Вы находитесь на странице: 1из 18

BAB III

METODOLOGI

III.1.
Alat dan Bahan
III.1.1.
Alat
Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah blender simplisia
(Maspion), seperangkat alat berkesinambungan, neraca analitik (Precisa XB 4200
C, Precisa XT 220 A), waterbath (memmert WNB-1314), rotary evaporator
(Heldolph), desikator (NORMAX), seperangkat alat kaca, rak tabung reaksi, pipet
tetes, pipet ukur (Pyrex), bulb filler, hot plate (Schott Instrument), mikropipet
(Rainin E1019705K), Ephendrof, cawan penguap, sonde oral, spuit 1 cc dan 3cc,
peralatan bedah (M37610), kandang hewan uji, pisau scapel, sentrifuge, vortex,
Penyemprot KLT, penjepit tabung, spot test, mikroskop (Axiocam), object glass,
cover glass, spektrofotometri UV-VIS ( Shimadzu UV-2450) Soxhlet
III.1.2.
Bahan
Bahan-bahan yang digunakan meliputi daun bintangur (Calophyllum
Soulattri), etanol teknis 96%, aquadest, Carboxy methyl cellulose (CMC), NaCl
fisiologis 0.9%, larutan dapar formalin, reagen skrining fitokimia, pereaksi
pemeriksaan kolesterol, standar kolesterol 200 mg/dL, pereaksi pemeriksaan
trigliserida, standar trigliserida 200 mg/dL, bahan pembuatan histologi; Buffered
Neutral Formalin (BNF) 10%, lithium carbonat, parafin, xylol, etanol, larutan
hematoksilin dan eosin.
III.1.3.Hewan Uji
Hewan uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah tikus putih jantan dan
betina (Rattus novergicus) galur Wistar. Syarat hewan uji adalah tikus putih sehat,
tidak cacat secara fisik, umur 6-8 minggu, berat badan 100-300 gram, variasi
29

30

bobot tidak lebih dari 20%, dan tidak hamil. Penggunaan hewan uji sesuai
pedoman kode etik hewan coba. Sementara itu, suhu ruangan untuk percobaan
diatur pada kisaran 22o 3 C, kelembaban relatif berkisar 3070%, dan
penerangan 12 jam terang 12 jam gelap. Hewan diberi pakan yang sesuai standar
laboratorium dan diberikan tanpa batas (ad libitum)
III.2.
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di Laboratorium Farmakologi, Laboratorium Biologi,
Laboratorium Histoteknik, dan Laboratotrium Mikroskopik Fakultas Kedokteran
Universitas Tanjungpura Pontianak dalam rentang November 2016 hingga April
2017.
III.3.
Rancangan Penelitian
III.3.1.
Pengambilan Sampel
Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun tanaman bintangur
(Calophyllum soulattri) yang diperoleh di daerah hutan Mandor, Kabupaten
Landak, Kalimantan Barat.
III.3.2.Determinasi Tanaman
Tanaman yang digunakan

dalam

penelitian

ini

diidentifikasi

di

Laboraturium Fakultas MIPA Laboraturium Biologi Universitas Tanjungpura.


III.3.3.
Pengolahan Sampel
Pengolahan sampel dilakukan dengan memisahkan daun dari tangkai,
bunga, biji, batang dan akar lalu dibersihkan dari sisa-sisa tanah serta kotoran
dengan air yang bersih dan mengalir. Bagian tanaman yang diambil adalah daun
dimana setelah dicuci, daun dirajang tipis. Selanjutnya sampel dikeringkan
menggunakan lemari pengering dengan suhu berkisar 30-40o C hingga kering.
Simplisia yang sudah kering dblender dan diayak dengan ayakan 80 mesh yang
disimpan dalam wadah kaca tertutup, dijauhkan dari paparan cahaya.
III.3.4.Ekstraksi Daun Bintangur

31

Daun bintangur diekstraksi dengan metode ekstraksi berkesinambungan


dengan pelarut etanol 96%. Pemekatan dilakukan dengan rotary evaporator.
Eksrak hasil evaporasi diuapkan kembali menggunakan waterbath sehingga
dihasilkan ekstrak kental (25).
III.3.5.Uji Parameter Spesifik
III.3.5.1.
Pemeriksaan Organoleptis
Penetapan organoleptik yaitu dengan pengenalan secara fisik dengan
menggunakan panca indera dalam mendeskripsikan bentuk, warna, bau, dan
rasa

(34)

.
III.3.5.2.
Penetapan Kadar Sari Larut Air
Maserasi sejumlah 5,0 gram ekstrak selama 24 jam dengan 100 ml air

kloroform LP menggunakan labu bersumbat sambil berkali-kali dikocok selama 6


jam pertama dan kemudian dibiarkan selama 18 jam. Saring, uapkan 20 ml filtrat
hingga kering dalam cawan dangkal berdasar rata yang telah ditara, panaskan
residu pada suhu 105oC hingga bobot tetap. Hitung kadar dalam persen senyawa
yang larut dalam air, dihitung terhadap ekstrak awal (34).
III.3.5.3.
Penetapan Kadar Sari Larut Etanol
Maserasi sejumlah 5,0 gram ekstrak selama 24 jam dengan 100 ml etanol
(95%), menggunakan labu bersumbat sambil berkali-kali dikocok selama 6 jam
pertama dan kemudian dibiarkan selama 18 jam. Saring cepat dengan
menghindarkan penguapan etanol, kemudian uapkan 20 ml filtrat hingga kering
dalam cawan dangkal berdasar rata yang telah ditara, panaskan residu pada suhu
105oC hingga bobot tetap. Hitung kadar dalam persen senyawa yang larut dalam
etanol (95%), dihitung terhadap ekstrak awal (34).
III.3.5.4.
Skrining Fitokimia
III.3.5.4.1.

Pemeriksaan Alkaloid

32

Ekstrak diekstraksi dengan larutan kloroform beramonia di dalam tabung


reaksi, dikocok lalu disaring. Selanjutnya kedalam filtrat ditambahkan 0,5-1 ml
asam sulfat 2 N dan dikocok sampai terbentuk dua lapisan. Lapisan asam (atas)
dipipet dan dimasukkan ke dalam dua buah tabung reaksi. Kedalam tabung reaksi
pertama ditambahkan dua tetes pereaksi Meyer. Ke dalam tabung reaksi kedua
ditambahkan dua tetes pereaksi Dragendrorf. Adanya senyawa alkaloid ditandai
dengan terbentuknya endapan putih pada tabung reaksi pertama dan timbulnya
endapan berwarna coklat kemerahan pada tabung reaksi kedua.(25)

III.3.5.4.2.

Pemeriksaan Fenol

Sebanyak 1 g ekstrak dilarutkan di dalam aquades kemudian ditambahkan


dengan 3 tetes FeCl3 1%. Terjadinya warna hijau, merah, ungu, biru, atau hitam
kuat menunjukkan adanya fenolat.(68)
III.3.5.4.3.

Pemeriksaan Tanin

Larutan ekstrak uji sebanyak 1 ml direaksikan dengan larutan besi (III)


klorida 10%, jika terjadi warna biru tua, biru kehitaman atau hitam kehijauan
menunjukkan adanya senyawa polifenol dan tanin.(69)
III.3.5.4.4.

Pemeriksaan Flavanoid

Sebanyak 2 ml ekstrak etanol yang diperoleh kemudian dimasukkan ke


dalam tabung reaksi dan ditambah dengan 0,5 ml HCl pekat dan beberapa mg
serbuk Mg. Adanya flavonoid ditandai dengan warna merah, orange dan hijau
tergantung pada struktur flavonoid yang terkandung dalam sampel tersebut.(25)
III.3.5.4.5.

Pemeriksaan Steroid dan Triterpenoida

33

Ekstrak sebanyak 5 g diekstraksi dengan pelarut kloroform atau n-heksan


(pelarut non polar), kemudian disaring Filtrat yang diperoleh ditambahkan 1 ml
CH3COOH glasial dan 1 ml larutan H 2SO4 pekat. Jika warna berubah menjadi biru
atau ungu menandakan adanya kelompok senyawa steroid. Jika warna berubah
menjadi merah menunjukkan adanya senyawa triterpenoid.(34)
III.3.5.4.6.

Pemeriksaan Saponin

Sebanyak 2 ml ekstrak kental dimasukkan ke dalam tabung reaksi,


kemudian ditambahkan 10 ml akuades dan dikocok kuat selama 10 detik. Hasil
dinyatakan positif apabila buih yang terbentuk stabil selama tidak kurang dari 10
menit, setinggi 10 cm.(25)
III.3.5.4.7.

Pemeriksaan Kuinon

Larutkan ekstrak dengan sedikit aquadest lalu panaskan di atas penangas air.
Selanjutnya tambahkan dengan KOH 5%. Ekstrak positif mengandung kuinon jika
terbentuk warna merah pada sampel.(25)
III.3.5.5.

Uji KLT

Analisis KLT dilakukan untuk melihat jumlah komponen senyawa


campuran yang terekstraksi. Lempeng KLT dipotong dengan ukuran 1,5 cm x 7
cm, dengan batas atas 1,5 cm dan batas bawah 2 cm. Pipa kapiler digunakan untuk
meneteskan sampel pada lempeng KLT. Untuk eluen yang digunakan ada 2 jenis
yaitu etil asetat dan n-Hexan. Lempeng KLT yang telah ditetesi sampel dimasukan
ke chamber yang telah terisi fase gerak. Setelah noda sampai pada batas atas,
lempeng diangkat dan dibandingkan banyaknya noda dan tinggi noda antara
lempeng KLT yang ditetesi hasil ekstraksi dalam sinar UV.

34

III.3.6.Uji Parameter Non Spesifik


III.3.6.1.
Penetapan Susut Pengeringan
Penetapan susut pengeringan adalah pengukuran sisa zat setelah
pengeringan pada temperatur 105 C selama 30 menit atau sampai berat konstan
yaitu tidak terjadi lagi perubahan bobot (perbedaan bobot antar penimbangan
0,5mg). Dilakukan replikasi 3 kali dalam pengujian susut pengeringan. Ekstrak
ditimbang dan dimasukkan ke dalam botol timbang dangkal bertutup yang
sebelumnya telah dipanaskan pada suhu 105C selama 30 menit dan telah ditara.
Sebelum

ditimbang

ekstrak

diratakan

dalam

botol

timbang,

dengan

menggoyangkan botol, hingga merupakan lapisan setebal lebih kurang 5-10 mm.
Jika ekstrak yang diuji berupa ekstrak kental, diratakan dengan bantuan pengaduk.
Kemudian dimasukkan kedalam ruang pengering, buka tutupnya. Keringkan pada
suhu 105 C hingga bobot tetap. Sebelum setiap pengeringan, biarkan botol dalam
keadaan tertutup mendingin dalam desikator hingga suhu kamar.(34)
Rumus penetapan susut pengeringan :
Susut pengeringan=

III.3.6.2.

(berat awalberat akhir ekstrak )


X 100
berat awal ekstrak

Penetapan Bobot Jenis

Parameter bobot jenis ekstrak merupakan parameter yang mengindikasikan


spesifikasi ekstrak uji. Parameter ini penting, karena bobot jenis ekstrak
tergantung pada jumlah serta jenis komponen atau zat yang larut didalamnya.
Timbang piknometer yang bersih dan kering. Kemudian dikalibrasi dengan
menetapkan bobot piknometer dan bobot air yang baru dididihkan pada suhu 25 oC

35

kemudian ditimbang (w1). Ekstrak cair diatur suhunya kurang lebih 20 oC lalu
dimasukkan ke dalam piknometer kosong, buang kelebihan ekstrak, atur suhu
piknometer hingga 25oC. Kemudian ditimbang bobot piknometer dan ekstrak (w2)
(34)

d=

w 2w 0
w 1w 0

Keterangan:
d = bobot jenis
W0 = bobot piknometer kosong
W1 = bobot piknometer + air
W2 = bobot piknometer + ekstrak
III.3.7.Pembuatan Sediaan Uji
III.3.7.1.
Pembuatan CMC-Na 1%
Ditimbang CMC-Na sebanyak 1 gram, kemudian ditaburkan di atas air
korpus (aquadest) sebanyak 10 kali bobot CMC-Na, dibiarkan hingga
mengembang. Setelah mengembang tambahkan aquadest hingga 100 ml dan
diaduk hingga homogen, jika perlu lakukan pemanasan agar CMC-Na terlarut
sempurna.
III.3.7.2.

Pembuatan Sediaan Oral Ekstrak Daun Bintangur

Ekstrak etanol daun bintangur digerus di dalam mortar kemudian


ditambahkan CMC-Na 1% sedikit demi sedikit sambil digerus hingga homogen.

36

Pemberian oral dengan dosis 100 mg/kgBB, diperoleh dengan melarutkan 10 mg


ekstrak tiap 1 mL CMC-Na 1%. Pemberian oral dengan dosis 400 mg/kgBB,
diperoleh dengan melarutkan 40 mg ekstrak tiap 1 mL CMC-Na 1%. Pemberian
oral dengan dosis 1000 mg/kgBB, diperoleh dengan melarutkan 100 mg ekstrak
tiap 1 mL CMC-Na 1%.

Tabel 2. Dosis Pemberian Hewan Uji


Dosis Pemberian
100 mg/kgBB
400 mg/kgBB
1000 mg/kgBB

Konversi Bobot Tikus


10 mg / 100gramBB
40 mg / 100gramBB
100 mg / 100gramBB

III.3.8.Pembagian Kelompok Hewan Uji


Hewan dikelompokkan secara acak sedemikian rupa sehingga penyebaran
bobot badan merata pada semua kelompok dengan varisi berat badan tidak lebih
20% dari rata-rata berat badan. Hewan dikelompokkan dalam 6 kelompok tikus
jantan dan 6 kelompok tikus betina, masing-masing kelompok terdiri dari 7 ekor,
sehingga masing-masing kelompok terdiri dari 7 ekor jantan dan 7 ekor betina.
Tabel 3. Pengelompokan Hewan Uji
Kelompok

Perlakuan

Kontrol
Dosis I

Larutan pembawa CMC-Na 1%


Ekstrak etanol daun bintangur 100 mg/kgBB (Dosis

Dosis II

rendah)
Ekstrak etanol daun bintangur 400 mg/kgBB (Dosis

Dosis III

tengah)
Ekstrak etanol daun bintangur 1000 mg/kgBB (Dosis

37

Satelit Kontrol
Satelit Dosis III

atas)
Larutan pembawa CMC-Na 1%
Ekstrak etanol daun bintangur 1000 mg/kgBB (satelit
dosis atas)

III.3.9.

Perlakuan Hewan Uji

Hewan uji yang digunakan adalah 42 ekor tikus putih (Rattus norvegicus)
jantan galur Wistar dan 42 ekor tikus putih (Rattus norvegicus) betina galur
Wistar, diaklimatisasi selama 7 hari di laboratorium hewan Fakultas Kedokteran
Universitas Tanjungpura. Aklimatisasi bertujuan untuk mengadaptasi tikus dengan
lingkungan yang baru, serta meminimalisir efek stress pada tikus yang dapat
mempengaruhi penelitian. Hewan uji kemudian dibagi secara acak ke dalam 6
kelompok tikus jantan dan 6 kelompok tikus betina sesuai pada Tabel 3.
Pemberian sediaan secara oral dilakukan selama 28 hari, dimana pada kelompok
satelit kontrol dan satelit dosis III dilakukan pengamatan reversibilitas selama 14
hari setelah akhir pemberian sediaan uji. Pengambilan darah dan pembedahan
dilakukan pada hari ke- 29 untuk kelompok kontrol, dosis I, dosis II, dosis III,
sedangkan untuk kelompok satelit kontrol dan satelit dosis III dilakukan pada hari
ke-43.
III.3.10.

Pengamatan Perilaku dan Aktivitas Motorik

Perilaku dan aktivitas motorik diamati sebelum dan pada waktu 0.5, 1, dan 2
jam sesudah pemberian sediaan uji pada hari pertama, kemudian sesudah
pemberian 28 hari (pada hari ke 29) dan kelompok satelit setelah 14 hari sediaan
uji berhenti diberikan (hari ke 43). Untuk melihat pengaruh pemberian sediaan uji
dilakukan pengamatan rasa ingin tahu (jumlah jengukan pada platform), aktivitas

38

motorik, straub, piloereksi, ptosis, refleks pineal, refleks kornea, lakrimasi,


katalepsi, sikap tubuh, menggelantung, retablismen, fleksi, hafner, mortalitas,
grooming, defekasi, urinasi, pernapasan, salivasi, vokalisasi, tremor, kejang,
writing (menggeliat).
III.3.11.

Pengamatan Bobot Badan

Penimbangan bobot badan tikus dilakukan setiap hari selama 29 hari untuk
kelompok uji dan 43 hari untuk kelompok satelit. Pertambahan bobot badan
kelompok uji selama 28 hari dan pertambahan bobot badan selama 42 hari untuk
kelompok satelit dibandingkan terhadap kelompok kontrol.
III.3.12.
Pengambilan Darah
Darah diambil langsung dari jantung tikus menggunakan alat suntik steril
dan dijaga agar tidak terkena air (untuk menghindari terjadinya hemolisa)
sebanyak 3-5 mL. Darah yang diambil dimasukkan ke dalam ephendrof dan
disentrifus selama 10 menit dengan kecepatan 3000 rpm. Selanjutnya serum
dipisahkan dan disimpan dalam lemari beku (-20o C) (15).
III.3.13.
Pemeriksaan Kadar Kolesterol Total
Sejumlah 10 L serum uji direaksikan dengan 1000 L pereaksi uji untuk
pemeriksaan kolesterol di dalam tabung reaksi 5 mL, dihomogenkan dengan
bantuan vortex, diinkubasi pada suhu 370 C selama 10 menit. Absorbansi diukur
dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 500 nm. Hal yang sama
dilakukan terhadap blangko (pereaksi + aquades) dan standar (pereaksi + standar
kolesterol). Kadar kolesterol dapat dihitung dengan membandingkan absorbansi
sampel dengan absorbansi kolesterol standar yang dikalikan dengan konsentrasi
kolesterol standar (15).

39

Rumus yang digunakan sebagai berikut:


Kolesterol Total

Sampel A Blangko
g
x Konsentrasi Standar ( )
( dLg )= AA StandarA
Blangko
dL

III.3.14.
Pemerikaan Kadar Trigliserida
Sejumlah 10 L serum uji direaksikan dengan 1000 L pereaksi uji untuk
pemeriksaan trigliserida di dalam tabung reaksi 5 mL, dihomogenkan dengan
bantuan vortex, diinkubasi pada suhu 370 C selama 10 menit. Absorbansi diukur
dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 500 nm. Hal yang sama
dilakukan terhadap blangko (pereaksi + aquades) dan standar (pereaksi + standar
trigliserida). Kadar trigliserida dapat dihitung dengan membandingkan absorbansi
sampel dengan absorbansi trigliserida standar yang dikalikan dengan konsentrasi
trigliserida standar (15).
Rumus yang digunakan sebagai berikut:
Trigliserida
III.3.15.

SampelA Blangko
g
x Konsentrasi Standar ( )
( dLg )= AA StandarA
Blangko
dL

Pengamatan Makroskopik Organ

Pada penelitian ini organ yang diamati secara makroskopik dan bobotnya
ditimbang meliputi hati, jantung, limpa, pankreas, paru-paru, ginjal, anak ginjal,
lambung, otak, vesika seminalis dan testis (jantan), uterus dan ovarium (betina).
Perbandingan bobot organ dengan bobot badan dihitung sehingga diperoleh
indeks organ dalam %. Indeks organ kelompok yang diberi sediaan uji dan
kelompok satelit dibandingkan terhadap indeks organ kelompok kontrol. Kondisi

40

mukosa lambung diperiksa secara makroskopis dan diamati dibawah kaca


pembesar untuk melihat bila ada tukak, jumlah dan lebar tukak (15).
Rumus menghitung indeks organ :
gram

berat badantikus
III.3.16.
Pemeriksaan
Histologi Hati dan Limpa
berat
organ(gram)
IndeksOrgan=
III.3.16.1.
Pembuatan
Preparat
Histologi

III.3.16.1.1. Pengambilan Organ


Pembedahan tikus dilakukan pada hari ke-29 untuk kelompok uji dan hari
ke-43, untuk kelompok satelit. Sebelum pembedahan tikus dibius terlebih dahulu
dengan kloroform dan dilakuakan dislocasio cervicalis, lalu rentangkan pada
papan bedah. Organ hati dan limpa yang telah diambil kemudian dibersihkan dari
lemak yang membungkus dan dicuci dengan natrium klorida 0,9%. Kemudian
direndam dengan larutan buffer neutral formalin (BNF) 10%.
III.3.16.1.2. Penyiapan Preparat Organ
Prosedur penyiapan preparat organ sebagai berikut (70, 71) :
1. Fiksasi
Organ dimasukkan ke dalam larutan buffer neutral formalin (BNF) 10%.
Fiksasi dilakukan selama 3 hari. Kemudian sampel organ dipotong kecil-kecil
dengan ketebalan 0,3 0,5 mm dan dimasukkan ke dalam tissue basket serta
diberi label dengan kertas film.

2. Pemrosesan Jaringan

41

Jaringan diproses menggunakan alat tissue processor selama 21 jam, proses


yang terjadi meliputi :
a. Dehidrasi
Dilakukan penambahan alkohol bertingkat kedalam. Dehidrasi dilakukan
dengan tahapan berikut :
Tabung :
I
II
III
1V
V
VI
VI

Formalin 10 %
Alkohol 70 %
Alkohol 80 %
Alkohol 95 %
Alkohol 96 %
Alkohol 96 %
Alkohol 96 %

2 jam
1 jam
2 jam
2 jam
2 jam
1 jam
2 jam

b. Clearing (Penjernihan)
Dilakukan beberapa tahapan sebagai berikut:
Tabung :
VII
IX
X

Xylol
Xylol
Xylol

1 jam
2 jam
2 jam

c. Impregnasi
Impregnasi dilakukan dengan cara infiltrasi parafin cair.
Tabung :
XI
XII

Parafin cair (58-60o C


Parafin cair (58-60o C

2 jam
2 jam

42

3. Pencetakkan (Embedding)
a. Alat cetak disusun di alas yang permukaannya halus dan rata, seperti:
kaca, vermika, dsbnya, yang telah diolesi dengan gliserin.
b. Siapkan dua tempat parafin cair dengan temperatur optimum (cukup air)
tetapi tidak mengembangkan alat cetak blok (logam) yang berakibat
merembesnya parafin cair pada alat tersebut.
Tempat I

: parafin sebagai bahan embedding.

Tempat II

: parafin sebagai media penyesuaian temperatur jaringan

yang akan ditanam.


c. Tuangkan parafin (tempat I) kedalam alat cetak hingga penuh pada
permukaannya.
d. Letakkan /tanamkan posisi jaringan yang sesuai.
e. Bila parafin pada alat pencetak sudah cukup keras, alat cetak dilepas dan
lakukan pemotongan blok dengan silet pada ukuran tertentu.Pemotongan
f. Ditentukan hasil sayatan terbaik. Sayatan tersebut dimasukkan ke dalam
akuades yang dipanaskan dengan suhu 37C dalam waterbath. Sayatan
jaringan dilekatkan pada gelas objek dan diberi label. Sediaan diinkubasi
dalam inkubator selama lebih kurang 24 jam.
4. Pemotongan
a. Blok yang sudah keras ditempelkan pada alat pemegang blok (holder
block) dengan bantuan lempengan besi tipis yang telah dipanaskan.
b. Dinginkan pada suhu kamar sampai melekat erat. Hal ini dapat dipercepat
dengan cara memasukkan ke dalam air / potongan es, selanjutnya
dilakukan triming.
c. Persiapkan mikrotom putar antara a.l. : ketajaman pisau dan sudut
kemiringannya.
d. Persiapkan water bath a.1. : kebersihan dan temperatur air (dibawah titik
leleh parafin)

43

e. Persiapkan gelas obyek a.1. : perekatnya (egg with glycerine), jangan


terlalu tebal dan ingat label penderita harus diurut.
f. Blok yang sudah menempel pada holder block, pasangan pada mikrotom
dan atur ketebalan sayatan sesuai dengan kebutuhan.
g. Lakukan penyayatan blok sehingga mendapatkan sayatan yang baik dalam
bentuk pita memanjang.
h. Angkat sayatan yang diperoleh dan dimasukkan pada water bath agar
sayatan mengembang dengan baik.
i. Seleksi sayatan yang terbaik dan angkat dengan gelas obyek sesuai dengan
label penderitanya.
j. Keringkan dalam suhu kamar dan masukkan dalam oven pada suhu
optimum (58-60 C) kurang lebih selama 30 menit.
5. Pewarnaan Hematoksilin-Eosin
Pewarnaan Hematoksilin-Eosin (HE) merupakan pewarnaan umum untuk
melihat morfologi jaringan secara umum. Pada pewarnaan ini inti yang
bersifat asam diwarnai dengan Hematoksilin (asidofilik) sedangkan
sitoplasma diwarnai dengan Eosin (basofilik). Penggunaan pewarnaan ini
dapat memvisualisasikan secara kontras bagian inti dan sitoplasma, sehingga
gambaran jaringan dapat diamati dengan jelas. Pewarnaan HE diawali dengan
proses penghilangan parafin dengan memasukkan preparat ke dalam seri
larutan xylol III, II, I. Preparat dimasukkan ke dalam seri larutan alkohol
absolut sampai alkohol 70%. Preparat direndam dalam air keran, kemudian
dalam akuades. Preparat diwarnai dengan pewarna hematoxylin. Direndam
kembali dalam akuades. Preparat diwarnai menggunakan eosin alkohol.
Dilakukan perendaman kembali dalam akuades. Dilakukan proses dehidrasi

44

dengan alkohol bertingkat. Dilakukan penjernihan (clearing) dengan


menggunakan xylol. Sediaan ditutup dengan cover glass (mounting).
III.3.16.2.
Pengamatan

Pengamatan Preparat Organ Hati dan Limpa


dilakukan terhadap sampel dengan menggunakan

mikroproyektor yang dipasang pada lensa okuler mikroskop cahaya dengan


perbesaran 400x. Pengamatan organ dilakukan dengan cara membandingkan
preparat histologi tikus kontrol dengan tikus perlakuan menggunakan mikroskop
cahaya. Perubahan histopatologi hati yang diamati meliputi adanya degenerasi
melemak

(vakuolisasi),

degenerasi

hidropik,

dan

nekrosis.

Perubahan

histopatologi limpa yang diamati meliputi pembesaran Limfosit B dan Limfosit T


d pulpa merah dan pulpa putih, peningkatan jumah sel apoptosis, makrofag, sel
nekrotik dan adanya pigmen.
III.4.
Analisis Hasil Penelitian
Analisa data menggunaan program SPSS dengan metode One Way
Anova dengan taraf kepercayaan 95%.
III.5. Skema Rancangan Penelitian
Sampel Daun Bintangur

Determinasi Tanaman Bintangur

Pembuatan Simplisia Daun Bintangur

Ekstraksi Daun Bintangur


Pemeriksaan Makroskopik dan Mikroskopik

Ekstrak Etanol Daun Bintangur

Pengujian Parameter Spesifik dan Non Spesifik


Pemberian Sediaan Oral 28 hari

Gambar 5. Skema Proses Bahan Baku

45

Hewan Uji
(Rattus novergicus)

Aklimatisasi

Pembagian Kelompok Hewan Uji dan Pemberiaan Sediaan Oral 28 hari

Dosis II
Kontrol
Dosis I
Dosis III
Satelit Kontrol Satelit Dosis III
(400
mg/kgBB)
(CMC-Na 1%) (100 mg/kgBB)
(1000 mg/kgBB) (CMC-Na 1%) (1000 mg/kgBB)

Pengamatan

Pengamatan Perilaku dan Aktivitas Motorik


(jam ke- 0, , 1, 2, dan sebelum terminasi)

Pengamatan Bobot Badan


(29 hari untuk kelompok uji)
( 43 hari untuk kelompok satelit)

Terminasi Hewan Uji

ilan Darah serta Pengukuran Kadar Kolestol Total dan Trigliserida hari ke-29 untuk kelompok uji dan hari ke-43 untuk ke

Pembedahan dan Pengamatan Makroskopik Organ

Pemeriksaan Histologi Organ Hati dan Limpa

Analisis Data

Gambar 6. Skema Pengujian

46

Вам также может понравиться