Вы находитесь на странице: 1из 37

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pola Asuh Orang Tua


2.1.1

Pengertian Orang Tua


Dalam kamus Bahasa Indonesia orang tua diartikan dengan ayah dan

ibu kandung, orang yang dianggap tua (cerdik, pandai, ahli dan sebagainya),
serta orang yang disegani/dihormati di kampung atau tetua. Orang tua
merupakan sebutan yang umum digunakan bagi bapak dan ibu oleh seorang
anak. Sebutan bapak bagi orang tua yang berjenis kelamin laki-laki, sebutan
ibu bagi orang tua yang berjenis kelamin wanita (Setiawan, 2013)
Menurut Hasbullah (1999) dalam Setiawan, (2013) Orang tua
mempunyai posisi sebagai kepala keluarga atau pemimpin rumah tangga.
Keluarga adalah kelompok sosial yang terdiri atas dua orang atau lebih yang
memiliki ikatan darah perkawinan atau adopsi. Dalam keluarga, orang tua
adalah pendidik utama dan pertama bagi anak-anak mereka, karena dari
merekalah anak pertama kali menerima pendidikan. orang tua yang secara
sadar mendidik anak-anaknya akan selalu dituntun oleh tujuan pendidikan,
yaitu ke arah anak dapat mandiri, kearah satu kepribadian yang utama.
Dari beberapa pengertian di atas dapat dilihat bahwa orang tua adalah
ibu dan bapak. Orang yang melahirkan (bagi ibu), merawat, mendidik, dan
bertanggung jawab terhadap anak-anaknya dalam semua aspek kehidupan
yang dapat membentuk anak menjadi pribadi-pribadi yang mampu
9

10

mensosialisasikan semua itu dalam kehidupan beragama, berbangsa dan


bernegara (Setiawan, 2013).
Setelah dijelaskan beberapa pengertian tentang orang tua dapat
disimpulkan bahwa yang dimaksud orang tua adalah ayah dan ibu yang
menjadi pemimpin dan kebanggaan bagi anak-anaknya serta panutan yang
pertama kali mereka lihat dan mereka tiru sebelum bergaul dengan lingkungan
sekitar. (Setiawan, 2013)
2.1.2

Pengertian Pola Asuh Orang Tua


Pola asuh terdiri dari dua kata yaitu pola dan asuh. Menurut Kamus
Besar Bahasa Indonesia, pola berarti corak, model, sistem, cara kerja, bentuk
(struktur) yang tetap. Ketika pola diberi arti bentuk/struktur yang tetap, maka
hal itu semakna dengan istilah "kebiasaan" sedangkan Asuh sendiri memiliki
arti mengasuh, satu bentuk kata kerja yang bermakna menjaga (merawat dan
mendidik) anak kecil, membimbing (membantu, melatih, dan sebagainya)
supaya dapat berdiri sendiri. Ketika mendapat awalan dan akhiran, kata asuh
memiliki makna yang berbeda. Pengasuh berarti orang yang mengasuh (wali,
orang tua, dan sebagainya). Pengasuhan berarti proses, perbuatan, cara
pengasuhan. Kata asuh mencakup segala aspek yang berkaitan dengan
pemeliharaan, perawatan, dukungan, dan bantuan sehingga orang tetap berdiri
dan menjalani hidupnya secara sehat. (S. Djamarah, 2014)
Pola asuh orang tua bisa diartikan sebagai segala bentuk proses
interaksi yang terjadi atau dilakukan antara orang tua dan anak yang
merupakan pola pengasuhan tertentu di dalam keluarga yang dapat memberi

11

pengaruh akan perkembangan kepribadian anak tersebut. Sedangkan menurut


Pandeirot (2011). Pola asuh merupakan pola perilaku yang diterapkan pada
anak dan bersifat relative konsisten dari waktu ke waktu. Pola asuh diartikan
cara membimbing atau bimbingan yaitu bantuan pertolongan yang diberikan
individu dalam menghindari atau mengatasi kesulitan dalam hidupnya agar
supaya individu atau seorang individu itu dapat mencapai kesejahteraan
hidupnya. (Bimo Walgito, 1989 dalam Annuzul, 2012; Marini et al., 2005).
Sedangkan orang tua menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, adalah
ayah ibu kandung, (orang tua-tua) orang yang dianggap tua (cerdik pandai,
ahli, dan sebagainya), orang-orang yang dihormati (disegani) di kampung.
Dalam konteks keluarga, tentu saja orang tua yang dimaksud adalah ayah dan
atau ibu kandung dengan tugas dan tanggung jawab mendidik anak dalam
keluarga. Pola asuh orang tua dalam keluarga berarti kebiasaan orang tua,
ayah dan atau ibu, dalam memimpin, mengasuh dan membimbing anak dalam
keluarga. Mengasuh dalam arti menjaga dengan cara merawat dan
mendidiknya. Membimbing dengan cara membantu, melatih, dan sebagainya.
(S. Djamarah, 2014).
2.1.3

Peran Orang Tua Dalam Pola Asuh


Sebelum anak mengenal sekolah dan masyarakat lingkungan dimana
dia bergaul dengan orang lain, terlebih dahulu ia hidup dalam alam dan udara
keluarga.

Dalam

keluarga

itulah

dia

mengenal

mengenyamnya pada mula pertama kali.(Annuzul, 2012).

pendidikan

atau

12

Orang tua memiliki peranan yang sangat penting dalam membangun


kepribadian anaknya, karena orang tua merupakan pusat pendidikan yang
pertama bagi anaknya. Sehingga orang tua yang memiliki peranan besar
dalam membentuk watak dan kepribadian anak. Seperti dijelaskan oleh
Hasbullah (2006) dalam (Bangun, 2008), sebagai berikut:
1. Cara orang tua melatih anak untuk menguasai cara-cara mengurus diri,
seperti: cara makan, buang air, berbicara, berjalan, berdoa, sungguhsungguh membekas pada diri anak, karena berkaitan erat dengan
perkembangan dirinya sebagai pribadi, dan
2. Sikap orang tua sangat mempengaruhi perkembangan anak. Sikap
menerima atau menolak, sikap kasih sayang atau acuh tak acuh, sikap
sabar atau tergesa-gesa, sikap melindungi atau membiarkan secara
langsung mempengaruhi reaksi emosional anak.
Berdasarkan pendapat tersebut, dapat diketahui bahwa orang tua
merupakan

faktor

pertama

yang

akan

mempengaruhi

sekaligus

membentuk watak dan kepribadian anak. Oleh karena itu, hendaknya


dalam keluarga orang tua dapat menjadi contoh yang baik pada anaknya.
Diharapkan anak dapat meniru tingkah laku orang tuanya.
2.1.4

Macam Macam Pola Asuh Orang Tua


Sebagai seorang pemimpin, orang tua dituntut mempunyai dua

keterampilan, yaitu keterampilan manajemen (managerial skill) maupun


keterampilan teknis (technical skill). Sedangkan kriteria kepemimpinan yang
baik memiliki beberapa kriteria, yaitu kemampuan untuk memikat hati anak,

13

kemampuan membina hubungan yang serasi dengan anak, penguasaan


keahlian teknis mendidik anak, memperbaiki jika merasakan ada kesalahan
dan kekeliruan dalam mendidik, membimbing, dan melatih anak, serta
memberikan contoh yang baik kepada anak.
Pola asuh orang tua dalam keluarga tampil dalam berbagai tipe.
Menurut S. Djamarah (2014) Ada tiga macam tipe pola asuh orang tua dalam
mendidik anak, yaitu sebagai berikut:
1. Otoriter
Tipe pola asuh otoriter merupakan tipe pola asuh yang diberikan
orang tua yang memaksakan kehendaknya terhadap anak. Dengan tipe
pola asuh ini cenderung sebagai pengawas atau pengendali (controller),
selalu memaksakan kehendaknya terhadap anak, selalu tertutup bila anak
mengajukan

pendapat,

cenderung

memaksakan

kehendak

dalam

perbedaan serta sulit untuk menerima saran, menutup katup musyawarah


karena terlalu percaya pada diri sendiri. Sering mempergunakan
pendekatan (approach) yang mengandung unsur ancaman serta paksaan
dalam upaya mempengaruhi anak. Ucapkan kata dari orang tua adalah
peraturan dan hukumanyangn tidak dapat diubah, meniadakan umpan
balik dari anak dan sering memonopoli tindak komunikasi. Hubungan
pribadi antara orang tua dan anak dapat berpotensi anagonistik
(berlawanan) yang desebabkan oleh renggangnya hubungan orang tua dan
anak.

14

2. Demokratis
Dari semua tipe pola asuh yang ada tipe pola asuh demokratis
meurpakan tipe pola asuh yang terbaik. Hal ini dikarenakan kepetingan
bersama selalu didahulukan daripada kepentingan individu anak. Tipe ini
merupakan tipe pola asuh dimana control terhadap anak tidak telalu
banyak dilakukan oleh orang tua kepada anaknya. Macam-macam ciri dari
tipe pola asuh yang demokratis adalah sebagai berikut:
a. Pendapat bahwa manusia itu adalah makhluk yang termulia di dunia
merupakan titik tolak dalam proses pendidikan terhadap anak.
b. Orang tua selalu berusaha menyamakan tujuan dan kepentingan
pribadi dengan kepentingan anaknya.
c. Orang tua senantiasa menerima pendapat, saran dan bahkan kritik dari
anak.
d. Mentolerir ketika anak membuat kesalahan dan memberikan
pendidikan kepada anak agar tidak berbuat kesalahan serta tidak
mengurangi inisiatif daya kreativitas, dan prakarsa dari anak.
e. Lebih menitik beratkan kerja sama dalam mencapai tujuan.
f. Orang tua akan selalu berusaha untuk menjadikan anaknya lebih
sukses daripada dirinya.
Membuat anak untuk berbagi tanggung

jawab serta mampu

mengembangkan potensi kepemimpinan yang dimilikinya adalah suatu


yang diharapkan dari pola asuh demokratis. Memiliki kepedulian terhadap
hubungan antarpribadi dalam keluarga. Meskipun tampak kurang

15

terorganisasi dengan baik, akan tetapi gaya ini dapat berjalan dalam
suasana yang rileks dan memiliki kecenderungan untuk menghasilkan
produktivitas dan kreativitas, sebab tipe pola asuh demokrastis ini mampu
memaksimalkan kemampuan yang dimiliki anak.
3. Permisif
Pola asuh permissive, Santrock (1998) dalam (Taganing, 2008)
membagi pola asuh ini menjadi dua: neglectful parenting dan indulgent
parenting. Bila orang tua sangat tidak terlibat acuh dalam kehidupan anak
(tidak peduli) atu disebut dengan pola asuh neglectful parenting. Pola asuh
ini menjadikan anak kurang memiliki kebiasaan sosial terutama karena
adanya hasrat untuk mengontrol diri yang sangat kurang. Pola asuh yang
indulgent parenting yaitu apabila orang tua sangat terlibat penuh dalam
kehidupan anak, akan tetapi oramg tua hanya mengontrol dan meuntut
yang sangat minim (selalu memberikan kebebasan dan menuruti keinginan
anak) hingga dapat menyebabkan kebiasaani sosial yang tidak adekuat
karena umumnya anak belum mampu untuk menjalankan kontrol diri dan
menggunakan kebebasan yang diberikan kepadanta tanpa ada rasa
tanggung jawab serta memaksakan kehendaknya.
2.1.5

Faktor Yang Mempengaruhi Pola Asuh Orang Tua


Faktor yang mempengaruhi pola asuh pada anak antara lain:
1. Tingkat Pendidikan
Tingkat

pengetahuan

dan

pendidikan

orang

tua

serta

pengalaman sangat berperan besar dalam membimbing anak.

16

Pendidikan dari orang tua sangat memegang peranan penting karena


dengan pendidikan yang baik dapat menjadi salah satu faktor
terbentuknya persiapan kehidupan yang lebih baik, dapat memperoleh
pengetahuan, ketrampilan dan sikap yang ada hubungannya dengan
tanggung jawab ekonomi dan sosial yang dapat berguna untuk proses
pengasuhan kepada anaknya Soetjiningsih (2002) dalam (Safitri &
Hidayati, 2013).
2. Lingkungan
Perkembangan anak juga banyak dipengaruhi oleh lingkungan,
maka dari itu tidak mustahil apabila lingkungan juga ikut berperan
serta mewarnai pola-pola pengasuhan yang diberikan orang tua
terhadap anaknya. Tercipatanya hubungan yang hangat dengan orang
lain dalam lingkungan baik keluarga maupun lingkungan sosialnya
akan berpengaruh besar terhadap perkembangan emosi, sosial dan
intelektual anak. Lingkungan yang baik dapat menjadi tempat yang
baik bagi akan untuk tumbuh dan berkembang dimana orang tua juga
dapat menerapkan pola pengasuhannya dengan baik pula Riyadi dan
Sukarmin (2006) dalam (Safitri & Hidayati, 2013).
3. Budaya
Acap kali orang tua mengikuti cara-cara atau hal sama yang
dilakukan oleh masyarakat dalam membimbing atau mengasuh anak
serta kebiasaan-kebiasaan lainya dalam mengasuh anak. Orang tua
sering menganggap pola-pola tersebut berhasil dalam mendidik anak

17

kearah kedewasaan. Orang tua menginginkan dikemudian hari anaknya


dapat diterima di masyarakat dengan baik, oleh sebab itu kebiasaan
atau

kebudayaan

masyarakat

dalam

membimbing

anak

juga

mempengaruhi setiap orang tua dalam memberikan pola asuh terhadap


anaknya Anwar (2000) dalam (Safitri & Hidayati, 2013).

2.2 Remaja
2.2.1

Pengertian Remaja
Fase remaja merupakan segmen perkembangan individu yan sangat
penting, yang diawali dengan matangnya organ-organ fisik (seksual) sehingga
mampu bereproduksi.
Sementara Salzman dalam (H. Yusuf, 2011) mengemukakan, bahwa
remaja merupkan masa perkembangan sikap tergantung (dependence)
terhadap orangtua ke arah kemandirian (independence), minat-minat seksual,
perenungan diri, dan perhatian terhadap nilai-nilai estetika dan isu-isu moral.
Dalam budaya Amerika, periode remaja ini dipandang sobagal masa
"Strom & Stress", frustrasi dan penderitaan, konflik dan krisis penyesuaian,
mimpi dan rnelamun tentang cinta, dan perasaan teralineasi (tersisihkan) dari
kohidupan sosial budaya orang dewasa Lustin Pikunas (1976) dalam (H.
Yusuf, 2011).

2.2.2

Batas-Batas Remaja
Menurut Monks (1999) (dalam Chairul Yoel, 2008) remaja melalui
tiga tahap proses perkembangan dalam menuju kedewasaan, disertai dengan

18

karakteristiknya, yaitu:
1. Remaja awal (12-15 tahun)
Pada tahap ini perubahan-perubahan yang terjadi pada remaja
membuat remaja heran dan perubahan-perubahan tersebut disertai dengan
dorongan-dorongan pikiran-pikiran baru mulai mereka kembangkan,
mudah tertarik pada lawan jenis serta mudah terangsang secara erotis.
berkurangnya pengendalian terhadap ego disebabkan oleh kepekaan yang
berlebihan sehingga menyebabkan remaja sulit dipahami oleh orang
dewasa.
2. Remaja tengah (15-18 tahun)
Pada tahap ini, teman-teman sangat dibutuhkan oleh remaja.
Menyukai teman-teman yang mempunyai sifat-sifat yang sama dengan
dirinya atau lebih disebtut narsistik (mencintai dirinya sendiri). Remaja
dalam kondisi kebingan pada tahap ini karena masih ragu harus memilih
mana yang akam ia pilih, peduli atau peka, sendiri atau ramai-ramai,
pesimis atau optimis, dan sebagainya.
3. Remaja akhir (18-21 tahun)
Tahap ini adalah masa yang hampir mencapai kedewasaan,
ditandai dengan pencapaian:
a. Minat yang kian mantap akan fungsi-fungsi intelek.
b. kepribadian mencari kesempatan untuk bersatu dengan orang lain serta
memeroleh pengalaman-pengalaman yang baru.
c. Terbentuknya identitas seksual yang tidak akan berubah lagi

19

d. Harus menyeimbangkan antara kepentingan diri sendiri dengan orang


lain dan harus meniadakan Egosentrisme (terlalu memusatkan
perhatian pada diri sendiri).
e. Tumbuh dinding pemisah antara diri sendiri dengan masyarakat umum
2.2.3

Ciri-Ciri Masa Remaja


Menurut Hurlock (1999) dalam (Chairul Yoel, 2008) ciri-ciri masa
remaja sebagai berikut:
1. Masa remaja sebagai bagian yang penting
Perkembangan fisik dan mental yang cepat dan penting dialami
oleh

remaja

dimana

semua

perkembangan

itu

memperlukan

penyelarasan mental dan pembangunan sikap, nilai dan atensi baru.


2. Masa remaja sebagai bagian peralihan
Peralihan bukan berarti terhenti dengan atau berubah dari apa
yang sebelumnya telah terjadi. Akan tetapi peralihan merupakan suatu
perpindahan dari satu tahap ke tahap perkembangan selanjutan,
sehingga bisa diartikan bahwa apa yang lebih dahulu sudah terjadi
akan menyisakan bekas pada apa yang terjadi saat ini dan yang akan
dating nati, serta mempengaruhi sikap baru serta pola perilaku baru
pada tahap selanjutnya.
3. Masa remaja sebagai bagian perubahan
Tingkat perubahan fisik sejajar dengan perubahan dalam sikap
dan perilaku semaja remaja. Perubahan fisik yang terjadi dengan pesat
dibarengi dengan perubahan perilaku dan sikap yang juga berlangsung

20

cepat. Apabila perubahan fisik menurun, maka perubahan perilaku dan


sikap juga akan mengalami menurun.
4. Masa remaja sebagai usia bermasalah
Setiap periode memiliki masalahnya sendiri-sendiri, akan tetapi
masalah masa remaja sering menjadi masalah yang begitu sulit untuk
diatasi baik oleh remaja laki-laki ataupun remaja perempuan. Ada dua
alasan bagi kesulitan ini, antara lain:
a. Sepanjang masa kanak-kanak, masalah anak-anak sebagian besar
diselesaikan oleh orang tua dan guru-guru, sehingga membuat
kebanyakan remaja belum cakap dalam mengatasi masalahnya
sendiri.
b. Remaja merasa dirinya sebagai individu yang mandiri, sehingga
mereka mempunyai keinginan untuk mengatasi masalahnya
sendiri, serta menolak bantuan dari orang tua ataupun guru-guru
mereka.
5. Masa remaja sebagai periode pencarian identitas
Pencarian identitas diawali pada akhir masa anak-anak,
penyesuaian diri dengan standar kelompok lebih penting daripada
bersikap individualistis. Remaja laki-laki dan perempuan harus
melakukan penyesuaian diri dengan kelompok pada saat remaja awal,
namun lama kemudian mereka mulai mendambakan identitas diri
dengan kata lain ingin membuat dirinya berbeda dengan orang lain.

21

6. Masa remaja sebagai usia yang menimbulkan ketakutan


Anggapan stereotype budaya bahwa remaja adalah anak-anak
yang kurang dan hampir tidak rapi, serta tidak dapat dipercaya dan
cenderung berperilaku merusak, menyebabkan orang dewasa atau
orang tua yang harus memberi arahan, membimbing dan mengawasi
kehidupannya, remaja muda belum berani bertanggung jawab dan
bersikap tidak simpatik terhadap perilaku remaja yang normal lainya.
7. Masa remaja sebagai periode yang tidak realistik
Remaja pada periode ini melihat orang lain dan dirinya sendiri
seperti halnya yang mereka inginkan dan bukan sebagaimana
mestinya, bahkan dalam hal cita-cita. Semakin tidak realistis citacitanya mereka akan semakin menjadi marah. Remaja akan sakit hati
dan kecewa apabila orang lain mengecewakannya atau kalau ia tidak
berhasil mencapai tujuannya.
8. Masa remaja sebagai ambang periode dewasa
Semakin mendekatnya usia kedewasaan, para remaja menjadi
gelisah untuk meninggalkan stereotip (kebiasaan) belasan tahun dan
untuk memberikan suatu kesan bahwa mereka sudah hampir
mendekati dewasa, remaja mulai memusatkan diri pada perilaku yang
dihubungkan dengan status dewasa yaitu merokok, minum minuman
keras, menggunakan obat-obatan dan terlibat dalam pergaulan bebas
dan berujung perbuatan seks. Mereka menganggap ini semua

22

merupakan perilaku yang akan memberikan citra dari apa yang mereka
inginkan. (Chairul Yoel, 2008).
2.2.4

Tugas-Tugas Perkembangan Pada Masa Remaja


Setiap

individu

tumbuh

dan

berkembang

selama

perjalanan

kehidupann melalui beberapa periode atau fase-fase perkembangan. Setiap


fase perkembang mempunyai serangkaian tugas perkembangan yang harus
diselesaikan dengan oleh setiap individu. Sebab, kegagalan menyelesaikan
tugas-tugas perkembangal pada fase tertentu berakibat tidak baik pada
kehidupan fase berikutnya. Sebaliknya keberhasilan dalam menyelesaikan
tugas-tugas perkembangan pada fase tertentu akan memperlancar pelaksanaan
tugas-tugas perkembangan pada fase berikutnya. (M. Ali, 2010).
Hurlock (1990) dalam (M. Ali, 2010) mengatakan bahwa tugas
perkembangan adalah tugas yang muncul pada saat atau sekitar satu periode
terton dari kehidupan individu dan jika berhasil akan menimbulkan fase
bahagia dan membawa keberhasilan dalam melaksanakan tugas-tugas
berikutnya. Akan tetapi, jika itu gagal akan menimbulkan rasa tidak bahagia
dan kesulitan dalam menghisdo tugas-tugas berikutnya. Tugas-tugas
perkembangan tersebut beberapa di antaranya muncul sebagai akibat
kematangan fisik, sedangkan yang lain berkembang karo adanya aspirasi
budaya, sementara yang lain lagi tumbuh dan berkembang karena nilai-nilai
dan aspirasi individu.

23

Setiap tahap usia manusia pasti ada tugas-tugas perkembangan yang


harus dilalui. Perkembangan remaja meliputi perkembangan fisik, sosial,
emosi, moral dan kepribadian (Monks, dkk, 2007).
1.

Perkembangan fisik remaja


Seperti pada semua usia, dalam perubahan fisik juga terdapat suatu
perbedaan individual, seperti pernedaan seks yang sangat jelas. Anak
perempuan memulai perumbuhanya lebih cepat daripada anak laki-laki.
Meskipun begitu hal ini dapat menyebabkan pada saat matang anak laki-laki
lebih tinggi daripada perempuan, dan setelah masa puber, kekuatan anak lakilaki juga melebihi kekuatan dari pada anak perempuan.
Perbedaan individual juga dipengaruhi oleh usia kedewasaan. Anak
yang dewasanya terlambat lebih condong mempunyai bahu yang lebar
daripada anak yang matang lebih awal. Usia remaja terjadi pengeluaran
androgen yang menyebabkan pembentukan rambut pubis yang kemudian
disusul

dengan

keluarnya

rambut

ketiak.

Pada

remaja

perempuan

berangsurangsur ovarium mulai berkembang Wignyosastro (2009) dalam


(Safitri & Hidayati, 2013).
Perubahan-perubahan fisik pada remaja yang terbesar pengaruhnya
pada perkembangan jiwa remaja adalah pertumbuhan tubuh (badan menjadi
makin panjang dan tinggi), mulai berfungsi alatalat reproduksi (ditandai
dengan haid pada wanita dan mimpi basah pada laki-laki) dan tanda-tanda
seksual sekunder yang tumbuh (Sarwono, 2011).
2.

Perkembangan sosial

24

Salah satu tugas perkembangan remaja yang sangat sulit ialah yang
berhubungan dengan penyesuaian diri dengan sosial. Remaja harus
menyesuaikan diri dengan lawan jenisnya dalam hubungan yang sebelumnya
belum pernah ada dan harus menyelaraskan diri dengan orang dewasa di luar
lingkungan keluarga maupun lingkungan sekolah (Monks, dkk. 2007).
Usaha untuk maraih tujuan dari pola sosialisasi dewasa, remaja harus
melakuakan banyak penyesuaian diri baru. Hal yang terpenting dan tersulit
ialah adaptasi diri dengan meningkatnya dampak kelompok sebaya, perubahan
dalam perilaku sosial, nilai-nilai baru dalam pilihan persahabatan, nila-nilai
baru dalam support serta antipasti atau penolakan sosial, dan nilai-nilai baru
dalam seleksi kepemimpinan (Monks, dkk. 2007).
3.

Perkembangan emosi
Masa remaja ini biasa juga dinyatakan sebagai periode badai dan
tekanan, yaitu suatu masa dimana ketegangan emosi meningkat sebagai
akibat dari perubahan fisik. Meningginya perubahan emosi ini disebabkan
karena adanya tekanan sosial serta menghadapi kondisi baru. Pada masa ini
remaja tidak lagi mengungkapkan amarahnya dengan cara gerakan amarah
yang menggebu-gebu, melainkan hanya dengan menggerutu, atau dengan
suara keras mengritik orang-orang yang menyebabkan amarahnya meningkat
(Irwanto, dkk , 2007) dalam (Safitri & Hidayati, 2013).

4.

Perkembangan moral
Pada perkembangan moral ini remaja telah bisa mempelajari apa yang
diingikan oleh kelompok daripada dirinya sendiri kemudian mau membentuk

25

perilakunya supaya sesuai dengan harapan sosial tanpa terus diawasi,


dibimbing, didorong, serta diancam hukuman seperti yang dialami pada waktu
anak-anak. Pada tahap ini remaja diharapkan merubah rancangan moral yang
berlaku khusus dimasa anak-anak dengan prinsip moral yang berlaku umum
serta merumuskannya ke dalam kode moral yang akan berfungsi sebagai
arahan bagi perilakunya. Perkembangan moral pada remaja ini sebagai akibat
dari adaptasi diri terhadap lingkungan masyarakat tempat tinggalnya. Melalui
kehidupan kelompok dalam lingkungannya ini remaja dapat mengekspresikan
perasaan, pikiran, memainkan peran dan mendapat pengakuan keberadaannya
Suliswati, dkk (2005) dalam (Safitri & Hidayati, 2013).
5.

Perkembangan kepribadian
Pada masa remaja, remaja laki-laki dan remaja perempuan sudah
mengetahui sifat-sifat yang baik serta sifat yang buruk, dan mereka menilai
sifat-sifat ini sesuai dengan sifat apa yang dimiliki teman-temannya. Mereka
juga menyadari akan peran kepribadiannya dalam hubungan sosial dan oleh
karena itu mereka terdorong untuk membenahi kepribadian mereka. Banyak
remaja yang menggunakan standar kelompok sebagai dasar citra mereka
mengenai kepribadian yang ideal. Tidak banyak yang merasa sanggup
mencapai gambaran yang ideal ini dan mereka yang tidak berhasil ingin
mengubah kepribadian mereka (Monks, dkk. 2007).
Tugas-tugas perkembangan mempunyai tiga macam tujuan yang
sangat bermanfaat bagi individu ketika menyelesaikan tugas perkembangan,
yaitu:

26

1. Sebagai arahan bagi individu untuk mengetahui apa yang diinginkan


masyarakat dari mereka pada usia-usia tertentu.
2. Memberikan motivasi kepada setiap individu untuk melakukan apa yang
diharapkan oleh kelompok sosial pada usia tertentu selama kehidupannya.
3. Menunjukkan kepada setiap individu tentang apa yang akan mereka
hadapi serta tindakan apa yang diinginkan dari mereka jika suatu saat
nanti akan memasuki tingkat perkembangan berikutnya.
Tugas perkembangan ada yang dapat diselesaikan dengan baik, ada
juga yang mengalami hambatan. Jika tugas perkembangan tidak dapat
diselesaikannya dengan baik maka akan dapat menjadi suatu bahaya potensial.
Setidaknya ada tiga macam bahaya potensial yang menjadi penghambat
penyelesaian tugas perkembangan, yaitu sebagai berikut:
1. Keinginan-keinginan yang belum tepat, baik individu maupun lingkungan
sosialnya, mengharapkan perilaku di luar kemampuan fisik serta
psikologis.
2. Melampaui tahap-tahap tertentu dalam proses perkembangan sebagai
akibat kegagalan dalam menguasai tugas-tugas tertentu.
3. Adanya suatu krisis yang dialami oleh individu karena melewati satu
tingkatan ke tingkatan yang lain. (M. Ali, 2010)
2.2.5

Masalah Tugas Perkembangan Remaja


Hanya sebagian remaja yang dapat memenuhi tugas-tugas tersebut

27

dengan baik. Menurut Hurlock (1973) dalam (Retnowati, 2013) ada beberapa
masalah yang dialami remaja dalam memenuhi tugas-tugas tersebut, yaitu
sebgai berikut:
1. Masalah pribadi, yakni masalah-masalah yang hubungannya dengan
situasi dan kondisi pada saat di rumah, di sekolah, kondisi fisik,
penampilan, emosi, penyesuaian sosial, tugas dan nilai-nilai.
2. Masalah khas remaja, yaitu masalah yang timbul akibat status yang kurang
jelas pada remaja, seperti masalah pencapaian kemandirian, kesalah
pahaman atau penilaian berdasarkan stereotip yang keliru, serta adanya
hak-hak yang lebih besar dan lebih sedikit kewajiban dibebankan oleh
orang tua.
Lebih lanjut dikatakan bahwa masyarakat pada dewasa ini
membutuhkan orang yang sangat kompeten dan trampil untuk mengelola
teknologi tersebut. Ketidakmampuan remaja mengikuti perkembangan
teknologi yang demikian cepat akan dapat membuat mereka merasa malu,
gagal, bahkan kehilangan harga diri, serta mengalami gangguan emosional.

2.3 Depresi
2.3.1

Pengertian Depresi
Depresi adalah merupakan salah satu gangguan perasaan yang di
tandai dengan perasaan sedih yang berlebihan, murung, gangguan gejala tidur,
tidak bersemangat, merasa tidak berharga, merasa kosong, dan tidak ada
harapan. Sedangkan menurut Nugroho, W. (2000) dalam Moewardi, (2013)

28

depresi merupakan suatu perasaan sedih serta pesimis yang berhubungan


dengan suatu penderitaan, dapat juga berupa serangan yang ditujukan pada
diri sendiri atau perasaan marah yang sangat mendalam. Depresi ialah satu
masa dimana terganggunya fungsi dari manusia yang berkaitan dengan alam
perasaan yang sedih serta juga gejala penyertanya, termasuk perubahan pada
nafsu makan, pola tidur, psikomotor, konsentrasi, anhedonia, kelelahan, rasa
putus asa dan tidak berdaya, bahkan keinginan bunuh diri (Kaplan, 2010;
Kelleiat, B.A, 1996 dalam Zuhri, 2009).
2.3.2

Gejala Depresi
Menurut Radityo (2012) Gejala depresi dapat dibagi menjadi beberapa
garis besar yakni:
1. Gangguan emosi:
Perasaan sedih atau murung, ansietas, iritabilitas, ikatan emosi
berkurang, menarik diri dari hubungan interpersonal, serta preokupasi dengan
kematian.
2. Gangguan kognitif:
Distorsi kognitif seperti mengeritik diri sendiri, rasa bersalah, persaan
tak berharga, pesimis, kepercayaan diri turun, serta putus asa. Penurunan
fungsi kognitif seperti bimbang, perhatian kurang, konsentrasi memburuk,
daya ingat menurun, dan juga sering ragu-ragu.
3. Keluhan somatik:
Keluhan saluran pencernaan, sakit kepala, keluhan haid, dan lain-lain.
4. Gangguan psikomotor:

29

Malas, gerakan lambat, retardasi psikomotor, pembicaraan lambat, dan


juga merasa tidak bertenaga atau lesu.
5. Gangguan vegetatif:
Terlalu banyak tidur atau bahkan tidak bisa tidur , kehilangan nafsu
makan atau bahkan terlalu banyak makan, penurunan berat badan atau bahkan
penambahan berat badan, gangguan fungsi seksual.
2.3.3

Etiologi Depresi
Menurut Mayasari (2013) Penyebab depresi tidak hanya satu, tetapi
multifaktorial. Sebagian besar penyebabnya mungkin muncul dari orang itu
sendiri. Karena tidak jelas pada anatomi, biokimia, atau fisiologi untuk
menjelaskan depersi, maka investigator setuju depresi merupakan sindrom
psikobiologikal komplek yang dapat didiagnosis hanya pada gejala.
1. Faktor Genetik
Genetik ialah indikasi kuat dan signifikan yang terlibat antara
perkembangan gangguan suasana hati, tapi pola warisan genetik kompleks
atau berbelit-belit. Faktor yang bukan genetik juga berperan penting dalam
perkembangan gangguan suasana hati. Pada penelitian, genetik sebagai
indikasi terjadi depresi menunjukan adanya pengaruh dari multiple genre
dengan lingkungan atau faktor yang lainnya.
2. Faktor Biologi
Neurotransmiter yang terkait dengan patologi depresi merupakan
serotonin dan epineprin. Penurunan serotonin dapat menimbulkan depresi,
beberapa dari pasien percobaan bunuh diri memiliki serotonin yang rendah.

30

Pada terapi despiran mendukung teori bahwa norepineprin berperan penting


dalam patofisiologi depresi. (Muyi, 2010).
Selain itu aktivitas dopamin pada depresi adalah menurun. Hal tersebut
tampak pada pengobatan yang menurunkan konsentrasi dopamin seperti
Respirin, dan penyakit dimana konsentrasi dopamin menurun seperti
parkinson, adalah disertai gejala depresi. Obat yang meningkatkan konsentrasi
dopamin, seperti tyrosin, amphetamine, dan bupropion, menurunkan gejala
depresi. (Muyi, 2010).
3. Faktor Psikososial
Psikososial stessor, khususnya rasa akan kehilangan, terkadang
menjadi pencetus akan terjadinya depresi. Kehilangan pasangan atau o, putus
hubungan, dan kehilangan kepercayaandiri, seperti berhenti dari pekerjaan.
Beberapa klinisi percaya peristiwa dalam kehidupan berperan pada terjadinya
depresi, tetapi yang lain mengatakan peristiwa dalam kehidupan perannya
terbatas dalam terjadinya depresi. Orang dengan beberapa gangguan
kepribadian seperti, obsessive-compulsive, histeris, dan yang ada pada garis
batasnya, mungkin memiliki resiko yang lebih tinggi untuk terkena depresi
dari pada orang dengan kepribadian antisosial atau paranoid. Pada pengertian
psikodinamik depersi dijelaskan oleh Sigmund Freud dan dikembangkan oleh
Karl Abraham yang diklasifikasikan dalam 4 teori:
a. Terjadinya depresi bisa terjadi karena gangguan pada hubungan bayi dan ibu
selama fase oral (10-18 bulan awal kehidupan).

31

b. depresi dapat dihubungkan dengan kehilangan objek secara imajinasi atau


secara nyata.
c. Introjeksi dari kehilangan objek adalah mekanisme pertahanan dari stress
yang berhubungan dengan kehilangan objek tersebut.
d. Karena kehilangan objek berkenaan dengan campuran cinta dan juga benci,
didalam hati timbul perasaan marah (Mayasari, 2013)
4. Faktor Sosial
Dilaporkan bahwa orang tua dengan gangguan afektif cenderung akan
selalu menganiaya atau bahkan menelantarkan anaknya dan tidak akan
mengetahui bahwa anaknya menderita depresi sehingga mereka tidak
berusaha untuk mengobati anaknya tersebut. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa pola asuh orang tua, status perkawinan orang tua, status sosial
keluarga, jumlah sanak saudara, fungsi perkawinan atau struktur keluarga,
serta perpisahan orang tua banyak berperan akan terjadinya gangguan depresi
pada anak. Ibu yang telah menderita depresi lebih besar pengaruhnya terhadap
kemungkinan timbulnya gangguan psikopatologi pada anak dibandingkan
dengan ayah yang mengalami depresi. Diyakini bahwa faktor non genetik
seperti fisik maupun lingkungan merupakan suatu pencetus kemungkinan teah
terjadinya depresi pada anak dengan riwayat genetik.
2.3.4

Pedoman Diagnosis Menurut PPDGJ III

Episode Depresif
Gejala utama (pada derajat ringan, sedang, dan berat) :
1. Afek depresi

32

2. Kehilangan kegembiraan bahkan minat


3. Berkurangnya energi yang mengarah pada meningkatnya keadaan cepat
lelah (rasa kelelahan yang nyata setelah bekerja walapun pekerjaan ringan)
serta menurunnya aktivitas.
Gejala lainnya:
1. Kurangnya perhatian serta konsentrasi.
2. Berkurangnya Harga diri dan kepercayaan diri.
3. Pandangan tentang rasa bersalah dan tidak berguna.
4. Pandangan masa depan yang pesimistis serta suram.
5. Gagasantentang perbuatan membahayakan diri atau bahkan bunuh diri
6. Gangguan tidur
7.

Berkurangnya makan
Untuk episode depresif dari ketiga tingkat keparahan tersebut diperlukan

periode sekurang-kurangnya sampai dua minggu untuk dapat menegakan


diagnosis, akan tetapi periode lebih pendek dapat dibetulkan jika gejala luar
biasa berat dan berlangsung sangat cepat. Kategori diagnosis episode depresi
ringan, sedang, dan juga berat hanya digunakan untuk bagian depresi tunggal
(yang pertama). Episode depresif berikutnya harus dikategorikan pada salah
satu diagnosis gangguan depresi berulang.
1. Episode Depresif Ringan
Pedoman diagnosis:
a. Sekurang-kurangnya harus ada dua dari tiga gejala utama depresi
seperti yang disebutkan diatas.

33

b. Sekurang-kurangnya ditambah dua dari gejala lainnya.


c. Tidak diperbolehkan ada gejala yang berat.
d. Seluruh episode paling lama hanya boleh berlangsung sekurangkurangnya sekitar dua minggu.
e. Hanya sedikit mengalami kesulitan dalam melakukan pekerjaan dan
kegiatan sosial yang biasanya dilakukannya.
f. Dapat disertai dengan gejala somatik atau tanpa gejala somatik
2. Episode Depresi Sedang
Pedoman diagnosis:
a. Sekurang-kurangnya harus ada dua dari tiga gejala utama depresi
seperti yang tertera pada episode ringan
b. Ditambah sekurang-kurangnya ada tiga (dan lebih baik empat) dari
gejala lainnya.
c. Lamanya minimum seluruh episode berlangsung sekitar dua minggu.
d. Menghadapi kesulitan nyata untuk meneruskan kegiatan sosial, dan
mekerjakan pekerjaan serta urusan rumah tangga
e. Dapat disertai dengan gejala somatik atau tanpa gejala somatic
3. Episode Depresif Berat tanpa Gejala Psikotik
Pedoman diagnosis:
a. Gejala depresi harus ada semua.
b. Ditambah sekurang-kurangnya empat dari gejala lainnya dan beberapa
diantaranya harus berintensitas berat.

34

c. Bila ditemukan gejala penting (misalnya agitasi atau retardasi


psikomotor) yang sangat mencolok, maka pasien mungkin tidak mau
atau bahkan tidak mampu untuk melaporkan banyak gejala secara
lengkap dan terperinci. Sehingga penilaian secara menyeluruh
terhadap episode depresi berat masih dapat dibenarkan.
d. Episode depresif biasanya harus berlangsung sekurang-kurangnya dua
minggu, akan tetapi jika gejala amat berat dan beronset sangat cepat,
maka masih dibenarkan untuk menegakan diagnosis dalam kurun
waktu kurang dari dua minggu
e. Sangat tidak mungkin pasien akan mampu meneruskan kegiatan sosial,
pekerjaan atau urusan rumah tangga kecuali pada taraf yang sangat
terbatas.
4. Episode Depresif Berat dengan Gejala Psikotik
Pedoman diagnosis:
a. Episode depresi berat yang memenuhi kriteria menurut episode
depresif berat tanpa gejala psikotik.
b. Disertai waham, halusinasi atau stupor depresif. Waham biasanya
memperlihatkan ide tentang dosa, kemiskinan atau malapetaka yang
mengancam, dan pasien merasa bertangguanng jawab atas hal itu.
c. Halusinasi auditorik atau olfatorik biasanya berupa suara yang
menghina atau menuduh, atau bau kotoran atau daging busuk.
d. Retardasi psikomotor yang berat dapat menuju stupor. (Mayasari,
2013)

35

2.3.5

Cara Penanganan Depresi


Pertolongan segera untuk mengatasi depresi menurut (Safitri &

Hidayati, 2013) ialaha sebagai berikut


1. Bentuk kontak klien sesering mungkin, baik secara verbal maupun non
verbal.
2. Beri perhatian terus menerus walaupun klien tidak mau dan tidak
berbicara dengan anda.
3. Libatkan klien dalam menolong dirinya sendiri
4. Gunakan pertanyaan terbuka pada klien untuk mengekspresikan
perasaan klien.
5. Beri pujian kepada klien karena keterlibatannya dalam menolong
dirinya
6. Bekerja sama dengan tim dan keluarga

2.4 Depresi Pada Remaja


Menurut Hadi, (2004) dalam Puspa Madyarini, Suci Murti Karini,
(2013) Depresi merupakan suatu pengalaman yang menyakitkan, suatu
perasaan tidak ada harapan lagi. Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa
remaja yang menderita depresi akan cenderung menyalahkan diri sendiri
terhadap kejadian atau peristiwa yang terjadi dan tidak dapat menghindari
perasaan bersalah dan murung dalam kesehariaanya.

36

Karakteristik depresi pada remaja adalah ketergantungan dengan orang


lain, mengkritik diri sendiri, perasaan tidak berdaya, bersikap berlebihan
terhadap kegagalan kecil yang terjadi, menyalahkan diri sendiri, sulit
berkonsentrasi, kecenderungan memakai pakaian hitam, menulis puisi dengan
tema mengerikan, mendengarkan musik dengan tema depresif, keinginan
menghukum diri sendiri, terjadi perubahan suasana hati, perubahan fungsi
fisik, perubahan dala tingkat aktivitas, kehilangan libido, mudah tersinggung,
dan mempunyai pikiran untuk bunuh diri (Murti dan Hamidah, 2012 dalam
Puspa Madyarini, Suci Murti Karini, 2013)
2.4.1

Instrumen Beck Depression Inventory (BDI)


Beck Depression Inventory (BDI) adalah instrumen pengukuran tingkat

depresi yang dibuat oleh Dr. Aaron T. Beck. BDI pertama kali diterbitkan pada
tahun 1961 terdiri dari dua puluh satu pertanyaan tentang bagaimana perasaan
klien pada minggu terakhir terkait tanda dan gejala depresi. BDI merupakan
salah satu instrumen yang paling banyak digunakan untuk mengukur tingkat
keparahan depresi. Instrumen BDI dirancang untuk individu yang berusia 12
dan lebih, dan terdiri dari pertanyaan yang berhubungan dengan gejala depresi
seperti keputusasaan dan marah, kognisi seperti perasaan bersalah atau
dihukum, serta gejala fisik seperti kelelahan, penurunan berat badan (Beck,
2006 dalam Maulida, 2012).
Cooper (2010) dalam Maulida (2012) menjelaskan bahwa temuan awal
dari BDI disajikan menjadi faktor kognitif, afektif, dan somatik. Gejala
depresi yang termasuk dalam faktor kognitif ialah kesedihan, pesimis,

37

kegagalan masa lalu, perasaan bersalah, perasaan dihukum, ketidaksukaan


terhadap diri, kritikan terhadap diri, keinginan bunuh diri, dan tidak berharga.
Range nilai untuk faktor kognitif ialah 0-27. Gejala depresi yang termasuk
dalam faktor afektif ialah kehilangan kenikmatan, menangis, gelisah,
kehilangan ketertarikan, keraguan, iritabilitas, dan kehilangan ketertarikan
terhadap seks. Range nilai untuk faktor afektif ialah 0-21. Gejala depresi yang
termasuk pada faktor somatik ialah kehilangan energi, perubagan pola tidur,
perubahan nafsu makan, sulit berkonsentrasi, dan kelelahan. Range nilai untuk
faktor somatic ialah 0-15.
Tabel 2.1 Klasifikasi Istrumen BDI
NILAI TOTAL
1-10
11-16
17-20
21-30
31-40
40 Ke atas

TINGKATAN DEPRESI
Naik turunnya perasaan ini tergolong wajar
Gangguan mood atau perasaan murung yang ringan
Garis batas depresi klinis
Depresi sedang
Depresi parah
Depresi ekstrim

2.5 Peran Perawat Terhadap Depresi Pada Remaja


Masalah depresi yang ada di sekolah , memerlukan intervensi yang
melibatkan perawat, orang tua, serta guru. dalam hal ini terbagi dalam intervensi yang
bersifat pencegahan, antara lain:

1. pencegahan primer

38

Pencegahan primer merupakan intervensi keperawatan yang bertujuan untuk


menghindari suatu penyakit atau kondisi yang merugikan melalui kegiatan
promosi kesehatan dan tindakan perlindungan (Anderson dan McFarlane, 2006
dalam Hakiqi, 2013). Salah satu pencegahan primer depresi pada remaja adalah
melakukan pendidikan kesehatan mengenai depresi dan pencegahannya.
2. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder adalah deteksi dini dan pengobatan yang dapat
merugikan kesehatan, komponen penting dalam pencegahan sekunder adalah
skrining. Salah satu pencegahan sekunder depresi pada remaja di sekolah adalah
melakukan skrining kejadian depresi untuk menentukan derajat depresi yang
dialami remaja.
3. Pencegahan Tersier
Pencegahan tersier dilakukan jika penyakit atau gangguan kesehatan telah
menyebabkan kerusakan pada individu . Tujuan pencegahan tersier ini untuk
membatasi gangguan yang timbul akibat depresi yang berat. Pada remaja yang
mengalami depresi sedang sampai sangat berat perlu dilakukan program
rehabilitasi dan penatalaksanaan yang bekerjasama dengan komunitas sekolah.
Fungsi dan peran perawat dalam pencegahan depresi pada remaja di sekolah dapat
berfokus pada pelayanan kesehatan, pendidikan kesehatan dan promosi kesehatan
lingkungan sekolah.
Fungsi pertama perawat di sekolah yaitu memberikan layanan kesehatan yang
meliputi pencegahan penyakit, perlindungan kesehatan dan promosi kesehatan.
Fungsi praktik perawat di sekolah pada pendididkan kesehatan menggunakan

39

pengajaran yang terencana dan terkait dengan konsep kesehatan yang meliputi
pelayanan kesehatan dan pola hidup sehat. Penggunaan media pendidikan, sumber
daya perpustakaan dan fasilitas yang ada di sekolah dapat dijadikan media
informasi kesehatan untuk membangun sikap positif terhadap kesehatan dan
membangun praktik kesehatan di lingkungan sekolah (Hakiqi, 2013)

2.6 Evidence-Based Practice (EBP) + hubungan pola asuh orang tua dengan
depresi pada remaja usia 12-15 tahun di SMP Negeri 1 Lawang

40

Praktek berbasis bukti adalah dengan memanfaatkan bukti dari penelitian di


seluruh dunia dan literature dalam rangka meningkatkan kebutuhan praktek perlu
melakukan tersebut. (Davies in Groundwater-Smith 2000)

Tabel 2.2 Evidence-Based Practice (EBP)

Nama

Tahun

Safitri & Hidayati

2013

Judul
Hubungan

Antara

Metode
Pola penelitian

Asuh Orang tua Dengan korelasional

Zuhri

2009

Tingkat

Depresi

Remaja

di

SMK

deskriptif Terdap

dengan bermak

Pada pendekatan

cross orang

10 sectional,

depresi

November Semarang
Pola Komunikasi Orang Metode kualitatif

Hasil

Tua

kebany

Terhadap

Anak

Remaja Yang Mengalami

yang

Depresi

mengal

pola ko

(otorite

pola k
3

Fitriana

2013

(memb
Hubungan Persepsi Pola Penelitian ini adalah Hasil p
Asuh Dengan Harga Diri penelitian

kuantitatif hubung

Pada Remaja di SMA yang

bersifat antara

Negeri

dengan dengan

Kecamatan korelasional,

41

Pedurungan

Kota menggunakan metode ( p=0,0

Semarang
4

Enik Suhariyanti & 2013

Hubungan

Retna Tri Astuti

Dengan

cross sectional
Pola

Asuh Metode

Kecenderungan digunakan

Depresi

Anak

Sekolah

SD

yang Hasil

dalam menun

Usia penelitian ini adalah hubung


Negeri korelasi

Ngabean

cross asuh

sectional deskriptif.

kecend

anak-an
5

Puspa Madyarini

2013

Hubungan

antara

Pola Penelitian deskriptif

( p=0,0
Hasil d

& Suci Murti

Asuh Otoriter Orang Tua korelasional

ada h

Karini

dengan

pada

signifik

Remaja di SMA Negeri 2

Otorite

Purworejo

Depres

Depresi

Negeri
2.7 Hubungan Pola Asuh Dengan Depresi Pada Remaja
Pola asuh terdiri dari dua kata yaitu pola dan asuh. Menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia, pola berarti corak, model, sistem, cara kerja, bentuk (struktur)
yang tetap. Ketika pola diberi arti bentuk/struktur yang tetap, maka hal itu semakna
dengan istilah "kebiasaan" sedangkan Asuh sendiri memiliki arti mengasuh, satu
bentuk kata kerja yang bermakna menjaga (merawat dan mendidik) anak kecil,

42

membimbing (membantu, melatih, dan sebagainya) supaya dapat berdiri sendiri.


Ketika mendapat awalan dan akhiran, kata asuh memiliki makna yang berbeda.
Depresi merupakan suatu keadaan yang dapat terjadi karena faktor biologis,
genetic, psikososial dan sosial, depresi menggambarkan pengalaman yang
menyakitkan, suatu perasaan tidak ada harapan lagi. Pernyataan tersebut
menunjukkan bahwa remaja yang menderita depresi akan cenderung menyalahkan
diri sendiri terhadap kejadian atau peristiwa yang terjadi dan tidak dapat menghindari
perasaan bersalah dan murung dalam kesehariaanya
Jika dilihat pada pengertian di atas maka pola asuh orang tua ada erat
hubunganya dengan kejadian depresi pada remaja, itu dapat dilihat dari pola asuh
yang cocok atau tidak cocok dengan remaja tersebut, dan apabila pola asuh tadi tidak
cocok dengan remaja tersebut ada kemungkinan depresi dapat terjadi itu karena pola
asuh orangtua termasuk dalam faktor sosial yang berpengaruh pada depresi yang di
alami remaja.

2.8 Kerangka Konsep

43

Bagan 2.1: Kerangka Konsep Hubungan Pola Asuh Orang Tua Dengan Depresi Pada
Remaja Usia 12-15 Tahun Di SMP Negeri 1 Lawang
Remaja Dengan Usia 12-15 Tahun Dari Kelas VII, VIII, IX di SMP Negeri 1 Lawang

Peran Orang Tua Dalam Pola Asuh

Macam Pola Asuh Orang Tua :


Faktor Yang Mempengaruhi Pola Asuh Orang Tua:
Demokratis
Tingkat Pendidikan
Otoriter
Lingkungan
Permisif
Budaya

Ringan

Sedang

Depresi Pada Remaja

Faktor Yang Mempengaruhi Depresi


Biologi
Genetik
Psikososial
Sosial
Status perkawinan orang tua
Berat
Status sosial keluarga
Jumlah sanak saudara
Fungsi perkawinan atau struktur keluarga
Perpisahan orang tua
Pola asuh orang tua

Keterangan:
: Di Teliti
: Tidak di Teliti
: Mempengaruhi
: Ada Hubungan
2.8.1

Penjelasan Kerangka Konsep

44

Dari bagan diatas terlihat bahwa peran orang tua dalam pola
asuh dipengaruhi oleh tingkat pendidikan orang tua, lingkungan tempat
tinggal, serta budaya, tiga aspek tersebut dapat mempengaruhi orang
tua dalam memberikan pola asuh, ada tiga macam pola asuh yakni pola
asuh otoriter adalah tipe pola asuh orang tua yang memaksakan
kehendak, yang kedua pola asuh demokratis adalah tipe pola asuh yang
selalu mendahulukan kepentingan bersama di atas kepentingan
individu anak, dan yang terkahir pola asuh permisif, pola asuh ini
dibagi menjadi dua yakni pola asuh neglectful parenting dan indulgent
parenting. indulgent parenting yaitu bila orang tua sangat terlibat
dalam kehidupan anak, namun hanya memberikan kontrol dan tuntutan
yang sangat minim, neglectful parenting yaitu bila orang tua sangat
tidak terlibat dalam kehidupan anak (tidak peduli).
Banyak faktor yang mempengaruhi depresi pada remaja yakni
faktor biologi, genetik, psikososial dan sosial, dalam faktor sosial
dipengaruhi oleh banyak hal antara lain, status perkawinan orang tua,
status sosial keluarga, jumlah sanak saudara, fungsi perkawinan atau
struktur keluarga, perpisahan orang tua, serta pola asuh orang tua
sendiri sehingga apabila pola asuh orang tua yang diberikan kepada
anak salah akan berpengaruh negatif pada anak dan menyebabkan
depresi, untuk depresi sendiri ada tiga klasifikasi yakni depresi ringan,
depresi sedang dan depresi berat.
2.9 Hipotesis

45

Hipotesis Nihil (H0)

: Tidak ada hubungan pola asuh orang tua (x) dengan


depresi pada remaja usia 12-15 tahun di SMP Negeri 1
Lawang (y).

Вам также может понравиться

  • BAB 5 Kti Fix
    BAB 5 Kti Fix
    Документ1 страница
    BAB 5 Kti Fix
    Sherlyta Alexandra
    Оценок пока нет
  • KTI Rana
    KTI Rana
    Документ30 страниц
    KTI Rana
    Sherlyta Alexandra
    Оценок пока нет
  • BAB 5 Kti Fix
    BAB 5 Kti Fix
    Документ1 страница
    BAB 5 Kti Fix
    Sherlyta Alexandra
    Оценок пока нет
  • BAB 4 Kti Fix
    BAB 4 Kti Fix
    Документ7 страниц
    BAB 4 Kti Fix
    Sherlyta Alexandra
    Оценок пока нет
  • BAB 5 Kti Fix
    BAB 5 Kti Fix
    Документ1 страница
    BAB 5 Kti Fix
    Sherlyta Alexandra
    Оценок пока нет
  • KTI Rana
    KTI Rana
    Документ30 страниц
    KTI Rana
    Sherlyta Alexandra
    Оценок пока нет
  • Torch Pada Kehamilan
    Torch Pada Kehamilan
    Документ20 страниц
    Torch Pada Kehamilan
    Sherlyta Alexandra
    Оценок пока нет
  • Audit Manajemen
    Audit Manajemen
    Документ26 страниц
    Audit Manajemen
    Sherlyta Alexandra
    Оценок пока нет
  • Diaper Rush
    Diaper Rush
    Документ3 страницы
    Diaper Rush
    Sherlyta Alexandra
    Оценок пока нет
  • Ikd 1
    Ikd 1
    Документ17 страниц
    Ikd 1
    Sherlyta Alexandra
    Оценок пока нет
  • Diaper Rush
    Diaper Rush
    Документ3 страницы
    Diaper Rush
    Sherlyta Alexandra
    Оценок пока нет
  • Auditor Dalam Melakasanakan Pemeriksaan Pada Umumnya Harus Jujur, Bebas Dari
    Auditor Dalam Melakasanakan Pemeriksaan Pada Umumnya Harus Jujur, Bebas Dari
    Документ3 страницы
    Auditor Dalam Melakasanakan Pemeriksaan Pada Umumnya Harus Jujur, Bebas Dari
    Sherlyta Alexandra
    Оценок пока нет
  • Gcs
    Gcs
    Документ5 страниц
    Gcs
    Sherlyta Alexandra
    Оценок пока нет
  • Auditor Dalam Melakasanakan Pemeriksaan Pada Umumnya Harus Jujur, Bebas Dari
    Auditor Dalam Melakasanakan Pemeriksaan Pada Umumnya Harus Jujur, Bebas Dari
    Документ3 страницы
    Auditor Dalam Melakasanakan Pemeriksaan Pada Umumnya Harus Jujur, Bebas Dari
    Sherlyta Alexandra
    Оценок пока нет
  • Matrik Penelitian Skripsi
    Matrik Penelitian Skripsi
    Документ3 страницы
    Matrik Penelitian Skripsi
    Sherlyta Alexandra
    0% (1)
  • Cover
    Cover
    Документ1 страница
    Cover
    Sherlyta Alexandra
    Оценок пока нет
  • Audit Manajemen
    Audit Manajemen
    Документ26 страниц
    Audit Manajemen
    Sherlyta Alexandra
    Оценок пока нет
  • Jurnal - Pondok Ramadlan 1438 H
    Jurnal - Pondok Ramadlan 1438 H
    Документ2 страницы
    Jurnal - Pondok Ramadlan 1438 H
    Sherlyta Alexandra
    Оценок пока нет
  • Anatesi Lokal
    Anatesi Lokal
    Документ17 страниц
    Anatesi Lokal
    Sherlyta Alexandra
    Оценок пока нет
  • Bahasa Inggris Kejuruan Jepang
    Bahasa Inggris Kejuruan Jepang
    Документ11 страниц
    Bahasa Inggris Kejuruan Jepang
    Sherlyta Alexandra
    Оценок пока нет
  • Bahasa Inggris Kejuruan Korea Selatan
    Bahasa Inggris Kejuruan Korea Selatan
    Документ10 страниц
    Bahasa Inggris Kejuruan Korea Selatan
    Sherlyta Alexandra
    Оценок пока нет
  • Jurnal Pelaksanaan Shalat Tarawih
    Jurnal Pelaksanaan Shalat Tarawih
    Документ2 страницы
    Jurnal Pelaksanaan Shalat Tarawih
    Sherlyta Alexandra
    Оценок пока нет
  • Bab Iii
    Bab Iii
    Документ6 страниц
    Bab Iii
    Sherlyta Alexandra
    Оценок пока нет
  • Konflik Antarras
    Konflik Antarras
    Документ12 страниц
    Konflik Antarras
    Sherlyta Alexandra
    Оценок пока нет
  • Tugas PPKN
    Tugas PPKN
    Документ12 страниц
    Tugas PPKN
    Sherlyta Alexandra
    Оценок пока нет
  • Steril PCT Infus
    Steril PCT Infus
    Документ5 страниц
    Steril PCT Infus
    Sherlyta Alexandra
    100% (1)
  • Pengadaan
    Pengadaan
    Документ23 страницы
    Pengadaan
    Sherlyta Alexandra
    Оценок пока нет
  • Tugas Neta Bahasa Indonesia
    Tugas Neta Bahasa Indonesia
    Документ6 страниц
    Tugas Neta Bahasa Indonesia
    Sherlyta Alexandra
    Оценок пока нет
  • Laporan Lengkap Farset Infus II
    Laporan Lengkap Farset Infus II
    Документ30 страниц
    Laporan Lengkap Farset Infus II
    Sherlyta Alexandra
    Оценок пока нет
  • Oreran Tab
    Oreran Tab
    Документ14 страниц
    Oreran Tab
    Sherlyta Alexandra
    Оценок пока нет