksaan Laboratorium seperti : CT-Scan, Thorax foto, dan laboratorium
lainnya yang menunjang.
1.2
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1.2.1 PENGKAJIAN
1.
Primary Survey (ABCDE)
1) Airway.
Tanda-tanda objektif-sumbatan Airway
a) Look (lihat) apakah penderita mengalami agitasi atau kesadarannya
menurun. Agitasi memberi kesan adanya hipoksia, dan penurunan
kesadaran memberi kesan adanya hiperkarbia. Sianosis menunjukkan
hipoksemia yang disebabkan oleh kurangnya oksigenasi dan dapat
dilihat dengan melihat pada kuku-kuku dan kulit sekitar mulut. Lihat
adanya retraksi dan penggunaan otot-otot napas tambahan yang
apabila ada, merupakan bukti tambahan adanya gangguan airway.
Airway (jalan napas) yaitu membersihkan jalan napas dengan
memperhatikan kontrol servikal, pasang servikal kollar untuk
immobilisasi servikal sampai terbukti tidak ada cedera servikal,
bersihkan jalan napas dari segala sumbatan, benda asing, darah dari
fraktur maksilofasial, gigi yang patah dan lain-lain. Lakukan intubasi
(orotrakeal tube) jika apnea, GCS (Glasgow Coma Scale) < 8,
pertimbangan juga untuk GCS 9 dan 10 jika saturasi oksigen tidak
mencapai 90%.
b) Listen (dengar) adanya suara-suara abnormal. Pernapasan yang
berbunyi (suara napas tambahan) adalah pernapasan yang tersumbat.
c) Feel (raba)
2) Breathing.

Tanda-tanda objektif-ventilasi yang tidak adekuat


a)
Look (lihat) naik turunnya dada yang simetris dan
pergerakan dinding dada yang adekuat. Asimetris menunjukkan
pembelatan (splinting) atau flail chest dan tiap pernapasan yang
dilakukan dengan susah (labored breathing) sebaiknya harus
dianggap sebagai ancaman terhadap oksigenasi penderita dan harus
segera di evaluasi. Evaluasi tersebut meliputi inspeksi terhadap
bentuk dan pergerakan dada, palpasi terhadap kelainan dinding dada
yang mungkin mengganggu ventilasi, perkusi untuk menentukan
adanya darah atau udara ke dalam paru.
b)
Listen (dengar) adanya pergerakan udara pada
kedua sisi dada. Penurunan atau tidak terdengarnya suara napas pada
satu atau hemitoraks merupakan tanda akan adanya cedera dada.
Hati-hati terhadap adanya laju pernapasan yang cepat-takipneu
c)

mungkin menunjukkan kekurangan oksigen.


Gunakan pulse oxymeter.

Alat

ini

mampu

memberikan informasi tentang saturasi oksigen dan perfusi perifer


penderita, tetapi tidak memastikan adanya ventilasi yang adekuat

3) Circulation
Dengan kontrol perdarahan
a) Respon awal tubuh terhadap perdarahan adalah takikardi untuk
mempertahankan cardiac output walaupun stroke volum menurun
b) Selanjutnya akan diikuti oleh penurunan tekanan nadi (tekanan
sistolik-tekanan diastolik)
c) Jika aliran darah ke organ vital sudah dapat dipertahankan lagi, maka
timbullah hipotensi
d) Perdarahan yang tampak dari luar harus segera dihentikan dengan
balut tekan pada daerah tersebut
e) Ingat, khusus untuk otorrhagia yang tidak membeku, jangan sumpal
MAE (Meatus Akustikus Eksternus) dengan kapas atau kain kasa,
biarkan cairan atau darah mengalir keluar, karena hal ini membantu
mengurangi TTIK (Tekanan Tinggi Intra Kranial)

f) Semua cairan yang diberikan harus dihangatkan untuk menghindari


terjadinya koagulopati dan gangguan irama jantung.
4) Disability
a) GCS setelah resusitasi
b) Bentuk ukuran dan reflek cahaya pupil
c) Nilai kuat motorik kiri dan kanan apakah ada parese atau tidak
5) Expossure
Dengan menghindari hipotermia. Semua pakaian yang menutupi tubuh
penderita harus dilepas agar tidak ada cedera terlewatkan selama
pemeriksaan. Pemeriksaan bagian punggung harus dilakukan secara logrolling dengan harus menghindari terjadinya hipotermi (America College
of Surgeons ; ATLS)
a. Secondary Survey
1) Kepala dan leher
Kepala. Inspeksi (kesimetrisan muka dan tengkorak, warna dan
distribusi rambut kulit kepala), palpasi (keadaan rambut,
tengkorak, kulit kepala, massa, pembengkakan, nyeri tekan,
fontanela (pada bayi)).
Leher. Inspeksi (bentuk kulit (warna, pembengkakan, jaringan
parut, massa), tiroid), palpasi (kelenjar limpe, kelenjar tiroid,
trakea), mobilitas leher.
2) Dada dan paru
Inspeksi. Dada diinspeksi terutama mengenai postur, bentuk dan
kesimetrisan ekspansi serta keadaan kulit. Inspeksi dada
dikerjakan baik pada saat dada bergerak atau pada saat diem,
terutama sewaktu dilakukan pengamatan pergerakan pernapasan.
Pengamatan dada saat bergerak dilakukan dengan tujuan untuk
mengetahui frekuensi, sifat dan ritme/irama pernapasan.
Palpasi. Dilakukan dengan tujuan untuk mengkaji keadaan kulit
pada dinding dada, nyeri tekan, massa, peradangan, kesimetrisan
ekspansi, dan tactil vremitus (vibrasi yang dapat teraba yang
dihantarkan melalui sistem bronkopulmonal selama seseorang
berbicara)
Perkusi. Perhatikan adanya hipersonor atau dull yang
menunjukkan udara (pneumotorak) atau cairan (hemotorak)
yang terdapat pada rongga pleura.

Auskultasi. Berguna untuk mengkaji aliran udara melalui batang


trakeobronkeal dan untuk mengetahui adanya sumbatan aliran
udara. Auskultasi juga berguna untuk mengkaji kondisi paruparu dan rongga pleura.
3) Kardiovaskuler
Inspeksi dan palpasi. Area jantung diinspeksi dan palpasi secara
stimultan untuk mengetahui adanya ketidaknormalan denyutan
atau dorongan (heaves). Palpasi dilakukan secara sistematis
mengikuti struktur anatomi jantung mulai area aorta, area
pulmonal, area trikuspidalis, area apikal dan area epigastrik
Perkusi. Dilakukan untuk mengetahui ukuran dan bentuk
jantung. Akan tetapi dengan adanya foto rontgen, maka perkusi
pada area jantung jarang dilakukan karena gambaran jantung
dapat dilihat pada hasil foto torak anteroposterior.
4) Ekstermitas
Beberapa keadaan dapat menimbulkan iskemik pada ekstremitas
bersangkutan, antara lain :
a) Cedera pembuluh darah.
b) Fraktur di sekitar sendi lutut dan sendi siku.
c) Crush injury.
d) Sindroma kompartemen.
e) Dislokasi sendi panggul.
Keadaan iskemik ini akan ditandai dengan :
a) Pusasi arteri tidak teraba.
b) Pucat (pallor).
c) Dingin (coolness).
d) Hilangnya fungsi sensorik dan motorik.
e) Kadang-kadang disertai hematoma, bruit dan thrill.
Fiksasi fraktur khususnya pada penderita dengan cedera kepala
sedapat mungkin dilaksanakan secepatnya. Sebab fiksasi yang
tertunda dapat meningkatkan resiko ARDS (Adult Respiratory
Disstress Syndrom) sampai 5 kali lipat. Fiksasi dini pada fraktur
tulang panjang yang menyertai cedera kepala dapat menurunkan
insidensi ARDS.
1.3.2 DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Ketidakefektifan perfusi jaringan cerebral b.d Tahanan pembuluh darah
;infark
2. Nyeri kepala akut b.d peningkatan tekanan intracranial (TIK)

10

3. Resiko: Ketidakseimbangan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan


tubuh b.d anoreksia
4. Kerusakan mobilitas fisik b.d Kelemahan neutronsmiter
5. Gangguan pemenuhan kebutuhan ADL b.d kelemahan fisik.
6. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan invasi MO.

11

1.3.3

INTERVENSI KEPERAWATAN

No
Diagnosa Kep
1
Ketidakefektifan
perfusi
jaringan
cerebral
b.d
Tahanan pembuluh
darah ;infark
-

Tujuan/Kriteria
Perfusi jaringan cerebral
efektif setelah dilakukan
tindakan keperawatan selama
3x24 jam dengan KH:
Vital Sign normal.
Tidak
ada
tanda-tanda
peningkatan TIK (takikardi,
Tekanan
darah
turun
pelan2)
- GCS E4M5V6

Nyeri kepala akut


b.d
peningkatan
tekanan intracranial
(TIK)

Setelah dilakukan asuhan


keperawatan selama 3x24
jam
diharapkan
nyeri
terkontrol atau berkurang
dengan kriteria hasil :
- Ekspresi wajah rileks
- Skala nyeri berkurang
- Tanda-tanda vital dalam batas
normal

Intervensi
Monitor Vital Sign.
Monitor tingkat kesadaran.
Monitor GCS.
Tentukan faktor penyebab penurunan
perfusi cerebral.
5. Pertahankan posisi tirah baring atau
head up to 30.
1.
2.
3.
4.

1.
2.
3.
4.

Rasional
Identifikasi hipertensi.
Mengetahui perkembangan
Mengetahui perkembangan
Acuan intervensi yang tepat.

5. Meningkatakan tekanan arteri


dan sirkulasi atau perfusi
cerebral.
yang 6. Membuat klien lebih tenang.

6. Pertahankan
lingkungan
nyaman.
7. Kolaborasi dengan tim kesehatan.
Pemberian terapi oksigen
1. Observasi keadaan umum dan tandatanda vital
2. Lakukan pengkajian nyeri secara
komprehensif
3. Observasi reaksi abnormal dan
ketidaknyamanan
4. Control lingkungan yang dapat
mempengaruhi nyeri

7. Untuk mencukupi kebutuhan


O2 ke jaringan dan otak
1. Mengetahui respon autonom
tubuh
2. Menentukan penanganan nyeri
secara tepat
3. Mengetahui
tingkah
laku
ekspresi dalam merespon nyeri
4. Meminimalkan factor eksternal
yang dapat mempengaruhi
nyeri
5. Pertahankan tirah baring
5. Meningkatkan kualitas tidur
dan istirahat
6. Ajarkan tindakan non farmakologi 6. Terapi dalam penanganan nyeri
dalam penanganan nyeri
tanpa obat
7. Kolaborasi pemberian analgesic 7. Terapi
penanganan
nyeri

12

No
3

Diagnosa Kep

Tujuan/Kriteria

Resiko:
Ketidakseimbangan
kebutuhan nutrisi
kurang
dari
kebutuhan
tubuh b.d anoreksia
-

Kerusakan
mobilitas fisik b.d
Kelemahan
neutronsmiter
-

Gangguan
pemenuhan
kebutuhan ADL b.d
kelemahan fisik.
-

Intervensi
Rasional
sesuai program
secara farmakologi
Kebutuhan nutrisi terpenuhi 1. Kaji kebiasaan makan-makanan 1. Menentukan intervensi yang
setelah dilakukan tindakan
yang disukai dan tidak disukai.
tepat.
keperawatan selama 3x24 2. Anjurkan klien makan sedikit tapi 2. Mengurangi
rasa
bosan
jam dengan KH:
sering.
sehingga makanan habis.
Asupan nutrisi adekuat.
3. Berikan makanan sesuai diet RS.
3. Agar
kebutuhan
nutrisi
BB meningkat.
terpenuhi.
Porsi makan yang disediakan 4. Pertahankan kebersihan oral.
4. Mulut bersih meningkatkan
habis.
nafsu makan.
Konjungtiva tidak anemis.
5. Kolaborasi dengan ahli gizi.
5. Menentukan diet yang sesuai.
Mobilitas meningkat setelah 1. Kaji tingkat mobilisasi fisik klien.
1. Menentukan intervensi.
dilakukan
tindakan 2. Ubah posisi secara periodik.
2. Meningkatkan kanyamanan,
keperawatan selama 3 x 24
cegah dikobitas.
jam dengan KH:
3. Lakukan ROM aktif/pasif.
3. Melancarkan sirkulasi.
Klien mampu melakukan 4. Dukung ekstremitas pada posisi 4. Mencegah kontaktur.
aktifitas
dalam
batas
fungsional.
normal.
5. Kolaborasi dengan ahli fisio terapi.
5. Menentukan program yang
Kekuatan otot meningkat.
tepat.
Tidak terjadi kontraktur.
Pemenuhan kebutuhan ADL 1. Kaji kemampuan ADL.
1. Mengetahui
kemampuan
terpenuhi setelah dilakukan
ADL.
tindakan keperawatan selama 2. Dekatkan
barang-barang
yang 2. Mempermudah
pemenuhan
3 x 24 jam dengan KH:
dibutuhkan klien.
ADL.
Mampu memenuhi kebutuhan 3. Motivasi klien untuk melakukan 3. Meningkatkan
kemandirian
secara mandiri.
aktivitasa secara bertahap.
klien.
Klien
dapat
beraktivitas 4. Dorong dan dukung aktivitas 4. Meningkatkan
kemandirian
secara bertahap.
perawatan diri.
klien
dan
meningkatkan

13

No

Diagnosa Kep

Tujuan/Kriteria
- Nadi normal.

Intervensi

5.
6

Resiko
tinggi
Mempertahankan 1.
terhadap
infeksi
nonmotermia, bebas
berhubungan
tanda-tanda infeksi
dengan invasi MO
o Mencapai penyembuhan 2.
luka (craniotomi) tepat pada
waktunya.
3.

4.

5.

Rasional
menyamanan.
Menganjurkan
keluarga
untuk 5. Pemenuhan kebutuhan klien
membantu
klien
memenuhi
dapat terpenuhi.
kebutuhan klien.
Berikan perawatan aseptik dan 1. Cara
pertama
untuk
antiseptic.
menghidari
infeksi
nosokomial.
pertahankan teknik cuci tangan yang 2. Deteksi dini perkembangan
baik.
infeksi
catat karakteristik dari drainase dan 3. memungkinkan
untuk
adanya inflamasi.
melakukan tindakan dengan
segera
dan
pencegahan
terhadap
komplikasi
selanjutnya
Pantau suhu tubuh secara teratur. 4. Dapat
mengindikasikan
Catat adanya demam, menggigil,
perkembangan sepsis yang
diaforesis dan perubahan fungsi
selanjutnya
memerlukan
mental (penurunan kesadaran).
evaluasi atau tindakan dengan
segera.
Batasi pengunjung yang dapat 5. Menurunkan
pemajanan
menularkan infeksi atau cegah
terhadap pembawa kuman
pengunjung yang mengalami infeksi
penyebab infeksi.
saluran napas bagian atas.

6. Berikan antibiotik sesuai indikasi.

6. Terapi
profilaktik
dapat
digunakan pada pasien yang
mengalami
trauma
(luka,

14

No

Diagnosa Kep

Tujuan/Kriteria

Intervensi

Rasional
kebocoran CSS atau setelah
dilakukan pembedahan untuk
menurunkan risiko terjasdinya
infeksi nasokomial).
7. Ambil
bahan
pemeriksaan 7. Kultur/sensivitas. Pewarnaan
(spesimen) sesuai indikasi
Gram dapat dilakukan untuk
memastikan adanya infeksi
dan
mengidentifikasi
organisme penyebab dan untuk
menentukan obat pilihan yang
sesuai.

15

1.3.4

Implementasi
Pelaksanaan merupakan tahap realisasi dari rencana asuhan keperawatan yang

telah disusun ( Mubaraq, 2006:87 )


Pelaksanaan dimulai setelah rencana tindakan disusun dan ditnjuk untuk
membantu klien mencapai tujuan yan telah ditetapkan, peningkatan kesehatan dan
menfasilitas koping.
Implementasi juga berdasarkan intervensi yang telah ditentukan kemudian
disesuaikan dengan respond an kondisi klien saat itu. Implementasi dilakukan dengan
mengacu pada tujuan intervensi pada setiap diagnosa.
1.3.5

Evaluasi
Evaluasi memuat keberhasilan proses dan keberhasilan tindakan keperawatan.

Keberhasilan proses dapat dilihat dengan membandingkan antara proses dengan


pedoman atau rencana proses tersebut ( Mubaraq, 2006:88 )
Hasil yang diharapkan setelah dilakukan intervensi keperawatan meliputi:
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Perfusi jaringan serebral efektif.


Nyeri terkontrol.
Nutrisi terpenuhi
Mobilitas meningkat
ADL terpenuhi
Tidak terjadi infeksi.

1.3 Konsep Dasar Teori Craniotomy


1.3.1 Definisi
Trepanasi/kraniotomi adalah suatu tindakan membuka tulang kepala
yangbertujuan mencapai otak untuk tindakan pembedahan definitif. Kraniotomi

16

adalahoperasi membuka tulang tengkorak untuk mengangkat tumor, mengurangi


TIK,mengeluarkan bekuan darah atau menghentikan perdarahan. (Hinchliff Sue,
2011).
Kraniotomi

mencakup

pembukaan

tengkorak

melalui

pembedahan

untukmeningkatkan akses pada struktur intrakranial. (Brunner & Suddarth, 2002).


Kraniotomi adalah insisi pada tulang tengkorak dan membersihkan
tulangdengan memperluas satu atau lebih lubang. Pembedahan craniektomydilakukan
untuk mengangkat tumor, hematom, luka, atau mencegah infeksi pada daerah tulang
tengkorak. Jadi post kraniotomi adalah setelah dilakukannyaoperasi pembukaan
tulang tengkorak untuk mengangkat tumor,mengurangi TIK, mengeluarkan bekuan
darah atau menghentikan perdarahan.

Gambar 1.1 Penampang Lapisan Kranium

1.3.2

Indikasi Operasi
Indikasi tindakan kraniotomi atau pembedahan intrakranial adalah sebagai

berikut :

17

1. Penurunan kesadaran tiba-tiba di depan mata


2. Adanya tanda herniasi/lateralisasi
3. Adanya cedera sistemik yang memerlukan operasi emergensi, dimana CT
Scan Kepala tidak bisa dilakukan.
4. Pengangkatan jaringan abnormal baik tumor maupun kanker.
5. Mengurangi tekanan intrakranial.
6. Mengevakuasi bekuan darah .
7. Mengontrol bekuan darah,
8. Pembenahan organ-organ intrakranial,
9. Tumor otak,
10. Perdarahan (hemorrage),
11. Kelemahan dalam pembuluh darah (cerebral aneurysms)
12. Peradangan dalam otak
13. Trauma pada tengkorak.

Gambar 1.2 Kraniotomi


1.3.3 Manifestasi Klinis
1. Manifestasi klinik lokal (akibat kompresi tumor pada bagian yang spesifikdari
otak) :
1) Perubahan

penglihatan,

misalnya:

hemianopsia,

nistagmus,

diplopia,kebutaan, tanda-tanda papil edema.


2) Perubahan bicara, misalnya: aphasia
3) Perubahan sensorik, misalnya: hilangnya sensasi nyeri, halusinasisensorik.
4) Perubahan motorik, misalnya: ataksia, jatuh, kelemahan, dan paralisis.

18

5) Perubahan bowel atau bladder, misalnya: inkontinensia, retensia urin,


dankonstipasi.
6) Perubahan dalam pendengaran, misalnya : tinnitus
7) Perubahan dalam seksual
2. Manifestasi klinik umum (akibat dari peningkatan TIK, obstruksi dari CSF):
1) Sakit kepala
2) Nausea atau muntah proyektil
3) Pusing
4) Perubahan mental
5) Kejang
1.3.4 Pemeriksaan Penunjang
Prosedur diagnostik praoperasi dapat meliputi :
1. Tomografi komputer (pemindaian CT)
Untuk menunjukkan lesi dan memperlihatkan derajat edema otaksekitarnya,
ukuran

ventrikel,

dan

perubahan

posisinya/pergeseran

jaringanotak,

hemoragik.Catatan : pemeriksaan berulang mungkin diperlukan karena


padaiskemia/infark mungkin tidak terdeteksi dalam 24-72 jam pasca trauma
2. Pencitraan resonans magnetik (MRI)
Sama dengan scan CT, dengan tambahan keuntungan pemeriksaan lesi
dipotongan lain.
3. Electroencephalogram (EEG)
Untuk memperlihatkan keberadaan atau berkembangnya gelombangpatologis
4. Angiografy Serebral
Menunjukkan kelainan sirkulasi serebral, seperti pergeseran jaringan
otakakibat edema, perdarahan trauma
5. Sinar-X
Mendeteksi adanya perubahan struktur

tulang

(fraktur),

pergeseran

strukturdari garis tengah (karena perdarahan,edema), adanya fragmen tulang


6. Brain Auditory Evoked Respon (BAER) : menentukan fungsi korteks
danbatang otak
7. Positron Emission

Tomography

(PET)

menunjukkan

perubahan

aktivitasmetabolisme pada ota


8. Fungsi lumbal, CSS : dapat menduga kemungkinan adanya perdarahan
subarachnoid
9. Gas Darah Arteri (GDA) : mengetahui adanya masalah ventilasi
atauoksigenasi yang akan dapat meningkatkan TIK
10. Kimia/elektrolit darah : mengetahui ketidakseimbangan yang berperandalam
meningkatkan TIK/perubahan mental

19

11. Pemeriksaan toksikologi : mendeteksi obat yang mungkin bertanggungjawab


terhadap penurunan kesadaran
12. Kadar antikonvulsan darah : dapat dilakukan untuk mengetahui tingkatterapi
yang cukup efektif untuk mengatasi kejang.
1.3.5 Penatalaksanaan
1. Preoperasi
Pada penatalaksaan bedah intrakranial

praoperasi

pasien

diterapi

denganmedikasi antikonvulsan (fenitoin) untuk mengurangi resiko kejang


pascaoperasi.Sebelum pembedahan, steroid (deksametason) dapat diberikan
untukmengurangai

edema

serebral.

Cairan

dapat

dibatasi.

Agens

hiperosmotik(manitol) dan diuretik (furosemid) dapat diberikan secara


intravena segerasebelum dan kadang selama pembedahan bila pasien cenderung
menahan air,yang terjadi pada individu yang mengalami disfungsi intrakranial.
Kateterurinarius menetap di pasang sebelum pasien dibawa ke ruang operasi
untukmengalirkan

kandung

kemih

selama

pemberian

diuretik

dan

untukmemungkinkan haluaran urinarius dipantau. Pasien dapat diberikan


antibiotik bilaserebral sempat terkontaminasi atau diazepam pada praoperasi
untukmenghilangkan ansietas. Kulit kepala di cukur segera sebelum
pembedahan(biasanya di ruang operasi) sehingga adanya abrasi superfisial tidak
semuamengalami infeksi.
2. PascaOperasi
1) Mengurangi Edema Serebral
Terapi
medikasi
untuk

mengurangi

edema

serebral

meliputi

pemberianmanitol, yang meningkatkan osmolalitas serum dan menarik air


bebas dari areaotak (dengan sawar darah-otak utuh). Cairan ini kemudian
dieksresikan melaludiuresis osmotik. Deksametason dapat diberikan melalui
intravena setiap 6 jamselama 24 sampai 72 jam; selanjutnya dosisnya
dikurangi secara bertahap.
2) Meredakan Nyeri dan Mencegah Kejang
Asetaminofen biasanya diberikan selama suhu di atas 37,5 C dan untuknyeri.
Sering kali pasien akan mengalami sakit kepala setelah kraniotomi,biasanya
sebagai

akibat

syaraf

kulit

kepala

diregangkan

dan

diiritasi

selamapembedahan. Codein, diberikan lewat parenteral, biasanya cukup

20

untukmenghilangkan

sakit

kepala.

Medikasi

antikonvulsan

(fenitoin,

diazepam)diresepkan untuk pasien yang telah menjalani kraniotomi


supratentorial, karenaresiko tinggi epilepsi setelah prosedur bedah neuro
supratentorial. Kadar serumdipantau untuk mempertahankan medikasi dalam
rentang terapeutik.
3) Memantau Tekanan Intrakranial
Kateter ventrikel, atau beberapa tipe drainase, sering dipasang pada
pasienyang menjalani pembedahan untuk tumor fossa posterior. Kateter
disambungkanke sistem drainase eksternal. Kepatenan kateter diperhatikan
melalui pulsasicairan dalam selang. TIK dapat dikaji dengan menyusun sistem
dengansambungan stopkok ke selang bertekanan dan tranduser. TIK dalam
dipantaudengan memutar stopkok. Perawatan diperlukan untuk menjamin
bahwa system tersebut kencang pada semua sambungan dan bahwa stopkok
ada pada posisiyang tepat untuk menghindari drainase cairan serebrospinal,
yang dapatmengakibatkan kolaps ventrikel bila cairan terlalu banyak
dikeluarkan. Kateterdiangkat ketika tekanan ventrikel normal dan stabil. Ahli
bedah neuro diberi tahukapanpun kateter tanpak tersumbat. Pirau ventrikel
kadang dilakuakan sebelumprosedur bedah tertentu untuk mengontrol
hipertensi intrakranial, terutama padapasien tumor fossa posterior
1.3.6 Teknik Operasi
1. Positioning
Letakkan kepala pada tepi meja untukmemudahkan operator. Head-up kurang
lebih15 derajat(pasang donat kecil dibawah kepala).Letakkan kepala miring
kontralateral lokasilesi/ hematoma. Ganjal bahu satu sisi sajpada sisi lesi)
misalnya kepala miring ke kanan maka ganjal bantal di bahu kiridan
sebaliknya.

21

2. Washing
Cuci
lapangan

operasi

dengan

savlon.

Tujuan

savlon:

desinfektan,menghilangkan lemak yang ada di kulit kepala sehingga pori-pori


terbuka,penetrasi betadine lebih baik. Keringkan dengan doek steril. Pasang
doek sterildi bawah kepala untuk membatasi kontak dengan meja operasi.
3. Markering
Setelah markering periksa kembali apakah lokasi hematomnya sudahbenar
dengan melihat CT scan. Saat markering perhatikan: garis rambut
untukkosmetik, sinus untuk menghindari perdarahan, sutura untuk
mengetahuilokasi, zygoma sebagai batas basis cranii, jalannya N VII
(kurang lebih 1/3depan antara tragus sampai dengan canthus lateralis orbita).

4. Desinfeksi
Desinfeksi lapangan operasi dengan betadine. Suntikkan Adrenalin1:200.000
yang mengandung lidocain 0,5%. Tutup lapangan operasi dengandoek steril.
5. Prosedur Operasi
1) Incisi lapis demi lapis sedalam galea (setiap 5cm) mulai dari ujung.

22

2) Pasang haak tajam 2 buah (oleh asisten), tarik ke atas sekitar 60 derajat.
3) Buka flap secara tajam pada looseconnective tissue. Kompres dengankasa
basah. Di bawahnya diganjaldengan kasa steril supayapembuluh darah
tidak tertekuk(bahaya nekrosis pada kulitkepala). Klem pada pangkal
flapdan fiksasi pada doek.

4) Buka perikranium dengan diatermi.Kelupas secara hati-hati dengan


rasparatorium pada daerah yang akan diburrhole dan gergaji kemudian dan
rawat perdarahan.
5) Penentuan lokasi burrhole idealnyapada setiap tepi hematom sesuaigambar
CT scan.
6) Lakukan

burrhole

pertama

denganmata

bor

tajam

(Hudsons

Brace)kemudian dengan mata bor yangmelingkar (Conical boor) bila


sudahmenembus tabula interna.
7) Boorhole minimal pada 4 tempat sesuai dengan merkering.
8) Perdarahan dari tulang dapat dihentikan dengan bone wax. Tutup
lubangboorhole dengan kapas basah/ wetjes.
9) Buka tulang dengan gigli. Bebaskan

dura

dari

cranium

denganmenggunakan sonde. Masukan penuntun gigli pada lubang


boorhole.Pasang gigli kemudian masukkan penuntun gigli sampai
menembuslubang boorhole di sebelahnya. Lakukan pemotongan dengan
gergaji danasisten memfixir kepala penderita.
10) Patahkan tulang kepala dengan flap ke atas menjauhi otak dengan cara
tulang dipegang dengan knabel tang dan bagian bawah dilindungi
denganelevator

kemudian

mematahkantulang.

miringkan

posisi

elevator

pada

saat

23

11) Setelah

nampak

hematom

epidural,

bersihkan

tepi-tepi

tulang

denganspoeling dan suctioning sedikit demi sedikit. Pedarahan dari tulang


dapatdihentikan dengan bone wax.
12) Gantung dura (hitch stitch) dengan benang silk 3.0 sedikitnya 4 buah.
13) Evakuasi hematoma dengan spoeling dan suctioning secara
gentle.Evaluasi dura, perdarahan dari dura dihentikan dengan diatermi.
Bila adaperdarahan dari tepi bawah tulang yang merembes tambahkan
hitchstitch pada daerah tersebut kalau perlu tambahkan spongostan di
bawahtulang. Bila perdarahan profus dari bawah tulang (berasal dari
arteri)tulang boleh di-knabel untuk mencari sumber perdarahan kecuali
dicurigaiberasal dari sinus.
14) Bila ada dura yang robek jahit dura dengan silk 3.0 atau vicryl 3.0
secarasimpul dengan jarak kurang dari 5mm. Pastikan sudah tidak ada
lagiperdarahan dengan spoeling berulang-ulang.
15) Pada
subdural
hematoma
setelah
dilakukan

kraniektomi

langkahsalanjutnya adalah membuka duramater.


16) Sayatan pembukaan dura seyogianya berbentuk tapal kuda (bentuk
U)berlawanan dengan sayatan kulit. Duramater dikait dengan pengait
dura,kemudian bagian yang terangkat disayat dengan pisau sampai
terlihatlapisan mengkilat dari arakhnoid. (Bila sampai keluar cairan otak,
berartiarachnoid sudah turut tersayat). Masukkan kapas berbuntut
melaluilubang sayatan ke bawah duramater di dalam ruang subdural,
dansefanjutnya

dengan

kapas

ini

sebagai

kemungkinantrauma pada lapisan tersebut.


17) Perdarahan dihentikan dengan koagulasi
khusus.Koagulasi

yang

dipakai

dengan

pelindung

atau

terhadap

pemakaian

kekuatan

lebih

klip
rendah

dibandingkanuntuk pembuluh darah kulit atau subkutan.


18) Reseksi jaringan otak didahului dengan koagulasi permukaan otakdengan
pembuluh-pembuluh darahnya baik arteri maupun vena.
19) Semua pembuluh darah baik arteri maupun vena berada di permukaan
diruang subarahnoidal, sehingga bila ditutup maka pada jaringan
otakdibawahnya tak ada darah lagi

24

20) Perlengketan jaringan otak dilepaskan dengan koagulasi. Tepi bagianotak


yang direseksi harus dikoagulasi untuk menjamin jaringan otakbebas dari
perlengketan. Untuk membakar permukaan otak, idealnyadipergunakan
kauter bipolar. Bila dipergunakan kauter monopolar, untukmemegang
jaringan otak gunakan pinset anatomis halus sebagai alatbantu kauterisasi.
21) Pengembalian
tulang.
Perlu
dipertimbangkan
dikembalikan/tidaknyatulang dengan evaluasi klinis pre operasi dan
ketegangan dura. Bila tidakdikembalikan lapangan operasi dapat ditutup
lapis demi lapis dengan carasebagai berikut:
(1) Teugel dura di tengah lapangan operasi dengan silk 3.0menembus
keluar kulit.
(2) Periost dan fascia otot dijahit dengan vicryl 2.0.
(3) Pasang drain subgaleal.
(4) Jahit galea dengan vicryl 2.0.
(5) Jahit kulit dengan silk 3.0.
(6) Hubungkan drain dengan vaum drain (Redon drain).
(7) Operasi selesai.
22) Bila tulang dikembalikan, buat lubang untuk fiksasi tulang, pertama
padatulang yang tidak diangkat (3-4 buah). Tegel dura ditengah tulang
yangakan dikembalikan untuk menghindari dead space. Buat lubang
padatulang yang akan dikembalikan sesuai dengan lokasi yang akan di
fiksasi(3-4 buah ditepi dan 2 lubang ditengah berdekatan untuk teugel
dura).Lakukan fiksasi tulang dengan dengan silk 2.0, selanjutnya tutup
lapisdemi lapis seperti diatas.

1.3.7 Komplikasi Pasca Operasi


Beberapa komplikasi yang dapat terjadi pada pasien pascabedahintrakranial
atau kraniotomi adalah sebagai berikut :
1. Peningkatan tekanan intrakranial
2. Perdarahan dan syok hipovolemik
3. Ketidakseimbangan cairan dan elekrolit
4. Infeksi
5. Kejang

25

6. Edema cerebral.
7. Perdarahan subdural, epidural, dan intracerebral.
8. Hipovolemik syok.
9. Hidrocephalus.
10. Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit (SIADH atau DiabetesInsipidus).
11. Gangguan perfusi jaringan sehubungan dengan tromboplebitis.
12. Tromboplebitis postoperasi biasanya timbul 7 14 hari setelahoperasi.
13. Bahaya besar tromboplebitis timbul bila darah tersebut lepas daridinding
14. Pembuluh darah vena dan ikut aliran darah sebagai emboli keparu-paru, hati
dan otak. Pencegahan tromboplebitis yaitu latihankaki post operasi, ambulatif.
(Brunner & Suddarth, 2002).
1.3.8 Perawatan Pascabedah
Monitor kondisi umum dan

neurologis

pasien

dilakukan

seperti

biasanya.Jahitan dibuka pada hari ke 5-7. Tindakan pemasangan fragmen tulang


ataukranioplasti dianjurkan dilakukan setelah 6-8 minggu kemudian.
1.3.9 Follow-Up
CT scan kontrol diperlukan apabila post operasi kesadaran tidak membaikdan
untuk menilai apakah masih terjadi hematom lainnya yang timbul kemudian.

1.4 Konsep Asuhan Keperawatan Pada Pasien Post Kraniotomi


1.4.1 Pengkajian
1. Primary Survey
1) Airway
(1) Periksa jalan nafas dari sumbatan benda asing (padat, cair)
setelahdilakukan pembedahan akibat pemberian anestesi.
(2) Potensi jalan nafas, meletakan tangan di atas mulut atau hidung.
(3) Auscultasi paru keadekuatan expansi paru, kesimetrisan.
2) Breathing
(1) Kompresi pada batang otak akan mengakibatkan gangguan
iramajantung,

sehingga

terjadi

perubahan

pada

pola

napas,

kedalaman,frekuensi maupun iramanya, bisa berupa Cheyne Stokes


atau Ataxiabreathing. Napas berbunyi, stridor, ronkhi, wheezing
( kemungkinankarena aspirasi), cenderung terjadi peningkatan
produksi sputum padajalan napas.

26

(2) Perubahan pada pernafasan (rata-rata, pola, dan kedalaman). RR < 10


X

/menit

depresi

narcotic,

respirasi

cepat,

dangkal

gangguankardiovascular atau rata-rata metabolisme yang meningkat.


(3) Inspeksi: Pergerakan dinding dada, penggunaan otot bantu
pernafasandiafragma, retraksi sternal efek anathesi yang berlebihan,
obstruksi.
3) Circulating:
(1) Efek peningkatan tekanan intrakranial terhadap tekanan darah
bervariasi.Tekanan

pada

transmisirangsangan
mengakibatkan
peningkatan

pusat

parasimpatik

denyutnadi

tekanan

vasomotor

menjadi

ke

akan

jantung

lambat,

intrakranial.Perubahan

meningkatkan
yang

akan

merupakan

tanda

frekuensi

jantung

(bradikardia, takikardia yang diselingidengan bradikardia, disritmia).


(2) Inspeksi membran mukosa: warna dan kelembaban, turgor kulit,
balutan.
4) Disability : berfokus pada status neurologi
(1) Kaji tingkat kesadaran pasien, tanda-tanda respon mata, respon
motorik dan tanda-tanda vital.
(2) Inspeksi respon terhadap rangsang, masalah bicara, kesulitan
menelan,kelemahan atau paralisis ekstremitas, perubahan visual dan
gelisah
5) Exposure
Kaji balutan bedah pasien terhadap adanya perdarahan
2. Secondary Survey : Pemeriksaan fisik
1) Abdomen.
Inspeksi tidak ada asites, palpasi hati teraba 2 jari bawah iga,dan
limpatidak

membesar,

perkusi

bunyi

redup,

bising

usus

14

X/menit.Distensi abdominal dan peristaltic usus adalah pengkajian yang


harusdilakukan pada gastrointestinal.
2) Ekstremitas
Mampu mengangkat tangan dan kaki. Kekuatan otot ekstremitas atas 44dan ekstremitas bawah 4-4., akral dingin dan pucat.
3) Integumen.Kulit keriput, pucat. Turgor sedang
4) Pemeriksaan neurologis

27

5) Bila

perdarahan

hebat/luas

dan

mengenai

batang

otak

akan

terjadigangguan pada nervus cranialis, maka dapat terjadi :


(1) Perubahan
status
mental
(orientasi,
kewaspadaan,
perhatian,konsentrasi, pemecahan masalah, pengaruh emosi/tingkah
laku danmemori).
(2) Perubahan
dalam

penglihatan,

seperti

ketajamannya,

diplopia,kehilangan sebagian lapang pandang, foto fobia.


(3) Perubahan pupil (respon terhadap cahaya, simetri), deviasi pada mata.
(4) Terjadi penurunan daya pendengaran, keseimbangan tubuh.
(5) Sering timbul cegukan oleh karena kompresi pada nervusvagus
menyebabkan kompresi spasmodik diafragma.
(6) Gangguan nervus hipoglosus. Gangguan yang

tampak

lidah

jatuhkesalah satu sisi, disfagia, disatria, sehingga kesulitan menelan.


1.4.2

Diagnosa Keperawatan
Post Operasi
1. Nyeri berhubungan dengan prosedur bedah
2. Bersihan jalan napas inefektif berhubungan dengan penumpukan secret di
jalan napas
3. Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan adanya trauma
kepala.
4. Resiko tinggi cedera berhubungan dengan trauma intracranial
5. Resiko infeksi berhubungan dengan luka post operasi
6. Cemas berhubungan dengan ancaman kematian

1.4.3
1.

Intervensi Keperawatan
Post Operasi
Nyeri berhubungan denganadanya prosedur tindakan bedah.
Tujuan : Pasien tidakmengalami nyeri, antara lainpenurunan nyeri padatingkat
yang dapat diterima
Kriteria hasil :
a. Tidak menunjukkantanda-tanda nyeri
b. Nyeri menurun sampaitingkat yang dapatditerima
Intervensi :
1) Berikan pereda nyeridengan manipulasilingkungan (misal ruangan tenang,
batasipengunjung).

28

R : Mengurangi stressor yang dapat memperparah nyeri


2) Berikan analgesik sesuaiketentuan
R : Mengurangi nyeri
3) Cegah adanya gerakanyang mengejutkanseperti membenturtempat tidur
R : Meminmalkan rasa nyeri yang muncul
4) Cegah peningkatan TIK
R : Mengurangi rasa nyeriyang dirasakan pasien
2.

Bersihan jalan napas inefektif berhubungan dengan penumpukan secret


di jalan napas
Tujuan :jalan napas kembali efektif.
Kriteria hasil :
a. Klien dapat bernapas dengan baik tanpa alat bantu
b. Status kesadaran meningkat
Intervensi :
1) Monitor status respirasi
R : mengetahui kepastian kepatenan jalan napas.
2) Bebaskan jalan nafas
R : membantu klien dalam hal bernapas
3) Auskultasi suara nafas
R : untuk mengetahui adanya secret di jalan napas
4) Berikan oksigensesuai program
R : agar kebutuhan oksigen terpenuhi
5) Kolaborasi dengan tim medis pemberian obat sesuai indikasi
R : pemberian obat saluran napas bertujuan untuk melonggarkan jalan
napas dan mengeluarkan secret.

3.

Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan adanya


trauma kepala.
Tujuan : perfusi jaringan serebral kembali normal
Kriteria Hasil :
a. Kesadaran membaik
b. Proses penyembuhan luka baik
Intervensi :
1) Monitoring TTV klien perjam
R : untuk mengetahui keadaan status umum klien.
2) Monitor status neurologi
R : mengetahui adanya resiko peningkatan TIK
3) Posisikan kepala klien head up 300

29

R : membantu dalam mengurangi TIK


4) Kolaborasi pemberian manitol sesuai therapi
R : manitol mencegah terjadinya peningkatan TIK
4.

Resiko tinggi cederaberhubungan dengan trauma intrakranial


Tujuan : Pasien mengalamistress minimal pada sisioperasi
Kriteria hasil :
a. Stress minimal pada sisioperasi
b. Pasien tetap pada posisiyang diinginkan
Intervensi:
1) Konsul dengan ahlibedah mengenaipemberian posisi,termasuk derajat
fleksileher.
R : Memberikan posisi yangtepat sehinggamengurangi risikocedera
2) Posisikan pasien datardan miring, bukan terlentang atau tinggikankepala
R : Mengurangipeningkatan TIK
3) Balikkan pasien miring kanan dan miring ke kiri denganhati-hati / 2 jam
R : Mencegah cedera
4) Hindari posisitrendelenburg
R : Mencegah peningkatanTIK

5.

Resiko infeksi berhubungandengan luka post operasi


Tujuan : Pasien tidakmengalami infeksi atautidak terdapat tanda-tandainfeksi
pada pasien.
Kriteria hasil :Tidak menunjukkan tanda-tanda infeksi
Intervensi:
1) Pantau tanda / gejalainfeksi
R : Mencegah terjadinya infeksi
2) Rawat luka operasidengan teknik steril
R : Mencegah invasi bakteri
3) Memelihara teknikisolasi, batasi jumlahpengunjung
4) Ganti peralatanperawatan pasien sesuaidengan protapmikroorganisme
R : Mencegah organisme pathogen masuk

6.

Cemas berhubungan denganancaman kematian


Tujuan : Setelah dilakukantindakan keperawatandiharapkan kecemasanhilang
atau berkurang.
Kriteria hasil :
1) Monitor intensitaskecemasan
2) Rencanakan strategikoping untukmengurangi stress
3) Gunakan teknik relaksasiuntuk mengurangikecemasan
4) Kondisikan lingkungannyaman

30

Intervensi:
1) Sediakan informasi yangsesungguhnya meliputidiagnosis, treatment
danprognosis
R : Memberikan informasiselama perawatan yangdidapatkan pasien
2) Tetap dampingi kienuntuk menjagakeselamatan pasien danmengurangi
R : Memberikan rasa aman dan nyaman
3) Instruksikan pasienuntuk melakukan ternikrelaksasi
R : Memberikan rasa aman dan nyaman
4) Bantu pasienmengidentifikasi situasiyang menimbulkanansietas.
R : Mengurangi ansietas
1.4.4

Implementasi

Pelaksanaan merupakan tahap realisasi dari rencana asuhan keperawatan yang


telah disusun ( Mubaraq, 2006)
Pelaksanaan dimulai setelah rencana tindakan disusun dan ditnjuk untuk
membantu klien mencapai tujuan yan telah ditetapkan, peningkatan kesehatan dan
menfasilitas koping.
Implementasi juga berdasarkan intervensi yang telah ditentukan kemudian
disesuaikan dengan respond an kondisi klien saat itu. Implementasi dilakukan dengan
mengacu pada tujuan intervensi pada setiap diagnosa.
1.4.5

Evaluasi

Evaluasi memuat keberhasilan proses dan keberhasilan tindakan keperawatan.


Keberhasilan proses dapat dilihat dengan membandingkan antara proses dengan
pedoman atau rencana proses tersebut ( Mubaraq, 2006)
Hasil yang diharapkan setelah dilakukan intervensi keperawatan meliputi:
1. Pasien tidakmengalami nyeri, antara lainpenurunan nyeri padatingkat yang
dapat diterima
2. Pasien mengalami stress minimal pada sisi operasi
3. Pasien tidak mengalami infeksi atau tidak terdapat tanda-tanda infeksi pada
pasien.
4. Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan kecemasan hilang atau
berkurang.

31

Вам также может понравиться