Вы находитесь на странице: 1из 17

Vina Fitriani Pratiwi

240210140088
V.

HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN


Praktikum kali ini membahas mengenai sistem dipersi pada bahan pangan.

Makanan memiliki struktur fisio-kimia yang rumit, sifat fisika bahan pangan
mencakup rentang yang cukup luas, mulai dari bahan fluida Newton sampai
sistem dispersi paling rumit dengan ciri-ciri semi padatan. Menurut Winarno
(1992) dapat dikatakan bahwa dispersi pangan yaitu sistem pangan yang terdiri
dari satu atau lebih fase terdispersi atau fase diskontinu dalam suatu fase kontinu.
Sistem dipersi yang akan dibahas pada praktikum kali ini adalah larutan, dispersi
kasar, sol, busa, busa padat, emulsi, dan dibahas pula jenis dan struktur emulsi,
kecepatan kelelehan emulsi, kestabilan emulsi, dan stabilitas relatif zat
pengemulsi pada bahan pangan.
5.1. Pengenalan Sistem Dispersi
5.1.1. Larutan
Percobaan ini membahas mengenai kelarutan zat padat di dalam zat cair.
Zat padat yang digunakan adalah gula dan garam sementara pelarut yang
digunakan adalah air. Tekstur dari kedua sampel tersebut adalah berpasir akan
tetapi ukuran butiran gula lebih besar dibandingkan dengan garam, oleh karena itu
pada saat dimasukkan dalam air gula tersebut langsung turun kebawah sedangkan
garam ada yang terapung sebagian dan mulai terlarut. Warna dari garam lebih
putih dibandingkan dengan gula pasir. Gula dan garam sebanyak dua spatula
dimasukkan ke dalam masing-masing tabung reaksi yang berisi 10 ml air, untuk
membantu proses pelarutan maka dilakukan pengadukan dengan bantuan sendok.
Berikut adalah hasil pengamatan kelarutan gula dan garam pada air.
Tabel 1. Hasil Pengamatan Larutan
Sampel
Warna
Gula
Kuning Kecoklatan

Kejernihan
++

Homogenitas
++

Garam

+++

+++

Putih Bening

(Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2015)

Berdasarkan hasil pengamatan diatas, larutan garam yang terbentuk lebih jernih
dibandingkan dengan larutan gula, kejernihan menandakan bahwa gula dan

Vina Fitriani Pratiwi


240210140088
garam sudah terlarut dengan baik, dan larutan garam lebih homogen
dibandingkan dengan larutan gula. Garam lebih mudah larut karena strukturnya
lebih halus dibandingkan dengan gula sehingga lebih mudah terlarut dalam air.
Hal ini sesuai dengan pernyataan literatur yaitu zat terlarut dengan ukuran kecil
(serbuk) lebih mudah melarut dibandingkan dengan zat terlarut yang berukuran
besar. Zat terlarut berbentuk kristal halus, permukaan sentuh antara zat terlarut
dengan pelarut semakin banyak. Akibatnya, zat terlarut berbentuk serbuk lebih
cepat larut daripada zat telarut berukuran besar (Martin, 1990).
Proses yang terjadi pada pelarutan yaitu terjadi tarikan antarpartikel
komponen murni terpecah dan tergantikan dengan tarikan antara pelarut dengan
zat terlarut. Terutama jika pelarut dan zat terlarutnya sama-sama polar, akan
terbentuk suatu sruktur zat pelarut mengelilingi zat terlarut, hal ini memungkinkan
interaksi antara zat terlarut dan pelarut tetap stabil. Proses yang terjadi pada
pelarutan gula molekul air yang mula-mula terikat pada lapisan pertama ternyata
tidak bergerak, kemudian molekul gula akhirnya dikelilingi lapisan air yang
kemudian melepaskan diri dari kristal. Proses ini yang menyebabkan terjadinya
larutan gula. Larutan gula yang dihasilkan berwarna kekuningan memang
dikarenakan kristal gula sampel berwarna putih keruh kekuningan.
Proses kelarutan garam pada air dideskripsikan dengan garam dapur
(NaCl) atom Na yang mendonasikan satu elektron yang ada di lapisan luar kepada
atom Cl yang kekurangan satu elektron pada lapisan luar sehingga menghasilkan
ion Na+ dan Cl-. Akibatnya kedua elektron tersebut saling terikat dengan adanya
daya tarik elektrostatik. Molekul-molekul air dapat mengurangi daya tarik
menarik dan menghidrasi serta mengungsikan ion Na dan Cl. Dari hasil
pengamatan dapat kita simpulkan bahwa larutan gula dan garam merupakan
larutan sejati dengan fase tunggal yang memiliki homogenitas tinggi karena tidak
terdapatnya endapan dan terbentuk larutan yang berwarna bening.
5.1.2. Dispersi Kasar
Sejumlah senyawa kimia yang terkandung pada bahan pangan terkadang
tidak dapat membentuk suatu larutan, namun hanya terdispersi dalam air dan
membentuk suatu dispersi kasar. Kelompok senyawa tersebut membentuk dispersi

Vina Fitriani Pratiwi


240210140088
kolodial. Perbedaan antara larutan murni dan dispersi kolodial terletak dalam
ukuran molekul dan partikel yang terlibat dan juga luas relatif permukaannya
(Winarno,1992). Sampel yang digunakan sebagai zat terlarut adalah tepung
tapioka sebanyak satu sendok makan dengan pelarut air sebanyak satu gelas,
kemudian dihomogenkan menggunakan batang pengaduk. Campuran diamati
ketika baru dicampur, ketika didiamkan selama 5 menit dan diaduk.
Tabel 2. Dispersi Kasar
Sampel
Sebelum
Tepung
Tapioka

Putih, Keruh,
ada endapan +

Sesudah
Didiamkan
Putih, Keruh,
ada endapan ++
+

Sesudah
Diaduk
Homogen

Gambar

Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2015


Berdasarkan hasil pengamatan, sebelum didiamkan 5 menit terlihat warna
larutan menjadi warna putih keruh akibat terdispersinya tepung dan endapan yang
terbentuk sedikit, kemudian setelah didiamkan 5 menit endapan semakin banyak
(terbentuk 2 fase). Hal ini menunjukkan bahwa tepung tapioka yang sangat halus
membutuhkan waktu yang lama untuk mengendap dengan jumlah banyak.
Perubahan yang terjadi setelah diaduk adalah menjadi homogen namun tidak
bertahan lama, tak lama kemudian terbagi kembali menjadi 2 fase yaitu fase
padatan berwarna putih dibagian bawah dan fase cairan (air) bening dibagian atas.
Hal ini sesuai dengan literatur yang menyatakan bahwa dispersi kasar ini
tidak dapat bersatu dengan air dalam waktu yang lama, seperti yang telah diamati
pada praktikum. Dispersi kasar merupakan dispersi yang tidak homogen
(heterogen) dan tidak kontinyu. Berbeda dengan larutan, dispersi kasar kurang
stabil dan memiliki dua fase. Dispersi kasar memiliki dua fase yang heterogen,
tidak jernih, dan memiliki diameter partikel lebih besar dari 10-5 cm (Sumardjo,
2006).
5.1.3

Sol
Sol adalah salah satu jenis dispersi koloid yang merupakan campuran yang

berada antara larutan sejati dengan suspensi. Fase terdispersi sol berupa padatan
sedangkan fase kontinyu berupa cairan. Sampel yang digunakan adalah susu skim

Vina Fitriani Pratiwi


240210140088
bubuk sebanyak satu sendok teh yang telah diamati sifat fisiknya. Susu tersebut
kemudian dilarutkan dalam air sebanyak satu gelas dan diamati homogenitasnya
Berikut adalah hasil pengamatannya
Tabel 3. Sol
Sampel
Susu Skim Bubuk

Sifat Fisik
Putih, Kasar,
Larut

Homogenitas
+++

Gambar

Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2015


Berdasarkan hasil pengamatan terlihat bahwa sifat fisik susu skim sama
seperti susu bubuk pada umumnya. Ketika dilarutkan tampak terlihat homogen
seperti homogen pada larutan. Perbedaannya dengan dispersi kasar adalah sol ini
agak sulit dipisahkan dengan penyaringan dan lebih homogen dari dispersi kasar
karena tidak terlihat endapan. Sol merupakan salah satu jenis koloid diman a
secara makroskopis dia tampak homogen, tetapi jika diamati dengan mikroskop
ultra akan tampak heterogen sehingga masih dapar dibedakan atas komponennya.
Sol ini umumnya terlihat keruh tetapi stabil (tidak memisah). Campuran sol ini
tidak dapat disaring (Khoiri, 2008). Berdasarkan tingkat homogenitasnya antara
larutan, dispersi kasar, dan sol dari yang paling tinggi didapat hasil larutan > sol >
dispersi kasar. Berdasarkan data tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa larutan
merupakan larutan yang bersifat sejati, dispersi kasar merupakan larutan yang
tidak sempurna, sedangkan sol bukan merupakan larutan sejati. (Winarno, 1992).
5.1.4. Busa
Busa merupakan suatu sistem koloid berupa zat terdispersi gas dan
medium pendispersinya adalah cairan, contohnya busa putih telur. Dalam literatur
busa memiliki kesamaan seperti emulsi pada O/W. Dimana keduanya adalah
dispersi dari cairan hidrophobik. Akan tetapi pada busa terdapat perbedaan dengan
emulsi O/W diantaranya terkait dengan adanya gelembung pada busa. Praktikum
kali ini digunakan putih telur yang memiliki warna bening kekuningan, agak
kental, dan berbentuk cair. Perlakuan pertama pada putih telur dikocok dengan
garpu dan yang kedua putih telur dikocok dengan mixer. Berikut adalah hasil
pengamatannya.

Vina Fitriani Pratiwi


240210140088
Tabel 4. Busa
Pengamatan
Kec. Pembenukan Busa
Warna
Tekstur
Ukuran Busa
Gambar

Garpu
Lama
Putih +
Lembut +
Besar

Mixer
Cepat
Putih ++
Lembut +++
Kecil

Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2015


Berdasarkan hasil pengamatan, pengocokan dengan mixer ternyata
menghasilkan busa yang lebih mengembang, kaku, lembut serta udara pekat dan
lebih cepat terbentuk dibandingkan dengan garpu. Setelah dilakukan pengocokan
dengan menggunakan garpu terdapat sedikit perubahan. Walaupun albumin masih
berbentuk busa berukuran besar dan kecil. Hal ini dikarenakan semakin banyak
udara yang terperangkap

busa yang terbentung dengan garpu membentuk

gelembung busa yang lebih besar. Busa yang terbentuk akan semakin kaku dan
kehilangan sifat alirnya.
Busa dibentuk oleh beberapa protein dalam putih telur yang mempunyai
kemampuan dan fungsi yang berbeda-beda. Ovomucin mampu membentuk
lapisan atau film yang tidak larut dalam air dan dapat menstabilkan busa yang
trenbentuk. Glubulin mempunyai kemampuan untuk meningkatkan kekentalan
dan menurunkan kecenderungan pemisahan cairan dari gelembung udara.
Disamping itu, globulin juga dapat menurunkan tegangan permukaan, sehingga
membantu tahapan pembentukan busa. Untuk membentuk gelembung udara yang
kecil, banyak dan 5 lembut diperlukan tegangan permukaan yang rendah.
Ovalbumin adalah protein yang dapat membantu membentuk busa yang kuat
(Koswara, 2009). Dalam proses pengolahan pangan kemampuan membentuk busa
(daya busa atau daya buih) sangat penting dalam pembuatan film yang stabil
untuk mengikat gas, misalnya dalam pengolahan whipped topping dan angel cake
(Koswara, 2009).

Vina Fitriani Pratiwi


240210140088
5.1.4. Busa Padat
Busa padat adalah koloid dengan zat fase gas terdispersi dalam zat fase
padat (Parning, dkk, 2006). Pada praktikum kali ini sampel yang diamati adalah
arumanis. Sampel arumanis diamati menggunakan kaca pembesar berikut adalah
hasil pengamatannya.
Tabel 5. Busa Padat
Sampel
Arum manis

Struktur
Serabut

Gambar

Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2015


Berdasarkan hasil pengamatan arumanis ini terlihat berserabut dan
berwarna merah jambu dikarenakan pewarna makanan. Hal ini sesuai dengan
pernyataan literatur yang menyatakan bahwa ketika diamati dengan loop,
arumanis memiliki struktur berserabut, warnanya bening dan berbentuk kristal
(Buckle, 1987). Arumanis berbentuk serat agak kasar dan berbentuk padatan,
tetapi bila dibiarkan dalam waktu yang lama di udara terbuka akan menggumpal
karena arumanis mengandung gula. Dimungkinkan kristal bening yang terlihat
ketika diamati dengan loop merupakan gula yang terdispersi gas. Hal ini dapat
kita asumsikan bahwa arumanis merupakan busa padat karena medium
pendispersinya padatan dan fase terdispersinya gas.
5.2

Emulsi dan Pengemulsi


Emulsi adalah suatu dispersi atau suspensi cairan dalam cairan lain yang

molekul-molekulnya tidak saling berbaur, melainkan bersifat antagonistik


(Winarno,1992). Hal yang akan dibahas jenis dan struktur emulsi, kecepatan
kelelehan emulsi, kestabilan emulsi, dan stabilitas relatif zat pengemulsi pada
bahan pangan.
5.2.1

Emulsi

Vina Fitriani Pratiwi


240210140088
Emulsi adalah suatu dispersi atau suspensi suatu cairan dalam cairan yang
lain, yang molekul-molekul kedua cairan tersebut tidak saling berbaur tetapi
saling antagonistik (Winarno, 1992). Prosedur yang dilakukan adalah melarutkan
50 ml minyak kedalam air kemudian diamati emulsinya, lalu ditambahkan kuning
telur lalu diamati emulsinya. Berikut adalah hasil pengamatannya.
Tabel 5. Emulsi
Sampel
Air + Minyak
Minyak

2 Fase
Atas : Kuning
Bawah : Bening

Air + Minyak+
Pengadukan
2 Fase
Atas : Kuning
Bawah : Bening

Kuning Telur +
Pengadukan
2 Fase
Atas : Kuning Keemasan
Bawah : Kuning Pucat

Gambar

Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2015


Berdasarkan hasil pengamaran diatas terlihat bahwa sebelum diaduk dan
setelah diaduk air dan minyak terpisah dalam 2 fase yaitu fase berwarna kuning
dibagian atas dan fase bening dibagian bawah. Pemisahan ini disebabkan karena
sifat dari bahan yang berbeda, dalam hal ini air bersifat polar dan minyak bersifat
non-polar (Winarno, 1992). Setelah itu ditambah kuning telur dan diaduk.
Hasilnya adalah 2 fase dimana fase terdapat busa dan fase kedua merupakan
komponen minyak dan air bercampur. Ini terjadi karena adanya penambahan
kuning telur sebagai emulsifier alami. Telur mengandung lipoprotein dan
fosfolipid seperti lesitin yang dikenal sebagai misel. Struktur misel pada lesitin
tersebut adalah bagian yang membuat emulsifier tersebut bekerja dengan baik
(Hasenhuettl GL & Hartel RW 2008).
5.2.2

Struktur Mikroskopis Dari Emulsi


Struktur mikroskopis dari emulsi dapat dilihat dengan menggunakan

mikroskop. Sampel yang digunakan adalah mentega, margarin, susu UHT, dan
susu skim. Prosedur yang dilakukan adalah meneteskan sampel di atas object
glass, kemudian meneteskan larutan metilen blue dan sudan. Tujuan penetesan
larutan ini adalah untuk mendeteksi keberadaan minyak dan air. Bahan makanan
yang mengandung lemak bila dalam larutan sudan akan berubah menjadi warna

Vina Fitriani Pratiwi


240210140088
merah. Bahan makanan yang mengandung air bila dalam larutan metilen blue
akan menjadi warna biru. Berikut adalah hasil pengamatannya.
Tabel 7. Jenis dan Struktur Emulsi
Sampel
Margarin

Jenis Emulsi
W/O

Warna
Biru

Mentega

W/O

Biru

Susu UHT

O/W

Biru

Susu skim

O/W

Merah

Salad dressing

O/W

Biru

Gambar

(Sumber : Dokumentasi Pribadi,2015)


Berdasarkan hasil pengamatan terlihat bahwa sampel margarin memiliki
perubahan warna menjadi warna biru. Hal ini menunjukkan bahwa margarin
merupakan emulsi minyak dalam air. Hal ini tidak sesuai dengan pernyataan
literature yang mengatakan bahwa Margarin merupakan emulsi air dalam minyak
dengan persyaratan mengandung tidak kurang dari 80% lemak. Margarin ini harus
bersifat plastis, padat pada suhu ruang, agak keras pada suhu rendah dan segera
mencair dalam mulut (Winarno, 1992).
Berdasarkan hasil pengamatan terlihat bahwa sampel mentega memiliki
perubahan warna menjadi warna biru. Seharusnya mentega menunjukkan hasil

Vina Fitriani Pratiwi


240210140088
berwarna merah. Warna biru menunjukkan bahwa mentega juga merupakan
emulsi minyak dalam air. Hal ini tidak sesuai dengan pernyataan literatur yang
menyatakan bahwa mentega merupakan emulsi air dalam minyak dengan kira-kira
18% air yang terdispersi dalam 80% lemak dengan sejumlah kecil protein yang
bertindak sebagai zat pengemulsi (emulsifier) (Winarno, 1992)
Berdasarkan hasil pengamatan terlihat bahwa susu skim memiliki
perubahan warna menjadi warna merah. Warna merah menunjukkan bahwa susu
skim merupakan emulsi air dalam minyak. Berdasarkan hasil pengamatan pula
susu UHT menghasilkan warna biru. Warna biru menunjukkan bahwa susu UHT
juga merupakan emulsi minyak dalam air. Seharusnya susu merupakan emulsi
minyak dalam air. Hal ini sesuai dengan pernyataan literature yang mengatakan
bahwa susu merupakan emulsi minyak dalam air yang apabila ditambahkan
methylene blue akan menyebabkan fase air berwarna biru dan fase minyak tidak
berwarna (Voigt, 1994)
Berdasarkan hasil pengamatan pula salad dressing menghasilkan warna
biru. Warna biru menunjukkan bahwa salad dressing juga merupakan emulsi
minyak dalam air. Hal ini sesuai dengan pernyataan McClemeSnts (1999), salad
dressing merupakan saus yang dipakai pada salad menggunakan minyak jagung/
kedelai dengan kadar sekitar 30 %. Salad dressing adalah suatu emulsi pangan oil
in water
5.2.3

Pengaruh Pemanasan Terhadap Emulsi


Percobaan ini membahas mengenai kecepatan pelelehan sampel margarin,

mentega, dan salad dressing dengan pemanasan. Prosedur yang dilakukan yaitu
sampel sebanyak 5 gram dipanaskan diatas hotplate dan diperhatikan waktu
pelelehan serta perubahan sistemnnya. Berikut adalah hasil pengamatannya.

Tabel 8. Kecepatan Kelelehan Emulsi


Sampel

Perubahan sistem

Waktu Pelelehan

Gambar

Vina Fitriani Pratiwi


240210140088
Margarin

Cair +++

1 menit 29 detik

Mentega

Cair ++

1 menit 35 detik

Salad dressing

Cair +

2 menit 41 detik

Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2015


Berdasarkan hasil pengamatan, seluruh sampel berubah menjadi cair.
Sampel margarin adalah sampel yang perubahan sistemnya lebih cair dari sampel
lainnya. Sampel margarin pula yang paling cepat meleleh daripada sampel
lainnya. Namun, kecepatan pelelehan sampel margarin dan mentega tidak begitu
jauh berbeda. Hal ini sesuai dengan pernyataan literatur yang menyatakan bahwa
Titik leleh mentega berkisar antara 32 350C, sedangkan titik leleh margarin
hanya berbeda sedikit, yaitu antara 34 370C. (Winarno, 1992). Sementara pada
sampel salad dressing merupakan sampel yang paling lama waktu pelelehannya.
Hal ini dapat disebabkan kandungan asam lemak yang berbeda dimana salad
dressing memiliki memiliki asam lemah tidak jenuh, sehingga pemutusan rantai
lebih lama dan waktu pelelehan lebih lama pula.
5.2.4

Kestabilan Emulsi
Kestabilan dari emulsi dapat dilihat dengan terbentuknya larutan yang

sempurna antara dua zat yang berbeda kepolarannya. Percobaan dilakukan untuk
mengetahui

sejauh

mana

efektivitas

penggunaan

emulsi

yang

dapat

mempertahankan sifat emulsinya paling lama. Larutan yang digunakan adalah air,
CMC (Carboxy Methyl Cellulose), dan gum arab. Larutan tersebut
dimasukkan ke dalam 3 tabung reaksi yang berbeda, lalu ditambahkan 2
ml santan. Tabung reaksi dikocok selama 3 menit, lalu didiamkan dan
dicatat waktu yang dibutuhkan untuk memisahkan larutan. Berikut
adalah hasil pengamatannya.

Tabel 9. Kestabilan Emulsi


Sampel

Lama Pemisahan

Gambar

Vina Fitriani Pratiwi


240210140088
Air

14 menit 13 detik

CMC

1 jam 1 menit 30 detik

Gum Arab

17 menit 20 detik

Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2015


Berdasarkan hasil pengamatan pengemulsi yang paling baik adalah CMC
dan air merupakan pengemulsi yang paling tidak efektif. Hal ini disebabkan
karena CMC merupakan zat penstabil sehingga jika CMC itu akan memisahkan
diri dari air membutuhkan waktu yang cukup lama. Sedangkan air memerlukan
waktu yang sangat singkat untuk memisahkan diri dari air karena sejak awal fase
air dan fase minyak tidak akan pernah bercampur sehingga akan selalu terpisah.
Emulsifier atau zat pengemulsi didefinisikan sebagai senyawa yang mempunyai
aktivitas permukaan (surface-active agents) sehingga dapat menurunkan tegangan
permukaan (surface tension) antara udara-cairan dan cairan-cairan yang terdapat
dalam suatu sistem makanan. Kemampuannya menurunkan tegangan permukaan
menjadi hal menarik karena emulsifier memiliki keunikan struktur kimia yang
mampu menyatukan dua senyawa berbeda polaritasnya.
CMC meningkatkan gaya tolak (repulsive steric forces) antar droplet
minyak

sehingga

akan

mencegah

penyatuan

kembali

droplet

minyak

Vina Fitriani Pratiwi


240210140088
(coalescence) dan berdampak pada stabilisasi sistem emulsi (Hayati et al., 2011).
CMC mampu membentuk larutan dengan air dan menghasilkan viskositas yang
tinggi, sehingga berfungsi sebagai pengental dan penstabil (Mirhosseini dan Tan,
2010).
Berdasarkan hasil pengamatan gum arab merupakan pengemulsi yang baik
hal ini dikarenakan waktu untuk 2 fase terpisah cukup lama. Gum arab jauh lebih
mudah larut dalam air dibanding hidrokoloid lainnya. Gum arab digunakan untuk
mendorong pembentukan emulsi lemak yang mantap dan mencegah kristalisasi
gula (Tranggono dkk,1990). Gum arab dapat meningkatkan stabilitas dengan
peningkatan viskositas. Jenis pengental ini juga tahan panas pada proses yang
menggunakan panas namun lebih baik jika panasnya dikontrol untuk
mempersingkat waktu pemanasan, mengingat gum arab dapat terdegradasi secara
perlahan-lahan dan kekurangan efisiensi emulsifikasi dan viskositas.
5.2.5. Stabilitas Relatif Zat Pengemulsi
Emulsi merupakan sistem koloid yang tidak stabil dan tidak terbentuk
secara spontan. Pemasukan tenaga melalui pengocokan, pengadukan, dan
homogenisasi diperlukan untuk membentuk emulsi. Setelah beberapa lama,
emulsi cenderung kembali menjadi keadaan terpisah antara fase terdispersi dan
medium pendispersinya karena keadaan seperti itu lebih stabil. Praktikum ini
dilakukan pengamatan terhadap kecepatan memecah emulsi yang diberi perlakuan
bervariasi pada setiap tabungnya, hal ini bertujuan untuk membandingkan
kestabilan emulsi dari setiap perlakuan. Prosedur yang dilakukan adalah sebanyak
3 ml minyak dan 3 ml asam asetat di masukan kemasing-masing tabung reaksi,
kemudian dimasukkan sampel sebanyak masing-masing satu sendok makan.
Sampel yang digunakan adalah garam, gula, merica, kuning telur, dan detergen.
Setelah sampel dimasukkan tabung dikocok selama 10 menit Berikut adalah hasil
pengamatannya.

Tabel 10. Stabilitas Relatif Zat Pengemulsi


Sampel
Kecepatan Memecah
Emulsi

Gambar

Vina Fitriani Pratiwi


240210140088
Garam
Gula
Merica
Kuning Telor
Deterjen

2 menit 2 detik
2 menit 80 detik
2 menit 20 detik
Tidak Terpisah
22 menit 35 detik

Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2015


Berdasarkan hasil pengamatan, terlihat bahwa zat pengemulsi yang paling
baik adalah kuning telur. Zat pengemulsi yang paling tidak efektif adalah garam,
gula, dan merica dikarenakan zat tersebut bukan pengemulsi. Protein terbaik yang
digunakan sebagai emulsifier adalah kuning telur karena tingkat kestabilannya
untuk membentuk kesatuan yang baik, sedangkan putih telur adalah protein
pembuat busa terbaik. Telur mengandung lipoprotein dan fosfolipid seperti lesitin
yang dikenal sebagai misel. Struktur misel pada lesitin tersebut adalah bagian
yang membuat emulsifier tersebut bekerja dengan baik (Hasenhuettl GL & Hartel
RW 2008). Selain itu, detergen pun dapat bertindak sebagai pengemulsi yang baik
tapi tidak seefektif kuning telur. Hal ini dikarenakan deterjen mengandung
surfaktan. Surfaktan berfungsi menghilangkan atau mengendapkan kotoran dalam
larutan dan sebagai pengemulsi (Timurti Betty Cahya dkk. 2009).

VI.

KESIMPULAN DAN SARAN

Vina Fitriani Pratiwi


240210140088
6.1

Kesimpulan

Berdasarkan tingkat homogenitasnya antara larutan, dispersi kasar, dan sol

dari yang paling tinggi didapat hasil larutan > sol > dispersi kasar.
Pengocokan putih telur dengan mixer ternyata menghasilkan busa yang
lebih mengembang, kaku, lembut serta udara pekat dan lebih cepat

terbentuk dibandingkan dengan garpu.


Arumanis merupakan busa padat karena medium pendispersinya padatan

dan fase terdispersinya gas


Air dan minyak tidak dapat menyatu disebabkan sifat dari bahan yang

berbeda, dalam hal ini air bersifat polar dan minyak bersifat non-polar
Margarin dan mentega merupakan emulsi air dalam minyak.
Susu UHT, susu skim, dan salad dressing merupakan emulsi minyak

dalam air.
Sampel margarin yang paling cepat meleleh daripada sampel mentega dan

salad dressing.
Berdasarkan hasil pengamatan kestabilan emulsi, pengemulsi yang paling

baik adalah CMC dan air merupakan pengemulsi yang paling tidak efektif.
Berdasarkan hasil pengamatan kestabila pengemulsi, terlihat bahwa zat
pengemulsi yang paling baik adalah kuning telur

DAFTAR PUSTAKA
Buckle, K.A., R.A. Edwards, G.H. Fleet, and M. Wooton. 1987. Ilmu
Pangan. Universitas Indonesia Press. Jakarta. 365 hlm.

Vina Fitriani Pratiwi


240210140088
Hasenhuettl, G. L. and R. W. Hartel. 2008. Food Emulsifiers and Their
Applications. Second Edition. Springer Science Business Media, New
York, USA.
Hayati IN, Che Man YB, Tan CP, Aini IN. 2011. Effects of Xanthan Gum And
Carboxymethyl Cellulose on Crytallization Behavior and Droplet
Characteristics of Oil-In-Water Emulsions. Empowering Science,
Technology and Innovation Towards a Better Tomorrow : 318-323.
Khoiri, Imam. 2008. Intisari IPA Kimia SMP, Jakarta : Penerbit Kawan Pustaka
Koswara, Sutrisno. 2009. Teknologi Pengolahan
eBookPangan.com (Diakses pada 09/12/2015)

Telur.

Available

at:

Martin, Alfred, 1990, Farmasi Fisika Edisi I, Jakarta : Universitas Indonesia


McClements, D. J. (1999). Food Emulsions, Principlels, Practice, and Techniques.
CRC Press, New York.
Mirhosseini H dan Tan CP. 2010. Effect of Various Hydrocolloids on
Physicochemical Characteristics of Orange Beverage Emulsion. J Food
Agriculture & Environment 8 (2): 308-313.
Parning, Horale, Tiopan.2006. Kimia 2B. Jakarta: Yudhistira
Sumardjo, Darmin. 2006. Pengantar Kimia : Buku Panduan Kuliah Mahasiswa
Kedokteran dan Program Strata I Fakultas Bioeksakta, Jakarta : Penerbit
Buku Kedokteran EGC
Timurty, Betty Cahya. 2009. Pengaruh Konsentrasi Gelatin Dan
Metil Ester Sulfonat (MES) Dalam Formulasi Deterjen Cair.
Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian. IPB, Bogor. Available at
http://repository.ipb.ac.id/ (Diakses pada 09/12/2015)
Tranggono, S., Haryadi, Suparmo, A. Murdiati, S. Sudarmadji, K. Rahayu, S.
Naruki, dan M. Astuti. 1991. Bahan Tambahan Makanan (Food Additive).
PAU Pangan dan Gizi UGM, Yogyakarta
Tranggono, Sutardi, S. Sudarmaji. 1990. Bahan Tambahan Pangan (Food
Additives). PAU-Pangan dan Gizi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Voigt, R., 1994, Buku Pelajaran Teknologi Farmasi Industri, Edisi
kelima, Gadjah Mada University Press : Yogyakarta, hal.
165-166, 244-255, 965.
Winarno, F. G. 1991. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka
Utama, Jakarta

Vina Fitriani Pratiwi


240210140088

JAWABAN PERTANYAAN

1. Sebutkan Dan jelaskan beberapa sistem dispersi


Berdasarkan dari besarnya ukuran partikel zat terdispersi (zat terlarut) maka
sistem dispersi dapat dibedakan menjadi 3 macam , yaitu :

Dispersi Halus ( larutan sejati )

Disebut juga sebagai dispersi molekuler, yaitu sistem dispersi yang diameter fasa
terdispersinya < 10-7 Cm. Sistem ini bersifat homogen dan tampak jernih.
Pengendapan tidk akan terjadi sehingga dengan penyaringan zat terdispersi tidak
dapat dipisahkan dari mediumnya, Contohnya : dispersi gula dalam air.

Dispersi Koloid ( larutan Koloid )

Sistem dispersi yang diamter fasa terdispersinya antara 10-7 10-5 Cm. Sifatsifatnya terletak diantara suspensi dan larutan sejati, tidak bersifat homogen
ataupun heterogen. Sistem ini senantiasa keruh dan tidak terjai pengendapan
sebagai penyaringan fasa terdispersi tidak dapat dilakukan. Contoh : dispersi susu
dalam air.

Dispersi kasar (Suspensi )

Sistem dispersi yang diameternya >10-5 Cm. Sistem ini mula-mula keruh tetapi
dalam beberapa saat segera tampak jelas batas antara fasa terdispersi dengan
medium pendispersinya. Karena terjadi pengendapan maka

dengan cara

penyaringan dapat dipisahkan kembali fasa terdispersi dari mediumnya. Contoh :


dispersi pasir dalam air.
2. Apa perbedaan larutan, suspensi kasar, dan koloid?
Larutan disebut juga dengan campuran homogen. Dalam larutan, zat terlarut
dicampur dengan zat pelarut.umumnya, zat terlarut jumlahnya sedikit sehingga

Vina Fitriani Pratiwi


240210140088
disebut fase terdispersi, sedangkan pelarut jumlahnya banyak sehingga disebut
fase pendispersi.
Suspensi atau disebut juga suspensi kasar merupakan campuran heterogen antara
fase terdispersi dalam medium pendispersi. Secara umum, terdispersi adalah
padatan, sedangkan medium pendispersinya adalah air. Dalam sistem suspensi
dapat dibedakan antara zat terdispersi dan medium pendispersi. Fase terdispersi
dalam bentuk padatan dengan ukuran besar akan terlihat tersebar dalam medium
air. Sistem koloid adalah campuran hampir homogen antara fase terdispersi dan
fase pendispersi. Campuran ini hampir homogen, artinya campuran dua zat
hampir menyatu dan sulit dibedakan. Fase terdispersinya bukan dalam bentuk
molekuler (bukan setiap molekul tersebar).
3. Jelaskan 2 jenis emulsi?
EmulsiGas
Emulsi gas dapat disebut juga aerosol cair yang adalah emulsi dalam
medium pendispersi gas. Pada aerosol cair, seperti; hairspray dan obat
nyamuk dalam kemasan kaleng, untuk dapat membentuk system koloid
atau menghasilkan semprot aerosol yang diperlukan, dibutuhkan bantuan
bahan pendorong/ propelan aerosol, anatar lain; CFC (klorofuorokarbon

atau Freon).
EmulsiCair
Emulsi cair melibatkan dua zat cair yang tercampur, tetapi tidak dapat
saling melarutkan, dapt juga disebut zat cair polar &zat cair non-polar.
Biasanya salah satu zat cair ini adalah air (zat cair polar) dan zat lainnya;
minyak (zat cair non-polar). Emulsi cair itu sendiri dapat digolongkan
menjadi 2 jenis, yaitu; emulsi minyak dalam air (cth: susu yang terdiri dari
lemak yang terdispersi dalam air,jadi butiran minyak di dalam air), atau
emulsi air dalam minyak (cth: margarine yang terdiri dari air yang
terdispersi dalam minyak, jadi butiran air dalam minyak).

Вам также может понравиться